Anda di halaman 1dari 20

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan Awal PKPA


Sebagai Rumah Sakit Pendidikan Tipe A (Sertifikat ISO 9001:2008), RSUD Dr.
Saiful Anwar Malang menjadi tempat pendidikan, pelatihan dan penelitian untuk calon
Dokter dan juga tempat praktek lapangan dan penelitian Program Profesi Keperawatan,
Kebidanan, Apoteker, tenaga kesehatan lain dan non kesehatan dari berbagai institusi
pendidikan di Indonesia. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bertujuan untuk melatih
calon Apoteker untuk memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional dan
berkompeten, sehingga calon Apoteker mengetahui seberapa besar peran, fungsi, posisi serta
tanggung jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Praktek Kerja
Profesi Apoteker di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang (RSSA) dimulai pada tanggal 03 April
2023 dan berakhir tanggal 27 Mei 2023. Jumlah peserta PKPA sebanyak 32 mahasiswa, yang
mana berasal dari Universitas Muhammadiyah Malang sebanyak 9 orang, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto sebanyak 3 orang, Universitas Jember sebanyak 10 orang,
Universitas Surabaya sebanyak 10 orang.
Adapun kegiatan yang dilakukan pada minggu pertama yaitu matrikulasi dari tim
instalasi farmasi RS selama 6 hari di Ruang Trowulan mulai dari tanggal 03 April 2023
hingga tanggal 08 Mei 2023. Matrikulasi ini bertujuan sebagai kegiatan pembekalan awal
selama di RS dan menyetarakan kompetensi mahasiswa dari berbagai universitas. Selain itu
mahasiswa diajak untuk melaksanakan Hospital Tour sebagai pengenalan lingkungan di area
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Praktek Kerja Profesi Apoteker di jadwalkan sesuai hari
efektif kalender dari hari Senin - Sabtu, dimana saat Bulan Ramadhan dimulai pukul 08.00 -
14.00 WIB dan hari normal pukul 07.00 - 14.00 WIB.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2022
tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit di Lingkungan Kementerian Kesehatan,
penataan organisasi rumah sakit perlu dilakukan untuk meningkatkan akses dan mutu
pelayanan sehingga dengan pengelolaan organisasi yang baik akan tercipta produktivitas,
efisiensi, efektivitas, akuntabilitas dan tata kelola rumah sakit yang baik serta tata kelola
klinis yang baik. Struktur Organisasi Struktural terdiri dari Direktur, 4 Wakil Direktur (Wakil
Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan, Wakil Direktur Penunjang Pelayanan, Wakil
Direktur Pendidikan dan Pengembangan Profesi, dan Wakil Direktur Umum dan Keuangan),
7 Bidang dengan 14 Seksi dan 3 Bagian dengan 9 Sub Bagian. Adapun Organisasi Non
Struktural terdiri dari 29 Instalasi, 28 Staf Medik Fungsional dan 1 Staf Fungsional Terkait.
Disamping itu terdapat juga beberapa Komite yaitu Komite Medik, Komite Keperawatan,
Komite Farmasi dan Terapi serta Satuan Pengawas Intern yang membantu tugas-tugas
Direktur. Komite Farmasi dan Terapi (KFT) RSUD Dr. Saiful Anwar dipimpin oleh seorang
dokter, sedangkan apoteker menjabat sebagai sekretaris KFT yang melaksanakan rapat rutin
yang membahas mengenai Formularium RS, Formularium Nasional (Fornas), Pedoman
Penggunaan Antimikroba (PPAM), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), ASO
(Automatic Stop Order), dan semua penggunaan obat, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai di RSUD Dr. Saiful Anwar. Apabila terdapat terapi di luar Formularium RS maka
Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) akan meminta persetujuan dari KFT mengenai
pemberian terapi dengan evidence base.
Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUD Dr. Saiful Anwar sendiri dikepalai oleh
Kepala Instalasi Farmasi yang bertanggung jawab kepada Direktur Rumah Sakit dan Wakil
Direktur Penunjang Pelayanan. Struktur organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
terdiri dari empat koordinator, yaitu Koordinator Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes dan
BMHP, Koordinator Pelayanan Farmasi Klinik, Koordinator Pendidikan, Penelitian, dan
Pelatihan, serta Koordinator Administrasi. Instalasi Farmasi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
secara garis besar dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu bagian Manajemen Farmasi Rumah
Sakit dan Pelayanan Farmasi Klinis. Mahasiswa dibagi menjadi 2 kelompok besar, sebagian
mengikuti Manajemen Farmasi Rumah Sakit dan sebagian mengikuti Pelayanan Farmasi
Klinik di ruangan, kemudian akan dilakukan rotasi tempat secara berkala tiap minggu sekali.
Selain itu mahasiswa mendapatkan tugas baik secara individu maupun kelompok, seperti
presentasi studi kasus, pelayanan informasi obat (PIO) dengan membuat flyer, konseling,
serta melakukan penyuluhan (PKRS).
Manajemen Farmasi di RS merupakan kegiatan yang menyangkut dalam pengelolaan
perbekalan farmasi, alkes dan BMHP, meliputi seleksi, perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, distribusi dan penggunaan obat. Kegiatan yang dilakukan pada Manajemen
Farmasi Rumah Sakit meliputi, pengamatan kegiatan manajemen di gudang dan UPF (Unit
Pelayanan Farmasi), melakukan pengisian form pengkajian resep yang mencakup angka
prescribing error; angka kebenaran penyiapan, pelabelan, dan pemberian obat; waktu tunggu
pelayanan obat jadi dan racikan; kesesuaian resep dengan formularium nasional, serta
membagikan kuesioner kepuasan pasien di apotek. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. Saiful
Anwar memiliki delapan Unit Pelayanan Farmasi (UPF) yang berfungsi untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal bagi pasien dan menjamin ketersediaan barang farmasi di
tiap unit. UPF tersebut meliputi UPF Onkologi dan Unit Produksi, UPF JKN, UPF Rawat
Jalan Umum, UPF IPIT & CATH Lab, OK IPJT, UPF IRNA I, UPF IRNA II, UPF OK
Terpadu, dan UPF IGD.
Manajemen Farmasi di RS dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).
IFRS adalah satu-satunya bagian di Rumah Sakit yang bertanggung jawab penuh atas
pengelolaan obat. Tujuan dari manajemen farmasi di Rumah Sakit yaitu agar obat yang
diperlukan tersedia setiap saat, dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan serta
memberikan manfaat bagi pasien dengan cara melindungi pasien dan masyarakat dari
penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Manajemen pendistribusian obat dan alat kesehatan IFRS RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
baik di pelayanan maupun di gudang menggunakan sistem sentralisasi. Sistem sentralisasi
adalah sistem pendistribusian dimana semua pengeluaran obat hanya dilakukan oleh IFRS
kepada semua tempat perawatan pasien di Rumah Sakit tanpa adanya cabang dari tempat
perawatan lain.
Seperti yang tercantum pada PMK No.72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit disebutkan bahwa pengelolaan perbekalan farmasi di Rumah
Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Instalasi Farmasi di RSUD Dr.
Saiful Anwar menggunakan sistem pelayanan farmasi satu pintu yaitu sistem dimana IFRS
memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan perbekalan farmasi. Pelayanan farmasi
sistem satu pintu antara lain pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan, penarikan, pengendalian, serta administrasi. Sistem satu pintu
memudahkan monitoring dan evaluasi dalam penggunaan, pola penggunaan, menjamin
kualitas dan keamanan dari sediaan farmasi, alat kesehatan serta bahan medis habis pakai
sehingga kualitas dari barang yang diterima oleh pasien baik. Tujuan dari pelayanan farmasi
satu pintu adalah untuk meningkatkan pelayanan farmasi di Rumah Sakit sehingga dapat
memenuhi kebutuhan yang ditetapkan, memuaskan harapan konsumen, menyediakan pada
harga yang terjangkau, dan memberi manfaat bagi rumah sakit.
Dalam rangka menekankan peningkatan dan mempertahankan akreditasi RSUD Dr.
Saiful Anwar dari Akreditasi Paripurna KARS Versi 2012 menjadi Akreditasi SNARS Edisi I
Internasional (tahun 2018-sekarang) dapat ditunjukan pada bidang pelayanan farmasi RSUD
Dr. Saiful Anwar Malang sudah cukup canggih dan memadai untuk pelayanan di tingkat
rumah sakit rujukan tersier. Instalasi Farmasi melakukan program inovasi dengan tagline
RAOS SAE “RSSA Antar Obat gratiS, Selamat Aman dan Efektif” yang ditujukan untuk
pasien rawat jalan. Layanan antar obat gratis ini memberikan kemudahan pada pasien dalam
mendapatkan obat tanpa perlu menunggu antrian pengambilan resep obat dan obat akan
diantar sampai tujuan dengan aman.
Selain Manajemen Farmasi Rumah Sakit, kegiatan yang dilakukan mahasiswa adalah
pelayanan farmasi klinik di ruangan, meliputi penyiapan obat untuk pasien, penataan dan
penyimpanan obat, visite, rekonsiliasi obat, KIE kepada pasien dan mengerjakan tugas seperti
mengisi form farmasi klinik, laporan pencatatan DRP, dan kuesioner kepuasan pasien di
ruangan. Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker
kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko
terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik di
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang telah sesuai dengan yang tertera dalam Permenkes Nomor
72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, meliputi pengkajian
dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, Pelayanan
Informasi Obat (PIO), konseling, visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), produksi sediaan
steril (rekonstitusi sitostatika dan Total Parenteral Nutrition), Monitoring Efek Samping Obat
(MESO), dan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
(PKOD).

