Anda di halaman 1dari 6

PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)

Legalitas Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW: Sebuah Kajian Normatif


dalam Perspektif UU Ormas dan Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013

Oleh: Dwi Sudarsono, SH 1

Hingga kini sengketa organisasi antara


Pengurus Persaudaraan Setia Hati Terate
(PSHT) Drs. R. Moerdjoko HW dan Pengurus
PSHT Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH, MSc masih
berlangsung. Kabar teranyar, Pengurus PSHT
Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH, MSc telah
mendapatkan badan hukum perkumpulan dari
Menteri Hukum dan HAM RI. Apakah dengan
badan hukum perkumpulan itu mengakibatkan
kepengurusan PSHT Drs. R. Moerdjoko HW
illegal ?

Penulis akan mengajukan 3 (tiga) ulasan untuk


menjawab pertanyaan di atas. Pertama, apa
yang dimaksud Ormas dalam UU Ormas ?
Kedua, bagaimana konsekuensi hukum bagi
Ormas berbadan hukum dan tidak berbadan hukum dalam perspektif UU Ormas ?
Ketiga, bagaimana kedudukan Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW dalam
pespektif UU Ormas dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 82/PUU-XI/2013 ?

Setidaknya terdapat 2 (dua) rujukan norma hukum untuk menjelaskan kedudukan


hukum Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW, yaitu UU No. 17 tahun 2013 jo. UU
No. 16 tahun 2017 (selanjutnya disebut UU Ormas) dan Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 82/PUU-XI/2013.

1. Dalam Perspektif UU Ormas

Di dalam UU Ormas, Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh
masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak,
kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (Pasal 1 Ayat 1).

1Penulis adalah Advokat, Ketua Cabang Persaudaraan Setia Hati Terate Mataram dan Tim Advokasi Perpus
PSHT NTB.
Ormas dapat berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum (Pasal 10
ayat (1)). Selanjutnya Pasal 15, 16, 17 dan 18 UU Ormas2 pada pokoknya
mengatur:
a. Ormas berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah mendapatkan
pengesahan badan hukum sesuai persyaratan yang diatur peraturan
perundang-undangan.
b. Dalam hal telah memperoleh status badan hukum, Ormas tidak memerlukan
surat keterangan terdaftar (SKT).
c. Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum dilakukan dengan pemberian
SKT.
d. Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum dilakukan dengan memenuhi
persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.
e. Ormas yang tidak berbadan hukum dan yang tidak memenuhi persyaratan
untuk diberi SKT dilakukan pendataan sesuai dengan alamat dan domisili.
f. Salah satu persyaratan Ormas untuk mendapatkan status badan hukum atau
surat keterangan terdaftar adalah adanya surat pernyataan tidak sedang
dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan.

Apakah dengan ketentuan Pasal 15, 16 dan 20 UU Ormas dan dengan status
badan hukum Pengurus PSHT Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH, MSc
mengakibatkan Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW illegal ? Jawabannya
adalah “tidak”.

Pasal 12 ayat (1) huruf f UU Ormas pada pokoknya mengatur bahwa badan hukum
perkumpulan didirikan dengan memenuhi persyaratan adanya surat pernyataan
tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan.
Selama ini, antara Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW dan Pengurus PSHT
Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH, MSc masih dalam sengketa organisasi. Sengketa
organisasi tersebut hingga kini belum pernah diselesaikan di depan
pengadilan. Apabila merujuk pada Pasal 12 ayat (1) huruf f UU Ormas,
Menteri Hukum dan HAM seharusnya tidak sepihak mengeluarkan keputusan
pendirian badan hukum Pengurus PSHT Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH, MSc.
Ironisnya, sebelumnya Menteri Hukum dan HAM RI juga telah menetapkan
hak lisensi atas merek/logo “Persaudaraan Setia Hati Terate” dan “Setia Hati
Terate” yang dimiliki/dipegang Ketua Umum PSHT Drs. R. Moerdjoko HW.

