Anda di halaman 1dari 25

TUGAS STANDARISASI BAHAN ALAM

Puring (Codiaeum variagetum L.)

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK I7

FITHRIA ILMA (1748201110109)

MUHAMMAD RISNANDA (1748201110052)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

2019-2020
Puring (Codiaeum variagetum)

SINONIM : Croton variegatum L (Bijekar et al.2014)


NAMA DAERAH : Tarimas (Batak), Dahegara (Menado), daun
Gerda (Timor), Kodihu (Ambon), Pudieng
(Minang), Pudeng (Lampung), Puring (Jawa),
Keroton, Kerotong (Madura), Demung (Bali),
Balya, Sumanga (Makasar), Susu rite (Seram)
(Heyne, 1950)
DESKRIPSI : Hasil deskripsi secara umum dari beberapa
TANAMAN forma yang ditemukan di Yogyakarta adalah:
Puring merupakan tanaman menahun berupa
perdu, tinggi, antara 1-3,5 m; batang bercabang
banyak, bulat berkayu, berkulit tipis kehijauan
pada waktu muda dan kecoklatan setelah tua,
permukaan kulit kasar terdapat seperti bekas
tangkai daun. Daun tunggal, berseling, tangkai
daun membulat, panjang 1-4 cm, bentuk daun
beragam: lanset, bulat, bundar telur, bulat
panjang, mengipas, menombak, segitiga,
keriting; permukaan mengkilap, licin, panjang
daun 10-35 cm; warna beragam: putih,
kekuningan, hijau, merah kecoklatan, atau
campuran dari warna-warna tersebut.
Perbungaan berkelamin tunggal, menandan,
keluar dari ketiak; bunga jantan biasanya
terdapat di bagian bawah, panjang 23-25 cm,
terdiri dari 14-16 ruas, tiap ruas tersusun 3 bunga
namun 2 mereduksi, kelopak bunga 5, mengecil,
benang sari 20-40; bunga betina membuyung;
dasar bunga melokos, putik memanjang
berbentuk belalai, panjang 2-5 mm. Buah bentuk
kapsul, melokos, 7x9 mm; biji oval; permukaan
biji hijau berbentuk coklat, licin, jumlah biji
dalam bakal buah kadang-kadang hanya satu.
(Muzayyinah.2003)
EFEK : Anti oksidan, Anti mikroba, Anti fungi, dan
FARMAKOLOGI Antii nyamuk (Hasan, E.et al.2014)
Purgative, Sedative, Anti fungi, Anti
amoba, dan Aktivitas anti kanker (Labu, Z.
K.et al.2015)
TOKSISITAS : Tingkat toksisitas senyawa hasil isolasi
yaitu lupeol dan β-sitosterol dari ekstrak
daun puring (Codiaeum variegatum L)
terhadap Artemia salina dengan metode
BSLT memiliki tingkat toksisitas sangat
toksik dengan nilai LC50 sebesar 66,33
µg/mL (Inayah, J.R.2019)
KANDUNGAN KIMIA : Mengandung senyawa saponin, flavanoida,
(Umum) polifenol, Antrakuinon, Tanin, Steroid,
Phlobatanin, Cardenolide (Ogunwenmo, K., et
al.2007)
Penetapan Parameter Standarisasi

Penggunaan tanaman obat semakin berkembang luas di masyarakat, salah


satunya adalah tanaman puring (Codiaeum variegatum L.) yang secara empirik
digunakan untuk menyembuhkan penyakit lepra (Waruruai, 2011), .Untuk
meningkatkan menjadi obat herbal terstandar harus dilakukan penetapan
parameter standardisasi ekstrak dan uji keamanannya. Parameter yang ditetapkan
yaitu parameter non spesifik, spesifik dan uji kandungan kimia. Parameter non
spesifik meliputi pemeriksaan susut pengeringan ,kadar air, kadar abu total, sisa
pelarut, residu pestisida, cemaran logam berat dan cemaran mikroba. Parameter
spesifik meliputi organoleptik identitas tanaman, organoleptik dan kadar senyawa
pada pelarut tertentu.

