Anda di halaman 1dari 54

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap pekerjaan selalu mengandung potensi resiko bahaya dalam bentuk kecelakaan
kerja. Besarnya potensi kecelakaan dan penyakit kerja tersebut tergantung dari jenis produksi,
teknologi yang dipakai, bahan yang digunakan, tata ruang dan lingkungan bangunan serta
kualitas manajemen dan tenaga – tenaga pelaksana.
Jumlah kasus kecelakaan akibat kerja tahun 2011 – 2014 yang paling tinggi pada tahun
2013 yaitu 35.917 kasus kecelakaan kerja yang kemudian menurun hingga 24.910 di tahun 2014.
Provinsi dengan jumlah kasus kecelakaan akibat kerja tertinggi pada tahun 2014 adalah provinsi
Sulawesi Selatan, Riau dan Bali.
Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun pada tahun 2014 menurun sebanyak dua kali
lipat disbanding tahun 2013, yaitu dengan angka 40.694 pada tahun 2014 dan 97.144 pada tahun
2013. Provinsi dengan jumlah kasus penyakit akibat kerja tertinggi pada tahun 2014 adalah
provinsi Bali, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Selain resiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, para pekerja juga berisiko
terpapar bahaya potensial seperti bahaya fisik, biologis, kimia, mekanik dan psikologis, serta
sumbangan bahaya potensial dari segi ergonomis seperti posisi tubuh saat bekerja.
Dalam rangka menilai usaha kesehatan dan keselamatan kerja pada suatu instansi, maka
dilakukan Field Study, yaitu survey lapangan pada Rumah Sakit Islam Universitas Islam Malang
(RSI UNISMA) dengan cara pengamatan dan pengumpulan data tempat kerja yang berhubungan
dengan kesehatan dan keselamatan kerja.
Oleh karena hal tersebut pada makalah ini akan membahas struktur organisasi, program
kerja SMK3, identifikasi dan pengendalian bahaya potensial, kesehatan dan keselamatan pasien
di unit kerja, pengendalian infeksi nosokomial, manajemen keselamatan pasien, penanganan
limbah medis, Dan sistem monitoring lingkungan kerja di RSI UNISMA.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah struktur organisasi RSI UNISMA?
2. Bagaimanakah program kerja SMK3 RSI UNISMA?
3. Bagaimanakah identifikasi bahaya potensial RSI UNISMA?
4. Bagaimanakah pengendalian bahaya potensial RSI UNISMA?
2

5. Bagaimanakah kesehatan dan keselamatan pasien di unit kerja RSI UNISMA?


6. Bagaimanakah pengendalian infeksi nosokomial RSI UNISMA?
7. Bagaimanakah manajemen keselamatan pasien di RSI UNISMA?
8. Bagaimanakah penanganan limbah medis RSI UNISMA?
9. Bagaimanakah sistem monitoring lingkungan kerja di RSI UNISMA?

1.3 Tujuan Field Study


1.3.1 Tujuan Umum
Meningkatnya usaha kesehatan dan keselamatan kerja di instansi Rumah Sakit Islam
Universitas Islam Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Menjelaskan dan memahami struktur organisasi RSI UNISMA
2. Menjelaskan dan memahami program kerja SMK3 RSI UNISMA
3. Menjelaskan dan memahami identifikasi bahaya potensial RSI UNISMA
4. Menjelaskan dan memahami pengendalian bahaya potensial RSI UNISMA
5. Menjelaskan dan memahami kesehatan dan keselamatan pasien di unit kerja RSI
UNISMA
6. Menjelaskan dan memahami pengendalian infeksi nosokomial RSI UNISMA
7. Menjelaskan dan memahami manajemen keselamatan pasien di RSI UNISMA
8. Menjelaskan dan memahami penanganan limbah medis RSI UNISMA
9. Menjelaskan dan memahami sistem monitoring lingkungan kerja di RSI UNISMA

1.4 Manfaat Field Study


1.4.1 Manfaat bagi Instansi Pendidikan
Mempunyai lulusan dokter yang berkualitas dan memilki wawasan tentang materi
Kedokteran Okupasi, terutama dalam pelaksanaan Plant Survey dan penerapannya dalam
pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

1.4.2 Manfaat bagi Instasi RSI UNISMA


2. Tercapainya derajat kesehatan bagi para pekerja yang setinggi-tingginya.
3. Memberikan sarana dalam pelayanan kesehatan dan keselamatan bagi pekerja.
3

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan kerja bagi pekerja didalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan bagi
pekerja.
5. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan para pekerja yang diakibatkan oleh keadaan
atau kondisi lingkungan tempat kerja.
6. Meningkatnya produksi, efisiensi dan produktivitas kerja yang akan memacu
pertumbuhan ekonomi.
7. Tersusunnya bahan pertimbangan bagi instansi RSI UNISMA untuk perbaikan keadaan
lingkungan kerja untuk mencegah timbulnya gangguan akibat kerja.
4

BAB II

TEMUAN FIELD STUDY RSI UNISMA

2.1. Organisasi Rumah sakit

Organisasi di rumah sakit adalah sebuah struktur yang di bangun oleh suatu elemen
perusahaan atau dari rumah sakit sendiri tersebut yang memiliki tingkatan-tingkatan dan juga
memiliki tugas masing-masing dan mereka saling membutuhkan satu sama lain. Dan organisasi
tersebut berdiri di bawah naungan pemerintah maupun tidak. Rumah sakit yang tidak berda
naungan pemerintah adalah rumah sakit swasta. Mereka berdiri dari orang yang memiliki rumah
sakit tersebut

2.1.1. Tugas dan fungsi organisasi di rumah sakit

1. Direktur

Direktur Rumah Sakit Umum mempunyai Tugas Pokok : Membantu dalam


pengelolaan Rumah Sakit dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
5

Dalam menyelenggarakan tugas, Direktur RSUD mempunyai fungsi sebagai


berikut ;

a) Perumusan kebijakan rumah sakit


b) Penyusunan Rencana Strategik Rumah Sakit
c) Penyelenggaraan pelayanan umum dibidang kesehatan

2. Bagian Tata Usaha


A. Kepala Bagian Tata Usaha

Kepala Bagian Tata Usaha mempunyai Tugas Pokok : Memberikan pelayanan


teknis dan administrasi kepada semua unsur dilingkungan kantor Rumah Sakit

Dalam menyelenggarakan tugas, Kepala Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi


sebagai berikut :

a) Penyusunan kebijakan bidang teknis administrasi perencanaan, adminstrasi umum dan


kepegawaian serta adminstrasi keuangan dan asset Rumah Sakit
b) Pembinaan, pengkoordinasian , pengendalian, pengawasan program dan kegiatan
bagian tata usaha
a. Kepala Seksi Pelayanan Medik

Kepala Seksi Pelayanan Medik, mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan


perumusan dan fasilitasi medis di RS

Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Pelayanan Medik mempunyai tugas:

a) Penyusunan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik ;


b) Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik;
c) Pembinaan, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik.

b. Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan

Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan , mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan


perumusan dan fasilitasi Pelayanan Keperawatan di RS
6

Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan mempunyai


tugas :

a) Penyusunan program dan kegiatan seksi Pelayanan Keperawatan;


b) Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Pelayanan Keperawatan;
c) Pembinaan, Pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi
Pelayanan Keperawatan.
d)
c. Kepala Seksi Perlengkapan Meik dan Non Medik

Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik, mempunyai Tugas Pokok :
menyiapkan perumusan dan fasilitasi Perlengkapan Medik dan Non Medik di RS.

Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non


Medik mempunyai tugas :

a) Penyusunan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik;
b) Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik;
c) Pembinaan, Pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi

3. Bidang Pelayanan
A. Kepala Bidang Pelayanan

Kepala Bidang Pelayanan, mempunyai Tugas Pokok : Merencanakan


operasionalisasi, memberi tugas, memberi petunjuk, menyelia, mengatur, mengevaluasi
dan melaporkan penyelenggaraan tugas bidang pelayanan.

Dalam menyelenggarakan tugas, kepala bidang pelayanan mempunyai fungsi :

a) Penyelenggaraan program dan kegiatan pelayanan medik;


b) Penyelenggaraan program dan kegiatan pelayanan keperawatan;
c) Penyelenggaraan dan pengadaan perlengkapan medik dan non medik.

a. Kepala Seksi Pelayanan Medik


Kepala Seksi Pelayanan Medik, mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan
perumusan dan fasilitasi medis di RS
7

Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Pelayanan Medik mempunyai tugas:


a) Penyusunan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik ;
b) Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik;
c) Pembinaan, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik.

b. Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan


Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan , mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan
perumusan dan fasilitasi Pelayanan Keperawatan di RS
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan mempunyai
tugas :
a) Penyusunan program dan kegiatan seksi Pelayanan Keperawatan;
b) Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Pelayanan Keperawatan;
c) Pembinaan, Pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi
Pelayanan Keperawatan.

c. Kepala Seksi Perlengkapan Meik dan Non Medik


Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik, mempunyai Tugas Pokok :
menyiapkan perumusan dan fasilitasi Perlengkapan Medik dan Non Medik di RS
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non
Medik mempunyai tugas :
a) Penyusunan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik;
b) Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik;
c) Pembinaan, Pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi
Perlengkapan Medik dan Non Medik.

4. Bidang Penunjang
A. Kepala Bidang Penunjang
8

Kepala Bidang Penunjang, mempunyai Tugas Pokok : Merencanakan


operasionalisasi , memberi tugas, memberi petunjuk, menyelia, mengatur, mengevaluasi
dan melaporkan penyelenggaraan tugas bidang penunjang.

Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Bidang Penunjang mempunyai tugas:

a) Penyelenggaraan program dan kegiatan logistik dan diagnostik;


b) Penyelenggaraan program dan kegiatan pelayanan sarana dan Prasarana;
c) Penyelenggaraan program dan kegiatan pengendalian instalasi.
d) Penyusunan program dan kegiatan seksi Logistik dan Diagnostik ;
e) Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Logistik dan Diagnostik;

a. Kepala Seksi Logistik dan Diagnostik


Kepala Seksi Logistik dan Diagnostik , mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan
perumusan dan fasilitasi Perlengkapan Logistik dan Diagnostik di RS.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Logistik dan Diagnostik
mempunyai tugas :
a) Penyusunan program dan kegiatan seksi Logistik dan Diagnostik ;
b) Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Logistik dan Diagnostik;
c) Pembinaan, Pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi
Logistik dan Diagnostik.

b. Kepala Seksi sarana dan Prasarana


Kepala seksi Sarana dan Prasarana, mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan
perumusan dan fasilitasiPerlengkapan sarana dan Prasarana di RS
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Sarana dan Prasarana mempunyai
tugas :
a) Penyusunan program dan kegiatan seksi Sarana dan Prasarana;
b) Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Sarana dan Prasarana;
c) Pembinaan, Pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi
Sarana dan Prasarana.

c. Kepala Seksi Pengendalian Instalasi


9

Kepala seksi Pengendalian Instalasi, mempunyai Tugas Pokok : Mempersiapkan,


memperbaiki, dan memelihara sarana dan prasarana Instalasi RS

Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Pengendalian Instalasi mempunyai


tugas :

a) Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Pengendalian Instalasi;


b) Pembinaan, Pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan
Pengendalian Instalasian

2.1.2. Pelayanan Di Rumah Sakit

Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah sakit berfungsi untuk memberikan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu yang dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. (

Rumah sakit sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan harus memberikan
pelayanan yang baik dan berkualitas. Manajemen rumah sakit harus berupaya memuaskan
pasiennya, dalam hal ini masyarakat dengan berbagai tingkat kebutuhannya.