Ketentuan Pasal 18 UU Ormas secara jelas mengatur bahwa Ormas yang tidak
berbadan hukum dan yang tidak memenuhi persyaratan untuk diberi SKT
dilakukan pendataan oleh Camat sesuai dengan alamat dan domisili. Sampai di
sini dapat disimpulkan bahwa status Ormas dapat dikelompokkan ke dalam 4
kategori, yaitu, ormas berbadan hukum, ormas terdaftar, dan ormas terdata atau
belum terdata. Badan hukum perkumpulan PSHT Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH,
MSc bersifat administratif badan hukum dari Pemerintah. Dengan demikian,
apakah Ormas yang tidak berbadan hukum berarti illegal ?

2Pemerintah tetap memberlakukan Pasal 16, 17 dan 18 UU Ormas, meski dalam amar Putusan MK No.
82/PUU-XI/2013, Mahkamah Konstitusi menetapkan ke-3 pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan
UUD 1945 dan berlaku tidak mengikat.
Dengan demikian, jelas keliru jika Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW
dinyatakan illegal oleh Pengurus PSHT Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH, MSc hanya
dengan alasan belum berbadan hukum. Selama ini, tidak ada surat peringatan
atau pelarangan atau sanksi atau surat pembubaran dari Pemerintah yang
diberikan kepada Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW. Bukankah selama ini
Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW dapat menjalankan hak dan kewajibannya
dengan baik sebagai ormas sesuai ketentuan Pasal 20 dan 21 UU Ormas ?
Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW tetap memiliki hak-hak konstitusi di dalam
menjalankan kegiatannya sebagai Ormas perkumpulan.

2. Perspektif Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013

Mari bergeser mentelaah legalitas Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW dalam


perspektif Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 82/PUU-XI/2013. Salah satu
pihak yang mengajukan permohonan judicial review UU Ormas No. 17 tahun 2013
adalah Prof. Dr. Din Syamsudin dan Dr. Abdul Mu’ti M.Ed masing-masing
selaku Ketua Umum dan Sekretaris Umum PP Persyarikatan Muhammadiyah.
Atas Permohonan judicial review tersebut, MK mengabulkan permohonan
Pemohon untuk sebagian. Sesuai Putuan MK tersebut, Pasal 16, 17 dan 18 UU
Ormas dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal 16, 17 dan 18 UU Ormas tersebut
mengatur tentang proses pendaftaran Ormas (baca Pasal 15 s/d 18 UU Ormas).

Menurut hemat Penulis, konsekuensi hukum pembatalan Pasal 16, 17 dan 18 UU


Ormas (sesuai Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013) yang mengatur pendaftaran
Ormas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah tidak dapat memaksa atau mewajibkan Ormas yang tidak
berbadan hukum untuk mendaftarkan diri atau memiliki SKT.
2. Ormas yang tidak berbadan hukum dapat mendafarkan diri, tetapi tidak
dilarang jika tidak mendaftarkan diri.
3. Apabila Ormas akan mendaftarkan diri, dapat dilakukan di tempat domisili atau
wilayah kerja Ormas (kabupaten/kota).
4. Apabila Ormas yang tidak berbadan hukum memilih untuk tidak mendaftarkan
diri, Pemerintah harus tetap mengakui dan melindungi keberadaannya sebagai
Ormas yang melakukan kegiatan di wilayah kerjanya baik di level daerah
maupun nasional.
5. Ormas tidak dibatasi wilayah kerjanya berdasarkan tempat pendaftaran.
6. Tidak boleh ada diskriminasi pelayanan terhadap Ormas baik yang memiliki
SKT maupun tidak mendaftarkan diri/tidak memiliki SKT.

Berangkat dari dalil di atas, Pengurus PSHT Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH, MSc
jelas keliru apabila menyatakan Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW beserta
organ Pengurus Cabangnya illegal. Perlu ditegaskan kembali badan hukum atau
SKT hanya bersifat administratif, dan bukan bersifat hak konstitusional atau hak
warga negara yang dijamin undang-undang. Selama ini, keberadaan Pengurus
PSHT Drs. R. Moerdjoko HW beserta organ Pengurus Cabangnya telah diakui
oleh Pemerintah, aparat hukum dan pihak lain baik di tingkat daerah maupun
nasional. Selain itu, bukankah selama ini Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW
juga telah membayar pajak setiap tahun kepada Pemerintah ?
Justru sebaliknya, menurut hukum Pengurus PSHT Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH,
MS telah melanggar hak lisensi atas merek/logo “Persaudaraan Setia Hati Terate”
dan “Setia Hati Terate” yang dimiliki Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW.
Selama ini, Pengurus PSHT Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH, MS mengkalim memiliki
hak lisensi atas merek/logo “Persaudaraan Setia Hati Terate” dan “Setia Hati
Terate”, namun mereka tidak dapat membuktikan/menunjukkan alat bukti/alas hak
atas hak lisensi tersebut.

