Oleh:
Wahyu Satria Wiwaha (132011101015)
Rahma Illa Putri Utami (132011101019)
Pembimbing:
dr. Ida Srisurani W. A., M.Kes
dr. Abdul Rouf
i
MINI RISET
Oleh:
Wahyu Satria Wiwaha (132011101015)
Rahma Illa Putri Utami (132011101019)
Pembimbing:
dr. Ida Srisurani W. A., M.Kes
dr. Abdul Rouf
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Mini riset berjudul “Hubungan Antara Status Gizi dengan Kejadian Diare Akut
Pada Balita Usia 24-60 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Mayang” telah
disahkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Jember pada:
hari/tanggal : ……, …. Desember 2018
tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Jember
Tim Pembimbing
iii
ABSTRAK
Konsumsi gizi yang baik dan cukup sangat diperlukan oleh seseorang
dalam masa tumbuh kembangnya, terutama pada masa balita. Perlunya perhatian
lebih di usia balita didasarkan bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas
(gold periode) ini bersifat tidak dapat kembali (irreversible). Permasalahan gizi
yang masih menjadi masalah utama di dunia adalah malnutrisi. Malnutrisi dapat
meningkatkan kerentanan anak terhadap penyakit dan mempengaruhi tumbuh
kembangnya. Salah satu masalah infeksi yang tersering menyerang balita adalah
diare. Di Indonesia, prevalensi diare pada kelompok anak usia 1-4 tahun sebanyak
16,7% dan merupakan prevalensi terbanyak dibandingkan dengan kelompok umur
lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara status
gizi dengan kejadian diare akut pada balita usia 24-60 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Mayang.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah cross sectional dengan
menggunakan teknik non-probability sampling dengan metode purposive
sampling untuk pengambilan sampel penelitian. Uji yang dilakukan dalam
penelitian menggunakan uji korelasi Lambda. Berdasarkan hasil uji statistik
diperoleh nilai p=0,309 (p>0,05) yang menunjukkan tidak ada korelasi yang
bermakna antara status gizi dengan diare akut pada balita. Tidak adanya hubungan
ini dikarenakan pada balita yang menderita diare paling banyak ditemukan pada
status gizi normal. Infeksi baik oleh virus, bakteri, dan parasit merupakan
penyebab tersering diare pada anak, virus terutama rotavirus merupakan penyebab
utama (60-70%) infeksi diare pada anak balita. Saran dari penelitian ini adalah
meningkatkan jumlah sampel yang lebih banyak dan meminimalisasi faktor bias,
serta meningkatkan upaya promosi kesehatan balita sehingga dapat menurunkan
angka kejadian diare.
iv
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan mini riset yang berjudul
“Hubungan Antara Status Gizi dengan Kejadian Diare Akut Pada Balita Usia 24-
60 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Mayang”. Mini riset ini disusun untuk
menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF/Lab. Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Penyusunan mini research ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Supangat, M.Kes. Ph.D, Sp.BA selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Jember;
2. dr. Dwita Aryadina Rachmawati, M.Kes selaku koordinator IKM Fakultas
Kedokteran Universitas Jember
3. dr. Ida Srisurani W. A., M.Kes selaku pembimbing mini riset;
4. dr. Abdul Rouf, selaku Kepala Puskesmas Mayang dan pembimbing
lapangan yang telah memberikan banyak pengetahuan dan masukan
selama menempuh pendidikan IKM;
5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan mini riset
ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi pembaca
khususnya untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan Fakultas Kedokteran
Universitas.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
2.3.4 Faktor Resiko............................................................................... 18
2.3.5 Patofisiologi ................................................................................ 18
2.3.6 Gejala ........................................................................................... 19
2.3.7 Diagnosis ..................................................................................... 20
2.3.8 Tatalaksana .................................................................................. 21
2.3.9 Komplikasi .................................................................................. 24
2.3.10 Pencegahan ................................................................................ 26
2.4 Pengaruh Status Gizi terhadap Diare Akut ........................................... 27
BAB 3. METODE PENELITIAN ..................................................................... 28
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 28
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 28
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian............................................................ 28
3.3.1 Populasi ....................................................................................... 28
3.3.2 Sampel ......................................................................................... 28
3.3.3 Besar Sampel ............................................................................... 28
3.3.4 Kriteria Sampel Penelitian ........................................................... 29
3.3.5 Teknik Pengambilan Sampel ....................................................... 29
3.4 Variabel Penelitian ............................................................................... 29
3.5 Definisi Operasional Penelitian ............................................................ 29
3.6 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 30
3.7 Pengolahan Data ................................................................................... 31
3.8 Teknik Analisis Data ............................................................................ 31
3.8.1 Analisis Univariat ........................................................................ 31
3.8.2 Analisis Bivariat .......................................................................... 31