Sebuah rumah sakit didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan
kesehatan dalam bentuk perawatan, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis atau non medis,
dan tindakan diagnosis lainnya yang dibutuhkan oleh masing-masing pasien dalam batas-batas
kemampuan teknologi dan sarana yang disediakan di rumah sakit (Wijono, 1999).

Disamping itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang cepat,
akurat, dan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat berfungsi sebagai
rujukan rumah sakit sesuai dengan tingkat rumah sakitnya.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat
jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan gawat darurat yang mencakup
pelayanan medik dan penunjang medik.
10

Sedangkan untuk dapat disebut sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik dari jenis
pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan masyarakat harus
memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah:

1. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan
tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan.

2. Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima oleh
masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan
dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

3. Mudah dicapai

Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dicapai
oleh masyarakat (dari sudut lokasi).

4. Mudah dijangkau

Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dijangkau
oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini termasuk dari sudut
biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan
pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5. Bermutu

Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah bermutu. Pengertian yang
dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan,
dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang
telah ditetapkan.

Dalam upaya pelayanan di rumah sakit, maka pasien yang memperoleh jasa pelayanan
memiliki harapan tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat memenuhi bahkan
11

melebihi dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu tumbuh pemikiran dalam diri pasien
bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah sakit yang efektif dan memiliki mutu.

2.2. Program Kerja Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) RSI
Malang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) di Rumah Sakit Islam Malang
melaksanakan program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan yang merupakan bagian dari
komponen keselamatan dan keamanan lingkungan fisik yang berupaya untuk mengelola semua
resiko-resiko yang mungkin terjadi di dalam pelayanannya dan mempertahankan kondisi aman
bagi pasien, keluarga, staf dan pengunjung.
Selama ini Rumah Sakit Islam Malang telah melaksanakan program K3RS, terutama
pemeliharaan gedung, pemeliharaan peralatan, pemeriksan kesehatan karyawan, kesehatan lingkungan,
penanggulangan kebakaran, penanganan bahan dan limbah B3 dan lain-lain namun belum optimal dan
pada umumnya tidak diawali dengan identifikasi risikonya. Pemeriksaan fasilitas, uji fungsi dan
identifikasi risiko belum dilaksanakan secara optimal. Sehubungan hal-hal seperti maka disusun program
K3RS yang melaksanakan program MFK yang lebih komprehensif, mengutamakan identifikasi risiko
untuk keselamatan dan keamanan fasilitas yang dimiliki rumah sakit, sesuai standar-standar yang
ditetapkan akreditasi versi 2012.

Berikut ini merupakan rincian SMK3 RS Islam Malang:

2.2.1. Tujuan program K3RS


Secara umum, program K3RS bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat
dan aman bagi pasien dan karyawan dalam lingkungan Rumah Sakit Islam Malang. Sedangkan
secara khusus, bertujuan untuk menyediakan fasilitas yang aman, efektif dan efisien;
mengendalikan secara aman bahan dan limbah berbahaya yang ramah lingkungan;
menanganggapi bila terjadi kedaruratan komunitas, wabah dan bencana; menjamin seluruh
penghuni di rumah sakit aman dari kebakaran, asap atau kedaruratan lainnya.; menjamin
ketersediaan dan berfungsi / laik pakainya peralatan medis; melindungi penghuni rumah sakit
dari kejadian terganggunya, terkontaminasi atau kegagalan sistem pengadaan air minum dan
listrik.

2.2.2. Susunan panitia K3RS


Susunan panitia K3RS dibentuk berdasarkan surat edaran dari Depkes RI tentang panitia
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit (PK3-RS), yang terdiri dari:
12

Ketua : - Wakil Direktur Pelayanan Medik untuk Rumah Sakit Kelas A / B.

- Kepala seksi Pelayanan Medik untuk Rumah Sakit Kelas C / D.

Wakil Ketua : - Kepala Bidang untuk Rumah Sakit Kelas A / B.

- Kepala Sub Bagian Sekretariatan untuk Rumah Sakit C / D.

Sekretaris : Staf Kesekretariatan Rumah Sakit.

Anggota terdiri dari 3 – 4 orang yang berasal dari :

1. Instalasi Pemeliharaan Sarana, Instalasi Pemeliharaan Peralatan Medik dan Instalasi


Sanitasi Rumah Sakit.
2. Bidang Perawatan.
3. Bidang Penunjang Medik.
4. Bidang Pelayanan Medik.

Oleh karena itu, susunan PK3-RS Islam Malang terdiri atas:

Penanggung jawab : dr. H. Tri Wahyu Sarwiyata, M.Kes. (Direktur)

Ketua : dr. Dina Mariyati (IGD)

Sekretaris : Arin Amelia Rahmi (UPS)

Anggota : 1. Arif Fisnawan (IGD)

2. Nurmalita, Amd. Rad. (Instalasi Radiologi)

3. Suwito, Amd. AK (Instalasi Laboratorium)

4. Kartika Dewa (Instalasi Gizi)

5. Tanti W (Instalasi Farmasi)

6. A’an Budiarti, S.Psi (SDM)

2.2.3. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan


Kegiatan besar K3RS yang melaksanakan program Manajemen Fasilitas dan
Keselamatan dibuat dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
13

 Keselamatan dan Keamanan,


 Melaksanakan Identifikasi daerah yang berisiko dari aspek gedung &
fasilitas.
 Melaksanakan pemberian identitas kepada staf, pengunjung, vendor dan area
beresiko.
 Melakukan pencegahan kejadian cedera pada pasien, keluarga, staf dan
pengunjung.
 Melaksanakan pengendalian lingkungan selama masa pembangunan dan
renovasi.
 Melaksanakan pemeriksaan seluruh gedung pelayanan pasien.
 Melaksanakan proteksi kehilangan dan kerusakan dari fasilitas.
 Memastikan bahwa rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
 Memastikan bahwa badan independen dalam fasilitas pelayanan mematuhi
program keselamatan dan keamanan, bahan berbahaya, manajemen keadaan
darurat, pengamanan kebakaran
Perlindungan Kesehatan Karyawan :

 Memeriksa kesehatan karyawan baru


 Melakukan pemeriksaan tenaga kerja area pelayanan (Klinikal dan keperawatan)
 Menangani kesehatan akibat kerja :
1. Kecelakaan akibat benda tajam
2. Kecelakaan akibat B3
3. Kecelakaan akibat lainnya
 Menangani Kesehatan lingkungan tempat kerja.
 Mengelola lingkungan tempat kerja beresiko terhadap Pencahayaan, kebisingan,
kualitas udara, dan sarana fisik penunjang kerja
 Menyusun rencana dan anggaran untuk meningkatkan atau mengganti sistem,
bangunan atau komponen utk fasilitas fisik.
 Bahan Beracun & Berbahaya (B3).
 Melaksanakan identifikasi resiko bahan dan limbah berbahaya B3.
 Melaksanakan pengendalian bahan dan limbah berbahaya B3 (penanganan,
penyimpanan & penggunaan).
 Melaksanakan pelaporan dan investigasi dari tumpahan, paparan dan insiden
lainnya.
14

 Menyiapkan alat dan prosedur perlindungan yang benar dalam penggunaan.


 Manajemen Emergensi
 Melaksanakan identifikasi bencana internal dan external
 Melaksanakan uji coba/pelatihan penanggulangan bencana/disaster.
 Pengamanan Kebakaran
 Melaksanakan identifikasi pengurangan resiko kebakaran.
 Melaksanakan pencegahan kebakaran terhadap bahan mudah terbakar.
 Melaksanakan pelatihan penanggulangan kebakaran.
 Melaksanakan pemeriksaan, uji fungsi peralatan kebakaran dan pemeliharaan
peralatan.
2.2.3.6. Peralatan Medis
 Melaksanakan identifikasi resiko dari peralatan medis.
 Melaksanakan pemeriksaan dan uji fungsi peralatan medis.
 Melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis.
2.2.3.7. Sistem Utilitas
 Melaksanakan identifikasi terhadap resiko kegagalan listrik dan air.
 Melaksanakan uji fungsi dari sumber alternatif & sitem utility lainnya.
 Melaksanakan pemeriksaan dan perbaikan peralatan sistem pendukung lainnya.
15

2.2.4. Cara melaksanakan kegiatan dan indikator keberhasilan program

NO PROGRAM CARA MELAKSANAKAN INDIKATOR

1
KESELAMATAN DAN KEAMANAN
Gedung, fasilitas dan area beresiko teridentifikasi
resikonya.
a. Melaksanakan Identifikasi daerah yang Monitoring
Semua staf, staf kontraktor, detailer, keluarga yg
berisiko dari aspek gedung & fasilitas.
berkunjung menggunakan identitas.

b. Melaksanakan pemberian identitas kepada Rambu-rambu peringatan dan peta / denah, tanda-
staf, pengunjung. tanda khusus B3 telah terpasang di area beresiko.
Monitoring pelaksanaan

c. Melakukan pencegahan kejadian cedera Meminimalisir kebisingan dan tata udara di area
pada pasien, keluarga, staf dan pengunjung. sekitar lokasi yang terdekat dari renovasi.

d. Melaksanakan pengendalian lingkungan Menyiapkan rambu-rambu


selama masa pembangunan dan renovasi. peringatan dan peta di area
beresiko, tanda-tanda khusus Menurunkan angka kehilangan di dalam ruang
B3. rawat inap.
e. Melaksanakan pemeriksaan seluruh
gedung. Monitoring tata udara & Tidak ditemukannya puntung rokok & orang yang
16

kebisingan. merokok di dalam area Rumah Sakit Islam Malang.

f. Melaksanakan proteksi kehilangan dan Semua staf penyewa dan staf kontraktor telah
kerusakan dari fasilitas. mengikuti pelatihan tersebut.
Pemeriksaan seluruh gedung

g. Memastikan bahwa rumah sakit sebagai


kawasan bebas asap rokok.
Monitoring kehilangan

h. Memastikan bahwa badan independen


dalam fasilitas pelayanan mematuhi
program keselamatan dan keamanan,
bahan berbahaya, kesiapan menghadapi
bencana, pengamanan kebakaran. Pemeriksaan seluruh gedung

Mengadakan pelatihan, simulasi,


peragaan pada 4 aspek tersebut.

