Anda di halaman 1dari 34

Laporan kasus

Benign Paroxysmal Positional Vertigo

Disusun Oleh:
Ria Anindita Novarani 040848218200
Devi Kartikasari 04084821820019

Pembimbing:
dr. Masita, Sp.S

BAGIAN / DEPARTEMEN NEUROLOGI


RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Benign Paroxysmal Positional Vertigo

Oleh :

Ria Anindita Novarani 040848218200


Devi Kartikasari 04084821820019

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.

Palembang, September, 2019

dr. Masita, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV)”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Neurologi RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Masita, Sp.S selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan
laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, November 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS ..............................................................................3
Identifikasi..............................................................................................3
Anamnesis..............................................................................................3
Pemeriksaan Fisik..................................................................................4
Pemeriksaan Penunjang.........................................................................12
Diagnosis...............................................................................................13
Penatalaksanaan....................................................................................13
Prognosis...............................................................................................13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................14
Vertigo ..................................................................................................14
Benign Paroxymal Positional Vertigo...................................................34
BAB IV ANALISIS KASUS...............................................................................47
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................49

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai pada praktek sehari-hari dan
sangat menggangu aktivitas yang digambarkan sebagai sensasi atau perasaan
berputar, bisa ruangan di sekitarnya yang terasa berputar (vertigo objektif) atau
perasaan dirinya yang berputar (vertigo objektif) yang dipengaruhi perubahan
posisi kepala. Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yaitu memutar. Vertigo
termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing,
pening,sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.
Deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar dapat dibedakan dengan nyeri
kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam karena kedua istilah
tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian. 1
Salah satu penyebab paling umum dari vertigo adalah Benign paroxysmal
positional vertigo (BPPV). BPPV merupakan vertigo yang dicetuskan oleh
perubahan posisi kepala atau badan terhadap gaya gravitasi.1 BPPV merupakan
bentuk dari vertigo posisional. Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar
yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan
sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo posisional
yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus paroksimal. Benign
dan paroksimal biasa digunakan sebagai karakteristik dari vertigo posisional.2
Benign pada BPPV secara historikal merupakan bentuk dari vertigo
posisional yang seharusnya tidak menyebabkan gangguan susunan saraf pusat
yang serius dan secara umum memiliki prognosis yang baik. Sedangkan
paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. 2
Pada umumnya BPPV melibatkan kanalis semisirkularis posterior dengan
angka resolusi lebih dari 95% setelah terapi reposisi kanalith. Beberapa tahun
terakhir, terdapat peningkatan laporan insiden BPPV kanalis horizontal, namun
dengan angka kesuksesan terapi yang masih rendah (<75%).Hal ini disebabkan
kesalahan dalam penentuan letak lesi dan tipe BPPV kanalis horizontal.3

1
Sekitar 50%, penyebab BPPV adalah idiopatik, selain idiopatik, penyebab
terbanyak adalah trauma kepala (17%) diikuti dengan neuritis vestibularis (15%),
migraine, implantasi gigi dan operasi telinga, dapat juga sebagai akibat dari posisi
tidur yang lama pada pasien post operasi atau bed rest total lama.4
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang meliputi beberapa tes antara lain tes Dix-Hallpike, tes
kalori, dan tes Supine Roll.4
Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan kualitas hidup
serta mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien. Penatalaksanaan
BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan non-
farmakologi yang termasuk berbagai manuver didalamnya dan penatalaksanaan
farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver secara baik dan benar menurut
beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas.4

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identifikasi
Nama : Ny. SS
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 55 tahun

2
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Kawin
Alamat : Sungai Itam RT 05 RW 09 Kel. Siring Agung, Kec. Ilir
Barat 1, Kota Palembang
MRS : 07 Agustus 2018
Rekam Medis : 334163

