Anda di halaman 1dari 28

Telaah Ilmiah

PERSISTENT FETAL VASCULATURE

Oleh

Hardianti Sri Utami, S.Ked

04054821618017

Pembimbing

dr. H. Rusdianto, SpM(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2016
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Telaah Ilmiah


Persistent Fetal Vasculature

Oleh:
Hardianti Sri Utami, S.Ked
04054821618017

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 25 April 2016 s.d 30Mei
2016

Palembang, 14 Mei 2016

dr. H. Rusdianto, SpM(K)

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan
berkat-Nya Telaah Ilmiah yang berjudul “Persistent Fetal Vasculature” ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Telaah Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. H. Rusdianto, SpM(K)
atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan


telaah Ilmiah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3
2.1 Embriologi Vitreous.............................................................................3
2.2 Anatomi Vitreous..................................................................................5
2.3 Persistent Fetal Vasculature................................................................6
2.3.1 Definisi.........................................................................................6
2.3.2 Epidemiologi................................................................................7
2.3.3 Etiologi.........................................................................................8
2.3.4 Klasifikasi.....................................................................................8
2.3.5 Patofisiologi...............................................................................12
2.3.6 Gambaran Klinis........................................................................13
2.3.7 Diagnosis....................................................................................14
2.3.8 Diagnosis Banding.....................................................................16
2.3.9 Penatalaksanaan.........................................................................19
2.3.10 Komplikasi...............................................................................20
2.3.11 Prognosis..................................................................................20

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................21


DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

iv
1. Perkembangan Vitreous dan Regresi Sistem Hyaloid..............................3
2. Skematik suplai pembuluh darah sementara fase embrio........................4
3. Awal perkembangan vitreous primer........................................................7
4. PFV Anterior..........................................................................................10
5. PFV anterior menunjukkan mikroptalmus pada katarak........................10
6. PFV Posterior.........................................................................................12
7. Mata pada usia gestasi 3 bulan...............................................................13
8. Hasil B-Scan...........................................................................................15
9. Hasil USG..............................................................................................15
10. Hasil MRI.............................................................................................16

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Tanda Khas pada PFV Anterior................................................................9
2. Tanda Khas pada PFV Posterior.............................................................11
3. Diagnosis Banding untuk PFV...............................................................17
4. Diagnosis Banding untuk Leukokoria....................................................17

v
vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persistent fetal vasculature (PFV) atau yang dikenal persistent hyperplastic


primary vitreous (PHPV) merupakan suatu kondisi akibat perkembangan yang tidak
normal dari primary vitreous yang bertahan hingga periode pembentukan secondary
vitreous. Hal ini berhubungan dengan hiperplasia element mesodermal yang terkandung
dalam primary vitreous dan sistem arteri hyaloid. Normalnya, primary vitreous akan
mengalami penurunan sejalan dengan perkembangan kapsula posterior lensa di akhir
bulan kedua kehamilan. Etiologi dan epidemiologi penyakit ini masih belum diketahui
dengan pasti. Kondisi ini biasanya dijumpai unilateral dibandingkan bilateral, yaitu
sebanyak 90%.1,2

Sebuah studi tentang penyebab kebutaan pada anak dan penglihatan di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa PFV menyumbang sekitar 5% dari semua kasus kebutaan.
PFV biasanya ditemukan pada infant yang sehat. Salah satu tanda yang sering
ditemukan pada penderita PFV yaitu leukokoria dan mikrooptalmia. Katarak,
strabismus, glaukoma, hyphema dan uveitis juga bisa dijumpai.3,4,5
Pada sebuah artikel penelitian tahun 2003 mengenai diagnosis leukokoria di
University Eye Hospital di Cluj-Napoca, Rumania, dicantumkan bahwa dua persen
kasus penderita leukokoria unilateral maupun bilateral yang dirawat di rumah sakit
tersebut memiliki hubungan dengan persistent hyperplastic primary vitreous. Sebuah
artikel penelitian lain yang dilakukan di sebuah rumah sakit di Jerman pada Januari
1999 sampai Juni 2005 menyebutkan bahwa 18 persen penyebab leukokoria pada anak
adalah malformasi (persistent hyperplastic primary vitreous, coloboma, anomali diskus,
dan kombinasi abnormalitas perkembangan).6
Persistent fetal vasculature ini termasuk malformasi okular kompleks yang
membutuhkan diagnosis dini dan manajemen terbaik. Hal ini dikarenakan persistent
fetal vasculature merupakan salah satu penyebab sering leukokoria pada anak.
Leukokoria pada anak membutuhkan perhatian secepatnya karena sejumlah anak

1
2

dengan keadaan patologi ini memiliki ancaman terhadap kehidupannya maupun


gangguan penglihatan permanen.7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Vitreous