3.9 Kerangka Kerja Penelitian ................................................................... 31
3.10 Masalah Etika ..................................................................................... 32
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 34
4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................... 34
4.1.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia ...................................... 34
4.1.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ...................... 34
4.1.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan Status Gizi............................ 35
vii
4.1.4 Karakteristik Sampel Berdasarkan Diagnosis Diare Akut .......... 35
4.1.5 Karakteristik Sampel Berdasarkan Status Gizi dan Diagnosis
Diare ............................................................................................ 36
4.2 Analisis Data ........................................................................................ 36
4.3 Pembahasan .......................................................................................... 37
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 40
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 40
5.2 Saran ..................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 40
LAMPIRAN ....................................................................................................... 42
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alat Pengukur Berat Badan Anak < 2 tahun ................................... 8
Gambar 2.2 Alat Pengukur Berat Badan Anak > 2 tahun ................................... 9
Gambar 2.3 Alat Pengukur Tinggi Badan ........................................................... 10
Gambar 2.4 Masalah Gizi Balita di Indonesia .................................................... 14
Gambar 2.5 Kategori Status Gizi berdasarkan Z-scores .................................... 16
Gambar 2.6 Cara Memeriksa Turgor Kulit dan Mata Cekung pada Anak
Diare …. .......................................................................................... 20
Gambar 2.7 Cara Membuat Oralit....................................................................... 22
Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian ............................................................. 32
x
BAB 1. PENDAHULUAN
1
menunjukkan diare sebagai penyebab kematian terbanyak pada balita di Indonesia
dengan presentase 25,2%. Berdasarkan data yang dihimpun dari 49 Puskesmas di
Kabupaten Jember selama tahun 2013, jumlah penderita diare tercatat sebanyak
60.872 jiwa dengan 26.386 jiwa diantaranya adalah penderita usia balita (Dinkes
Kab. Jember, 2013).
Masih tingginya angka kesakitan penyakit diare disebabkan karena adanya
kesehatan lingkungan yang belum memadai, status gizi, kepadatan penduduk,
tingkat pencapaian pendidikan, keadaan sosial ekonomi, dan perilaku masyarakat
yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi penyakit ini. Diare
dapat menyebabkan malnutrisi, bahkan berujung kematian. Malnutrisi telah lama
diketahui memiliki hubungan timbal balik dengan diare. Diare dapat
menimbulkan terjadinya malnutrisi, disamping itu malnutrisi juga dapat
menyebabkan timbulnya diare (Palupi et al., 2009).
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk memilih judul
penelitian “hubungan antara status gizi dengan kejadian diare akut pada balita usia
24-60 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mayang”.
2
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa
pihak, antara lain sebagai berikut.
a. Bagi Puskesmas Mayang, sebagai bahan masukan dan pertimbangan
kepada pihak manajemen untuk membuat kebijakan yang tepat untuk
menurunkan angka diare di wilayah kerja Puskesmas Mayang.
b. Bagi akademisi, sebagai bahan perbandingan dan referensi untuk studi
atau penelitian pada masa yang akan datang.
c. Bagi peneliti, sebagai bahan pengembangan wawasan keilmuan dan
wacana pengembangan penulisan mengenai pengaruh status gizi terhadap
diare.
d. Bagi Masyarakat, sebagai bahan masukan dan sebagai informasi tambahan
mengenai hubungan antara diare dengan status gizi sehingga lebih bisa
memerhatikan dan merawat kesehatan balita.
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Karakteristik
Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun
prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama, yaitu:
1. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah
(sefalokaudal)
2. Perkembangan dimulai dari batang tubuh kearah luar
3. Setelah dua pola diatas dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi
keterampilan-keteraampilan lain (Soetjiningsih, 2014).
Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif. Pada
konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta jaringan
intraseluler pada tubuh anak. Dengan kata lain, berlangsung proses multipikasi
4
organ tubuh anak disertai penambahan ukuran-ukuran tubuhnya. Hal ini ditandai
oleh:
1. Meningkatnya berat badan
2. Bertambahnya ukuran lingkar kepala
3. Muncul dan bertambahnya gigi dan geraham
4. Menguatnya tulang dan membesarnya otot
5. Bertambahnya organ-organ tubuh lainnya (Soetjiningsih, 2014).
Perkembangan pada masa balita merupakan gejala kualitatif, artinya pada
diri balita berlangsung proses peningkatan dan pematangan (maturase)
kemampuan personal dan kemampuan sosial:
1. Kemampuan personal ditandai dengan pendayagunaan setap fungsi alat-
alat pengindraan dan sistem organ tubuh lain yang dimilikinya
2. Kemampuan sosial (sosialisasi) sebenarnya merupakan efek dari
kemampuan personal yang makin meningkat. Dari sana diharapkan
dengan beragamnya aspek lingkungan sekitar akan membuatnya secara
sadar berinteraksi dengan lingkungan sekitar (Soetjiningsih, 2014).
5
sehingga daya tahan tubuhnya akan terjaga dengan baik dan tidak mudah
terserang penyakit.
2. Kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih)
Kebutuhan ini meliputi upaya orang tua mengekspresikan perhatian dan
kasih sayang, serta perlindungan yang aman dan nyaman kepada balita.
