BAB I
PENDAHULUAN
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan kerja bagi pekerja didalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan bagi
pekerja.
5. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan para pekerja yang diakibatkan oleh keadaan
atau kondisi lingkungan tempat kerja.
6. Meningkatnya produksi, efisiensi dan produktivitas kerja yang akan memacu
pertumbuhan ekonomi.
7. Tersusunnya bahan pertimbangan bagi instansi RSI UNISMA untuk perbaikan keadaan
lingkungan kerja untuk mencegah timbulnya gangguan akibat kerja.
4
BAB II
Organisasi di rumah sakit adalah sebuah struktur yang di bangun oleh suatu elemen
perusahaan atau dari rumah sakit sendiri tersebut yang memiliki tingkatan-tingkatan dan juga
memiliki tugas masing-masing dan mereka saling membutuhkan satu sama lain. Dan organisasi
tersebut berdiri di bawah naungan pemerintah maupun tidak. Rumah sakit yang tidak berda
naungan pemerintah adalah rumah sakit swasta. Mereka berdiri dari orang yang memiliki rumah
sakit tersebut
1. Direktur
Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik, mempunyai Tugas Pokok :
menyiapkan perumusan dan fasilitasi Perlengkapan Medik dan Non Medik di RS.
a) Penyusunan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik;
b) Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik;
c) Pembinaan, Pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi
3. Bidang Pelayanan
A. Kepala Bidang Pelayanan
4. Bidang Penunjang
A. Kepala Bidang Penunjang
8
Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah sakit berfungsi untuk memberikan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. (
Rumah sakit sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan harus memberikan
pelayanan yang baik dan berkualitas. Manajemen rumah sakit harus berupaya memuaskan
pasiennya, dalam hal ini masyarakat dengan berbagai tingkat kebutuhannya.
Sebuah rumah sakit didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan
kesehatan dalam bentuk perawatan, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis atau non medis,
dan tindakan diagnosis lainnya yang dibutuhkan oleh masing-masing pasien dalam batas-batas
kemampuan teknologi dan sarana yang disediakan di rumah sakit (Wijono, 1999).
Disamping itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang cepat,
akurat, dan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat berfungsi sebagai
rujukan rumah sakit sesuai dengan tingkat rumah sakitnya.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat
jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan gawat darurat yang mencakup
pelayanan medik dan penunjang medik.
10
Sedangkan untuk dapat disebut sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik dari jenis
pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan masyarakat harus
memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah:
Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan
tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan.
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima oleh
masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan
dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
3. Mudah dicapai
Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dicapai
oleh masyarakat (dari sudut lokasi).
4. Mudah dijangkau
Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dijangkau
oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini termasuk dari sudut
biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan
pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5. Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah bermutu. Pengertian yang
dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan,
dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang
telah ditetapkan.
Dalam upaya pelayanan di rumah sakit, maka pasien yang memperoleh jasa pelayanan
memiliki harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat memenuhi bahkan
11
melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu tumbuh pemikiran dalam diri pasien
bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah sakit yang efektif dan memiliki mutu.
2.2. Program Kerja Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) RSI
Malang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) di Rumah Sakit Islam Malang
melaksanakan program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan yang merupakan bagian dari
komponen keselamatan dan keamanan lingkungan fisik yang berupaya untuk mengelola semua
resiko-resiko yang mungkin terjadi di dalam pelayanannya dan mempertahankan kondisi aman
bagi pasien, keluarga, staf dan pengunjung.
Selama ini Rumah Sakit Islam Malang telah melaksanakan program K3RS, terutama
pemeliharaan gedung, pemeliharaan peralatan, pemeriksan kesehatan karyawan, kesehatan lingkungan,
penanggulangan kebakaran, penanganan bahan dan limbah B3 dan lain-lain namun belum optimal dan
pada umumnya tidak diawali dengan identifikasi risikonya. Pemeriksaan fasilitas, uji fungsi dan
identifikasi risiko belum dilaksanakan secara optimal. Sehubungan hal-hal seperti maka disusun program
K3RS yang melaksanakan program MFK yang lebih komprehensif, mengutamakan identifikasi risiko
untuk keselamatan dan keamanan fasilitas yang dimiliki rumah sakit, sesuai standar-standar yang
ditetapkan akreditasi versi 2012.