Perkembangan vitreous dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu:
1. Fase pertama (bulan pertama kehamilan; ukuran fetus 5 – 13 mm dari cranium
sampai coccyx): Primary vitreous mulai dibentuk pada periode ini. Fase ini
dimulai dari minggu ketiga sampai minggu keempat kehamilan dengan ukuran
fetus 4-5 mm, dimana neural ektoderm terpisah dari ektoderm permukaan. Pada
saat fetus berukuran 10 mm, optic vesicle menjadi berbentuk cekung dan
masuknya sel mesodermal ke dalam optic cup melalui fisura koroidal embrio.
Ruang antara vesikel lensa dan lapisan dalam optic cup terisi oleh fibril-fibril,
sel-sel mesoderm, dan saluran pembuluh darah dari sistem hyaloid. Elemen-
elemen ini bersama membentuk primary vitreous.1,8

Gambar 1. Perkembangan vitreous dan regresi sistem hyaloid9


Pada kehamilan minggu kelima (ukuran fetus 10-12 mm), terjadi penutupan
(fusi) fisura optik anterior yang mengakibatkan mata menjadi sistem tertutup dan

3
4

tekanan internal dihasilkan oleh struktur yang berkembang didalam optic cup.
Pada tahap ini primary vascular vitreous mencapai perkembangan maksimum,
yaitu di usia dua bulan kehamilan. Fungsi utama dari primary vitreous adalah
menyuplai nutrisi untuk perkembangan lensa. Sesuai dengan fungsinya sebagai
penyuplai nutrisi, primary vitreous sebagian besar terdiri dari pleksus vaskular,
tunica vasculosa lentis anterior dan posterior, yang menutupi permukaan anterior
dan posterior lensa. Pleksus vaskular ini berasal dari arteri hyaloid dan
percabangannya. Sistem vaskular dan primary vitreous ini mengalami penurunan
sejalan dengan perkembangan kapsul posterior lensa di akhir bulan kedua
kehamilan.1,8

Gambar 2: Skematik suplai pembuluh darah sementara fase embrio

2. Fase kedua (bulan kedua kehamilan; ukuran fetus 14 – 70 mm dari cranium ke


coccyx): Secondary vitreous mulai terbentuk selama periode ini.
Perkembangannya dimulai segera setelah primary vitreous benar-benar matang
yaitu mulai muncul pada akhir minggu keenam. Badan vitreous yang avaskular
ini terdiri dari hyalocyte dan serat kolagen tipe II yang diduga berasal dari
derivat sel mesenkim primary vitreous yang berdiferensiasi menjadi monosit.
Dalam perkembangan normal, secondary vitreous berkembang untuk menekan
primary vitreous sentral menjadi kanal sentral residu (hyaloid canal atau
Cloquet’s canal). Konten asam hyaluronic di dalam vitreous sangat rendah
selama perinatal dan meningkat setelah lahir.1,8
5

3. Fase ketiga (bulan ketiga kehamilan; ukuran fetus 71 – 110 mm dari cranium ke
coccyx): Tertiary vitreous berkembang dari struktur yang telah ada di secondary
vitreous. Secondary vitreous masih ada. Serat-serat zonula berbentuk ligament
suspensorium pada lensa berkembang selama periode ini.1,8

2.2 Anatomi Vitreous


Vitreous menempati sekitar 80% dari volume total mata yaitu sekitar 4 ml.
Vitreous mengisi ruang antara lensa dan retina, dan terdiri atas air, matriks serat kolagen
tiga dimensi dan gel asam hialuronat sehingga bola mata tetap bulat. Sembilan puluh
delapan persen dari vitreous tersusun atas air dan sisanya merupakan jaringan kolagen
dan hyaluronic acid, yang memberikan konsistensi pada vitreous seperti agar, karena
kedua komponen tersebut mempunyai potensi yang sangat besar untuk menyerap air.8,11
Vitreous merupakan suatu jaringan seperti kaca bening, tidak berwarna dan
tembus pandang, di dalamnya terdapat sel-sel bundar atau bercabang-cabang yang
mungkin berasal dari sel darah putih. Vitreous berperan mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Nutrisinya didapat dari badan siliar, koroid, dan
retina, oleh karena vitreous sendiri tidak mengandung pembuluh darah. Arteri hialoidea
yang semula ada di dalamnya, menghilang pada bulan-bulan akhir kehidupan fetus,
kadang-kadang terdapat sisanya berupa benang atau bercak hitam. Kanalis hialoid juga
bisa mengeras dan merupakan suatu pipa kecil kelabu yang berjalan dari pollus
posterior lensa ke papil.8
Permukaan luar vitreous, dikenal sebagai korteks, ditutupi oleh membran haloid
yang merupakan massa yang kental dan tidak berstruktur. Korteks berkontak dengan
lensa (korteks vitreous anterior) dan memiliki daya lekat yang berbeda-beda ke
permukaan retina (korteks vitreous posterior). Hubungan dengan lensa menghilang
dengan bertambahnya umur. Hubungan vitreous dengan lensa, zonula Zinnii, badan
siliar dan retina tidak erat, terkecuali pada tempat tertentu yang disebut basis viterous
(vitreous based) yaitu daerah lensa, pars plana badan siliar, retina di belakang ora serata,
makula, papil saraf optik. Pada tempat basis vitreous terdapat serat-serat fibril kolagen
yang menyebabkan terdapatnya hubungan yang erat. Vitreous berperan dalam
mempertahankan tekanan intraokular dan memungkinkan cahaya ditransmisikan ke
6