Parameter Non Spesifik

1. Susut pengeringan (%)


Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperatur 105 ⁰C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan
sebagai nilai persen(%). Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal
(rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.
Adapun caranya yaitu:
Ekstrak ditimbang saksama 1 g sampai 2 g dalam botol timbang dangkal
bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan dan ditara.
Bahan dalam botol diratakan dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan
lapisan setebal lebih kurang 5 sampai 10 mm, dimasukkan dalam ruang
pengering, tutupnya dibuka dan dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot
tetap. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaaan tertutup
mendingin dalam eksikator hingga suhu ruang. Susut pengeringan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Susut pengeringan (%) = Berat susut pengeringan x 100%

Berat ekstrak
Menurut Farmakope Herbal Indonesia nilai untuk susut pengeringan jika
tidak dinyatakan lain yaitu kurang dari 10%. Tapi belum ada penelitian yang
menetapkan kadar susut pengeringan pada tanaman Codiaeum Variegatum (L).
(Depkes, 2002) .

2. Penetapan Kadar Abu Total


Penentuan kadar abu bertujuan untuk menentukan karakteristik sisa kadar
abu non organik setelah pengabuan. Kadar abu hendaknya mempunyai nilai
kecil karena parameter ini menunjukkan adanya cemaran logam berat yang
tahan pada suhu tinggi (Isnawati dan Arifin, 2006). Berdasarkan Kepmenkes
RI Nomor 261/MENKES/SK/IV/2009 bahwa kadar abu ekstrak tidak boleh
lebih dari 10,2 % (Depkes RI., 2009).
Daun Codiaeum Variegatum dianalisis untuk menetapkan kadar abu
dengan menggunkan metode AOAC. Analisis dilakukan dengan 3 kali
replikasi.
Cara Kerja:
a. Wadah bersih yang kosong ditempatkan dalam tungku (muffle furnace)
pada suhu 550 derajat C selama 1 jam
b. Dinginkan wadah kosong dalam desikator dan timbang bobot wadah ( W1)
c. Masukkan daun codiaeum variegatum (1 g) dalam wadah tsb dan timbang
(W2)
d. Masukkan dalam tungku (muffle finance) pada suhu 550 derajat C selama 4
jam
e. Ambil dan biarkan dingin di desicator dan timbang (W3)
W3-W1 X 100 %
Kadar Abu Total (%)=
Berat ekstrak (g)

Berdasarkan hasil percobaan yang didapat kadar abunya yaitu sebesar 12,58%
(Babatunde., et al. 2017)

3. Penetapan Kadar Air


Analisis kadar air dilakukan dengan metode gravimetri yaitu dengan
pemanasan. Analisis ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Sebelumnya,
cawan dipanaskan dahulu dalam oven pada suhu 100 – 105 °C selama 15 menit
untuk menghilangkan kadar airnya, kemudian cawan disimpan dalam desikator
±10 menit. Selanjutnya cawan tersebut ditimbang dan dilakukan pengulangan
sampai diperoleh berat cawan yang konstan. Sampel kering ditimbang
sebanyak 0,5 gram dan dimasukkan ke dalam cawan tersebut setelah
dikeringkan dengan oven pada suhu 100 – 105 °C selama ±15 menit untuk
menghilangkan kadar air. Selanjutnya sampel disimpan dalam desikator selama
±10 menit dan ditimbang. Sampel tersebut dipanaskan kembali dalam oven
±15 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang kembali. Perlakuan ini
diulangi sampai berat konstan. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus
berikut:
Kadar air (%) = simplisia awal – simplisia setelah pemanasan x 100
Berat simplisia

(Depkes, 2006)
Kadar air dalam sediaan obat tradisional termasuk ekstrak tidak boleh melebihi
batas 10 % (Depkes RI, 1994). Kadar air yang melebihi 10% dapat
mengakibatkan ekstrak akan mudah ditumbuhi jamur (Isnawati dan Arifin,
2006).Tetapi belum ada penelitian yang menetapkan kadar air pada tanaman
Codiaeum Variegatum (L).

