Anda di halaman 1dari 10

Deddy Mizwar

Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian


Deddy Mizwar

Wakil Gubernur Jawa Barat ke-11


Masa jabatan
13 Juni 2013 – 13 Juni 2018
Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden
Joko Widodo
Gubernur Ahmad Heryawan
Pendahulu Dede Yusuf
Pengganti Uu Ruzhanul Ulum
Informasi pribadi
5 Maret 1955 (umur 64)
Lahir
Jakarta, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Partai politik Partai Demokrat (sejak 2017)
Pasangan R. Giselawati Wiranegara (k. 1986)
Senandung Nacita
Anak
Lettu Inf. Zulfikar Rakita Dewa
Orang tua Adrian Andres dan Sun’ah
Alma mater Institut Kesenian Jakarta
Aktor (sejak 1974)
Pekerjaan
Sutradara (sejak 1986)

H. Deddy Mizwar, S.Sn., S.E., M.I.Pol. (lahir di Jakarta, Indonesia, 5 Maret 1955; umur 64
tahun) adalah Wakil Gubernur Jawa Barat periode 2013–2018. Ia juga merupakan seorang
aktor senior dan sutradara Indonesia. Ia pernah menjadi Ketua Badan Pertimbangan
Perfilman Nasional periode 2006-2009. Deddy Mizwar merupakan politikus dari jalur
independen yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera. Pada Pilkada Jawa Barat 2013, dia
terpilih sebagai wakil gubernur mendampingi Ahmad Heryawan. Kemudian ia maju sebagai
calon gubernur dalam Pilkada Jawa Barat 2018. Pada pencalonan ini, Deddy Mizwar
berpasangan dengan Dedi Mulyadi dari Partai Golongan Karya. Pasangan ini menempati
urutan ke-3 pada hasil akhir perhitungan suara dengan presentase 25.7% suara.[1]

Daftar isi
 1 Kehidupan awal
 2 Karier
o 2.1 Awal karier
o 2.2 Film
o 2.3 Politik
 3 Kehidupan pribadi
 4 Filmografi
o 4.1 Film
o 4.2 Sinetron
o 4.3 Iklan
 5 Penghargaan
 6 Penampilan lain
 7 Referensi
 8 Pranala luar

Kehidupan awal
Deddy dilahirkan di Jakarta pada 5 Maret 1955. Ayahnya, H. Adrian Andres adalah
keturunan Belanda-Betawi, sedangkan Ibunya Sun’ah keturunan Bugis-Betawi. Kedua
orangtuanya menikah pada 1948 dan dikaruniai tujuh orang anak, satu diantaranya meninggal
secara prematur. Deddy adalah anak keempat dari enam bersaudara yang masih hidup. Masa
kecil Deddy hidup di tengah-tengah masyarakat etnis Betawi yang bernuansa religius. Setiap
hari dirinya selalu mengikuti kegiatan mengaji sebuah surau yang tenang dan sejuk. Hal
itulah yang mengilhami dirinya membuat film bernuansa religi dengan segala
kesederhanaannya.

Bakat akting Deddy sudah terlihat sejak kecil, tetapi hal tersebut semakin terlihat ketika
dirinya sudah dewasa. Kepandaian Deddy dalam dunia seni peran tak terlepas dari peran
ibunya yang berlatar belakang seni dan pernah menjadi pemimpin sebuah sanggar seni
Betawi.

Deddy sempat menempuh pendidikan asisten apoteker (farmasi) dan menempuh pendidikan
di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) yang sekarang bernama Institut Kesenian
Jakarta (IKJ).

Karier
Awal karier
Deddy sempat bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Kesehatan DKI Jakarta,
hanya sempat bertahan selama 2 tahun bekerja sebelum akhirnya mengundurkan diri. Dunia
seni peran ternyata lebih menggoda dirinya untuk berkreasi, ketimbang harus bekerja secara
formal di kantoran. Deddy lebih memilih mengasah bakatnya dalam dunia seni peran dengan
bergabung di Teater Remaja Jakarta sejak 1973.

