(PDF) Pedoman Pelayanan HD
(PDF) Pedoman Pelayanan HD
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jumlah kasus Gagal Ginjal Kronik (GGK) saat ini bertambah dengan cepat,
terutama di negara berkembang. Pada tahapan tertentu progresivitas penyakit GGK
cepat berubah menjadi GGK tahap akhir. Penyakit GGK tahap akhir ini menjadi
masalah kesehatan yang utama karena akan memperburuk kondisi kesehatan
seseorang dan meningkatkan biaya perawatan.
B. Ruang Lingkup
a. Pengertian
Unit Hemodialisa adalah unit pelayanan cuci darah yang terdiri dari
minimal 4 mesin hemodialisa, yang disupervisi oleh seorang nefrolog
(dokter spesialis penyakit dalam konsulen ginjal hipertensi) dan
seorang dokter spesialis penyakit dalam yang sudah menjalani
pelatihan hemodialisa sebagai penanggung jawab serta dokter umum
pelaksana hemodialisa dan perawat pelaksana yang juga sudah
mendapatkan pelatihan hemodialisa sesuai standar Pernefri.
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah dari akumulasi
sampah buangan yaitu zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat
beracun lainnya dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang
berisi membran selektif-permeabel.
b. Tujuan Pelayanan
Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang
menderita penurunan fungsi ginjal agar tetap aktif dan produktif
selain usaha untuk memperpanjang hidup
C. Batasan Operasional
a. Kriteria pasien yang ditangani:
1. Pasien yang mengalami gagal ginjal kronik yaitu pasien yang
sudah mengalami penurunan fungsi ginjal selama lebih dari 3
bulan
2. Pasien yang mengalami gagal ginjal akut yaitu pasien yang
mengalami penurunan fungsi ginjal akut dimana sebelumnya
fungsi ginjal diketahui masih baik dalam kurun waktu kurang
dari 3 bulan terakhir
3. Pasien dengan indikasi segera yaitu pasien GGK atau GGA
yang disertai kondisi berikut :
Hiperkalemia yaitu kadar kalium darah > 6mEq/L
Asidosis Metabolik Berat
Kegagalan terapi konservatif : gagal terapi
medikamentosa
Kadar ureum/kreatinin yang tinggi dalam darah
Perikarditis: radang lapisan luar dan dalam jantung
Gangguan konfusi berat yaitu gangguan
kognisi,perhatian, memori dan orientasi dengan sumber
yang tidak diketahui
Hipercalsemia
Hipertensi emergensi
b. Unit hemodialisa RSUD Pasar Minggu dilaksanakan dalam 2 shift yaitu
pagi dan sore , masing-masing shift terdiri dari 7 jam.
c. Sesuai dengan persyaratan Pernefri Unit Hemodialisa RSUD Pasar
Minggu telah memiliki ketenagaan sebagai berikut :
Satu orang nefrolog ( dokter spesialis penyakit dalam konsulen
ginjal hipertensi)
Satu orang dokter spesialis penyakit dalam yang sudah
pelatihan Hemodialisa
Satu orang dokter umum yang sudah pelatihan hemodialisa
Perawat yang bertugas di unit hemodialisa semua sudah
pelatihan hemodialisa
D. Landasan Hukum
Dalam pelayanan Hemodialisa di RSUD Pasar Minggu memiliki landasan hukum
sebagai berikut :
1. UU no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. UU no. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
3. UU no. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
4. UU no. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Propinsi
5. UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
6. UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
7. PP no. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
8. Kepmenkes no.812 tahun 2010 ttg Pelayanan Dialisis pada Fasilitas
Kesehatan
.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Dengan perbandingan 1 perawat mahir untuk 4 pasien Hemodialisa dan saat ini
mesin Hemodialisa yang beroperasi berjumlah 32 unit maka berikut ini diuraikan
standar ketenagaan serta distribusi ketenagaan dimaksud
a. Kebutuhan
Kualifikasi
No Jabatan Kebutuhan
Pendidikan Pelatihan
1 Supervisor HD Nefrolog 1
2 Penanggung jawab HD Dr sp PD HD 1
3 Dokter pelaksana HD Dokter Umum ACLS/HD 2
PPGD / BLS /
4 Perawat Pembimbing (CI) D3 Keperawatan BTLS / 1
BCLS/HD
PPGD / BLS /
5 Perawat Pelaksana IGD D3 Keperawatan BTLS / 13
BCLS/HD
PPGD / BLS /
6 Kepala Ruangan HD S1-Keperawatan BTLS / 1
BCLS/HD
7 Pembantu Perawat SLTA sederajat 5
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG
B. STANDAR FASILITAS
Unit Hemodialisa adalah fasilitas tempat pasien gagal ginjal baik akut
maupun kronik untuk .melakukan cuci darah. Di RSUD Pasar Minggu
memiliki 32 mesin dimana terdiri dari 1 mesin untuk isolasi Hepatitis
B(hanya 1 ruangan terdiri dari satu tempat tidur) dimana semua
peralatan medis seperti stestoskop,tensimeter,termometer dan
peralatan lainnya khusus untuk ruangan isolasi,hal ini sudah sesuai
dengan konsensus Pernefri tentang pengendalian infeksi Hepatitis B.
