Anda di halaman 1dari 8

RAHMA ILLA PUTRI UTAMI

132010101019

1. Pemeriksaan lapang pandang pada pasien glaukoma


Secara umum pemeriksaan lapang pandang dapat menggunakan metode:
a. Uji konfrontasi
- Penderita diperiksa dengan posis duduk atau berdiri berhadapan terhadap pemeriksa
pada jarak kira-kira 1 meter.
- Mata kanan pasien dengan mata kiri pemeriksa salong berhadapan, sedangkan mata
yang lain ditutup menggunakan telapak tangan.
- Sebuah beda dengan jarak yang sama digeser perlahan-lahan dari perifer lapang
pandang ke bagian tengah. Bila pasien sudah melihatnya pasien diminta untuk
memberitahu.
- Pada keadaan ini bila pasien melihat pada saat yang bersamaan dengan pemeriksa
berarti lapang pandang pasien adalah normal.
- Syarat pada pemeriksaan ini adalah lapang pandang pemeriksa adalah normal.

Pemeriksaan lapang pandang dengan Uji Konfrontasi

b. Kampimeter (Uji tangen screen)


- Alat pengukur atau pemetaan lapang pandang terutama daerah sentral atau
parasentral.
- Pasien duduk 2 meter deri layar tangen screen Bjerrum. Pasien duduk 2 meter dari
sebuh tabir kain berwarna hitam layar (Bjerrum screen) dengan berfiksasi dengan
satu mata pada titik tengahnya.
- Objek digeser perlahan-lahan dari tepi kea rah titik tengah. Dicari batas-batasnya
pada seluruh lapang pada saat mana benda mulai terlihat. Pada akhirnya didapatkan
pemetaan dari lapang pandang pasien.
- Lapang pandang normal adalah 90 derajat temporal, 60 derajat superior, 50 derajad
nasal, dan 70 derajat inferior.

Pemeriksaan lapang pandang dengan kampimeter


c. Perimeter
- Perimeter merupakan alat berbentuk setengah bola dengan jari-jari 30 cm dan pada
pusat parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Mata terfiksasi pada
bagian sentral parabola perimeter.
- Objek digeser perlahan-lahan dari tepi ke arah titik tengah. Dicari batas-batas pada
seluruh lapang pandang pada saat benda mulai terlihat.
- Lapang pandang normal adalah 90 derajat temporal, 60 derajat superior, 50 derajad
nasal, dan 70 derajat inferior.

Pemeriksaan lapang pandang dengan Perimeter Goldmann


d. Humphrey visual field
- Hasil pemeriksaan perimetri humphrey akan memberikan data terpercaya berupa
angka-angka yang menggambarkan derajat sensitivitas retina pada titik-titik yang
telah di tentukan. Hasil ini juga menggambarkan perhitungan secara statistik tentang
berapa besar perbedaan sensitivitas dibandingkan dengan orang normal dan umur
yang sama.
- Persiapan pasien sama saja dengan perimeter Goldmann, tapi pemeriksaan akan
sepenuhnya dilakukan oleh komputer. Yang perlu sangat diperhatikan bahwa karena
keterbatasan lapangan pandang yang diperiksa hanya sampai pada 30 derajat maka
pasien harus diberikan koreksi penglihatan dekatnya.

Pemeriksaan lapang pandang dengan Perimeter Hamprey


Pemeriksaan lapang pandang secara teratur berperan penting dalam diagnosis dan tindak
lanjut glaukoma. Penurunan lapang pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik karena
gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada penyakit
nervus optikus. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma diantaranya:
1) Skotoma Sentral: terutama mengenai 30 derajat lapang pandang bagian sentral.
2) Skotoma Bjerrum: perluasan defek lapang pandang ke daerah Bjerrum- 15 derajat dari
fiksasi
3) Skotoma arkuata: defek lapang pandang melebihi daerah Bjerrum
4) Skotoma Seidel: daerah-daerah penurunan lapang pandang yang lebih parah dalam
daerah Bjerrum
5) Breakthrough perifer: hubungan defek arkuata, lapang pandang perifer temporal dan 5-10
derajat sentral.
Defek lapang pandang pada pasien Glaukoma

Sumber: Ilmu Penyakit Mata FK UI; Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17;

