Anda di halaman 1dari 11

DAUN SALAM (Syzygium polyanthum)

 Klasifikasi:
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium polyanthum (Utami dan
Tim Lentera, 2015).
 Kegunaan:
- Memiliki daya antimikroba. Kandungan kimia daun salam adalah tanin,
flavonoid, dan minyak atsiri. Penelitian Sari (2012) menyatakan bahwa
ekstrak daun salam mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli (Warnida dan Yullia, 2016).
- Daun salam telah dikenal memiliki khasiat yang besar untuk mengobati
berbagai penyakit seperti hipertensi, diabetes, asam urat, diare, dan maag, juga
sebagai terapi Reccurent Apthous Stomatitis (RAS) ( Aini dkk., 2016).
- Daun salam terbukti dapat sebagai antijamur, antibakteri, antiinflamasi,
antioksidan, antikolesterol, antidiabetes, antimalaria, antihiperurisemia
antidiare dan dapat digunakan sebagai penghambat pembentukan plak dan
karies pada gigi (Novira dan Ellin, 2018).
 Pengambilan Sampel:
- Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun salam Syzygium
polyanthum (Wight.) Walp. yang berwarna hijau tua dan dipetik dari Kebun
Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Provinsi Lampung (Tammi dkk.,
2018).
- Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah daun salam segar
dengan kriteria tertentu yaitu warna hijau (tingkat warna hijau tertentu),
panjang 9 – 12 cm, lebar 4 – 6 cm, yang diperoleh di Balai Informasi
Tanaman Obat “Materia Medica” di Batu. Daun salam dipanen dengan
memotong dahan pohonnya, dipisahkan dari tangkainya, disortasi sesuai
dengan kriteria bahan baku yang telah ditentukan (Wartini, 2009).
 Pasca panen:
- Daun salam dibersihkan, dirajang, dan dikeringkan selama 1 minggu.
Selanjutnya dihaluskan menjadi serbuk dan diayak dengan pengayak nomor
40 (Warnida dan Yullia, 2016).
- Daun salam di panen dan dibersihkan dengan air kran yang mengalir,
kemudian dikeringkan pada tempat yang tidak langsung terkena matahari pada
suhu ruang. Daun yang telah kering, dihaluskan sehingga berbentuk serbuk
yang siap untuk diekstraksi (Fitriani dkk., 2012).
- Setelah dipanen, daun salam disortasi basah, dicuci bersih, dipotong sebesar 5
cm, dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40oC sampai kering,
disortasi kering, kemudian diserbuk (Widiyastiti dan Widyasari, 2019).
- Daun salam yang telah dipetik akan dibersihkan, dikeringkan, dan dibawa ke
Laboratorium FMIPA Kimia Universi tas Lampung untuk diekstrak (Tammi
dkk., 2018).
 Pemilihan metode ekstraksi dan pelarut yang sesuai:
- Sebanyak 200 gram serbuk kering daun salam dimaserasi dengan pelarut
etanol 95% sampai seluruh serbuk terendam, ditutup dan disimpan pada suhu
kamar selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sering diaduk (Warnida
dan Yullia, 2016).
- Daun salam diekstrak menggunakan pelarut etanol 96% dengan metode
maserasi (Aini dkk., 2016).
- Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi . Sebanyak 50 gram serbuk daun
ditambahkan pelarut etanol Absolut (Analyst) sebanyak 200 mL (1:4)
kemudian diaduk dan dimaserasi selama 24 jam. Simplisia yang telah
direndam selanjutnya disaring menggunakan kertas saring Whatman No.1
(Fitriani dkk., 2012).
- Simplisia dimaserasi dengan pelarut alkohol 70% dengan perbandingan 1: 10
selama 24 jam dilakukan remaserasi sebanyak 2x (Widiyastiti dan Widyasari,
2019).
- Metode perkolasi memberikan rendemen ekstrak yang lebih tinggi, yang
berarti metode ini dapat mengekstraksi metabolit sekunder lebih maksimal.
Susut pengeringan menunjukkan kadar senyawa mudah menguap di dalam
ekstrak. Susut pengeringan paling tinggi diperoleh pada metode maserasi, hal
ini menunjukkan bahwa jumlah senyawa yang mudah menguap masih banyak
ditemukan pada metode maserasi, sedangkan pada metode perkolasi walaupun
merupakan metode ekstraksi dingin, tetapi karena proses ekstraksi
berlangsung lebih lama dibandingkan maserasi sehingga mengakibatkan
semakin banyak senyawa volatil yang menguap selama proses ekstraksi
berlangsung. Metode sokletasi merupakan ekstraksi panas yang
mengakibatkan kehilangan senyawa-senyawa volatil lebih besar sehingga
persentase susut pengeringan semakin kecil