Harus disediakan satu mesin cadangan apabila terjadi kerusakan
mendadak dari mesin isolasi.
3 mesin untuk pasien dengan anti HCV positif, 2 mesin untuk pasien
dengan AIDS,sedangkan sisanya untuk pasien dengan hasil
laboratorium negatif untuk pemeriksaan Anti HCV,HbsAg dan HIV.
Akses Ruangan Hemodialisa, dirancang mudah menuju ruangan ICU
misalnya memiliki lift khusus pasien. Di setiap ruangan diberikan
fasilitas AC dan TV untuk kenyamanan pasien selama proses
hemodialisa berlangsung.
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
A. ALUR PELAYANAN
1.Pasien Baru
(a) Masuk dari IGD:
Pasien mendaftar di registrasi IGD untuk mendapatkan nomor
rekam medis,setelah diperiksa dan ditangani oleh dokter jaga IGD
serta dikonsulkan ke internist diputuskan untuk dilakukan
hemodialisa,.keluarga dan pasien harus diberikan informed consent
lebih dahulu,bila setuju pemeriksaan skrining untuk HbsAg. Anti
HCV serta anti HIV harus dilakukan. Selanjutnya setelah ada hasil
laboratorium , petugas IGD/petugas di ruangan rawat inap
menghubungi Ruangan Hemodialisa untuk mendapatkan jadwal
HD. Sementara menunggu bisa dilakukan pemasangan Catheter
Double Lumen untuk akses sementara hemodialisa di ruang rawat
inap.
2. Pasien Lama
(a) Rutin:
Pasien menunjukkan KartuBerobat Pasien ke petugas registrasi
rawat Lantai 5,petugas menghubungi perawat HD dan
menginformasikan bahwa pasien bisa HD setelah diverifikasi oleh
petugas kasir lantai 5
.
(b) Masuk dari IGD:
Setelah mendaftar dan dikonsultasikan ke dr.spesialis penyakit dalam
Hemodialisa dan perlu rawat inap,petugas ruangan rawat inap yang
menghubungi petugas HD untuk melaporkan pasien rutin itu dirawat di
ruangan tersebut dan bila tidak sesuai jadwal maka akan dijadwalkan
ulang
B. INFORMED CONSENT
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan
komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien dan
bertemunya pikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak
akan dilakukan tehadap pasien. Definisi operasionalnya adalah
suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak( yaitu
pasien,keluarga atau walinya) yang isinya berupa ijin atau
persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medik
sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
5. terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Keselamatan Kerja
Risiko bahaya yang terjadi di rumah sakit adalah akibat faktor-faktor lingkungan
kerja yang bersumber dari bahan-bahan yang dipergunakan dalam suatu proses
produksi, hasil produksi, sisa produksi serta peralatan dan sarana dalam melakukan
pekerjaan serta keadaan cuaca ditempat kerja.
Faktor-faktor lingkungan kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng
terdiri dari faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor psikologi dan faktor
ergonomik. Faktor-faktor lingkungan kerja yang nilainya melampaui Nilai Ambang
Batas (NAB), maka kemungkinan dapat mengakibatkan gangguan kenyamanan
kerja, gangguan kesehatan bahkan dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja.
Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di lingkungan kerja rumah sakit adalah ;
1) Iklim kerja
(3) Dihindari bagi tenaga kerja yang harus bekerja dilingkungan panas
apabila berbadan gemuk sekali dan menderita penyakit cardio-
vasculer
2) Kebisingan
a) Gangguan Fisiologis
b) Gangguan Tidur
c) Gangguan Komunikasi
d) Gangguan Psikologis
e) Gangguan Pendengaran
Pengendalian bahaya fisik akibat kebisingan
Pengendalian terhadap bahaya kebisingan pada prinsipnya adalah mengu-
rangi tingkat dan atau lamanya pemaparan, secara garis besar usaha-usaha
yang dapat ditempuh dengan cara :
(3) Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan tidak ada
yang goyang
3) Pencahayaan
c) Jika memakai penerangan alami atau sinar matahari diupayakan agar jendela
tempat jalannya masuk sinar matahari tidak terhalang atau tertutup
4) Getaran
Getaran adalah merupakan salah satu faktor fisik dan biasanya terjadi
karena mesin-mesin atau alat-alat mekanis lainnya yang dijalankan dengan suatu
motor dapat menghasilkan suatu getaran yang akan diteruskan ke tubuh tenaga
kerja yang mengoperasikannya.
c) Membahayakan kesehatan
Pengendalian bahaya fisik akibat Getaran
5) Gelombang Radiasi
Nilai Ambang Batas (NAB) telah diatur menurut Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan . Pengaruh dari pada
radiasi adalah:
a) Menyebabkan kemandulan
4) Bagian Pemeliharaan Sarana (Cat, Gas untuk mengelas, Cairan pembersih alat)
1) Mengetahui Material Safety Data Sheets (MSDS) dari setiap material atau bahan.
3) Material Handling yang baik yaitu membawa atau memindahkan bahan kimia dari
suatu tempat ke tempat lain harus dilakukan dengan hati-hati, karena dapat
menimbulkan bahaya bila sampai terjatuh atau tumpah.
4) Ruang tempat kerja harus mempunyai sistem ventilasi yang cukup dimana aliran
udara masuk dan keluar cukup bersih. Penerangan dan suhu ruang kerja juga
harus diperhatikan.
6) Sebelum bekerja dengan bahan-bahan kimia, terlebih dahulu para pekerja harus
diberikan pelatihan yang memadai agar dapat bekerja sesuai dengan Standart
Operating Prosedur (SOP) yang berlaku.
Secara garis besar agent - agent biologi dapat digolongkan sebagai berikut :
Cara penularan penyakit dari seseorang kepada orang lain dapat terjadi
dengan berbagai cara, misalnya:
Jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang terus meningkat
diakibatkan oleh kurangnya perhatian terhadap masalah ergonomi di lingkungan
pekerjaan. Pedoman Praktis Ergonomik dapat digunakan untuk mencari solusi prak-
tis bagi peningkatan kondisi kerja dari sudut pandang ergonomi.
Hal ini bertujuan untuk menyediakan alat yang tepat untuk meningkatkan kondisi
lingkungan kerja, mencapai tingkat efisiensi serta tingkat keselamatan dan kese-
hatan Kerja yang lebih baik.
e. Fasilitas Umum
3) Jalur transportasi agar dalam kondisi yang baik, tidak licin dan bebas
rintangan.
5) Sempurnakan tata letak tempat kerja agar mengurangi gerakan material yang
dibutuhkan.
6) Gunakan kereta dorong atau alat lain yang beroda untuk mengangkut
material.
11) Mengangkat / membawa barang yang berat, bagi barang menjadi beberapa
bagian yang lebih ringan yang ditempatkan dalam kemasan, kotak, nampan
dan lain-lain.
12)Buatkan pegangan khusus pada semua barang dalam kemasan atau kotak,
dan lain-lain yang akan diangkat maupun dibawa, atau tentukan bagian yang
dapat dijadikan pegangan.
16)Benda yang kita bawa agar selalu dirapatkan pada badan kita
19)Untuk menghindari kelelahan dan cedera tubuh, bagi mereka yang melaku-
kan pekerjaan mengangkat beban berat, seyogyanya diselingi dengan
pekerjaan-pekerjaan ringan
4) Nyalakan lampu penerangan yang mencukupi bagi para pekerja agar mereka
dapat bakerja lebih efisien dan nyaman setiap saat
1) Lindungi para pekerja dari hawa panas yang berlebihan dalam ruangan
2) Lindungi tempat kerja dari hawa panas dan dingin yang berlebihan dari luar
ruangan
3) Pasanglah lapis penyekat atau isolasi pada sumber panas dan sumber dingin
5) Pilihlah lampu tangan yang sudah terisolasi dengan baik dari bahaya
sengatan listrik maupun panas
e. Fasilitas Umum
2) Sediakan fasilitas air minum, ruang makan, dan ruang istirahat dengan
kondisi yang baik dan nyaman untuk para pengguna
7) Jika bahaya di ruang kerja tidak dapat dihilangkan dengan cara lain, maka
gunakan dan pilih alat pelindung diri yang cocok dan mudah perawatannya
bagi pekerja yang menggunakannya
8) Pastikan bahwa pekerja yang perlu menggunakan alat pelindung diri secara
teratur, harus mengikuti petunjuk penggunaaan yang tepat, proses adaptasi
serta pelatihan pemakaian
9) Pastikan bahwa semua orang dapat menggunakan alat pelindung diri bila
diperlukan
10) Pastikan bahwa alat pelindung diri dapat diterima oleh semua pekerja
11) Sediakan bahan-bahan pembersih dan fasilitas perawatan alat pelindung diri,
serta lakukan program perawatan secara teratur
12) Sediakan tempat yang memadai untuk menyimpan alat-alat pelindung diri
13) Berikan tugas dan tanggung jawab kepada petugas untuk melaksanakan
perawatan dan kebersihan secara rutin
3. Keamanan Pasien
Pintu toilet di ruang perawatan hendaknya dapat dibuka dari luar agar apabila
terjadi sesuatu kondisi darurat misalnya pasien terjatuh di depan pintu,
petugas dapat segera memberikan pertolongan tanpa terhalang oleh tubuh
pasien.