2.2 Anamnesis (Autoanamnesis tanggal 07 Agustus 2018, Pukul 23.00 WIB)


Pasien dirawat di bagian neurologi Rumah Sakit Mohammad Hoesin
Palembang karena mengalami pusing berputar.
Sejak ± 2 hari SMRS, penderita mengalami pusing berputar. Penderita
merasakan lingkungannya berputar akan dirinya. Pusing timbul tiba-tiba terutama
ketika bangun dari tempat tidur dalam posisi duduk, berdiri, dan semakin berat
bila mengubah posisi kepala kekanan atau kekiri. Penderita lebih nyaman bila
menutup mata sambil berbaring. Pusing dirasakan hilang timbul. Pasien juga
merasa mual namun tidak muntah. Sejak ± 2 jam SMRS, pasien mengalami
pusing berputar yang diperberat dengan perubahan posisi. Penderita juga
mengeluh mual dan muntah bersamaan dengan pusing berputar. Keluhan telinga
berdenging di kedua telinga ada, gangguan pendengaran ada, tidak ada penurunan
kesadaran, tidak ada kejang, kelemahan sisi tubuh tidak ada, mulut mengot tidak
ada, bicara pelo tidak ada, gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan
tidak ada, pandangan ganda tidak ada. Penderita mampu mengungkapkan isi dan
pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita juga mampu memahami isi
pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan dan isyarat.
Riwayat hipertensi ada sejak 2 tahun yang lalu dan rutin minum obat
captopril 1x25 mg/hari. Riwayat kencing manis tidak ada, riwayat sakit jantung
tidak ada, riwayat stroke sebelumnya tidak ada, riwayat nyeri kepala lama tidak

3
ada, riwayat trauma tidak ada. Riwayat gangguan pendengaran di kedua telinga
ada sejak 2 tahun yang lalu.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.
.
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Status Internus
Kesadaran : GCS = 15 (E: 4, M: 6, V: 5)
Gizi : Baik
Suhu Badan : 36,5°C
Nadi : 74 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 22 x/menit
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 155 cm

2.3.2 Keadaan Spesifik


Kepala dan leher : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), tidak ada tanda
trauma.
Thorax
Paru : I: Statis dan dinamis simetris kanan=kiri, RR = 20x/menit
P: Stem fremitus kanan= kiri
P: Sonor di kedua lapang paru
A: Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
Jantung : I: Ictus kordis tidak terlihat
P: Ictus kordis tidak teraba
P: Batas jantung normal
A: Bunyi jantung I-II normal, HR = 82 x/menit,
murmur (-), gallop(-)
Abdomen : Datar, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral pucat (-), edema pretibial (-/-)

4
Genitalia : Tidak diperiksa

2.3.3 Status Psikiatrikus


Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada

2.3.4 Status Neurologikus


KEPALA
Bentuk : normocephali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada kelainan

LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada kelainan

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Anosmia Tidak ada Tidak ada
Hiposmia Tidak ada Tidak ada
Parosmia Tidak ada Tidak ada
N. Optikus Kanan Kiri
Visus 6/6 6/6
Campus visi V.O.D V.O.S

5
Anopsia Tidak ada Tidak ada
Hemianopsia Tidak ada Tidak ada
Fundus Oculi Tidak ada Tidak ada
Papil edema Tidak ada Tidak ada
Papil atrofi Tidak ada Tidak ada
Perdarahan retina Tidak ada Tidak ada

N.Occulomotorius, Trochlearis, &


Abducens Kanan Kiri
Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugate Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
Pupil
- Bentuk
- Diameter
Bulat Bulat
- Isokor/anisokor
- Midriasis/miosis 3 mm 3 mm
- Refleks cahaya
Isokor Isokor
 Langsung
 Konsensuil Tidak ada Tidak ada
 Akomodasi + +
+ +
+ +

N. Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Trismus

6
- Refleks kornea Tidak ada Tidak ada
Sensorik Ada Ada
- Dahi
- Pipi
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Dagu
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

N. Fasialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi Simetris
- Menutup mata
Lagophtalmus (-)
- Menunjukkan gigi
- Lipatan nasolabialis Tidak ada kelainan
- Bentuk muka
Simetris
 Istirahat
 Berbicara/bersiul
Sensorik Simetris
- 2/3 depan lidah Tidak ada kelainan
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan
- Lakrimasi
- Chvostek’s sign
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
-

N. Statoacusticus
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan Tidak ada kelainan
Detik arloji Tidak dilakukan
Tes Weber Lateralisasi ke telinga kanan
Tes Rinne + +

N. Vestibularis
Nistagmus Ada

7
Vertigo Ada

N. Glossopharingeus dan N. Vagus Kanan Kiri


Arcus pharingeus Simetris
Uvula Di tengah
Gangguan menelan Tidak ada
Suara serak/sengau Tidak ada
Denyut jantung Tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah Tidak ada kelainan
- Batuk Tidak ada kelainan
- Okulokardiak Tidak ada kelainan
- Sinus karotikus Tidak ada kelainan
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak ada kelainan

