Anda di halaman 1dari 14

UT101

Public Speaking

Transkrip
Minggu 3: Etiket Komunikasi yang Mendasari Proses “Public
Speaking”

Video 1: Pemahaman dan Pentingnya Etiket


Video 2: Etiket Individu dan Etiket Sosial
Video 3: Etiket “Public Speaking” – Part 1
Video 4: Etiket “Public Speaking” – Part 2
Video 5: Seni Mendengarkan dalam “Public Speaking” – Part 1
Video 6: Seni Mendengarkan dalam “Public Speaking” – Part 2
Video 7: Plagiarism

Video 1: Pemahaman dan Pentingnya Etiket

Saudara Peserta IndonesiaX di mana pun Anda berada, selamat berjumpa kembali di program
Public Speaking. Kali ini kita masuk minggu ketiga dengan topik ‘Definisi dan Pemahaman
Mengenai Etika’. Tentu Anda masih ingat apa saja yang sudah kita bicarakan. Nah, sebelum
kita mulai, ada baiknya saya berikan gambaran apa saja yang sudah dan akan kita bicarakan.
Program ini terdiri dari empat pokok bahasan, yaitu persepsi, komunikasi, etika dan etiket,
serta terakhir adalah performance atau style direction.

Sekarang kita sampai pada bahasan ‘Etika atau Etiket’. Pada pertemuan kali ini, kita akan bagi
dalam tiga segmen yaitu ‘Pemahaman dan Pentingnya Etiket’, ‘Panduan Etiket Public
Speaking’, ‘Plagiarism dan Etiket Mendengarkan’. Bagaimana? Anda sudah siap? Oke, kita
mulai ya.

Kita masuk ke bahasan pertama, yaitu ‘Pemahaman dan Pentingnya Etiket’. Saya ambil dari
Lucas tahun 2001 dalam bukunya ‘Public Speaking’, bahwa etika adalah cabang dari filosofi
yang berkaitan dengan masalah dan benar dalam kehidupan manusia. Etika akan muncul
ketika kita bicara soal suatu tindakan yang berkaitan dengan moral atau tidak bermoral, jujur
atau tidak jujur, adil atau tidak adil.

Batasan lain diambil dari Mitchell, bahwa etika datangnya dari dalam dan sulit untuk berubah.
Sedangkan etiket adalah aturan yang datangnya dari luar. Ini berkaitan dengan benar-
tidaknya suatu perilaku atau perbuatan atau sesuai-tidak sesuai suatu tindakan dalam sistem
sosial atau lingkungan tertentu. Satu lagi, saya ambil dari Business Dictionary bahwa etika
adalah konsep dasar dan prinsip-prinsip dasar perilaku manusia yang layak.

Ini mencakup studi tentang nilai-nilai universal seperti kesetaraan, penting dari semua pria
dan wanita, hak asasi manusia atau alam, ketaatan kepada hukum negara, kepedulian
terhadap kesehatan dan keselamatan, dan semakin juga untuk lingkungan alam. Nah, dari
semua definisi atau batasan etika, maka dapat disimpulkan bahwa etika adalah suatu hal
yang harus dimiliki oleh setiap manusia sebagai panduan, guidance, atau dasar dalam
membangun hubungan harmonis dengan manusia yang lain.

Halaman 1 dari 14
UT101

Jadi artinya kalau kita ingin berinteraksi dengan pihak lain maka etika dasarnya. Jadi dari
definisi tadi timbul pertanyaan, perlukah kita memahami etika? Bagaimana jawaban Anda?

Saudara Peserta IndonesiaX, untuk menjawab perlu tidaknya memahami etika, maka kita
harus menjawab pertanyaan dasarnya, yaitu apakah kita berinteraksi dengan pihak lain? Nah,
bagaimana jawaban Anda? Adakah di antara Anda yang tidak berinteraksi dengan pihak lain?
Tidak gaul dengan pihak lain? Saya yakin Anda pasti berinteraksi dengan pihak lain.

Normalnya kita semua perlu berinteraksi dengan pihak lain. Apakah di antara Anda yang tidak
berinteraksi dengan pihak lain, adakah? Dalam berinteraksi pasti ada yang namanya
komunikasi. Kalau ada komunikasi, pasti ada pihak lain. Dan yang pasti, dalam komunikasi
ada tujuan dan yang tidak bertujuan.

Kadang kita dirancukan dengan istilah etika dan etiket. Jadi sebelum kita bicara etika dalam
komunikasi, etika dalam public speaking, saya akan sedikit menggambarkan atau
mengelaborasi perbedaan etika dan etiket supaya kita tidak rancu. Kalau tadi di atas,
bahasan-bahasannya lebih kepada apa itu arti etika. Nah, sekarang kita lebih kepada etika
dan etiket. Karena nanti yang kita bicarakan lebih kepada etiketnya.