1
KESELAMATAN DAN KEAMANAN
Gedung, fasilitas dan area beresiko teridentifikasi
resikonya.
a. Melaksanakan Identifikasi daerah yang Monitoring
Semua staf, staf kontraktor, detailer, keluarga yg
berisiko dari aspek gedung & fasilitas.
berkunjung menggunakan identitas.
b. Melaksanakan pemberian identitas kepada Rambu-rambu peringatan dan peta / denah, tanda-
staf, pengunjung. tanda khusus B3 telah terpasang di area beresiko.
Monitoring pelaksanaan
c. Melakukan pencegahan kejadian cedera Meminimalisir kebisingan dan tata udara di area
pada pasien, keluarga, staf dan pengunjung. sekitar lokasi yang terdekat dari renovasi.
f. Melaksanakan proteksi kehilangan dan Semua staf penyewa dan staf kontraktor telah
kerusakan dari fasilitas. mengikuti pelatihan tersebut.
Pemeriksaan seluruh gedung
Pelayanan Kesehatan :
Pemeriksaan kesehatan Foto Thorax,
i. Memeriksa kesehatan karyawan baru Laboratorium : DL dan UL,
Pemeriksaan Fisik dan buta warna,
Sehat jasmani dan rohani
j. Melakukan monitoring Efek radiasi Pemantauan radiasi (dengan Kadar Radiasi : 50 mSv/tahun/karyawan.
TLD = Termo Imulition
Dosimetry) Sehat jasmani dan Rohani
Pemantauan Hasil
Pemeriksaan berkala
Pemeriksaan berkala
m. Menyiapkan APD dan prosedur Pemantauan penggunaan APD Kepatuhan Penggunaan APD 100%
perlindungan yang benar dalam
penggunaan dan terpelihara
Pemeriksaan kesehatan
berkala
1. Pengawasan harian
18
a. Melaksanakan identifikasi bahan dan limbah Monitoring B3 Jenis, dampak dan lokasi terindentifikasi
berbahaya B3.
Pemeriksaan limbah cair. Limbah Cair :
b. Melaksanakan pengendalian bahan dan 1. PH : 6-9
limbah berbahaya B3. 2. Organik (KMn04) 85 mg/l
3. Zat Padat tersuspensi 50 mg/l
4. Amonia : 10 mg/l
5. Minyak dan lemak : 10 mg/l
6. senyawa aktif biru metelin : 2 mg
7. COD (Dichromat) : 80 mg/l
8. BOD(20 C,5 Hari) : 50 mg/l
MANAJEMEN EMERGENSI
Identifikasi bencana internal Jenis bencana internal dan eksternal terindentifikasi
a. Melaksanakan identifikasi bencana internal &eksternal
dan external.
3. Pengenalan kode-kode Staf rumah sakit siaga sesuai kondisi tanggap
emergensi. darurat.
b. Melaksanakan uji coba / pelatihan Pelatihan bencana masal
penanggulangan bencana / disaster.
(kode kuning).
Tidak sadar (kode biru).
20
PENGAMANAN KEBAKARAN.
4 Identifikasi pengurangan Pengaman kebakaran terindentifikasi resikonya.
a. Melaksanakan identifikasi pengurangan resiko kebakaran.
resiko kebakaran.
SISTEM UTILITAS
6 Monitoring Sumber listrik dan air bersih teridentifikasi
a. Melaksanakan identifikasi terhadap resiko resikonya.
kegagalan listrik dan air. Memeriksa sumber alternatif
b. Melaksanakan uji fungsi dari sumber & sistem utiliti lainnya.
alternatif & sitem utility lainnya.
Pemantauan air bersih a. Fisika :
1. Bau : Tdk berbau
c. Melaksanakan pemeriksaan dan perbaikan
2. Jumlah zat padat terlarut (TDS) : 0-1000 mg/L
peralatan sistem pendukung lainnya.
3. Kekeruhan : 5 NTU
4. Rasa : Tdk Terasa
5. Suhu : 25.5 C
6. Warna : 15 TCU
b. Kimia :
1. Arsen : 0.01 mg/L
2. Flurida : 1.5 mg/L
3. Kromium :0,05 mg/L
4. Kadmium mg/L
5. Nitrit : 1 mg/L
6. Nitrat : 50 mg/L
7. Sianida : 0.07 mg/L
8. Selenium : 0.01 mg/L
22
PELATIHAN
Sosialisasi Seluruh staf dan pengguna pelayanan telah
Melakukan pendidikan dan pelatihan seluruh mengikuti pelatihan.