Film

Memulai karier dari usia 19 tahun, Deddy memulai debutnya dalam film Gaun Pengantin
(1974). Perannya dalam film Naga Bonar yang dirilis tahun 1987, meroketkan nama Deddy
di dunia film Indonesia. Dalam film tersebut, Deddy berperan sebagai Jenderal Naga Bonar.
Film ini kemudian dibuatkan sekuel Nagabonar Jadi 2 pada tahun 2007.[2]

Seiring dengan perjalanan waktu, pilihan hidupnya ternyata sangat tepat. Kariernya dalam
dunia sinematografi semakin melesat. Penghargaan demi penghargaan terus diraihnya sebagai
bukti keberadaannya dalam bidang yang digelutinya tersebut. Terbukti dengan diraihnya 4
Piala Citra sekaligus dalam Festival Film Indonesia 1986 dan 1987. Beberapa
penghargaannya tersebut diantaranya adalah sebagai Pemeran Utama Pria Terbaik FFI 1986
dalam film Arie Hanggara. Pemeran Pembantu Pria Terbaik FFI 1986 dalam film Opera
Jakarta (1986), Pemeran Utama Pria Terbaik FFI 1987 dalam film Naga Bonar dan Pemeran
Pembantu Pria Terbaik FFI 1987 dalam film Kuberikan Segalanya.[3]

Aktor kawakan berdarah Betawi ini juga pernah menjadi nominator dalam Festival Film
Indonesia sebanyak 9 kali, yaitu dalam film: Bukan Impian Semusim (FFI 1982), Sunan
Kalijaga (FFI 1984), Saat-Saat Kau Berbaring di Dadaku (FFI 1985), Kerikil-Kerikil Tajam
(FFI 1985), Kejarlah Daku Kau Kutangkap (FFI 1986), Ayahku (FFI 1988), Putihnya Duka
Kelabunya Bahagia (FFI 1989), Dua dari Tiga Lelaki (FFI 1990) dan Jangan Renggut
Cintaku (FFI 1990).

Sejak 1997, ia mendirikan rumah produksinya sendiri, PT Demi Gisela Citra Sinema, dengan
produksi pertama serial televisi Mat Angin, disusul kemudian dengan serial Ramadan Lorong
Waktu (6 musim), Demi Masa, Kiamat Sudah Dekat (film dan serial televisi), film Ketika,
film Nagabonar Jadi 2, serial televisi Para Pencari Tuhan, dan terakhir film Identitas yang
meraih Piala Citra sebagai film terbaik di Festival Film Indonesia 2009. Di semua judul itu,
Deddy Mizwar bertindak selaku produser sekaligus aktor dan sutradaranya. Sinetron dan film
produksi Citra Sinema dikenal konsisten mengandung muatan religi dan komedi,[4] meski
beberapa judul bergenre drama, misalnya serial televisi Adillah (RCTI), Rinduku CintaMu
(SCTV), dan Gerbang Penantian (Lativi).[5]

Politik

Pada tahun 2012 Deddy memutuskan terjun ke dalam dunia politik, mencalonkan diri sebagai
Wakil Gubernur Jawa Barat dalam Pilkada Jabar 2013, mendampingi gubernur petahana
Ahmad Heryawan. Kedua pasangan ini mendapat dukungan dari beberapa partai besar yaitu
PKS, PPP, Hanura dan PBB. Dari hasil penghitungan cepat (quick count) sejumlah lembaga
survei, pasangan Heryawan dan Deddy dinyatakan menang satu putaran.[6]

Akhirnya pada tanggal 3 Maret 2013 pasangan Cagub-Cawagub nomor 4 Aher-Demiz


ditetapkan menjadi pemenang Pilgub Jabar dan akan memimpin Jawa Barat selama periode
2013-2018. Pasangan ini meraih 6.515.313 suara atau sekitar 32 persen dari suara sah dari 26
Kabupaten/Kota di Jawa Barat.[7].

Pada tanggal 13 Juni 2013 Deddy Mizwar resmi menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa
Barat periode 2013-2018. Ia dilantik di Gedung Merdeka Bandung bersama Gubernur Jawa
Barat terpilih Ahmad Heryawan.[8].

Setelah menyelesaikan satu periode masa jabatannya, Deddy kemudian maju sebagai calon
gubernur dalam Pilkada Jawa Barat 2018. Pada pencalonan ini, Deddy Mizwar berpasangan
dengan Dedi Mulyadi dari Partai Golongan Karya (Golkar). Duet Deddy-Dedi diusung Partai
Demokrat dan Partai Golkar. Total kursi koalisi parpol ini berjumlah 29, atau sudah
mencukupi persyaratan calon sebanyak 20 kursi.[9] Dari hasil hitung cepat[1] dan hitung resmi
yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum,[10] Pasangan Deddy-Dedi menempati urutan
ke-3 dengan presentase 25.7% suara.[11]

Kehidupan pribadi
Deddy Mizwar menikah dengan R. Giselawati Wiranegara pada 13 Agustus 1986. Dari hasil
pernikahan tersebut, keduanya dikaruniai seorang putri bernama Senandung Nacita (pernah
terpilih sebagai pasangan Abang None Jakarta 2009) dan seorang putra bernama Zulfikar
Rakita Dewa (kini bekerja sebagai perwira di sebuah kesatuan TNI Angkatan Darat dan
sudah menikah dengan Nefita Nurrahmi Effendy).
Zainuddin M.Z.
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
K.H. Zainuddin MZ

Zainuddin Hamidi
Lahir 2 Maret 1952
Jakarta, Indonesia
5 Juli 2011 (umur 59)
Meninggal
Jakarta, Indonesia
Penceramah
Pekerjaan
Politisi
Partai Persatuan Pembangunan
Partai politik
Partai Bintang Reformasi

K.H. Zainuddin Hamidi atau dikenal sebagai K.H. Zainuddin MZ[1] (lahir di Jakarta, 2
Maret 1952 – meninggal di Jakarta, 5 Juli 2011 pada umur 59 tahun) adalah seorang pemuka
agama Islam di Indonesia yang populer melalui ceramah-ceramahnya di radio dan televisi.
Julukannya adalah "Dai Sejuta Umat" karena dakwahnya yang dapat menyentuh seluruh
lapisan masyarakat. Ia pernah menjabat sebagai ketua umum Partai Bintang Reformasi,
kemudian digantikan oleh Bursah Zarnubi.

Seiring pergantian tersebut, terjadilan friksi di dalam partai. Zainuddin yang pernah aktif di
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kemudian dikabarkan kembali ke partai berlambang
Ka'bah itu atas tawaran Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PPP Suryadharma Ali.
Zainuddin menempuh pendidikan tinggi di IAIN Syarif Hidayatullah dan berhasil
mendapatkan gelar doktor honoris causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia.
Daftar isi
 1 Masa kecil
 2 Karier
 3 Pendidikan
 4 Filmografi
 5 Pranala luar
 6 Referensi

Masa kecil
Zainuddin merupakan anak tunggal buah cinta pasangan Turmudzi dan Zainabun dari
keluarga Betawi asli. Sejak kecil memang sudah tampak mahir berpidato. Udin -nama
panggilan keluarganya- suka naik ke atas meja untuk berpidato di depan tamu yang
berkunjung ke rumah kakeknya. ‘Kenakalan’ berpidatonya itu tersalurkan ketika mulai
masuk Madrasah Tsanawiyah hingga tamat Madrasah Aliyah di Darul Ma’arif, Jakarta. Di
sekolah ini ia belajar pidato dalam forum Ta’limul Muhadharah (belajar berpidato).
Kebiasaannya membanyol dan mendongeng terus berkembang. Setiap kali tampil, ia
memukau teman-temannya. Kemampuannya itu terus terasah, berbarengan permintaan
ceramah yang terus mengalir.

Karier
Karena ceramahnya sering dihadiri puluhan ribu ummat, maka tak salah kalau pers
menjulukinya ‘Dai Sejuta Umat’. Suami Hj. Kholilah ini semakin dikenal masyarakat ketika
ceramahnya mulai memasuki dunia rekaman. Kasetnya beredar bukan saja di seluruh pelosok
Nusantara, tetapi juga ke beberapa negara Asia. Sejak itu, dai yang punya hobi mendengarkan
lagu-lagu dangdut ini mulai dilirik oleh beberapa stasiun televisi. Bahkan dikontrak oleh
sebuah biro perjalanan haji yang bekerjasama dengan televisi swasta bersafari bersama artis
ke berbagai daerah yang disebut "Nada dan Dakwah".

Kepiawaian ceramahnya sempat mengantarkan Zainuddin ke dunia politik. Pada tahun 1977-
1982 ia bergabung dengan partai berlambang Ka’bah (PPP). Jabatannya pun bertambah,
selain dai juga sebagai politikus. Selain itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan
dari guru ngajinya, KH Idham Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum PBNU
itu salah seorang deklarator PPP. Dia mengaku lama nyantri di Ponpes Idham Khalid yang
berada di bilangan Cipete, yang belakangan identik sebagai kubu dalam NU.

Sebelum masuk DPP, dia sudah menjadi pengurus aktif PPP, yakni menjadi anggota dewan
penasihat DPW DKI Jakarta. Lebih jauh lagi, berkat kelihaiannya mengomunikasikan ajaran
agama dengan gaya tutur yang luwes, sederhana, dan dibumbui humor segar, partai yang
merupakan fusi beberapa partai Islam itu jauh-jauh hari (sejak Pemilu 1977) sudah
memanfaatkannya sebagai vote-getter. Bersama Raja Dangdut Rhoma Irama, Zainuddin
berkeliling berbagai wilayah mengampanyekan partai yang saat itu bergambar Ka’bah -
sebelum berganti gambar bintang. Hasil yang diperoleh sangat signifikan dan memengaruhi
dominasi Golkar. Tak ayal, kondisi itu membuat penguasa Orde Baru waswas. Totalitas
Zainuddin untuk PPP bisa dirunut dari latar belakangnya. Pertama, secara kultural dia warga
nahdliyin, atau menjadi bagian dari keluarga besar NU. Dengan posisinya tersebut, dia ingin
memperjuangkan NU yang saat itu menjadi bagian dari fusi PPP yang dipaksakan Orde Baru
pada 5 Januari 1971. Untuk diketahui, ormas lain yang menjadi bagian fusi itu, antara lain,
Muslimin Indonesia (MI), Perti, dan PSII.

Selain itu, keterlibatannya dalam PPP tidak bisa dilepaskan dari guru ngajinya, KH Idham
Chalid. Sebab, gurunya yang pernah jadi ketua umum PB NU itu salah seorang deklarator
PPP. Pada 20 Januari 2002 K.H. Zainudiin M.Z. bersama rekan-rekannya mendeklarasikan
PPP Reformasi yang kemudian berubah nama menjadi Partai Bintang Reformasi dalam
Muktamar Luar Biasa pada 8-9 April 2003 di Jakarta. Ia juga secara resmi ditetapkan sebagai
calon presiden oleh partai ini. Zainuddin MZ menjabat sebagai Ketua umum PBR sampai
tahun 2006.

Zainuddin kembali fokus untuk menebarkan dakwah dan kembali berada di tengah-tengah
umat.

Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya.

Zainuddin meninggal dunia pada 5 Juli 2011 dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Pusat
Pertamina, karena serangan jantung dan gula darah.[2] Ia meninggal setelah sarapan bersama
keluarga di rumahnya Gandaria I, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pendidikan
 S-1 IAIN Syarif Hidayatullah
 Dr. (H.C.) Universitas Kebangsaan Malaysia
Mohammad Husni Thamrin
(Dialihkan dari Muhammad Husni Thamrin)
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Mohammad Husni Thamrin
16 February 1894
Lahir Weltevreden, Batavia,
Hindia Belanda
11 Januari 1941 (umur 46)
Meninggal Senen, Batavia, Hindia
Belanda
Tempat
TPU Karet Bivak, Jakarta
peristirahatan
Kebangsaan Indonesia
Pekerjaan Politikus
Tahun aktif 1919–1940
Penghargaan Pahlawan Nasional Indonesia

Mohammad Husni Thamrin (Ejaan Van Ophuijsen: Mohammad Hoesni Thamrin, lahir di
Weltevreden, Batavia, 16 Februari 1894 – meninggal di Senen, Batavia, 11 Januari 1941 pada
umur 46 tahun) adalah seorang politisi era Hindia Belanda yang kemudian dianugerahi gelar
pahlawan nasional Indonesia.

Daftar isi
 1 Kehidupan awal
 2 Karier
 3 Lihat pula
 4 Referensi
o 4.1 Daftar pustaka
 5 Pranala luar

Kehidupan awal
Thamrin lahir di Weltevreden, Batavia (sekarang Jakarta), Hindia Belanda, pada 16 Februari
1894.[1] Ayahnya adalah seorang Belanda dengan ibu orang Betawi. Sejak kecil ia dirawat
oleh pamannya dari pihak ibu karena ayahnya meninggal, sehingga ia tidak menyandang
nama Belanda.[2] Sementara itu kakeknya, Ort, seorang Inggris, merupakan pemilik hotel di
bilangan Petojo, menikah dengan seorang Betawi yang bernama Noeraini.[3]

Ayahnya, Tabri Thamrin, adalah seorang wedana di bawah gubernur jenderal Johan Cornelis
van der Wijck. Setelah lulus dari Gymnasium Koning Willem III School te Batavia,[1]
Thamrin mengambil beberapa jabatan sebelum bekerja di perusahaan perkapalan Koninklijke
Paketvaart-Maatschappij.[4]
Munculnya Muhammad Husni Thamrin sebagai tokoh pergerakan yang berkaliber nasional
tidaklah tidak mudah. Untuk mencapai tingkat itu ia memulai dari bawah, dari tingkat lokal.
Dia memulai geraknya sebagai seorang tokoh (lokal) Betawi. Sebagaimana telah disinggung
pada bab terdahulu. Muhammad Husni Thamrin sejak muda telah memikirkan nasib
masyarakat Betawi yang sehari - hari dilihatnya. Sebagai anak wedana, dia tidaklah terpisah
dari rakyat 'Jelata". Malah dia sangat dekat dengan mereka. Sebagaimana anak-anak
sekelilingnya, yang terdiri dari anak-anak rakyat jelata, dia pun tidak canggung-canggung
untuk mandi-mandi bersama di Sungai Ciliwung. Dia tidak canggung-canggung untuk tidur
bersama mereka. sebagaimana yang pernah disaksikan oleh ayahnya sendiri. Kelincahannya
sebagai pemimpin agaknya telah menampak sejak masih usia "remaja".

Karier

Keluarga Thamrin

Pada tahun 1929 telah terjadi suatu insiden penting di dalam Gemeenteraad, yaitu yang
menyangkut pengisiari lowongan jabatan wakil wali kota Betawi (Batavia). Tindakan
pemerintah kolonial ketika itu memang sangat tidak bijaksana, karena ternyata lowongan
jabatan itu diberikan kepada orang Belanda yang kurang berpengalaman, sedang untuk
jabatan itu ada orang Betawi yang jauh lebih berpengalaman dan pantas untuk jabatan itu.
Tindakan pemerintah ini mendapat reaksi keras dari fraksi nasional. Bahkan mereka
mengambil langkah melakukan pemogokan, ternyata usaha mereka berhasil dan pada
akhirnya Muhammad Husni Thamrin diangkat sebagai wakil wali kota Batavia.