5. 2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di
RSSA

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di
Rumah Sakit adalah tanggung jawab apoteker. Dalam melaksanakan tugasnya, apoteker
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian untuk menjamin seluruh rangkaian kegiatan
perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Prosedur
pengelolaan sediaan farmasi meliputi pemilihan hingga distribusi ke pasien, serta mencakup
pengendalianya yang mana dilakukan dengan sistem satu pintu demi terpenuhinya kebutuhan
pada pelayanan kesehatan. Perbekalan Sediaan farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) yang harus tersedia di Instalasi rumah sakit berupa obat dan bahan obat yang
didasarkan pada formularium nasional dan formularium rumah sakit.
5.2.1 Pemilihan

Tahap awal dalam pengelolaan perbekalan farmasi, alat kesehatan serta bahan medis
habis pakai yaitu proses pemilihan. Pemilihan adalah proses memilih sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai (BMHP) yang akan digunakan dalam menunjang
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Pemilihan dilakukan berdasarkan :
1. Formularium atau standart pengobatan pada pedoman praktek klinik
2. Mengutamakan penggunaan obat generik
3. Efektivitas dan keamanan dengan ditunjang pengobatan berbasis bukti
4. Pola penyakit
5. Mutu terjamin
6. Ketersediaan di pasaran
7. Memiliki rasio manfaat-resiko yang paling menguntungkan penderita
8. Memiliki rasio manfaat-biaya yang tertinggi
Apoteker ikut berperan dalam tahap pemilihan dikarenakan apoteker merupakan
salah satu anggota dari Komite Farmasi dan Terapi (KFT). KFT dibentuk dengan tujuan
untuk meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas pelayanan. KFT bertanggung jawab
untuk memilih suplai farmasi, dan hasil keputusannya disajikan dalam bentuk Formularium
Rumah Sakit. KFT memilih berdasarkan Formularium Nasional (FORNAS), daftar E-
Catalog, Daftar Obat Esensial (DOEN), Pedoman Diagnosa dan Terapi (PDT / Clinical
Pathways) dan usulan obat dari masing-masing kelompok dokter atau disebut Staf Medis
Fungsional (SMF). Tim KFT akan melakukan pembahasan mengenai hal tersebut dan akan
diajukan untuk mendapat persetujuan dari Direktur RS. Hasil persetujuan yang telah
ditetapkan, pedoman pemakaiannya akan dicantumkan pada formularium rumah sakit yang
akan berlaku diseluruh pelayanan.