7
program MFK ke seluruh staf dan pengguna
pelayanan RS lainnya sesuai kebutuhan.
24
2.Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (pekerja-manajemen dan pihak terkait
lainnya) mengenai potensi bahaya dari aktivitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan
kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan.
3.Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan
pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan mengenal bahaya yang ada, manajemen dapat
menentukan skala
prioritas penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan hasilnya akan
lebih efektif.
.4.Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan
kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan. Dengan demikian mereka dapat
memperoleh gambaran mengenai risiko suatu usaha yang akan dilakukan(Ramli, 2010).
Persyaratan Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya harus dilakukan secara terencana dan komprehensif. Banyak
perusahaan yang telah melakukan identifikasi bahaya, tetapi ternyata angka kecelakaan masih
dinilai tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses identikasi bahaya yang dilakukan belum
berjalan dengan efektif(Ramli, 2010).
Ada beberapa hal yang mendukung keberhasilan program identifikasi bahaya antara lain :
- Identifikasi bahaya harus sejalan dan relevan dengan aktivitas perusahaan sehingga
dapat berfungsi dengan baik. Hal ini sangat menentukan dalam memilih teknik
identifikasi bahaya yang tepat bagi perusahaan. Bagi perusahaan yang sifat risiko
rendah, tentu tidak perlu melakukan identifikasi bahaya dengan teknik yang sangat
komprehensif misalnya teknik kuantitatif.
- Identifikasi bahaya harus dinamis dan selalu mempertimbangkan adanya teknologi dan
ilmu terbaru. Banyak bahaya yang sebelumnya belum dikenal tetapi saat ini menjadi
suatu potensi besar. Karena itu, dalam melakukan identifikasi bahaya mesti selalu
mempertimbangkan kemungkinan adanya teknik baru atau sistem pencegahan yang
telah dikembangkan. Keterlibatan semua pihak terkait dalam proses identifikasi
bahaya. Proses identifikasi bahaya harus melibatkan atau dilakukan melalui konsultasi
dengan pihak terkait misalnya dengan pekerja. Mereka paling mengetahui adanya
bahaya di lingkungan kerjanya masing-masing. Mereka juga berkepentingan dengan
pengendalian bahaya di tempat kerjanya. Identifikasi bahaya juga berdasarkan
masukan dari pihak lain misalnya konsumen atau masyarakat sekitar. Konsumen
biasanya mengetahui berbagai kelemahan dan kondisi berbahaya yang ada dalam jasa
atau produk yang dihasilkan perusahaan.
26
mencegah seseorang terpapar potensi bahaya, misalnya dengan memisahkan tempat untuk
pembuangan sampah sesuai dengan jenisnya, pemberian pengaman pada mesin, pemberian
alat bantu mekanik.
4)Pengendalian Administrasi
Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat
mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Metode ini meliputi; rekruitmen
tenaga kerja baru sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan ditangani, pengaturan waktu kerja
dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan.
5) Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri secara umum merupakan sarana pengendalian yang digunakan untuk
jangka pendek dan bersifat sementara. Alat Pelindung Diri merupakan pilihan terakhir dari
suatu sistem pengendalian resiko di tempat kerja. Hal ini disebabkan karena penggunaan APD
mempunyai beberapa kelemahan antara lain:
APD tidak menghilangkan resiko bahaya yang ada, tetapi hanya membatasi antara
terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima. Bila penggunaan APD gagal,
maka secara otomatis bahaya yang ada akan mengenai tubuh pekerja.
Penggunaan APD dirasakan tidak nyaman, karena pada umumnya pekerja kurang
leluasa dalam bergerak pada waktu bekerja, dan dirasakan adanya beban tambahan
karena harus dipakai selama bekerja.
Selain hal diatas, perlu diperhatikan juga tentang kriteria dalam pemilihan dan
penggunaan alat pelindung diri, sebagai berikut:
a. Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif kepada pekerja atas
potensi bahaya yang dihadapi ditempat kerja. Alat pelindung diri mempunyai berat yang
seringan mungkin, nyaman dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi
pemakainya. Bentuknya cukup menarik sehingga pekerja tidak malu memakainya.
b. Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis bahayanya maupun
kenyamanan dalam pemakaian.
c. Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali.
d. Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernapasan serta gangguan kesehatan
lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup lama.
e. Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda peringatan.
f. Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia dipasaran.
g. Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.
h. Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan.
29
Sedangkan untuk upaya pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya
dapat
dilakukan dengan cara:
a. Nyamuk
Melakukan pembersihan sarang nyamuk dengan mengubur, menguras dan menutup.