(Verawati dkk., 2017).


 Skrining fitokimia:
- Identifikasi senyawa bioaktif daun salam
Uji alkaloid: 0,1 gram ekstrak daun salam ditambahkan dengan 5 mL
etanol absolut, kemudian ditambahkan dengan Reagen Mayer setetes demi
setetes. Terbentuknya endapan yang berwarna merah sebagai indikator reaksi
positif adanya alkaloid.
Uji flavonoid: 0,1 gram ekstrak daun salam ditambahkan dengan 5 mL
etanol absolut kemudian ditambahkan lagi dengan 0,1 gram logam Mg. Jika
terbentuk warna kuning jingga menunjukkan reaksi positif adanya flavonoid.
Uji saponin: 0,1 gram ekstrak daun salam ditambahkan dengan 5 mL
aquades panas lalu didinginkan. Setelah itu campuran dikocok sampai
muncul buih dan didiamkan selama 2 menit. Selanjutnya campuran
ditambahkan dengan 2 tetes HCl 2 N dan dikocok lagi sampai terbentuk buih
yang mantap selama 10 menit. Terbentuknya buih tersebut sebagai indikator
reaksi positif adanya saponin.
Uji tanin: 0,1 gram ekstrak daun salam ditambahkan dengan 5 mL
etanol absolute kemudian ditetesi dengan FeCl3 1%. Terbentuk warna biru tua
menunjukkan reaksi positif adanya tanin.

(Bahriul dkk., 2014).