Pelayanan Kesehatan :
Pemeriksaan kesehatan Foto Thorax,
i. Memeriksa kesehatan karyawan baru Laboratorium : DL dan UL,
Pemeriksaan Fisik dan buta warna,
Sehat jasmani dan rohani
j. Melakukan monitoring Efek radiasi Pemantauan radiasi (dengan Kadar Radiasi : 50 mSv/tahun/karyawan.
TLD = Termo Imulition
Dosimetry) Sehat jasmani dan Rohani
Pemantauan Hasil
Pemeriksaan berkala

Pemanatauan Hasil Sehat Jasmani dan Rohani


17

Pemeriksaan berkala

k. Melakukan pemeriksaan tenaga kerja area


pelayanan (Klinikal dan keperawatan

l. Menangani kesehatan akibat kerja Pemantauan Nihil Kejadian Kecelakaan Kerja


Pencatatan
1. Kecelakaan akibat benda tajam. Pelaporan kecelakaan kerja
2. Kecelakaan akibat B3.

3. Kecelakaan akibat lainnya.

m. Menyiapkan APD dan prosedur Pemantauan penggunaan APD Kepatuhan Penggunaan APD 100%
perlindungan yang benar dalam
penggunaan dan terpelihara
Pemeriksaan kesehatan
berkala

n. Pengendalian Mutu Sanitasi dapur, makanan


dan penjamah makanan Pemeriksaan sampel makanan
Swab alat masak dan alat saji
1. Penjamah makanan Pengawasan harian
bekerjasama dengan unit kerja
terkait dan sub kontraktor
pengendalian serangga dan
2. Makanan
tikus.

1. Pengawasan harian
18

3. Peralatan masak dan peralatan saji 2. Pelaksanaan kegiatan


sanitasi harian.

4. Pengendalian serangga dan tikus

5. Sanitasi Lingkungan dapur

2 BAHAN BERBAHAYA & BERACUN (B3)

a. Melaksanakan identifikasi bahan dan limbah Monitoring B3 Jenis, dampak dan lokasi terindentifikasi
berbahaya B3.
Pemeriksaan limbah cair. Limbah Cair :
b. Melaksanakan pengendalian bahan dan 1. PH : 6-9
limbah berbahaya B3. 2. Organik (KMn04) 85 mg/l
3. Zat Padat tersuspensi 50 mg/l
4. Amonia : 10 mg/l
5. Minyak dan lemak : 10 mg/l
6. senyawa aktif biru metelin : 2 mg
7. COD (Dichromat) : 80 mg/l
8. BOD(20 C,5 Hari) : 50 mg/l

Pemantauan B3. Pelaporan :


1. Perencanaan,
2. Pengadaan,
3. Penyimpanan,
4. Distribusi,
5. Pemakaian /penggunaan,
6. Kecelakaan Kerja akibat B3.
19

c. Melaksanakan pelaporan dan investigasi dari


tumpahan, paparan dan insiden lainnya.

MANAJEMEN EMERGENSI
Identifikasi bencana internal Jenis bencana internal dan eksternal terindentifikasi
a. Melaksanakan identifikasi bencana internal &eksternal
dan external.
3. Pengenalan kode-kode Staf rumah sakit siaga sesuai kondisi tanggap
emergensi. darurat.
b. Melaksanakan uji coba / pelatihan Pelatihan bencana masal
penanggulangan bencana / disaster.
(kode kuning).
Tidak sadar (kode biru).
20

PENGAMANAN KEBAKARAN.
4 Identifikasi pengurangan Pengaman kebakaran terindentifikasi resikonya.
a. Melaksanakan identifikasi pengurangan resiko kebakaran.
resiko kebakaran.

b. Melaksanakan pencegahan kebakaran


terhadap bahan mudah terbakar.
Pelatihan penggunaan APAR, Semua staf rumah sakit telah mengikuti pelatihan
simulasi, penanggulangan tersebut.
c. Melaksanakan pelatihan penanggulangan kebakaran (kode merah).
kebakaran.
Pemeriksaan dan Pemeriksaan dan pemeliharaan terlaksana sesuai
pemeliharaan peralatan jadwal
kebakaran. Fungsi paging / alarm / bel, APAR berjalan baik di
area Rumah Sakit Islam Malang.
d. Melaksanakan pemeriksaan, uji fungsi
peralatan kebakaran dan pemeliharaan
peralatan.
PERALATAN MEDIS
Identifikasi resiko peralatan Peralatan medis terindetifikasi resikonya.
a. Melaksanakan identifikasi resiko dari medis
peralatan medis.
Melakukan Uji Fungsi dan Indikator kelayakan kalibrasi sesuai alat masing-
Sertifikasi masing.
b. Melaksanakan pemeriksaan dan uji fungsi
5.
peralatan medis.
Melakukan pemeliharaan dan
perbaikan. Pemeliharaan terlaksana sesuai jadwal.
c. Melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan
peralatan medis. Teori dan praktek
Seluruh staf pengguna alat medis mengetahui cara
menggunakan peralatan medis.
21

d. Pelatihan cara penggunaan peralatan


medis.

SISTEM UTILITAS
6 Monitoring Sumber listrik dan air bersih teridentifikasi
a. Melaksanakan identifikasi terhadap resiko resikonya.
kegagalan listrik dan air. Memeriksa sumber alternatif
b. Melaksanakan uji fungsi dari sumber & sistem utiliti lainnya.
alternatif & sitem utility lainnya.
Pemantauan air bersih a. Fisika :
1. Bau : Tdk berbau
c. Melaksanakan pemeriksaan dan perbaikan
2. Jumlah zat padat terlarut (TDS) : 0-1000 mg/L
peralatan sistem pendukung lainnya.
3. Kekeruhan : 5 NTU
4. Rasa : Tdk Terasa
5. Suhu : 25.5 C
6. Warna : 15 TCU
b. Kimia :
1. Arsen : 0.01 mg/L
2. Flurida : 1.5 mg/L
3. Kromium :0,05 mg/L
4. Kadmium mg/L
5. Nitrit : 1 mg/L
6. Nitrat : 50 mg/L
7. Sianida : 0.07 mg/L
8. Selenium : 0.01 mg/L
22

9. Aluminium : 0.2 mg/L


10.Besi : 0.3 mg/L
11.Kesadahan: 500 mg/L
12. Klorida : 250 mg/L
13. Mangan : 0.1 mg/L
14. PH : 6.5-8.5 mg/L
15. Seng : 3 mg/L
16. Sulfat : 250 mg/l
17. Sulfida : 0.05 mg/l
18. Tembaga : 2 mg/l
19. Sisa Klor : 5 mg/l
20. Amonia : 1.5 mg/l
21. Zat Organic(KMn04) :10 mg/l
c. Mikrobiologi
1. Kamar Bersalin:
E coli : 0
Coli Form: 0
2. Kamar operasi :
E coli : 0
Coli Form : 0
3. Laboratorium :
E Coli : 0
Coli Form : 0
4. Dapur Gizi
E Coli : 0
Coli Form :0
23

PELATIHAN
Sosialisasi Seluruh staf dan pengguna pelayanan telah
Melakukan pendidikan dan pelatihan seluruh mengikuti pelatihan.
7
program MFK ke seluruh staf dan pengguna
pelayanan RS lainnya sesuai kebutuhan.
24

2.2.5. Sasaran pelaksanaan program K3RS


Sasaran umum program K3RS adalah semua area pelayanan pasien, area wilayah kerja
staf dan lingkungan RS. Sasaran Pelaksanaan Kegiatan K3RS ialah;
 Meningkatkan keterlibatan para pekerja terhadap program K3.
 Meningkatkan kepedulian terhadap tanggap darurat.
 Menurunkan angka kejadian resiko kebakaran menjadi nihil kejadian.
 Menurunkan angka kejadian kecelakaan kerja 20%.
2.2.6. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
 Melakukan pemantauan kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan terhadap
pelaksanaan kegiatan berdasarkan jadual yang direncanakan.
 Melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap hasil pelaksanaan kegiatan (berupa
data hasil Tabulasi dan Analisa Data) minimal setahun 2 kali.
 Melaksanakan evaluasi dan tindak lanjut dari hasil laporan tabulasi dan analisa
data bersama seluruh tim MFK minimal setahun 2 kali.

2.2.7. Pencatatan dan pelaporan evaluasi kegiatan


 Melakukan pencatatn dan pelaporan dari seluruh hasil evaluasi dan
tindak lanjut program kegiatan K3.
 Melakukan evaluasi seluruh kegiatan program K3 bersama direksi
minimal satu tahun 2 kali.

2.3 . Identifikasi Faktor Resiko Potensi Bahaya di Rumah Sakit

Menurut Ramli (2010) identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam


mengembangkan manajemen risiko keselamatan dan kesehatan kerja. Identifikasi bahaya,
adalah upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi.
Identifikasi bahaya merupakan landasan dari manajemen risiko. Tanpa melakukan identifikasi
bahaya tidak mungkin melakukan pengelolaan risiko dengan baik.
Tujuan Identifikasi Faktor Resiko Potensi Bahaya
Menurut Ramli (2010) Identifikasi bahaya merupakan landasan dari program
pencegahan
kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak dapat
ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat dijalankan.
Identifikasi bahaya memberikan berbagai manfaat antara lain :
1..Mengurangi peluang kecelakaan. Identifikasi bahaya dapat mengurangi peluang terjadinya
kecelakaan, karena identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan.
25

2.Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (pekerja-manajemen dan pihak terkait
lainnya) mengenai potensi bahaya dari aktivitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan
kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan.
3.Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan
pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan mengenal bahaya yang ada, manajemen dapat
menentukan skala
prioritas penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan hasilnya akan
lebih efektif.
.4.Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan
kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan. Dengan demikian mereka dapat
memperoleh gambaran mengenai risiko suatu usaha yang akan dilakukan(Ramli, 2010).
Persyaratan Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya harus dilakukan secara terencana dan komprehensif. Banyak
perusahaan yang telah melakukan identifikasi bahaya, tetapi ternyata angka kecelakaan masih
dinilai tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses identikasi bahaya yang dilakukan belum
berjalan dengan efektif(Ramli, 2010).
Ada beberapa hal yang mendukung keberhasilan program identifikasi bahaya antara lain :
- Identifikasi bahaya harus sejalan dan relevan dengan aktivitas perusahaan sehingga
dapat berfungsi dengan baik. Hal ini sangat menentukan dalam memilih teknik
identifikasi bahaya yang tepat bagi perusahaan. Bagi perusahaan yang sifat risiko
rendah, tentu tidak perlu melakukan identifikasi bahaya dengan teknik yang sangat
komprehensif misalnya teknik kuantitatif.
- Identifikasi bahaya harus dinamis dan selalu mempertimbangkan adanya teknologi dan
ilmu terbaru. Banyak bahaya yang sebelumnya belum dikenal tetapi saat ini menjadi
suatu potensi besar. Karena itu, dalam melakukan identifikasi bahaya mesti selalu
mempertimbangkan kemungkinan adanya teknik baru atau sistem pencegahan yang
telah dikembangkan. Keterlibatan semua pihak terkait dalam proses identifikasi
bahaya. Proses identifikasi bahaya harus melibatkan atau dilakukan melalui konsultasi
dengan pihak terkait misalnya dengan pekerja. Mereka paling mengetahui adanya
bahaya di lingkungan kerjanya masing-masing. Mereka juga berkepentingan dengan
pengendalian bahaya di tempat kerjanya. Identifikasi bahaya juga berdasarkan
masukan dari pihak lain misalnya konsumen atau masyarakat sekitar. Konsumen
biasanya mengetahui berbagai kelemahan dan kondisi berbahaya yang ada dalam jasa
atau produk yang dihasilkan perusahaan.
26

- Ketersediaan metoda, peralatan, referensi, data dan dokumen untuk mendukung


kegiatan identifikasi bahaya. Salah satu sumber informasi misalnya data kecelakaan
yang pernah terjadi baik internal maupun eksternal perusahaan.
- Akses terhadap regulasi yang berkaitan dengan aktivitas perusahaan termasuk juga
pedoman industri dan data seperti MSDS (Material Safety Data Sheet)(Ramli, 2010)
.
Jenis Bahaya
Bahaya dalam kehidupan sangat banyak ragam dan jenisnya. Lihatlah di sekitar kita,
tanpa disadari terdapat berbagai jenis bahaya. Jenis bahaya dapat diklasifikasikan menjadi
bahaya mekanis, bahaya listrik, bahaya fisis, bahaya biologis, dan bahaya kimia(Ramli, 2010).