Pengaturan pembuangan air limbah dan saluran dalam keadaan tertutup.
Pembersihan tanaman sekitar rumah sakit secara berkala yang menjadi tempat perindukan.
Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan kelambu terutama diruang
perawatan anak.
b. Kecoa
Menyimpan bahan makanan dan makanan siap saji pada tempat tertutup.
Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di dinding, plafon, pintu dan
jendela.
Melakukan pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
Melakukan pengelolaan sampah atau limbah yang memenuhi syarat kesehatan.
c. Binatang pengganggu lainnya
Melakukan pengelolaan makanan dan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
Apabila dengan pengendalian belum dapat mengurangi atau mengendalikan serangga,
tikus dan binatang pengganggu lainnya maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pemberantasan.
Pemberantasan tesebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Nyamuk
Pemberantasan pada larva atau jentik nyamuk aedes sp. dilakukan dengan cara abatisasi.
Melakukan pemberantasan larva atau jentik dengan menggunakan predator.
Bila diduga ada kasus demam berdarah yang tertular dirumah sakit maka perlu dilakukan
pengasapan (fogging) dirumah sakit.
Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu membersihkan telur yang terdapat
pada celah-celah dinding, lemari, peralatan dan telur kecoa dimusnahkan dengan
dibakar/dihancurkan.
b. Kecoa
Pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
Menutup lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak masuk kedalam ruangan.
Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi
Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul.
30
A. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi assessmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak
diharapkan.
C. Standar keselamatan pasien
1. Hak pasien
8) Tidak dibaenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk itu
harus dibuat ruang antara.
9) Hubungan dengan ruang scrub–up untuk melihat ke dalam ruang operasi perlu
dipasang jendela kaca mati hubungan ke ruang steril dari bagian cleaning
cukup dengan sebuah loket yang dapat diuka dan ditutup.
10) Pemasangan gas media secara sentral diusahakan melalui bawah lantai atau di
atas langit-langit.
11) Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis.
2. Kualitas udara
a. Tidak berbau (terutana bebas dari H2S dan Amoniak
b. Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron dengan rata-
rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 μg/m3, dan tidak
4. Pengawasan
Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang atau unit seperti berikut :
a. Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, laboratorium, perlu
mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang
tersebut.
b. Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (minimum
0,10 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain di rumah sakit.
34
c. Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat
menyediakan suhu dan kelembaban
d. Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara segar dalam ruangan
harus cukup (mengikuti pedoman teknis yang berlaku)
5. Kebisingan
E. Identifikasi terkait health and patient safety di unit kerja ( Rawat inap, Laboratorium,
Ruang operasi ) Rumah Sakit Islam Malang
1. Alat kelengkapan pengaman pasien, yang terdiri dari :
35
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat
di rumah sakit. Penyebabnya oleh kuman yang berada di lingkungan rumah sakit atau oleh
kuman yang sudah dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman endogen. Untuk meminimalkan
risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan lainya perlu diterapkan
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pembinaan, pendidikan, dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi (Depkes
dan PERDALIN, 2008).
Sehubungan dengan hal tersebut Rumah Sakit Universitas Islam Malang menerapkan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dengan cara sebagai berikut :
2. Sabun biasa/antiseptik
3. Sikat lembut DTT
4. Spon
5. Handuk steril/lab bersih dan kering
B. Pelaksanaan
1. Lepaskan cincin, jam tangan dan gelang
2. Basahi kedua tangan dengan menggunakan air mengalir sampai siku, gunakan
sabun kearah lengan bawah, pada kedua tangan.
3. Bersihkan kuku dengan pembersih kuku atau sikat lembut kearah luar, kemudian
bersihkan jari hingga siku dengan gerakan sirkular dengan spon. Mengulangi hal
yang sama pada lengan yang lain. Lakukan selama minimal 2 menit.
4. Membilas tangan dan lengan secara terpisah dengan air mengalir, setelah bersih
tahan kedua tangan mengarah ketas sebatas siku. Jangan biarkan air bilasan
mengalir ke area bersih.
5. Menggosok seluruh permukaan kedua belah tangan, jari dan lengan bawah dengan
antiseptik minimal selama 2 menit.
6. Membilas setiap tangan dan lengan secara terpisah dengan air mengalir, setelah
bersih tangan diarahkan keatas sebatas siku. Jangan biarkan air bilasan mengalir ke
area tangan.
