Anda di halaman 1dari 19

Sejarah Desa di Kecamatan Tukdana Kabupaten Indramayu, Jawa Barat

SEJARAH KECAMATAN TUKDANA

1.1 Latar Belakang Kecamatan Tukdana


Tukdana adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Indramayu yang merupakan
pemekaran dari Kecamatan Bangodua, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
A. Perbatasan
Utara Kecamatan Bangodua
Selatan Kabupaten Majalengka
Barat Kecamatan Cikedung dan
Kecamatan Lelea
Timur Kecamatan Sukagumiwang
B. Data Umum
Jumlah penduduk : 55.108 jiwa (Laki-laki: 27.329, Perempuan: 27.671)
Jumlah Desa: 13
Jumlah RT: 159
Jumlah RW: 56
Jumlah KK: 21.208
C. Penggunaan Lahan
Permukiman: 972.055 ha
Sawah Irigasi: 617.024 ha
Sawah Tadah hujan: 219.049 ha
Ladang: 407,88 ha
D. Agama
 Sarana Ibadah

Masjid: 20
Musholah: 179
 Pemeluk Agama
Islam: 47.268
Protestan: 6
Katolik: 2
E. Kesehatan
 Sarana Kesehatan
Jumlah Puskesmas: 3
Jumlah Puskesmas Pembantu: 2
Jumlah Polindes: 8
Jumlah Posyandu: 75
 Petugas Medis
Dokter: 6
Perawat: 2
Bidan: 25
Non Perawat: 18
F. Desa dan Kelurahan
Kecamatan Tukdana memiliki 13 Desa, berikut adalah daftar nama desa, luas wilayah
dan nama kepala desa masing-masing.
N0. NAMA DESA LUAS NAMA
WILAYAH KEPALA
( km² ) DESA
1 Bodas - Narwan
2 Gadel - Saba
3 Rancajawat - Tarka
4 Cangko - Tokid
5 Kerticala - Acim
6 Sukamulya - Sobari
7 Sukadana - Sutono
8 Sukaperna - Zaenal
Abidin
9 Mekarsari - Karsita
10 Pagedangan - Roitno
11 Karangkerta - cabik
12 Lajer - Sujono
13 Tukdana - Zaelani

2.1 SEJARAH DESA SUKADANA

Konon kabarnya di suatu blok kampung terdapat sebuah hamparan hutan yang cukup
lebat dan jarang dijamah oleh manusia, sekalipun disana-sini sudahh berdiri kampung
disekitarnya, sehingga kampung tersebut terkesan seperti hutan lindung layaknya yang berada
ditengah-tengah perkampungan dan menurut kabar dari beberapa sumber menerangkan
bahwa hutan dimaksud masih angker. Sehingga tahapan perkembangan kampung dimaksud
sangat lamban karena tidak asal manusia bisa memasuki tanpa berbekal ilmu yang tinggi
pada saat itu, sesuai dengan petumbuhan pneduduk pada kampung disekitarnya maka lahan
pertanian mulai diperebutkan oleh warga yang menguninya kemudian melihat kondisi
kampung yang sudah digarap oleh penghuninya sehingga tidak jarang sering terjadi
kesalahpahaman akibat kekurangan lahan pertanian. Oleh karena itu para sesepuh dari
kampung yang berada disekitar hutan dimaksud mulai membuka kawasan hutan lindung
sangat angker yang berada di antara pemukiman dan dinamakan blok DERMAGA
MALANG.
Sumber lain menerangkan, bahwa di Desa Sukadana berasal dari “SUKA” artinya
senang “DANA” artinya materi. Desa Sukadana berarti senang materi sesuai dengan ciri khas
kehidupan masyarakat yang ada rajin menggali potensi yang mendapatkan sumber rejeki
sesuai dengan bidang dan keahliannya masing-masing. Sebelum menjadi desa tempat yang
kita huni sekarang merupakan hamparan yang ditumbuhi oleh pepohonan yang cukup lebat
dan hanya terdapat satu jalur jalan setapak yang membujur kearah Timur dan Barat., sehingga
penduduk yang menghuni temapt dimaksud menamakan blok Dermaga Malang yang dihuni
hanya beberapa orang saja dengan mata pencaharian memanfaatkan lahan dengan menanam
beberapa jenis tanaman disela-sela pepohonan besar layaknya seperti hutan lindung yang
berada ditengah desa dan cocok untuk lahan mengembala ternak.
Pada suatu hari para para penghuni yang ada pada saat itu sedang giat-giatnya
membuka lahan untuk bercocok tanam dengan peralatan sederhana, tiba-tiba para petani
dihebohkan oleh hilangnya binatang peliahraan. “SULTAN NURAWAN” yang lepas dari
tempat peliharaannya. Saking sayangnya kepada binatang peliharaannnya, yaitu seekor
menjangan tanpa tanduk atau disebut menjangan Dugul, konon Sultan Nurawan terus
mencarinya dari tempat tinggalnya sendiri yaitu diwilayah Sumber Cirebon hingga sampai ke
pedukuhan yang masih kelihatan hutan dan hanya terdapat satu jalur jalan setapak yang
disebut blik Dermaga Malang. Ketika Sultan Nurawan sedang mencari tahu tentang
kepergian binatang peliharaannya yang hilang itu kemudian memberitahukan kepada
penghuni kampng tersebut tentang tujuan kedatangan Sultan dan sempat beristirahat cukup
lama sambil melacak dan mengintai keberadaan menjangan Dugul peliharaannya. Selama
Sultan Nurawan berada di pedukuhan “Dermaga Malang” dalam rangka mencari binatang
peliharaan kesayangannya, Sultan telah banyak bergaul dengan para penghuni pedukuhan
dimaksud dan Sultan merasa betah, karena ada kesamaan dengan tempat kediaman Sultan,
sebelum sultan meninggalkan tempat, beliau berpesan kepada para penghuni yang pernah
ditemuinya, bahwa tempat ini katanya ada kesamaan dengan tempat kediaman sultan pada
saati itu adalah kondisi para petaninya ulet bercocok tanam disamping tanaman padi juga
palawija sebagai selingan dan waktu tanamnya diatur sedemikian rupa sehigga bisa
menghasilkan uang setiap hari-harinya. Selanjutnya Sultan Nurawan meninggalkan
pedukuhan Dermaga Malang melanjutkan perjalanannya mencari menjangan dugul
(menjangan tanpa tanduk) pada saat Sultan sedang menginti dan melacak arah perjalanan
menjangan peliharaannya itu, tiba-tiba terdengar suara gemuruh tetapi tidak dapat melihat
seorangpun dan ternyata binatang kesayangannya itu telah terbunuh dan telah dicincang-
cincang tanpa mengetahui pelakunya. Akhrinya Sultan Nurawan terpaksa menyerah apa yang
telah dilihatnya. Ternyata binatang peliharaannya itu tidak setangguh seperti yang
dibayangkan. Selanjutnya Sultan Nurawan berpesan kepada penghuni yang pernah
ditemuinya, bahwa tempat dimana menjangan dugul itu terbunuh, pada suatu saat nanti areal
itu akan dinamakan “Karanggetas” karena menjangan peliharaannya itu diperkirakan masih
mampu dan kebal terhadap tajamnya pisau, namun kenyataannya tidak demikian.
Selanjutnya dimana tempat bekas pencincangan menjangan dugul itu tidak terlihat
seorangpun hanya terdengar suara gemuruh seperti terdengar suara orang-orang sedang ada
pesta. Sehingga Sulta Nurawan mempunyai pendapat bahwa temapt tersebut kelak akan
dinamakan “GEMURUH” setelah melihat tragedi yang mengherankan itu, selanjutnya Sultan
Nurawan pamitan untuk kembali ke kediamannya di wilayah Sumber Cirebon dan situasi
negara pada saat itu masih dalam negara jajahan Belanda. Sehingga para penghuni
pedukuhan dimaksud memilih hidupnya ditengah hutan agar tidak bentrok dengan
pemahaman kolonial Belanda. Dan pada tahun 1887 penghuni pedukuhan sepakat untuk
memilih pemimpin dalam hal ini disebut Kuwu, pada saat itu yang terpilih adalah Bapak. H.
Tawiyah Idris, mengemban tugas yang dipercayakan kepadanya untuk melindungi warganya
berkeinginan untuk mensejahterakan berdasarkan kesepakatan para sesepuh yang ada pada
saat itu bahwa blok Dermaga Malang namanya diubah menjadi Desa Sukadana, dengan
alasan ingin mengubah derajat warga, maka berdasarkan urun rembug dengan para seseuh
warga dimaksud yang dipimpin oleh bapak kuwu, bahwa dusun tersebut dinamakan Desa
Sukadana, hal ini diputuskan mengambil sejarah dari seekor menjangan Dugul yang awalnya
dipelihara oleh Sultan dari Desa Sukadan, Sumber Cirebon atau sekitar “Talun Cirebon
Girang” dan berakhir ajalnya didaerah dusun dermaga Malang tepatnya diblok Gemuruh,
menjadi tumbal untuk kejayaan Desa Sukadana dimasa mendatang.