3. Badan Hukum

Meminjam pendapat Prof. Soebekti, badan hukum (rechts persoon) adalah suatu
badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak dan dapat melakukan perbuatan
hukum seperti manusia serta dapat digugat dan menggugat di depan hukum.
Badan hukum dapat dibentuk dalam ranah pemerintah, swasta dan sosial, seperti
lembaga pemerintah, PT, firma, CV, perkumpulan, yayasan, koperasi, dll.

Berdasarkan Pasal 1653 KUHPerdata, badan hukum diklasifikasikan menjadi 3


(tiga), antara lain:
a. Badan hukum yang dibentuk Penguasa Negara (Pemerintah).;
b. Badan hukum yang diakui oleh Penguasa Negara (Pemerintah;
c. Badan hukum yang didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak
bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan.

Konsekuensi hukum badan hukum dengan klasifikasi huruf a dan b di atas


sekurang-kurangnya antara lain:
a. Personifikasi dari badan hukum adalah badan hukum itu sendiri, bukan
perseorangan pengurusnya. Pengurus tidak dapat mewakili badan hukum atas
nama pribadi.
b. Kekayaan badan hukum terpisah dari kekayaan pribadi-pribadi pengurus.
Kekayaan badan hukum bukan merupakan kekayaan pribadi pengurus.
c. Pertanggung jawaban hukum atas perikatan pihak lain dibebankan sebatas
modal/asset/kekayaan badan hukum tersebut, tidak termasuk harta kekayaan
pribadi pengurus. Jika terjadi default atau wan prestasi atau tuntutan kerugian
dari pihak lain, maka dibebankan kepada kekayaan badan hukum dan bukan
dibebankan kepada pribadi pengurus.

Badan hukum klasifikai huruf a secara otomatis akan terikat dengan konsekuensi
badan hukum di atas. Badan hukum klasifikasi huruf a ditetapkan dengan undang-
undang, surat keputusan, dan peraturan daerah. Badan hukum pemerintah ini
meliputi lembaga-lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif di semua jenjang
kewilayah, termasuk lembaga-lembaga ad hoc yang dibentuk ke tiga lembaga
tersebut.

Sedangkan badan hukum yang diakui Pemerintah (klasifikasi b) merupakan


lembaga non pemerintah yang biasanya ditetapkan dengan surat keputusan oleh
pejabat pemerintah. Lembaga non pemerintah dapat berbadan hukum swasta atau
sosial. Lembaga non pemerintah yang telah diakui Pemerintah akan terikat dengan
konsekuensi hukum badan hukum sebagaimana dijelaskan di atas. Namun,
apabila belum diakui oleh Pemerintah, lembaga non pemerintah belum terikat
dengan konsekuansi badan hukum di atas. Misalnya, sebuah perusahaan
perseroan terbatas (PT) yang belum mendapatkan pengesahan/pengakuan badan
hukum dari Pemerintah tidak terikat dengan konsekuensi hukum badan hukum
tersebut.

Sementara, badan hukum yang termasuk klasifikasi huruf c adalah yayasan atau
perkumpulan). Yayasan atau perkumpulan dapat menjadi badan hukum klasifikasi
b, jika sudah mendapatkan pengakuan Pemerintah dan akan terikat degan
konsekuensi hukum badan hukum di atas. Bentuk dari pengakuan badan hukum
yayasan atau perkumpulan adalah surat keputusan dari pejabat pemerintah
terkait. Yayasan dan perkumpulan dapat dibentuk dengan akte notaris. Namun,
apabila yayasan atau perkumpulan belum mendapatkan pengakuan badan hukum
(surat keputusan) dari pemerintah, keduanya tidak terikat dengan konsekuensi
hukum badan hukum di atas.

Perkumpulan PSHT termasuk dalam klasifikasi badan hukum mana ?