Teknik Identifikasi Bahaya


Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang
ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, kita dapat lebih
berhati-hati, waspada dan melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terkena
bahaya. Namun demikian, tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah, seperti
mengenal bahaya Api (Ramli, 2010).
Identifikasi bahaya adalah suatu teknik komprehensif untuk mengetahui potensi
bahaya dari suatu bahan, alat, atau sistem. Teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam
yang dapat diklasifikasikan menjadi metoda pasif, metoda semiproaktif dan metoda
aktif(Ramli, 2010).
1.Teknik pasif merupakan identifikasi pasif jadi bahaya dikenal dengan mengalami terlebih
dahulu.
2.Teknik semi proaktif merupakan teknik belajar dari pengalaman orang lain jadi mengetahui
adanya bahaya yang tidak dialami diri sendiri tetapi orang lain.
3.Metoda proaktif merupakan metoda terbaik untuk mengidentifikasi bahaya atau mencari
bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan. Tindakan
proaktif memiliki kelebihan :
- Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum menimbulkan kecelakaan atau
cedera.
- Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement) karena dengan mengenal
bahaya dapat dilakukan upaya-upaya perbaikan.
- Meningkatkan kepedulian (awareness) semua pekerja setelah mengetahui dan
mengenal adanya bahaya disekitar tempat kerjanya.
27

- Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan, karena adanya bahaya dapat


menimbulkan kerugian(Ramli, 2010)
.
Identifikasi bahaya yang bersifat proaktif antara lain :
- Daftar periksa dan audit atau inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja.
- Analisa bahaya awal (preliminary hazards analysis)
- Analisa pohon kegagalan (fault tree analysis)
- Analisa what if (what if analysis)
- Analisa moda kegagalan dan efek (failure mode and effect analysis)
- Hazops (Hazards and operabolity study)
- Analisa keselamatan pekerjaan (job safety analysis)
- Analisa risiko pekerjaan (job safety analysis)
Penerapan teknik identifikasi bahaya ini dapat dilakukan sepanjang daur
hidup perusahaan mulai dari tahap pengembangan sampai ke operasi (Ramli, 2010).

2.4 Hierarki pengendalian potensi bahaya di RS


Apabila suatu resiko terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah diidentifikasi
dan dinilai, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengendalian resiko untuk
mengurangi resiko sampai batas-batas yang dapat diterima berdasarkan ketentuan, peraturan
dan standar yang berlaku. Untuk pengendalian bahaya biologis yang berupa virus, jamur,
bakteri dan pathogen lainnya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Eliminasi
Eliminasi merupakan suatu pengendalian resiko yang bersifat permanen dan harus dicoba
untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas pertama. Eliminasi dapat dilakukan dengan cara
memindahkan objek kerja atau sistem kerja yang kehadirannya pada batas yang tidak dapat
diterima oleh ketentuan atau kadarnya melebihi NAB. Eliminasi adalah cara pengendalian
resiko yang paling baik, karena resiko terjadinya kecelakaan dan sakit akibat potensi bahaya
ditiadakan.
2) Subtitusi
Pengendalian dengan subtitusi dilakukan dengan cara menganti bahan-bahan dan peralatan
yang berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau yang lebih
aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih bias diterima.
3) RekayasaTeknik
Pengendalian dengan rekayasa teknik dilakukan dengan cara merubah struktur objek kerja
untuk
28

mencegah seseorang terpapar potensi bahaya, misalnya dengan memisahkan tempat untuk
pembuangan sampah sesuai dengan jenisnya, pemberian pengaman pada mesin, pemberian
alat bantu mekanik.
4)Pengendalian Administrasi
Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat
mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Metode ini meliputi; rekruitmen
tenaga kerja baru sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan ditangani, pengaturan waktu kerja
dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan.
5) Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri secara umum merupakan sarana pengendalian yang digunakan untuk
jangka pendek dan bersifat sementara. Alat Pelindung Diri merupakan pilihan terakhir dari
suatu sistem pengendalian resiko di tempat kerja. Hal ini disebabkan karena penggunaan APD
mempunyai beberapa kelemahan antara lain:
 APD tidak menghilangkan resiko bahaya yang ada, tetapi hanya membatasi antara
terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima. Bila penggunaan APD gagal,
maka secara otomatis bahaya yang ada akan mengenai tubuh pekerja.
 Penggunaan APD dirasakan tidak nyaman, karena pada umumnya pekerja kurang
leluasa dalam bergerak pada waktu bekerja, dan dirasakan adanya beban tambahan
karena harus dipakai selama bekerja.
Selain hal diatas, perlu diperhatikan juga tentang kriteria dalam pemilihan dan
penggunaan alat pelindung diri, sebagai berikut:
a. Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif kepada pekerja atas
potensi bahaya yang dihadapi ditempat kerja. Alat pelindung diri mempunyai berat yang
seringan mungkin, nyaman dipakai dan tidak merupakan beban tambahan bagi
pemakainya. Bentuknya cukup menarik sehingga pekerja tidak malu memakainya.
b. Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis bahayanya maupun
kenyamanan dalam pemakaian.
c. Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali.
d. Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernapasan serta gangguan kesehatan
lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup lama.
e. Tidak mengurangi persepsi sensori dalam menerima tanda-tanda peringatan.
f. Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia dipasaran.
g. Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.
h. Alat pelindung diri yang dipilih harus sesuai standar yang ditetapkan.
29

Sedangkan untuk upaya pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya
dapat
dilakukan dengan cara:
a. Nyamuk
 Melakukan pembersihan sarang nyamuk dengan mengubur, menguras dan menutup.
 Pengaturan pembuangan air limbah dan saluran dalam keadaan tertutup.
 Pembersihan tanaman sekitar rumah sakit secara berkala yang menjadi tempat perindukan.
 Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan kelambu terutama diruang
perawatan anak.
b. Kecoa
 Menyimpan bahan makanan dan makanan siap saji pada tempat tertutup.
 Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di dinding, plafon, pintu dan
jendela.
 Melakukan pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
 Melakukan pengelolaan sampah atau limbah yang memenuhi syarat kesehatan.
c. Binatang pengganggu lainnya
 Melakukan pengelolaan makanan dan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
 Apabila dengan pengendalian belum dapat mengurangi atau mengendalikan serangga,
tikus dan binatang pengganggu lainnya maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pemberantasan.
Pemberantasan tesebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Nyamuk
 Pemberantasan pada larva atau jentik nyamuk aedes sp. dilakukan dengan cara abatisasi.
 Melakukan pemberantasan larva atau jentik dengan menggunakan predator.
 Bila diduga ada kasus demam berdarah yang tertular dirumah sakit maka perlu dilakukan
pengasapan (fogging) dirumah sakit.
 Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu membersihkan telur yang terdapat
pada celah-celah dinding, lemari, peralatan dan telur kecoa dimusnahkan dengan
dibakar/dihancurkan.
b. Kecoa
 Pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
 Menutup lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak masuk kedalam ruangan.
 Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi
 Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul.
30

 Menyiram tempat perindukan dengan air panas.


 Menutup celah-celah dinding.
c. Tikus
 Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan perangkap,
pemukulan atau sebagai alternative terakhir dapat dilakukan secara kimia dengan
menggunakan umpan beracun.
d. Lalat
 Bila kepadatan lalat disekitar tempat sampah (perindukan) melebihi 2 ekor per block
grill maka dilakukan pengendalian lalat secara fisik, biologic dan kimia.
e. Binatang pengganggu lainnya
 Bila terdapat kucing dan anjing maka perlu dilakukan Penangkapan lalu dibuang jauh
dari rumah sakit dan Bekerja sama dengan Dinas peternakan setempat untuk menagkap
kucing dan anjing.

2. 5 Health & patient safety di unit kerja RS

A. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi assessmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak
diharapkan.
C. Standar keselamatan pasien
1. Hak pasien

2. Mendidik pasien dan keluarga


31

3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program


peningkatan keselamatan pasien

5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

D. Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit terkait keselamatan pasien menurut


keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor: 1204/menkes/sk/x/2004
1. Persyaratan bangunan
a. Bangunan resiko ringan dan sedang ( misalnya ruang rawat inap)
1) Permukaan dinding harus rata dan berawarna terang
2) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air,
berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk
konus.
3) Langit-langit harus terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang kuat, warna
terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70
meter dari lantai.
4) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang
bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.
5) Ventilasi harus dapat menjamin aliran udara di dalam kamar/ruang dengan
baik, bila ventilasi alamiah tidak menjamin adanya pergantian udara dengan
baik, harus dilengkapi dengan penghawaan mekanis (exhauster) .
6) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter
dari lantai.
b. Banguan resiko tinggi
Misalnya ruang isolasi, ruang perawatan intensif, laboratorium, ruang
penginderaan medis (medical
imaging), ruang bedah mayat (autopsy), dan ruang jenazah dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang.
2) Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik setinggi 1,50
meter dari lantai dan sisanya dicat warna terang.
32