5.2.2 Perencanaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang standar


pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk
menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari
kekosongan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,
epidemiologi, kombinasi antara konsumsi dan epidemiologi, dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan antara lain anggaran yang tersedia,
penetapan prioritas, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu dan waktu tunggu
pemesanan (lead time). Pedoman perencanaan di RSUD Dr. Saiful Anwar antara lain
Formularium Nasional, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit atau
Panduan Praktik Klinis (PPK), e-katalog, anggaran yang tersedia dan penetapan prioritas.
Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai (BMHP) di RSUD
Dr. Saiful Anwar dibagi dua yaitu perencanaan obat dan perencanaan alat kesehatan / bahan
kimia. Metode perencanaan Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar adalah konsumsi. Hal-hal yang
harus dipertimbangkan saat perencanaan adalah sisa stok SDF (Sub Depo Farmasi), sisa stok
gudang, total pengeluaran seluruh SDF, permintaan seluruh SDF, usulan obat / alat kesehatan
dan buffer stock 100%. Terdapat beberapa macam kegiatan perencanaan di RSUD Dr. Saiful
Anwar, yaitu perencanaan tahunan, perencanaan 3 bulanan, perencanaan tiap bulan dan
perencanaan mingguan. Perencanaan tahunan bertujuan untuk menentukan kebutuhan
anggaran selama satu tahun untuk pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai (BMHP) berdasarkan data penggunaan pada tahun sebelumnya.
Perencanaan 3 bulanan untuk item e-katalog obat maupun alkes. Perencanaan tiap bulan
untuk pemesanan item non katalog dan perencanaan mingguan digunakan untuk pelayanan
kefarmasian di UPF (tiap hari senin).
Beberapa kendala dalam perencanaan antara lain obat / alat kesehatan yang dibeli
secara e-purchasing disanggupi oleh produsen, namun terkadang stok kosong atau stok tidak
memadai. Item e-katalog memerlukan lead time / waktu tunggu yang lama. Tidak semua obat
dalam fornas tersedia di e-katalog. Selain itu, masih ada beberapa dokter yang tidak patuh
terhadap fornas atau formularium RS sehingga item semakin banyak. Perencanaan jumlah
kebutuhan dilakukan dengan perhitungan rata-rata penggunaan maksimal selama 1 bulan
yang terekam selama 3 bulan terakhir ditambah buffer stock 100% dikurangi dengan sisa
stok. Perencanaan barang farmasi yang tepat dapat menghindari terjadinya penumpukan
barang, menjamin tersedianya barang farmasi dan menghindari terjadinya kekosongan
barang.
5.2.3 Pengadaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 tentang Standar


Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengadaan merupakan kegiatan merealisasikan
perencanaan kebutuhan di mana harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat
dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan mulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian
antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan
spesifikasi pemasok, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang merupakan rumah sakit pemerintah dimana kegiatan pengadaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai mengacu pada Peraturan Presiden No.
16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pengadaan Barang/Jasa
menerapkan prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel.
Perencanaan pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal,
dan anggaran pengadaan barang/jasa. Perencanaan pengadaan terdiri atas perencanaan
melalui swakelola dan/atau melalui penyedia. Perencanaan pengadaan melalui swakelola
meliputi penetapan tipe swakelola; penyusunan spesifikasi teknis; dan penyusunan rencana
anggaran biaya (RAB). Sedangkan perencanaan pengadaan melalui penyedia meliputi
penyusunan spesifikasi teknis; penyusunan RAB, pemaketan pengadaan barang/jasa,
konsolidasi pengadaan barang/jasa; dan penyusunan biaya pendukung. Dalam menyusun
spesifikasi teknis atau kerangka acuan kerja, dimungkinkan menyebutkan merek terhadap
komponen yang dikehendaki. Hasil perencanaan pengadaan barang/jasa tersebut kemudian
dimuat dalam rencana umum pengadaan (RUP). Metode pemilihan penyedia barang/jasa
terdiri atas epurchasing, pengadaan langsung, penunjukan langsung, tender cepat, dan tender.
E-purchasing dilakukan untuk barang yang sudah tercantum dalam e-catalog. Pengadaan
langsung dilakukan untuk barang yang bernilai paling banyak Rp 200.000.000,-. Penunjukan
langsung dilakukan untuk barang dalam keadaan tertentu seperti misalnya obat-obat
narkotika yang hanya bisa dibeli melalui satu penyedia yaitu PT. Kimia Farma. Tender cepat
dilakukan dalam hal spesifikasi dan volume pekerjaannya sudah dapat ditentukan secara
rinci, dan pelaku usaha telah terkualifikasi dalam sistem informasi kinerja penyedia. Tender
dilakukan jika tidak dapat menggunakan keempat metode pemilihan di atas.

Penyelenggaraan pengadaan barang/jasa dilakukan secara elektronik menggunakan


sistem informasi yang terdiri atas sistem pengadaan secara elektronik (SPSE) dan sistem
pendukung yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah
(LKPP), salah satunya yaitu ecatalogue. Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, sumber
daya yang terlibat terdiri atas pengelola pengadaan barang/jasa di lingkungan
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah; dan Aparatur Sipil Negara/Tentara Nasional
Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia di lingkungan Kementerian Pertahanan dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau personel lain. SDM ini harus memiliki
kompetensi di bidang pengadaan barang/jasa. Pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang dilakukan oleh Pejabat
Pengadaan (PP) melalui penunjukan langsung maksimal Rp 200.000.000,00 atau e-
purchasing maksimal Rp 200.000.000,00. Jika pengadaan melalui e-purchasing dengan nilai
minimal Rp 200.000.000,00 maka dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Apabila metode pemilihan tender/penunjukan langsung/e-purchasing dengan nilai pagu
anggaran paling sedikit di atas Rp 100.000.000.000,00 maka dilakukan oleh Pengguna
Anggaran (PA). PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangannya kepada
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain melaksanakan tugasnya, PPK juga melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari
PA/KPA meliputi tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja, dan
mengadakan serta menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja
yang telah ditetapkan.