4. Sisa Pelarut
Tujuan penentuan kadar sisa pelarut (etil asetat) dalam ekstrak adalah
untuk mengetahui berapa banyak sisa pelarut dalam ekstrak setelah
pengeringan. Kadar sisa pelarut yang masih tinggi dalam ekstrak dapat
menimbulkan efek negatif bagi tubuh (Saifudin, 2011).
Penetapan kadar sisa pelarut (etil asetat) dilakukan dengan metode destilasi.
Sebanyak 0,2 g ekstrak kental dilarutkan dalam air hingga 25 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu destilasi. Suhu destilat diatur pada 77,5 ⁰C. Destilat
ditampung tetes per tetes pada tabung destilat sampai tidak menetes lagi.
Ditambahkan air hingga 25 mL, tetapkan bobot jenis cairan pada suhu kamar
dan hitung persentase dalam cairan menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
pelarut etil asetat. Kadar sisa pelarut ditentukan melalui persamaan:

(Saifudin dkk., 2011)

Tetapi untuk tanaman puring (Codium variegatum L.) belum ada hasil
penelitian tentang uji sisa pelarut ini.

5. Residu Pestisida
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kandungan sisa pestisida yang
mungkin saja pernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan
simplisia. Adapun persyaratan kadar cemaran pestisida menurut WHO yaitu
aldrin dan dieldrin tidak lebih dari 0,005 mg/Kg.
Penetapan residu pestisida dengan menggunakan alat gas chromatography.
Penetapan validasi hasil pengujian secara simultan dilakukan pengujian blanko,
sampel dengan menentukan perolehan kembali(recovery) baku pembanding
yang ditambahkan dalam sampel. Jenis residu pestisida yang diperiksa sesuai
dengan dengan petunjuk WHO dan disesuaikan dengan jenis pestida yang
beredar di Indonesia (Isnawati dan Alegantina, 2005).
Tetapi untuk tanaman puring (Codium variegatum L.) belum ada hasil
penelitian tentang uji residu pestisida ini.

6. Cemaran Logam Berat


Pengujian cemaran logam berat dilakukan untuk menentuan kandungan
logam berat dalam eksrak dapat dilakukan melalui metode Athomic
Absorbtion Spectrofotometer (AAS). Logam timbal ditentukan kadarnya
karena dalam jumlah yang melebihi ambang batas (< 10 mg/Kg) dapat
berbahaya bagi kesehatan (Depkes, 2000).
Tetapi untuk tanaman puring (Codium variegatum L.) belum ada hasil
penelitian tentang uji Cemaran Logam Berat ini.
7. Cemaran Mikroba
Suatu produk obat bahan alam sebaiknya tidak mengandung cemaran
mikroorganisme, akan tetapi kadang hal ini sulit dihindarkan. Adapun batas
maksimum cemaran mikroorganisme yang dipersyaratkan tergantung dari
bentuk sediaan dan ditentukan dengan penetapan Angka Lempeng Total dan
Angka Kapang Khamir (BPOM, 2008). Namun demikian, suatu produk obat
bahan alam tidak diperbolehkan mengandung cemaran mikroorganisme
patogen seperti Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Clostridia
sp., Shigella sp., dan Salmonella sp. Nilai atau rentang yang diperbolehkan
terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Ratnani, 2019).
Cara:
Penentuan total cemaran mikroba
Sebanyak 1 g ekstrak dilarutkan dalam 10 ml pengencer yaitu larutan NaCl-
pepton yang sudah ditambahkan dapar fosfat (pH 7), dikocok menggunakan
vortex hingga homogen didapatkan pengenceran 10- 1
. Disiapkan 3 tabung,
lalu masukkan 9 ml pengencer pada masing-masing tabung. Dipipet sebanyak
1 ml dari pengenceran 10-1 ke dalam tabung pertama, kocok hingga homogen
didapatkan Pengenceran 10-2, selanjutnya dilanjutkan dengan pengenceran 10-3
dan 10-4 (WHO, 2005; Depkes RI, 2000).
Angka lempeng Total (ALT)
Sebanyak 1 ml dari tiap pengenceran dipipet dengan pipet steril ke dalam
masing-masing cawan petri kemudian tuang 15 ml media PCA (Plate Count
Agar) yang telah dicairkan pada suhu 45°C ke dalam tiap cawan petri, lalu
digoyang agar suspensi tersebar merata. Setelah media memadat, cawan petri
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam dengan posisi terbalik. Kemudian
diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan dikalikan dengan faktor
pengenceran. Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali dan dilakukan uji blangko.
(WHO, 2005; Depkes RI, 2000).
Total kapang
Sebanyak 1 ml dari tiap pengenceran dipipet dengan pipet steril ke dalam
masing-masing cawan petri, berisi 15 ml medium PDA (Potato Dextrose Agar
+ kloramfenikol) yang masih cair pada suhu 45°C lalu digoyang agar suspensi
tersebar merata, lalu diinkubasi pada suhu 25°C selama 5 hari. Kemudian
diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan dikalikan dengan faktor
pengenceran (WHO, 2005; Depkes RI, 2000).
Cemaran mikroba yang memenuhi standart yaitu tidak lebih dari 104 CFU/gr.
Tingginya angka cemaran mikroba kemungkinan besar disebabkan karena
kadar air ekstrak yang masing tinggi (>10%) sehingga dapat memicu
pertumbuhan mikroorganisme (Ratnani, 2015).
Tetapi untuk tanaman puring (Codium variegatum L.) belum ada hasil
penelitian tentang uji cemaran mikroba ini.