3) Dinding ruang penginderaan medis harus berwarna gelap, dengan ketentuan


dinding disesuaikan dengan pancaran sinar yang dihasilkan dari peralatan yang
dipasang di ruangan tersebut, tembok pembatas antara ruang Sinar X dengan
kamar gelap dilengkapi dengan transfer cassette.
4) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna
terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus
5) Langit-langit terbuat dari bahan mutipleks atu bahan yang kuat, warna terang,
mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari
lantai.
6) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang
bawah jendela minimal 1,00 meter dari lanti.
7) Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter
dari lantai.
c. Bangunan resiko sangat tinggi
Zona risiko tinggi meliputi : ruang operasi, ruang bedah mulut, ruang perawatan
gigi, ruang gawat darurat, ruang bersalin, dan ruang patologi dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) Dinding terbuat dari bahan porslin atau vinyl setinggi langit-langit, atau dicat
dengan cat tembok yang tidak luntur dan aman, berwarna terang
2) Langit-langit terbuat dari bahan yang kuat dan aman, dan tinggi minimal 2,70
meter dari lantai.
3) Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 m, dan semua pintu
kamar harus selalu dalam keadaan tertutup.
4) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan
berwarna terang.
5) Khusus ruang operasi, harus disediakan gelagar (gantungan) lampu bedah
dengan profil baja double INP 20 yang dipasang sebelum pemasangan langit-
langit
6) Tersedia rak dan lemari untuk menyimpan reagensia siap pakai
7) Ventilasi atau pengawasan sebaiknya digunakan AC tersendiri yang dilengkapi
filter bakteri, untuk setiap ruang operasi yang terpisah dengan ruang lainnya.
Pemasangan AC minimal 2 meter dari lantai dan aliran udara bersih yang
masuk ke dalam kamar operasi berasal dari atas ke bawah. Khusus untuk ruang
bedah ortopedi atau transplantasi organ harus menggunakan pengaturan udara
UCA (Ultra Clean Air) System
33

8) Tidak dibaenarkan terdapat hubungan langsung dengan udara luar, untuk itu
harus dibuat ruang antara.
9) Hubungan dengan ruang scrub–up untuk melihat ke dalam ruang operasi perlu
dipasang jendela kaca mati hubungan ke ruang steril dari bagian cleaning
cukup dengan sebuah loket yang dapat diuka dan ditutup.
10) Pemasangan gas media secara sentral diusahakan melalui bawah lantai atau di
atas langit-langit.
11) Dilengkapi dengan sarana pengumpulan limbah medis.
2. Kualitas udara
a. Tidak berbau (terutana bebas dari H2S dan Amoniak
b. Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron dengan rata-
rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 μg/m3, dan tidak

mengandung debu asbes.


3. Pencahayaan

4. Pengawasan
Persyaratan penghawaan untuk masing-masing ruang atau unit seperti berikut :
a. Ruang-ruang tertentu seperti ruang operasi, perawatan bayi, laboratorium, perlu
mendapat perhatian yang khusus karena sifat pekerjaan yang terjadi di ruang-ruang
tersebut.
b. Ventilasi ruang operasi harus dijaga pada tekanan lebih positif sedikit (minimum
0,10 mbar) dibandingkan ruang-ruang lain di rumah sakit.
34

c. Sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat
menyediakan suhu dan kelembaban
d. Ruangan yang tidak menggunakan AC, sistem sirkulasi udara segar dalam ruangan
harus cukup (mengikuti pedoman teknis yang berlaku)
5. Kebisingan

6. Jumlah Tempat Tidur


Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai untuk kamar perawatan dan
kamar isolasi sebagai berikut
a. Ruang bayi :
1) Ruang perawatan minimal 2 m2/tempat tidur
2) Ruang isolasi minimal 3,5 m2/tempat tidur
b. Ruang dewasa :
1) Ruang perawatan minimal 4,5 m2/tempat tidur
2) Ruang isolasi minimal 6 m2/tempat tidur
7. Lantai dan dan Dinding
Lantai dan dinding harus bersih, dengan tingkat kebersihan sebagai berikut :
a. Ruang Operasi : 0 - 5 CFU/cm2 dan bebas patogen dan gas gangren
b. Ruang perawatan : 5 – 10 CFU/cm2
c. Ruang isolasi : 0 – 5 CFU/cm2
d. Ruang UGD : 5 – 10 CFU/cm2

E. Identifikasi terkait health and patient safety di unit kerja ( Rawat inap, Laboratorium,
Ruang operasi ) Rumah Sakit Islam Malang
1. Alat kelengkapan pengaman pasien, yang terdiri dari :
35

- Pegangan sepanjang tangga


- Toilet dilengkapi dengan pegangan tangan dan bel panggil
- Pintu dapat dibuka dari luar
- Tempat tidur dilengkapi dengan penahan pada tepinya dengan jarak terali
lebih kecil dari kepala anak
- Sumber listrik mempunyai penutup / pengaman
- Pemasokan oksigen yang cukup pada tempat-tempat penting
- Tersedianya alat penghisap dalam keadaan gawat darurat (emergency
suction)
- Ada tenaga listrik pengganti bagi ruangan dan peralatan medis yang vital.
2. Pengadaan dan pemantauan APD bagi petugas.
3. Program pencegahan dan pengendalian kebakaran serta evakuasi.
4. Program pencegahan dan penanggulangan kontaminasi B3
5. Rambu-rambu dan tanda bahaya pada tempat-tempat yang beresiko.
6. Program sosialisasi K3 kepada pasien, pengunjung dan petugas RSI Malang.

2.6 Pengendalian Infeksi Nosokomial di RS

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat
di rumah sakit. Penyebabnya oleh kuman yang berada di lingkungan rumah sakit atau oleh
kuman yang sudah dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman endogen. Untuk meminimalkan
risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas layanan kesehatan lainya perlu diterapkan
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pembinaan, pendidikan, dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi (Depkes
dan PERDALIN, 2008).

Sehubungan dengan hal tersebut Rumah Sakit Universitas Islam Malang menerapkan
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dengan cara sebagai berikut :

1. Cuci Tangan Steril / Bedah


Cuci tangan steril / bedah adalah mencuci tangan secara steril (suci hama) khususnya
bila akan melakukan tindakan steril. Cuci tangan steril / bedah dilakukan untuk mencegah
infeksi silang, membebaskan kuman dan mencegah kontaminasi tangan. Dilakukan
sebelum melakukan tindakan bedah atau tindakan steril. Prosedur pelaksanaannya sebagai
berikut :
A. Persiapan
1. Wastafel/air mengalir
36

2. Sabun biasa/antiseptik
3. Sikat lembut DTT
4. Spon
5. Handuk steril/lab bersih dan kering
B. Pelaksanaan
1. Lepaskan cincin, jam tangan dan gelang
2. Basahi kedua tangan dengan menggunakan air mengalir sampai siku, gunakan
sabun kearah lengan bawah, pada kedua tangan.
3. Bersihkan kuku dengan pembersih kuku atau sikat lembut kearah luar, kemudian
bersihkan jari hingga siku dengan gerakan sirkular dengan spon. Mengulangi hal
yang sama pada lengan yang lain. Lakukan selama minimal 2 menit.
4. Membilas tangan dan lengan secara terpisah dengan air mengalir, setelah bersih
tahan kedua tangan mengarah ketas sebatas siku. Jangan biarkan air bilasan
mengalir ke area bersih.
5. Menggosok seluruh permukaan kedua belah tangan, jari dan lengan bawah dengan
antiseptik minimal selama 2 menit.
6. Membilas setiap tangan dan lengan secara terpisah dengan air mengalir, setelah
bersih tangan diarahkan keatas sebatas siku. Jangan biarkan air bilasan mengalir ke
area tangan.
7. Menegakkan kedua tangan kearah atas dan jauhkan dari badan, jangan sentuh
permukaan atau benda apapun.
Mengeringkan tangan menggunakan handuk steril atau diangin-anginkan.
Keringkan tangan mulai dari ujung jari sampai dengan siku. Untuk tangan yang
berbeda gunakan sisi handuk yang berbeda.

2. Cuci Tangan Higienis / Rutin


Cuci tangan higienis / rutin adalah membersihkan kedua tangan dengan
menggunakan sabun / diterjen atau dengan menggunakan cairan handraub berbasis
alkohol. Dilakukan dengan tujuan membersihkan kotoran dan menguragi mikroorganisme,
mengurangi mikroorganisme pada tangan secara maksimal, mencegah infeksi silang.
Dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan, sesudah kontak dengan
cairan tubuh pasien, sesudah kontak dengan lingkungan, sebelum dan sesudah makan.
Cuci tangan handrub dilakukan saat habis kontak dengan pasien atau lingkungan dengan
kondisi tangan tidak kotor. Prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :
A. Cuci tangan higienis / rutin dengan air mengalir
37

 Persiapan
 Wastafel dan air bersih yang mengalir
 Sabun, Sebaiknya dalam bentuk cair
 Lap kering / Tisu
 Cincin dan gelang perhiasan harus dilepas dari tangan
 Pelaksanaan
1. Basahi tangan dengan air megalir
2. Taruh sabun dibagian telapak tangan yag telah dibasahi
3. Gosokkan kedua telapak tangan, buat busa secukupnya tanpa percikan
4. Gosok punggung dan sela sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya
5. Gosok kedua telapak tangan dan sela - sela jari
6. Jari – jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengait/ mengunci
7. Gosok kedua ibu jari dengan jari menggenggam dan memutar
8. Gosokkan dengan memutar ujung jari – jari tangan kanan ditelapak kiri dan
sebaliknya
9. Proses berlangsung selama 15-20 detik
10. Bilas kembali dengan air bersih
11. Keringkan tangan dengan handuk atau kertas tisu yang bersih dengan sekali
pakai
12. Matikan kran dengan tisu atau dengan siku tangan
B. Cuci tangan higienis / rutin menggunakan handrub berbasis alkohol

 Persiapan
Cairan handrub berbasis alkohol

 Pelaksanaan

1. Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mencakup


seluruh permukaan tangan dan jari (3-5cc)
2. Ratakan dengan kedua telapak tangan
3. Gosok punggung dan sela sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya
4. Gosok kedua telapak tangan dan sela - sela jari
5. Jari – jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengait/ mengunci
6. Gosok kedua ibu jari dengan jari menggenggam dan memutar
38

7. Gosokkan dengan memutar ujung jari – jari tangan kanan ditelapak kiri dan
sebaliknya
8. Proses berlangsung selama 15-20 detik
9. setelah kering kedua tangan anda kini aman
3. Dekontaminasi alat
Dekontaminasi alat adalah proses yang membuat benda mati lebih aman untuk
ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan dan mengurangi (tapi tidak
menghilangkan) jumlah mikroorganisme yang mengontaminasi. Bertujuan untuk
mengurangi tapi tidak menghilangkan jumlah mikroorganisme yang mengontaminasi
alat. Prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :
1) Setelah melakukan tindakan kepada pasien ,dengan masih menggunakan APD,
lepaskan / buka alat medis yang dapat dilepas
2) Rendam alat dalam larutan klorin 0,5 % selama 10 menit atau stabimet selama 10 –
20 menit
3) Lepas APD kemudian cuci tangan

