Disusun Oleh:
Ria Anindita Novarani 040848218200
Devi Kartikasari 04084821820019
Pembimbing:
dr. Masita, Sp.S
Laporan Kasus
Oleh :
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV)”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Neurologi RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Masita, Sp.S selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS ..............................................................................3
Identifikasi..............................................................................................3
Anamnesis..............................................................................................3
Pemeriksaan Fisik..................................................................................4
Pemeriksaan Penunjang.........................................................................12
Diagnosis...............................................................................................13
Penatalaksanaan....................................................................................13
Prognosis...............................................................................................13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................14
Vertigo ..................................................................................................14
Benign Paroxymal Positional Vertigo...................................................34
BAB IV ANALISIS KASUS...............................................................................47
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................49
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai pada praktek sehari-hari dan
sangat menggangu aktivitas yang digambarkan sebagai sensasi atau perasaan
berputar, bisa ruangan di sekitarnya yang terasa berputar (vertigo objektif) atau
perasaan dirinya yang berputar (vertigo objektif) yang dipengaruhi perubahan
posisi kepala. Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yaitu memutar. Vertigo
termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing,
pening,sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.
Deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar dapat dibedakan dengan nyeri
kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam karena kedua istilah
tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian. 1
Salah satu penyebab paling umum dari vertigo adalah Benign paroxysmal
positional vertigo (BPPV). BPPV merupakan vertigo yang dicetuskan oleh
perubahan posisi kepala atau badan terhadap gaya gravitasi.1 BPPV merupakan
bentuk dari vertigo posisional. Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar
yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan
sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional
yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus paroksimal. Benign
dan paroksimal biasa digunakan sebagai karakteristik dari vertigo posisional.2
Benign pada BPPV secara historikal merupakan bentuk dari vertigo
posisional yang seharusnya tidak menyebabkan gangguan susunan saraf pusat
yang serius dan secara umum memiliki prognosis yang baik. Sedangkan
paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. 2
Pada umumnya BPPV melibatkan kanalis semisirkularis posterior dengan
angka resolusi lebih dari 95% setelah terapi reposisi kanalith. Beberapa tahun
terakhir, terdapat peningkatan laporan insiden BPPV kanalis horizontal, namun
dengan angka kesuksesan terapi yang masih rendah (<75%).Hal ini disebabkan
kesalahan dalam penentuan letak lesi dan tipe BPPV kanalis horizontal.3
1
Sekitar 50%, penyebab BPPV adalah idiopatik, selain idiopatik, penyebab
terbanyak adalah trauma kepala (17%) diikuti dengan neuritis vestibularis (15%),
migraine, implantasi gigi dan operasi telinga, dapat juga sebagai akibat dari posisi
tidur yang lama pada pasien post operasi atau bed rest total lama.4
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang meliputi beberapa tes antara lain tes Dix-Hallpike, tes
kalori, dan tes Supine Roll.4
Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan kualitas hidup
serta mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien. Penatalaksanaan
BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan non-
farmakologi yang termasuk berbagai manuver didalamnya dan penatalaksanaan
farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver secara baik dan benar menurut
beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas.4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identifikasi
Nama : Ny. SS
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 55 tahun
2
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Kawin
Alamat : Sungai Itam RT 05 RW 09 Kel. Siring Agung, Kec. Ilir
Barat 1, Kota Palembang
MRS : 07 Agustus 2018
Rekam Medis : 334163
3
ada, riwayat trauma tidak ada. Riwayat gangguan pendengaran di kedua telinga
ada sejak 2 tahun yang lalu.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.
.