7. Menegakkan kedua tangan kearah atas dan jauhkan dari badan, jangan sentuh
permukaan atau benda apapun.
Mengeringkan tangan menggunakan handuk steril atau diangin-anginkan.
Keringkan tangan mulai dari ujung jari sampai dengan siku. Untuk tangan yang
berbeda gunakan sisi handuk yang berbeda.
Persiapan
Wastafel dan air bersih yang mengalir
Sabun, Sebaiknya dalam bentuk cair
Lap kering / Tisu
Cincin dan gelang perhiasan harus dilepas dari tangan
Pelaksanaan
1. Basahi tangan dengan air megalir
2. Taruh sabun dibagian telapak tangan yag telah dibasahi
3. Gosokkan kedua telapak tangan, buat busa secukupnya tanpa percikan
4. Gosok punggung dan sela sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya
5. Gosok kedua telapak tangan dan sela - sela jari
6. Jari – jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengait/ mengunci
7. Gosok kedua ibu jari dengan jari menggenggam dan memutar
8. Gosokkan dengan memutar ujung jari – jari tangan kanan ditelapak kiri dan
sebaliknya
9. Proses berlangsung selama 15-20 detik
10. Bilas kembali dengan air bersih
11. Keringkan tangan dengan handuk atau kertas tisu yang bersih dengan sekali
pakai
12. Matikan kran dengan tisu atau dengan siku tangan
B. Cuci tangan higienis / rutin menggunakan handrub berbasis alkohol
Persiapan
Cairan handrub berbasis alkohol
Pelaksanaan
7. Gosokkan dengan memutar ujung jari – jari tangan kanan ditelapak kiri dan
sebaliknya
8. Proses berlangsung selama 15-20 detik
9. setelah kering kedua tangan anda kini aman
3. Dekontaminasi alat
Dekontaminasi alat adalah proses yang membuat benda mati lebih aman untuk
ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan dan mengurangi (tapi tidak
menghilangkan) jumlah mikroorganisme yang mengontaminasi. Bertujuan untuk
mengurangi tapi tidak menghilangkan jumlah mikroorganisme yang mengontaminasi
alat. Prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :
1) Setelah melakukan tindakan kepada pasien ,dengan masih menggunakan APD,
lepaskan / buka alat medis yang dapat dilepas
2) Rendam alat dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit atau stabimet selama 10 –
20 menit
3) Lepas APD kemudian cuci tangan
4. Desinfeksi alat
Desinfeksi alat adalah Suatu proses untuk menghilangkan / memusnahkan
mikroorganisme virus, bakteri, parasit, fungi dan sejumlah spora pada peralatan medis
/ objek dengan menggunakan cairan disinfektan kimiawi. Dilaksanakan setelah alat
dilakukan pembersihan dan tidak memerlukan tindakan stirilisasi hanya desinfeksi.
Dilakukan agar alat siap dalam kondisi siap pakai. Prosedur pelaksanaannya sebagai
berikut :
1) Cuci tangan
2) Pakai APD : sarung tangan, apron, masker, kaca mata kalau perlu
3) Lakukan dekontaminasi pembersihan dan keringkan seluruh alat (Stik coter,
selang suction, perlak dll) yang akan dilakukan desinfeksi
4) Masukan alat dalam wadah bersih yang telah diisi dengan formalin tablet dan
tutuplah wadah tersebut
5) Biarkan alat itu berada didalam wadah selama 10 - 12 jam
6) Angkatlah dan simpanlah alat yang sudah disterilkan dalam wadah steril dengan
penutup yang ketat apabila alat tersebut tidak akan digunakan segera
7) Buka sarung tangan dan alat pelindung lain
8) Cuci tangan
39
7. Memakai masker
40
Bertujuan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau
petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau
cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Digunakan
ketika merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
melalui udara atau droplet, petugas sedang mengalami kondisi yang memungkinkan
untuk menularkan kepada orang lain melalui udara atau droplet. Masker harus cukup
menutupi hidung, mulut dan bagian bawah dagu. Prosedur pelaksanaannya sebagai
berikut :
1) Eratkan tali atau karet elastic pada bagian tengah kepala dan leher
2) Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
3) Paskan dengan erat pada wajah dan dibawah dagu sehingga melekat dengan baik
4) Periksa ulang ketepatan pemakaian masker
Bertujuan untuk melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan
melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan.