4. Desinfeksi alat
Desinfeksi alat adalah Suatu proses untuk menghilangkan / memusnahkan
mikroorganisme virus, bakteri, parasit, fungi dan sejumlah spora pada peralatan medis
/ objek dengan menggunakan cairan disinfektan kimiawi. Dilaksanakan setelah alat
dilakukan pembersihan dan tidak memerlukan tindakan stirilisasi hanya desinfeksi.
Dilakukan agar alat siap dalam kondisi siap pakai. Prosedur pelaksanaannya sebagai
berikut :
1) Cuci tangan
2) Pakai APD : sarung tangan, apron, masker, kaca mata kalau perlu
3) Lakukan dekontaminasi pembersihan dan keringkan seluruh alat (Stik coter,
selang suction, perlak dll) yang akan dilakukan desinfeksi
4) Masukan alat dalam wadah bersih yang telah diisi dengan formalin tablet dan
tutuplah wadah tersebut
5) Biarkan alat itu berada didalam wadah selama 10 - 12 jam
6) Angkatlah dan simpanlah alat yang sudah disterilkan dalam wadah steril dengan
penutup yang ketat apabila alat tersebut tidak akan digunakan segera
7) Buka sarung tangan dan alat pelindung lain
8) Cuci tangan
39

5. Memakai alat pelindung diri (APD)


Memakai alat pelindung diri (APD) bertujuan untuk melindungi kulit dan selaput
lendir petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh , sekret, ekskreta,
kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Digunakan oleh tenaga yang
memungkinkan untuk kontak dengan cairan tubuh atau orang lain dan pemakaian
APD disesuaikan dengan tingkat kebutuhan. Prosedur pelaksanaannya sebagai berikut
:
1) Kenakan baju tindakan / operasi sebagai lapisan pertama pakaian pelindung
2) Kenakan sepatu bot karet
3) Kenakan sepasang sarung tangan pertama
4) Kenakan gaun luar
5) Kenakan celemek plastik / skoret oskar
6) Kenakan sepasang sarung tangan kedua yang panjang hamper sampai dengan siku
7) Kenakan Masker
8) Kenakan penutup kepala
9) Kenakan alat pelindung mata

6. Melepas alat pelindung diri (APD)


Bertujuan agar alat pelindung diri dapat dikelola dengan baik dan mencegah infeksi
silang. Dilaksanakan setelah melaksanakan tindakan yang menggunakan alat pelindung
diri. Prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :
1) Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar
2) Disinfeksi celemek dan sepatu bot
3) Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar dalam bentuk satu gulungan
4) Lepaskan celemek
5) Lepaskan gaun bagian luar
6) Desenfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan
7) Lepaskan pelindung mata
8) Lepaskan penutup kepala
9) Lepaskan masker
10) Lepaskan sepatu bot
11) Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam
12) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih

7. Memakai masker
40

Bertujuan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau
petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau
cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Digunakan
ketika merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
melalui udara atau droplet, petugas sedang mengalami kondisi yang memungkinkan
untuk menularkan kepada orang lain melalui udara atau droplet. Masker harus cukup
menutupi hidung, mulut dan bagian bawah dagu. Prosedur pelaksanaannya sebagai
berikut :
1) Eratkan tali atau karet elastic pada bagian tengah kepala dan leher
2) Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
3) Paskan dengan erat pada wajah dan dibawah dagu sehingga melekat dengan baik
4) Periksa ulang ketepatan pemakaian masker

8. Pemakaian sarung tangan

Bertujuan untuk melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan
melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan.
Digunakan oleh semua petugas ketika ada kemungkinan kontak tangan dengan darah
atau cairan tubuh lain, membran mukosa atau kulit yang terlepas, melakukan prosedur
medis yang bersifat invasive misalnya menusukkan sesuatu kedalam pembuluh darah,
seperti memasang infuse, injeksi dll, menangani bahan – bahan bekas pakai yang telah
terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang tercemar, menerapkan kewaspadaan
berdasarkan penularan melalui kontak, yang mengharuskan petugas kesehatan
menggunakan sarung tangan ketika memasuki ruangan pasien dan petugas harus
melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan ruangan pasien dan mencuci
41

tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub berbasis alkohol. Prosedur
pelaksanaannya sebagai berikut :

1) Kondisi tangan harus kering dan kuku dijaga agar selalu pendek untuk menurunkan
resiko robek
2) Pilih jenis sarung tangan sesuai dengan prosedur pemilihan jenis sarung tangan
3) Pilih ukuran yang sesuai dengan tangan
4) Pasang sarung tangan secara bergantian antara ke dua tangan sampai dengan
pergelangan tangan atau gaun

9. Pembersihan alat
Pembersihan alat adalah suatu proses untuk menghilangkan kotoran yang terlihat
pada peralatan medis / objek dengan menggunakan detergen/enzimatik,air mengalir,
sikat sehingga kotoran / bahan organik hilang dari permukaan. Bertujuan untuk
menghilangkan kotoran yang terlihat pada peralatan medis / obyek. Prosedur
pelaksanaannya sebagai berikut :

1) Cuci tangan
2) Pakai APD : sarung tangan, apron, masker, kaca mata kalau perlu
3) Selesai dekontaminasi alat
4) Kemudian bilas alat medis dengan air mengalir
5) Sikat perlahan-lahan alat medis dari setiap permukaan termasuk gerigi dan lekukan
6) Bilas sampai bersih dalam air mengalir
7) Bersihkan sikat dan bak pencuci
8) Keringkan alat medis dengan kain atau di udara ( non kritikal) bila alat kritikal
lakukan disinfeksi atau sterilisasi
9) Buka sarung tangan dan alat pelindung lain
10) Cuci tangan

10. Pembuangan sampah


Bertujuan agar sampah dapat tertangani atau dekelola dengan baik dan benar,
mencegah terjadinya penyebaran infeksi. Dilakukan oleh semua tenaga atau karyawan
yang ada di rumah sakit Islam malang. Pemisahan dimulai dari awal penghasil sampah
/ limbah. Tempat penampungan sampah harus kedap air, terutama untuk menampung
sampah, bertutut rapat, mudah dibersihkan dan mudah dikosongkan atau diangkut.
42

1. Petugas/ tenaga / karyawan menggunakan alat pelindung diri: sarung tangan ,


masker dan Apron/ skoret
2. Pisahkan sampah berdasarkan jenisnya :
• Sampah Medis :
Dresing bedah, kasa, verband, kateter, masker, sarung tangan dan semua sampah
yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh pasien
• Sampah Non Medis :
Kertas,plastik,kardus,kayu,kaleng,sisa makanan atau sampah yang tidak
terkontaminasi darah dan cairan tubuh pasien
• Sampah Benda Tajam :
Jarum suntuk, pisau cukur,stilet,pecahan ampul, objek gelas, sampah yg memiliki
permukaan/ujung yg tajam
• Sampah /limbah cair :semua limbah rumah sakit yang bersifat cair
3. Buang dan tempatkan sampah sesuai tempat yang disediakan:
• Sampah Medis → Kantong Merah
• Sampah Non Medis →: Kantong Hitam
• Sampah Benda Tajam → Kotak berwarna kuning atau tempat penampung yang
tahan terhadap benda tajam dan runcing
4. Lepas alat pelindung diri
Petugas / tenaga / karyawan cuci tangan.

2.7. Patient Safety Management di RSI Malang

2.7.1. Rincian Kegiatan

1. Pengadaan dan pemantauan alat kelengkapan pengaman pasien, yang terdiri dari :
a. Pegangan sepanjang tangga
b. Toilet dilengkapi dengan pegangan tangan dan bel panggil
c. Pintu dapat dibuka dari luar
d. Tempat tidur dilengkapi dengan penahan pada tepinya dengan jarak terali
lebih kecil dari kepala anak
e. Sumber listrik mempunyai penutup / pengaman
f. Pemasokan oksigen yang cukup pada tempat-tempat penting
g. Tersedianya alat penghisap dalam keadaan gawat darurat (emergency
suction)
h. Ada tenaga listrik pengganti bagi ruangan dan peralatan medis yang vital.
43

2. Pengadaan dan pemantauan APD bagi petugas.


3. Melaksanakan program pencegahan dan pengendalian kebakaran serta evakuasi.
4. Melaksanakan program pencegahan dan penanggulangan kontaminasi B3
5. Pengadaan, pemantauan dan pemeliharaan rambu-rambu dan tanda bahaya pada
tempat-tempat yang beresiko.
6. Melaksanakan program sosialisasi K3 kepada pasien, pengunjung dan petugas RSI
Malang.

2.7.2. CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN


Kegiatan program ini akan dilaksanakan oleh unit-unit terkait seperti unit kerja Rumah
Tangga dan Tim Pengadaan bekerjasama dengan Bidang Keperawatan dalam memenuhi alat
perlengkapan keamanan pasien. Tim pengadaan dan logistik berperan dalam pengadaan APD
bagi petugas, unit kerja Diklat berperan dalam bidang sosialisasi K3 kepada pasien,
pengunjung dan pegawai, unit kerja produksi membantu dalam pengadaan rambu-rambu dan
tanda bahaya pada tempat-tempat beresiko. Dimana seluruh kegiatan program ini akan
dikoordinir oleh salah satu anggota Panitia K3 yang telah ditunjuk untuk melaksanakan
seluruh kegiatan program tersebut.

2.7.3. SASARAN
1. Alat perlengkapan keamanan pasien lengkap, minimal tercapai 80 %.
2. 100 % kebutuhan APD bagi petugas terpenuhi.
3. Terpenuhinya jumlah rambu-rambu dan tanda bahaya pada seluruh tempat-tempat
beresiko sebesar 100 %.
4. Terlaksananya program sosialisasi dan simulasi K3 bagi pasien, pengunjung dan
pegawai minimal 75 %.

2.7.4. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN


Evaluasi akan dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali. Evaluasi dilakukan oleh unit-unit
terkait yang melaksanakan program tersebut beserta koordinator dari anggota staf Tim K3.
Setelah setiap pelaksanaan kegiatan program ini dievaluasi, maka disusunlah laporan yang
akan diserahkan kepada ketua Tim K3 setiap 3 (tiga) bulan sekali.

2.7.5. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI KEGIATAN


Setiap pelaksanaan kegiatan program akan dilakukan pencatatan dan dihimpun dalam
bentuk laporan oleh koordinator pelaksana program. Laporan kegiatan tersebut akan dijadikan
44

bahan evaluasi antara ketua dan anggota Tim K3 beserta unit-unit lain yang terkait dengan
pelaksanaan program tersebut. Setelah dievaluasi, hasilnya akan dilaporkan kepada Direktur
setiap 3 (tiga) bulan sekali.

2.8 Limbah di Rumah Sakit


Rumah sakit adalah instansi yang menyelenggarakan upaya kesehatan dalam ruang
lingkup kesehatan masyarakat, termasuk di dalamnya penanganan sampah dan limbah.
Sampah rumah sakit adalah bahan yang tidak berguna, tidak dipergunakan lagi ataupun yang
terbuang yang dapat dibedakan menjadi sampah medis dan non medis, dan dikategorikan
menjadi : sampah infeksius, sampah radioaktif, sampah sitotoksik dan sampah umum
(domestik).
Limbah rumah sakit adalah hasil buangan yang berasal dari rumah sakit yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun, bahan radioaktif yang
berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.