N. Accessorius
Mengangkat bahu Simetris
Memutar kepala Tidak ada hambatan

N. Hypoglossus
Menjulurkan lidah Normal
Fasikulasi Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada
Disatria Tidak ada

MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Cukup Cukup

8
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Normal
- Triceps Normal Normal
- Radius Normal Normal
- Ulnaris Normal Normal
Refleks patologis
- Hoffman Tromner Tidak ada Tidak ada
- Leri Tidak ada Tidak ada
- Meyer Tidak ada Tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan Cukup Cukup
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Klonus
- Paha Tidak ada Tidak ada
- Kaki Tidak ada Tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR Normal Normal
- APR Normal Normal
Refleks patologis

9
- Babinsky Tidak ada Tidak ada
- Chaddock Tidak ada Tidak ada
- Oppenheim Tidak ada Tidak ada
- Gordon Tidak ada Tidak ada
- Schaeffer Tidak ada Tidak ada
- Rossolimo Tidak ada Tidak ada
- Mendel Bechterew Tidak ada Tidak ada
Refleks Kulit Perut
- Atas Tidak ada kelainan
- Tengah Tidak ada kelainan
- Bawah Tidak ada kelainan
- Reflek cremaster Tidak dilakukan

SENSORIK : Tidak ada kelainan

FUNGSI VEGETATIF
Miksi : Tidak ada kelainan
Defekasi : Tidak ada kelainan
Ereksi : Tidak ada kelainan

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : Tidak ada
Lordosis : Tidak ada
Gibbus : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Meningocele : Tidak ada
Hematoma : Tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL

10
Kanan Kiri
Kaku kuduk tidak ada
Kernig tidak ada tidak ada
Lasseque tidak ada tidak ada
Brudzinsky
- Neck tidak ada
- Cheek tidak ada
- Symphisis tidak ada
- Leg I tidak ada tidak ada
- Leg II tidak ada tidak ada

Kaku kuduk : Tidak ada


Kerniq : Tidak ada
Lasseque : Tidak ada
Brudzinsky
- Neck : Tidak ada
- Cheek : Tidak ada
- Symphisis : Tidak dilakukan
- Leg I : Tidak ada
- Leg II : Tidak ada
GAIT DAN KESEIMBANGAN
Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia : tidak ada kelainan Romberg : (+)
Hemiplegic gait : tidak ada kelainan Dysmetri : (-)
Scissor gait : tidak ada kelainan Finger to finger test : (-)
Propulsion : tidak ada kelainan Finger to nose test : (-)
Steppage gait : tidak ada kelainan Heel to knee test : (-)
Limmping gait : tidak ada kelainan Disdiadochokinesis : (-)

GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Tidak ada

11
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Hb : 13,2 g/dL Kalsium : 9,0 mg/dL
Eritrosit : 4,78 105/mm3 Natrium : 145 mEq/L
Leukosit : 7,0 103/mm3 Kalium : 3,8
mEq/L
Diff Count : 0/1/74/19/6 % Klorida : 116 mmol/L
Trombosit : 319 103/μL Hematokrit : 40 %
Fibrinogen : 473,0 mg/dL
D-dimer : 1,09 μg/mL

2.5 Diagnosis
Diagnosis Klinik : Vertigo Perifer, Nigtasmus
Diagnosis Topik : Canalis Semisirkularis
Diagnosis Etiologi : Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

2.6 Penatalaksanaan
Farmakologi Non Farmakologi

12
• Betahistine mesylate 3 x 12 mg/ hari po Brand darroff
• Dimenhydrinate 1x1 tab/hari po
• PCT 3x1 gr/hari po
• Ondansetron 1 amp IV
• Ranitidine 2 x 50 mg IV
• Captopril 1x 25 mg/hari po
• Neurodex 1x1 tab/hari po

2.7 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Functionam : bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad malam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