retina. Vitreous juga memiliki peran penting dalam menjaga metabolisme jaringan
intraokular dengan membantu metabolisme lensa dan retina.8,11
Terdapat dua penambahan tempat antara vitreous anterior dan retina, terdiri dari
Weiger’s ligament (hyaloideocapsular ligament) yang menghubungkan vitreous anterior
dengan permukaan posterior lensa sekitar 1 mm dibelakang garis equator. Pada posterior
vitreous menempel kuat pada cincin disekitar garis optic disc. Penempelan yang lebih
longgar pada posterior vitreous terdapat pada area makula dan pada pembuluh darah
superfisial retina.8,11
Proses penuaan, peradangan, perdarahan, trauma, dan proses-proses lain sering
menyebabkan kontraksi matriks kolagen vitreous. Korteks vitreous posterior kemudian
memisahkan diri dari retina pada daerah yang perlekatannya lemah dan dapat
menimbulkan traksi pada daerah-daerah yang perlekatannya lebih kuat. Sebenarnya,
vitreous tidak pernah lepas dari basisnya. Vitreous juga melekat pada nervus optikus dan
dengan keeratan yang kurang pada makula dan pembuluh-pembuluh retina. Perlekatan
ke daerah makula adalah salah satu faktor yag bermakna dalam patogenesis membran
epimakula dan lubang makula.8

2.3 Persistent Fetal Vasculature


2.3.1 Definisi Persistent Fetal Vasculature
Persistent Fetal Vasculature (PFV) atau yang sering dikenal dengan Persistent
Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV) adalah suatu keadaan dimana primary vitreous
embrionik tidak berkembang secara normal yang bertahan hingga periode pembentukan
second vitreous, yang berhubungan dengan hiperplasia element mesodermal yang
terkandung dalam primary vitreous dan sistem arteri hyaloid. Hal ini ditandai dengan
persisten dari berbagai bagian vitreous primer (embrionik sistem vaskular hyaloid
termasuk tunika vaskulosa lentis posterior) dengan hiperplasia dari jaringan ikat pada
waktu embrio dan terkait dengan mikroptalmia, katarak, dan glaukoma.9,10
PFV merupakan penyakit kongenital non heriditer yang dapat menimbulkan
dampak yang serius pada penglihatan. PHPV bilateral biasanya berhubungan dengan
kondisi sistemik dan suatu sindrom, seperti trisomi 13, 15, 18, dan 21. Katarak progresif
sering terjadi, terkadang menjadi katarak yang komplet. Kelainan lain yang
7

berhubungan dengan PFV/PHPV adalah elongasi prosesus siliari, prominent pembuluh


darah radialis iris, dan persisten arteri hyaloid.10

Gambar 3. Awal perkembangan vitreous primer terdapatnya arteri hyaloid yang


mensuplai nutrisi dan oksigen pada mata.13

2.3.2 Epidemiologi
Prevalensi Persistent Fetal Vasculature (PFV) yang tepat belum diketahui. PFV
dianggap penyakit yang sangat jarang dijumpai. Kondisi ini biasanya terjadi secara
unilateral, yaitu sebanyak 90% dan terisolasi (tanpa temuan sistemik yang
berhubungan). Sebuah studi tentang penyebab kebutaan pada anak dan kehilangan
penglihatan di Amerika serikat menunjukkan bahwa PFV menyumbang sekitar 5% dari
semua kasus kebutaan. PFV sering mengenai pada bayi prematur. Para peneliti
menemukan bahwa anomali terjadi pada lebih dari 95% pada bayi yang beratnya <500
pound saat lahir, dan lebih dari 90% pada bayi yang lahir <36 minggu kehamilan.1,2

2.3.3 Etiologi
Penyebab pasti Persistent Fetal Vasculature (PFV) masih belum diketahui. PFV
mungkin terjadi karena kegagalan dalam regresi vitreous primer atau dalam
pembentukan vitreous sekunder atau kombinasi keduanya. Pada beberapa pasien dengan
PFV, didapatkan mutasi gen pada NDP. Mutasi NDP berhubungan dengan vitreopathies
retina pada anak. Peran patogenetik dari mutasi NDP di PHPV didukung oleh temuan-
temuan pada hewan percobaan yang menunjukkan kegagalan arteri hyaloid primer
untuk beregresi. Satu pasien dengan bilateral PFV dilaporkan memiliki mutasi gen NDP
dan ibu pasien tersebut merupakan carrier.4
8