Dua tahun sebelum kejadian di atas, Muhammad Husni Thamrin memang telah
melangkahkan kakinya ke medan perjuangan yang lebih berat, karena dia ditunjuk sebagai
anggota lembaga yang lebih luas jangkauannya dan lebih tinggi martabatnya. Pada tahun
1927 ditunjuk sebagai anggota Volksraad untuk mengisi lowongan yang dinyatakan kosong
oleh Gubernur Jenderal. Pada mulanya kedudukan itu ditawarkan kepada Hos Cokroaminoto
tetapi ditolak. Kemudian ditawarkan lagi kepada Dr. Sutomo tetapi juga dia menolak. Dengan
penolakan kedua tokoh besar ini, maka dibentuklah suatu panitia, yaitu panitia Dr. Sarjito
yang akan memilih seorang yang dianggap pantas untuk menduduki kursi Volksraad yang
lowong. Panitia Dr. Sarjito akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada Muhammad Husni
Tharnrin. Alasan yang dikemukakannya ialah bahwa Muhammad Husni Thramrin cukup
pantas menduduki kursi itu mengingat pengalamannya sebagai anggota Gemeenteraad.

Pada tahun pengangkatannya sebagai anggota Volksraad, keadaan di Hindia Belanda


mengalami perubahan yang sangat penting yakni adanya sikap pemerintah kolonial yang
keras, lebih bertangan besi. Ini adalah salah satu akibat yang paling "buruk" yang lahir dari
terjadinya pemberontakan 1926 dan 1927. Akan tetapi di lain pihak ketika memasuki tahun
1927 itu pula, langkah pergerakan nasional kita juga mengalami perubahan sebagai akibat
dari didirikannya PNI dan munculnya Bung Karno sebagai pemimpin utamanya.

Ia dikenal sebagai salah satu tokoh Betawi (dari organisasi Kaoem Betawi) yang pertama kali
menjadi anggota Volksraad ("Dewan Rakyat") di Hindia Belanda, mewakili kelompok
Inlanders ("pribumi"). Thamrin juga salah satu tokoh penting dalam dunia sepak bola Hindia
Belanda (sekarang Indonesia), karena pernah menyumbangkan dana sebesar 2000 Gulden
pada tahun 1932 untuk mendirikan lapangan sepak bola khusus untuk rakyat Hindia Belanda
pribumi yang pertama kali di daerah Petojo, Batavia (sekarang Jakarta).

Pada tanggal 11 Januari 1941 Muhammad Husni Thamrin wafat, setelah sakit beberapa
waktu lamanya. Akan tetapi beberapa saat sebelum kewafatannya, pemerintah kolonial telah
melakukan tindakan "sangat kasar" terhadap dirinya. Dalam keadaan sakit, ia harus
menghadapi perlakuan kasar itu, yaitu rumahnya digeledah oleh polisi-polisi rahasia Belanda
(PID). Ia memprotesnya, akan tetapi tidak diindahkan. Sejak itu rumahnya dijaga ketat oleh
PID dan tak seorangpun dari rumahnya yang diperbolehkan meninggalkan rumah tanpa seizin
polisi, juga termasuk anak perempuannya yang masih juga tidak diperkenankan
meninggalkan rumahnya, sekalipun utntuk pergi ke sekolah. Tindakan polisi Belanda itu
tentulah sangat menekan perasaannya dan menambah parah sakitnya. Wafatnya Muhammad
Husni Thamrin tentulah sangat besar artinya bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah
kehilangan salah seorang pemimpinnya yang cerdas dan berwibawa

Menurut laporan resmi, ia dinyatakan bunuh diri namun ada dugaan ia dibunuh. Jenazahnya
dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Di saat pemakamannya, lebih dari 10000 pelayat
mengantarnya yang kemudian berdemonstrasi menuntuk penentuan nasib sendiri dan
kemerdekaan dari Belanda.[5]

Namanya diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta dan proyek perbaikan
kampung besar-besaran di Jakarta ("Proyek MHT") pada tahun 1970-an .

Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa jasanya, Pemerintah Republik Indonesia,
mengabadikan beliau di pecahan uang kertas rupiah baru, pecahan Rp. 2.000,-
[https://m.detik.com/finance/moneter/d-3374624/rupiah-desain-baru-terbit-hari-ini#key1.

Anda mungkin juga menyukai