Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian
topical dan kulit atau selaput lendir (FI ed IV). Bahan obatnya larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (FI ed III). Salep tidak
boleh berbau tengik. Kecuali dinyalakan lain kadar bahan obat dalam salep
yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10%. Sedian setengan
padat ini tidak menggunakan tenaga. Akan tetapi salep harus memiliki
kualitas yang baik yaitu stabil, tidak dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban
kamar, dan semua zat yang dalam salep harus halus. Oleh karena itu pada
saat pembuatan salep terkadang mangalami banyak masalah saleb yang
harus digerus dengan homogen, agar semua zat aktifnya dapat masuk ke
pori-pori kulit dan diserap oleh kulit. Obat bentuk sediaan setengah padat
pada umumnya hanya digunakan sebagai obat luar, dioleskan pada kulit
untuk keperluan terapi atau berfungsi sebagai pelindung kulit.
Menthol adalah senyawa kimia yang berasal dari alam dan
merupakan senyawa yang termasuk dalam kelompok terpenoid. Mentol
bersifat analgetik yang dapat menimbulkan sensasi rasa dingin, walau
sebagian pasien mendeskripsikan sensasi terbakar yang sejuk. Mekanisme
kerja mentol adalah dengan rangsangan pada reseptor kulit yang memberi
tanggapan pada stimulus dingin, karena reseptor tersebut juga teraktivasi
oleh senyawa mentol, maka kemungkinan besar pasien yang menggunakan
produk mentol akan merasakan sensasi rasa dingin atau terbakar yang sejuk.
Sensasi rasa tersebut akan mengurangi rasa sakit, walau sebenarnya
senyawa mentol tidak mengurangi atau menaikkan suhu. ( Sumardjo, 2006)

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori
Salep adalah sediaan semisolid yang ditujukan untuk penggunaan
eksternal pada kulit atau membran mukosa. Salep dapat mengandung bahan
obat atau tidak. Salep yang tidak mengandung bahan obat digunakan untuk
memperoleh efek fisika yang dihasilkan oleh salep, yaitu sebagai pelindung,
pelembut, atau pelicin. Basis salep dapat digunakan untuk memperoleh efek
fisika atau sebagai pembawa untuk salep yang mengandung bahan obat.
(Ansel, Bentuk Sediaan Farmasetis dan Sistem Penghantaran Obat, halaman
292).

A. Penggolongan Salep
Penggolongan Salep Menurut konsistensinya salep dapat dibagi:

 Unguenta: Salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak


mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai
tenaga.

 Cream (krim): Salep yang banyak mengandung air, mudah diserap


kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.

 Pasta: Salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk),
suatu salep tebal, karena merupakan penutup atau pelindung bagian
kulit yang diolesi.

 Cerata: Salep berlemak yang mengandung persentase lilin (wax) yang


tinggi sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum labiale).

 Gelones/spumae/jelly: Salep yang lebih halus, umumnya cair dan


sedikit mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basis,
biasanya terdiri atas campuran sederhana dari minyak dan lemak
dengan titik lebur rendah, starch jellies (10% amilum + air mendidih).

2
Menurut sifat farmakologi/terapeutik dan penetrasinya, salep dapat
dibagi:

 Salep epidermis (epidermic ointment; salep penutup) guna


melindungi kulit dan menghasilkan efek lokal, tidak diabsorpsi,
kadang-kadang ditambahkan antiseptik, astringensia untuk
meredakan rangsangan atau anestesi lokal. Ds yang baik adalah ds.
senyawa hidrokarbon.

 Salep endodermis: Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam


kulit, tetapi tidak melalui kulit, terabsorpsi sebagian, digunakan untuk
melunakkan kulit atau selaput lendir. Ds yang terbaik adalah minyak
lemak.

 Salep diadermis: Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam


tubuh melalui kulit dan mencapai efek yang. (Ilmu resep, halaman
65).

Menurut dasar salepnya, salep dapat dibagi:

 Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan
dasar salep berlemak (greasy bases) tidal dapat dicuci dengan air,
misalnya: campuran lemak lemak, minyak lemak, malam.

 Salep hidrofilik yaitu salep yang suka air atau kuat menarik air,
biasanya ds. tipe M/A.