2.2 SEJARAH DESA BODAS

Dahulu kala pemukiman desa belum mempunyai nama, masih berupa hutan belantara,
nama Bodas berasal dari panggilan Buyut Bodas yang bernama Nyai Mas Madu Sari, konon
Nyai Mas Madu Sari adalah putri dalem kerabat keraton kesultanan Mataram yang turut
berjuang mengusir penjajahan Belanda di Batavia, karena kegagalan mengusir kaum penjajah
maka beliau besrta kerabatnya yaitu Raden Mas Adiwiranata juga disebut Raden Mas
Adiningrat dan Raden Dalem Lueseeng beserta para prajurinya tidak mau kembali ke keraton
Mataram. Bahkan berusaha membangun kekuatan tentaranya di sebuah hutan perbatasan
antara Kabupaten Indramayu dan Majalengaka, sambil menunggu komando dari pihak
kesultanan Mataram, beliau mendirikan sebuah pedukuhan yang bernama Bodas, berasal dari
bahasa Sunda yang artinya “Putih” kejadian ini berasal ketika Nyi Mas Mayangsari sebabis
membakar hutan belantara, beliau mandi di kali Cimanuk, yang apda saat itu sungai dijadikan
alat transportasi utama dari hulu ke hilir, ketika beliau sedang mandi ada pedagang dari
daerah sunda dengan menggunakan rakit melihat kecantikan Nyi Mas Madusari, beliau begitu
cantik dan putih kulitnya, dengan spontan orang sunda tersebut berucap “Aya Jelma Bodas”
maksudnya ada orang putih (cantik mulus). Akhrinya jadi bahan perbincangan tentang
kecantikan Nyi Mas Madusari tersebut, yang selanjutnya disebut buyut Bodas dan
pemukimannya disebut Bodas.
Pada sekitar abad 16, seorang pangeran dari kerajaan Mataram yang bernama Sunan
Kuning mempunyai dua orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan, anak pertama
beranama Raden Dalem Leuseeng, anak keuda perempuan bernama Nyi Mas Madu Sari,
anak ketiga laki-laki bernama Raden Mas Adiningrat atau Adi Wiradinata. Pada abad itu
Sunan Kuning dari Mataram membawa pasukan perangnya diperintahkan oleh ayahnya
(Sunan Agung Mataram) untuk menyerang Belanda di Batavia, dengan membawa bala
tentaranya dan ketiga anaknya untuk membantu menyerang Batavia, dan anaknya bernama
Raden Mas Adiningrat yang menjadi senoati perangnya, dengan membawa peralatan perang
seadanya berangkatlah pangeran kunging ke Batavia.
Berhari-hari melawati hutan dan pedesaan sampailah ketempat tujuan, Sunan Kuning
bersama bala tentaranya menyerang Batavia sehingga terjadilah banjir darah, karena
perlengakpan perang yang kalah canggih sehingga pasukan Sunan Kuning dan pasukannya
terpukul mundudr dan kembali ke Mataram. Ditengah perjalanan pulang ketiga anaknya dan
sebagian pasukannya tersesat dihutan, ketiga orang tersebut terpencar. Raden Mas Dalem
Luseheng tersesat dan tinggal di wilayah Majalengka (Desa Luwiseheng Kecamatan
Kadipaten Kabupaten Majalengka), yang dua lagi tersesat di wilayah Indramayu yaitu Nyi
Mas Madusari dan Raden Mas Adiningrat, dan tidak berniat kembali lagi ke Mataram,
bahkan berusaha menyusun kekuatan kembali bila sewaktu-waktu bertempur kembali dengan
Belanda.
Sekitar tahn 1691, Nyi Mas Madusari dan Raden Mas Adiningrat, dengan anak
buahnya membuka lahan untuk pemukiman dan lahan pertanian untuk penghidupannya, yang
pada saat itu masih berupa hutan belantara. Sehubungan Nyi Mas Madusari seorang wanita
sehingga menebang hutan itu menggunakan api dibantu oleh adiknya yang bernama Raden
Mas Adiningrat. Karena membuka lahan menggunakan api atau membakar hutan maka
hasilnya selalu dibatasi oleh suangai, dan kelak dijadikan batas desa yang selalu berbatasan
dengan sungai, yaitu sungai Cimanuk dan sungai Cibuya.
Pada saat itu sarana transportasi dari daerah sunda ke Indramayu masih menggunakan
sungai, yaitu Sungai Cimanuk. Bahwa sungai Cimanuk waktu itu merupakan sarana
transportasi utama yang digunakan para pedagang dan urusan lainnya dengan menggunakan
rakit bambu. Ketika Nyi Mas Madusari sedang mandi di sungai, ada orang sunda lewat
menggunakan rakit bambu melihat Nyi Mas Madusari, sehubungan Nyi Mas Madusari
badannya berkulit putih maka orarng itu menunjuk beliau sambi berkata “Aya jelema bodas”
maksudnya kalau dengan bahasa Indonesianya ada orang berkulit putih. Mengingat Nyi Mas
Madusari sangat cantik dan kulitnya putih bersih, maka setelah kejadian itu menjadi buah
bibir para pengguna sarana transportasi sunga yang kebanyakan dari daerah pasundan, bahwa
daerah itu ada orang Bodas (aya jelma Bodas)
Sejak ada sebutan kepada Nyi Mas Madusari yang berkulit putih (Bodas), maka hutan
yang telah dibakar dan dijadikan pemukiman diberi nama Pedukuhan Bodas yaitu sekitar
tahun 1694. Pada akhirnya Nyi Mas Madusari yang disebut juga Mas Mayangsari menetap di
pedukuhan tersebut, Nyi Mas Madusari dalam penghidupannya ditemani satoh (hewan) kebo
Dugul bule hasil pemberian dari keluarganya di Mataram, yang jinak dan selalu meneamni
dimanapun berada.
Demikian pula sang adik menetap di pedukuhan tersebut sampai berketurunan salah
satu anaknya bernama Raden Nuralim atau Raden Nur Ngalim, yang dalam kelanjutannya
pernah bertempur melawan Belanda, dengan gagah berani.
Sekarang kuburan Nyi Mas Madusari masih ada disamping masjid Jami Babusalam
desa Bodas dengan sebutan Buyut Putih dan Kuburan Raden Mas Adiningrat masih ada di
pekuburan umum dengan sebutan buyut mas. Sejak sekitar Tahun 1694 wilayah itu ditempati
Nyi Mas Madusari dan adikya Raden Mas Adiningrat, penduduknya semakin berkembang
atau semakin banyak, kemudian dalam kurun waktu beberapa waktu, sehingga ditunjukanlah
seseorang yang dianggap cakap untuk memimpin Wilayah Bodas yang bernama Ki
Wirandanu sekitar tahun1731. Karena sudah ada pemimpinnya, maka wilayah Bodas itu
dijadikan sebuah Desa dengan nama Desa Bodas.
Dalam perkembangannya, penduduk Desa Bodas banyak yang pindah untuk mencari
nafkah hidupnya diberbagai daerah, berdasarkan data dan informasi sejak sekitar tahun 1967
jumlah penduduk sekitar 600 kepala keluarga dan kira-kira sekitar 1.700-.1800 jiwa, dan
sampai saat ini jumlah kepala keluarga tidak jauh dari jumlah penduduk saat itu, bahkan
Warga trans. Asala desa Bodas dibeberapa daerah justrujumlahnya lebih banyak dari desa
induknya, Desa Bodas, tercatat dibeberapa daerah seperti desa Bugis-Mangun Jaya,
Kecamatan Anjatan ada Dusun Bodas, didaerah Banten seperti kecamatan Panimbang,
khususnya di Desa KlapaCagak, Bojen dan sekitarnya banyak dihuni warga asalah Bodas,
demikian pula di kabupaten Cianjur didaerah Ciranjang, Cidau banyak warga asal Desa
Bodas, dan sampai saat inipun banyak warga Bodas yang berpencar disegala penjuru
Indonesia dari mulai tentara, PNS, pengusaha, dan petani yang hidup di beberapa daerah.