2.3.4 Klasifikasi
a. PFV Anterior
PFV anterior merupakan tipe yang lebih sering ditemukan. Pada PFV anterior,
didapatkan sisa-sisa arteri hyaloid yang persisten, dan membran fibrosa vaskular putih
atau sebuah massa terlihat berada pada posterior lensa. Selain itu juga ditemukan
mikrooptalmia, memanjangnya proses siliar yang terlihat disekitar lensa kecil, dan bilik
mata depan dangkal yang dapat disebabkan oleh glaukoma sudut tertutup. Pupil putih
(leukokoria) biasanya akan ditemukan segera setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
membran fibrous vaskularisasi berada pada posterior lensa. Gangguan penglihatan baik
yang ringan atau berat tergantung pada tingkat keparahan penyakit tersebut.2
Pada pasien dengan PFV anterior memiliki kesempatan terbaik untuk rehabilitasi
visual yang sukses. Hal ini dapat dilihat dari bagian posterior yang normal dengan tidak
ada lipatan retina dan tidak ada kelainan saraf optik atau makula.10
Pada kasus yang berat, lensa menyerupai membran opak (membranous cataract)
dan bisa menyebabkan kebutaan. Dalam kasus yang jarang, jaringan lemak akan
terbentuk (lipomatous pseudophakia) bisa juga terbentuk tulang rawan pada lensa tetapi
kasusnya jarang. Jaringan parut pada retrolentikular menarik prosesus siliaris ke tengah
dan ini akan terlihat dalam pupil. Pertumbuhan mata akan terlambat. Hal ini
mengakibatkan microphthalmos dan drainase dari aqueous humor juga terganggu,
dimana buphthalmos (hydrophthalmos) juga dijumpai.2
Secara histologis, pada PFV anterior ditandai dengan adanya massa vaskularisasi
dari jaringan ikat longgar di belakang lensa. Primary vitreous yang persisten menarik
prosesus siliaris ke dalam. Daya kontraktilitas jaringan mengakibatkan kerutan hingga
ke kapsul lensa posterior. Kapsula lensa posterior dapat mengalami robekan akibat gaya
tersebut, mengakibatkan rekasi inflamasi granulomatosa mengenai protein lensa,
kondisi ini disebut uveitis granulomatosa.14
PFV anterior juga dikenal sebagai persistent tunika vasculosa lentis dan
persistent posterior fibrovascular sheath pada lensa. Keadaan ini biasanya terkait
dengan katarak, glaukoma, dan membran retrolentikular. PHPV anterior seharusnya
didiagnosa banding dengan penyebab leukokoria yang lain. Membedakan PHPV dengan
retinoblastoma sangat penting. Pada retinoblastoma selalu tidak jelas kelihatan saat
9

lahir, biasanya bilateral dan tidak disertai dengan mikropthalmus atau katarak.
Penatalaksaan dengan menggunakan lensektomi dan pelepasan membran fibrovaskular
retrolental akan mencegah terjadinya glaukoma sudut tertutup. Namun, perkembangan
menjadi katarak sekunder sering ditemukan.2
Tabel 1. Tanda Khas pada PFV anterior10

Gambar 4. PFV anterior, suatu massa fibrovaskular disuplai oleh arteri hyaloid
yang persisten yang letaknya berdekatan dengan permukaan posterior dari lensa.
Badan siliar dan sudut ruang okuli tidak terganggu.2

Gambar 5. PHPV anterior menunjukkan mikrophtalmus disertai katarak.2

b. PFV Posterior
Dalam PFV posterior sisa-sisa serabut vaskular terlihat timbul dari saraf optik
tapi tidak mencapai lensa sehingga biasanya tidak menyebabkan katarak. PFV posterior
dapat dikaitkan dengan perkembangan abnormal dari retina, saraf optik, makula, vitreal
10

stalk, dan membran vitreal. Retina sekitarnya dapat terjadi parut atau terpisah. Jika ada
keterlibatan signifikan dari saraf optik dan/atau retina, penglihatan yang baik tidak
mungkin didapatkan. Presentasi murni posterior bisa dijumpai ablasio retina dan
displasia retina.2
Tanda klinis yang dapat dijumpai yaitu mata mungkin mikrooptalmia atau
normal, tetapi bilik mata depan biasanya normal, tanpa membran retrolental.
Leukokoria dapat dijumpai jika membran PFV cukup besar, cukup tebal, dan berada di
depan vitreus. Lensa biasanya jernih tetapi dapat juga menjadi katarak seiring dengan
berjalannya waktu jika pembuluh darah dari membran yang berkembang memasuki
lensa melalui kapsul posterior. Lensa dapat membengkak dan mengakibatkan galukoma
sekunder sudut tertutup.2,10
Pada PFV posterior, pasien akan memiliki fungsi penglihatan yang buruk karena
traksi ablasi retina pada bagian posterior. Makula dapat menjadi hipoplastik dengan
hipopigmentasi, dan maculopathy pigmen. PFV posterior harus dibedakan dengan
retinopathy premature, ocular toxocariasis, dan familial exudative vitreoretinopathy.
PHPV anterior dan posterior bisa juga terjadi secara bersamaan.1,4

Tabel 2. Tanda khas pada PFV posterior10


11

Gambar 6. PFV posterior, terlihat septum linier dari saraf optik ke lensa.

c. PFV komplit
PFV tipe komplit merupakan gabungan dari PFV anterior dan PFV posterior.
PFV komplit terjadi ketika terdapatnya vascular stalk yang membentang dari optic nerve
hingga ke posterior lensa (retrolental). PFV tipe ini juga sering ditemukan. Tanda klinis
yang dapat dijumpai merupakan gabungan tanda klinis dari PFV anterior dan PFV
posterior, seperti mikroptamia, leukokoria, BMD dangkal, terdapat kekeruhan di lensa.