Gudang farmasi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang melakukan pengadaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai setiap 1 bulan sekali, sedangkan dari
UPF ke Gudang farmasi dilakukan 1 minggu sekali. Pejabat pengadaan akan melihat usulan
kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai berdasarkan
penggunaan dengan mempertimbangkan pula anggaran yang tersedia yaitu Dana Fungsional
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD); Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); Dana Alokasi Khusus (DAK); dan dana
lain. Bila tidak mencukupi dengan anggaran yang ada, maka usulan akan menyesuaikan
dengan anggaran dan prioritas. Pejabat pengadaan akan melakukan pemesanan kepada
distributor resmi yang ditunjuk. Pembelian dilakukan secara e purchasing dan non e-
purchasing. Distributor harus memenuhi permintaan sesuai surat pesanan dalam jangka waktu
yang telah disepakati. Pengadaan barang cito dilakukan jika ada kebutuhan mendadak
maupun kekosongan stok karena peningkatan pemakaian atau belum direncanakan
sebelumnya. Jika pasien membutuhkan obat atau alkes namun UPF tidak memiliki, maka
sementara dilakukan permintaan ke UPF lain atau ke Gudang. Jika diluar jam kerja PBF
namun obat sangat dibutuhkan dan tidak ada di Gudang, maka dapat dilakukan permintaan
atau pemesanan ke apotek rekanan yang sudah bekerja sama dengan rumah sakit. Pengadaan
di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, selain melalui proses pembelian, juga dilakukan melalui
produksi dan sumbangan/hibah. Produksi yang dilakukan adalah produk steril seperti
sitostatika, premix elektrolit pekat, dan total parenteral nutrition (TPN); produk non steril
seperti handrub, boorzalf, levertran zalf, alkohol 70%, perhidrol 3% dan 5%, formalin 10%,
asam sitrat 50%; dan pengenceran bahan kimia. Sumbangan/hibah didapatkan dari Dinas
Kesehatan Kota Malang, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Kementerian Kesehatan,
maupun pihak swasta. Pengadaan obat hibah dilakukan melalui pengajuan permohonan
kepada pemberi hibah dan pembuatan laporan penggunaan obat program tersebut secara
periodic. Contoh obat program adalah antiretroviral (ARV), obat anti tuberculosis (OAT),
antimalaria, vaksin, pil KB, dan program terapi rumatan metadon (PTRM).

5.2.4 Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,


jumlah, mutu, waktu penyerahan, dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima. Hal yang diperiksa meliputi nama, merek, jumlah,
kekuatan sediaan, bentuk sediaan, nomor batch, kemasan, tanggal kadaluarsa. Jika semuanya
sesuai, maka faktur ditandatangani oleh pejabat penerimaan barang jika nilai pengadaan di
bawah Rp 200.000.000,00; dan oleh panitia penerimaan barang jika nilai pengadaan lebih
dari Rp 200.000.000,00. Selanjutnya dibuat berita acara pemeriksaan dan penerimaan barang.
Barang yang telah diterima dimasukkan ke dalam sistem persediaan rumah sakit dan
dimasukkan sebagai stok Gudang sehingga seluruh sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang diterima dapat terdata dengan baik untuk digunakan dalam
memenuhi kebutuhan administrasi rumah sakit.

5.2.5 Penyimpanan

Penyimpanan merupakan kegiatan penempatan atau penataletakan sediaan farmasi,


alat kesehatan dan bahan medis habis pakai setelah proses penerimaan barang. Penyimpanan
dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis kefarmasian unit pelayanan dan perbekalan
farmasi. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang
dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban,
ventilasi, dan penggolongan jenis sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Penyimpanan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP dilakukan untuk memelihara dan menempatkan
dengan baik ditempat yang aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat mengganggu
stabilitas maupun mutu sediaan farmasi.
Metode penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis
sediaan farmasi, alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai, serta disusun secara alfabetis
dengan menerapkan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO). Di
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, penyimpanan dilakukan di dua tempat yaitu gudang obat
dan gudang alat kesehatan. Semua barang yang disimpan di gudang dimasukkan ke dalam
kartu stok dan sistem. Penyimpanan juga memperhatikan golongan obat seperti high alert
medication, look alike sound alike (LASA), label obat terbaca dengan jelas, tempat
penyimpanan tidak digunakan untuk menyimpan barang lain yang menyebabkan
kontaminasi, bahan yang mudah terbakar disimpan dalam ruang terpisah yang diberi tanda
khusus bahan berbahaya, narkotika dan psikotropika. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak
disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting. Jika disimpan di
unit perawatan pasien maka dilengkapi pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati. Obat-
obat LASA tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk
mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.
Penyimpanan obat narkotika psikotropika mengacu pada Permenkes No. 3 tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi yaitu disimpan dalam gudang, ruangan, atau lemari khusus. Dalam hal ini,
narkotika psikotropika disimpan dalam lemari khusus dengan syarat terbuat dari bahan yang
kuat, tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 buah kunci yang berbeda, harus diletakkan
di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, dan kunci lemari khusus dikuasai oleh
apoteker penanggung jawab atau apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.
Pada penyimpanan dilakukan pengontrolan suhu dan kelembaban ruangan tempat
penyimpanan obat harus berada pada 25-30℃ dan kelembapan ruang penyimpanan 40-60%,
sedangkan suhu lemari pendingin 2-8℃, Kegiatan pengontrolan suhu ini dilakukan setiap
hari oleh Apoteker kepala gudang medis.
5.2.6 Pendistribusian