Analisis proksimat
Dari hasil studi literature yang kami cari masih belum ada penelitian yang
menyebutkan rentang parameter non spesifik untuk tanaman puring (Codium
variegatum L.) Tapi ada satu jurnal yang menyebutkan hasil dari penetapan
parameter proksimat dari tanaman puring (Codium variegatum L.).
Analisis proksimat adalah untuk menentukan total estimasi kelembapan,
lipid(lemak), abu(mineral), protein, karbohidrat dan serat yang ada dalam
makanan (Babatunde et al. 2017).
Cara:
Daun setiap tanaman dianalisis untuk kelembaban, protein, lemak, abu, serat, dan
karbohidrat dengan metode AOAC (2003). Setiap analisis dilakukan dalam tiga
replikasi.

1. Uji Kelembapan
Ditentukan dengan metode pengeringan oven. 1,5 g masing-masing
sampel daun secara akurat ditimbang ke dalam wadah bersih dan kering (W 1).
wadah itu ditempatkan dalam oven pada 100-105⁰C selama 6-12 jam sampai
berat konstan diperoleh. Kemudian wadah itu ditempatkan dalam desikator
selama 30 menit untuk dingin. Setelah pendinginan, itu ditimbang lagi (W 2).
Persentase kelembaban dihitung dengan menggunakan:

%Kelembapan = W1 – W2 x 100

Berat Sampel
Dimana :W1 = Berat inisial percobaan + Sampel

W2 = Berat final percobaan + Sampel

2. Kadar Abu
Wadah kosong bersih ditempatkan dalam tungku meredam pada 550 ⁰C
selama 1 jam, didinginkan dalam desikator dan berat badan maka dari wadah
kosong tercatat (W 1). 1 g sampel daun diukur dalam krus (W 2). sampel
dibakar dalam tungku meredam pada 550⁰C selama 4 jam. Penampilan abu
putih abu-abu menunjukkan oksidasi lengkap dari semua bahan organik dalam
sampel. wadah itu diambil dari tungku, dibiarkan dingin di dessicator dan
ditimbang (W 3). abu Persentase dihitung dengan persamaan berikut:

% Abu = W3 – W1 X 100

Berat Sampel

Dimana : W3 – W1 = Selisih dari berat abu

3. Kandungan Protein
1 g setiap sampel dicampur dengan 20 mL H2SO4 terkonsentrasi dalam
tabung pemanas. 1 g katalis selenium ditambahkan ke tabung dan campuran
dipanaskan di dalam lemari asam. Digest dipindahkan ke dalam labu
volumetrik 100 mL dan dibuat dengan air suling. 10 porsi mL digest dicampur
dengan volume yang sama dari 40% larutan NaOH dan dituangkan ke dalam
alat distilasi Kjeldahl. Campuran disuling dan distilat dikumpulkan menjadi 2%
asam borat yang mengandung 3 tetes indikator Zuazaga. Sebanyak 50 mL
destilat dikumpulkan dan dititrasi juga. sampel diduplikasi dan nilai rata-rata
diambil. Kandungan nitrogen dihitung dan dikalikan dengan 6,25 untuk
mendapatkan kandungan protein kasar. Persentase kandungan protein kasar
dari sampel dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