Saudara, etika, sebagaimana definisi yang dikemukakan tadi, merupakan dasar yang melekat
pada diri seseorang. Dan ini diasah sejak usia dini. Jadi, etika adalah dasar orang berperilaku.
Nah, kalau etiket adalah tata cara, manner, dalam berinteraksi.

Jadi, orang bisa memiliki etika yang baik namun tidak beretiket. Dan sebaliknya, kita bisa
beretiket tetapi tidak memiliki etika. Nah, untuk jelasnya, saya ambil beberapa contoh.
Misalnya nih ya, ada seorang bapak dari desa. Dia datang ke rumah anaknya yang sudah
sekolah tinggi, tinggal di kota. Kemudian suatu saat si bapak diajak makan malam di suatu
restoran, tentu saja di luar rumah. Tiba-tiba setelah makan, dia bersendawa.

Nah, ini etika atau etiket? Ya, ini artinya bahwa si bapak tadi tidak mempunyai etiket, karena
bapak tersebut tidak memahami bahwa bersendawa tidaklah pantas di depan publik atau di
depan umum. Namun dia tidak pernah mempunyai keinginan untuk merugikan atau
menyakiti pihak lain.

Sekarang kita ambil contoh orang yang tidak beretika. Misalnya nih, ada orang yang
berpenampilan rapi, menggunakan mobil mewah, dan sangat santun dalam tutur katanya.
Namun ternyata dia terjerat kasus korupsi. Nah, suka-tidak suka, korupsi adalah merugikan
banyak pihak. Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada niat baik dalam diri orang tersebut.
Maka orang ini tidak memiliki etika karena dia telah melanggar norma atau nilai yang berlaku
dalam suatu masyarakat.

Etika tidak bisa dilihat kasat mata, namun termanifestasi dalam perilaku seseorang.
Sedangkan etiket bisa dilihat secara kasat mata dan selalu melekat pada proses interaksi, baik
bertujuan dan tidak bertujuan. Bagaimana, Anda sudah paham? Oke, untuk lebih paham lagi,
saya ambil satu gambaran mengenai bagaimana suatu etika hadir dalam proses komunikasi
yang bertujuan dan tidak bertujuan.

Yang pertama adalah yang bertujuan. Contoh dari etiket bertujuan: santun, hormat kepada
orangtua, guru, dosen; kalau bertemu bersalaman, cium tangan. Ini adalah etiket. Nah, dirasa

Halaman 2 dari 14
UT101

etiket ini mampu memberikan keuntungan kepada kita. Jadi, terlihat kita sopan, kita
menghargai orangtua, menghargai atasan kita. Pokoknya kita berperilaku secara etiket yang
berlaku, sopan santun yang diterima.

Yang kedua adalah etiket yang tidak bertujuan. Contohnya tadi, seperti si bapak, tatkala kita
makan di suatu restoran kemudian bersendawa dan terdengar orang lain. Apakah kita
bertujuan? Tentu saja tidak. Nah, maka ini dapat dikatakan tidak bertujuan, karena memang
tidak sengaja atau merupakan suatu kebiasaan yang tanpa disadari. Saudara, kalau kita
membahas etiket, maka dapat dilihat bahwa etiket itu bisa dibagi dalam dua bagian besar:
etiket individu, yang satunya lagi, etiket sosial.

Video 2: Etiket Individu dan Etiket Sosial

Saudara, kalau kita membahas etiket, maka dapat dilihat bahwa etiket itu bisa dibagi dalam
dua bagian besar: etiket individu, yang satunya lagi etiket sosial. Etiket individu adalah etiket
yang berlaku dalam lingkungan sendiri atau lingkungan yang paling kecil, yaitu keluarga inti.
Kalau etiket sosial adalah etiket yang berlaku di luar keluarga inti, yaitu di masyarakat.

Contoh yang paling sederhana dalam keseharian kita, misalnya, tatkala kita makan di rumah
bersama keluarga dan menggunakan baju tidur. Biasa kan kita kalau di meja makan atau
karena capek segala macam, waktunya makan, malas untuk berganti baju. Akhirnya pakai
saja baju tidur.

Maka, itu tetap dianggap beretiket, karena memang diterima dalam keluarga itu, apabila
memang sudah disepakati oleh semua anggota keluarga. Jadi sudah menjadi suatu kebiasaan
dalam keluarga tersebut untuk mengenakan, salah satunya, mengenakan baju tidur di saat
makan.