Penahan pada tepi tempat tidur pasien dengan jarak terali lebih kecil dari
kepala anak +/- 10 cm, agar pasien tidak mudah terjatuh dari tempat tidur dan
mencegah terjadinya kecelakaan pada anak-anak.
Untuk mencegah terjadinya luka bakaroleh air panas, seluruh sumber air
panas perlu memiliki kendali otomatis.
Ketersediaan oksigen di semua ruang perawatan, IGD, ICU dan Bedah harus
selalu terjamin. Untuk itu harus dilakukan pengecekan dan pemeliharaan rutin
terhadap perlengkapan ini.
Disetiap ruang perawatan harus tersedia emergency suction yang selalu siap
pakai dan dapat dipergunakan setiap saat.
i. Kamar dilengkapi dengan bel yang mudah dijangkau dan lampu darurat
(3) Bila pernafasan berhenti, segera dilakukan pernafasan buatan (dari mulut ke
mulut);
(7) Jangan memindahkan korban secara terburu-buru, harus diatasi dulu keadaan-
keadaan yang membahayakan korban, seperti: perdarahan, patah tulang, nafas
hilang, denyut jantung berhenti, dan lain sebagainya.
Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang dalam pekerjaan, yang fungsinya mengisolasi tenaga kerja
dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa (engineering) dan
cara kerja yang aman (work practice) telah maksimum. Namun pemakaian APD
bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut.
Sebagai usaha terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja, APD haruslah
enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif
terhadap bahaya.
Sering APD tak dipakai karena tidak enak/kurang nyaman, karena itu adalah
penting dalam pemeliharaan dan kontrol terhadap APD, sehingga fungsi APD tetap
baik, misalnya ;
(2) APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter dan cartridge;
Sampah rumah sakit dapat digolongkan berdasarkan jenis unit penghasil dan
jenis pengelolaannya, secara garis besar limbah padat rumah sakit digolongkan
menjadi sampah medis dan sampah non medis.
(1) Limbah padat medis biasanya dihasilkan oleh Ruang Pasien, Ruang Tindakan/
Pengobatan, Ruang Bedah, Ruang Perawatan termasuk dressing kotor, verband,
kateter, swab, plaster, dll.
(2) Limbah padat non medis dihasilkan oleh Ruang Administrasi, Ruang Gizi, Ruang
Diklat, dll.
(1) Memudahkan bagi penghasil untuk pembuangan sampah (sesuai jenis warna
kantong)
(2) Mencegah terkontaminasinya limbah padat non medis dari limbah padat medis
Limbah benda tajam adalah limbah yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau atau menusuk kulit.
Secara umum, jarum disposible tidak dipisahkan dari syringe atau perlengkapan
lain setelah digunakan. Cliping, bending atau breaking jarum-jarum untuk
membuatnya tidak bisa digunakan sangat disarankan karena akan
menyebabkan accidental inoculation. Prosedur tersebut dalam beberapa hal
perlu diperhatikan kemungkinan dihasilkannya aerosol. Menutup jarum dengan
kap dalam keadaan tertentu barangkali bisa diterima, misalnya dalam
penggunaan bahan radioaktif dan untuk pengumpulan gas darah.
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kontainer yang tahan tusukan dan
diberi label dengan benar untuk menghindari kemungkinan cidera saat proses
pengumpulan dan pengangkutan limbah tersebut. Dan pada proses akhir
dimusnahkan dengan incinerator.
2) Limbah infeksius
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses akhir
dimusnahkan dengan incinerator.
Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh darah,
bila dalam jumlah kecil, dan bila mungkin diencerkan, sehingga dapat dibuang
ke dalam sistem saluran pengolahan air limbah.
4) Limbah citotoksik
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses akhir
dimusnahkan dengan incenerator.
5) Limbah farmasi
a) Obat-obatan kadaluarsa
Limbah dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, vete-
rinari, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Pembuangan limbah kimia ke
dalam saluran air kotor dapat menimbulkan korosi atau berupa ledakan.
Reklamasi dan daur ulang bahan kimia berbahaya dan beracun (B3) dapat
diupayakan bila secar teknis dan ekonomis memungkinkan. Disarankan untuk
berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk mendapat petunjuk lebih lanjut.
7) Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang
berasal dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Limbah ini dapat berasal
dari antara lain; tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay & bac-teriologis
(baik cair, padat maupun gas).
Hal-hal yang harus dipenuhi secara umum dalam penanganan dan pembuangan
limbah golongan ini adalah personil harus sesedikit mungkin memperoleh
paparan radiasi. Kepala Pengamanan Radiasi harus bertanggung jawab untuk
penanganan yang aman, penyimpanan dan pembuangan limbah radioaktif.
Pejabat ini harus bertanggung jawab untuk semua urusan pengamanan radioaktif
dan mencari petunjuk, bila diperlukan unit yang menghasilkan limbah radioaktif
hendaknya menetapkan area khusus untuk penyimpanan limbah radioaktif , yang
harus dikemas dengan benar. Tempat khusus tersebut hendaknya diamankan
dan hanya digunakan untuk tujuan itu.
8) Limbah plastik
Masalah yang ditimbulkan oleh limbah plastik adalah terutama karena jumlah
penggunaan yang meningkat secara cepat seiring dengan penggunaan barang
medis disposable seperti syringe dan selang. Penggunaan plasik lain seperti
pada tempat makanan, kantong obat, peralatan dll juga memberi kontribusi
meningkatnya jumlah limbah plastik. Terhadap limbah ini barangkali perlu
dilakukan tindakan tertentu sesuai dengan salah satu golongan limbah di atas
jika terkontaminasi bahan berbahaya.
d) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah
untuk mengurangi biaya, tenaga kerja dan pembuangan.
2) Penampungan
Sarana penampungan harus memadai, letak pada lokasi yang tepat, aman
dan hygienis. Standarisasi kantong pada limbah klinis dapat dilakukan dengan
pembedaan warna maupun dengan label, hal ini diperlukan agar menghindari
kesalahan petugas dalam pengelolaan.
Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instasni/unit
3) Pengangkutan
4) Pemusnahan
Barang berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya.
a. Memancarkan radiasi
b. Mudah meledak
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai pengim-
bangan kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi, peningkatan suhu dan
tekanan meningkat pesat dan dapat menimbulkan peledakan. Bahan mudah
meledak apabila terkena panas, gesekan atau bantingan dapat menimbulkan
ledakan.
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat disertai dengan pengim-
bangan kehilangan panas, sehingga tercapai kecepatan reaksi yang
menimbulkan nyala. Bahan mudah menyala atau terbakar mempunyai titik nyala
(flash ponit) rendah (210C)
d. Oksidator
e. Racun
Bahan yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menye-
babkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui
pernapasan kulit atau mulut.
f. Korosif
g. Karsinogenik
Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat merusak jaringan
tubuh.
h. Iritasi
Bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput lendir.
i. Teratogenik
j. Mutagenik
Sifat bahan yang dapat mengakibatkan perubahan kromosom yang berarti dapat
merubah genetika.
k. Arus listrik
a. Daya racun dinyatakan dengan satuan LD50 atau LC50, dimana makin kecil nilai
LD50 atau LC50 B3 menunjukkan makin tinggi daya racunnya
a. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri
dan karakteristiknya. Diperlukan penataan yang rapi dan teratur, dilakukan oleh
petugas yang ditunjuk sebagai penanggung jawab. Hasil identifikasi diberi label
atau kode untuk dapat membedakan satu sama lainnya. Sumber informasi
didapatkan dari lembar data keselamatan bahan (MSDS).
b. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan
sesuai sifat dan karekteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus
memprediksi resiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi.
3) Inspeksi dan pemeliharaan sarana, prosedur dan proses kerja yang aman
6) Upayakan agar tenaga kerja memakai alat pelindung diri yang sesuai atau
tepat melalui pengujian, pelatihan dan pengawasan.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
BAB IX
PENUTUP