% N = (s-b) x n x 0,014 x d x 100

Berat Sampel

% Protein kasar = 6,25 x N


Dimana : s = pembacaan titrasi sampel

b = pebacaan titrasi blanko

N = normalitas HCl

d = dilusi sampel setelah dicerna

v = volume pada destilasi 0,014

Faktor koreksi = 6,25

4. Lemak Kasar
Sekitar 1,5 g sampel bebas lembab ditempatkan lemak bebas bidal dan
kemudian diletakkan dalam tabung ekstraksi. Soxhlet labu diisi dengan 300
mL petroleum eter dan dipasang ke aparat. Pemanas dihidupkan dan ekstraksi
diizinkan untuk menjalankan selama 6 jam. Setelah itu, ekstrak eter
dipindahkan ke dalam pra-ditimbang kaca piring bersih dan eter diuapkan pada
air mandi. Hidangan ditempatkan dalam oven pada 105⁰C selama 2 jam dan
didinginkan dalam desikator. Persentase lemak kasar ditentukan dengan
menggunakan rumus berikut:

% Lemak kasar = Berat ekstrak eter x 100

Berat sampel

5. Serat kasar
1,5 g sampel daun adalah dimasukkan ke dalam 200 mL 1,25% dari H2SO4
dan direbus selama 30 menit. Solusi dan konten kemudian dituangkan ke dalam
corong Buchner yang dilengkapi dengan kain Muslin dan dijamin dengan band
elastis. Hal ini diizinkan untuk filter dan residu dicuci dengan air panas untuk
bebas dari asam. Residu kemudian dimasukkan ke dalam 200 mL mendidih
1,25% NaOH dan direbus selama 30 menit, kemudian disaring. Residu dicuci
dua kali dengan alkohol dan tiga kali dengan petroleum eter. Residu yang
diperoleh dimasukkan ke dalam wadah kering yang bersih dan dikeringkan
dalam ekstraksi kelembaban oven untuk berat konstan. wadah kering telah
dihapus, didinginkan dan ditimbang. Maka perbedaan berat (yaitu kerugian
dari pengapian) dicatat sebagai serat wadah dan dinyatakan dalam persentase
dari berat aslinya.

% Serat kasar = W1 – W2 x 100

Berat sampel

Dimana : W1 – W2 = selisih dari berat kehilangan pada pembakaran

6. Karbohidrat
Karbohidrat ditentukan dengan mengurangkan jumlah persentase kadar air,
abu, lemak, serat dan protein dari 100%.

Karbohidrat = 100 – (% Serat + Kelembapan + % Protein + % Lemak + %


Abu )

Hasil Analisis Proksimat pada tanaman puring (Codiaeum variegatum L.).


Parameter Spesifik

1. Identitas Tanaman

Data Nama tanaman (taksonomi) (itis.gov)

Kingdom Plantae
Subkingdom Viridiplantae
Infrakingdom Streptophyta
Superdivision Embryophyta
Division Tracheophyta
Subdivision Spermatophytina
Class Magnoliopsida
Superorder Rosanae
Order Malpighiales
Family Euphorbiaceae
Genus Codiaeum
Species Codiaeum variegatum

2. Bagian Tumbuhan yang digunakan: akar, batang dan daun (Bijekar, et al. 2014)

3. Senyawa identitas yang menjadi petunjuk spesifik :


Sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikkan senyawa
biomarker spesifik yang terkandung dalam tanaman puring (Codiaeum
Variegatum) karena penelitian yang ada hanya membuktikan senyawa bioaktif
pada aktifitas tertentu, penelitian terbaru menunjukkan cyanoglucoside yang
diisolasi dari Codiaeum Variegatum dan struktur ditentukan melalui 2D NMR,
HRMS dan difraksi sinar –x bahwa metabolit sekunder tersebut berhasil
dilaporkan sebagai senyawa virusida tanpa merusak sifat haagaglutinasi dari
strain virus (anti-influenza) yang digunakan (Forero, et al. 2008).
Sedangkan penelitian lainnya mereka hanya menggunakan uji aktifivitas
dari ekstrak kasar dan tidak diisolasi dan dikarakterisasi lebih lanjut.
Contohnya berdasarkan uji aktivitas anti oksidan hasil study menunjukkan
bahwa ekstrak kasar dari daun puring mengandung senyawa fenolik yang
menunjukkan sebagai aktifitas antioksidan yang tinggi, dimana teradapat
ellagic Acid yang menunjukkan sifat antioksidan kuat dan senyawa
antikanker.
3. Organoleptik
Parameter organoleptik parameter ini meliputi penggunaan panca indera
dalam mendeskrpisikan bentuk, warna, bau dan rasa. Tujuannya yaitu
pengenalan awal yang sederhana dan seobyektik mungkin.
Identitas simplisia berupa daun, batang dan akar. Daun berwarna hijau
gelap dengan bintik-bintik kuning. Bentuk daun bulat telur. Dengan puncak
daun runcing. Tepi daun tipe pinnatifid (terbelah). Panjang dan lebar yaitu
11,35 cm dan 13, 32 cm. Panjang tangkai daun 2.12 cm. Tinggi tanaman yaitu
30,32 cm.Warna batang coklat kehijauan. Dan warna akar kecoklatan.
Memiliki tiga jenis stomata yaitu anomocytic, tetracytic dan anisocytic.
(Agouru et al. 2016)