Nah, bagaimana kalau sedang makan di rumah dan ada tamu atau orang lain di keluarga inti,
inti ini? Jadi, bagaimana kalau sedang makan di rumah dan ada tamu yang berada dalam
keluarga inti ini? Ini akan berbeda. Karena tamu adalah pihak lain yang tidak atau belum
menyepakati atau belum menerima kebiasaan tersebut. Sehingga tatkala ada orang lain
maka kita harus menunjukkan etiket yang berlaku secara umum, yaitu dalam hal ini tidak
mengenakan baju tidur di saat makan.

Nah, Saudara, contoh tadi merupakan gambaran sederhana penerapan etiket dalam
keseharian kita. Contoh lain yang mungkin sering Anda alami. Tatkala dalam suatu pesta yang
mayoritas tamunya menggunakan busana tertutup, tiba-tiba ada seorang gadis cantik
dengan baju yang terbuka di bagian bahu. Apa yang terjadi? Bisa jadi gadis tadi menjadi bahan
pembicaraan.

Salahkah dia? Mari kita lihat kenapa dia menjadi perbincangan. Secara etiket individu, itu
adalah hak dia menggunakan baju apa pun di arena pesta pernikahan, misalnya. Namun
ketika dia berada di wilayah sosial, maka dia seharusnya memperhatikan siapa yang punya
kerja, kira-kira bagaimana tamunya. Sehingga dia bisa menggambarkan lingkungannya
seperti apa sih.

Halaman 3 dari 14
UT101

Nah, dari pemahaman akan lingkungan sosial di mana kita akan hadir, maka kita tidak akan
terjebak dengan situasi yang kurang menyenangkan. Jadi etiket itu berlaku di saat kita
berinteraksi dengan pihak lain. Memahami etiket adalah kunci dalam berinteraksi.

Saudara, kita hidup dalam suatu masyarakat yang beragam, berbeda satu dengan lainnya.
Sehingga perlu belajar tentang kebiasaan pihak lain agar diterima dalam suatu kelompok
atau masyarakat tertentu. Perlu disadari bahwa berperilaku yang baik dan benar atau
beretiket dan beretika, perlu good will atau keinginan, kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil.

Dasar beretika datang dari dalam diri seseorang dan sulit untuk diubah bila itu sudah
ditanamkan sejak dini. Sedangkan aturan beretiket datang dari luar, bisa berubah, tergantung
dari lingkungan di mana kita berada. Aturan di rumah berbeda dengan aturan di sekolah atau
di tempat lainnya.

Etika itu dasar dari keinginan berbuat baik dan bagaimana kita menghargai orang lain. Oleh
karenanya ada tindakan yang baik atau tidak baik. Bukan salah dan benar. Ada berbagai
macam etiket yang dapat kita pahami. Di antaranya etiket makan. Makan saja ada etiketnya.
Ya mempelajari bagaimana sih tata cara makan yang baik, yang berlaku secara universal, dan,
dan untuk mengantisipasi beberapa kesalahan yang sering terjadi di saat makan bersama.

Kemudian ada juga etiket berbisnis, lebih melihat bagaimana kita bergaul dalam lingkungan
kerja atau relasi kerja. Tentu saja tidak disamakan dengan bergaul dengan teman atau
saudara. Kemudian ada etiket korespondensi, surat menyurat. Adalah tata cara penulisan,
pengiriman surat. Terlihat sederhana dan sepertinya mudah.

Namun, bila ada kesalahan maka dapat berakibat sangat tidak menyenangkan. Misalnya,
salah mencantumkan nama atau gelar, bisa membuat seseorang merasa kurang dihargai. Dan
ini akan menimbulkan gangguan dalam berkomunikasi atau membangun hubungan. Jadi
Anda harus berhati-hati.

Kemudian etiket di rumah adalah aturan-aturan yang berlaku di rumah. Misalnya waktu
makan pagi diusahakan bersama. Atau siapa pun yang akan meninggalkan rumah harus izin,
pamit terlebih dahulu. Dan yang terakhir, etiket yang mungkin akan kita fokuskan di sini
adalah etiket berbicara. Ini berkaitan dengan bagaimana mengatasi konflik, bagaimana
memberi kritik, dan bagaimana berbicara dengan pihak lain yang memiliki banyak perbedaan
atau berasal dari budaya yang berbeda.

Saudara, memahami aturan yang berlaku sangat penting, karena menempatkan Anda pada
posisi atau tempat yang tepat. Dari gambaran di atas, kita sudah bisa memahami bagaimana
etiket itu berpengaruh dalam kehidupan keseharian kita. Bahasan etiket kali ini terfokus pada
etiket berbicara, khususnya berbicara di depan publik.

Nah, Saudara Peserta IndonesiaX di mana pun Anda berada, masih semangat? Tentu saja
Anda tetap semangat ya. Itulah sedikit gambaran mengenai etika dan etiket. Selanjutnya kita
akan membahas mengenai etiket dalam public speaking. Public speaking dasarnya adalah
komunikasi, oleh karenanya berbicara etiket pada public speaking pasti juga akan membahas
bagaimana etiket komunikasi yang terjadi. Pertanyaan benar atau salah selalu muncul pada
aktivitas komunikasi.

Halaman 4 dari 14
UT101

Nah, etiket komunikasi sendiri pada dasarnya adalah dasar dalam berpikir, mengambil
keputusan, dan mengembangkan hubungan atau relasi dalam suatu konteks sosial, budaya,
dan media. Bagaimanapun etiket komunikasi selalu melekat pada manusia melalui kejujuran,
keadilan, tanggung jawab, integritas, dan rasa menghormati pada pihak lain dan diri kita
sendiri.

Ketiadaan etiket komunikasi akan mengancam proses komunikasi yang bila kita lakukan,
terlebih dalam lingkungan sosial di mana kita berada. Asosiasi Komunikasi Nasional di
Amerika menunjukkan ada beberapa prinsip etiket komunikasi yang akan kita bahas pada
bagian berikutnya.

Video 3: Etiket “Public Speaking” – Part 1

Saudara Peserta IndonesiaX di mana pun Anda berada, pada bagian ini kita lanjutkan dengan
penjelasan dari etiket komunikasi yang sudah dikeluarkan oleh The National Communication
Association pada tahun 1999. Yang pertama, mereka mengatakan bahwa kami, The National
Communication Association itu, menganjurkan kebenaran, akurasi, kejujuran, dan alasan
sebagai penting, artinya sebagai bagian penting, untuk integritas komunikasi.

Jadi mereka dalam hal ini lebih menekankan bahwa kebenaran, akurasi, kejujuran itu hal
yang sangat penting. Kita tidak bisa lepas dari apa itu akurasi dan kejujuran. Jadi itu penting.

Yang kedua, mereka juga mendukung kekebasan berekspresi, keragaman perspektif, dan
toleransi perbedaan pendapat untuk mencapai keputusan dan bertanggung jawab – hal yang
mendasar untuk masyarakat. Jadi mereka menghargai kebebasan pendapat itu. Dan kita
boleh berpendapat.

Mereka juga berusaha untuk memahami dan menghormati komunikator sebelum


mengevaluasi dan merespon pesan mereka. Kemudian mereka juga mempromosikan akses
ke sumber daya komunikasi dan kesempatan yang diperlukan untuk memenuhi potensi
manusia dan berkontribusi pada kesejahteraan keluarga dan masyarakat.

Nah, di sisi lain mereka juga mempromosikan iklim komunikasi, pemahaman kepedulian, dan
saling menghormati kebutuhan yang unik dari karakteristik komunikator individu. Dari sini
jelas sekali bahwa mereka, The National Communication Association itu, sangat menghargai
kebutuhan orang lain, sangat menghargai karateristik dari komunikator itu sendiri. Jadi
antara individu dan masyarakat, mereka juga mempertimbangkan.

Di sisi lain mereka mengutuk komunikasi yang mendegradasi individu dan kemanusiaan
melalui distorsi, intimidasi, pemaksaan dan kekerasan, atau melalui ekspresi intoleransi dan
kebencian. Nah, jelas sekali bahwa apa yang sudah disepakati bersama dalam The National
Communication Association ini, dari Amerika, bahwa kita itu enggak boleh sebenarnya
mengintimidasi orang, baik secara verbal dengan kata-kata maupun dengan ekspresi, gitu ya,
apalagi dengan tindakan. Dengan kata-kata, dengan ekspresi saja sudah enggak boleh,
apalagi dengan tindakan. Jadi intoleransi dan kebencian itu sangat diharamkan dalam kita
berkehidupan sehari-hari.

Kemudian mereka juga mempunyai komitmen untuk ekspresi berani, artinya mengeluarkan
keyakinan pribadi dalam menuntut atau mengejar keadilan. Jadi di sini sebenarnya kalau kita

Halaman 5 dari 14
UT101

berbicara di depan publik kemudian kita itu menyuarakan hati nurani yang menuju keadilan,
menuntut keadilan, berdasarkan data-data yang ada, sangat di-support, sangat didukung,
dan itu harus dengan keberanian.

Dan kita harus wajib untuk mendukung. Kemudian mereka juga menganjurkan berbagi
informasi, pendapat, dan perasaan ketika menghadapi pilihan yang sulit atau yang signifikan,
sementara juga menghormati privasi dan kerahasiaan.

Jadi di sini kita tidak boleh memaksa seseorang, misalnya dalam suatu temu wicara atau
seminar, kemudian kita sebagai pembicara, ada sesi tanya-jawab, diskusi. Kemudian dalam
diskusi itu kita memaksakan kehendak kita terhadap audience, terhadap peserta, untuk
berbicara mengenai pengalaman dia yang tidak menyenangkan.