Orang tua perlu menghargai segala keunikan dan potensi yang ada pada
anak. Pemenuhan yang tepat atas kebutuhan emosi atau kasih sayang akan
menjadikan anak tumbuh cerdas secara emosi, terutama dalam
kemampuannya membina hubungan yang hangat dengan orang lain. Orang
tua harus menempatkan diri sebagai teladan yang baik bagi anak-anaknya.
3. Kebutuhan stimulasi dini (asah)
Stimulasi dini merupakan kegiatan orangtua memberikan rangsangan
tertentu pada anak sedini mungkin. Stimulasi dini meliputi kegiatan
merangsang melalui sentuhan-sentuhan lembut secara bervariasi dan
berkelanjutan, kegiatan mengajari anak berkomunikasi, mengenal objek
warna, mengenal huruf dan angka. Selain itu, stimulasi dini dapat
mendorong munculnya pikiran dan emosi positif, kemandirian, kreativitas
dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini secara baik dan benar
dapat merangsang kecerdasan majemuk (multiple intelligences) anak
(Soetjiningsih, 2014).
6
antara asupan zat gizi dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai proses
biologis. Kurang gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh kurangnya intake zat
gizi dibandingkan dengan kebutuhannya, sedangkan lebih gizi adalah keadaan
yang diakibatkan oleh intake zat gizi yang berlebih dibandingkan dengan
kebutuhannya. Keadaan gizi yang baik adalah jika intake zat gizi sesuai dengan
kebutuhan. Oleh karena itu sering juga disebut dengan gizi seimbang
(Soetjiningsih, 2014)
7
Pengukuran berat badan merupakan pemilihan terbaik,
dikarenakan :
Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam
waktu singkat karena perubahan konsumsi makanan dan
kesehatan.
Memberikan gambaran status gizi sekarang jika dilakukan
periodik memberikan gambaran pertumbuhan.
Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh
keterampilan pengukur.
Digunakan dalam kartu menuju sehat (KMS).
Berat Badan terhadap Tinggi Badan (BB/TB) merupakan
indeks yang tidak tergantung umur (Par’i et al., 2017).
Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan terdiri dari
timbangan pediatrik (beam balance) atau uniscale untuk anak
kurang dari 2 tahun dan timbangan elektronik atau timbangan
injak setelah anak berumur lebih dari 2 tahun (IDAI, 2009).
Gambar 2.1 Alat Pengukur Berat Badan Anak < 2 Tahun (IDAI, 2009)
8
Gambar 2.2 Alat Pengukur Berat Badan Anak >2 Tahun (Par’i et al., 2017)
9
Gambar 2.3 Alat Pengukur Tinggi Badan (IDAI, 2009)
10
pengukuran bidang frankort yang diukur menggunakan pita
pengukur yang ditempatkan melingkar di kepala melaluo bagian
yang paling menonjol (protuberantia occipitalis) dan dahi
(glabella), pita pengukur harus kencang mengikat kepala (IDAI,
2009). Dengan mengukur lingkar kepala dapat diperoleh beberapa
hal meliputi lingkar kepala merupakan standar prosedur dalam
memeriksa keadaan patologi dalam peningkatan ukuran kepala,
misalnya kasus hidrosefalus atau mikrosefalus, lingkar kepala
dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Dalam
antropometri gizi rasio lingkar kepala dan lingkar dada cukup
berarti dan menentukan KEP pada anak (Par’i et al., 2017).
5) Lingkar Dada (LIDA)
Penimbangan berat bayi baru lahir merupakan cara terbaik untuk
deteksi dini berat bayi lahir rendah/BBLR. Namun sebagai kendala
bahwa di lapangan tidak selalu tersedia alat timbang yang akurat,
sehingga dilakukan pengukuran lingkar dada bayi segera setelah
dilahirkan. Manfaat dari pengukuran lingkar dada adalah rasio
lingkar dada dan lingkar kepala dapat digunakan sebagai indikator
KEP pada balita. Pada anak yang menderita KEP terjadi
pertumbuhan lingkar dada yang lambat rasio lingkar dada dan
lingkar kepala < 1 (Par’i et al., 2017).
6) Tinggi Lutut
Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data
tinggi badan didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat
berdiri atau lansia (Par’i et al., 2017).
7) Jaringan Lunak
Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang bervariasi.
Antropometri dapat dilakukan pada jaringan tersebut untuk
menilai status gizi di masyarakat. Salah satu jenis yang diukur
adalah lemak subkutan (subcutaneous fat) (Par’i et al., 2017).
11
b. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidak cukupan zat
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial
tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-
organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat
(rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara
cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih
zat gizi. Survei juga digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi
seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan
gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Kemenkes RI, 2015).
c. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen
yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam
jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah,
urin, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan
akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala
klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih
banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik
(Par’i et al., 2017).
d. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status
gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan
dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic
of night blindnes) dengan cara tes adaptasi gelap (Par’i et al., 2017).
12
2. Secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung terdiri dari:
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan
gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,
keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan
dan kekurangan zat gizi (Kemenkes RI, 2015).