Secara umum :

(Muzayyinah.2003)
Daun puring yang hijau :

Daun puring yang merah :


Ket :

Panel i, ii, v, dan vi = mikroskopik cahaya

Panel ii, iv, vi, viii = mikroskopik fluorosensi

4. Kadar senyawa terlarut pada pelarut tertentu :


Uji Kandungan senyawa kimia yang terlarut dilakukan untuk mendapatkan
atau mengetahui metabolit sekunder apa saja dari suatu tanaman yang dapat
melarut pada terlarut tertentu, sehingga ekstrak mengandung metabolit
sekunder yang aktif dan berpotensi dalam berbagai aktivitas (Ratnani, et al.
2015).

Berdasarkan hasil penelitian analisis yang dilakukan secara kualitatif dan


kuantitafif dari konstituen bioaktif utama dari berbagai bagian seperti akar,
batang dan daun tanaman yang penting dalam pengobatan Codiaeum
Variegatum menggunakan tujuh pelarut yang berbeda ( metanol, etanol, air,
chloroform, petroleum eter, hexane, dan aseton) tergantung dari kelarutan
senyawanya. Hasil Studi menunjukkan secara kualitatif yaitu adanya alkaloid,
karbohidrat, glikosida, steroid, flavonoid, kumarin, saponin, asam lemak,tanin,
protein dan asam amino, terpenoid, anthroquinon dan fenol menunjukkan
berbagai jenis hasil dalam pelarut yang berbeda. Hasil Kuantitatif
menunjukkan bahwa phytochemical berada diantara kisaran yaitu : alkaloid
(4,66-10,2%), flavanoid (33,1 – 37,63%), saponin (11,36 – 13,76%), fenolik
(35,43-39,76%), tanin (10,5 – 18,5 %) terpenoid (27,56-30,3%) (Bijekar, et al.
2014).
Persiapan ekstraksi tanaman dari penelitian diatas:
Daun, batang, akar dan bunga dikumpulkan dari Codiaeum variegatum.
Mereka dikeringkan selama satu minggu pada suhu kamar. Lalu bagian
tanaman yang sudah kering digiling menggunakan blender hingga partikel
halus. Metode ekstraksi yang dilakukan pada penelitian diatas yaitu dengan
metode ekstraksi soxhlet. Sebanyak 20 g serbuk tanaman(daun yang sudah
kering digiling halus lalu serbuk dikemas dimasukkan kedalam thimble
ditempatkan pada soxhlet dengan menggunakan masing – masing 250 ml dari
tujuh pelarut yang berbeda selama 24 jam. Lalu hasil dari proses soxhletasi
diuapkan diatas hot plate pada suhu 30⁰-40⁰ C dan disimpan pada suhu 4⁰C
(Bijekar, et al. 2014).
`Table 1- Analisis kualitatif bagian yang berbeda seperti akar, batang, daun, bunga
dan lateks dari puring menggunakan pelarut yang berbeda. (Bijekar, et al. 2014)
Ket: CV= Codiaeum variegatum, W=water, Ac=Acetone, Et= Ethanol, Mt=
Methanol, Ch= Chloroform, Hx=Hexane, Eth= ether, + = present, - = absen
(Bijekar, et al. 2014).