2.3 SEJARAH DESA MEKARSARI

Konon kabarnya bahwa asal desa Mekarsari berasal dari pemekaran desa Tukdana.
Pemekaran ini dilakukan pada masa jabatan Bapak kuwu Sahid Tukdana menjadi tiga bagian,
yaitu: Tukdana sebagaian desa induk dan Mekarsari sebagai desa pemekaran yang baru.
Kebetulan pemekaran ini berlangsung pada akhir jabatan Kuwu Sudono di desa Tukdana.
Kemudian Kuwu Mekarsari dijabat oleh PJS SAHID.
Seiring dengan berkembangnya perekonomian, maka penambahan pendudukpun
mulai berdatangan dari desa-desa sekitar, perantau-perantau juga mulai berdatangan dari
berbagai wilayah seperti Cirebon, dari desa Gala Gamba Wulung, Kedokan, dan Pipisan.
Nama Mekarsari berasal dari salah satu blok, yaitu blok Tanjakan kemudian
disempurnakan menjadi Mekarsari. setelah pemisahan diri dari desa Tukdana dan Kuwu
pertama Bapa Sahid, berikut ini nama-nama kuwu Mekarsari dan peristiwa penting yang
terjadi diantaranya sebagai berikut:
1. Kuwu Sahid, dalam masa jabatannya kuwu Sahid dapat membangun masjid dan
balai desa
2. Kuwu Warya, dalam masa jabatannya dapat membuat irigasi rancananggung 2.
3. Kuwu Warma, dalam masa jabatannya kuwu Warma membangun irigasi sepanjang
jalan tanjakan dan pengaspalan di jalan-jalan lingkungan desa.
4. Kuwu Karsita, dalam masa jabatannya membangun jembatan penarikan,
pengaspalan-pengaspalan jalan desa Mekarsari.

2.4. SEJARAH DESA KARANGKERTA

Konon kabarnya bahwa asal-usul desa Karangkerta berasal dari pemekaran desa
Kerticala, pemekaran ini dilakukan pada masa jabatan Bapak Kuwu Tasika. Kerticala dibagi
menjadi dua, yaitu: Kerticala sebagian desa induk dan karangkerta sebagai desa pemekaran
yang baru. Kebetulan pemekaran ini berlangsung pada akhir jabatan Kuwu Tasika di desa
Kerticala. Kemudian kuwu Tasika mencalonkan diri di desa Karangkerta dan terpilih.
Seiring dengan berkembangnya perekonomian, maka penambahan pendudukpun
mulai berdatangan dari desa sekitar, perantau-perantau mulai berdatangan dari Cirebon, dari
desa gala gamba wulung, kedokan, dan pipisan. Nama Karangkerta berasal dari salah satu
blok karang anyar, kemudian disempurnakan menjadi Karangkerta. Setelah pemisahan diri
dari desa Kerticala, dan kuwu pertama Bapak Tasika, berikut nama-nama kuwu Karangkerta
dan peristiswa penting yang terjadi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kuwu Tasika, dalam masa jabatannya kuwu Tasika dapat membangun masjid.
2. Kuwu Kandeg, dalam masa jabatannya dapat pesanggarahan.
3. Kuwu Cabik, dalam masa jabatan kuwu Cabik, gedung serba guna dibangun menjadi balai
desa, yang akhirnya balai desa yang berada di blok Rancalintah di pindah ke blok
karanganyar atau lebih terkenal dengan sebutan blok Dongol.
4. Kuwu Yono, dalam masa jabatan yang terakhir terjadi peristiwa yang tidak diinginkan,
yaitu terjadi kerusuhan dalam Pilkades.