2. Terapi medikamentosa pada pasien glaukoma


a. Supresi pembentukan Aquosus Humor
1) Penyekat adrenergic-beta
- Larutan Timolol Maleate 0,25% dan 0,5%; betaxolol 0,25% dan 0,5%; levobunolol
0,25% dan 0,5%; metipranolol 0,3%, serta carteolol 1% dua kali sehari
- Gel timolol maleare 0,1%, 0,25%, dan 0,5% sekali setiap pagi
- Kontraindikasi utama adalah penyakit obstruksi jalan nafas kronik terutama asma dan
defek hantaran jantung.
2) Apraclonidine
- Apraclonidine larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan sesudah terapi laser
- Terutama berguna untuk mencegah peningkatan tekanan intraokuler pascaterapi laser
segmen anterior dan dapat diberikan sebagai terapi jangka pendek pada kasus-kasus
yang sulit disembuhkan.
- Obat ini tidak sesuai digunakan jangka panjang karena bersifat takifilaksis dan
tingginya insidensi reaksi alergi.
3) Brimonidine
- Brimonidine larutan 0,2% dua kali sehari
- Digunakan sebagai lini pertama atau sebagai tambahan, tetapi reaksi alergi sering
ditemukan
4) Dorzolamide hydrochloride dan Brinzolamide
- Dorzolamide hydrochloride larutan 2% dan Brinzolamide 1% dua atau tiga kali sehari
- Efek samping utama adalah rasa pahit sementara dan blefarokonjungtivitis alergi
5) Penghambat anhydrase karbonat
- Acetazolamide P.O 124-250 mg sampai empat kali sehari atau sebagai Diamox
sequels 500 mg sekali atau duakali sehari, atau dapat diberikan secara I.V 500 mg;
dichlorphenamide; methazolamide
- Banyak digunakan, terutama pada glaukoma akut dengan tekanan intraocular yang
sangat tinggi dan perlu segera dikontrol
- Mampu menghambat pembentukan aquosus humor sebanyak 40-60%
b. Fasilitasi Aliran Keluar Aquosus Humor
1) Analog prostaglandin
- Bimatoprost 0,003%; lanoprost 0,005%; travoprost 0,004% masing masing sekali
setiap malam, dan larutan unoprostone 0,15% dua kali sehari
- Meningkatkan aliran keluar aquosus humor melalui uveosklera
- Efek samping: hyperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kulit periorbital,
pertumbuhan bulu mata, dan penggelapan iris yang permanen
2) Obat parasimpatomimetik
- Pilokarpine 0,5-6% yang diteteskan hingga empat kali sehari atau bentuk gel 4% yang
diberikan sebelum tidur; carbachol 0,75-3%
- Meningkatkan aliran kelar aquosus humor dengan bekerja pada anyaman trabecular
melalui kontraksi otot siliaris
- Efek samping: miosis disertai pengelihatan suram, spasem akomodatif
3) Epinephrine
- Epinephrine 0,25-2% diteteskan sekali atau duakali sehari; dipivefrin
- Efek samping: refleks vasodilatasi konjungtiva, endapan adrenokrom, konjungtivitis
folikuler, atau reaksi alergi
c. Penurunan volume vitreus
1) Obat-obat hiperosmotik
- Mengubah darah menjadi hiperonik sehingga air tertarik keluar dari vitreous dan
menyebabkan penciutan vitreous yang juga terjadi penurunan produksi akuosus
humor
- Penurunan volume vitreous bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup
akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke anterior
(disebabkan oleh perubahan volume vitreous atau koloid) dan menimbulkan
penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder)
2) Glycerin (Glycerol)
- Glycerine (glycerol) oral 1 mL/kgBB dalam larutan 50% dingin dicampur dengan jus
lemon
- Pilihan lain: isosorbide oral dan urea intravena atau mannitol intravena
d. Miotik, midriatik, dan siklopegik
- Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut
primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam
pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior
- Apabila penutupan sudut tersebut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior,
digunakan siklopegik (cyclopentolate dan atropine) untuk merelaksasi otot siliaris
sehingga apparatus zonular menjadi kencang dalam upaya menarik lensa ke belakang.