Berdasarkan peneltian diatas dapat ditarik kesimpulan daun puring mempunyai


konstituen fitokimia dan dapat menjadi sumber yang baik untuk pengobatan.
Tetapi untuk mengoptimalkan potensi biomarker harus diselidiki lebih lanjut
dengan berbagai metode isolasi dan karakterisasi agar tanaman puring (
Codiaeum Variegatum) dapat disintesis menjadi obat-obatan modern

(Bijekar,et al. 2014).

5. Uji Total Kandungan Kimia


Uji total Kandungan kimia dilakukan untuk mengetahui secara kuantitatif
metabolit sekunder dari suatu tanaman tersebut.

Hasil penelitian membuktikan bahwa dari 20 g simplisia puring ( Codiaeum


Variegatum) dari hasil analisis fitokimia secara kuantitatif mengungkapkan
kandungan kimia yang terlarut pada pelarut tertentu yaitu:

Metabolit Sekunder Hasil Kuantitatif


alkaloid 4,66 % -10,2%
flavanoid 33,1% – 37,63%
saponin 11,36% – 13,76%
Fenolik 35,43% - 39,76%
tanin 10,5% - 18,5%
terpenoid 27,56 % - 30,3%

(Bijekar, et al. 2014).

Dan dapat disimpulkan dari hasil jurnal peneltian tersebut bahwa tanaman
puring ( Codiaeum Variegatum) dari hasil analisis secara kuantitatif memiliki
kandungan kimia yang terbanyak yaitu senyawa fenolik dengan konsentrasi
35,43-39,76% yang banyak terdapat pada bagian daun puring (Bijekar, et al.
2014) .
6. Kadar Kandungan Kimia Tertentu
Berdasarkan penelitian lainnya dilakukan analisis isi fenolik dalam ekstrak daun
puring ( Codiaeum Variegatum) dengan metode HPLC – DAD. Dalam studi ini
menggunakan sebelas standar fenolik yang berbeda yaitu asam galat, katekin,
asam vanlilic, asam caffeic, epicatechin, p-asam coumaric, rutin hidrat, asam
ellagic, myricetin,quercetin dan kaempferol. Dengan memakai kolom C18 dengan
panjang gelombang 380 nm dipilih untuk mendeteksi semua standar dalam
penelitian tersebut. Adapun hasilnya sebagai berikut:
Pada gambar diatas dapat diamati bahwa pemisahan yang baik dapat dicapai
dalam waktu 30 menit.

Hasil pemisahan polifenol dalam ekstrak etanol daun puring menunjukkan


bahwa kandungan ekstrak dengan konsentrasi tertinggi yaitu asam ellagic
(187,87 mg per 100 g berat kering).

Gambar struktur 2D Ellagic Acid (pubchem)

Dalam ekstrak juga ditemukan bahwa dalam konsentrasi sedang terdapat


senyawa polifenol lainnya yaitu (-) - epicatechin, hidrat rutin dan asam
pumumarat (26,20 mg, 56,91 mg dan 15,82 mg per 100 g berat kering, yang
terdapat dalam ekstrak daun. Asam ellgic adalah antioksidan kuat dan senyawa
antikanker. Asam ellagic menunjukkan sitotoksisitas pada sel-sel karsinoma mulut
HSC-2 dengan menginduksi apoptosis tetapi tidak toksik pada sel-sel normal.
Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa ekstrak Codiaeum variegatum
menunjukkan sitotoksisitas yang kuat pada bioassay letassitas udang brian .
Analisis HPLC dari ekstrak C. variegatum menunjukkan bahwa kandungan asam
ellagic yang tinggi mungkin bertanggung jawab atas sitotoksisitas ekstrak
tanaman. Namun, fenolik tanaman lain seperti (-) - epicatechin, rutin hidrat dan
asam pcoumaric juga merupakan antioksidan kuat dan penghambat sel tumor.
Oleh karena itu, aksi sinergis dari senyawa-senyawa tersebut dapat dimungkinkan
saat menggunakan ekstrak tanaman ini (Saffon et al, 2014).
Daftar Pustaka

Aguoru, C.U., Ujor, C.J., Olasan, J.O. 2016. Gross Macro and Micro-
Morphologic Studies On Four Species Of Codiaeum In North Central Nigeria.
Journal Of Global Biosciences. Vol (5). No. (6). Hal: 4258-4266

Babatunde, E.E., Banji, A.F., Foluke, O., Ayandiran, A.D., Fatima, K. 2017.
Comparative Study of Leaf Morphology, Phytochemical, Mineral and Proximate
Analysis of Codiaeum variegatum (L.) A. Juss (Malpighiales: Euphorbiaceae) and
its Stable Mutant. Brazillian Journal of Biological Sciences. Vol.(4). No. (7). Hal:
25-34.