Metode pengukuran konsumsi makanan antara lain:
Metode penimbangan (food weighing)
Metode pencatatan (food record)
Metode menginga (food recal 24 jam)
Metode kekerapan mengonsumsi (food frequensi)
Metode riwayat makanan (dietary history) (Par’i et al., 2017).
b. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak
langsung pengukuran status gizi masyarakat (Kemenkes RI, 2015).
c. Faktor Ekologi
Schrimshaw melaporkan bahwa malnutrisi merupakan masalah
ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan
lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung
dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain.
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk
mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar
untuk melakukan program intervensi gizi (Par’i et al., 2017).
13
2.2.3 Masalah Gizi Balita di Indonesia
Status gizi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan
pembangunan kesehatan sebuah negara dalam membangun sumberdaya manusia
yang berkualitas. Berdasarkan Riskedas 2013, kecenderungan prevalensi status
gizi balita menurut ketiga indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB terlihat prevalensi gizi
buruk dan gizi kurang meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013 (Kemenkes RI,
2015).
14
b. Persentil
Persentil 50 sama dengan median dan nilai tengah dari jumlah populasi.
WHO- National Center for Helath Statistic (NCHS) merekomendasikan
persentil ke-5 sebagai batas gizi baik dan kurang, dan persentil 95 sebagai
batas gizi lebih dan baik (Par’i et al., 2017).
3. Standar Deviasi (SD-Unit) atau Z-scores
WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan memantau
pertumbuhan. Ambang batasnya:
a. 1 SD Unit (1 z-scores) sama dengan 11 dari median berat badan
terhadap umur (BB/U).
b. 1 SD Unit (1 z-scores) kira-kira 10% dari median berat badan terhadap
tinggi badan (BB/TB)
c. 1 SD Unit (1 z-scores) kira-kira 5% dari median tinggi badan terhadap
umur (TB/U) (Par’i et al., 2017).
Salah satu cara penilaian status gizi balita adalah pengukuran secara
antropometrik yang menggunakan indeks berat badan menurut umur balita
kemudian disetarakan dengan standar baku rujukan WHO-NCHS utuk
mengetahui status gizinya (Kemenkes RI, 2010).
2.2.5 Z-scores
Z-scores merupakan ukuran antropometrik yang meliputi BB/U, TB/U,
BB/TB, IMT/U yang disajikan sebagai nilai SD atau Z-scores dibawah atau diatas
nilai mean atau median rujukan (Bardosono, 2015).
Secara umum, rumus perhitungan Z-score adalah:
Z-score =
Nilai simpang baku rujukan disini maksudnya adalah selisih kasus dengan
standar +1 SD atau -1 SD. Jadi apabila BB/TB pada kasus lebih besar daripada
median, maka nilai simpang baku rujukannya diperoleh dengan mengurangi +1
SD dengan median. Tetapi jika BB/TB kasus lebih kecil daripada median, maka
15
nilai simpang baku rujukannya menjadi median dikurangi dengan -1 SD (Par’i et
al., 2017). Z-scores adalah nilai simpangan BB atau TB dari BB atau TB normal
menurut buku pertumbuhan WHO tahun 2005 (Kemenkes RI, 2017a).
Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan Z-scores adalah:
Gambar 2.5 Kategori Status Gizi Berdasarkan Z-scores (SK Menkes RI, 2010)
16
2.3.2 Epidemiologi
Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan
angka kematian 1,5 juta kasus pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia
dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun (WHO, 2009). Di
Indonesia, prevalensi diare pada kelompok anak usia 1-4 tahun sebanyak 16,7%
dan merupakan prevalensi terbanyak dibandingkan dengan kelompok umur
lainnya (Kemenkes RI, 2011). Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan diare sebagai penyebab kematian terbanyak
pada blita di Indonesia dengan presentase 25,2%.
2.3.3 Etiologi
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan
besar yaitu:
1. Infeksi, yang disebabkan oleh:
a. Virus: rotavirus, norwalk virus, Astrovirus, Calcivirus (Norovirus,
Sapovirus), Enteric adenovirus, Coronavirus
b. Bakteri: Aeromonas, Bacillus cereus, C.jejuni, C.perfringens,
C.defficile, E.coli, Plesiomonas shigeloides, Salmonella, Shigella,
S.aureus, V.cholera, V.parahaemolyticus, dan Yersinia enterocolitica
c. Infestasi parasit: Balantidium coli, Blastocystis homonis,
Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Isospora belli, Strongyloides stercoralis, dan Trichuris trichiura.
2. Malabsorbsi: Defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa–galaktosa,
cystic fibrosis, cholestosis, dan penyakit celiac
3. Alergi: protein susu sapi, bahan makanan tertentu
4. Keracunan: logam berat, golongan jamur tertentu
5. Imunodefisiensi: thyrotoksikosis, penyakit addison, dan sindroma
adrenogenital, defisiensi vitamin A
6. Sebab lainnya seperti KEP, kelainan kongenital (Depkes RI, 2010).
Penyebab tersering terjadinya diare pada balita adalah virus terutama
disebabkan oleh rotavirus, lalu disebabkan oleh bakteri E. coli enterotoksigenik.