2.5 Sejarah Singkat Desa Kerticala


Ada seorang pengembara yang berasal dari Jawa Tengah yaitu Kota Semarang, dalam
pengembaraannya ia singgah di Hutan Indramayu bagian selatan, dari cerita ini orang
tersebut menetap di hutan tersebut hingga lama kelamaan orang tersebut membabat
alas/hutan yang didiami, hari demi hari hasil perjuangannya semakin luas dan ia mempunyai
banyak anggota yang menetap disana, akhirnya orang tersebut mendirikan sebuah Desa yang
dinamakan Desa Kerticala yang berarti Kerti = Bintang dan Cala = Cahaya, diambil dari
kesimpulan dari makna tersebut yaitu Bintang Bercahaya nama kepala / pemimpin Desa
tersebut yaitu Bapak Buyut Siyem.
Singkat cerita kepala / pemimpin Desa tersebut meninggal pada tahun 1867, maka
masyarakat penduduk setempat mengadakan musyawarah pengganti pemimpin Desa, dengan
cara penunjukkan kepada masyarakat yang dianggap ditokohkan / yang berani dalam bidang
hal apapun, maka ditunjuklah yaitu Bapak Karwat sebagai pemimpin / Kuwu Desa Kerticala,
dalam masa kepemimpinannnya oleh bapak Kuwu Karwat Desa Kerticala semakin maju,
singkat cerita Bapak Kuwu Karwat meninggal dunia pada tahun 1908, kemudian Masyarakat
mencari penggantinya dengan cara masih ditunjuk, dari musyawarah penduduk tersebut telah
ditunjuk yaitu Bapak Kasim sebagai pemimpin / Kuwu Desa Kerticala, dengan masa
kepemimpinannya bapak Kuwu Kasim telah membawa Desa Kerticala, Kecamatan
Bangodua, Kabupaten Indramayu lebih maju dari kuwu-kuwu sebelumnya, dengan singkat
cerita Bapak Kuwu Kasim telah meninggal dunia pada tahun 1930, seperti biasa cara
penunjukkan sebagai pengganti Kuwu Kasim, telah ditunjuk yaitu Bapak Dasmar sebagai
pemimpin / Kuwu Desa Kerticala, selama kepemimpinan Kuwu Dasmar, penduduk desa
semakin banyak dan mata pencaharian penduduknya sebagai petani.
Singkat cerita Bapak Kuwu Dasmar meninggal dunia pada tahun 1947, dengan
meninggalnya Bapak Kuwu Dasmar Pemerintah Kabupaten Indramayu sudah membuat
aturan tata cara pemilihan Kepala Desa, maka pada saat itu masyarakat telah merencanakan
pemilihan Kuwu dengan cara pemilihan, maka terpilihlah Bapak Kadma sebagai Kuwu Desa
Kerticala, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu, bapak Kuwu Kadma telah
memimpin Desa Kerticala dari mulai tahun 1948 sampai dengan tahun 1968, tidak sampai
meninggal dunia, maka pada tahun 1969 desa mengalami transisi, dengan berhentinya Kuwu
Kadma, maka Pemerintah Kabupaten Indramayu/Bupati memerintahkan kepada KODIM
untuk menunjuk anggotanya sebagai Pejabat Kuwu di Desa Kerticala, Kecamatan Bangodua,
maka ditunjuklah anggota Koramil Bangodua yang bekerja sebagai Babinsa di Desa Kerticala
yaitu Bapak Sertu Ika sebagai Pejabat Kuwu Desa Kerticala.
Kepemerintahan Pejabat Kuwu Bapak Ika, sesuai dengan aturan pemerintah sehingga
berakhir pada tahun 1974 kemudian pada berikutnya Pemerintah Desa Kerticala telah
mengadakan Pemilihan Kepala Desa / Kuwu, dari hasil pemilihan, maka terpilihlah Bapak
Tasika sebagai Kepala Desa Kerticala, dengan kepemerintahan Bapak Tasika Desa Kerticala
sudah mengalami kemajuan dalam bidang-bidang terutama mengenai luas wilayah yang
begitu besar dengan jumlah penduduk begitu banyak, maka Pemerintah desa Kerticala
mengajukan pemekaran desa, dari hasil pengajuan tersebut banyak dikabul oleh Pemerintah
Kabupaten pada saat itu Bapak Kuwu melepaskan jabatannya untuk mencalonkan Kepala
Desa di Desa Pemekaran, beliau menjabat kepla desa dari tahun 1975 s/d tahun 1983
sehingga diadakan pemekaran desa, dengan luas wilayah pemekaran yaitu = 752,01 Ha dan
jumlah penduduk sebanyak = 5.442 jiwa, darichasil pembagian aset Desa yaitu 55% dan
45%, pada saat pembagian aset desa dijabat oleh Pejabat Sementara yaitu Bapak Zainal
Abidin menjabat dari tahun 1983 bulan oktober sampai dengan bulan desember tahun 1983.
Kemudian diadakan pemilihan Kepala Desa pada tahun 1984 yang terpilih yaitu
Bapak R. Badili kepala Desa yang sudah pemekaran dengan Desa Karangkerta, dengan luas
wilayah = 396.01 Ha dan jumlah penduduk sebanyak 2.993 jiwa, selama pemerintahan
Kepala Desa Bapak R. Badili masyarakat sudah mengalami perubahan yang pesat, beliau
memerintah Desa Kerticala dari tahun 1984 sampai dengan tahun 1992. Kemudian diadakan
pemilihan kembali pada tahun 1993 yang terpilih yaitu Bapak Kadmarih beliau memimpin
Desa Kerticala dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2001, pada saat itu beliau melepaskan
jabatannya menjadi Kepala Desa Kerticala, karena beliau akan mencalonkan kembali di
desanya, pemerintahannya pada saat itu dijabat oleh Pejabat Sementara yaitu Bapak Dohir S.,
menjabat dari tahun 2001 bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober tahun 2001.
Kemudian pada saat pejabat Kepala Desa / Kuwu telah mengadakan pemilihan Kuwu
/ Kepala Desa yang terpilih adalah Bapak Kadmarih, beliau terpilih kembali menjadi Kepala
Desa / Kuwu Desa Kerticala Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu hingga sekarang
yaitu terhitung dari tahun 2001 sampai dengan Tahun 2011. Dan pembangunan-
pembangunan sangat pesat sekali, selama masa kepemimpinan beliau desa Kerticala telah
mendapat Tropi juara lomba Desa Tingkat Kabupaten dan sekarang mendapat program Desa
Peradaban dari tingkat Propinsi Jawa Barat.