Digunakan oleh semua petugas ketika ada kemungkinan kontak tangan dengan darah
atau cairan tubuh lain, membran mukosa atau kulit yang terlepas, melakukan prosedur
medis yang bersifat invasive misalnya menusukkan sesuatu kedalam pembuluh darah,
seperti memasang infuse, injeksi dll, menangani bahan – bahan bekas pakai yang telah
terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang tercemar, menerapkan kewaspadaan
berdasarkan penularan melalui kontak, yang mengharuskan petugas kesehatan
menggunakan sarung tangan ketika memasuki ruangan pasien dan petugas harus
melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan ruangan pasien dan mencuci
41
tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub berbasis alkohol. Prosedur
pelaksanaannya sebagai berikut :
1) Kondisi tangan harus kering dan kuku dijaga agar selalu pendek untuk menurunkan
resiko robek
2) Pilih jenis sarung tangan sesuai dengan prosedur pemilihan jenis sarung tangan
3) Pilih ukuran yang sesuai dengan tangan
4) Pasang sarung tangan secara bergantian antara ke dua tangan sampai dengan
pergelangan tangan atau gaun
9. Pembersihan alat
Pembersihan alat adalah suatu proses untuk menghilangkan kotoran yang terlihat
pada peralatan medis / objek dengan menggunakan detergen/enzimatik,air mengalir,
sikat sehingga kotoran / bahan organik hilang dari permukaan. Bertujuan untuk
menghilangkan kotoran yang terlihat pada peralatan medis / obyek. Prosedur
pelaksanaannya sebagai berikut :
1) Cuci tangan
2) Pakai APD : sarung tangan, apron, masker, kaca mata kalau perlu
3) Selesai dekontaminasi alat
4) Kemudian bilas alat medis dengan air mengalir
5) Sikat perlahan-lahan alat medis dari setiap permukaan termasuk gerigi dan lekukan
6) Bilas sampai bersih dalam air mengalir
7) Bersihkan sikat dan bak pencuci
8) Keringkan alat medis dengan kain atau di udara ( non kritikal) bila alat kritikal
lakukan disinfeksi atau sterilisasi
9) Buka sarung tangan dan alat pelindung lain
10) Cuci tangan
1. Pengadaan dan pemantauan alat kelengkapan pengaman pasien, yang terdiri dari :
a. Pegangan sepanjang tangga
b. Toilet dilengkapi dengan pegangan tangan dan bel panggil
c. Pintu dapat dibuka dari luar
d. Tempat tidur dilengkapi dengan penahan pada tepinya dengan jarak terali
lebih kecil dari kepala anak
e. Sumber listrik mempunyai penutup / pengaman
f. Pemasokan oksigen yang cukup pada tempat-tempat penting
g. Tersedianya alat penghisap dalam keadaan gawat darurat (emergency
suction)
h. Ada tenaga listrik pengganti bagi ruangan dan peralatan medis yang vital.
43
2.7.3. SASARAN
1. Alat perlengkapan keamanan pasien lengkap, minimal tercapai 80 %.
2. 100 % kebutuhan APD bagi petugas terpenuhi.
3. Terpenuhinya jumlah rambu-rambu dan tanda bahaya pada seluruh tempat-tempat
beresiko sebesar 100 %.
4. Terlaksananya program sosialisasi dan simulasi K3 bagi pasien, pengunjung dan
pegawai minimal 75 %.
bahan evaluasi antara ketua dan anggota Tim K3 beserta unit-unit lain yang terkait dengan
pelaksanaan program tersebut. Setelah dievaluasi, hasilnya akan dilaporkan kepada Direktur
setiap 3 (tiga) bulan sekali.
3. Penyehatan air
4. Penyehatan tempat pencucian
5. Penanganan sampah dan limbah
6. Pengendalian serangga dan tikus
7. Sterilisasi / Desinfeksi
8. Perlindungan Radiasi
9. Upaya Penyuluhan Kesehatan Lingkungan
B. RINCIAN KEGIATAN
1. Program penyehatan lingkungan kerja antara lain : penyehatan bangunan dan
ruangan kerja termasuk pencahayaan, penghawaan dan kebisingan.
2. Program penyehatan makanan dan minuman antara lain : pengadaan bahan
makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, penyajian
makanan, pendistribusian makanan serta pemeliharaan tempat pengolahan
makanan dan pemeriksaan alat makan dan makanan serta pemeriksaan kesehatan
petugas gizi / penjamah makanan dan penyehatan air.