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Status Internus
Kesadaran : GCS = 15 (E: 4, M: 6, V: 5)
Gizi : Baik
Suhu Badan : 36,5°C
Nadi : 74 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 22 x/menit
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 155 cm
4
Genitalia : Tidak diperiksa
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada kelainan
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hiposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada
N. Optikus Kanan Kiri
Visus 6/6 6/6
Campus visi V.O.D V.O.S
5
Anopsia Tidak ada Tidak ada
Hemianopsia Tidak ada Tidak ada
Fundus Oculi Tidak ada Tidak ada
Papil edema Tidak ada Tidak ada
Papil atrofi Tidak ada Tidak ada
Perdarahan retina Tidak ada Tidak ada
6
- Refleks kornea Tidak ada Tidak ada
Sensorik Ada Ada
- Dahi
- Pipi
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Dagu
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
N. Statoacusticus
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan Tidak ada kelainan
Detik arloji Tidak dilakukan
Tes Weber Lateralisasi ke telinga kanan
Tes Rinne + +
N. Vestibularis
Nistagmus Ada
7
Vertigo Ada
N. Accessorius
Mengangkat bahu Simetris
Memutar kepala Tidak ada hambatan
N. Hypoglossus
Menjulurkan lidah Normal
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disatria Tidak ada
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup
8
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Normal
- Triceps Normal Normal
- Radius Normal Normal
- Ulnaris Normal Normal
Refleks patologis
- Hoffman Tromner Tidak ada Tidak ada
- Leri Tidak ada Tidak ada
- Meyer Tidak ada Tidak ada
9
- Babinsky Tidak ada Tidak ada
- Chaddock Tidak ada Tidak ada
- Oppenheim Tidak ada Tidak ada
- Gordon Tidak ada Tidak ada
- Schaeffer Tidak ada Tidak ada
- Rossolimo Tidak ada Tidak ada
- Mendel Bechterew Tidak ada Tidak ada
Refleks Kulit Perut
- Atas Tidak ada kelainan
- Tengah Tidak ada kelainan
- Bawah Tidak ada kelainan
- Reflek cremaster Tidak dilakukan
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : Tidak ada kelainan
Defekasi : Tidak ada kelainan
Ereksi : Tidak ada kelainan
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : Tidak ada
Lordosis : Tidak ada
Gibbus : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Meningocele : Tidak ada
Hematoma : Tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada
10
Kanan Kiri
Kaku kuduk tidak ada
Kernig tidak ada tidak ada
Lasseque tidak ada tidak ada
Brudzinsky
- Neck tidak ada
- Cheek tidak ada
- Symphisis tidak ada
- Leg I tidak ada tidak ada
- Leg II tidak ada tidak ada
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Tidak ada
11
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
2.5 Diagnosis
Diagnosis Klinik : Vertigo Perifer, Nigtasmus
Diagnosis Topik : Canalis Semisirkularis
Diagnosis Etiologi : Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
2.6 Penatalaksanaan
Farmakologi Non Farmakologi
12
• Betahistine mesylate 3 x 12 mg/ hari po Brand darroff
• Dimenhydrinate 1x1 tab/hari po
• PCT 3x1 gr/hari po
• Ondansetron 1 amp IV
• Ranitidine 2 x 50 mg IV
• Captopril 1x 25 mg/hari po
• Neurodex 1x1 tab/hari po
2.7 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Functionam : bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
13
1.1.1 Definisi
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah salah satu gangguan
vestibular perifer yang umum ditemui. BPPV ditandai dengan sensasi berputar
yang spontan/tiba-tiba dan dipengaruhi perubahan posisi kepala. Bersifat benign
(jinak), episode jangka pendek/mendadak (paroksismal), dan gejala yang dipicu
oleh gerakan kepala (posisi). Beberapa penelitian menunjukkan insiden yang lebih
tinggi pada wanita dengan usia onset antara dekade kelima dan ketujuh
kehidupan. Individu usia lanjut dilaporkan memiliki risiko lebih tinggi dalam
sebagian besar kasus. (bilge)
(https://img.medscapestatic.com/pi/meds/ckb/80/25180tn.jpg)
14
Saat rotasi kepala terjadi akselerasi dan deselerasi yang menyebabkan
gerakan endolimfe setidaknya pada salah satu kanalis semisirkularis oleh karena
tersusun secara tiga dimensi. Sewaktu menggerakkan kepala, tulang kanal serta
sel rambut dalam kupula bergerak bersama kepala.
Sel rambut vestibularis terdiri dari stereosilia dengan penghubung tip link.