Pendistribusian merupakan suatu proses penyaluran barang kepada Unit Pelayanan


Farmasi atau pasien atau pengguna sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai (BMHP) dengan memperhatikan mutu, stabilitas, jenis dan jumlah. Sistem distribusi
pada RSUD Dr. Saiful Anwar Malang dilakukan secara desentralisasi untuk memudahkan
pelayanan farmasi kepada pasien. Pendistribusian sediaan farmasi ke seluruh UPF
dilaksanakan oleh gudang farmasi rumah sakit. Sedangkan distribusi obat dari UPF kepada
pasien di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang menggunakan empat metode yaitu resep
perorangan, floor stock / ward floor stock, UDD (Unit Dose Dispensing) dan kombinasi. UPF
rawat inap mendistribusikan obat ke pasien di rawat inap dengan sistem distribusi kombinasi
UDD dan resep perseorangan, serta floor stock untuk ruang kegawatan; sedangkan UPF
rawat jalan mendistribusikan obat kepada pasien menggunakan resep perorangan.
Unit Dose Dispensing adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi berdasarkan
resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu
kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap. Penyerahan obat
pada pasien rawat inap yang dilakukan oleh Apoteker penanggungjawab pasien (APJP). UDD
bertujuan untuk mengantisipasi adanya kekeliruan dosis dalam penyiapan obat, serta dapat
digunakan untuk menilai kepatuhan pasien terhadap terapi yang diberikan oleh tenaga
kesehatan karena sistem UDD didukung oleh e-etiket yang mengandung identitas pasien,
tanggal minum obat, waktu minum obat dan nama obat yang diminum. Selain itu, apoteker
juga menyiapkan obat secara ODDD (One Daily Dose Dispensing), yaitu menyiapkan obat
pada tiap jenisnya kemudian dikemas untuk penggunaan selama sehari dengan jam yang telah
ditentukan tiap pasien untuk mengkonsumsi obat tersebut. Apoteker akan memberikan
kewenangan kepada perawat untuk memberikan obat kepada pasien diluar jam kerja
apoteker.
Selain secara UDD dan ODDD, sistem pendistribusian obat kepada pasien di RSUD
Dr. Saiful Anwar juga ada yang dilakukan secara individual prescribing. Sistem distribusi ini
merupakan sistem distribusi obat dengan resep dokter untuk dilayani oleh UPF Rawat Inap,
Rawat Jalan (Umum dan JKN) dan UPF IGD untuk rawat jalan. Dengan sistem ini, kontrol
sediaan obat menjadi lebih mudah karena resep dapat dikaji langsung oleh apoteker sehingga
memberikan kemudahan pemberian informasi pada pasien. Pada sistem ini, terdapat
kesempatan interaksi profesional antara apoteker, dokter dan pasien, serta memberikan
kemudahan dalam penagihan biaya perbekalan farmasi kepada pasien. Hal ini dilakukan
untuk memudahkan pencatatan penggunaan obat dan memudahkan dalam penyiapan obat,
akan tetapi obat yang digunakan di rawat inap akan dievaluasi setiap hari jika ada perubahan
terapi pada pasien. Meski demikian, sistem distribusi ini juga memiliki kerugian, diantaranya
memerlukan waktu yang lebih lama, karena saat di rawat inap, pasien tidak diperkenankan
membawa resep, maka Tenaga Teknis Kefarmasian ruangan yang akan mengantar ke UPF
terkait. Hal yang sama dapat terjadi untuk resep KRS, maka TTK ruangan mengantarkan
resep ke UPF terkait. Namun, RSUD Dr. Saiful Anwar telah menjalankan sistem
komputerisasi dari ruangan ke UPF untuk mempercepat pelayanan kepada pasien, sehingga
resep tidak perlu diantar lagi ke UPF.
Untuk rawat jalan, telah mulai berjalan program e-resep untuk mempercepat
pelayanan dari dokter Poli ke UPF. Sistem distribusi lainnya adalah floor stock yaitu sistem
distribusi yang menyimpan obat atau alkes tertentu di ruangan dalam jumlah tertentu dengan
tujuan untuk berjaga-jaga apabila diperlukan sewaktu-waktu. Barang yang dikategorikan
dalam floor stock adalah obat emergency atau yang memiliki nilai sharing use, yaitu barang
yang dapat digunakan untuk pasien yang berbeda, seperti kasa, alkohol, perban, desinfektan,
serta gel untuk kateter. Pendistribusian disediakan dalam troli khusus dengan jenis dan
jumlah tertentu, bila sewaktu-waktu diperlukan untuk kondisi emergency dapat langsung
digunakan.

5.2.7 Pemusnahan dan Penarikan


Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ada beberapa kondisi dilakukan
penarikan terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai antara lain:
dicabut izin edarnya, tidak memenuhi persyaratan mutu, tidak memenuhi syarat untuk
dipergunakan dalam pelayanan kesehatan, dan tidak memenuhi standar peraturan perundang-
undangan. dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Barang-barang yang ditarik oleh
BPOM kemudian dilakukan proses pemusnahan. Kegiatan pemusnahan di RSUD Dr. Saiful
Anwar dilakukan oleh tim pemusnahan yang telah ditugaskan oleh Direktur. Kegiatan ini
dilakukan pada sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang telah
kadaluarsa atau rusak.
5.2.8 Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Pengendalian penggunaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dapat dilakukan oleh Instalasi
Farmasi bersama dengan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di Rumah Sakit. Tujuan
pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai agar penggunaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai sesuai dengan Formularium
Rumah Sakit. Penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan diagnosis dan guideline terapi, memastikan persediaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai secara efektif dan efisien. Cara untuk mengendalikan
persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yaitu dengan
melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving), melakukan evaluasi
persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut (dead moving) dan
stok opname yang dilakukan setiap 1 bulan sekali.
5.1.9 Administrasi

Kegiatan administrasi yang dilakukan di rumah sakit terdiri dari administrasi


pencatatan dan pelaporan, serta administrasi keuangan. Pencatatan dan pelaporan terhadap
kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian
persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat oleh instalasi farmasi secara periodik yang
dilakukan dalam periode waktu yaitu bulanan, triwulan, dan tahunan. Administrasi Keuangan
merupakan kegiatan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan
informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua
kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan,
triwulanan, semesteran atau tahunan. Pemusnahan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi
standar dengan cara membuat usulan penghapusan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Proses
pendataan dan pengumpulan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
yang akan dilakukan penarikan/penghapusan dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi, sedangkan
pemusnahannya dilakukan oleh Panitia Penghapusan Barang Rumah Sakit. Sebelum
melakukan penarikan/penghapusan dilakukan telusur masalah, apabila telusur masalah
memberikan hasil bahwa barang yang akan/telah kadaluarsa dapat di retur, maka barang
tersebut segera di retur ke distributor.