13
1.1.1 Definisi
Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) adalah salah satu gangguan
vestibular perifer yang umum ditemui. BPPV ditandai dengan sensasi berputar
yang spontan/tiba-tiba dan dipengaruhi perubahan posisi kepala. Bersifat benign
(jinak), episode jangka pendek/mendadak (paroksismal), dan gejala yang dipicu
oleh gerakan kepala (posisi). Beberapa penelitian menunjukkan insiden yang lebih
tinggi pada wanita dengan usia onset antara dekade kelima dan ketujuh
kehidupan. Individu usia lanjut dilaporkan memiliki risiko lebih tinggi dalam
sebagian besar kasus. (bilge)

1.1.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Tubuh


Keseimbangan merupakan orientasi dan gerakan tubuh. Aparatus
vestibularis memiliki struktur pada bagian terowongan tulang temporal – kanalis
semisirkularis dan organ otolit. Seperti pada koklea, semua komponen aparatus
vestibularis mengandung endolimfe dan sel rambut, dengan adanya gerakan
spesifik endolimfe makan akan muncul deformasi mekanis. Kanalis semisirkularis
memiliki fungsi untuk deteksi akselerasi atau deselerasi rotasional atau angular
kepala. Telinga memiliki tiga kanalis semisirkularis dengan susunan tiga dimensi
yang tegak lurus satu sama lain. Reseptor sel rambut pada kanalis semisirkularis
berada di ampula, yang merupakan pembesaran di dasar kanalis.

(https://img.medscapestatic.com/pi/meds/ckb/80/25180tn.jpg)

14
Saat rotasi kepala terjadi akselerasi dan deselerasi yang menyebabkan
gerakan endolimfe setidaknya pada salah satu kanalis semisirkularis oleh karena
tersusun secara tiga dimensi. Sewaktu menggerakkan kepala, tulang kanal serta
sel rambut dalam kupula bergerak bersama kepala.
Sel rambut vestibularis terdiri dari stereosilia dengan penghubung tip link.
Saat stereosilia terdefleksi karena gerakan endolimfe, tegangan yang terjadi pada
tip link menarik kanal ion di sel rambut, selanjutnya sel rambut mengalami
depolarisasi atau hiperpolarisasi. Depolarisasi akan meningkatkan pelepasan
neurotransmiter dari sel rambut dan menyebabkan terjadinya peningkatan
frekuensi lepas-muatan serat aferen. Sedangkan hiperpolarisasi, mengurangi
pelepasan neurotransmiter dari sel rambut, mengurangi frekuensi potensial aksi di
serat aferen. Ketika cairan perlahan berhenti, rambut menjadi lurus kembali.
Organ otolith berfungsi agar individu dapat mengetahui posisi kepala
bertulang di antara kanalis semisirkularis dan koklea. Di dalam lapisan gelatinosa
banyak terbentuk kristal kecil kalsium karbonat. Ketika dalam posisi tegak,
rambut-rambut di dalam utrikulus berorientasi vertikal dan rambut sakulus
berjajar horizontal.
Sinyal-sinyal yang diberikan oleh aparatus vestibularis dibawa melalui
saraf vestibulokoklearis ke nukleus vestibularis yang merupakan kelompok badan

15
sel saraf di batang otak dan ke serebelum. Pada akhirnya vestibular akan berfungsi
terhadap gravitasi. Organ otolith, utriculus, dan sakulus berada di dalam ruang
dalam mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan, mengontrol
otot eksternal sehingga mata terfiksasi ke satu titik, meskipun kepala bergerak,
mempersepsikan gerakan dan orientasi (Sherwood, 2013)

1.1.3 Epidemiologi
Prevalensi BPPV pada usia 41-60 tahun (42.2%); perempuan (62.8%),
nistagmus dan vertigo posisional (81.3%); kanal posterior (87%), unilateral (91.8
%), labirin kanan (60.2%). Bisa pula disebabkan oleh kanalitiasis (97.5%),
berhubungan dengan Menière’s disease (55.4%); kemungkinan berulang (21.8%
dalam 1 tahun yang sama)

1.1.4 Etiologi
BPPV disebut sebagai 'primer' atau 'idiopatik' karena etiologi yang jelas.
BPPV idiopatik merupakan 50% hingga 70% dari kasus. Trauma kepala dan
neuritis vestibular (VN) adalah penyebab paling umum dari BPPV 'sekunder',
masing-masing menyumbang 7% hingga 17% dan 15%. VN akut adalah
gangguan vestibular yang umum dan pasien yang pernah mengalami VN dapat
memiliki serangan berulang. Penyakit meniere, migrain, dan operasi telinga
bagian dalam juga terbukti sangat terkait dengan BPPV. (bilge)

