Anda di halaman 1dari 5

Biodata Megawati Soekarnoputri

Nama Hj. Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri


Lahir Yogyakarta, 23 Januari 1947
Orang Tua Ir. Soekarno (ayah), Fatmawati (ibu)
Suami Surindro Supjarso, Taufiq Kiemas
Anak Puan Maharani, Muhammad Prananda Prabowo, Mohammad Rizki Pramata
Pekerjaan Mantan Presiden Indonesia ke 5, Ketua Umum Partai PDI Perjuangan

Biografi Megawati Soekarnoputri

Bernama Lengkap Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri atau akrab di sapa
Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947.

Mengenai profil dan biografinya, Megawati adalah putri sulung atau anak kedua dari
Presiden RI pertama yang juga proklamator, Ir. Soekarno. Ibunya Fatmawati Soekarno.

Masa Kecil
Kehidupan masa kecil Megawati dilewatkan di Istana Negara. Sejak masa kanak-kanak,
Megawati sudah lincah dan suka main bola bersama saudaranya Guntur.

Sebagai anak gadis, Megawati mempunyai hobi menari dan sering ditunjukkan di
hadapan tamu-tamu negara yang berkunjung ke Istana.

Pendidikan Megawati Soekarnoputri


Wanita bernama lengkap Dyah Permata Megawati Soekarnoputri ini memulai
pendidikannya, dari SD hingga SMA di Perguruan Cikini, Jakarta.

Sementara, ia pernah belajar di dua Universitas, yaitu Fakultas Pertanian, Universitas


Padjadjaran, Bandung dari 1965 hingga 1967 namun tidak menyelesaikannya. Megawati
juga menimba ilmu di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia namun tidak
menyelesaikan kuliahnya.

Dalam biografi Megawati Soekarnoputri diketahui bahwa Megawati pada awalnya


menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang TNI AU bernama Surindro Supjarso dan
dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda dan Mohammad Rizki
Pratama.

Pada suatu tugas militer, tahun 1970, di kawasan Indonesia Timur, pilot Surindro
bersama pesawat militernya hilang dalam tugas. Percarian ketika itu dilakukan namun
tidak membuahkan hasil hingga akhirnya Surindro Supjarso dinyatakan meninggal dunia.

Derita tiada tara dialami oleh Megawati Soekarnoputri ketika itu sementara anaknya
masih kecil dan bayi. Namun, derita itu tidak berkepanjangan ia alami, tiga tahun
kemudian Mega menikah dengan pria bernama Taufik Kiemas, asal Ogan Komiring Ulu,
Palembang. Kehidupan keluarganya bertambah bahagia, dengan dikaruniai seorang putri
Puan Maharani.

Terjun Ke Dunia Politik


Kendati lahir dari keluarga politisi jempolan, Mbak Mega panggilan akrab para
pendukungnya tidak terbilang piawai dalam dunia politik. Bahkan, Megawati sempat
dipandang sebelah mata oleh teman dan lawan politiknya.
Beliau bahkan dianggap sebagai pendatang baru dalam kancah politik, yakni baru pada
tahun 1987. Saat itu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya sebagai salah
seorang calon legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara.

Masuknya Megawati ke kancah politik, berarti beliau telah mengingkari kesepakatan


keluarganya untuk tidak terjun ke dunia politik. Trauma politik keluarga itu ditabraknya.
Megawati tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak
banyak bicara.

Ternyata memang berhasil. Suara untuk PDI naik. Dan beliau pun terpilih menjadi
anggota DPR/MPR. Pada tahun itu pula Megawati terpilih sebagai Ketua DPC PDI
Jakarta Pusat.

Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya tidak terasa. Tampaknya,


Megawati tahu bahwa beliau masih di bawah tekanan. Selain memang sifatnya pendiam,
belaiu pun memilih untuk tidak menonjol mengingat kondisi politik saat itu.