5.3 Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker
kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko
terjadinya efek samping karena obat, yang bertujuan untuk keselamatan pasien (patient
safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Praktek farmasi klinik ini
dilakukan dengan cara meninjau langsung keadaan dan perkembangan pasien yang dirawat di
ruang rawat inap. Menurut PMK Nomor 72 tahun 2016, terdapat 11 aspek pelayanan farmasi
klinis di Rumah Sakit meliputi, pengkajian dan pelayanan resep; penelusuran riwayat
penggunaan obat; rekonsiliasi obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO) yang didalamnya
terdapat Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS); konseling; visite; Pemantauan Terapi
Obat (PTO); Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
produksi sediaan steril; dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD). Kegiatan PKOD
di RSSA yang dilakukan adalah pemantauan kadar obat tacrolimus pada pasien transplantasi
ginjal.
Farmasi Bangsal adalah Farmasi bangsal adalah bagian dari Pharmaceutical Care
berupa pelayanan apoteker sebagai bentuk praktik profesi. Kegiatan asuhan kefarmasian di
rumah sakit dapat berupa visite farmasis di ruang bangsal. Keterampilan farmasi klinik yang
diperlukan meliputi kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan terapeutik,
mengkorelasikan keadaan sakit dengan pemilihan obat, menggunakan catatan kasus pasien,
menginterpretasikan data laboratorium, mengaplikasikan pendekatan pemecahan masalah
yang sistematis, mengidentifikasi kontraindikasi, mengenal kemungkinan munculnya efek
samping obat yang tidak dikehendaki, membuat keputusan yang terkait dengan formulasi dan
stabilitas sediaan farmasi, mengkaji literatur medis dan obat-obatan, merekomendasikan
pengaturan dosis dan berkomunikasi efektif secara verbal dengan pasien dan profesi
kesehatan lainnya.
Dalam kegiatan pembelajaran farmasi klinik yang dilakukan oleh setiap mahasiswa
PKPA yaitu mengikuti minimal 5 kasus dalam sehari yang dimana kasus tersebut dipilihkan
oleh Apoteker Penanggung Jawab di ruangan tersebut berdasarkan kasus nyata yang dialami
oleh pasien dengan berbagai komplikasi dan terapi yang digunakan. Kasus-kasus tersebut
dikerjakan setiap hari menggunakan metode SOAP sesuai dengan asuhan kefarmasian dengan
cara observasi kepada pasien secara langsung maupun mencermati rekam medik yang telah
ditulis oleh tenaga kesehatan yang berwenang seperti dokter, perawat, apoteker serta ahli gizi
untuk mendapatkan informasi mengenai diagnosis penyakit, tindakan yang akan/sudah
dilakukan, data laboratorium pendukung serta terapi yang diberikan. Kemudian dilakukan
analisis kerasionalan terapi terhadap kondisi pasien secara keseluruhan, analisis drug related
problem (DRP) potensial maupun aktual, selanjutnya pemberian rencana atau plan. Pada
penggunaan obat perlu dilakukan monitoring efektivitas terapi dan efek samping yang
mungkin timbul pada pasien tersebut. Efektivitas terapi bergantung pada tujuan pemberian
terapi, reaksi fisiologis dalam mekanisme obat, dan hal-hal lain yang mungkin dapat terjadi
pada penggunaan obat tersebut. Pemantauan efektivitas terapi dan efek samping dapat
dilakukan dengan cara menginterpretasi data klinik dan observasi langsung ke pasien.
Observasi langsung kepada pasien dapat dilakukan dengan cara visite bersama PPA
(Profesional Pemberi Asuhan) lain ataupun visite mandiri untuk mengetahui keluhan yang
dirasakan pasien terutama setelah menggunakan obat.
Setiap kasus yang diikuti oleh mahasiswa di ruangan rawat inap, mendapat bimbingan
dari APJP ruangan tersebut dan pembimbing farmasi klinis. Kasus yang telah diterima oleh
mahasiswa PKPA selanjutnya dianalisa menggunakan metode SOAP setiap harinya, dengan
meninjau dari segi patofisiologi, manajemen terapi, assessment DRP, serta rencana
monitoring yang akan dilakukan sesuai dengan asuhan kefarmasian. Setiap hari rabu dan
kamis dilakukan presentasi studi kasus mingguan oleh setiap kelompok yang telah ditetapkan
secara bergiliran. Setiap kelompok terdiri dari 2-3 mahasiswa dan dipilih 1 kasus oleh
pembimbing farmasi klinis untuk dipresentasikan. 5 kasus yang diikuti dapat iikuti dapat
diajukan kepada pembimbing farmasi klinis untuk dipilih salah satu kasus yang menarik
untuk dipresentasikan. Kegiatan ini digunakan sebagai kesempatan mahasiswa untuk belajar
melaksanakan asuhan kefarmasian yang mungkin kasus tersebut tidak ditemukan di
ruangannya. Asuhan kefarmasian dilakukan di 4 stase, yaitu stase interna (IRNA 1), stase
jantung, stase HCU, stase bedah (IRNA 2), stase obipitgyn (IRNA 3), stase pediatri (IRNA
4), dan stase IPIT.
Selain itu, dilakukan permintaan obat dan alkes ke unit pelayanan farmasi masing-
masing ruangan untuk kemudian dilakukan dispensing obat pasien secara one daily dose
dispensing (ODD) yaitu pemberian obat untuk 1 hari pemakaian, selain menggunakan sistem
ODD distribusi obat di instalasi rawat inap juga menggunakan sistem unit dose dispensing
(UDD) berdasarkan resep perorangan yang ditujukan untuk penggunaan satu kali dosis per
pasien. Selanjutnya mahasiswa membantu APJP mendistribusikan obat dan alat kesehatan
pada kotak obat pasien atau ke perawat yang akan memberikan kepada pasien disertai dengan
KIE. Selain itu juga kepada pasien atau keluarga pasien yang keluar rumah sakit sesuai jam
minum obat dan aturan pakainya. Dalam pelayanan terhadap pasien baru di ruang rawat inap,
mahasiswa didampingi oleh APJP juga melakukan rekonsiliasi obat bagi baru yang masuk
ruangan dengan tujuan untuk mengetahui obat yang dibawa pasien, riwayat pengobatan,
riwayat alergi dan riwayat penyakit pasien agar tidak terjadi kesalahan atau medication error
pada pemberian terapi. Apoteker penanggung jawab pasien setiap hari mengisi lembar rekam
medis di catatan kefarmasian.
Apoteker klinis juga mengisi kartu catatan penggunaan obat dengan tujuan untuk
mengontrol penggunaan obat dan untuk mengetahui perubahan pola terapi dan dosis yang
diberikan dokter setiap harinya. Melakukan pengkajian resep di ruang perawatan dimana
sebelum penyiapan obat terlebih dahulu dikaji resep dari dokter penulis resep dengan tujuan
agar tidak terjadi kesalahan pada saat pendistribusian baik dari dosis maupun jumlah yang
diperlukan dan didokumentasikan dalam form telaah resep dan telaah obat, untuk dokter yang
meminta peresepan obat yang tergolong LASA ataupun High Alert melalui telepon harus
dilakukan metode SBAR (Situation Background Assessment Recommendation) – TBAK
(Tulis Bacakan Konfirmasi) untuk semua permintaan verbal via telepon, untuk menghindari
kesalahan dalam peresepan. Kemudian mahasiswa bersama Tenaga Teknis Kefarmasian
(TTK) meminta obat dan alat kesehatan ke unit pelayanan farmasi masing-masing ruangan
untuk kemudian dilakukan dispensing obat kepada pasien.
5.4 Kegiatan di Tiap UPF