2.8.1 Pengelolaan Limbah di Rumah Sakit


Rumah Sakit Islam Malang merupakan salah satu fasilitas kesehatan masyarakat yang
ada di Kota Malang. Dengan berjalannya kegiatan didalam rumah sakit, maka salah satu
dampaknya adalah timbulnya limbah. Adapun jenis limbah yang muncul adalah limbah padat,
cair dan gas. Hal ini perlu diantisipasi efek-efek yang akan ditimbulkannya terhadap kualitas
kesehatan dan keselamatan para pegawai, pasien maupun pengunjung di RSI Malang. Oleh
karena itu perlu adanya program pengelolaan limbah padat, cair dan gas yang ada di RSI
Malang.
A. Pokok dan Rincian Pengelolaan Limbah
Kegiatan Pokok, antara lain :
1. Penyediaan fasilitas pengelolaan limbah padat, cair dan gas.
2. Penanganan limbah rumah sakit.
3. Pemeliharaan fasilitas pengolah limbah padat, cair dan gas.
Rincian Kegiatan, antara lain :
1. Pembangunan IPAL.
2. Pembuatan cerobong gas buang di Instalasi Kamar Bedah.
3. Melengkapi dan menambah tempat sampah medis dan non medis di ruangan.
4. Penanganan limbah rumah sakit, antara lain : limbah padat, cair dan gas.
- Penanganan limbah padat, terdiri dari : sampah non medis, sampah medis dan
sampah benda tajam melalui incinerator.
45

- Penanganan limbah cair melalui septik tank dan IPAL.


- Penanganan limbah gas melalui cerobong asap yang diarahkan ke udara bebas.
5. Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi petugas pengumpul dan pengelola limbah
rumah sakit seperti : sarung tangan, masker, apron/ skoret dan lain-lain.
6. Pemeliharaan seluruh fasilitas pengolah limbah secara berkala.

B. Pelaksanaan Pengelolaan Limbah


Koordinator program dari Tim K3 yang ditunjuk akan mengkoordinir dan memonitor
jalannya pelaksanaan kegiatan program pengolahan limbah padat, cair dan gas yang
dilaksanakan oleh unit kerja Urusan Rumah Tangga dan juga unit kerja Urusan Pemeliharaan
Sarana. Pengelolaan limbah padat non medis bekerjasama dengan TPA (wilayah
Lowokwaru). Sedangkan limbah padat medis akan diproses di incinerator RSI Malang dengan
jadwal tertentu. Sementara ini untuk limbah cair dilakukan pembuangan ke septik tank.
Sedangkan limbah gas dibuang ke udara bebas melalui pipa / cerobong asap.
C. Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan Limbah
Evaluasi pelaksanaan kegiatan program akan dilaksanakan setiap 3 (tiga) bulan sekali oleh
Koordinator Program dari Tim K3 beserta dengan unit kerja Rumah Tangga dan Urusan Pemeliharaan
Sarana khususnya dan unit-unit kerja lain yang terkait dengan pelaksanaan pengolahan limbah padat,
cair dan gas. Hasil evaluasi tersebut akan dilaporkan kepada Ketua Tim K3 oleh Koordinator Program
Pengolahan Limbah Padat, Cair dan Gas.
D. Pencatatan, Pelaporan ,dan Evaluasi Pengelolaan Limbah
Setiap kegiatan/ dari program Pengelolaan Limbah Padat, Cair dan Gas akan dilakukan
pencatatan / dokumentasi dengan berbagai cara seperti foto, time schedul, work sheet, laporan, dan
lain-lain dan dilaporkan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali oleh Ketua Tim K3 kepada Direksi.
Hasil Laporan tersebut akan dijadikan bahan evaluasi oleh Direksi dan juga Tim K3 beserta
unit-unit lain yang terkait dengan pelaksanaan program tersebut dan dilaksanakan setiap 3 (tiga) bulan
sekali. Hasil evaluasi tersebut akan disusun oleh Ketua Tim K3 yang akan dibantu oleh Sekretaris Tim
K3 dan diserahkan kepada Direksi untuk dimintakan rekomendasi dan atau tindaklanjutnya.

2.9 Sistem Monitoring Lingkungan Kerja di RS


2.9.1 Program Kesehatan Lingkungan RSI
A. KEGIATAN POKOK
Adapun kegiatan pokok dari program penyehatan lingkungan kerja, adalah sebagai
berikut :
1. Penyehatan lingkungan kerja
2. Penyehatan makanan dan minuman
46

3. Penyehatan air
4. Penyehatan tempat pencucian
5. Penanganan sampah dan limbah
6. Pengendalian serangga dan tikus
7. Sterilisasi / Desinfeksi
8. Perlindungan Radiasi
9. Upaya Penyuluhan Kesehatan Lingkungan

B. RINCIAN KEGIATAN
1. Program penyehatan lingkungan kerja antara lain : penyehatan bangunan dan
ruangan kerja termasuk pencahayaan, penghawaan dan kebisingan.
2. Program penyehatan makanan dan minuman antara lain : pengadaan bahan
makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, penyajian
makanan, pendistribusian makanan serta pemeliharaan tempat pengolahan
makanan dan pemeriksaan alat makan dan makanan serta pemeriksaan kesehatan
petugas gizi / penjamah makanan dan penyehatan air.
3. Program penyehatan air antara lain : pemeriksaan rutin kondisi perpipaan / saluran
air di lingkungan RSI Malang, pengajuan pemeriksaan rutin oleh dinas terkait,
melakukan jadwal pemeriksaan rutin air baik secara kimia maupun mikrobiologi.
4. Program penyehatan tempat pencucian (linen / laundry) antara lain : kegiatan
penyehatan linen yang dilakukan secara rutin, pemakaian APD bagi petugas,
pemeliharaan fasilitas linen, proses laundry (infeksius dan non infeksius), sanitasi,
gudang linen, dan pemeriksaan berkala pada petugas linen.
5. Program penanganan sampah dan limbah antara lain : penyediaan, pemantauan dan
pemeliharaan fasilitas pembuangan sampah / limbah padat, cair dan gas serta
pengolahan limbah padat, cair dan gas.
6. Program pengendalian serangga, tikus, kucing dan hewan berbahaya lain, antara
lain : pengendalian nyamuk, kecoa / semut, lalat, tikus, dan kucing serta
pemeliharaan kebersihan.
7. Program sterilisasi / desinfeksi antara lain : penggunaan desinfektan, sterilisasi,
pengemasan, penyimpanan serta indikasi kuat untuk tindakan sterilisasi /
desinfeksi.
8. Program perlindungan radiasi antara lain : kegiatan umum pengamanan,
pengawasan kontaminasi, pemantauan perorangan dan tempat kerja serta
pelayanan pemantauan.
47

9. Program upaya penyuluhan kesehatan lingkungan antara lain : sosialisasi dan


simulasi K3 pada internal dan eksternal lingkungan Rumah Sakit Islam Malang.

2.9.2 Program Sanitasi RSI


I. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
Kegiatan pokok program sanitasi, antara lain :
1. Pengadaan fasilitas sanitasi lengkap.
2. Pemeliharaan fasilitas sanitasi lengkap.
3. Pengujian hasil pengolahan limbah cair dan air sehat.
4. Pengembangan tenaga sanitasi terlatih.

Rincian kegiatan, antara lain :


1. Pengadaan fasilitas pengolah limbah cair (IPAL).
2. Melengkapi fasilitas pengolah limbah padat dan gas.
3. Pemeliharaan berkala fasilitas sanitasi lengkap seperti fasilitas penyediaan air,
toilet, kamar mandi, pembuangan sampah, pengendalian tikus dan serangga serta
pembuangan limbah.
4. Melakukan uji laboratorium air sehat/ minum.
5. Melakukan uji laboratorium air hasil pengolahan limbah cair.
Mengirimkan tenaga sanitasi untuk mengikuti Diklat
48

BAB 3

HASIL DISKUSI

3.1 Organisasi Rumah Sakit

Struktur organisasi dalam pelaksanaan SMK3 berguna untuk memberi rekomendasi


dan pertimbangan kepada direktur mengenai masalah K3, merumuskan kebijakan, peraturan,
pedoman pelaksanaan K3, dan membuat program K3. Dimana organisasi K3 berada satu
tingkat dibawah direktur sesuai dengan KMK no.432/menkes/SK/IV/2007 . Di RSI Malang
struktur organisasi K3RS berpedoman pada surat edaran dari Depkes RI tentang panitia
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit dimana direktur RS menjadi penanggung jawab,
ketuanya merupakan kepala seksi pelayanan medik (IGD), sekretaris merupakan staf
kesekretariatan rumah sakit, dan anggotanya berasal dari instalasi pemeliharaan sarana,
instalasi perawatan, instalasi penunjang medik dan instalasi pelayanan medik (Radiologi,
Laboratorium, Gizi, Farmasi dan SDM)

3.2 Program Kerja SMK3 Rumah Sakit

Program kerja SMK3 di RSI Malang meliputi Keselamatan dan Keamanan pasien,
keluarga, staf dan pengunjung; perlindungan keselamatan karyawan; pengendalian bahan
beracun dan berbahaya; manajemen emergensi; pengamanan kebakaran; identifikasi peralatan
medis; identifikasi sistem utilitas; dan program pendidikan dan pelatihan. Semua program
kerja SMK3 yang dimiliki RSI Malang sudah sesuai dengan Kepmenkes no.
1204/menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit dimana
didalamnya mencakup penyehatan bangunan rumah sakit, pendidikan dan pelatihan ke
karwayan, pengamanan kebakaran. Serta sesuai dengan KMK no.432/menkes/SK/IV/2007
tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit yang
didalamnya mencakup perlindungan kesehatan keselamatan karyawan, manajemen
kegawatdaruratan, pengelolaan bahan berbahaya, dan lain-lain

3.3 Identifikasi Faktor Resiko Potensi Bahaya di Rumah Sakit

Identifikasi sumber bahaya berguna untuk mempertimbangkan kondisi dan kejadian


yang dapat menimbulkan potensi bahaya dan jenis kecelakaan serta PAK yang mungkin
terjadi di rumah sakit sesuai dengan KMK no.432/menkes/SK/IV/2007. Di RSI Malang,
adanya proses identifikasi faktor resiko potensi bahaya bisa dilihat dari program kerja yang
telah dibuat karena identifikasi faktor resiko potensi bahaya merupakan salah satu proses
49

perencanaan pembuatan SMK3. Bahaya fisik yang bisa ditemukan di RSI Malang antara lain
adanya kebisingan di tempat tertentu seperti ruang genset atau karena adanya pembangunan,
adanya getaran yang bisa ditimbulkan dari ruang mesin dan peralatan, adanya debu atau asap,
adanya panas dari ruang dapur, ruang linen atau alat lain, dan adanya radiasi dari alat-alat
medis di ruang radiologi. Bahaya kimia yang bisa ditemukan dri RSI Malang adalah adanya
bahan-bahan limbah yang berbahaya atau gas anastesi yang beresiko membahayakan petugas
medis. Bahaya biologik yang bisa ditemukan di RSI Malang adalah kemungkinan adanya
penyebaran penyakit seperti TBC, hepatitis A, dan penyakit menular lain. Bahaya ergonomik
yang bisa ditemukan di RSI Malang adalah pekerjaan yang dilakukan secara manual misalnya
pada petugas penyimpanan barang, adanya postur yang salah dalam bekerja, serta pekerjaan
yang berulang seperti petugas administrasi, petugas pembersih, dan lain-lain. Dan bahaya
psikososial yang bisa ditemukan di RSI Malang adalah kemungkinan adanya stress atau
tekanan karena pekerjaan yang bisa diderita oleh semua karyawan rumah sakit.