17
2.3.4 Faktor Resiko
Cara penularan diare melalui cara fakal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak
langsung, penularan melalui 4F (finger, flies, fluid, field). Faktor resiko yang
dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain : tidak memberikan ASI
secara penuh untuk 4–6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan
(MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik
(Depkes RI, 2010). Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat
meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus,
dan faktor genetik (Primayani, 2009).
2.3.5 Patofisiologi
Berdasarkan mekanismenya, diare dapat disebabkan oleh adanya
gangguan secara:
1. Gangguan osmotik
Diare dengan patofisiologi gangguan osmotik secara umum terjadi
penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab. Pada penyebab
malabsorpsi, terdapat bahan yang tidak diserap dan menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis
dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose
antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang
bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejunum, sehingga air
akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk
ke dalam usus dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang
besar. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, namun sebagian
lainnya akan tetap tinggal di lumen karena tidak dapat diserap, sehingga
melebihi kemampuan absorpsi kolon dan terjadilah diare (Juffrie, 2010).
18
2. Gangguan sekresi
Diare dengan patofisiologi gangguan sekresi disebabkan oleh absorbs Na+
oleh vili usus yang gagal sedangkan sekresi Cl- di sel epitel usus terus
berlangsung. Hal ini menyebabkan bertambahnya sekresi cairan dan
elektrolit ke lumen usus sehingga terjadilah diare (Juffrie, 2010).
2.3.6 Gejala
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinalbisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya. Penderita dengan
diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida,
dan bikarbonat (Juffrie, 2010).
Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan
air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat
berupa dehidrasi isotonik, dehidrasihipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi
hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpadehidrasi, dehidrasi ringan-
sedang atau dehidrasi berat (WHO, 2009).
19
kulit turgor baik turgor lambat turgor sangat
lambat
Estimasi defisit <5% BB 5-10% BB >10% BB
cairan 50% cairan 50-100% cairan >100% cairan
2.3.7 Diagnosis
1. Anamnesis
- Diare
a. Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsistensi
tinja, lendir dan/darah dalam tinja
b. Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air
kecil terakhir, demam, sesak, kejang, kembung
c. Jumlah cairan yang masuk selama diare
d. Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare,
mengonsumsi makanan yang tidak biasa
e. Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum
20
- Laporan setempat mengenai KLB kolera.
- Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya.
- Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi) (IDAI, 2009).
2. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
- Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma,
rasa haus, turgor kulit abdomen menurun
- Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir,
mulut, dan lidah
- Berat badan
- Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti nafas
cepat dan dalam (asidosis metabolik), kembung (hipokalemia), kejang
(hipo atau hipernatremia) (IDAI, 2009).
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan. Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahuiatau ada sebab-sebab lain selain diare
akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Sebagai contoh
pemeriksaan laboratorium lengkap adalah pemeriksaan darah lengkap,
kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih (IDAI, 2009).
2.3.8 Tatalaksana
Prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE (Lima
Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
dengan rekomendasi WHO. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh (WHO, 2009).
21
Prinsip tatalaksana diare program LINTAS DIARE meliputi:
1. Oralit
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida
(NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa
anhidrat. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam
tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat pentinguntuk
mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang
diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh
sehingga lebih diutamakan oralit.
Oralit di Indonesia terdapat jenis oralit lama dan oralit formula baru.
Bedanya terdapat pada tingkat osmolaritas, oralit baru lebih rendah yaitu
245 mmol/l dibanding total osmolaritas oralit lama yaitu 331
mmol/l.Penelitan menunjukkan bahwa oralit formula baru mampu:
a. Mengurangi volume tinja hingga 25%
b. Mengurangi mual-muntah hingga 30%
c. Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena
(Depkes RI, 2011)
2. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
22
hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus
yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare
pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus
diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
a. Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc: Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang
atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare. Apabila dimuntahkan
dalam waktu 30 menit-1,5 jam setelah pemberian, berikan zinc kembali
karena masih belum melewati gaster sehingga ikut termuntahkan (Depkes
RI, 2011).
3. Pemberian ASI/Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih
sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih
sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang
telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicerna dan diberikan sedikit lebih banyak dan lebih sering. Bujuk anak
untuk makan dengan memberikan paling tidak 6 kali sehari. Beri makanan
yang sama setelah diare berhenti dan makanan tambahan per harinya
selama 2 minggu (Depkes RI, 2011).
4. Pemberian Antibiotika hanya atas Indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya
bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena
23
shigellosis), suspek kolera. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti
diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia). Pemberian obat antidiare
juga tidak dianjurkan. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan
memperpanjang lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan
flora usus dan Clostridium difficale yang akan tumbuh dan menyebabkan
diare sulit disembuhkan. Selain itu pemberian antibiotik yang tidak
rasional juga akan mempercepat resistensi terhadap antibiotik (Depkes RI,
2011).