1.1.5 Patofisiologi
Terdapat dua hipotesis yang mnerangkan patofisiologi BPPV yaitu
(Kelompok Studi Vertigo PERDOSSI, 2012; Joesoef dan Kusmastuti, 2002):
a) Hipotesis Kupulolitiasis

b) Hipotesis Kanalitiasis

1.1.6 Klasifikasi

16
BPPV dapat terjadi pada kanalis semisirkularis posterior, horizontal/lateral,
anterior/superior, ataupun dapat terjadi pada lebih dari satu kanal. berdasarkan
keterlibatan spesifik kanalis semisirkularis dan pelepasan otokonia terbagi
menjadi; berpindah di dalam canal (canalithiasis) atau menempel pada cupula
(cupulothiasis). 10

Gambar 11. Canalithiasis dan Cupulothiasis

a) BPPV Tipe Kanal Posterior: merupakan tipe yang paling sering terjadi.
Dengan etiologi terseringnya karena kanaitiasis. Terjadinya BPPV tipe kanal
posterior ialah karena adanya debris endolimfe yang terapung cenderung jatuh
ke kanal posterior oleh karena posisi kanal posterior berada di posisi terbawah
saat kepala posisi berdiri ataupun berbaring. (bunga rampai)
Kanalitiasis pada kanalis semisirkularis posterior dapat menyebabkan
timbulnya nystagmus, yang dapat di tegakkan dengan Epley Maneuver.
Partikel harus berakumulasi di bagian bawah dari kanalis semisirkularis
posterior, lalu bergerak ke bagian yang paling rendah pada saat orientasi dari
kanalis semisirkularis berubah karena posisi dan gravitasi. Bila telah
melampaui resistensi dari endolimfe pada kanalis semisirkularis dan elastisitas
dari barrier kuoula, dapat menyebabkan defleksi pada kupula. 8bunga rampai
Penegakan diagnosis dengan ditemukan adanya nistagmus posisional
paroksismal yang diprovokasi dengan manuver Dix-Hallpike. Manuver Dix-
Hallpike akan menyebabkan serangan tiba-tiba vertigo dan khas ditemukan
“nystagmus torsional” pada bidang kanal posterior terkait dengan durasi
dengan vertigo subjektif pasien, dan hanya terjadi setelah memposisikan Dix-
Hallpike pada sisi yang terkena. Dalam posisi kepala tergantung ke kiri
(stimulasi kanal posterior kiri), nystagmus bergerak searah jarum jam.

17
Sebailiknya, bila posisi kepala tergantung ke kanan (stimulasi kanal posterior
kanan) mak nystagmus akan berlawanan jarum jam 7,10bunga rampai
Nystagmus yang terjadi memiliki durasi, dikarenakan pergerakan
endolimfe berhenti saat massa kanalit mencapai batas paling bawah dan
kupula kembali ke posisi. “Reversal nystagmus” terjadi saat pasien kebali ke
posisi tegak, massa bergerak kearah berlawanan sehingga nystagmus ada pada
bidang yang sama namun dengan arah berlawanan.

b) BPPV Kanalis Lateral (Horizonal): BPPV tipe kanal lateral memiliki angka
kesembuhan yang lebih baik dibandingkan tipe kanal posterior. Dikarenakan
kanal posterior tergantung di bagian inferior dan barier kupulanya terdapat
pada ujung yang lebih pendek dan lebih rendah. Debris yang masuk dalam
kanal posterior akan terperangkap di dalamnya. Sedangkan kanal lateral
memiliki barier kupula yang terletak di ujung atas. Karena itu, debris bebas
yang terapung di kanal lateral akan cenderung untuk mengapung kembali ke
utrikulus sebagai akibat dari pergerakan kepala. 8,7
Kanalitiasis pada kanal lateral, paling sering terdapat di lengan panjang
kanal yang relatif jauh dari ampula. Saat pasien menggerakan kepala menuju
sisi telinga yang terkena, partikel akan membentuk aliran endolimfe
ampulopetal, yang bersifat stimulasi pada kanal lateral. Selanjutnya akan
muncul nistagmus geotropik. Arah nistagmus horizontal yang terjadi dapat
berupa geotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga di posisi bawah)
atau apogeotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga di posisi atas)
selama kepala dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi telentang.
Nistagmus geotropik terjadi karena adanya otokonia yang terlepas dari
utrikulus dan masuk ke dalam lumen posterior kanalis horizontal
(kanalolithiasis), sedangkan nistagmus apogeotropik terjadi karena otokonia
yang terlepas dari utrikulus menempel pada kupula kanalis horizontal
(kupulolithiasis) atau karena adanya fragmen otokonia di dalam lumen
anterior kanalis horizontal (kanalolithiasis apogeotropik).2