 Standarisasi:
- Standarisasi spesifik
Identifikasi dilakukan untuk menjamin kebenaran daun salam yang digunakan
telah sesuai. Tanaman daun salam merupakan suku Myrtaceae dengan
identitas simplisia berupa daun warna kecokelatan, bau aromatic lemah, rasa
kelat. Daun tunggal bertangkai pendek. Helai daun berbentuk jorong
memanjang. Sedangkan identitas mikroskopik dengan fragmen pengenal
adalah epidermis bawah dengan stomata tipe parasitis. Hasil ekstraksi yang
didapatkan memiliki organoleptis kental, hijau kehitaman, bau khas, rasa agak
pahit dan kelat dengan kadar air < 10%, dimaksudkan agar mencegah
pertumbuhan jamur dengan adanya media air yang melebihi 10%.
(Widiyastiti dan Widyasari, 2019).
Ekstrak kering herba sambiloto yang diperoleh berupa serbuk kering, yang
berwarna hijau pucat pada masing-masing ekstrak kering 1:½, ekstrak kering
1:1, 1:1½ dan ekstrak kering 1:2, berbau khas simplisia dan rasanya yang
kelat (Rivai dkk., 2015).
- Standarisasi non spesifik
a) Penetapan kadar abu total serbuk dan ekstrak
Timbang saksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan
masukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan dan timbang. Jika dengan
cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, aduk, saring
melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa
penyaringan dalam krus yang sarna. Masukkan filtrat ke dalam krus,
uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total dihitung
terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b.
b) Penetapan kadar abu tidak larut asam serbuk dan ekstrak
Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25
mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak
larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air
panas, pijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut
dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b.
c) Penetapan kadar sari larut etanol
Timbang saksama lebih kurang 5 g serbuk (4/18) yang telah dikeringkan
di udara. Masukkan ke dalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL etanol
P, kocok berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam.
Saring cepat untuk menghindarkan penguapan etanol, uapkan 20
mLfiltrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah
dipanaskan l05° dan ditara, panaskan sisa pada suhu l05° hingga bobot
tetap. Hitung kadar dalam % sari larut etanol.
d) Penetapan kadar sari larut air
Timbang saksama lebih kurang 5 g serbuk (4/18) yang telah dikeringkan
di udara. Masukkan ke dalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL air
jenuh kloroform, kocok berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan
selama 18 jam. Saring, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan
dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105° dan ditara, panaskan
sisa pada suhu 105° hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam % sari larut
air.
e) Penetapan kadar air
Bersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci, bilas
dengan air, kemudian keringkan dalam lemari pengering. Timbang
saksama sejumlah bahan yang diperkirakan mengandung I sampai 4 mL
air, masukkan ke dalam labu kering. Jika zat berupa pasta timbang dalam
sehelai lembaran logam dengan ukuran yang sesuai dengan Ieher labu.
Untuk zat yang dapat menyebabkan gejolak mend adak saat mendidih,
tambahkan batu didih secukupnya. Masukkan lebih kurang 200 mL toluen
jenuh air ke dalam labu, pasang rangkaian alat. Masukkan toluen jenuh air
ke dalam tabung penerima (E) melalui pendingin sampai leher alat
penampung (B). Panaskan labu hati-hati selama 15 menit.
f) Penetapan bobot jenis
Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikaliberasi dengan
menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan pada
suhu 25°C. Atur hingga suhu ekstrak cair lebih kurang 20°C, masukkan
ke dalam piknometer. Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu
25°C, buang kelebihan ekstrak cair dan ditimbang. Kurangkan bobot
piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis
ekstrak cair adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak
dengan bobot air, dalam piknometer pada suhu 25°C.
g) Penetapan angka lempeng total
Disiapkan 5 buah tabung atau lebih yang masing-mnsing telah diisi
dengan 9 ml pengencer PDF. Dari hasil homogenisasi pada penyiapan
contoh dipipet pengenceran 10·1 sebanyak 1 ml ke dalam tabung yang
berisi pengencer PDF pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan
dikocok hingga homogen. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6
atau sesuai dengan yang diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet 1 ml
ke dalam cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam tiap cawan petri
dituangkan 15-20 ml media PCA (45 ± 1°). Segera cawan petri digoyang
dan diputar sedemikian rupa hingga suspensi tersebar merata. Untuk
mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol (blangko).
Pada satu cawan hanya diisi 1 ml pengencer dan media agar, dan pada
cawan yang lain diisi pengencer dan media. Setelah media memadat,
cawan petri diinkubasi pada suhu 35-37°C selama 24-48 jam dengan
posisi terbalik. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.
h) Penetapan angka kapang khamir
Disiapkan 3 buah tabung yang masing-masing telah diisi 9 ml ASA. Dari
hasil homogenisasi pada penyiapan contoh dipipet 1 ml pengenceran 10-1
ke dalam tabung ASA pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2, dan
dikocok sampai homogen. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-4.
Dari masing-masing pengenceran dipipet 0,5 ml, dituangkan pada
permukaan PDA, segera digoyang sambil diputar agar suspensi tersebar
merata dan dibuat duplo. Untuk mengetahui sterilitas media dan
pengencer, dilakukan uji blangko. Ke dalam satu cawan petri dituangkan
media dan dibiarkan memadat. Ke dalam cawan petri lainnya dituangkan
media dan pengencer, kemudian dibiarkan memadat. Seluruh cawan petri
diinkubasi pada suhu 20- 250C selama 5-7 hari. Sesudah 5 hari inkubasi,
dicatat jumlah koloni jamur yang tumbuh, pengamatan terakhir pada
inkubasi 7 hari. Koloni ragi dibedakan karena bentuknya bulat kecil-kecil
putih hampir menyerupai bakteri. Lempeng Agar yang diamati adalah
lempeng dimana terdapat 40 – 60 koloni Kapang/Khamir.
(Widiyastiti dan Widyasari, 2019).
- Hasil karakterisasi non spesifik ekstrak kering daun salam:
Pengeringan dengan Perbandingan 1:½
1. Susut pengeringan 3,5507% ± 0,2672.
2. Kadar abu total 1,6865% ± 0,1087%.
3. Kadar abu tidak larut dalam asam 0,0726% ± 0,0238%.
Pengeringan dengan Perbandingan 1:1
1. Susut pengeringan 2,5353% ± 0,1047%.
2. Kadar abu total 1,0287% ± 0,1330%.
3. Kadar abu tidak larut dalam asam 0,1473% ± 0,0346%.
Pengeringan dengan Perbandingan 1:1½
1. Susut pengeringan 1,7371% ± 0,1712%.
2. Kadar abu total 0,6696% ± 0,1002%.
3. Kadar abu tidak larut dalam asam 0,1963% ± 0,0657%.
Pengeringan dengan Perbandingan 1:2
1. Susut pengeringan 1,6239% ± 0,0461%.
2. Kadar abu total 0,6273% ± 0,1002%.
3. Kadar abu tidak larut dalam asam 0,0608% ± 0,0588%.
(Rivai dkk., 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Aini, S.N., Ruslan, E., dan Ira, W., 2016, Konsentrasi Efektif Ekstrak Daun Salam
(Syzygium polyanthum Wight) terhadap Hambatan Biofilm Enterococcus faecalis,
Conservative Dentistry Journal, Vol.6(2).