5. Pemberian Nasihat
Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian
oralit, zinc, ASI/makanan, dan tanda-tanda untuk segera membawa
anaknya ke petugas kesehatan jika anak:
a. Buang air besar cair lebih sering
b. Muntah berulang-ulang
c. Mengalami rasa haus yang nyata
d. Makan atau minum sedikit
e. Demam
f. Tinja berdarah
g. Kondisi tidak membaik dalam 3 hari (Depkes RI, 2011).
Skema tatalaksana diare berdasarkan dehidrasi yan dialami anak meliputi:
(disajikan dalam lampiran)
1. Diare tanpa Dehidrasi (Rencana Terapi A)
2. Diare dengan Dehidrasi Ringan Sedang (Rencana Terapi B)
3. Diare dengan Dehidrasi Berat (Rencana Terapi C)
2.3.9 Komplikasi
Sebagai akibat diare akut maupun kronik akan terjadi:
1. Kehilangan air (dehidrasi), dehidrasi terjadi kehilangan air (output) lebih
banyak daripada pemasukan (input).
2. Gangguan keseimbangan asam basa dan gangguan keseimbangan
elektrolit
24
Terjadi karena :
Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja
Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh.
Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria).
Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan
intraseluler.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan
pernafasan, pernafasan bersifat cepat, teratur dan dalam (pernafasan
Kuszmaull)
3. Hipoglikemia
Hal ini terjadi karena :
Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu.
Adanya gangguan absopsi glukosa (walaupun jarang).
Gejala hipoglikemi akan muncul jika kada glukosa darah menurun
sampai 40 mg % pada bayi dan 50 mg % pada anak-anak. Gejala
hipoglikemi tersebut dapat berupa : lemas, apatis, peka rangsang,
tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
4. Gangguan Gizi ( Malnutrisi)
Hal ini disebabkan :
Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan /
muntahnya akan bertambah hebat.
Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan
susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsopsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
25
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa renjatan (shock) hipovolemik.Akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat
mengakibatkan pendarahan dalam otak, kesadaran menurun
(soporokomatosa) dan bila tidak segera ditolong penderita dapat
meninggal.
6. Sindrom Uremik Hemolitik atau Hemolytic Uremic Syndrome (HUS)
HUS adalah gangguan yang biasanya terjadi ketika infeksi pada sistem
pencernaan memproduksi zat beracun yang merusak sel-sel darah merah.
Setelah proses ini dimulai, sel-sel darah merah yang rusak mulai
menyumbat sistem penyaringan pada ginjal, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan gagal ginjal yang mengancam jiwa (Depkes RI, 2011).
2.3.10 Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare yang umumnya
disebarkan secara fekal-oral. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif
meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga.
f. Membuang tinja bayi yang benar (WHO, 2009)
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host).
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun.
26
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi
makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak
(WHO, 2009).
27
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah balita usia 24-60 bulan yang memenuhi kriteria
inklusi penelitian.
28
reponden. Sehingga pada penelitian ini besar sampel yang digunakan adalah 30
responden.
29
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian
No Nama Definisi Operasional Pengukuran Skala
Variabel Independen
1. Status Status gizi adalah keadaan dinyatakan dalam: ordinal
gizi yang diakibatkan oleh 1 Sangat kurus <-3 SD
status keseimbangan antara 2 Kurus -3 SD sampai
asupan zat gizi dan dengan <-2 SM
kebutuhan zat gizi oleh 3 Normal -2 SD sampai
tubuh untuk berbagai dengan 2 SD
proses biologis 4 Gemuk > 2 SD
alat pengukuran:
1. Timbangan injak (BB)
dalam kg
2. Mikrotoise dinding (TB)
dalam cm
3. Z-scores
Variabel Dependen
2. Diare adalah buang air besar pada kejadian diare dibagi nominal
bayi atau anak lebih dari 3 menjadi dua:
kali dalam 24 jam dengan 1. terjadi diare dalam
konsistensi cair dan satu minggu terakhir
berlangsung kurang dari 1 2. tidak terjadi diare
minggu. dalam waktu satu
ditegakkan berdasarkan bulan terakhir
anamnesis dan didiagnosis
oleh dokter
30
3.7 Pengolahan Data
Data yang terkumpul diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2016
dan IBM® SPSS® Statistics Version 21. Adapun tahap-tahap pengolahannya
adalah sebagai berikut.
a. Cleaning, yaitu memeriksa kembali kelengkapan data penelitian.
b. Coding, yaitu memberikan kode identitas responden berupa huruf untuk
menjaga kerahasiaan identitasnya dan mempermudah penelusuran biodata
responden.
c. Entering, yaitu memasukkan data ke dalam program komputer yang telah
disebutkan di atas.
e. Penyajian data dalam bentuk tabel dan narasi.
31
Populasi seluruh balita usia 24-60 bulan
yang berobat di balai pengobatan
Puskesmas Mayang
Hasil Penelitian
32
alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data (kuesioner)
atau hasil penelitian yang disajikan.
b. Confidentiality (Kerahasiaan)
Confidentiality untuk memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian,
baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu
yang dilaporkan pada hasil penelitian.