1.1.7 Diagnosis

18
Diagnosis BPPV dikonfirmasi dengan manuver posisi seperti tes Dix-
Hallpike atau Roll melalui pengamatan nystagmus. Diagnosis VN sebelumnya
didefinisikan sebagai kehilangan vestibular unilateral akut yang berlangsung
setidaknya 24 jam tanpa gangguan pendengaran dan tanda-tanda neurologis
bersamaan dengan / tanpa tes kalori dalam waktu 18 bulan sebelum serangan
BPPV.

1.1.8 Gejala Klinis


BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat
bangun tidur, ketika berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien
merasakan pusing berputar yang lama kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat
jeda waktu antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya perasaan pusing
berputar. Pada umumnya perasaan pusing berputar timbul sangat kuat pada
awalnya dan menghilang setelah 30 detik sedangkan serangan berulang sifatnya
menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari hingga berbulan-bulan.7

Suatu informasi penting yang didapatkan dari anamnesis dapat


digunakan untuk membedakan perifer atau sentral meliputi: 9

 Karekteristk dizziness

Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi


berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht headness,
atau hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan).9

 Keparahan

Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada acute
vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam
beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada awalnya keparahan
biasanya meningkat dan kemudian berkurang setelahnya. Sedangakan
pasien mengeluh vertigo ynag menetap dan konstan mungkin memilki
penyebab psikologis.10

19
 Onset dan durasi vertigo

Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin


lama durasi vertigo maka kemungkinan kea rah vertigo sentral menjadi lebih
besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo
sentral kecuali pada cerebrovascular attack.10

Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali pada vertigo


sentral yang berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi sentral biasanya
menyebabkan tanda neurologis tambahan selain vertigonya, menyebabkan
ketidakseimbnagan yang parah, nystagmus murni vertical, horizontal atau
torsional dan tidak dapat dihambat oleh fiksasi mata pada objek.Pada banyak
kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di kemudian hari. Bersamaan
dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat mengalami mual dan muntah.
Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala dikembalikan ke posisi semula, namun
arah nistagmus yang timbul adalah sebaliknya.8,9

Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan


dengan memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan
respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat
memilih perasat Dix-Hallpike atau perasat Sidelying.10
Dix dan Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai
berikut : 1) terdapat posisi kepala yang mencetuskan serangan; 2) nistagmus yang
khas; 3) adanya masa laten; 4) lamanya serangan terbatas; 5) arah nistagmus
berubah bila posisi kepala dikembalikan ke posisi awal; 6) adanya fenomena
kelelahan/fatique nistagmus bila stimulus diulang.10

Pemeriksaan fisik dan penunjang.11,12


Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan
dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan
respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat
memilih perasat Dix-Hallpike atau Sidelying. Perasat Dix-hallpike lebih sering
digunakan karena pada perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk

20
canalith repositioning treatment. Pada pasien BPPV parasat Dix-Hallpike akan
mencetuskan vertigo (perasaan pusing berputar) dan nistagmus.

Gambar 12. Perasat Dix-Hallpike

Pemeriksaan perasat Dix-Hallpike


Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat Dix-
Hallpike secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat Dix-
Hallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan
dan perasat Dix- Hallpike kiri pada bidang posterior kiri. Untuk
melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja
pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien
dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien
menggantung 20-300 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik
sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan
selama ±1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan
pemeriksaan ini dapat langsung dilanjutkan dengan canalith repositioning
treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon yang abnormal atau bila
perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan
didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike
kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40
detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon
abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon

21
abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara
perlahan-lahan didudukkan kembali.