Menurut Formularium Nasional (Fornas)

 Dasar salep 1 (ds. senyawa hidrokarbon)

 Dasar salep 2 (ds. serap)

 Dasar salep 3 (ds. yang dapat dicuci dengan air atau ds. emulsi M/A)

 Dasar salep 4 (ds. yang dapat larut dalam air)

3
Penggolongan dasar salep berdasarkan komposisi:

 Dasar salep berminyak

 Dasar salep absorpsi

 Dasar salep tercuci

 Dasar salep emulsi. (Farmasetika, halaman 1)

B. Basis Salep
Basis salep berdasarkan USP (2) secara umum diklasifikasikan
menjadi empat kelompok: basis berlemak, basis absorpsi, basis
tercucikan air, dan basis larut air. (Ansel Bentuk Sediaan Farmasetis dan
Sistem Penghantaran Obat, halaman 292).
Pemilihan basis untuk digunakan dalam formulasi salep bergantung
pada pengujian sejumlah faktor dengan hati-hati; faktor-faktor tersebut
meliputi:

 Kecepatan pelepasan bahan obat dari basis salep yang dinginkan

 Absorpsi obat topikal atau perkutan yang diinginkan

 Oklusi kelembapan yang diinginkan dari kulit

 Stabilitas obat dalam basis salep

 Efek obat, bila ada, pada konsistensi atau kondisi lain basis salep

 Kemudahan hilangnya basis melalui pencucian dengan air yang


diinginkan

 Karakteristik permukaan tempat sediaan digunakan

4
Sebagai contoh, salep umumnya digunakan pada kulit yang
kering dan bersisik; krim digunakan untuk permukaan yang berair atau
berdarah; dan lotion digunakan untuk daerah mudah tergesek atau
tempat gesekan dapat terjadi, seperti di antara paha atau di bawah
ketiak. Basis yang memberikan kombinasi terbaik dari sifat yang
diinginkan harus ditentukan.

Selain bahan aktif, bahan-bahan dalam sediaan topikal meliputi


pengeras, komponen berminyak, komponen berair, agens pengemulsi,
humektan, pengawet, peningkat penetrasi, dan antioksidan, Beberapa
bahan dibahas lebih mendalam pada bagian "Pembuatan dan
"Pertimbangan Fisikokimia." (Ilmu dan Teknologi Peracikan Sediaan
Farmasi, Halaman 128)

C. Pembuatan Salep
Salep secara umum dibuat melalui dua metode, yaitu
pencampuran dan peleburan, bergantung terutama pada kondisi bahan.
(Ansel, halaman 294).
Pembuatan Salep Peraturan pembuatan salep menurut F. Van Duin
sebagai berikut:

1) Peraturan salep pertama

"Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan ke


dalamnya, jika perlu dengan pemanasan"

2) Peraturan salep kedua

"Jika tidak ada peraturan lain, bahan-bahan yang larut dalam air
dilarutkan lebih dahulu dalam air asalkan jumlah air yang digunakan
dapat diserap seluruhnya oleh basis salep dan jumlah air yang
dipakai, dikurangkan dari basis salepnya".

5
3) Peraturan salep ketiga

"Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam


lemak dan air harus diserbukkan lebih dahulu, kemudian diayak
dengan pengayak No.60."

4) Peraturan salep keempat

"Campuran salep yang dibuat dengan cara dicairkan harus digerus


sampai dingin" (bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya
harus dilebihkan 10-20 % untuk mencegah kekurangan bobotnya).
(Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, halaman 94-95).

D. Persyaratan dan Kuakitas Dasar Salep


Persyaratan Salep (FI III)

1) Pemerian: Tidak boleh berbau tengik

2) Kadar: kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung


obat keras atau obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10%

3) Dasar salep (ds): Kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep
(basis salep) digunakan vaselin putih (vaselin album).

Tergantung dari sifat bahan obat dan tujuan pe makaian salep, dapat
dipilih beberapa bahan dasar salep sebagai berikut:

 Ds. senyawa hidrokarbon: Vaselin putih, vaselin (vaselin flavum),


malam putih (cera album), malam kuning (cera flavum), atau
campurannya.

 Ds. serap: Lemak bulu domba (adeps lanae), campuran 3 bagian


kolesterol, 3 bagian stearil-alkohol, 8 bagian malam putih dan 86
bagian vaselin putih, campuran 30 bagian malam kuning dan 70
bagian minyak wijen.