Bijekar, S.R., Gayatri, M.C. 2014. Phytochemical Profile of Codiaeum


variegatum. International Journal of Pharmacology and Pharmaceutical
Sciences. Vol. (2). No. (3) Hal: 22-31

Depkes Republik Indonesia. 2000. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan


obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Depkes Republik Indonesia. 2007. Kebijakan obat tradisional nasional. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Forero, J.E., Avila, L., Taborda, N., Tabares, P., Lopez, A., Torres, F., Quinones,
W., Bucio, M.A., Perez, Y.M., Rugeles, M.T., Nathan, P.J., Echeverri, F. 2008. In
Vitro anti-influenza Screening of Severel Euphorbiaceae Species: Structure of a
Bioactive Cyanoglucoside From Codiaeum Variegatum. Phytochemistry. Hal:
2815-2819

Hassan, E.M., Hassan, R.A., Tommy, S.A.E., Mohamed, S.M., Omer, E.A. 2014.
Phenolic Metaboloites and Antioxidant Activit of Codiaeum variegatum CV.
Spirale. Journal of Pharmacy Research. Vol.(8). No.(5). Hal: 619-623.

Mohammed, N.E.S., Masry, R.A.E., Awad, A.E., Badr, H.A. 2019. Chemical
Composition and Antibacterial Activity of Codiaeum Variegatum Leaves.
Biotechnology Research. Vol. (46) No. (4). Hal: 1133-1140
Mollick, A.S., Shimoji, H., Denda, T., Yokota, M., Yamasaki, H. 2011. Croton
Codiaeum variegatum (L.) Blume Cultivars Characterized by leaf Phenotypic
Parameters. Scientia Horticulturae. Vol. (132). Hal: 71-79.

Muzayinah. 2003. Keragaman Puring Codiaeum variegatum (L.) di Daerah


Istimewa Yogyakarta. Biodeversitas. Vol. (4). No. (1). Hal: 43-46

Oguwenmo, K.O., Idowu, O.A., Innocent, C., Esan, E.B., Oyelana, O.A. 2007.
Cultivars of Codiaeum variegatum (L.) Blume (Euphorbiacea) Show Variabiliy in
Phytochemical and Cytological Characteristics. African Journal of Biotechnology.
Vol. (6). No. (20). Hal: 2400-2405

Ratnani, R.D., Hartati, I., Anas, Y., Endah, D.P., khiliyati, D.D. 2015.
STANDARDISASI SPESIFIK DAN NON SPESIFIK EKSTRAKSI
HIDROTROPI ANDROGRAPHOLID DARI SAMBILOTO (Andrographis
paniculata).Prosiding Seminar Nasional Peluang Herbal Sebagai Alternatif
Medicine(italic). Hal: 147-154

Revianti, M.M., Novrita, S.R. 2019. Pengaruh Mordan Terhadap Pencelupan


Ekstrak Daun Puring (Codiaeum Variegatum) Pada Bahan Katun. Vol. (08). No.
(02). Hal: 2580-2380.

Saffon, N., Uddin, R., Subhan, N., Hossain, H., Reza, H.M., Alam, M.A. 2014. In
Vitro Anti-oxidant Activity and HPLC-DAD System Based Phenolic Content
Analysis Of Codiaeumm Variegatum Found In Bangladesh. Advanced
Pharmaceutical Bulletin. Vol (4) No. (2) Hal: 533-541

Waruruai, J., Sipanaa, B., Kochb, M., Louis R. Barrows, B., Teatulohi, K.,
Matainahoa, R. 2011. An ethnobotanical survey of medicinal plants used in the
Siwai and Buin districts of the Autonomous Region of Bougainville. Journal of
Ethnopharmacology(miring). Hal:564-577

WHO. 2005. Quality Control Methods For Medicinal Plant Materials. Geneva:
WHO

Anda mungkin juga menyukai