2.3.5 Patofisiologi
Selama perkembangan embriologi mata, kompartemen antara saraf optik dan
belakang dari lensa berisi sistem vaskular (arteri hyaloid) yang memberikan nutrisi dan
oksigen bagi perkembangan mata. Pembuluh darah hyaloid dan vitreous primer
seharusnya mundur pada trimester ketiga sewaktu hamil karena tidak lagi diperlukan.4,5
Vitreous primer terbentuk antara lapisan dalam dari optic cup dan dengan sistem
vaskular hyaloid bersamaan dengan perkembangan embriologi lensa terjadi pada kira-
kira minggu ke-3 sampai minggu ke-6 yang membentuk serabut-serabut vitreous dari
vitreous primer. Akhirnya vitreous primer terletak di belakang kutub posterior lensa
bersama sisa-sisa pembuluh hyaloid.16
Serabut-serabut dan sel-sel dari vitreous sekunder berasal dari vitreous primer
vaskuler. Di anterior, perlekatan vitreous sekunder yang erat pada membran limitans
interna retina merupakan tahap-tahap awal pembentukan basis vitreous. Sistem hyaloid
mengembangkan pembuluh-pembuluh darah vitreous, selain dari pembuluh darah pada
permukaan kapsula lentis (tunica vasculo lentis). Sistem hyaloid berkembang dan
kemudian beratrofi dari posterior ke anterior.16
Atrofi yang tidak sempurna dapat mengakibatkan hyaloid anterior akan tersisa
yang berhubungan dengan lensa atau terdapat sisa-sisa hyaloid posterior yang
berhubungan dengan saraf optik. Apabila terjadi kegagalan pada regresi akan terjadi
kondisi yang dinamakan Persistent Fetal Vasculature (PFV).4
12

Sebuah contoh dari sisa-sisa anterior adalah titik Mittendorf. Papila Bergmeister
mungkin dianggap sebagai sisa-sisa posterior sistem hyaloid. Periode ketiga
pembentukan vitreous dimulai pada akhir bulan ketiga. Vitreous tersier dimulai sebagai
akumulasi serat kolagen antara ekuator lensa dan bagian badan siliar dan akhirnya
berdiferensiasi menjadi dasar vitreous dan zonules lensa.16

Gambar 7. Mata pada usia gestasi 3 bulan.13


PFV pada satu mata tidak dianggap sebagai kelainan genetik, oleh karena itu
tidak dapat diturunkan pada anak-anak. Namun, konseling genetik harus disarankan
kepada setiap keluarga dengan anak yang terkena untuk informasi spesifik.4

2.3.6 Gambaran Klinis


Tanda-tanda yang paling umum adalah leukokoria dan mikroptalmia. Selain itu
bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hyphema, dan uveitis. Presentasi klinis
dapat bervariasi. Selain itu, dilatasi pupil sering tidak sempurna dan mungkin ada traksi
pada jaringan dibelakang iris (proses silia).4,5
Dalam lebih dari 90% kasus PHPV adalah unilateral. Dilaporkan juga 13%
pasien mempunyai ukuran bola mata yang normal dan hampir 26% mengalami
buphtalmic. Bagian depan mata (ruang anterior) mungkin lebih dangkal dari yang
normal sehingga meninggalkan sedikit ruang antara iris dan kornea. Ini merupakan
faktor predisposisi terjadinya glaukoma pada anak.2,4
Traksi dari proses siliari kadang-kadang terlihat di pinggiran pupil yang
berdilatasi. Mata kecil, refleks putih pupil dan pembuluh darah hyaloid terlihat diatas
permukaan anterior iris, papiler margin dan permukaan posterior iris merupakan
13

parameter diagnostik yang sangat penting. Kadang-kadang perdarahan intravitreal yang


luas dan ablasio retina bisa dijumpai. Ketajaman visual dapat mendekati normal.
Strabismus dapat dijumpai pada saat lahir atau berkembang tidak lama setelah periode
postnatal.4,5
Meskipun penyakit ini biasanya terisolasi, telah dilaporkan terdapat kombinasi
dengan sindrom lainnya yaitu trisomi 13, Norric disease, Walker-Walburg syndrome,
incontinentia pigmenti, cerebro-oculo-dysplasia-muscular dystrophy, fetal alcohol
syndrome, neurofibromatosis 2, dan Axenfeld-Rieger syndrome. Selain itu, kelainan
kongenital lainnya pada retina bisa hampir sama dengan PHPV dan harus
dipertimbangkan ketika kedua mata terlibat.2