6
 Ds. yang dapat dicuci dengan air atau Ds. emulsi, misalnya emulsi
minyak dalam air (M/A).

 Ds. yang dapat larut dalam air, misalnya PEG atau campurannya.

4) Homogenitas jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan


transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang
homogen.

5) Penandaan: Pada etiket harus tertera "obat luar". (Ilmu resep,


halaman 64)

Kualitas dasar salep adalah:

 Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada
dalam kamar.

 Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk
menjadi lunak dan homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang
teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi.

 Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling


mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.

 Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara
fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak
boleh merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu
melepas obatnya pada daerah yang diobati.

 Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar


salep padat atau cair pada pengobatan. (Farmasetika, halaman 111)

7
Riwayat Penggunaan
Bahasa Yunani miron dan bahasa Latin unguentum di
kombinasikan untuk membentuk istilah modern ointment atau salep.
Salep pada zaman dahulu terutama berupa minyak yang digunakan
sebagai sediaan pengurapan. Perubahan pada sediaan salep kuno
menghasilkan pembentukan pasta (sediaan dengan kandungan zat
padat yang tinggi), cerate (sediaan dengan kandungan lilin yang tinggi)
dan krim (salep emulsi). (Ilmu dan Teknologi Peracikan Sediaan Farmasi,
halaman 127).

Penggunaan
Keputusan untuk menggunakan salep, pasta, krim, atau lotion
(emulsi) bergantung tidak hanya pada seberapa banyak penetrasi obat
pada kulit yang diinginkan, tetapi juga pada karakteristik kulit tempat
akan digunakan. Sebagai contoh, salep (basis berminyak) biasanya
digunakan pada lesi kering dan bersisik karena sifat melembutkannya
akan membantu untuk menghidrasi kembali kulit. Salep juga dapat
bertahan dalam bentuk sediaan topikal, rektal, dan mata. Pasta
merupakan sediaan topikal yang biasanya diaplikasikan pada area yang
membutuhkan perlindungan. Krim biasanya digunakan pada lesi basah
dan menetes karena krim memiliki efek "mengeringkan" melalui
tercampurnya cairan lesi dengan fase ekster , halaman 127-128)

Fungsi salep adalah:

 Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit.

 Sebagai bahan pelumas pada kulit.

 Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan


kulit dengan larutan berair dan rangsang kulit. (Farmasetika, halaman
110).

8
2.2 Resep

R/ Unguentum 2-4 10g

Menthol 2%

M.f ung

S.u.e

2.3 Resep Standar


Unguentum 2 - 4 (FMS edisi III hal 85)

R/ Acid Salicyl 2 R/ Acid Salicyl 2

Sulf Praecip 4 Sulf Praecip 4

Vaselin Flav ad 100 Vaselin Flav ad 10 g

M.f ung Menthol 2%

S.u.e M.f ung

S.u.e

2.4 Singkatan Bahasa Latin


R/ (Recipe) → ambilah
Ad (ad) → sampai
M.f (misca fac) → campur dan buatlah
Ung (unguentum) → salep
S U E (Signa Usus Externus) → untuk pemakaian luar

9
2.5 Studi Preformulasi (Monografi)
1. Acid Salicyl

Nama Lain Asam Salisilat/Salicylic Acidd

Rumus Kimia C7H6O3


Bobot Molekul 138,12 g/mol

Struktur Kimia

Mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak


Deskripsi lebih dari 101,0% C7H6O3, dihitung terhadap zat
yang telah dikringkan.
hablur, biasanya berbentuk serbuk halus/putih,
rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk
sintesis warna putih dan tidak berbau jika dibuat
Pemerian
dari metal salisilat alami dapat berwarna
kekuningan atau merah muda dan berbau lemah
mirip menthol.
Sukar larut dalam air dan dalam benzene, mudah
Kelarutan larut dalam etanol dan dalam eter; larut dalam air
mendidih; agak sukar larut dalam kloroform.
Penyimpanan Dalam tertutup baik.
Densitas 1,44 g/cm
Titik lebur 1590C
Titik didih 2110 C (2666 P2)
Keasaman (pKa) 2,97
Bereaksi dengan alkali dengan karbonat hydrosit
membentuk garam yang larut dalam air.
Inkompatibilitas Inkompatibel dalam larutan besi klorida,
memberikan warna ungu dan dengan nitro eter
kuat.
- Untuk pemakaian topical 1-2% dalam larutan
alcohol atau salep
- Sebagai agent antiseptik, anti parasite, dan
Dosis (usp)
keratolitik 2-5% dalam sediaan serbuk atau
salep
- Sebagai keratolitik kuat hingga 20%
Efekfarmakologi Sebagai antiseptic, sangat mengiritasi selaput

10
lender dan agak korosif, untuk obat luar digunakan
dalam pengobatan pruritus, urtikari abromidrosis,
daneksim. Dalam bentuk salep dan koloidon
digunakan untuk melunakan dan menghilangkan
kutil, kondisi hyperkeratosis (pertumbuhan
jaringan keratin kulit yang berlebihan).
Kulit yang terbuka, meradang atau pada anak
dibawah 2 tahun.
Perhatian : dapat menimbulkan gangguan saraf
Kontraindikasi tepi, pada pasien diabetes rentan terhadap ulkus
neuropati, hindari kontak dengan mata, mulut,
area kelamin dan anus, serta selaput lendir,
hindari penggunaan pada area yang luas.
Kegunaan Sebagai keratoritikum, anti fungi / anti jamur
- FI V hal. 51
- Indrawati Dian Utami. 2018. Jurnal Evaluasi
Pustaka
Salep
2-4. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.

2. Sulfur Praecib

Nama Lain Sulfur praecipitatum/ belerang endap


Rumus Kimia 32,06 g/mol
Bobot Molekul S
Struktur Kimia S
Deskripsi Belerang endap mengandung tidak kurang dari
99,5% dan tidak lebih dari 100,5% dihitung
terhadap zat.
Pemerian Serbuk amorf atau serbuk hablur renik, sangat
halus, warna kuning pucat tidak berbau dan tidak
berasa.
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut
dalam karbon disulfide, sukar larut dalam minyak
zaitun, praktis tidak larut dalam etanol.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas Stabil, polimerasi berbahaya tidak akan terjadi,
hindari suhu tinggi, nyala api terbuka, pengelasa,
merokok, dan sumber penyalaan.

11
pH Antara 4,2 - 6,2

Inkompatibilitas Sulfur incompatible dengan sejumlah bahan kimia,


namun tidak terbatas pada klorat, nitrat, karbida,
halogen, fosfor, dan logam berat. Ketidakcocokan
ini dapat mengakibatkan kebakaran, reaksi yang
tidak terkontrol, kelepasan gas beracun atau
ledakan.
Kegunaan Skabisida/ antiskabies
Pustaka  FI IV 1995, hal. 771
 HOPE 2009, edisi 6 hal. 718
 MSDS no. 1794, hal. 5
 British pharmacopoeia 20009, hal. 5755
 Obat-obatpentinghal 253
3. Vaselin flavum

Nama Lain Vaselinkuning


Deskripsi Vaselin kuning adalah campuran yang
dimurnikan dari hidrokarbon setengah padat,
yang diperoleh dari minyak bumi dapat
mengandung zat penstabil yang sesuai.
Pemerian Massa seperti lemak, kekuningan hingga
amber, lemah, berflourensi sangat lemah
walaupunse telah melebur dalam lapisan tipis,
transparan tidak / hampir tidak berbau dan
berasa.
Kelarutan Tidak larut dalam air, mudah larut dalam
benzene, dalam karbon disulfida, dalam
kloroform dan dalam minyak terpenting, larut
dalam eter, heksana dan umunya minyak lemak
dan minyak atsiri, praktis tidak larut dalam
etanol dingin, panas dan dalam etanol mutlak
dingin.
Bobot jenis Antara 0,815 dan 0,880, lakukan penetapan
pada suhu 600C.
Jaraklebur Antara 380C dan 600C.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas Bila terkena cahaya, menyebabkan warna
vaselin menjadi pudar dan menghasilkan bau

12
yang tidak enak.
Inkompatibilitas Vaselin kuning merupakan bahan inert dengan
seikitin kompatibilitas.
Kegunaan Zat tambahan, sebagai emollient dalam basis
salep.
Putaka  FI IV 1995, hal: 823-824.
 Hand book of pharmaceutical excipient,
hal: 421-422.
4. Menthol

Nama Lain Mentholum


Sinonim Menthol
Rumus Kimia C10H20O
Berat Molekul 156,30 g/mol
Struktur Kimia

Deskripsi Mentol adalah 1-menthol alam yang diperoleh


dari minyak atsiri berupa spesies moritha atau
yang dibuat secara sintek berupa 1-mentol
atau mentol rasemik.
Pemerian Hablur berbentuk jarum atau prisma tidak
berwarna, bau tajam seperti minyak permen,
rasa panas dan aromatic diikuti rasa dingin.
Kelarutan Sukar larut dalam air, sangat mudah larut
dalam etanol 95% dalam kloroform P dan eter
P, mudah larut dalam paraffin cair P dan
minyak atsiri.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik
Identifikasi Larutkan 10 mg dalam 1 ml asam sulfat P,
tambahkan 1 ml larutan Vaselin P, terjadi
warna kuning jingga. Tambahkan 1 ml air,
warna berubah menjadi Violet (perbedaan
dari kimol).
Suhulebur 1 metol atau sintetik : 410C – 440C
Suhubeku Mentol resemik : 270C – 28 0C, dengan
pengadukan yang lebih lama, suhu beku naik
menjadi 300C -320C
Inkompatibilitas Butilchloralhidrat, kapurbarus, chloralhidrat,

13
kromiumreaksida, b- naphthol, fenol, kalium
permangan, pyrogaraolrecolcinol, timol.
Titikleleh 340C.
Stabilitas Harus disimpan dalam suhu tidak melebihi
2580C karena mudah menyublin.
Kegunaan Korigen, antiiritan
Pustaka FI III hal: 362

2.6 Perhitungan Bahan


10
Acid Salicyl = 100 𝑥2 𝑔

= 0,2 𝑔
= 200 𝑚𝑔

10
Sulfur Praecip = 100 𝑥4 𝑔

= 0,4 𝑔

= 400 𝑚𝑔

2%
Mentol = 𝑥10 𝑔
98

= 0,204 𝑔

= 204 𝑚𝑔

Vaselin Flavum ad 10 g = 10 𝑔 − (0,2 𝑔 + 0,4 𝑔 + 0,2 𝑔)

= 10 𝑔 − 0,8 𝑔

= 9,2 𝑔

14
2.7 Alat dan Bahan
a. Alat
1. Mortar
2. Stamper
3. Gelas arloji
4. Perkamen
5. Batang pengaduk
6. Gelas ukur
7. Beaker glass 100 ml
8. Neraca analitik
9. Sudip
10. Sendok tanduk
11. Pipet tetes
12. Pot salep
b. Bahan
1. Acid Salicyl 0,2 gram
2. Sulfur Preacip 0,4 gram
3. Vaselin Flavum 9,2 gram
4. Menthol 0,2 gram
5. Etanol 95%

2.8 Cara Kerja


1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Menimbang acid salicyl 0,2 gram.
3. Menimbang sulfur praecib 0,4 gram.
4. Menimbang vaselin flavum 0,2 gram.
5. Menimbang mentol 0,2 gram.
6. Gerus sulfur praecip hingga halus, keluarkan dari mortar dan letakkan
diatas kertas perkamen.

15
7. Masukkan acid salicylicum kedalam mortar, kemudian tetesi dengan
etanol sebanyak 1 hingga 2 tetes.
8. Tambahkan sulfur praecip kedalam mortir, gerus dengan cepat dan
kuat, hingga homogen.
9. Tambahkan vaselin flavum kedalam mortir sedikit demi sedikit, gerus
hingga homogen.
10. Tambahkan mentol kedalam mortir dan gerus hingga homogen.
11. Masukkan hasil salep kedalam pot salep ukuran 10 gram.
12. Beri etiket warna biru.