2.6 Sejarah Desa Cangko


 Legenda Desa (Sasakala)
Pada zaman dahulu sebagian besar masyarakat desa cangko mempunyai adat istiadat
kepercayaan pada bulan-bulan tertentu mempercayai tidak diperkenankan punya hajat
(pernikahan dan khitanan) terutama pada bulan kapit, kalau dilanggar maka tidak akan
membawa berkah.
Pada menjelang musim tanam dan panen padi disetiap sudut pematang sawah diberi sesaji
berupa kue tujuh rupa.
Pada setiap bulan syura mengadakan syuraan, dengan membuat bubur syura yang
terbuat dari beras dan dicampur dengan berbagai macam sayur-sayuran dan biasanya sore
harinya diadakan tahlilan.
Pada setiap menjelang musim tanam diadakan Sedekah Bumi dan Munjungan
disertai pagelaran Wayang Kulit, adat tersebut diadakan di tingkat desa dalam jangka waktu
setahun sekali. Pada setiap menjelang musim panen diadakan tradisi adat Mapag Sri yang
juga diperingati dengan mengadakan Pagelaran Wayang Kulit dan diadakan satu tahun sekali.
Setiap ada orang meninggal sebelum dibawa kepemakaman Sanak saudara almarhum
supaya Nyelusup ( Berjalan keliling tiga kali dibawah mayat yang sedang dipikul ) dipercayai
agar tidak membayangi kehidupan mereka.

 Terbentuknya Desa Cangko


Catatan sejarah desa cangko jaman dahulu kira-kira pada akhir abad ke-18 adalah
sebuah pedukuhan yang terletak di pinggiran sungai cimanuk, pedukuhan tersebut masih sepi
belum banyak dihuni orang hanya penduduk asli di sana yang menetap secara turun-temurun.
Karena letaknya yang jauh dari keramaian dan menjorog ke dalam maka orang luar segan
datang untuk menetap disana.
Sebenarnya pedukuhan itu cukup subur, Sungai Cimanuk yang mengalir sepanjang
pedukuhan membawa berkah dan harapan bagi mereka, airnya tidak pernah kering meskipun
pada musim pada musim kemarau, yang dapat mengaliri sawah dan ladang mereka sepanjang
masa. Tanaman pangan seperti padi, jagung, sagu, tumbuh subur menghidupi mereka, juga
tanaman lading seperti sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan penghasilan tambahan
sehingga kesejahteraan penduduk pedukuhan itu cukup baik.
Pada masa itu sungai merupakan transportasi utama, transportasi darat belum bisa
diakses disebabkan kondisi alam yang masih belantara dan keterbatasan sumber daya
manusia. Alat transportasi yang bisa digunakan adalah rakit ( = getek ) yang terbuat dari
bambu-bambu yang panjang yang diikat dengan tali akar pada bagian-bagian tertentu
sehingga menyerupai perahu sederhana, lalu rakit itu diceburkan ke Sungai Cimanuk dan
hanyut bersama aliran air sungai.
Kelebihan hasil produksi pertanian yang dimiliki mereka jual atau ditukar dengan
barang lain yang dibutuhkan, cara mereka membawa barang-barang itu dengan menggunakan
rakit dengan kota yang dituju untuk menjual barang-barang tersebut adalah kota Jatibarang
atau Dermayu yang letaknya disebelah utara. Begitupun bagi penduduk yang terletak
disebelah selatan pedukuhan yang akan menjual hasil pertaniannya menggunakan cara dan
jalur yang sama.
Transportasi di Sungai Cimanuk menjadi ramai setiap hari lalu lalang rakit yang
membawa barang dagangan semakin lama semakin padat. Daerah pedukuhan yang awalnya
sepi menjadi ramah dan bergairah, geliat ekonomi mulai tumbuh dan berkembang, orang luar
mulai tertarik datang dan menetap disana.
Ki Rajisan tokoh yang dituakan merasa bangga melihat kemajuan daerahnya, semua
penduduk patuh dan taat kepadanya. Segala yang diperintahkan senantiasa dituruti oleh
pengikutnya Ki Rajisan tokoh yang arif dan bijaksana. Beliau membangun sebuah padepokan
yang digunakan tempat berkumpulnya penduduk pedukuhan untuk bermusyawarah
memecahkan masalah-masalah yang terjadi.
Persis di tengah wilayah pedukuhan itu terdapat belokan Sungai Cimanuk yang cukup
tajam, belokan ini sering menghambat rakit yang sedang melaju, sering kali bagian belakang
rakit menabrak tepian sungai kemudian nyangkol di pinggiran sungai dan rakit berhenti
melaju. Pada saat terjadi seperti itu pengendara rakit dan orang-orang yang melihat selalu
berteriak “Nyangkol .. ! Nyangkol .. ! Nyangkol.. ! kata-kata itu sering diucapkan berkali-kali
dengan intonasi yang cukup tinggi. Sehingga kemudian lama-kelamaan menjadi buah bibir
penduduk pedukuhan, yang pada akhirnya dari kata Nyangkol berproses menjadi Cangkol
dan kemudian menjadi kata Cangko. Dan di kemudian hari tempat tersebut dinamakan Desa
Cangko.

2.7 Sejarah Desa Pagedangan


 Terbentuknya Desa Pagedangan
Catatan Desa Pagedangan menerangkan yaitu dengan adanya kepemimpinan Kuwu
Sanya pada tahun 1929-1933, kemudian diteruskan oleh Kuwu Damid pada tahun 1933-1937,
setelah itu Desa Pagedangan digabung kembali dengan Desa Cangko, dan Desa Pagedangan
dijadikan blok sampai tahun 1982.
Meningat jumlah penduduk dan luas wilayah geografis sudah cukup memenuhi
persyaratan ntuk dapat dimekarkan, maka Pada tahun 1982 terjadi pemekaran, pagedangan
yang dulunya sebagai Blok, setelah dimekar terbentuklah nama desa Pagedangan dengan
mengangkat Hudiyah sebagai Pjs. Kuwu Pagedangan. Wilayah Desa Pagedangan terangkum
dalam wilayah Kecamatan Bangodua pada waktu itu, dengan batas wilayah meliputi sebelah
utara desa Sukaperna, sebelah selatan desa Sukagumiwag, sebelah barat desa Cangko,
sebelah timur desa Ters
2.8 Sejarah Desa Lajer
Desa lajer pemekaran Desa Tukdana Kecamatan Tukdana pada tanggal 10 Oktober
1984. Desa tukdana sekarang menjadi kecamatan tukdana. Pada saat prosesi pemekaran dari
desa tukdana munculah pendapat dari berbagai pihak tentang nama desa hasil pemekaran itu
yaitu Desa Lajer.
Nama desa Lajer di ambil dari nama seorang tokoh Legendaris pejuang masyarakat
pada zaman dahulu yang peduli pada nasib rakyat miskin ialah Bapak Larer yang sering
disebut KI LAJER. Yang selanjutnya disetujui dan disepakati Nama Desa LAJER.
Setelah diresmikannya Desa Lajer dengan surat keputusan Bupati tertanggal 10
Oktober 1984 maka pemerintahmenunjuk seorang pejabat sementara [Pjs] tahun 1984 s/d
tahun 1986 sebagai Pjs Kepala Desa Lajer yaitu Bapak MUSTARA untuk memimpin dan
mengelolah pemerintahan desa lajer sambil menunggu kepala desa definif hasil pilihan
masyarakat melalui pemilihan kepala desa secara demokratis. Namun sebelum terpilih kuwu
definif hasil pemilihan kepala desa, Bapak MUTARA mengundurkan diri karena sakit dan
penggantinya yaitu Bapak CABRONI yang pada waktu itu menjabar sebagai anggota koramil
Bangodua tahun 1986 – 1987. Karena Bapak CABRONI menjabat Pjs kuwu Lajer sudah
memasuki masa pensiun / kurnawirawan, maka pejabat sementara di gantikan oleh Bapak
WASUT pada tahun 1987 sampai pelaksanaan pemilihan kepala desa / kuwu yang baru pada
bulan juli Tahun 1987.