Saat stereosilia terdefleksi karena gerakan endolimfe, tegangan yang terjadi pada
tip link menarik kanal ion di sel rambut, selanjutnya sel rambut mengalami
depolarisasi atau hiperpolarisasi. Depolarisasi akan meningkatkan pelepasan
neurotransmiter dari sel rambut dan menyebabkan terjadinya peningkatan
frekuensi lepas-muatan serat aferen. Sedangkan hiperpolarisasi, mengurangi
pelepasan neurotransmiter dari sel rambut, mengurangi frekuensi potensial aksi di
serat aferen. Ketika cairan perlahan berhenti, rambut menjadi lurus kembali.
Organ otolith berfungsi agar individu dapat mengetahui posisi kepala
bertulang di antara kanalis semisirkularis dan koklea. Di dalam lapisan gelatinosa
banyak terbentuk kristal kecil kalsium karbonat. Ketika dalam posisi tegak,
rambut-rambut di dalam utrikulus berorientasi vertikal dan rambut sakulus
berjajar horizontal.
Sinyal-sinyal yang diberikan oleh aparatus vestibularis dibawa melalui
saraf vestibulokoklearis ke nukleus vestibularis yang merupakan kelompok badan
15
sel saraf di batang otak dan ke serebelum. Pada akhirnya vestibular akan berfungsi
terhadap gravitasi. Organ otolith, utriculus, dan sakulus berada di dalam ruang
dalam mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan, mengontrol
otot eksternal sehingga mata terfiksasi ke satu titik, meskipun kepala bergerak,
mempersepsikan gerakan dan orientasi (Sherwood, 2013)
1.1.3 Epidemiologi
Prevalensi BPPV pada usia 41-60 tahun (42.2%); perempuan (62.8%),
nistagmus dan vertigo posisional (81.3%); kanal posterior (87%), unilateral (91.8
%), labirin kanan (60.2%). Bisa pula disebabkan oleh kanalitiasis (97.5%),
berhubungan dengan Menière’s disease (55.4%); kemungkinan berulang (21.8%
dalam 1 tahun yang sama)
1.1.4 Etiologi
BPPV disebut sebagai 'primer' atau 'idiopatik' karena etiologi yang jelas.
BPPV idiopatik merupakan 50% hingga 70% dari kasus. Trauma kepala dan
neuritis vestibular (VN) adalah penyebab paling umum dari BPPV 'sekunder',
masing-masing menyumbang 7% hingga 17% dan 15%. VN akut adalah
gangguan vestibular yang umum dan pasien yang pernah mengalami VN dapat
memiliki serangan berulang. Penyakit meniere, migrain, dan operasi telinga
bagian dalam juga terbukti sangat terkait dengan BPPV. (bilge)
1.1.5 Patofisiologi
Terdapat dua hipotesis yang mnerangkan patofisiologi BPPV yaitu
(Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI, 2012; Joesoef dan Kusmastuti, 2002):
a) Hipotesis Kupulolitiasis
b) Hipotesis Kanalitiasis
1.1.6 Klasifikasi
16
BPPV dapat terjadi pada kanalis semisirkularis posterior, horizontal/lateral,
anterior/superior, ataupun dapat terjadi pada lebih dari satu kanal. berdasarkan
keterlibatan spesifik kanalis semisirkularis dan pelepasan otokonia terbagi
menjadi; berpindah di dalam canal (canalithiasis) atau menempel pada cupula
(cupulothiasis). 10
a) BPPV Tipe Kanal Posterior: merupakan tipe yang paling sering terjadi.
Dengan etiologi terseringnya karena kanaitiasis. Terjadinya BPPV tipe kanal
posterior ialah karena adanya debris endolimfe yang terapung cenderung jatuh
ke kanal posterior oleh karena posisi kanal posterior berada di posisi terbawah
saat kepala posisi berdiri ataupun berbaring. (bunga rampai)
Kanalitiasis pada kanalis semisirkularis posterior dapat menyebabkan
timbulnya nystagmus, yang dapat di tegakkan dengan Epley Maneuver.