3. Program penyehatan air antara lain : pemeriksaan rutin kondisi perpipaan / saluran
air di lingkungan RSI Malang, pengajuan pemeriksaan rutin oleh dinas terkait,
melakukan jadwal pemeriksaan rutin air baik secara kimia maupun mikrobiologi.
4. Program penyehatan tempat pencucian (linen / laundry) antara lain : kegiatan
penyehatan linen yang dilakukan secara rutin, pemakaian APD bagi petugas,
pemeliharaan fasilitas linen, proses laundry (infeksius dan non infeksius), sanitasi,
gudang linen, dan pemeriksaan berkala pada petugas linen.
5. Program penanganan sampah dan limbah antara lain : penyediaan, pemantauan dan
pemeliharaan fasilitas pembuangan sampah / limbah padat, cair dan gas serta
pengolahan limbah padat, cair dan gas.
6. Program pengendalian serangga, tikus, kucing dan hewan berbahaya lain, antara
lain : pengendalian nyamuk, kecoa / semut, lalat, tikus, dan kucing serta
pemeliharaan kebersihan.
7. Program sterilisasi / desinfeksi antara lain : penggunaan desinfektan, sterilisasi,
pengemasan, penyimpanan serta indikasi kuat untuk tindakan sterilisasi /
desinfeksi.
8. Program perlindungan radiasi antara lain : kegiatan umum pengamanan,
pengawasan kontaminasi, pemantauan perorangan dan tempat kerja serta
pelayanan pemantauan.
47
BAB 3
HASIL DISKUSI
Program kerja SMK3 di RSI Malang meliputi Keselamatan dan Keamanan pasien,
keluarga, staf dan pengunjung; perlindungan keselamatan karyawan; pengendalian bahan
beracun dan berbahaya; manajemen emergensi; pengamanan kebakaran; identifikasi peralatan
medis; identifikasi sistem utilitas; dan program pendidikan dan pelatihan. Semua program
kerja SMK3 yang dimiliki RSI Malang sudah sesuai dengan Kepmenkes no.
1204/menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit dimana
didalamnya mencakup penyehatan bangunan rumah sakit, pendidikan dan pelatihan ke
karwayan, pengamanan kebakaran. Serta sesuai dengan KMK no.432/menkes/SK/IV/2007
tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit yang
didalamnya mencakup perlindungan kesehatan keselamatan karyawan, manajemen
kegawatdaruratan, pengelolaan bahan berbahaya, dan lain-lain
perencanaan pembuatan SMK3. Bahaya fisik yang bisa ditemukan di RSI Malang antara lain
adanya kebisingan di tempat tertentu seperti ruang genset atau karena adanya pembangunan,
adanya getaran yang bisa ditimbulkan dari ruang mesin dan peralatan, adanya debu atau asap,
adanya panas dari ruang dapur, ruang linen atau alat lain, dan adanya radiasi dari alat-alat
medis di ruang radiologi. Bahaya kimia yang bisa ditemukan dri RSI Malang adalah adanya
bahan-bahan limbah yang berbahaya atau gas anastesi yang beresiko membahayakan petugas
medis. Bahaya biologik yang bisa ditemukan di RSI Malang adalah kemungkinan adanya
penyebaran penyakit seperti TBC, hepatitis A, dan penyakit menular lain. Bahaya ergonomik
yang bisa ditemukan di RSI Malang adalah pekerjaan yang dilakukan secara manual misalnya
pada petugas penyimpanan barang, adanya postur yang salah dalam bekerja, serta pekerjaan
yang berulang seperti petugas administrasi, petugas pembersih, dan lain-lain. Dan bahaya
psikososial yang bisa ditemukan di RSI Malang adalah kemungkinan adanya stress atau
tekanan karena pekerjaan yang bisa diderita oleh semua karyawan rumah sakit.
3.5 Health and Patient Safety di Unit Kerja Rumah Sakit ( Rawat inap, Laboratorium,
Ruang operasi )
Health and Patient Safety adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien yang lebih aman yang bertujuan untuk menciptakan keselamatan pasien di rumah sakit,
meningkatkan akuntabilitas rumah sakit, menurunkan dan sekaligus mencegah kejadian yang
tidak diharapkan. Di RSI Malang hal ini diterapkan dengan adanya pengadaan alat pengaman
pasien seperti pegangan sepanjang tangga, toilet yang dilengkapi pegangan tangan dan bel
panggil, pintu yang dapat dibuka dari luar, tempat tidur yang dilengkapi penahan dengan jarak
terali lebih kecil dari kepala anak, sumber listrik yang mempunyai penutup, pemasokan
oksigen yang cukup ke ruang penting, adanya alat-alat yang bisa dipakai dan dibawa kemana
saja saat keadaan darurat, dan adanya tenaga listrik pengganti bagi seluruh kawasan rumah
sakit. Selain itu RSI Malang memiliki program pencegahan dan pengendalian kebakaran dan
evakuasi, tanda bahaya pada tempat beresiko, adanya program penanggulangan bahan
berbahaya, dan adanya program sosialisasi K3 pada pasien, pengunjung dan petugasnya
sesuai dengan Kepmenkes no. 1204/menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit.