Sejarah Pembangunan Desa LAJER


TAHUN KEJADIAN YANG BAIK / KEGAGALAN
KEBERHASILAN
10-10-1984 Tahun berdirinya lajer dari hasil pemekaran
desa Tukdana Kecamatan Tukdana.
1984-1986 Bapak Mutara selaku Pjs kuwu lajer yang
pertama
1986-1987 Bapak Carbani selaku Pjs. Kuwu kedua
membeli sebidang tanah berikut banguan
rumah di blok sukamukti dan digunakan
untuk kantor desa Lajer.
1987 Bapak Wasut selaku Pjs. Kuwu Lajer ketiga
Melaksanakan pemilihan kuwu lajer definitif
Hasil pilihan rakyat Lajer diikuti oleh dua
calon kuwu yaitu:
1. Sdr. Taryono
2. Sdr. Sunardi
Dimenangkan oleh Sdr. Sunardi
1987 Akibat ketidak puasan
pendukung calon yang kalah
maka pasar desa dirusak dan
dipindahkan ke Desa
Tukdana.
1987 Diawali karirnya Bpk. Sunardi mulai
membangun Masjid jamie “ BAETUL
MAKMUR “ Desa Lajer
Bapak Kuwu Sunardi
meninggal dunia (wafat)
karena sakit Asma dan
jantung
Program listrik masuk desa mulai diajukan
1989 Bapak Lebe Nurono di angkat menjadi Pjs
kuwu desa Lajer melanjutkan masa jabaran
bapak sunardi Alm.
1993 Merenovasi “jembatan Cibuaya” yang
semula menggunakan geladak kayu diganti
dengan beton cor hasil swadaya murni
masyarakat blok sukabakti.
1993 Pemilihan Kepala Desa/ kuwu Desa Lajer,
diikiuti oleh 4 calon kuwu yaitu:
1. Sdr. Karsita
2. Sdr. Abdul adjid
3. Sdr. Jalil
4. Sdr. Mukromin
(dimenangkan oleh Bapak Abdul jalil)
1998 Membangun dua buah jembatan penghubung
antara blok/desa yaitu:
1. Jembatan “Babadan”
( blok Babadan dengan blok Krupuk)
2. Jembatan “warta”
(blok sukamukti dengan krupuk)
1999 Membangun jembatan “Ust. PARBO”
menghubungkan Blok Sukarame dengan
Blok Sukabakti.
2001 Pemilihan kepala desa / kuwu Desa Lajer
yang ke 3
Diikuti oleh 6 orang calon yaitu:
1. Sdr. SARYAMAN
2. Sdr. SUPARTO
3. Sdr. SARIPUDIN “BLONDO”
4. Sdr. DHARSONO
5. Sdr. ABDUL SALAM
(Di menangkan oleh sdr. DARSONO)
2002 Merelokasi kantor kuwu/ balai desa desa
Lajer Blok Sukamukti di pindahkan ke blok
sukabakti yang dibangun permanen rangka
baja s/d sekarang.
2005 Merenovasi / memperlebar jalan Balai Desa.
2006 Membangun madrasah Diniyah (Ust. Kalimi)
dan TK AL-QURAN.
2006 Membangu saluran Drainase di Blok
“BABADAN” yang dikenal becek dan
kumuh.
2007 Mengaspal jalan Desa di blok sukabakti
sepanjang 1,3 Km
2008 Pengaspalan jalan di Blok Sukarame
sepanjang 0,62 Km dan tempat Drainase
sepanjang 0.62 Km.
2009 Membangun TK/PAUD Bunga Mekar di
halaman Balai Desa sebanyak dua lokal mck.
2010  Membangun jalan tembus antara Desa di blok
sukabakti dengan kontruksi rabat beton
sepanjang 1000 M2.
 Membangun jalan setapak dengan kontruksi
paving blok di lingkungan Balai Desa
sepanjang 0,5 Km.
 Rehabilitasi ringan pada jembatan Cibuaya di
Blok Sukabakti.
2012  TPT Di blok Sukarame (KEDONDONG)
Sepanjang 250 M.
 TPT di Blok Sukamukti sepanjang 700 M (PMPM)
2013  Paving Blok sepanjang 135 M.
 TPT di blok sukabakti gang sarwad – saduri
sepanjang 130 M.
 TPT di Blok sukabakti (tambak impres)
sepanjang 140 M.
2014  TPT Belakang Balai Desa sepanjang 120 M.
 TPT di Blok sukamukti (Ust. Andi) sepanjang
90 M.
 TPT Di blok sukarame (Imang) sepanajng 175
M.
 Pengesahan jalan di Blok Sukabakti (Jl.
Sukarma) sepanjang 700 M. ( PNPM)
 TPT DI Blok Sukamukti (H.Karto –
Gendolong) sepanjang 350 M.
 Gorong-gorong di abalok SukaBakti 6 loksi.
 Gorong-gorong diblok sukarame 3 lokasi.
 TPT di blok sukarame sepanjang 300 M
(Belakang SDN Lajer 1).
 TPT di blok sukamukti ( H. CARSUM- Gg. H
warta) sepanjang 350 M.
 RUTILAHU 20 RUMAH
 Pengesahan jalan di 4 gang (gang ujung, gang
jaja, gang H.M. Idris, dan gang ajo)
sepangang 350 M.