Bahriul, P., Nurdin, R., dan Anang, W.M.D., 2014, Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Daun Salam (Syzygium polyanthum) Dengan Menggunanakan 1,1-Difenil-2-
Pikrilhidrazil, Jurnal Akademika Kimia, Vol. 3(3), ISSN 2302-6030.

Fitriani, A., Yanti, H., dan Ria, E., 2012, Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Daun
Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) terhadap Pertumbuhan Jamur
Candida albicans secara In Vitro, Biosfera, Vol. 29(2).

Novira, P.P., dan Ellin, F., 2018, Review Artikel: Tinjauan Aktivitas Farmakologi
Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight.) Walp), Farmaka, Vol. 16(2).

Rivai, H., Andi, H., dan Humaira, F., 2015, Pembuatan Dan Karakterisasi Ekstrak
Kering Daun Salam (Syzigium Polyanthum (WIGHT) WALP.), Jurnal Farmasi
Higea, Vol. 7(1).

Tammi, A., Ety, A., Tri, U.S., M. Ricky, R., 2018, Potensi Ekstrak Daun Salam
(Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) sebagai Antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus secara In Vitro, Jurnal Agromedicine Unila, Vol. 5(2).

Utami, P., dan Tim Lentera, 2005, Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes
Mellitus, Agromedia Pustaka : Jakarta.

Verawati, Dedi, N., dan Petmawati., 2017, Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap
Kadar Fenolat Total dan Aktivitas Antioksidan Daun Salam (Syzygium
polyanthum (Wight) Walp.), Jurnal Katalisator, Vol. 2(2), ISSN : 2502-0943.

Warnida, H., dan Yullia, S., 2016, Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium
polyanthum (Wight) Walp.) Sebagai Pengawet Alami Antimikroba, Jurnal Ilmiah
Ibnu Sina, Vol. 1(2).

Wartini, N.M., 2009, Senyawa Penyusun Ekstrak Flavor Daun Salam (Eugenia
polyantha Wight Hasil Distilasi Uap Menggunakan Pelarut N-Heksana Dan Tanpa
N-Heksana, AGROTEKNO, Vol. 15(2), ISSN 0853-6414.

Widiyastuti, L., dan Widyasari, P., 2019, Penetapan Parameter Non Spesifik Dan
Spesifik Ekstrak Daun Salam (Syzgium polyanthum), Jurnal Ilmiah Ibnu Sina,
Vol. 4(1).
TUGAS INDIVIDU

REVIEW JURNAL
“DAUN SALAM (Syzygium polyanthum)”

OLEH:

NAMA : SITTI NURAISYAH WAHYUNINGRUM


NIM : O1A117124
KELAS :C
DOSEN : MENTARRY BAFADAL, S.Farm., M.Sc

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020

Anda mungkin juga menyukai