Padahal itu kan privasi seseorang. Jadi kita tidak boleh memaksa untuk membongkar atau
bercerita mengenai kerahasiaan atau privasi orang lain. Mereka juga menerima tanggung
jawab atas konsekuensi jangka pendek atau jangka panjang dari komunikasi kita sendiri dan
mengharapkan yang sama dari orang lain.

Artinya di sini bahwa asosiasi ini menghendaki bahwa, atau menghargai, memikirkan, apa sih
konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari apa yang kita ucapkan? Artinya di sini
bahwa kita harus menyadari itu dan kita harus memikirkan hal-hal seperti itu.

Contoh yang paling sederhana, satu ucapan itu tidak bisa, apa ya, kalau sudah keluar, tidak
bisa ditelan lagi, tidak bisa dihilangkan. Katakanlah ada pepatah yang mengatakan begini
“Saya bisa memaafkan, tapi tidak pernah bisa melupakan”. Itulah komunikasi. Itulah kata-
kata yang kita ucapkan.

Katakanlah saya sudah marah dengan seseorang, mengucapkan kata-kata yang tidak enak,
akhirnya saya sadar, “Kok enggak bagus ya kata-kata itu. Rasanya saya tidak pantas berbicara
seperti itu.” Akhirnya saya minta maaf, saya datang, “Maaf ya, saya tadi, ucapan saya tidak
menyenangkan dan saya menyadari.”

Dia akan menyatakan, “Oke, Mbak. Oke, enggak apa-apa.” Gitu ya. Tapi saya yakin bahwa
kata-kata itu sudah tertanam dalam dirinya dan memaafkan mungkin, tapi suatu saat bila ada
masalah lagi, dia tetap akan tidak bisa melupakan.

Nah, Saudara, public speaking adalah suatu kegiatan yang tidak bisa dilepaskan dengan
etiket. Karena berbicara di depan publik memerlukan suatu konsep dan cara agar apa yang
dibicarakan diterima oleh publiknya. Untuk diterima, maka kita harus mampu menyesuaikan
diri dengan nilai dan norma yang berlaku di dalamnya.

Ya, semua pembicara akan selalu berhadapan dengan masalah etiket. Mulai di saat kita akan
berbicara hingga akhir pembicaraan kita. Tidak hanya itu, etiket bagi seorang pembicara
menjadi dasar yang paling kuat untuk ikut menentukan apakah isi pembicaraan diterima atau
tidak diterima.

Sebagai ilustrasi, ada suatu cerita yang mungkin kita semua sudah pernah mendengarnya.
Ada seorang artis yang sering disebut namanya sebagai artis plus-plus, gitu ya. Nah, dari awal
kemunculannya kesan itu sudah melekat pada dirinya.

Halaman 6 dari 14
UT101

Kita semua tidak mengenal secara langsung namun kita ikut mempersepsikan negatif dari
semua pemberitaannya. Padahal, sekali lagi, kita tidak mengenal, kita hanya mendengar,
atau melihat di media massa.

Nah, di saat si artis terkena masalah yang bersumber pada masalah etiket, maka publik sudah
tidak lagi mempercayai apa pun yang dikatakannya. Kasihan bukan? Di saat dia menjelaskan,
mungkin dia tidak melakukan apa-apa., tapi tetap saja masyarakat tidak mempercayai apa
pun yang dikatakannya.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa bagi seorang pembicara, track record atau catatan
perjalanan juga menjadi bagian penting dalam proses public speaking. Secara etis, jangan
pernah kita berbicara mengenai apa pun yang memang bukan diri kita. Terlebih, bila
berkaitan dengan masalah etiket. Karena etiket merupakan suatu perilaku yang berulang,
sehingga menjadi suatu kebiasaan.

Contohnya yang paling sederhana, kalau kita tidak pernah berbusana rapi, maka jangan
pernah sekali-sekali bicara soal penampilan. Karena tatkala kita memaksakan melakukan itu,
yang terjadi orang hanya akan mencibir dan mengatakan, “Ah, itu kan hanya teori. Buktinya
kamu sendiri tidak berpenampilan rapi.” Gitu ya? Itu yang contoh, salah satu contoh, kenapa
etiket itu sesuatu yang harus diterapkan tidak hanya diucapkan. Nah, sekarang apa saja sih
yang harus diperhatikan dalam etiket public speaking?

Video 4: Etiket “Public Speaking” – Part 2

Contohnya yang paling sederhana, kalau kita tidak pernah berbusana rapi, maka jangan
pernah sekali-sekali bicara soal penampilan. Karena tatkala kita memaksakan melakukan itu,
yang terjadi orang hanya akan mencibir dan mengatakan, “Ah, itu kan hanya teori. Buktinya
kamu sendiri tidak berpenampilan rapi.” Gitu ya? Itu yang contoh, salah satu contoh, kenapa
etiket itu sesuatu yang harus diterapkan tidak hanya diucapkan. Nah, sekarang apa saja sih
yang harus diperhatikan dalam etiket public speaking?

Satu, Anda sudah pastikan bahwa tujuan Anda berbicara adalah baik bagi semua orang.
Dalam hal ini pemilihan topik dan tujuan haruslah diperhatikan. Jangan sampai ada impact
atau akibat yang merugikan pihak lain. Contoh, tatkala kita bicara mengenai manfaat
dibangunnya sebuah apartemen mewah di suatu wilayah dengan semangat dan penuh
percaya diri.

Ternyata, ada pihak lain, yaitu sebagian masyarakat yang pernah menderita karena tergusur
dari wilayah tersebut karena pembangunan apartemen ini. Ini sangat tidak etis. Seolah kita
berbahagia di atas penderitaan pihak lain.

Kedua, siap dan bertanggung jawab terhadap apa yang disampaikan. Semua yang diucapkan
haruslah dapat dipertanggungjawabkan. Artinya tidak asbun, asal bunyi. Kalau Anda ragu-
ragu, lebih baik tidak diucapkan. Karena setiap ucapan kita sebagai pembicara adalah data
dan informasi bagi audience.

Yang ketiga, jujur terhadap apa yang disampaikan. Nah, ini yang kadang-kadang sering
membuat kita galau, gitu ya. Kenapa kadang apa yang dikatakan berbeda dengan kata hati?

Halaman 7 dari 14
UT101

Contoh lagi, memuji keberhasilan seseorang di depan publik. Seharusnya kan diungkapkan
secara tulus, memang dari lubuk hati yang mendalam.

Namun karena ingin mendapat perhatian atau karena itu adalah pimpinan, maka kita
mengungkapkan apa yang tidak sesuai dengan kata hati kita. Nah, ini yang seharusnya
dihindari. Anda bisa menggunakan kata-kata yang positif, tetapi tidak harus memuji dengan
berlebihan.

Karena setiap yang diucapkan memang sebaiknya keluar dari kata hati kita. Saudara,
memang tidak mudah. Namun gunakan atau cari kata-kata yang sifatnya asertif dan netral
agar kita tetap jujur dalam berucap.

Nah, yang keempat, hindari menyebut orang dengan sebutan khusus yang berkonotasi
negatif. Tidak layak bila kita berbicara di depan publik mendiskreditkan pihak lain. Ini adalah
etiket yang harus kita pegang teguh. Kalau kita membenci seseorang, lebih baik dan lebih
terhormat bila kita tidak berucap atau berkomentar tentang orang yang kita tidak sukai.
Karena dengan mendiskreditkan pihak lain sebenarnya akan menurunkan nilai dan
kredibilitas kita sendiri.

Yang kelima, selalu sisipkan prinsip etiket selama berlatih. Artinya, selalu sesuaikan antara
apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Sangat mudah untuk memberikan pujian, yang
juga penting dalam public speaking. Namun tidak mudah untuk mengekspresikan kejujuran
di dalamnya. Demikian banyak permasalahan etiket yang kita hadapi dalam keseharian kita.
Terlebih apabila kita harus tampil di depan umum atau di depan publik.

Etiket tidak hanya berlaku bagi pembicara. Namun, etiket berlaku bagi pendengar atau
audience. Di sini saya tidak akan mengatakan bahwa hai audience, kamu harus belajar etiket,
gitu ya. Tidak. Tetapi paling tidak kita harus tahu, kita harus memahami bahwa proses public
speaking itu antara pembicara dan audience. Ada tek tok. Ada mutual understanding.

Kita tidak bisa menekankan kepada audience memaksakan, “Anda harus A B C D E.”
Mengharuskan. Tidak bisa. Tetapi kita sebagai pembicara harus lebih fokus kepada apa yang
seharusnya kita lakukan.

Tapi kali ini saya juga akan mengungkapkan etiket bagi audience. Kenapa demikian? Paling
tidak kita semua menyadari. Kita kan tidak selamanya jadi pembicara, kadang-kadang kita
sebagai audience. Nah, sehingga kita bisa menempatkan diri. Kalau Bahasa Jawa itu
bilangnya tepo seliro. Kalau Bahasa Indonesia mungkin berempati ya. Kita bisa berempati
kepada pembicara. Nah, sebagai pembicara, harus menggunakan data yang mungkin
diperlukan di saat berargumentasi dalam menjawab pertanyaan. Dan sebagai pendengar,
apakah etis bila kita menolak materi yang dibicarakan?

Nah, untuk menjawab semua itu, ada tiga hal yang merepresentasikan pilihan etis bagi
pembicara dan pendengar dari Tilley, seorang ahli etika komunikasi publik dari Massey
University. Satu, adalah intend.

Menurut Tile, hal pertama yang harus diperhatikan dari kedua belah pihak adalah kemauan
untuk memberikan intensi atau ethical intention. Artinya, keduanya secara sadar memberi
dan menerima apa yang akan dibicarakan. Bagi pembicara, harus mempersiapkan segala
sesuatunya dengan baik serta menceritakan dengan benar. Nah, bagi pendengar, kita harus

Halaman 8 dari 14
UT101

open mind atau membuka diri secara intens, mendengarkan pembicara menyampaikan
pendapat, pendapatnya, tanpa memberikan justifikasi terlebih dahulu.

Yang kedua adalah means. Means adalah alat atau perilaku di saat kita mempresentasikan
suatu materi. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah cara kita menyampaikan suatu maksud.
Banyak cara bisa dipilih untuk menyampaikan pesan yang kita bawa.

Cara ini memberi arti yang cukup penting dari suatu pembicaraan. Gaya atau cara Anda
membawakan suatu pesan, baik itu dari sisi gaya bicara, gaya bahasa tubuh, ataupun media
yang kita gunakan, memberi nilai tambah atau sebaliknya dalam proses public speaking.

Dan yang terakhir adalah ends atau tujuan. Tentu saja akhir dari suatu pembicaraan bisa
berakhir baik, sedang, atau tidak menyenangkan. Nah, jadi hasil dari suatu presentasi, apa
pun bentuknya, idealnya apabila kedua belah pihak merasa terpenuhi tujuannya.

Berkaitan dengan etiket, ada baiknya kita bertanya pada diri sendiri sebelum memulai
presentasi, “Sudahkah saya memahami tata cara yang berlaku terhadap pihak lain dan
bersikap sesuai norma yang ada?” Yang kedua, “Apakah setiap perilaku harus didasarkan
pada etiket?” Nah, Saudara, bagaimana? Semoga kita semua sudah memahami dengan baik
perlunya etiket dalam pergaulan sehari-hari dan khususnya dalam public speaking.

Video 5: Seni Mendengarkan dalam “Public Speaking” – Part 1

Saudara Peserta IndonesiaX di mana pun Anda berada, kalau tadi kita sudah membahas
mengenai etiket, juga etiket bagi yang mendengarkan, nah sekarang masih seputar etiket lagi,
tapi kita lebih fokus pada bagaimana seni mendengarkan dalam public speaking dan juga
plagiarism. Dalam public speaking harus terjadi interaksi antara pembicara dan audience-nya.

Pembicara bukanlah satu arah. Sebagus-bagusnya seorang pembicara, kalau dia tidak
memiliki pendengar atau audience, apalah artinya. Namanya kita mengomel sendiri,
ngomyang gitu ya. Oleh karenanya pada bagian ini akan dibahas mengenai bagaimana
kemampuan seorang pendengar atau audience dalam menerima atau mendengarkan suatu
pidato.

Jadi tanggung jawab secara etis juga harus dimiliki oleh audience. Tiga hal utama yang harus
dimiliki oleh audience agar terjadi mutual understanding atau pemahaman bersama, yaitu
pertama, mendengarkan dengan penuh perhatian dan sopan.

Coba Anda bayangkan tatkala Anda sudah mempersiapkan satu pidato atau satu presentasi,
berlatih bagaimana menyampaikan dengan baik, tetapi ternyata audience Anda hanya
sebagian saja yang mendengarkan dengan baik. Yang lain kurang memperhatikan atau
bahkan ada yang terkesan malas, menguap, dan berbicara dengan orang lain.

Nah, Anda sebagai audience harus bisa merasakan bagaimana bila hal itu terjadi pada diri
Anda. Oleh karenanya, mendengarkan dengan penuh perhatian adalah salah satu cara
menghargai pembicara dan ini adalah etiket, yaitu etiket mendengarkan.

Yang kedua, hindari memiliki prasangka atau prejudice terhadap pembicara. Prasangka, apa
pun bentuknya, selalu memberikan konotasi yang negatif. Jangan pernah berprasangka

Halaman 9 dari 14
UT101

terhadap pihak lain. Prasangka akan mempengaruhi isi dari apa yang dibicarakan. Prasangka
memang bisa positif atau negatif, namun, apa pun prasangka merupakan tanggung jawab etis
sebagai pendengar.