2.9 Sejarah Desa Sukamulya


Dalam penyusunan sejarah desa pada dasarnya tidak ada dokumen resmi (dokumen
tertulis) yang kami temukan, akan tetapi kami optimis data yang akan kami paparkan tentang
desa sebagian besar mengandung kebenaran namun kelengkapannya perlu ditelusuru dan
digali lebih mendalam sehingga kemudian hari tergambar jelas tentang sejarah Desa
Sukamulya yang kita cintai ini.
Asal-usul penduduk Desa Sukamulya adalah dari berbagai desa yang ada di Daerah
Cirebon, diantarany dari Desa Gombang, Desa Cangkring, Desa Wining, Desa Jemaras, Desa
cawi, Desa Beringin, Desa Galagamba, Desa Ciledug, dan Desa lainnya. Karena merupakan
penduduk Transmigrasi Lokal daerah Cirebon. Menurut cerita kesepuhan Desa Sukamulya (
Bapak Harun mantan Lebe sukamulya) pada tahun 1926 – tahun 1930, pemerinta yang saat
itu masih di jajah Belanda membangun Sungai/kali Cipeleng yang sumber airnya dari
bendungan Rentang (Sungai Cimanuk) pembangunan sungan cipeleng ini setelah sampainya
di Desa Ranca Jawat dibagi Dua saluran Induk yaitu:
1. Saluran induk Timur melalui Desa Ranca Jawat, Desa Cangko, Desa Sukaperna dan
sekitarnya.
2. Saluran induk Barat melalui Desa Rana Jawat, Desa Kerticala, Desa sukamulya dan
sekiratnya.
Dan pada tahun 1930 waktu itu karesidenan Cirebon dipimpin oleh Residen Jenggot (
Nama aslinya tidak tahu, akan tetapi karena ayng bersangkutan jenggotnya panjang maka
masyarakat menyebutnya Residen Jenggot), karesidenan Cirebon mengadakan program
transmigrasi lokal khusus untuk penduduk daerah cirebon untuk tujuan membuka lahan hutan
dan pengembangan wilayah dan orang-orang yang diberangkatkan adalah penduduk desa
yang telah disebutkan diatas.
Pada awalnya yaitu tahun 1930 orang-orang yang ikut trnsmigrasi menempati dan
atau ditempatkan di Blok pilangkidang (dulu sebelum diberi nama Blok Pilangkidang terlebih
dahulu namanya Blok Banjarwangunan karena disitu ada situs Buyut
Banjarwangunan/sekarang berganti nama Buyut Grendul), namun dulu belum diberi nama
dan semuanya masih disebut Karang Anyar ( daerah yang baru diuka) Baru bertahan kurang
lebih 1 (satu) tahun karena masih sepi dan masih hutan lebat serta masih jatah dari
pemerintah waktu itu sudah habis maka sebagian penduduk banyak yanga kembali di desa
asalnya.
Kemudian pada tahun 1933 pemerintah melanjutkan program pembukaan wilayah dan
dibagikan kepada penduduk yang masih ada yang mempunyai anak laki-laki, termasuk
dibukanya wilayah Blok Sumur Melati, Blok Panggang welut dan Blok R I (Nama R I
diambil dari pintu air Rc I).
Setelah semuanya sudah menetap dan betah, para tokoh masyarakat bermusyawarah
untuk memberi nama desa yang ditepati,dan berdasrkan pada latar belakang serta perilaku
yaitu kerukunan orang-orangnya, suka gotong royong, saling tolong menolong dan bahu
membahu, dan sudah mendapatkan kemulyaan dari Allah SWT dimana pertaniannya subur,
dan sudah ulai menikmati hasil panen walaupun selalu diperas oleh penjajag Belanda akan
tetapi masyarakat tetap tabah padahal banyak sekali pengorbananya baik harta maupun jiwa,
atas dasar sikap masyarakat kesehariannya yang selalu mengutamakan sifat-sifat mulia(
bahasa setempat mulya) dan Allah SWT telah memberikan kemuliaan terhadap penduduk
setempat serta dibarengi dengan sikap yang sabar dan tabah dalam menghadapi tekanan
penjajag Belanda kalah itu, maka dari hasil kesepakatan musyawarah diputuskan nama desa
yang diduduki waktu itu diberi nama “DESA SUKAMULYA”.
Selang beberapa bulan setelah menentukan nama desa, masyarakat Desa sukamulya
musyawarahkan untuk menunjuk seorang pwmimpin ( kuwu). Hal ini sudah menjadi
kebiasaan masyarakat waktu itu, untuk menentukan / mengangkat kuwu dengan cara ditunjuk
melalui musyawarah desa, dan kadang ditunjuk oleh tingkat kecamatan (Asisten Wedana)
orang-orang yang dipilih menjadi kuwu tanpa biaya sepeserpun. Hal ini dikarenakan menjadi
kuwu harus berjuangn dan harus berani mati dalam berjuang melawan musuh penjajah
Belanda, Penjajah jepang serta melawan gerombolan DI/TII.
Nama-nama Kuwu Desa Sukamulya sejak dulu hingga sekarang yaitu:
1. Kuwu Seni.
2. Kuwu Jimol.
3. Kuwu Taram.
4. Kuwu Sarbin.
5. Kuwu Arba.
6. Kuwu Haji Ahmad
7. Kuwu Sutarjo
( dari nomor 1 hingga 7 masa jabatannya tidak diketahui, karena catatannya tidak ditemukan
untuk itu kepada para tokoh masyarakat Desa Sukamulya jika mengetahuinya mohon
dilengkapi demi kepalidan data ini)
8. Kuwu carman
Masa jabatan sejak tahun 1950 – 1964.
(dari nomor 1-8 , saat itu masih ditunjuk oleh masyarakat melalui musyawarah atau ditunjuk
oleh tingkat kecamatan)
9. Kuwu Tarbin
(merupakan pj, kuwu, karena pada waktu itu yang bersangkutan seorang pamong Desa
dengan jabatan sebagai kliwon, masa jabatan sejak tahun 1964 – tahun 1968).
Pada tahun 1968 Desa sukamulya mengadakan pemilihan kuwu yang pertama, dan sejak saat
itu hingga sekarang yang menjadi kuwu di Desa sukamulya adalah hasil dari pemilihan kuwu
yang dipilih langsung oleh masyarakat kecuali pj kuwu)
10. Kuwu Carman
Masa jabatan sejak tahun 1968 - tahun 1979.
11. Kuwu Sulaiman Ismail (pensiunan ABRI)
Masa jabatan sejak tahun 1979 - tahun 1987) .
12. Kuwu Karno
(merupakan pj kuwu, jabatan sebelumnya Lurah)
Masa jabatan sejak tahun 1987 – tahun 1988.
13. Kuwu Tarkim Sudiaperman, S.H.
Masa jabatan sejak tahun 1988 – tahun 1997.
14. Kuwu Darna
(merupakan pj. Kuwu, jabatan sebelumnya sekertaris Desa/jurutulis)
Masa jabatan sejak tahun 1997 – tahun 1998.
15. Kuwu Targono, B.Sc.
Masa jabatan sejak tahun 1998 – tahun 2008.
16. Kuwu sobari, S.Pd.I
Masa jabatan sejak 2008 – sekarang.