dan pemantauan alat kelengkapan keamanan pasien dan Pemantauan dan pengadaan APD
bagi petugas merupakan kegiatan pokok. Program patient safety management diatas telah
mencakup isi dari Standar keselamatan pasien rumah sakit mengacu pada ”Hospital
Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of
Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002 Kegiatan program ini akan dilaksanakan
oleh unit-unit terkait, program ini akan dikoordinir oleh salah satu anggota Panitia K3
yang telah ditunjuk untuk melaksanakan seluruh kegiatan program tersebut. Dan
dilakukan evaluasi 3 bulan sekali.
Dampak berjalannya kegiatan didalam rumah sakit, maka salah satunya adalah
adalah timbulnya limbah. Adapun jenis limbah yang muncul adalah limbah padat, cair dan
gas. Hal ini perlu diantisipasi efek-efek yang akan ditimbulkannya terhadap kualitas
kesehatan dan keselamatan para pegawai, pasien maupun pengunjung di RSI Malang. Oleh
karena itu Rumah sakit Islam Malang menyelenggarakan upaya kesehatan dalam ruang
lingkup kesehatan masyarakat, termasuk di dalamnya penanganan sampah dan limbah.
Sampah rumah sakit adalah bahan yang tidak berguna, tidak dipergunakan lagi ataupun
yang terbuang yang dapat dibedakan menjadi sampah medis dan non medis, dan
dikategorikan menjadi : sampah infeksius, sampah radioaktif, sampah sitotoksik dan
sampah umum (domestik). Dengan pokok kegiatan Penyediaan fasilitas pengelolaan
limbah padat, cair dan gas, Penanganan limbah rumah sakit,dan Pemeliharaan fasilitas
pengolah limbah padat, cair dan gas.
Program Penangan limbah medis RSI malang telah mencakup isi dari peraturan
Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit. Dalam program ini koordinator program dari Tim K3 mengkoordinir dan memonitor
jalannya pelaksanaan kegiatan program pengolahan limbah padat, cair dan gas yang
dilaksanakan oleh unit kerja Urusan Rumah Tangga dan juga unit kerja Urusan
Pemeliharaan Sarana. Pengelolaan limbah padat non medis bekerjasama dengan TPA
(wilayah Lowokwaru). Sedangkan limbah padat medis akan diproses di incinerator RSI
Malang dengan jadwal tertentu. Sementara ini untuk limbah cair dilakukan pembuangan ke
septik tank. Sedangkan limbah gas dibuang ke udara bebas melalui pipa / cerobong asap.
Dan program ini diadakan evaluasi setiap 3 bulan sekali.
52
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik,
kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya. Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai
ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, terhadap tenaga kerja baik
kesehatan maupun non kesehatan yang bekerja di RS, serta terhadap pasien maupun
pengunjung RS. Dampak kesehatan dari bahaya potensial di rumah sakit bisa mengakibatkan
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Penyakit Hubungan Akibat Kerja (PHAK)
4.2 Saran
Perlu dilakukan peningkatkan sosialisasi mengenai fungsi K3 oleh pihak rumah sakit
kepada siapa saja yang berada di rumah sakit termasuk dokter, perawat, pasien serta tenaga
medis maupun non medis lainnya, agar dapat meminimalkan tindakan beresiko bagi dirinya
sendiri maupun orang lain.
Pihak rumah sakit mengoptimalkan fungsi K3RS yang ada yaitu dengan cara
melakukan pelatihan terkait Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sehingga pekerja yang
kerjanya terkait dengan SMK3 akan lebih berkompeten dalam pekerjaannya.
54
Semua pihak yang terkait dengan RS secara tanggung jawab melaksanakan standar
operasional prosedur (SOP) K3 RS sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan
mengenai K3 lainnya yang berlaku.