Gambar 13. Perasat Sidelying

Perasat Sidelying
Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang menempatkan
kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis posterior kanan
pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada
posisi paling bawah, dan perasat sidelying kiri yang menempatkan kepala
pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan kanalis posterior kiri pada
bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal posterior pada posisi
paling bawah.
Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi
meja , kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul
respon abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk untuk dilakukan
perasat sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan
kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40 detik sampai timbul respon
abnormal.

RESPON ABNORMAL
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi
ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.

22
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbul lambat, ±
40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari 1 menit jika penyebabnya
kanalitiasis, pada kupololitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari 1 menit,
biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus. 12

Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan


mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien menatap
lurus ke depan.

 Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis


posterior kanan

 Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis


posterior kiri

 Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada


kanalis anterior kanan.

 Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis


anterior kiri

Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying pada bidang


yang sesuai dengan kanal yang terlibat. 12

3.2.3. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan
partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima
manuver yang dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV-nya.13
Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal
vertikal. Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit
sebesar 45⁰, lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan
dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90⁰ ke sisi
sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus
dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan

23
dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara
perlahan.3,8

Gambar 14. Manuver Epley

Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan
posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak,
lalu kepala dimiringkan 45⁰ ke sisi yang sehat, lalu secara cepat
bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit.
Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien
pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali
ke posisi duduk lagi. 8

Gambar 15. Manuver Semont

Manuver Lempert

24
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal
lateral. Pasien berguling 360⁰, yang dimulai dari posisi supinasi
lalu pasien menolehkan kepala 90⁰ ke sisi yang sehat, diikuti
dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala
menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral
dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90⁰ dan tubuh kembali
ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-
masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi
lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi.3

Gambar 16. Manuver Lempert

Forced Prolonged Position


Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya
adalah untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral
dekubitus pada sisi telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12
jam.8

Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan
dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada
pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont.
Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa
posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan.8
2. Farmakologi

25
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara
rutin dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka
pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang
dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM.
Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga pengobatan suppresant
vestibular yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam,
clonazepam) dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin).
Benzodiazepines dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer.
Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga
dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus
diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga
penggunaannya diminimalkan.13
3. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik
dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah
melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari
literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada
intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi
vestibular, tidak seperti BPPV biasa. Terdapat dua pilihan intervensi
dengan teknik operasi yang dapat dipilih, yaitu singular neurectomy
(transeksi saraf ampula posterior) dan oklusi kanal posterior
semisirkular. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik
neurectomi mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.13

BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien dirawat di bagian neurologi Rumah Sakit Mohammad Hoesin


Palembang karena mengalami pusing berputar yang dialami sejak 2 hari SMRS.
Keluhan pusing berputar ini timbul tiba-tiba terutama ketika bangun tidur dan

26
diperberat dengan perubahan posisi. Penderita lebih nyaman bila menutup mata.
Pusing dirasakan hilang timbul. Pasien juga merasa mual namun tidak muntah.
Sejak ± 2 jam SMRS, pasien mengalami pusing berputar yang diperberat dengan
perubahan posisi. Penderita juga mengeluh mual dan muntah bersamaan dengan
pusing berputar. Keluhan telinga berdenging di kedua telinga ada, gangguan
pendengaran ada, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada kejang, kelemahan sisi
tubuh tidak ada, mulut mengot tidak ada, bicara pelo tidak ada, gangguan
sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan tidak ada, pandangan ganda tidak ada.

Riwayat hipertensi ada sejak 2 tahun yang lalu dan rutin minum obat
captopril 1x25 mg/hari. Riwayat kencing manis tidak ada, riwayat sakit jantung
tidak ada, riwayat stroke sebelumnya tidak ada, riwayat nyeri kepala lama tidak
ada, riwayat trauma tidak ada. Riwayat gangguan pendengaran di kedua telinga
ada sejak 2 tahun yang lalu.

Penyakit ini dialami penderita untuk pertama kalinya.

Pada hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disingkirkan penyebab


vertigo jenis sentral, Penyebab vertigo jenis sentral adalah gangguan di batang
otak atau serebelum. Pada gangguan di batang otak, harus diselidiki gejala khas,
seperti diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas serta fungsi motorik. Pada
pasien ini tidak ditemukan gejala yang menggambarkan bahwa ada gangguan di
batang otak. Pada gangguan di serebelum, gejala dapat menyerupai gangguan
vestibuler perifer. Oleh karena itu perlu diperhatikan gejala serebellar lain seperti
gangguan koordinasi (dysdiadochokinesia) dan percobaan tunjuk hidung.
Penyebab lain vertigo sentral adalah neoplasma, insufisiensi vaskular berulang,
transient ischemic attack (TIA), trauma, dan stroke.