3.4 Hierarki Pengendalian Potensi Bahaya di Rumah Sakit

Pengendalian potensi bahaya di RSI Malang melalui 4 tingkatan pengendalian resiko


antara lain menghilangkan sumber bahaya (eliminasi), menggantikan dengan yang beresiko
lebih rendah (substitusi), administrasi dan adanya alat pelindung diri sesuai dengan KMK
no.432/menkes/SK/IV/2007 tentang pedoman manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di
rumah sakit. Contoh dari pengendalian bahaya dengan eliminasi seperti adanya kebijakan
bahwa RSI Malang merupakan kawasan bebas asap rokok untuk menghilangkan bahaya asap
dari rokok. Contoh dari pengendalian bahaya dengan subtitusi seperti menggunakan alat kerja
yang bisa mengurangi pekerjaan secara manual seperti penggunaan troli. Contoh dari
pengendalian bahaya dengan administrasi seperti adanya pemeriksaan kesehatan berkala
kepada seluruh karyawan dan 2x/tahun pada karyawan yang beresiko tinggi terpapar radiasi,
adanya pelatihan dan pendidikan mengenai K3 kepada seluruh karyawan, adanya rotasi kerja
untuk mengurangi jam kerja yang berlebih sedangkan pengendalian terakhir adalah kewajiban
untuk menggunakan alat pelindung diri untuk semua karyawan RSI Malang. Selain itu contoh
lain pengendalian bahaya di RSI Malang adalah adanya tanda-tanda pada tempat yang
beresiko, program pencegahan cedera, identifikasi sumber listrik dan air, identifikasi
pengurangan resiko kebakaran, adanya cairan pembersih tangan yang tersedia di tiap ruang,
dan lain-lain.
50

3.5 Health and Patient Safety di Unit Kerja Rumah Sakit ( Rawat inap, Laboratorium,
Ruang operasi )

Health and Patient Safety adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien yang lebih aman yang bertujuan untuk menciptakan keselamatan pasien di rumah sakit,
meningkatkan akuntabilitas rumah sakit, menurunkan dan sekaligus mencegah kejadian yang
tidak diharapkan. Di RSI Malang hal ini diterapkan dengan adanya pengadaan alat pengaman
pasien seperti pegangan sepanjang tangga, toilet yang dilengkapi pegangan tangan dan bel
panggil, pintu yang dapat dibuka dari luar, tempat tidur yang dilengkapi penahan dengan jarak
terali lebih kecil dari kepala anak, sumber listrik yang mempunyai penutup, pemasokan
oksigen yang cukup ke ruang penting, adanya alat-alat yang bisa dipakai dan dibawa kemana
saja saat keadaan darurat, dan adanya tenaga listrik pengganti bagi seluruh kawasan rumah
sakit. Selain itu RSI Malang memiliki program pencegahan dan pengendalian kebakaran dan
evakuasi, tanda bahaya pada tempat beresiko, adanya program penanggulangan bahan
berbahaya, dan adanya program sosialisasi K3 pada pasien, pengunjung dan petugasnya
sesuai dengan Kepmenkes no. 1204/menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit.

3.6 Pengendalian Infeksi Nosokomial


Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas layanan
kesehatan lainya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu
kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan, dan pelatihan
serta monitoring dan evaluasi (Depkes dan PERDALIN, 2008). Di RSI Malang telah
menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial mulai dari cara cuci tangan
steril/ bedah, cara cuci tangan higienis/rutin, cara dekontaminasi alat, cara desinfeksi alat,
cara pemakai alat pelindung diri (APD), cara melepas alat pelindung diri (APD), hingga
cara pembuangan sampah medis/non medis telah diatur dalam SOP DALIN RSI
UNISMA Malang.

3.7 Patient Safety Management


Rumah Sakit Islam Malang merupakan salah satu sarana kesehatan masyarakat
umum dimana didalamnya terdapat beberapa orang sakit sebagai pasien/ konsumennya,
beberapa pengunjung atau masyarakat umum dan beberapa pegawai yang bekerja
didalamnya. Oleh karena itu, program keamanan pasien, pengunjung dan pegawai sangat
penting peranannya didalam menciptakan pasien, pengunjung dan petugas yang aman dan
selamat. Dalam program patient safety management di RSI UNISMA Malang, Pengadaan
51

dan pemantauan alat kelengkapan keamanan pasien dan Pemantauan dan pengadaan APD
bagi petugas merupakan kegiatan pokok. Program patient safety management diatas telah
mencakup isi dari Standar keselamatan pasien rumah sakit mengacu pada ”Hospital
Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of
Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002 Kegiatan program ini akan dilaksanakan
oleh unit-unit terkait, program ini akan dikoordinir oleh salah satu anggota Panitia K3
yang telah ditunjuk untuk melaksanakan seluruh kegiatan program tersebut. Dan
dilakukan evaluasi 3 bulan sekali.

3.8 Penangan Limbah Medis

Dampak berjalannya kegiatan didalam rumah sakit, maka salah satunya adalah
adalah timbulnya limbah. Adapun jenis limbah yang muncul adalah limbah padat, cair dan
gas. Hal ini perlu diantisipasi efek-efek yang akan ditimbulkannya terhadap kualitas
kesehatan dan keselamatan para pegawai, pasien maupun pengunjung di RSI Malang. Oleh
karena itu Rumah sakit Islam Malang menyelenggarakan upaya kesehatan dalam ruang
lingkup kesehatan masyarakat, termasuk di dalamnya penanganan sampah dan limbah.
Sampah rumah sakit adalah bahan yang tidak berguna, tidak dipergunakan lagi ataupun
yang terbuang yang dapat dibedakan menjadi sampah medis dan non medis, dan
dikategorikan menjadi : sampah infeksius, sampah radioaktif, sampah sitotoksik dan
sampah umum (domestik). Dengan pokok kegiatan Penyediaan fasilitas pengelolaan
limbah padat, cair dan gas, Penanganan limbah rumah sakit,dan Pemeliharaan fasilitas
pengolah limbah padat, cair dan gas.
Program Penangan limbah medis RSI malang telah mencakup isi dari peraturan
Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit. Dalam program ini koordinator program dari Tim K3 mengkoordinir dan memonitor
jalannya pelaksanaan kegiatan program pengolahan limbah padat, cair dan gas yang
dilaksanakan oleh unit kerja Urusan Rumah Tangga dan juga unit kerja Urusan
Pemeliharaan Sarana. Pengelolaan limbah padat non medis bekerjasama dengan TPA
(wilayah Lowokwaru). Sedangkan limbah padat medis akan diproses di incinerator RSI
Malang dengan jadwal tertentu. Sementara ini untuk limbah cair dilakukan pembuangan ke
septik tank. Sedangkan limbah gas dibuang ke udara bebas melalui pipa / cerobong asap.
Dan program ini diadakan evaluasi setiap 3 bulan sekali.
52

3.9 Sistem Monitoring Lingkungan Kerja

RSI malang merupakan pelayanan kesehatan untuk pelayanan umum, tempat


berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat yang memungkinkan terjadinya
pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan atau dapat menjadi tempat penyebab
penularan penyakit. Mengingat besarnya resiko yang harus dihadapi setiap hari khususnya
oleh pegawai dan secara umum oleh pasien dan pengunjung, untuk itu RSI Malang
menyelenggarakan program penyehatan lingkungan kerja (yang dalam hal ini adalah rumah
sakit) guna menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan pasien, pengunjung dan pegawai
di RSI Malang.
kegiatan pokok dari program penyehatan lingkungan kerja di RSI malang adalah
mulai dari penyehatan lingkungan kerja, makanan dan minuman, air, tempat pencucian,
Penanganan sampah dan limbah, Pengendalian serangga dan tikus, Sterilisasi / Desinfeksi,
Perlindungan Radiasi, dan Upaya Penyuluhan Kesehatan Lingkungan.
Program Penyehatan lingkungan kerja di RSI malang telah mencakup isi dari
peraturan Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
Kegiatan ini dilaksanakan sesuai dengan bidang kerja masing-masing yang relevan
dengan program kerja K3. Seluruh kegiatan tersebut akan dikoordinir oleh salah satu
anggota dari staf Tim K3 yang telah ditunjuk dan diberi wewenang untuk melaksanakan
program Kesehatan Lingkungan Kerja. Dan diadakan evaluasi setiap 3 (tiga) bulan sekali.
53

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Menurut Kepmenkes NOMOR 432/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman


Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit, upaya K3 menyangkut
tenaga kerja, cara atau metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini
meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas
kesehatan dan non kesehatan merupakan resultan dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja.

Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor fisik,
kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya. Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai
ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, terhadap tenaga kerja baik
kesehatan maupun non kesehatan yang bekerja di RS, serta terhadap pasien maupun
pengunjung RS. Dampak kesehatan dari bahaya potensial di rumah sakit bisa mengakibatkan
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Penyakit Hubungan Akibat Kerja (PHAK)

4.2 Saran

Penerapan program K3 di Rumah Sakit kenyataannya masih perlu banyak perbaikan,


hal ini dikarenakan gedung dalam proses perbaikan untuk mewujudkan gedung yang
terstandart K3, serta evaluasi berkala dalam melakukan pembinaan, pengawasan, dan
pengendalian akan bahaya dari kecelakaan kerja dalam bentuk apapun agar tercapai efektifitas
program yang dijalankan.

Perlu dilakukan peningkatkan sosialisasi mengenai fungsi K3 oleh pihak rumah sakit
kepada siapa saja yang berada di rumah sakit termasuk dokter, perawat, pasien serta tenaga
medis maupun non medis lainnya, agar dapat meminimalkan tindakan beresiko bagi dirinya
sendiri maupun orang lain.

Pihak rumah sakit mengoptimalkan fungsi K3RS yang ada yaitu dengan cara
melakukan pelatihan terkait Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit sehingga pekerja yang
kerjanya terkait dengan SMK3 akan lebih berkompeten dalam pekerjaannya.
54

Semua pihak yang terkait dengan RS secara tanggung jawab melaksanakan standar
operasional prosedur (SOP) K3 RS sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan
mengenai K3 lainnya yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai