Oleh :
Januari 2019
Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan Karyawan Tetap
di RS Graha Juanda Bekasi
Oleh :
Utari Sejati, Amd.Rad
No. GJ 00672
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh
dari sempurna karena keterbatasan waktu, kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari berbagai
pihak.
Keberhasilan penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan yang begitu
besar dari banyak pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-
tulusnya kepada :
2. Dr.Yuli Restiyanti, MARS yang selalu menginspirasi penulis untuk senantiasa bekerja
dengan ikhlas, semangat dan penuh ketelitian.
3. Dokter Radiologi, dr. Partogi Napitupulu, Sp Rad dan istri yaitu dr. Westri Elfilia, Sp
Rad yang selalu membagi ilmunya kepada penulis tanpa rasa segan, dan selalu
mensupport penulis agar menjadi radiografer yang baik maupun pribadi yang baik.
7. Rekan-rekan sejawat
8. Dan semua pihak yang sudah membantu dalam penyusunan makalah ini, baik secara
langsung maupun tidak.
PENYEBAB REJECT FILM DI UNIT RADIOLOGI RUMAH SAKIT GRAHA
JUANDA BEKASI
Tujuan Reject film analysist (RFA) adalah suatu metode quality-assurance (QA) terbaik yang
dapat memberikan indikasi dari sumber manakah terjadi pengulangan film didapat, serta
menyoroti pada faktor manakah yang paling banyak ditemukan reject film sekaligus
menekan tingkat pengulangannya. Dari hasil penghitungan RFA, kita dapat mengurangi
dosis terhadap pasien maupun petugas radiasi, serta biaya operasional di instalasi radiologi.
Metode menggunakan metode kuantitatif dan deskriptif. Dengan menggunakan Data Reject
Film rontgen di unit radiologi selama 3 bulan yang di dapat dari buku register pasien unit
radiologi. Hasil gambaran reject film kemudian dinilai, dan diidentifikasi alasan terjadinya
penolakan. Lalu kemudian dihitung tingkat pengulangannya.
Hasil Dari 1.123 (1.012+111) film rontgen yang digunakan selama 3 bulan (Okt-Des 2018),
111 adalah jumlah reject film, hasil dari keseluruhan reject film adalah 9,6%. Dengan
persentase dari tiap identifikasi penilaian reject film didapat sebagai berikut : Postioning (50-
46-2%), exposure (23-21,2%), artefact (13-12%), confirm image (untuk memverifikasi citra)
(2—1,8%), dan unknown (tidak diketahui penyebabnya, akibat film reject yang ditemukan
rusak hingga tidak dapat teridentifikasi) (20--17,2%). Toraks dan vert. lumbo-sakral
menduduki persentase tingkat pengulangan tertinggi, yakni masing-masing sebesar (5,59%)
dan (1,75%).
ABSTRAKSI ............................................................................................................................iv
2.2 Reject Film dan Faktor – faktor Penyebab Reject Film ..............................................
3.5 Persentase Reject dan Persentasenya Pada Tiap Bidang Area Tubuh ..............................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Film reject pada pemeriksaan radiografi adalah film yang tidak dapat didiagnosa atau
dinilai, karena tidak dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk membantu
mendiagnosis klinis akibat dari kualitasnya yang buruk. Pengulangan foto atau pemeriksaan
radiografi yang dilakukan akibat buruknya hasil kualitas foto, juga turut meningkatkan dosis
radiasi yang diterima baik pada pasien, maupun petugas radiasi. Peningkatan dosis radiasi
serta hamburan yang di terima pasien dan petugas radiasi tersebut, juga bisa meningkatkan
dampak laten yang diterima pasien, seperti penyakit kanker. Gambaran radiografi dianggap
berkualitas atau dapat menegakkan diagnosa, apabila dalam hasil foto menunjukkan
gambaran anatomi yang sedang diperiksa secara jelas. Selain itu, pada gambaran radiografi
tersebut juga harus tertera identitas pasien yang sedang difoto serta tanggal
pemeriksaannya. Seorang radiografer harus mampu memposisikan pasien dengan benar dan
memberikan faktor eksposi yang tepat untuk mendapatkan hasil radiografi yang optimal.
Reject film analysist (RFA) adalah suatu metode quality-assurance (QA) terbaik yang
dapat memberikan indikasi dari sumber manakah terjadi pengulangan film didapat, serta
menyoroti pada faktor manakah yang paling banyak ditemukan reject film, sekaligus
menekan tingkat pengulangannya.
Idealnya angka reject tidak melebihi 10%, idealnya di bawah 4%-6% dan harus kurang
dari 2% untuk pemeriksaan mammografi (Jeffrey, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sinar-X
Sinar-X mewakili bentuk radiasi elektromagnetik. Sinar ini diproduksi oleh tabung
sinar-X, menggunakan tegangan tinggi untuk mempercepat elektron yang dihasilkan oleh
katoda. Elektron yang dihasilkan berinteraksi dengan anoda, sehingga menghasilkan sinar-X.
Sinar-X yang dihasilkan meliputi Bremsstrahlung dan radiasi karakteristik untuk elemen
anoda.
Sinar-X dapat berinteraksi dengan materi dengan cara berikut:
efek fotoelektrik
Efek Compton
Rayleigh atau hamburan klasik
produksi pasangan (tidak mungkin dalam kisaran radiologi diagnostik)
ionisasi
Sinar-X dihasilkan karena perlambatan secara tiba-tiba elektron yang bergerak cepat ketika
mereka bertabrakan dan berinteraksi dengan anoda target. Dalam proses perlambatan ini,
lebih dari 99% energi elektron diubah menjadi panas dan kurang dari 1% energi diubah
menjadi sinar-X.
2.1.1. Katoda
Katoda adalah bagian dari tabung sinar-X dan berfungsi untuk mengeluarkan
elektron dari rangkaian dan memfokuskan pancarannya pada titik fokus anoda. Ini adalah
sumber elektron yang dikendalikan untuk menghasilkan sinar-X. Elektron diproduksi dengan
memanaskan filamen, yaitu kumparan kawat yang terbuat dari tungsten, yang ditempatkan
di dalam struktur berbentuk cangkir, cangkir pemfokusan nikel yang sangat dipoles,
memberikan pemfokusan sinar elektrostatik pada balok pada anoda.
Untuk mengeluarkan elektron dari katoda, diperlukan banyak energi. Energi panas
digunakan untuk mengeluarkan elektron dari katoda. Filamen mengkristal selama konstruksi
dan struktur yang mengkristal memberikan stabilitas filamen. Proses ini disebut emisi
termionik. Filamen dipanaskan dengan arus listrik yang melewatinya (ke suhu yang menyala)
dan elektron kemudian dikeluarkan dari katoda01.
2.1.2. Anoda
Anoda adalah komponen tabung sinar-X tempat sinar-X diproduksi. Anoda ini adalah
sepotong logam, berbentuk dalam bentuk disk miring dengan diameter antara 55 dan 100
mm, dan ketebalan 7 mm, terhubung ke sisi positif dari rangkaian listrik. Anoda mengubah
energi elektron menjadi sinar-X yang menghilangkan panas sebagai produk sampingan.
Sebagian besar tabung sinar-X terbuat dari tungsten. Tungsten memiliki no. atom
tinggi (74) dan titik leleh tinggi 3370 ° C dengan laju penguapan yang rendah. Jumlah atom
tungsten yang tinggi memberikan produksi bremsstrahlung yang lebih efisien dibandingkan
dengan bahan target nomor atom yang lebih rendah. Paduan yang mengandung tungsten
dan renium juga digunakan karena 5-10% renium mencegah pengerasan permukaan anoda.
Tubuh anoda terbuat dari bahan yang ringan dan memiliki kapasitas penyimpanan panas
yang baik, seperti molibdenum dan grafit. Molibdenum juga sering digunakan sebagai bahan
permukaan untuk anoda yang digunakan dalam mamografi karena karakteristiknya yang
memiliki nomor bilangan atom menengah, dengan sinar-X yang dihasilkan dari energi yang
sesuai untuk tujuan ini. Beberapa anoda yang digunakan untuk mamografi juga terbuat dari
rhodium (Z = 45), dan menghasilkan lebih banyak radiasi penetrasi, lebih sesuai untuk
digunakan dalam pencitraan payudara yang padat.
Anoda dirancang sebagai disk miring yang terpasang pada rotor tembaga besar dari
motor listrik, berputar dengan kecepatan hingga 10.000 RPM, dengan suhu 2000 ° C. Tujuan
rotasi adalah untuk menghilangkan panas. Kebanyakan anoda yang berputar sebenarnya
mewakili sistem elektromekanis yang agak rumit yang terdiri dari sekitar 350 buah,
mengambil sekitar 150 operasi perakitan.
Disk anoda yang berputar akan menerima sorotan elektron pada titik fokus di anoda
yang dipancarkan dari katoda, yang kemudian dipercepat oleh perbedaan potensial tinggi
antara katoda dan disk target. Ketika berkas elektron mencapai sasaran, yaitu titik fokus, ia
kemudian menghasilkan berkas sinar-X. Ketika sudut anoda diukur dari garis vertikal ke sudut
anoda maka akan didapatkan penyudutan sekitar 15 °. Sudut yang lebih kecil akan membuat
titik fokus yang lebih kecil.
Seluruh anoda tidak termasuk dalam produksi sinar-X. Sinar-X diproduksi pada
permukaan persegi panjang yang agak kecil atau titik fokus. Beberapa sinar-X memiliki dua
titik fokus, dipilih sesuai dengan prosedur pencitraannya. 02
2.1.3. Exposure
Istilah exposure atau paparan mengacu pada konsentrasi, di udara, radiasi pada titik
tertentu dan merupakan ionisasi yang diproduksi dalam volume udara tertentu :
E=Q/m
di mana :
E adalah paparan
Q adalah jumlah muatan pada ion dan
m adalah satuan massa udara
Exposure yang ada di dalam radiofotografi, dapat ditentukan dengan faktor eksposi,
yang mana faktor eksposi itu nantinya akan mempengaruhi dan menentukan kuantitas dan
kualitas dari radiasi sinar-X yang mengenai atau menembus badan pasien. Kuantitas radiasi
sinar-X mengarah pada intesitas radiasi yang terserap (satuannya mR atau mR/mAs),
sedangkan kualitas radiasi sinar-X mengarah pada berkas serap yang terlihat pada hasil akhir
citra radiografi dan diukur dalam HVL (Half Value Layer). Faktor eksposi radiografi berada
dibawah kendali petugas radiasi, meski ada juga pesawat sinar-X yang sudah memiliki pilihan
faktor eksposi bawaan pada control panel-nya.
Faktor-faktor eksposi yang dikendalikan atau diatur oleh petugas radiasi adalah
sebagai berikut :
a. kVp
Kilovoltage peak (kVp) adalah tegangan puncak yang diterapkan pada tabung sinar-X.
Faktor Ini selain menentukan energi tertinggi foton sinar-X, juga bertanggung jawab atas
percepatan elektron dari katoda ke anoda serta menentukan arus tabung di wilayah
muatan ruang. Peningkatan kVp menggeser spektrum sinar-X ke kanan. Dosis radiasi
untuk pasien berbanding lurus dengan kuadrat kV. Namun, harus diingat bahwa dalam
tujuan praktis di mana kVp berbeda digunakan dalam kasus yang berbeda (katakanlah
misalnya penggunaan kV yang rendah dalam mamografi bila dibandingkan dengan
rontgen dada), faktor-faktor lain seperti mA dan jarak fokus film (FFD) berperan. dan ada
hubungan kompleks dengan dosis pasien (dosis pada pasien dalam pemeriksaa
mamografi jauh lebih banyak daripada pemeriksaan rontgen dada). Meningkatkan kVp
juga akan mengurangi kontras yang terlihat antara jaringan lunak dan tulang. 6
Peningkatan arus (mA) menghasilkan produksi electron yang lebih tinggi yang berada di
dalam tabung sinar-X yang, karenanya, akan meningkatkan kuantitas radiasi; lebih
banyak radiasi akan menyebabkan lebih banyak foton mencapai detektor dan karenanya
kepadatan struktural jelas akan berkurang, namun intensitas sinyal akan meningkat.
Faktor waktu adalah ukuran durasi produksi elektron dalam tabung; berarti
'menentukan' berapa lama mA akan bertahan.
mA x t = MA
Sebagai contoh:
600 mA x 0,1 dtk. = 60 mAs
Peningkatan arus atau waktu akan meningkatkan kuantitas radiasi; Oleh karena itu
jumlah radiasi dalam suatu pemeriksaan dinyatakan sebagai MA.
Hukum timbal balik menyatakan bahwa reaksi emulsi fotogenik terhadap cahaya akan
sama dengan produk-produk dari intensitas cahaya itu dan waktu pemaparan. 7 Hukum
ini berkaitan dengan mAs dalam arti bahwa semua kombinasi mA x T yang berjumlah
untuk sama besar akan menghasilkan jumlah kepadatan yang sama.
Karena peraturan inilah maka radiografer harus mempertimbangkan semua faktor lain
(mA, focal spot, SID, kVp) untuk mengurangi waktu untuk menghindari kekaburan
gerakan.
iii. Filter
Filter adalah lembaran logam yang ditempatkan dalam sinar x-ray antara
jendela dan pasien yang digunakan untuk menipiskan foton x-ray energi rendah
(lunak) dari spektrum. Pemfilteran adalah penghapusan sinar-X energi rendah ini dari
spektrum sinar yang jika tidak akan berkontribusi pada kualitas gambar tetapi akan
menambah dosis dan penyebaran pasien. Jika tidak difilter, foton sinar-X berenergi
rendah ini umumnya diserap oleh struktur tubuh yang dangkal dan berkontribusi
pada dosis permukaan masuk (ESD). Karena mereka diserap oleh struktur superfisial,
mereka berkontribusi minimal terhadap pembentukan gambar. Menggunakan filter
mengurangi ESD dan pada tingkat yang lebih rendah, dosis efektif untuk pasien 1.
Filtrasi yang melekat dari komponen dalam tabung x-ray, yaitu jendela,
rumah, oli pendingin (setara dengan 0,5-1,0 mm Al)
Menambahkan filtrasi dari lembaran logam yang dapat dipertukarkan (Al,
Cu, dll.)
Total filtrasi adalah efek gabungan dari filtrasi inheren dan tambahan, dengan
pedoman AS yang menyatakan total filtrasi minimum 2,5 mm aluminium diperlukan
untuk tabung x-ray yang beroperasi di atas 70 kVp 3.
Komponen filtrasi yang ditambahkan dikustomisasi (ketebalan filter, jenis logam)
untuk pemeriksaan dan prosedur individual (mis. Fluoroskopi) dan memanfaatkan
karakteristik filtrasi logam tertentu (mis. Tepi serapan) untuk meningkatkan kualitas
gambar dan kontras03.
2.2.1.1 Positioning
Positioning adalah suatu prosedur yang dilakukan untuk mendukung, didapatkannya
gambaran radiografi yang diinginkan. Dalam radiologi, teknik pemposisian ini dibagi menjadi
2 tipe, yakni posisi tubuh dan posisi objek. Dan dengan dibantu proyeksi atau arah
penyinaran dari mesin/pesawat sinar-X, maka objek yang kita inginkan bisa terlihat dengan
jelas, bahkan objek yang tumpang tindih (superposition) bisa saling terpisah dengan bantuan
teknik pemposisian dan proyeksi. Teknik pemposisian dan proyeksi ini adalah kemampuan
utama seorang petugas radiasi/radiografer. Terjadinya reject film akibat faktor ini bisa
dikarenakan, radiografer kurang teliti dan paham akan posisi objek yang akan di periksa, atau
bisa juga pengimajianasian yang kurang dalam memperkirakan hasil gambaran yang
terbentuk akan seperti apa, jika dilakukan dengan posisi dan proyeksi tertentu dengan kata
lain belum sepenuhnya paham kriteria gambaran apa saja yang harus tercakup pada foto.
2.2.1.2 Under Exposure
Under exposed adalah kondisi dimana suatu gambaran atau citra radiografi memiliki
densitas yang sangat minim, atau terlalu “putih” sehingga kontras subyektif dan obyektifnya
menjadi berkurang.8 Hal ini bisa disebabkan karena berkas radiasi sinar-X terlalu banyak
diserap oleh objek/tubuh pasien, sehingga hanya sedikit yang diteruskan ke film radiografi.
Meskipun tingkat over exposed ini memiliki nilai kontras visual yang bersifat
subyektif. Hal ini masih bisa sedikit diatasi, dengan melihat menggunakan viewing box
(lampu baca) yang sangat terang, namun tetap saja objek klinisi bisa tidak terlihat terlalu
jelas dan tergantung dari kontras subyektif tiap orang. 8,9
2.2.3.1 Motion
Motion atau gerak, adalah faktor utama pengulangan foto yang berasal dari pasien.
Hal ini bisa sering dijumpai pada kasus pasien anak-anak, cacat fisik atau mental, pasien
kasus kecelakaan atau tidak sadarkan diri, dan lansia. Hal ini terjadi karena kurang
kooperatifnya atau tidak adanya keluarga pasien atau suatu alat immobilisasi yang
menopang pasien, faktor ini sebenarnya bisa di atasi dengan pengunaan second atau waktu
yang lebih cepat untuk meminimalisir gerak pasien yang terekam pada film radiografi.
Namun untuk gerak seperti tremor hebat atau kejang, agak sulit untuk dilakukan dan bisa
diperlukan obat anastesi atau penenang.
2.2.4 Fog
Film fogging (kabut) adalah penggelapan film yang tidak diinginkan yang terjadi
ketika film sinar-X tidak sengaja terpapar cahaya atau sinar-X. Ada banyak penyebab film
fogging, salah satunya adalah radiasi hambur. Foton yang menghambur setelah mengenai
pasien atau benda secara acak. Mereka dapat mencapai tempat petugas radiasi yang berada
dibalik tabir atau dinding yang dilapisi timbal, bahkan menyebabkan masalah keamanan
radiasi, atau menjangkau film sinar-X dalam kaset, yang menyebabkannya fogging. Karena ini
mempengaruhi semua wilayah film secara acak, radiasi hambur tersebut dapat mengurangi
kontras film. Radiasi hambur adalah masalah khusus pada pasien dengan tebal objek yang
besar, dan oleh karena itu, penggunaan grid direkomendasikan jika objek radiografi melebihi
ketebalan 12cm. Namun kapan menggunakan kisi-kisi, produk MA harus ditingkatkan sekitar
dua hingga tiga kali lipat. Film fogging akan menghasilkan peningkatan paparan secara
keseluruhan dengan kontras radiografi yang buruk dan paparan yang baik
(latar belakang hitam)
Materi fog RADT-146 Introduction to Radiography 10th Edition of "Radiologic Science for
Technologists" by Stewart Carlyle Bushong Lecture 7
Untuk mencregah supaya hal ini tidak terjadi maka lakukan rinsing dengan waktu yang cukp
sehingga benar – benar yakin bahwa cairan developer sudah tidak ada di permukaan film
atau setidaknya berkurang banyak. Kemudian ntuk menjaga agar prose rinsing berjalan
dengan baik, pastikan air yang berada di dalam tangki tetap bersih.
2.2.5 Artefact
Artefak bisa terjadi atas beberapa faktor, seperti kegagalan pada perangkat keras
atau saat film masih berada pada kaset radiografi atau berasal dari area lapang kolimasi
pada pesawat sinar-X, kesalahan radiografer, dan akibat saat ataupun pasca pemrosesan
hasil gambar. Dan dapat dijabarkan pada uraian di bawah ini :
a. Pada penanganan film yang tidak tepat, seperti saat mengisi kaset dengan film
radiografi, terdapat jejak sidik jari atau goresan kuku seperti bulan sabit yang berada
disekitar ujung-ujung film, atau terjadi gambaran garis hitam memanjang akibat
penekukan pada film baik saat masih berada dalam box atau saat sudah berada
dalam kaset.
b. Terdapat gambar seperti gelembung yang diakibatkan oleh percikan air atau cairan
developer dan cairan fixer yang mengenai film, sebelum diproses.
c. Terdapat gambaran superposisi, yang terjadi akibat 2 kali pengambilan gambar
dengan objek berbeda pada 1 kaset akibat kelalaian petugas dalam mengidentifikasi
kaset atau memisahkan kaset yang sudah diexpose dan yang belum diexpose.
d. Terdapat gambaran berupa radiopak atau radiolusen yang jelas dan tegas akibat
adanya benda asing yang berada diluar tubuh pasien yang terekam dalam film
radiografi, seperti rambut, kalung, anting, dan lain-lain.05
Selain itu, terdapat faktor lain yang menyebabkan terjadinya artefact pada film
seperti yang dijabarkan di bawah ini :
2.2.5.1 Streaking
Streaking adalah jalur atau coretan yang terdapat pada film. Gambaran streaking bisa
berbentuk jalur berwarna hitam atau bisa berbentuk jalur seperti berminyak pada
permukaan film yang bisa dilihat saat film dimiringkan. Penyebab streaking adalah sebagai
berikut :
a. Selama pembangkitan atau saat berada di developer film tidak di agitasi.
b. Pada waktu pembangkitan atau saat berada di developer, film terlalu cepat diangkat
sehingga cairan developer mengalik ke bagian bawah dan membentuk seperti
gambaran air mengalir.
c. Adanya residu fixer yang mengering.
2.2.5.3 Reticulation
Reticulation adalah bergelombangnya film pada sisi emulsi. Reticulation terjadi
karena suhu yang tinggi baik pada developer, fixer maupun pengeringan. Untuk mencegah
supaya hal ini tidak terjadi, maka suhu developer dan fixer dijaga pada suhu standar yaitu
18°C - 20°C dan suhu pengeringan tidak boleh melebihi 50°C .
2.2.5.4 Frilling
Frilling adalah proses lepasnya emulsi dari base film. Frilling terjadi jika proses
reticulation berlanjut, ini berarti frilling terjadi ketika suhu yang digunakan baik pada
developer, fixer dan pengeringan melebihi dari suhu yang menyebabkan film mengalami
reticulation. Jika frilling terjadi maka film akan tampak bening karena emulsi sudah lepas dari
base film. Pencegahannya sama dengan reticulation yaitu jaga suhu developer, fixer dan
pengeringan pada suhu standar.
BAB III
HIPOTESA
3.1 Data Analisis
Data dianalisis menggunakan Microsoft Office Excel 2007/2010 dengan mengambil data
harian reject film baik yang sudah dibaca specialist maupun yang belum dibaca. Grafik dibuat
menggunakan Microsoft Office Excel 2007/2010. Penyebab reject film ditentukan dengan
menggunakan statistik deskriptif yang disajikan dengan cara distribusi frekuensi.
Rumus
x 100 %
Rumus
x 100
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil
Rumus
x 100 %
Penyebab reject film dalam penelitian ini ditentukan oleh 5 garis besar, yaitu:
2. Exposure yang di dalamnya termasuk under exposed, over exposed dan failure
exposed. Untuk hal ini, bisa terjadi karena adanya faktor human-error dan juga tools-
error. Faktor ini menyumbang 21,2% (23).
4. Confirm image adalah tindakan untuk memastikan suatu objek yang diperiksa
dikarenakan adanya keraguan dan untuk memperjelas objek, maka dilakukan ulang
foto yang lebih terarah ke objek yang dicurigai. Faktor ini menyumbang 1,8% (2).
5. Unknown adalah penyebab yang tidak diketahui apa, akibat telah rusaknya kondisi
foto sehingga tidak dapat teridentifikasi dan juga adanya film roentgen yang
ditemukan masih dalam keadaan baru namun sudah terbakar. Faktor ini
menyumbang 17,2% (20).
4.3 Persentase Reject dan Persentasenya Pada Tiap Bidang Area Tubuh
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Peer S, Peer R, Walcher M, Pohl M, Jaschke W. Comparative reject analysis in conventional
film-screen and digital storage phosphor radiography. European Radiology, 1999; 9(8):1693-
6.
2. Weatherburn GC, Bryan S, West M. A comparison of image reject rateswhen using film,
hard copy computed radiography and soft copy images on picture archiving and
communication systems (PACS) work stations. Br J Radiol, 1999;72:653-60.
3. Akintomide AO, Egbe NO, Bassey DE, Eduwen DU, Oyama EA. An analysis of repeated
examinations in conventional film-screen radiography (FSR). Journal of Association of
Radiographers of Nigeria,2011; 25(1):14-20.
4. Linet MS, Slovs TL, Miller DL, Kleinerman R, Lee C, Rajaraman P, et al. Cancer risks
associated with external radiation from diagnostic procedures. CA Cancer Journal for
Clinicians, 2012; 62 (2):75-100.
5. Barry K, Kumar S, Linke R, Dawes E. A clinical audit of anatomical side marker use in a
paediatric medical imaging department. Journal of Medical Radiation Sciences, 2016;
63(3):148-54.
7. Carmichael JHE, Maccia C, Moores BM, Oestmann JW, Schibilla H, Teunen D et al.
European guidelines on quality criteria for diagnostic radiographic images. Brussels,
Luxembourg: Office for Official Publications of the European Communities, 1996.
8. Yousef M, Edward C, Ahmed H, Bushara L, Namdan A, Elnaiem N. Film reject analysis for
conventional radiography in Khartoum hospitals. Asian Journal of Medical Radiological
Research, 2013; 1(1):34-8.
Footnote
1. Lazic J, Sobic V, Cikaric S. et al.Radiologija (Radiology – Unviersity Manual),
Medicinska Knjiga, Belgrade 1997
2. Sprawls P. The Physical Principles of Medical Imaging, 2nd Ed. 1995, Medical
Physics Pub. (Madison, Wis)
3. Stankovic JB, Milosevic NT. Osnovi radioloske fizike (Basic Principles of
Radiological Physics), PTT, Belgrade, 2007
4. Taubin ML, Platonov VF, Yaskolko AA. X-Ray Tube Cathodes of Medical Purpose.
Biomedical Engineering, Vol. 43, No. 1, 2009, pp. 48-50
5. Mcnitt-gray MF. AAPM/RSNA Physics Tutorial for Residents: Topics in CT. Radiation dose in CT.
Radiographics. 22 (6): 1541-53. Radiographics (citation) - Pubmed citation
6. Fuchs A. W. Principles of Radiographic Exposure and Processing. 1st ed. Springfield: Charles C
Thomas, 1958.
7. Bunsen R. W. and H. E. Roscoe. "Photochemical Researches.--Part V. On the Measurement of
the Chemical Action of Direct and Diffuse Sunlight.". Proceedings of the Royal Society of
London 12, no. 0 (1862): 306-312. . doi:10.1098/rspl.1862.0069.
8. Ajunk A, Kualitas Citra Radiografi (Foto Rontgen). Artikel 2010.
https://catatanradiograf.blogspot.com/2010/01/kualitas-citra-radiografi-foto-
rontgen.html
9. Petra A, Common Radiographic Faults. Article of Vet Times, 2008
10. Owusu-Banahenea J, Darkoa EO, Hasfordb F, Addisonc EK, Asirifid JO. Film reject
analysis and image quality in diagnostic Radiology Department of a Teaching hospital
in Ghana. Journal of Radiation Research and Applied Sciences, 2014; 7(4):589-94.
02. HyperPhysics, Department for Physics and Astronomy, Georgia State University
Sprawls P. The Physical Principles of Medical Imaging, 2nd Ed. 1995, Medical Physics
Pub. (Madison, Wis)
Stankovic JB, Milosevic NT. Osnovi radioloske fizike (Basic Principles of Radiological
Physics), PTT, Belgrade, 2007
1. Philippe Brosi, Anja Stuessi, Francis R. Verdun, Peter Vock, Rainer Wolf. Copper
filtration in pediatric digital X-ray imaging: its impact on image quality and dose. (2011)
Radiological Physics and Technology. 4 (2): 148. doi:10.1007/s12194-011-0115-4 -
Pubmed
05. 1. Radiographic Imaging and Exposure, 4e. Mosby. ISBN:0323083226. Read it at Google
Books - Find it at Amazon
2. Walz-Flannigan A, Magnuson D, Erickson D et-al. Artifacts in digital radiography. AJR Am J
Roentgenol. 2012;198 (1): 156-61. doi:10.2214/AJR.11.7237 - Pubmed citation
4. Walz-Flannigan Alisa I., Kimberly J. Brossoit, Dayne J. Magnuson and Beth A. Schueler.
"Pictorial Review of Digital Radiography Artifacts". RadioGraphics 38, no. 3 (2018): 833-846. .
doi:10.1148/rg.2018170038.