Perkumpulan PSHT termasuk badan hukum dalam klasifikasi huruf c. Saat ini,
Pengurus PSHT Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH, MS telah mendapatkan
pengesahan sebagai badan hukum yang berbentuk perkumpulan dan telah
menjadi badan hukum berklasifikasi b. Oleh karena itu, Pengurus PSHT Dr. Ir.
Muhammad Taufik, SH, MS terikat dengan konsekuensi hukum di atas.
Sedangkan Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko MW tidak terikat menurut hukum
dengan konsekuensi badan hukum di atas.

Dengan demikian, apakah Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko MW yang belum


mendapat pengesahan badan hukum dari Pemerintah menjadi illegal ? Jawabnya
juga tidak, dengan alasan:
a. Perkumpulan PSHT versi Pengurus Drs. R. Moerdjoko MW memiliki akte
notaris pendirian dan kelengkapan organisasi perkumpulan;
b. Sampai saat ini, masih terjadi sengketa kepengurusan antara Pengurus PSHT
Drs. R. Moerdjoko MW dan Pengurus PSHT Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH,
MS;3
c. Pengesahan badan hukum Perkumulan PSHT versi Pengurus Dr. Ir.
Muhammad Taufik, SH, MS bersifat administratif sebagai persyaratan badan
hukum yang terikat dengan konsekuensi badan hukum di atas;
d. Menteri Hukum dan HAM RI secara sepihak telah mengesahkan badan hukum
Pengurus PSHT Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH, MS, tanpa
sepengetahuan/persetujuan Ketua Umum PSHT – Pusat Madiun Drs. R.
Moerdjoko MW sebagai pemilik/pemegang hak lisensi atas merek/logo
“Persaudaraan Setia Hati Terate” dan “Setia Hati Terate”.

4. Kesimpulan

Dari uraian/dalil-dalil di atas, Penulis dapat menarik kesimpulan antara lain:


a. Berdasarkan UU Ormas dan Putusan MK No. 82/PUU-XI/2018, setiap
organisasi dapat melakukan kegiatan tanpa dibatasi wilayah kerja dan berhak

3Saat ini diwakili Biro Hukum, Pengurus Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko MW telah mengajukan keberatan
kepada Menteri Hukum dan HAM RI yang telah mengeluarkan keputusan badan hukum Pengurus PSHT Dr. Ir.
Muhammad Taufik, SH, MS.
mendapat perlindungan dan pelayanan tanpa mengalami diskriminasi dari
Pemerintah;
b. Setiap organisasi berhak untuk mendaftarkan diri atau tidak mendaftarkan diri
dan Pemerintah tidak berhak memaksa atau mewajibkannya untuk
mendaftarkan diri (memiliki SKT/badan hukum);
c. Status badan hukum Pengurus PSHT Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH, MSc tidak
menyebabkan hak dan kewajiban (konstitusi) Pengurus PSHT Drs. R.
Moerdjoko HW illegal. Karena badan hukum Pengurus PSHT Dr. Ir.
Muhammad Taufik, SH, MSc hanya merupakan identitas administratif badan
hukum yang terkait hak dan kewajiban badan hukum. Hak dan kewajiban
badan hukum berbeda dengan hak dan kewajiban Ormas yang diatur dalam
UU Ormas. Dalam perspektif UU Ormas, Ormas yang berbadan
hukum/memiliki SKT maupun yang tidak berbadan hukum/tidak memiliki SKT
memiliki hak dan kewajiban sama;
d. Sesuai ketentuan UU Ormas, Menteri Hukum dan HAM sehatusnya tidak
menetapkan pendirian badan hukum Perkumpulan PSHT Dr. Ir. Muhammad
Taufik, SH, MSc, karena hingga kini antara Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko
HW dan Pengurus PSHT Dr. Ir. Muhammad Taufik, SH, MSc masih dalam
sengketa organisasi dan belum pernah diseleaikan di depan pengadilan;
e. Hak lisensi atas merek/logo “Persaudaraan Setia Hati Terate” dan “Setia Hati
Terate” merupakan alat bukti otentik dan bukti keabsahan keberadaan
Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW.

Penulis tidak mengusulkan rekomendasi dalam tulisan ini, karena Biro Hukum dari
Pengurus PSHT Drs. R. Moerdjoko HW sedang menangani sengketa badan hukum
perkumpulan PSHT di Kementerian Hukum dan HAM RI.

Anda mungkin juga menyukai