2.3.7 Diagnosis
Diagnosis PFV berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan mata yang
komprehensif dan dikonfirmasi dengan ultrasonografi, CT-scan atau magnetic resonance
imaging (MRI). Diagnosis awal dari PFV mungkin sulit untuk ditegakkan karena
didapati kekeruhan total pada kornea. Temuan pencitraan tergantung pada ukuran,
ketebalan, dan tingkat vaskularisasi dari massa fibrovaskular. Pada B-scan
ultrasonografi menunjukkan stalk dari bagian posterior pole menuju ke bagian lensa,
dapat digunakan dalam mengesampingkan massa dan ablasi retina. Ultrasonografi pada
PFV menunjukkan massa ecogenic pada posterior dari lensa dengan sebuah band
hyperechoic memanjang dari bagian posterior dari bola mata ke permukaan posterior
massa retrolental, sesuai dengan kanal Cloquet. Arteri hyaloid dapat dilihat pada kanal
ini dengan pemeriksaan Doppler. Ablasi retina dapat dilihat sebagai struktur lengkung
echogenic didalam gambaran anechoic pada vitreous. Kadang-kadang gambaran
hiperechogenic yang heterogen yang terlihat di dalam vitreous menandakan
perdarahan.1
CT-scan dapat menunjukkan gambaran membran PFV dan sangat berguna untuk
diagnosis PFV tipe posterior. Pada CT-Scan hampir selalu menunjukkan gambaran
micropthalmos. Pada bagian apeks, terlihat sebuah band linier atau septum meluas ke
posterior dapat dikatakan sebuah temuan yang memungkinkan diagnosis yakni PFV.2
14

Kadang-kadang penurunan energi pada sinar radiasi yang melewati pada


vitreous body dapat dilihat, ini selalu dikaitkan dengan jaringan vibrovaskular dan darah
yang berhubungan dengan perdarahan berulang. Pada CT-Scan didapatkan bilik mata
depan dangkal, dan tidak dijumpai kalsifikasi. Lensa tampak abnormal dan kecil,
transparan, atau bulat karena edema. 1,5
CT-scan tidak selalu dapat membedakan PHPV dengan retinoblastoma.
Pemeriksaan MRI lebih unggul dalam membedakan PHPV dari retinoblastoma. Lensa
yang abnormal, elongasi prosessus ciliary, dan massa retrolental bisa terlihat. Pemberian
bahan kontras gadolinium secara intravena biasanya akan terjadi perbaikan pada
retrolental vitreous primer.2

Gambar 8. Hasil B-scan menunjukkan stalk yang terbentang dari kutub posterior
lensa, terdapat juga mikroptalmia, dan ablasi retina.10

Gambar 9. Pada Ultrasound didapati garis linear hypoekogenik dari posterior ke


anterior yang sejajar dengan sisa arteri hyaloid.18
15

Gambar 10. Pada MRI, didapati garis hypointens dari posterior kapsula ensa ke
optic disc18

2.3.8 Diagnosis Banding


PFV memiliki tanda klinis yang sama seperti kelainan mata lainnya, sehingga
dapat mengakibatkan misdiagnosis atau underdiagnosis. Tanda klinis seperti leuokoria,
retina yang terpisah, retinal folds, dan katarak memiliki peran untuk membingungkan
dalam membedakan antara PFV dan patologi okular lainnya yang memiliki tanda klinis
yang serupa.2
Retinoblastoma yang juga biasanya dijumpai leukokoria dan micropthalmos
harus dipikirkan dalam mendiagnosa banding PFV. Diagnosa retinoblastoma dapat
disingkirkan berdasarkan pemeriksaan USG atau CT-scan. Pemeriksaan pencitraan
untuk retinoblastoma akan dijumpai massa intraokular dengan kalsifikasi. PFV adalah
penyebab paling umum kedua setelah retinoblastoma apabila dijumpai leukokoria.2
Kondisi penyakit lain yang dapat hampir sama temuannya dengan PHPV
termasuk Coast disease, retinopathy of prematurity (ROP), microphthalmia,
incontinentia pigmenti, congenital cataract and ocular toxocariasis. Selain itu, PHPV
dapat didiagnosa banding dengan coloboma of optic nerve, coloboma of posterior pole,
uveitis, cataract, myelinated nerve fibers, juvenile xanthogranuloma, falciform retinal
folds.10
16

Tabel 3. Diagnosis banding untuk PFV


- Retinoblastoma
- Norrie’s disease
- Ocular toxocariasis
- Retinal dysplasia
- Incontinentia pigmenti
- Uveitis
- Congenital cataract
- Coat’s disease
- Retinopathy of prematurity
- Familial exudative vitreoretinopathy

Tabel 4. Diagnosa banding untuk leukokoria1


Penyebab Kriteria Banding

Katarak kongenital Awal infan, unilateral atau bilateral,


(4-8:20.000)
ukuran bola mata normal

Retinoblastoma (1:20.000) Infan, ukuran bola mata normal,


unilateral (2/3 kasus) atau bilateral
(1/3 kasus), kalsifikasi

Retinopathy of prematurity, grade V Awal infan, bilateral, lahir preterm


(1:20.000) dengan terapi oksigen

Exudative retinitis ( Coats’disease) Anak-anak, unilateral

Persistent hyperplastic primary Unilateral, micropththalmos, connatal,


Vitreous centrally displaced ciliary processes

Tumor Astrocytoma, medulloepithelioma

Exudative retinal detatchment Toxocariasis, angiomatosis retinae


(von Hippel-lindau tumor), diffuse
choroidal hemagioma.

Penyebab lain Norrie’s disease, incontinentia


pigmenti (Bloch-Sulzberger disease),
juvenile retinoschisis, retinal
dysplasia, vitreous abscess, myelinized
nerve fibers, coloboma of the optic
17

disk (morning glory disk), foreign


bodies in the vitreous chamber.