2.9 Etiket
APOTEK SUTRA WARNI FARMA
Jl.Ronggohadi,No.09,Sugio,Lamongan
Apoteker: Melana Rini,S,W.,S.Farm.,Apt
SIPA: 029254578/2016
No.4 tgl.19/11 19

Kelompok 4

Untuk pemakain luar


(obat luar)
ttd

2.10 Hasil
 Organoleptis
- Warna : Kuning
- Bau : Khas mentol
- Rasa : Panas dan aromatik diikuti rasa dingin
- Tekstrur : Terasa lembut dan berminyak
 Uji Homogenitas
Salep homogen, tidak terdapat butiran kasar dan warna merata.
 Uji Daya Sebar
- Beban 50 g = 4,5 cm
- Beban 100 g = 5,5 cm
- Beban 150 g = 5,8 cm

16
- Beban 200 g = 6,1 cm
- Beban 300 g = 6,5 cm
 Uji Iritasi Kulit
Meninggalkan rasa panas pada kulit dan diikuti rasa dingin
 Uji Peninggalan Bekas
- Meninggalkan bekas berminyak pada kulit
- Tidak meninggalkan bekas warna
- Meniggalkan rasa panas pada kulit yang diikuti rasa dingin
- Berbau aromatik khas mentol

DOKUMENTASI PROSES PEMBUATAN SALEP

Menyiapkan Alat Menyiapkan Bahan Tara Timbangan

Menimbang Timbang 0,4 g Timbang 0,2 g Timbang 9,2g


Vaselin Flavum
0,2 g Acid Salicyl Sulfur Praecib Mentol

17
Pencampuraan Seluruh Bahan Sedikit Demi Sedikit dan Gerus
Hingga Menjadi Salep yang Homogen

DOKUMENTASI PROSES EVALUASI SEDIAAN

Uji Organoleptik Uji Homogenitas

Uji Daya Uji Daya Uji Daya Uji Daya Uji Daya
Sebar dg Sebar dg Sebar dg Sebar dg Sebar dg
Beban 50 g Beban 100 g Beban 150 g Beban 200 g Beban 300 g

18
Uji Iritasi Uji Peninggalan Bekas

2.11 Pembahasan
Pada praktikum ini, kelompok kami melakukan percobaan
pembuatan sediaan setengah padat berupa unguentum menthol. Dalam
praktikum ini kami menggunakan 4 komponen untuk formulasi, yaitu :
Vaselin Flavum, Sulfur Praecib, Acd Salicyl dan Mentol. Dimana sulfur
praecib berkhasiat sebagai kratolitikum, Mentol sebagai analgetik yang
dapat menimbulkan sensasi rasa dingin, dan Vaselin Flavum berfungsi
sebagai basis atau dasar salep hidrokarbon.
Uji Organoleptis merupakan suatu uji yang berfungsi untuk
melihat kualitas dan stabilitas sediaan yang telah dibuat dengan
melakukan pengamatan langsung pada objek. Dalam praktikum ini
diperoleh yaitu warna kuning, bau aromatik khas mentol, rasa panas dan
aromatik diikuti rasa dingin, serta tekstur yang lembut dan berminyak.
Uji Homogenitas bertujuan untuk melihat keseragaman partikel
dalam sediaan, sehingga memberikan kualitas yang maksimal ketika
digunakan. Pemeriksaan homogenitas pada sediaan salep ini
menunjukkan hasil yang homogen, ditandai dengan semua partikel dalam
pengamatan di kaca objek terdispersi secara merata dan tidak terjadi
gumpalan pada salah satu sisi, tidak ditemukan pula butiran kasar
maupun berpedaan warna dari berbagai sisi.