33
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan
mengenai hubungan antara status gizi dengan kejadian diare akut pada balita usia
24-60 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mayang. Penelitian ini dilaksanakan
sejak tanggal 27 November sampai 5 Desember 2018 dengan jumlah sampel
sebanyak 30 orang. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik sampel
berdasarkan usia, jenis kelamin, status gizi, kejadian diare akut, serta hubungan
antara status gizi dan diare akut di Puskesmas Mayang.
34
4.1.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan Status Gizi
Status gizi normal paling banyak ditemukan pada sampel baik berdasarkan
usia ataupun jenis kelamin dengan hasil yang sama yaitu sebanyak 26 orang
(87.7%). Status gizi kurus sebanyak 3 orang (10%), status gizi gemuk sebanyak 1
orang (3.3%) dan tidak ditemukan status gizi sangat kurus pada sampel penelitian.
35
36-47 4 13.3% 4 13.3%
48-60 7 23.7% 6 20%
Jumlah (presentase) 15 (50%) 15 (50%)
4.1.5 Karakteristik Sampel Berdasarkan Status Gizi dan Kejadian Diare Akut
Pada distribusi status gizi terhadap diare diperoleh hasil kejadian diare
paling banyak diderita pada status gizi normal sebanyak 13 orang (43,3%) begitu
pula pada sampel yang tidak diare diperoleh jumlah yang sama sebanyak 13 orang
(43,3%) dengan status gizi normal.
36
Tabel 4.8 Korelasi antara Status Gizi dan Kejadian Diare Akut
Status Gizi Kejadian Diare Akut Total r p
Diare Tidak Diare
Sangat Kurus 0 0 0 0.067 0.309
Kurus 2 1 3
Normal 13 13 26
Gemuk 0 1 1
Jumlah (presentase) 15 (50%) 15 (50%) 30 (100%)
4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,309 (p>0,05) yang
menunjukkan tidak ada korelasi yang bermakna antara status gizi dengan kejadian
diare akut pada balita usia 24-60 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mayang.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosari et al (2013)
yang menunjukkan tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian diare di
Kota Padang (p=0,742, P>0,05). Tidak adanya hubungan ini dikarenakan pada
balita yang menderita diare paling banyak ditemukan pada status gizi normal
(43,3%). Menutut penelitian Palupi et al (2009), dilihat dari distribusi kuman
penyebab diare berdasarkan status gizi, pasien dengan gizi normal lebih sering
terinfeksi rotavirus dibandingkan dengan status gizi kurus, sangat kurus, dan
gemuk dengan persentase berturut-turut 23,2%; 3,6%; 2,9%; dan 2,9%. Infeksi
37
baik oleh virus, bakteri, dan parasit merupakan penyebab tersering diare pada
anak, virus terutama rotavirus merupakan penyebab utama (60-70%) infeksi diare
pada anak balita (IDAI, 2009).
Menurut Palupi et al (2009) anak usia 2-5 tahun merupakan konsumen
aktif yang biasa terpapar makanan diluar rumah. Pada umur tersebut, anak-anak
lebih suka makan jajanan dengan pengolahan dan penyajian makanan yang
mungkin kurang higienis yang berakibat pada kontaminasi makanan oleh kuman
sehingga menyebabkan seorang anak menderita diare. Beberapa faktor yang
mempengaruhi diare adalah malnutrisi, keadaan sanitasi dan kebersihan
perorangan, keadaan sosial ekonomi, umur, dan imunodefisiensi. Etiologi diare ini
kemungkinan hampir selalu bervariasi antara satu tempat dengan tempat yang lain
dari waktu ke waktu dala satu lokasi akibat adanya fluktuasi yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan musim dan mobilitas penduduk yang
meningkat (Primayani, 2009).
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang diakukan oleh Alboneh
(2013) yang menunjukkan adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian
diare pada balita di kabupaten Karanganyar (p=0,042, p<0,05). Hampir sepertiga
balita dengan status gizi kurang mudah terinfeksi diare, hal ini disebabkan gizi
kurang akan mengganggu pembentukan kekebalan, mengganggu fungsi sel
granulosit, dan mengurangi kadar komplemen sehingga memudahkan terjadinya
suatu penyakit. Ditinjau dari hubungannya, malnutrisi dapat merupakan
komplikasi maupun faktor penyebab diare. Infeksi yang berkepanjangan, terutama
diare, dapat menyebabkan penurunan asupan nutrisi, penurunan fungsi absorbs
usus, dan peningkatan katabolisme. Dilain sisi, pada keadaan malnutrisi terjadi
penurunan proteksi barier mukosa usus yang meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi eksternal (Primayani, 2009).
Terdapat beberapa kelemahan pada penelitian ini, diantaranya masih
banyaknya faktor perancu yang belum dikendalikan dalam penelitian, seperti
riwayat imunisasi, kesehatan lingkungan, keadaan ekonomi keluarga, dan status
antropometri sebelumnya, sehingga dapat terjadi bias pada penelitian. Selain itu
kemungkinan terjadinya human error yang terjadi saat melakukan pengukuran
38
berat badan dan tinggi badan juga meningkatkan terjadinya bias. Jumlah sampel
dalam penelitian yang hanya berkisar 15% dari populasi satu tahun sebelumnya
juga menimbulan hasil penelitian secara statistik yang tidak bermakna.
39
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian diare akut pada balita usia
24-60 bulan di wilayah kerja Puskesmas Mayang.
5.2 Saran
Saran-saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini
dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan meminimalisasi faktro bias.
b. Bagi puskesmas, diharapkan puskesmas dapat meningkatkan sinergi antar
tenaga kesehatan di seluruh wilayah kerja puskesmas, serta perbaikan
kualitas sarana dan prasarana untuk meningkatkan upaya promosi
kesehatan balita sehingga dapat menurunkan angka kejadian diare.
40
DAFTAR PUSTAKA
Alboneh, Fahmi Afif. 2013. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare Pada
Balita Usia 2-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Tidak Dipublikasikan.
Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Palupi, Hadi, Soenarto. 2009. Status Gizi dan Hubungannya dengan Kejadian
Diare Pada Anak Diare Akut di Ruang Rawat Inap RSUP dr. Sardjito
Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 6(1): 1-7.
41
Primayani, Desi. 2009. Status Gizi pada Pasien Diare Akut di Ruang Rawat Inap
Anak RSUD SoE, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Sari Pediatri.
11 (2): 90-93.
Rosari, Rini, dan Masrul. 2013. Hubungan Diare dengan Status Gizi Balita di
Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tengah Kota Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2(3): 111-115.
42
LAMPIRAN
Lampiran 1
Skema tatalaksana diare berdasarkan dehidrasi yan dialami anak
a. Diare tanpa Dehidrasi (Rencana Terapi A)
43
b. Diare dengan Dehidrasi Ringan Sedang (Rencana Terapi B)
44
c. Diare dengan Dehidrasi Berat (Rencana Terapi C)
45
Lapmiran 2
Tabel Data Observasi Karakteristik Sampel
BB/TB
Jenis Usia BB TB Status
No Nama Diagnosis (Z-
Kelamin (bulan) (kg) (cm) Gizi
scores)
1 S1 laki-laki 30 DA 10 82 -1.1 normal
2 S2 perempuan 37 DCA 16 92 2.23 gemuk
3 S3 perempuan 43 DCA 10.9 85 -0.5 normal
4 S4 perempuan 54 Gastritis 10 90 -2.1 kurus
5 S5 laki-laki 50 ISPA 16 103 1.33 normal
6 S6 perempuan 46 ISPA 11 92 -1.62 normal
7 vulnus
S7 laki-laki 33 laserasi 10 80 -0.67 normal
8 S8 perempuan 59 ISPA 13 97 -1.16 normal
9 S9 perempuan 35 DCA 9.2 78 -0.75 normal
10 S10 perempuan 59 Impetigo 18 104 0.94 normal
11 S11 perempuan 30 DA 13 100 -1.96 normal
12 S12 perempuan 24 DCA 9 74 -0.125 normal
13 S13 laki-laki 60 Furenkolosis 18 107 0.3125 normal
14 S14 laki-laki 27 DCA 10 80 -0.67 normal
15 S15 laki-laki 39 DCA 14 98 -0.3 normal
16 S16 laki-laki 29 DCA 10 81 -0.1 normal
17 S17 laki-laki 60 DCA 14 98 -0.7 normal
18 S18 perempuan 56 DCA 13 100 -1.69 normal
19 S19 laki-laki 48 DCA 16 103 -0.1 normal
20 S20 perempuan 46 ISPA 15 101 -0.33 normal
21 S21 perempuan 42 ISPA 15 115 -3 kurus
22 S22 laki-laki 60 ISPA 16 116 -1 normal
23 S23 perempuan 30 DCA 11 90 -1.6 normal
24 S24 perempuan 28 ISPA 8.3 75 -1.25 normal
25 S25 perempuan 60 DCA 13 102 -0.7 normal
26 S26 laki-laki 60 DCA 13 100 -0.72 normal
27 S27 laki-laki 39 DCA 12 90 -0.9 normal
28 S28 perempuan 37 ISPA 10 84 -0.6 normal
29 S29 laki-laki 52 DCA 11 119 -2.1 kurus
30 S30 laki-laki 57 Scabies 13 101 -1.1 normal
46
Lampiran 3
Hasil Analisis Deskriptif dan Uji Korelasi Penelitian
Kategori_umur
Jenis Kelamin
Count 0 9 0 9
% within Kategori_umur 0.0% 100.0% 0.0% 100.0%
1
% within Status Gizi 0.0% 34.6% 0.0% 30.0%
Count 1 6 1 8
Count 2 11 0 13
47
% of Total 6.7% 36.7% 0.0% 43.3%
Count 3 26 1 30
Count 1 12 0 13
Diagnosis Total
Count 4 5 9
48
Count 7 6 13
Diagnosis Total
Count 5 8 13
Count 2 13 0 15
49
% within Diagnosis 6.7% 86.7% 6.7% 100.0%
Directional Measures
50