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar memiliki 8 (delapan) Unit Pelayanan
Farmasi (UPF) yang berfungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi
pasien dan menjamin ketersediaan barang farmasi di tiap unit. UPF tersebut meliputi UPF
Onkologi dan Unit Produksi, UPF JKN, UPF Rawat Jalan Umum, UPF IPIT & CATH Lab,
OK IPJT, UPF IRNA I, UPF IRNA II, UPF OK Terpadu, dan UPF IGD. Mahasiswa PKPA
melakukan praktik di UPF selama satu hari secara bergantian di masing-masing UPF.

Pada UPF onkologi dilakukan pencampuran sitostatika berdasarkan permintaan dari


ruangan maupun poli rawat jalan sesuai dengan jadwal kemoterapi pasien. Petugas yang
bertugas di ruang steril menggunakan alat pelindung diri lengkap akan merekonstitusi di
ruang CSC (Cytotoxic Safety Cabinet). Obat sitostatika yang telah selesai direkonstitusi akan
dimasukkan ke dalam plastic klip hitam dan akan diberi label. Setelah selesai diberi label,
obat kemudian akan dimasukkan ke dalam kantong plastic berwarna ungu yang bertuliskan
obat sitostatika dan kemudian akan diambil oleh petugas UPF yang memesan obat sitostatika
tersebut, kemudian dicek dan dibawa ke ruangan untuk diserahkan kepada petugas farmasi di
ruangan. UPF onkologi juga melayani pembuatan sediaan IV admixture dan TPN (Total
Parenteral Nutrition). Pembuatan IV admixture harus steril dan bebas pyrogen, sehingga
dilakukan dengan Teknik aseptis, dilakukan di tempat steril dan dikerjakan dibawah aliran
udara laminar (Cytotoxic cabinet). Sediaan IV admixture dibagi menjadi 3 jenis yaitu Infus,
Intermittent, Pre-mixed IV admixtures. Total Parenteral Nutrition adalah campuran dari
beberapa komponen yang terdiri dari lipid, protein, karbohidrat, elektrolit, vitamin dan micro-
nutrient. Pemberian TPN di indikasikan bagi pasien yang memiliki kelainan hepar, renal, dan
gangguan pencernaan yang dikarenakan pasien tersebut tidak dapat memperoleh nutrisi yang
baik.

Pelayanan pada UPF Rawat Jalan Umum dan JKN dilakukan dengan penulisan resep
secara e-resep dan manual. Pasien datang ke poli pemeriksaan dengan membawa kartu
berobat, yang kemudian kartu berobat tersebut dibawa ke UPF (kartu berwarna merah muda
ditujukan kepada UPF Rawat Jalan Umum dan kartu warna hijau ditujukan kepada UPF
JKN). UPF JKN melayani pasien JKN, sedangkan Unit Pelayanan Rawat Jalan Umum
melayani hanya pasien umum, pasien tagihan non JKN atau pasien ikatan kerjasama, dan
pasien dengan obat program. Obat program yang dimaksud adalah program pemerintah bagi
pasien HIV, TB, Hepatitis C, dan program KB. Pengadaan yang dilakukan oleh UPF Rawat
Jalan umum dan JKN berasal dari gudang farmasi. Administrasi pasien dengan status JKN
harus melampirkan syarat yang telah ditetapkan seperti kartu BPJS, SEP, fotocopy tanda
peserta dan surat rujukan dari perusahaan. Sedangkan pada UPF Rawat Jalan Umum akan
membayar langsung secara tunai/kredit.

Pada UPF IPIT dilakukan pelayanan resep dari IGD IPIT, Poliklinik Incovit, Poli TB
MDR dan RO, dan Rawat inap yang meliputi Ruang Bougenville, Dahlia, Barito, Ranu
Kumbolo, HCU Mahakam, HCU Brantas dan HCU Cisadane. Pengelolaan sediaan farmasi
yang dilakukan meliputi pengadaan, pengelolaan, penyimpanan, pendistribusian, dan
pelaporan. Penyimpanan sediaan obat pada UPF IPIT dilakukan dengan urutan alfabetis,
LASA, dan dilakukan pemisahan pada obat- obatan jenis narkotika dan psikotropika pada
lemari tersendiri. Alur pelayanan dari UPF IPJT dimulai dari penerimaan resep, lalu
dilakukan telaah resep dan kemudian dihitung kebutuhan obat/ alkes pasien selama satu hari.
Setelah dilakukan perhitungan, dilakukan entri permintaan pasien rawat inap dan kemudian
TTK akan menyiapkan obat atau alat kesehatan yang dibutuhkan dan kemudian
didistribusikan ke rawat inap. UPF IPJT melayani pasien yang akan melakukan proses
operasi jantung seperti open heart surgery. Cath Lab dibagi menjadi 4 divisi diantaranya yaitu
divisi koroner, divisi kongenital, divisi vaskular dan divisi aritmia.

Pelayanan UPF IRNA I dimulai pada pukul 07.00 – 21.00, melayani kebutuhan pasien
IRNA I yang meliputi Ruang Bunaken (24C), Ruang Losari (29), Ruang Jimbaran (24A),
Ruang Gili Trawangan (25), dan Ruang Nusa Dua serta Rawat Jalan VIP. Permintaan obat
dan alkes di IRNA I yaitu dokter menuliskan instruksi pengobatan pada F6.2 atau pada
SIMRS, selanjutnya petugas farmasi ruangan akan melakukan permintaan obat dan alkes
pasien melalui sistem inventory ke UPF IRNA I. Petugas UPF menyiapkan obat atau alat
kesehatan tersebut secara UDD dan memberi etiket. Kemudian caraka mengantar obat dan
alat kesehatan yang telah disiapkan oleh petugas UPF untuk diserahkan kepada apoteker atau
TTK ruangan. Jika resep yang diterima di UPF berupa resep pasien KRS, obat akan diberikan
kepada pasien oleh apoteker UPF disertai dengan KIE. Kegiatan yang dilakukan mahasiswa
PKPA ketika berpraktik di UPF IRNA I adalah pengkajian resep yang dilakukan dengan
mencatat asal ruangan/SMF, nama dokter, status pasien, jumlah lembar dan item resep, nama
obat, jenis sediaan (racikan/non racikan), generik atau branded generik, obat formularium
atau tidak, obat fornas atau tidak, dan respon time yang dibutuhkan pasien untuk menunggu
obat di dispensing hingga diserahkan. Kegiatan selanjutnya adalah menyebar kuesioner yang
diisi oleh pasien atau keluarga pasien dengan beberapa parameter berdasarkan kepuasan
terhadap pelayanan farmasi yang dirasakan oleh pasien atau keluarga pasien. Mahasiswa
PKPA juga membantu menyiapkan obat dan alkes per ruangan sesuai form permintaan yang
telah diinput melalui sistem inventory komputer secara UDD dan memberi etiket.