19
Homogenitas dipengaruhi oleh kecepatan pengadukan, selama prose
pembuatan diperlukan tenaga dalam penggerusan bahan, agar sediaan
dapat tercampur merata dan homogen.
Uji pH, uji ini bertujuan untuk memastikan apakah pH sediaan
setelah pembuatan memiliki pH yang sama dengan pH kulit. pH kulit yaitu
sekitar 5,8 – 6,8. Jika sediaan tidak berada pada range pH kulit, maka
sediaan berpotensi mengiritasi kulit. Pada uji pH, kami tidak melakukan
pengujian tersebut karena keterbatasan alat yang tersedian
dilaboratorium.
Uji Daya Sebar, dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu
sediaan saat mengaplikasikan pada kulit. Uji ini perlu dilakukan karena
terkait dengan kemudahan daalam mengaplikasikan salep pada kulit.
Daya sebar optimun yang baik adalah 5 – 7 cm (Garg et al, 2002).
Pada percoban ini diuji menggunakan kaca objek yang diberi
beban, diperoleh hasil sebagai berikut ; beban 50 g diperoleh hasil 4,5 cm,
100 g diperoleh hasil 5,5 cm, 150 g diperoleh hasil 5,8 cm, 200 g diperoleh
hasil 6,1 cm dan pada beban 300 g diperoleh hasil 6,5 cm. Dari hasil uji
daya sebar ini, maka dikatakan sediaan kami ini telah memenuhi syarat
daya sebar yang baik. Daya sebar yang baik menyebabkan kontak antara
obat dengan kulit menjadi luas, sehigga absorpsi obat ke kulit
berlangsung sesuai dengan laju pelepasan obat untuk memberikan efek
terapi yang diinginkan.
Uji Iritasi Kulit dilakukan dengan mengoleskan sediaan jadi pada
kulit. Setelah salep dioleskan tidak terjadi iritasi kulit, ataupun reaksi yang
tidak diinginkan seperti gatal-gatal, kemerahan pada kulit maupun bintik
pada kulit. Tapi, meninggalkan sensasi panas aromatik diikuti rasa dingin.
Uji Peninggalan Bekas, dilakukan dengan mengoleskan sediaan
jadi pada permukaan kulit dan meninggalkan bekas berminyak pada kulit,
tidak meninggalkan bekas warna, meninggalkan rasa panas pada kulit
diikuti rasa dingin, dan berbau aromatik khas mentol.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical
dan kulit atau selaput lendir (FI ed IV). Salep tidak boleh berbau tengik.
Kecuali dinyalakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung
obat keras atau narkotik adalah 10%.
2. Menthol adalah senyawa kimia yang berasal dari alam dan merupakan
senyawa yang termasuk dalam kelompok terpenoid. Mentol bersifat
analgetik yang menimbulkan rasa panas aromatik diikuti rasa dingin.
3. Pada percobaan ini dilakukan pengujian diantaranya; uji oranoleptis, uji
homogenitas, uji daya sebar, uji iritasi kulit, uji peninggalan bekas.
Diperoleh hasi sebagai berikut:
 Organoleptis
- Warna : Kuning
- Bau : Khas mentol
- Rasa : Panas dan aromatik diikuti rasa dingin
- Tekstrur : Terasa lembut dan berminyak
 Uji Homogenitas
Salep homogen, tidak terdapat butiran kasar dan warna merata.
 Uji Daya Sebar
- Beban 50 g = 4,5 cm
- Beban 100 g = 5,5 cm
- Beban 150 g = 5,8 cm
- Beban 200 g = 6,1 cm
- Beban 300 g = 6,5 cm
 Uji Iritasi Kulit
Meninggalkan rasa panas pada kulit dan diikuti rasa dingin.

21
 Uji Peninggalan Bekas
- Meninggalkan bekas berminyak pada kulit
- Tidak meninggalkan bekas warna
- Meniggalkan rasa panas pada kulit yang diikuti rasa dingin
- Berbau aromatik khas mentol
4. Dari percobaan ini, disimpulkan bahwa komposisi dasar salep merupakan
salep hidrokarbon, dengan formulasi yang diguakan diantaranya vaselin
falvum, selfur praecip, acid salicyl, dan mentol.
5. Dalam pembuatan salep ini digunakan metode pencampuran yaitu
dengan mencampurkan semua bahan sehingga dapat bergabung
menjadi suatu homogen yang bersifat seragam dan memiliki penyebaran
yang sempurna.
6. Metode pencampuran ini caranya adalah semua komponen salep
dicampur bersama sampai sediaan homogen, basis yang diguakan adalah
vaselin flavum.
7. Tipe dari salep yang diformulasikan pada praktikum kali ini merupakan
salep tipe A/M atau W/O, karena basis yang digunakan yakni Vaselin
Flavum merupakan fase t=minyak, dan fase terbesar pembentuk sedian
salep.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Loyd V. Allen. 2019. Ilmu dan Teknologi Peracikan Sediaan Farmasi. Edisi 4.
Jakarta. Buku Kedokteran EGC.
2. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta. Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan.
3. Moh. Anief. 2015. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta. Gajah Mada University
Press.
4. Depkes RI. 1967. FMS (Formularium Mecicamentorum Selectum) ISFI Edisi
Ke-1. Jakarta. Kedokteran EGC.
5. Syamsuni. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta. Buku
Kedokteran EGC.
6. Syamsuni. 2005. Ilmu Resep. Jakarta. Kedokteran EGC.

23

Anda mungkin juga menyukai