Pasien ini didiagnosis dengan Benign Paroxysmal Positional Vertigo, yaitu


gangguan keseimbangan perifer yang timbul bila kepala mengambil sikap tertentu
atau perubahan posisi tertentu. Pada pasien ini didapatkan pusing berputar.
Keluhan dirasa semakin bertambah saat pasien berubah posisi dari tidur ke bangun

27
dan begitu juga sebaliknya, dan pada saat mengubah posisi kepala ke kanan dan
ke kiri. Diketahui timbulnya pusing hanya terjadi ketika kepala berubah posisi.

Gejala yang akan ditemukan pada BPPV berupa rasa berputar yang
episodik dan disertai mual atau muntah, gangguan pendengaran dapat terjadi dan
dipicu oleh adanya gerakan pada kepala. Bangkitan pada BPPV terjadi lebih
mendadak dan berat dan tidak ditemukan adanya tanda fokal otak.

Penatalaksanaan BPPV ini terdiri dari 3 cara, yaitu non farmokologi,


farmakologi dan operasi. Tatalaksana non farmaklogi tujuannya adalah untuk
mengembalikan partikel ke posisi awalnya. Untuk tatalaksana farmakologi tidak
diberikan secara rutin dan diberikan untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah
yang berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV menggunakan suppresant
vestibular dengan golongan benzodiazepines untuk mengurangi sensasi berputar
dan antihistamine untuk mengurangi mual dan muntah. Sedangkan untuk pilihan
tatalaksana operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik
dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat.

28
Daftar Pustaka

1. Wahyudi, KT. Vertigo. Cermin Dunia Kedokteran, 39(10): 738–741;


2012.
2. Sutarni, S., Rusdy G.M., Abdul G.. 2018. Bunga Rampai Vertigo.
Yogyakarta, Gadjah Mada University Press: 42-58
3. Wibowo, Daniel S. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. .Singapore : Elsevier.
4. Abraham A., 2014. Peripheral Vertigo – A Study Of 100 Cases: Our
Experience. Journal of Evolution of Medical and Dental Science. Vol
3(27)
5. Jeremy Hornibrook, 2011, Review Article Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV): History, Pathophysiology, Office Treatment and Future
Directions.Department of Otolaryngology, Head and Neck Surgery,
Christchurch Hospital. available at
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15478703
6. Wreksoatmojo BR. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia
Kedokteran, No.144; 2004.
7. Celebisoy N, Bayam E, Gulec F, Kose T, Akyurekli O. Balance in
posterior and horizontal canal type benign paroxysmal positional vertigo
before and after canalith repositioning maneuvers. Gait & Posture 2009;
29: 520-23.
8. Purnamasari PP. Diagnosis dan Tata Laksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). Tinjauan Kepustakaan: Universitas
Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar, 2009.
9. Fife D.T. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Semin Neurol Journal.
2009;29:500-508.

29
10. Hain TC.Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). [Internet],
Vestibular Disorder Association, downloaded from
WWW.VESTIBULAR.ORG; 2009.
11. Bojrab DI, Bhansali SA, Battista RA. Peripheral Vestibular Disorders. In:
Jackler RK & Brackmann DE, Editor: Textbook of Neurotology. St.
Louis, Missouri : Mosby. 1994. p 629-33
12. Simoceli L, Bittar RS, Greters ME, 2006, Posture restrictions do not
interfere in the results of canalith repositioning maneuver, Braz
JOtorhinolaryngol. Jan-Feb;71(1):55-9. Epub 2006 Jan 2. available at
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16446892.
13. Mustofa BE, Youssef TA, Hamad AS, 2013,“The necessity of post
maneuver restriction in treating benign paroxysmal positional vertigo: a
metaanalitic study” Eur Arch Otorhinolaryngol. 2013Mar;270(3):849-52
available at www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22588196
14. Edward Y, Roza Y. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll Test.
Jurnal Kesehatan Andalas, 3(1); 2014.

30

Anda mungkin juga menyukai