Partikel harus berakumulasi di bagian bawah dari kanalis semisirkularis
posterior, lalu bergerak ke bagian yang paling rendah pada saat orientasi dari
kanalis semisirkularis berubah karena posisi dan gravitasi. Bila telah
melampaui resistensi dari endolimfe pada kanalis semisirkularis dan elastisitas
dari barrier kuoula, dapat menyebabkan defleksi pada kupula. 8bunga rampai
Penegakan diagnosis dengan ditemukan adanya nistagmus posisional
paroksismal yang diprovokasi dengan manuver Dix-Hallpike. Manuver Dix-
Hallpike akan menyebabkan serangan tiba-tiba vertigo dan khas ditemukan
“nystagmus torsional” pada bidang kanal posterior terkait dengan durasi
dengan vertigo subjektif pasien, dan hanya terjadi setelah memposisikan Dix-
Hallpike pada sisi yang terkena. Dalam posisi kepala tergantung ke kiri
(stimulasi kanal posterior kiri), nystagmus bergerak searah jarum jam.
17
Sebailiknya, bila posisi kepala tergantung ke kanan (stimulasi kanal posterior
kanan) mak nystagmus akan berlawanan jarum jam 7,10bunga rampai
Nystagmus yang terjadi memiliki durasi, dikarenakan pergerakan
endolimfe berhenti saat massa kanalit mencapai batas paling bawah dan
kupula kembali ke posisi. “Reversal nystagmus” terjadi saat pasien kebali ke
posisi tegak, massa bergerak kearah berlawanan sehingga nystagmus ada pada
bidang yang sama namun dengan arah berlawanan.
b) BPPV Kanalis Lateral (Horizonal): BPPV tipe kanal lateral memiliki angka
kesembuhan yang lebih baik dibandingkan tipe kanal posterior. Dikarenakan
kanal posterior tergantung di bagian inferior dan barier kupulanya terdapat
pada ujung yang lebih pendek dan lebih rendah. Debris yang masuk dalam
kanal posterior akan terperangkap di dalamnya. Sedangkan kanal lateral
memiliki barier kupula yang terletak di ujung atas. Karena itu, debris bebas
yang terapung di kanal lateral akan cenderung untuk mengapung kembali ke
utrikulus sebagai akibat dari pergerakan kepala. 8,7
Kanalitiasis pada kanal lateral, paling sering terdapat di lengan panjang
kanal yang relatif jauh dari ampula. Saat pasien menggerakan kepala menuju
sisi telinga yang terkena, partikel akan membentuk aliran endolimfe
ampulopetal, yang bersifat stimulasi pada kanal lateral. Selanjutnya akan
muncul nistagmus geotropik. Arah nistagmus horizontal yang terjadi dapat
berupa geotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga di posisi bawah)
atau apogeotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga di posisi atas)
selama kepala dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi telentang.
Nistagmus geotropik terjadi karena adanya otokonia yang terlepas dari
utrikulus dan masuk ke dalam lumen posterior kanalis horizontal
(kanalolithiasis), sedangkan nistagmus apogeotropik terjadi karena otokonia
yang terlepas dari utrikulus menempel pada kupula kanalis horizontal
(kupulolithiasis) atau karena adanya fragmen otokonia di dalam lumen
anterior kanalis horizontal (kanalolithiasis apogeotropik).2
1.1.7 Diagnosis
18
Diagnosis BPPV dikonfirmasi dengan manuver posisi seperti tes Dix-
Hallpike atau Roll melalui pengamatan nystagmus. Diagnosis VN sebelumnya
didefinisikan sebagai kehilangan vestibular unilateral akut yang berlangsung
setidaknya 24 jam tanpa gangguan pendengaran dan tanda-tanda neurologis
bersamaan dengan / tanpa tes kalori dalam waktu 18 bulan sebelum serangan
BPPV.
Karekteristk dizziness
Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada acute
vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam
beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada awalnya keparahan
biasanya meningkat dan kemudian berkurang setelahnya. Sedangakan
pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan konstan mungkin memilki
penyebab psikologis.10
19
Onset dan durasi vertigo
20
canalith repositioning treatment. Pada pasien BPPV parasat Dix-Hallpike akan
mencetuskan vertigo (perasaan pusing berputar) dan nistagmus.
21
abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara
perlahan-lahan didudukkan kembali.
Perasat Sidelying
Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang menempatkan
kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan
pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada
posisi paling bawah, dan perasat sidelying kiri yang menempatkan kepala
pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada
bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi
paling bawah.
Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi
meja , kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul
respon abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk untuk dilakukan
perasat sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan
kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40 detik sampai timbul respon
abnormal.