Norrie’s disease merupakan penyakit terkait gangguan pada X-linked yang


digambarkan oleh proses displastik dari retina yang dikenal sebagai peseudoglioma
yang menyertai kebutaan bawaan bilateral. Hal ini biasanya dibedakan dari PFV oleh
manifestasi sistemik yang ditimbulkan termasuk keterbelakangan mental dan cacat
pendengaran.16
Ocular toxocariasis juga dapat membingungkan dalam membedakannya dengan
PFV, terutama setelah berkembang ke titik ablasi retina total. Gambaran yang sering
dilihat yaitu retinal fold dan atau massa glial yang besar meluas ke dalam vitreous dari
saraf optik. Namun, ocular toxocariasis dapat dibedakan dengan PFV dari usia.
Mayoritas anak-anak yang mengalami ocular toxocariasis berusia antara empat sampai
enam tahun, yang mana lebih tua dibandingkan anak-anak yang mengalami PFV. 16
Penyakit lainnya yang dijumpai adanya leukokoria yaitu retinal dysplasia dan
inkontinensia pigmenti. Retinal dysplasia terjadi ketika retina gagal untuk menjadi
matur. Ini melibatkan membran retrolenticular putih atau merah muda, mata
mikroptamia dengan bilik mata depan dangkal dan ruang silia yang memanjang.
Inkontinensia pigmenti adalah gangguan kulit yang langka yang biasanya terdapat pada
anak perempuan. Sepertiga kasus melibatkan massa retrolentikular.16

2.3.9 Penatalaksanaan
Tujuan dalam pengobatan PFV adalah menyelamatkan mata dari komplikasi
apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit pthysis bulbi), mempertahankan
ketajaman visual tetap ada, dan mencapai hasil kosmetik yang dapat diterima.1,4,5
Tindakan bedah diindikasikan apabila dijumpai komplikasi berupa kolaps ruang
anterior yang progresif, peningkatan tekanan intraokular, perdarahan pada vitreous, dan
ablasio retina.17
Apabila terapi pada PFV anterior diperlukan, tindakan bedah harus dilakukan
secepat mungkin. Reese menyatakan terdapat dua tahap dalam tindakan bedah pada
PFV yaitu lensektomi dan membranektomi. Dengan munculnya alat pemotong vitreous
18

dan gunting halus intraokular, vitrektomi menjadi satu tahap prosedur perawatan standar
pada masa ini.15
Vitrektomi adalah operasi untuk menghilangkan badan kaca atau vitreous (jelly
bening seperti kaca) dari dalam bola mata. Vitrektomi merupakan operasi mikro yang
dilakukan diruang operasi. Anestesi dapat dilakukan secara lokal atau umum. Untuk
prosedur yang lebih rumit dilakukan anestesi umum. Dua atau tiga sayatan tipis pada
sklera akan dibuat agar beberapa alat yang kecil dapat diselipkan ke mata seperti lampu
fibreoptik, pemotong vitreous, gunting halus intraokular, dan alat laser pada bagian pars
plana. Cairan vitreous akan digantikan bahan lain seperti larutan garam yang mirip
dengan cairan tubuh, udara, atau gas. Cairan vitreous tidak akan terbentuk lagi dan mata
dapat berfungsi tanpa vitreous. Pada akhir operasi sayatan tadi akan dijahit kembali dan
akan sembuh perlahan-lahan. Operasi terdiri dari pengangkatan vitreous dan mengupas
jaringan parut dari permukaan retina. Ini adalah operasi yang halus. Operasi ini
dilakukan bila penglihatan terganggu atau distorsi mengganggu penglihatan mata yang
sehat.15
Gangguan pada segmen posterior bisa juga terlihat dengan menggunakan
instrumen ini. Tindakan bedah pada kasus PHPV posterior jarang dilakukan apabila
tidak terdapat traksi pada retina dan kapsul lensa.15
Visual rehabilitasi (lensa aphakia dan terapi ambliopia) dilakukan untuk
memperoleh visual yang bagus. Dalam kasus kelainan berbagai segmen di posterior,
rehabilitasi visual tidak memungkinkan untuk dilakukan. Pada pasien yang tidak bisa
dioperasi, penggunaan lensa kontak pupil hitam diperlukan.5

2.3.10 Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada PFV berupa:5
a. Glaukoma
Pada PFV didapati tanda klinis seperti pupil yang tidak berdilatasi dengan baik,
terdapatnya traksi dari jaringan dibelakang iris (prosesus siliaris). Selain itu juga di bilik
mata depan biasanya lebih dangkal dari normalnya, mengakibatkan ruang antara iris dan
bagian kornea menjadi lebih kecil. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya glaukoma
pada anak yang menderita PFV.
19

b. Katarak
Pada PFV sering dijumpai adanya komplikasi katarak. Dikarenakan terdapatnya
kekeruhan pada retrolental lensa. Hal ini dapat mengganggu penglihatan.
c. ablasio retina
Ablasio retina dapat menjadi salah satu komplikasi dari PFV. Tarikan dari stalk
yang persisten dapat mengakibatkan terjadinya ablasio retina.
d. pendarahan intraokular
Di beberapa kasus dapat terjadi perdarahan intraokular. Perdarahan dapat terjadi
sebagai akibat dari rupturnya retina.