Sumber: Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17

3. Terapi bedah pada pasien glaukoma


a. Iridoplasti, iridektomi, dan iridotomi perifer
- Blockade pupil pada glaukoma sudut tertutup paling baik diatasi dengan membentuk
saluran langsung antara bilik mata depan dan belakang sehingga tidak ada perbedaan
tekanan diantara keduanya.
- Terapi: iridotomi perifer dengan laser YAG, neodymium, laser argon
- Tindakan bedah iridektomi dilakukan apabila iridotomi perifer YAG tidak efektif
- Pada beberapa kasus penutupan sudut yang tekanan intraokularnya tidak mungkin
dikendalikan dengan obat atau tidak dapat dilakukan iridotomi laser YAG, dapat
dikerjakan iridoplasti perifer laser argon (ALPI). Suatu cincin laser yang membakar
iris perifer menyebabkan kontraksi stroma iris dan secara mekanis menarik sudut
bilik mata depan sehingga terbuka.
b. Trabekuloplasti laser
- Trabekuloplasti laser dapat digunakan dalam terapi awal glaukoa sudut terbuka
primer
- Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan bakaran melalui suatu lensa-
gonio ke anyaman trabecular akan memudahkan aliran keluar aquosus humor, ini
terjadi karena efek yang dihasilkan pada anyaman trabelukar dank anal schlemm, atau
adanya proses selular yang meningkatkan fungsi anyaman trabecular.
c. Bedah drainase glaukoma
1) Trabekulektomi
- Prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas saluran-saluran drainase
normal sehingga terbentuk akses langsung aquosus humor dari bilik mata depan ke
jaringan subkonjungtiva dan orbita.
- Komplikasi utama adalah fibrosis jaringan episklera yang menyebabkan penutupan
drainase baru tersebut. Trabekulektomi mempercepat pembentukan katarak secara
nyata.
- Terapi adjuvant pra- dan pascaoperasi dengan antimetabolite, seperti 5-fluorouracil
dan mitomycin C akan memperkecil resiko kegagalan bleb dan dikaitakan dengan
kontrol TIO yang baik
- Penanaman selang silicon untuk membentuk saluran keluar permanan bagi aquosus
humor adalah tindakan alternative untuk mata yang tampaknya tidak berespon
terhadap trabekulektomi
2) Viskokanalostomi dan sklerektomi dalam dengan implant koagulen
- Tindakan untuk menghindarkan insisi ketebalan penuh (full-thickness) kedalam mata.
Penurunan tekanan intraocular yang dihasilkan tidak sebaik dengan trabekulektomi,
tetapi komplikasi yang dihasilkan timbul mungkin lebih sedikit
3) Goniotomi
- Goniotomi dan trabekulotomi adalah teknik-teknik yang bermanfaat untuk mengobati
glaukoma kongenital primer, yang tampaknya terdapat sumbatan drainase aquosus
humor di bagian dalam anyaman trabecular.
d. Tindakan siklodestruktif
- Kegagalan terapi medis dan bedah pada glaukoma lanjut dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan destruksi corpus ciliare dengan laser atau pembedahan
untuk mengkontrol TIO.
- Krioterapi, diatermi, laser YAG, neodymium thermal mode, atau laser diode dapat
digunakan untuk menghancurkan corpus ciliare. Tetapi biasanya dilakukan dari luar
melalui sklera.

Sumber: Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17

4. Atrofi iris
Atrofi iris merupakan kelainan progresif yang sangat jarang terjadi pada mata yang ditandai
dengan pupil tidak pada tempatnya, daerah distorsi degenerasi pada iris (atrofi), atau adanya
lubang pada iris. Kelainan ini biasanya terjadi hanya pada satu mata (unilateral) dan
berkembang sangat lama. Adanya sinekia anterior perifer antara iris dan kornea akan
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler yang selanjutnya dapat menyebabkan
glaukoma sekunder, selain itu peningkatan tekanan intraokuler yang sangat tinggi dapat
menyebabkan terjadinya iskemia sehingga dapat terjadi iskemia sectoral dari iris. Atrofi iris
adalah satu dari tiga gejala iridocorneal endothelial (ICE) syndrome. Sindorma ICE terdiri
dari essential iris athrophy, chandler syndrome, dan cogan-reese syndrome yang gejalanya
saling tumpeng tindih dan sulit dibedakan satu sama lain.
Gejala utama iris atrofi meliputi distorsi pupil, degenerasi (atrofi) iris yang merata, atau
adanya lubang pada iris. Tepi pupil dapat berubah kea rah luar (ectropion uvea). Gambatan
lain dari iris atrofi adalah perlekatan iris ke kornea (sinekia anterior perifer), edema kornea,
atau kelainan pada endotel kornea. Perubahan ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraokuler yang menyebabkan glaukoma sekunder.
Penyebab terjadinya atrofi iris sampai saat ini belum diketahui dengan pasti (idiopatik).
Atrofi iris diduga terjadi akibat kelainan primer dari membrane seluler yang disekresikan
oleh sel-sel endotel yang abnormal. Membrane ini menutupi iris dan sudut drainase,
kontraksi membrane akan menyebabkan terbentuknya sinekia anterior perifer yang akan
menyebabkan glaukoma sekunder. Selain itu, penelitian lain juga menyebutkan bahwa
peradangan atau infeksi kronis juga bisa menjadi penyebab terjadinya atrofi iris.

Sumber: National Organization for Rare Disorder acknowledges Sawat Salim, MD, FACS,
Professor of Ophtalmology Medical College of Wisconsin

Anda mungkin juga menyukai