RESPON ABNORMAL
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi
ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
22
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbul lambat, ±
40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari 1 menit jika penyebabnya
kanalitiasis, pada kupololitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari 1 menit,
biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus. 12
3.2.3. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan
partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima
manuver yang dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV-nya.13
Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal
vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit
sebesar 45⁰, lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan
dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90⁰ ke sisi
sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus
dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan
23
dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara
perlahan.3,8
Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan
posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak,
lalu kepala dimiringkan 45⁰ ke sisi yang sehat, lalu secara cepat
bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit.
Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien
pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali
ke posisi duduk lagi. 8
Manuver Lempert
24
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal
lateral. Pasien berguling 360⁰, yang dimulai dari posisi supinasi
lalu pasien menolehkan kepala 90⁰ ke sisi yang sehat, diikuti
dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala
menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral
dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90⁰ dan tubuh kembali
ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-
masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi
lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi.3
Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan
dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada
pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont.
Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa
posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan.8
2. Farmakologi
25
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara
rutin dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka
pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang
dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM.
Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant
vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam,
clonazepam) dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin).
Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer.
Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga
dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus
diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga
penggunaannya diminimalkan.13
3. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik
dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah
melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari
literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada
intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi
vestibular, tidak seperti BPPV biasa. Terdapat dua pilihan intervensi
dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu singular neurectomy
(transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior
semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik
neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.13
BAB IV
ANALISIS KASUS
26
diperberat dengan perubahan posisi. Penderita lebih nyaman bila menutup mata.
Pusing dirasakan hilang timbul. Pasien juga merasa mual namun tidak muntah.
Sejak ± 2 jam SMRS, pasien mengalami pusing berputar yang diperberat dengan
perubahan posisi. Penderita juga mengeluh mual dan muntah bersamaan dengan
pusing berputar. Keluhan telinga berdenging di kedua telinga ada, gangguan
pendengaran ada, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada kejang, kelemahan sisi
tubuh tidak ada, mulut mengot tidak ada, bicara pelo tidak ada, gangguan
sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan tidak ada, pandangan ganda tidak ada.
Riwayat hipertensi ada sejak 2 tahun yang lalu dan rutin minum obat
captopril 1x25 mg/hari. Riwayat kencing manis tidak ada, riwayat sakit jantung
tidak ada, riwayat stroke sebelumnya tidak ada, riwayat nyeri kepala lama tidak
ada, riwayat trauma tidak ada. Riwayat gangguan pendengaran di kedua telinga
ada sejak 2 tahun yang lalu.
27
dan begitu juga sebaliknya, dan pada saat mengubah posisi kepala ke kanan dan
ke kiri. Diketahui timbulnya pusing hanya terjadi ketika kepala berubah posisi.
Gejala yang akan ditemukan pada BPPV berupa rasa berputar yang
episodik dan disertai mual atau muntah, gangguan pendengaran dapat terjadi dan
dipicu oleh adanya gerakan pada kepala. Bangkitan pada BPPV terjadi lebih
mendadak dan berat dan tidak ditemukan adanya tanda fokal otak.
28
Daftar Pustaka
29
10. Hain TC.Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). [Internet],
Vestibular Disorder Association, downloaded from
WWW.VESTIBULAR.ORG; 2009.
11. Bojrab DI, Bhansali SA, Battista RA. Peripheral Vestibular Disorders. In:
Jackler RK & Brackmann DE, Editor: Textbook of Neurotology. St.
Louis, Missouri : Mosby. 1994. p 629-33
12. Simoceli L, Bittar RS, Greters ME, 2006, Posture restrictions do not
interfere in the results of canalith repositioning maneuver, Braz
JOtorhinolaryngol. Jan-Feb;71(1):55-9. Epub 2006 Jan 2. available at
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16446892.
13. Mustofa BE, Youssef TA, Hamad AS, 2013,“The necessity of post
maneuver restriction in treating benign paroxysmal positional vertigo: a
metaanalitic study” Eur Arch Otorhinolaryngol. 2013Mar;270(3):849-52
available at www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22588196
14. Edward Y, Roza Y. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll Test.
Jurnal Kesehatan Andalas, 3(1); 2014.
30