Terpilih Menjadi Ketua Umum Partai PDI


Maka belaiu memilih lebih banyak melakukan lobi-lobi politik di luar gedung wakil
rakyat tersebut. Lobi politiknya, yang silent operation, itu secara langsung atau tidak
langsung, telah memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik.

Pada tahun 1993 dia terpilih menjadi Ketua Umum DPP PDI. Hal ini sangat mengagetkan
pemerintah pada saat itu. Proses naiknya Mega ini merupakan cerita menarik pula. Ketika
itu, Konggres PDI di Medan berakhir tanpa menghasilkan keputusan apa-apa.

Pemerintah mendukung Budi Hardjono menggantikan Soerjadi. Lantas, dilanjutkan


dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa di Surabaya.

Pada kongres ini, nama Mega muncul dan secara telak mengungguli Budi Hardjono,
kandidat yang didukung oleh pemerintah itu.

Mega terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Kemudian status Mega sebagai Ketua Umum
PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah Nasional PDI di Jakarta.

Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak sah. Karena itu, dalam perjalanan
berikutnya, pemerintah mendukung kekuatan mendongkel Mega sebagai Ketua Umum
PDI.

Fatimah Ahmad cs, atas dukungan pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di


Medan pada tahun 1996, untuk menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi Mega tidak mudah
ditaklukkan.

Karena Mega dengan tegas menyatakan tidak mengakui Kongres Medan. Mega teguh
menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI di Jalan
Diponegoro, sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh pihak Mega.
Peristiwa Kudatuli (27 Juli)
Para pendukung Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha
mempertahankan kantor itu. Soerjadi yang didukung pemerintah Orde Baru Soeharto pun
memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI itu.

Ancaman itu kemudian menjadi kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi
benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Pengambilalihan secara
paksa berbuntut kerusuhan di kantor tersebut.

Akibatnya menurut komnas HAM sekitar 5 orang meninggal dunia, ratusan orang terluka
dan ditahan akibat insiden kerusuhan tersebut. Peristiwa itu kemudian di kenal dengan
Peristiwa Kudatuli atau Peristiwa 27 Juli.

Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, dia makin memantap langkah
mengibarkan perlawanan. Tekanan politik yang amat telanjang terhadap Mega itu,
menundang empati dan simpati dari masyarakat luas.

Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua. Yakni, PDI pimpinan Megawati dan PDI
pimpinan Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak dan mengakui Mega. Tetapi, pemerintah
mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Akibatnya, PDI pimpinan Mega
tidak bisa ikut Pemilu 1997.

Setelah rezim Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan.
Partai politik berlambang banteng gemuk dan bermulut putih itu berhasil memenangkan
Pemilu 1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara.

Menjadi Wakil Presiden Indonesia


Kemenangan PDIP itu menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden
dibanding kader partai lainnya. Tetapi ternyata pada Sidang Umum MPR RI tahun 1999,
Megawati kalah dari KH Abdurrahman Wahid yang terpilih sebagai Presiden Indonesia
ke 4. Megawati Soekarnoputri kala itu akhirnya menjabat sebagai wakil presiden
Indonesia.

Terpilih Menjadi Presiden RI


Tetapi, posisi kedua tersebut rupanya sebuah tahapan untuk kemudian pada waktunya
memantapkan Mega pada posisi sebagai orang nomor satu di negeri ini.
Sebab kurang dari dua tahun, tepatnya tanggal 23 Juli 2001 anggota MPR secara
aklamasi menempatkan Megawati duduk sebagai Presiden RI ke-5 menggantikan KH
Abdurrahman Wahid atau Gusdur.

Megawati menjadi presiden hingga 20 Oktober 2003. Setelah habis masa jabatannya,
Megawati kembali mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan presiden
langsung tahun 2004.

Namun, beliau gagal untuk kembali menjadi presiden setelah kalah dari Susilo Bambang
Yudhoyono yang akhirnya menjadi Presiden RI ke-6. Saat ini Megawati Soekarnoputri
menjabat sebagai Ketua Umum partai PDI Perjuangan.

Anda mungkin juga menyukai