UPF IRNA II beroperasi 24 jam yang melayani kebutuhan pasien dari ruangan
Kelimutu (7A), Sarangan (7HCU), Tondano (7B), Toba (4), Kaber, Singkarak (9), NICU,
Ranupani, PICU, ICU, Semeru, Lawu, Kawi, Galunggung, Rinjani, Kerinci, dan Jaya Wijaya.
UPF IRNA II juga membantu melayani pasien IRNA I jika UPF yang bersangkutan tidak
beroperasi. Permintaan obat dan alkes di IRNA II sama seperti pada UPF IRNA I yaitu dokter
menuliskan instruksi pengobatan pada F6.2 atau pada SIMRS, selanjutnya petugas farmasi
ruangan akan melakukan permintaan obat dan alkes pasien melalui sistem inventory ke UPF
IRNA II. Petugas UPF menyiapkan obat atau alat kesehatan tersebut secara UDD dan
memberi etiket. Kemudian caraka mengantar obat dan alat kesehatan yang telah disiapkan
oleh petugas UPF untuk diserahkan kepada apoteker atau TTK ruangan. Jika resep yang
diterima di UPF berupa resep pasien KRS, obat akan diberikan kepada pasien oleh apoteker
UPF disertai dengan KIE. Sedangkan alur permintaan obat dan alkes ke UPF IRNA II apabila
UPF lain tutup yaitu dokter menulis resep pada blanko resep, lalu perawat ruangan
menelepon UPF IRNA II dengan menyebutkan nama pasien, asal ruang, nomor RM, nama
dan jumlah obat atau alat kesehatan, selanjutnya TTK UPF IRNA II akan mengantarkan obat
atau alat kesehatan yang diminta ke ruangan terkait. Untuk CITO, perawat atau dokter
mengambil sendiri obat atau alat kesehatan di UPF IRNA II. Kegiatan mahasiswa PKPA di
UPF IRNA II sama seperti yang dilakukan pada IRNA I yaitu pengkajian resep, menyebar
kuesioner, dan membantu menyiapkan obat dan alkes per ruangan sesuai form permintaan
yang telah diinput melalui sistem inventory komputer.

UPF OK terpadu terdiri dari OK sentral, OK lantai 5, dan OK IGD. OK sentral


melayani 7 ruangan operasi, OK lantai 5 melayani 9 ruangan operasi, dan OK IGD sebanyak
3 ruangan, dimana yang membedakan antara ketiganya adalah jenis operasi. Pasien rawat
inap dan rawat jalan yang akan menjalani operasi di OK sentral dan OK lantai 5 telah
ditentukan jadwal operasinya sedangkan OK IGD jadwal tidak tentu, tetapi tidak menutup
kemungkinan pasien rawat inap yang perlu dilakukan operasi yang bersifat CITO akan
dilakukan operasi di OK IGD. Permintaan obat dan alkes di UPF OK sentral, UPF OK lantai
5 dan UPF OK IGD memiliki kesamaan yaitu sebelum operasi dilaksanakan, petugas anestesi
dan petugas bedah mencatat kebutuhan obat dan alkes pada lembar permintaan anestesi dan
bedah yang selanjutnya diserahkan ke UPF. Kemudian petugas farmasi akan menyiapkan
obat dan alkes sesuai permintaan yang selanjutnya diserahkan ke petugas OK (anestesi dan
bedah). Setelah operasi selesai, petugas OK akan mengisi daftar obat dan alkes yang
digunakan pasien pada lembar pemakaian dan mengembalikan sisa obat dan alkes yang tidak
digunakan ke petugas farmasi. Selanjutnya petugas farmasi akan mengecek kesesuaian
pemakaian pada lembar pemakaian dengan cara membandingkan antara jumlah permintaan
dan sisa obat/alkes yang tidak digunakan. Kegiatan mahasiswa PKPA di UPF OK terpadu
sama seperti yang dilakukan pada IRNA I yaitu pengkajian resep, namun tidak menyebar
kuesioner, membantu menyiapkan obat dan alkes sesuai pada lembar permintaan anestesi dan
bedah, membantu mengecek kesesuaian pemakaian pada lembar pemakaian dengan cara
membandingkan antara jumlah permintaan dan sisa obat/alkes yang tidak digunakan dan
mengembalikan sisa obat dan alkes yang tidak digunakan ke tempat penyimpanan masing-
masing.

Pada UPF IGD beroperasi 24 jam dan kebutuhan obat atau alat kesehatan pasien tidak
dapat diprediksi sehingga untuk obat atau alat kesehatan diberikan/disiapkan terlebih dahulu
(standing order). Kemudian resep dan administrasi pembayaran dilakukan setelah tindakan,
sistem ini digunakan karena sifat dari tindakan emergency untuk menyelamatkan pasien yang
ada di IGD khususnya pasien P1. Dokter/perawat meminta langsung ke UPF berdasarkan
permintaan yang diperlukan, kemudian petugas farmasi akan mencatat di buku permintaan.
Ada 3 jenis buku permintaan yang berbeda yaitu buku emergency, buku IKA, dan buku
bedah, yang berisi nama pasien dan nama obat atau alat kesehatan yang diminta. Kemudian
jika pasien telah selesai perawatan di IGD, dokter akan menuliskan resep untuk obat dan alat
kesehatan yang telah digunakan oleh pasien tersebut.

Anda mungkin juga menyukai