2.10 Sejarah Desa Rancajawat


Alkisah seorang raja dari semarang jawa tengah bernama Kiwongso Demang Yudo,
adalah raja hindu yang kemudian menemukan hidayah ingin memeluk islam dan meminta
sabda atau petunjuk dari sunan terutama dari sunan kali jaga. Dengan sabda yang diberikan
oleh sunan kali jaga Ki wongso beserta istrinya diperintahkan untuk pergi kecirebon dengan
segera Ki wongso beserta istri menuju cirebon. Ketika sampai di cirebon mereka mendapat
wejangan dari sunan kali jaga yang berkata “ seandainya kalian ingin memiliki ilmu
kebatinan dan ilmu jaya kawijaya, dan hasil dari belajar ilmu tersebut kulit mereka berubah
menjadi hitam yang mengandung arti lebam ( sampai akhir hayat menetap didaerah
Rancajawat)
Menurut sejarah diceritakan bahwa daerah tersebut erada disebelah barat sampai
cimanuk,disitu ada sebuah hutan belantara yang sangat lebat dan angker serta sebuah rawa
yang snagat panajng terbentang dai ujung selatan sampai keujung utara, yang saat sekarang
disebut daerah pesawahan diantaranya dari Blok. Kesambi, saradan sampai ke Blok patri.
Pada saat itu belum ada penduduk satu pun, yanga da hanya bermacam-macam binatang
seperti : burung, berbagai jenis ular, ikan dan sejenis hewan lainnya yang hidup bebas.
Suami-istri tersebut adalah orang pertama penduduk desa ranca jawat, karena mereka
betah maka mereka membangun rumah yang terbuat dari bambu (gubug) ditepi rawa yang
beratapkan welit ( genting yang terbuat dari alang-alang), yang sekarang menjadi
pesanggrahan Mbah Buyut Semarang. Pada waktu itu mata pencaharianmereka untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari yaitu dengan bercocok tanam, berkebun, dan berternak.
Kerbau yang menjadi hewan kesayangan Ki Wongso Demang. Sebagai penerangan mereka
memanfaatkan bambu yang diberi minyak jarak yang disebut dengan oncor. Untuk peralatan
masih sangat sederhana yaitu tombak, parang, arit, pecok, ani-ani, dan lain sebagainya.
Bertahun-tahun mereka hidup didaerah tersebut dengan damai dan bahagia, pada
suatu hari ada serombongan menjadi tamu mereka yang ternyata adalah para Demang.para
patih , dari kerajaan semarang yang bertujuan mencari rajanya yang telah lama hilang dan
tidak diketahui keberadaannya. Kemudian Ki Wongso Demang yuda berkata kepada mereka
“hai para tamu, sudahlah jangan pusing, jangan sedih untuk mencari rajamu yang telah hilang
tersebut, yang lalu biarlah berlalu sekarang lebih baik kalian hidup bersama kami untuk
membangun pemukiman di daerah ini demi masa depan kalian.” Sebenarnya mereka samar
atau menyangka bahwa orang tersebut adalah rajanya yaitu Ki Wongso Demang Yuda, tetapi
karena kulit yang berubah menjadi hitam akibat belajar ilmu kebatilan dan ilmu jaya
kawijaya, maka mereka menaati mdan menuruti perkataan beliau. Sampai saat ini para tamu
tersebut dijadikan nama blok, yaitu blok patri, blok saradan, blok tambak bedah, blok
kesambi, blok semarang dan lain sebagainya.
Konon diceritakan para sesepuh Rancajawat pada waktu unjungan pemerintahan
kuwu Rasgan yang terjadi kurang lebih pada tahun 1931 pada saat itu menyembelih 12 ekor
kambing yang harganya lebih mahal dari pada satu ekor kerbau, tetapi yang terjadi bukannya
mendapat barokah dan desanya subur dan makmur malah mendapatkan sebaliknya yaitu
musibah dimana setelah seusai unjungan secara tiba-tiba desa rancajawat menjadi gelap
gulita tertutup mendung dan datang angin puting beliung dari arah buyut menuju Balai Desa
menyapu dan mengobrak abrik sehingga balai desa terbalik dan angin tersebut berbalik arah
menuju kerumah kuwu sehingga rumah kuwu pun terobrak abrikterkena hantaman angin
puting beliung, maka sampai saat sekarang masyarakat Rancajawat kalau unjungan buyut
Semarang harus menyembelih kerbau tidak berani menyembelih hewan lainnya.
Terbentuknya Desa Racajawat
Adapun untuk asal usul nama Rancajawat sendiri, bahwasannya Rancajawat berasal dari dua
kata yaitu Ranca, dan Jawat yang sebenarnya adalah orang jawa yang sangat kuat. Kuat disini
mengandung arti dari Ki Wongso yang mempunyai niat yang sangat kuat bagai baja ingin
memeluk agama islam dan ingin memiliki ilmu kesempurnaan hidup menurut ajaran agama
islam. Sampai saat sekarang diyakini oleh masyarakat Rancajawat bahkan sudah dijadikan
Hukum Adat Desa bahwa unjungan Mbah Buyut Semarang diharuskan menyembelih Hewan
Kerbau.
Seiring dengan berjalannya waktu Rancajawat yang daerahnya subur banyak penduduk yang
berdatangan dan menetap di tempat kediaman Ki Wongso, dan lama kelamaan semakin ramai
dan menjadi desa.
Desa Rancajawat merupakan desa yang terletak paling selatan dari kabupaten Indramayu, dan
yang dibatasi sebelah utara Desa Cangko, sebelah timur Sungai Cimanuk atau desa Gunung
sari, sebelah selatan Desa Gadel dan sebelah Barat Desa Kerticala. Sedangkan sumber-
sumber pendapatan desa pada saat itu diantaranya adalah Bengkok ( tanah carik ) hasil dari
tanah titisara, swadaya murni masyarakat.
Kuwu Desa Rancajawat yang bisa kami ketahui pada jaman penjajahan Belanda sampai
sekarang adalah:
1. Kuwu Lampir
2. Kuwu Tarsa
3. Kuwu Mardi
4. Kuwu Sempi
5. Kuwu Talka ( . . . . . 1915 )
6. Kuwu Akma ( 1915 – 1930 )
7. Kuwu Rasgan ( 1930 – 1934 )
8. Kuwu Barki ( 1934 – 1937 )
9. Kuwu Dirga ( 1937 – 1941 )
10. Kuwu Bilal ( 1941 – 1944 )
11. Kuwu Darwan ( 1944 – 1947 )
12. Kuwu Jaka ( 1947 – 1955)
13. Kuwu Wajid ( 1955 – 1958 )
14. Kuwu Tanjan ( 1958 – 1966 )
15. Kuwu Dala Tarjono ( 1966 – 1979 )
16. Kuwu Takwa ( 1978 – 1988 )
17. Kuwu Dasmar ( 1988 – 1999 )
18. Kuwu Sarlam ( 1999 – 2009 )
19. Kuwu Rarka ( 2009 – 2012 )
20. Kuwu mamet T. Haryanto, S.Sos ( 2012 – sampai sekarang )

Anda mungkin juga menyukai