2.3.11 Prognosis
Prognosis bergantung pada tingkat keparahan gangguan yang terjadi. Namun
tindakan intervensi bedah yang adekuat sering dapat menyelamatkan mata dan
menstabilkan ketajaman visual.2,4
BAB III
KESIMPULAN

Persistent Fetal Vasculature (PFV) atau biasa disebut Persistent hyperplastic


primary vitreous (PHPV) merupakan suatu keadaan dimana primary vitreous embrionik
tidak berkembang secara normal yang bertahan hingga periode pembentukan second
vitreous, yang berhubungan dengan hiperplasia element mesodermal yang terkandung
dalam primary vitreous dan sistem arteri hyaloid. Penyebab dari penyakit ini masih
belum diketahui.
Penegakan diagnosis PFV dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan imaging. PFV diklasifikasikan menjadi dua, yaitu PFV anterior dan PFV
posterior, di mana prognosis PFV anterior lebih baik daripada PFV posterior. Tanda-
tanda yang sering dijumpai yaitu leukokoria dan mikroptalmia. Selain itu bisa dijumpai
katarak, strabismus, glaukoma, hyphema dan uveitis.
Semakin cepat terdeteksi adanya PFV, semakin cepat pula rencana tindakan yang
akan diambil sehingga diharapkan hasil maksimum dalam perbaikan visus penderita.

20
21

DAFTAR PUSTAKA

1. Lang G. K. 2000. Abnormal Changes in The Viterous Body. Dalam:


Ophthalmology Short Textbook, 1st ed. USA: Thieme Stuttgart Publishing
Ltd. p: 285-287.
2. Regillo. C, Chang T. S. 2014. Disease of Vitreous and Vitreoretinal
Interface. Dalam: Retina and Vitreous. Singapore: American Academy of
Ophthalmology Ltd., 3rd Edition. p: 307-309.
3. Crick R. P, Khaw P. T. 2003. Congenital Abnormaities and Genetic
Disorders. Dalam: A Textbook of Clinical Ophthalmology. Singapore:
World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd., 3rd Edition. p: 427.
4. Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Diunduh dari:
http://www.institutvision.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=220&Itemid=75&lang=en&limitst
art=1 [Diperoleh: 9 Mei 2016]
5. Alex V. L. 2003. Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Department of
Ophthalmology The Hospital for Sick Children University of Toronto er
2003. Diunduh dari: http://www.pgcfa.org/files/MORIN_03_WINTER.pdf
[Diperoleh: 9 Mei 2016]
6. Haider S, Qureshi W, Ali A. 2008. Leukocoria in Children. J Pediatr
ophthalmol Strabismus. Vol. 45 (3): 179-80.
7. Funariu I. 2003. Leukokoria. Diagnosis and Treatment. Oftalmologia.
58(3): 35-8
8. Riordan-Eva P. 2010. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: Riordan-
Eva P, Whitcher JP. Vaughn & Asbury Oftalmologi Umum (edisi 17).
Terjemahan oleh: Pendit BU, Susanto D (editor). EGC. Jakarta, Indonesia,
hal:14, 26.
9. Liesegang TI, Skuta GL, Cantor, LB, et al. 2008. Retina and Vitreous
(Section 12). American Academy of Ophthalmology.
10. Pollard ZF. 1997. Persistent Hyperplastic Primary Vitreous: Diagnosis,
treatment and Results. Tr. Am. Ophth. Soc. Vol. XCV.
11. Ilyas S. 2009. Ilmu Penyakit Mata (edisi 3). Balai Penerbit FKUI. Jakarta,
Indonesia.

21
22

12. Kaste SC, Jenkins III JJ, Meyer D, et al. 1994. Persistent Hyperplastic
Primary Vitreous of The Eye: Imaging Findings with Pathologic
Correlation. AJR 1994; 162; 437-440.
13. Scott E. O, Leonard B., Ocular Developmental Anomalies. Vitreous
Differentiation. Diunduh dari:
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v9/v9c053.
html [Diperoleh: 10 Mei 2016]
14. Margo, Curts E. and Lynn E. Harman. 2015. Pathology of the Vitreous.
Dalam Eye Pathology: And Illustrated Guide. New York. Springer
Heidelberg New York Dordrecht London.
15. Vaughan D. G., Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: Oftalmologi
Umum. Jakarta: 2000: Widya Medika Publishing, 28-29.
16. Silbert, Mira and Andrew S. Gurwood. 2000. Clinical Review Persistent
Hyperplastic Primary Vitreous. Elsevier Clinical Eye and Vision Care 12:
131-137.
17. Muller-Forell W. S. 2006. Orbital Pathology. Dalam: Imaging of Orbital
and Visual Pathway Pathology, 1st Edition.
18. Guler, Ibrahim. 2013. Primary Hiperplastic Persistant Vitreus. Eur J Gen
Med. 10(2): 115-117.

22

Anda mungkin juga menyukai