Yang ketiga, terbuka terhadap ide dan ekspresi pembicara. Artinya setiap pendengar
hendaknya menghargai kebebasan berekspresi dari pembicara, menghargai ide yang
diberikan, diberikan maksudnya. Tidak setuju adalah hak pendengar atau audience, namun
bagaimana mengekspresikan rasa tidak setuju itulah yang harus dipahami oleh Anda sebagai
pendengar atau audience.

Etika dan etiket mendengarkan tampaknya kurang sesuai dengan etiket public speaking.
Namun pada kenyataannya tidak semua kesalahan dan ketidakberhasilan pembicara hanya
ditujukan pada pembicara. Tetapi perlu diingat bahwa audience juga mempunyai andil atau
kontribusi dalam keberhasilan seorang pembicara.

Oleh karenanya Saudara, memahami audience sangat penting untuk setiap pembicara.
Bagaimana jadinya kalau kita berbicara di depan audience yang tidur, menguap, berbicara
sendiri, atau bahkan main handphone, WA dengan pihak lain? Sama sekali tidak
memperhatikan kita.

Menurut Deedra Wollert Hickman dari University of South Florida, menganalisis audience bisa
dilihat dari huruf awal kata audience itu sendiri, yaitu adalah A, adalah audience, yang
memperhatikan, siapa penerima pesan. Artinya, kita sebagai pembicara harus
memperhatikan audience.

U, adalah understand. Apakah pengetahuan yang diberikan dapat dimengerti oleh audience?
Artinya di sini adalah kalau kita bicara jangan asal bicara, tetapi harus mengerti siapa
audience kita. Karena pengetahuan orang satu dengan orang lain juga berbeda. Belum tentu
sama.

Kemudian D, demographics. Kita juga sebaiknya sebagai pembicara melihat usia, gender,
tingkat pendidikan, dan posisinya. Masalah usia, gender, tingkat pendidikan juga
berpengaruh dalam proses public speaking.

Kemudian selanjutnya I, interest. Apa pesan Anda menguntungkan atau memberi kebaikan
atau advantage bagi audience? Jangan pernah berharap audience akan duduk manis sampai
Anda berhenti berbicara apabila yang Anda bicarakan tidak sesuai dengan kepentingan
mereka.

Kemudian E, adalah lingkungan. Bagaimana hubungan Anda dengan audience. Apakah


mereka suka dengan sikap Anda? Sudahkah Anda memperhatikan budaya audience Anda?
Nah tentu saja bagaimana budaya, bagaimana kebiasaan-kebiasaan, Anda juga harus
melihat.

N. N adalah needs. Apakah informasi sesuai kebutuhan audience? Semakin tinggi kebutuhan
audience terhadap informasi Anda, semakin berhasil proses public speaking Anda.

Kemudian C adalah customize. Customize yang dimaksud di sini, bagaimana pesan Anda
disesuaikan dengan kebutuhan audience?

Halaman 10 dari 14
UT101

Dan terakhir adalah E, atau expectations atau harapan. Apa harapan dari audience?

Nah, Saudara Peserta IndonesiaX, hal tersebut dapat kita lihat pada bagan berikut yang
diambil dari Deedra Wollert Hickman mengenai analisis audience, adalah suatu tindakan
untuk mempelajari audience.

Ya, lebih lanjut Hickman menyebutkan ada tiga dimensi utama dalam menganalisis audience.
Yang pertama adalah demographic analysis atau analisis demografi. Siapa sih audience kita?
Apa karakteristik individu dan kelompok mereka? Bagaimana dengan usia mereka? Usia akan
mempengaruhi penerimaan suatu pesan. Senior dan junior mempunyai kepentingan yang
biasanya berbeda.

Man, woman, atau man dan woman, gitu ya. Laki, perempuan? Kalau pembicaraan kita
tentang penampilan atau perawatan kecantikan, maka akan terasa perbedaan keduanya. Kita
tidak bisa menyamakan memberikan presentasi mengenai kecantikan kepada pria dan
wanita, pasti akan berbeda.

Kalau kita ada pelatihan penampilan diri, misalnya, kemudian pesertanya ada pria, ada
wanita, pasti ada sesi yang harus dipisahkan. Karena tidak mungkin itu akan bersama.

Kemudian pertanyaan lainnya, apakah penonton didominasi oleh ras tertentu, budaya
tertentu, atau etnis tertentu? Ini mungkin berdampak pada pesan Anda. Dan dampaknya
adalah pilihan bahasa, gerak tubuh, dan aspek lain dari pidato kita, juga dengan penggunaan
bahasa.

Katakanlah Bahasa Indonesia. Sepertinya kita semua bisa berbahasa Indonesia. Tetapi yang
baik adalah kalau kita bisa menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Apa maksudnya? Baik itu sifatnya kontekstual, artinya bisa menggunakan bahasa yang
formal, kalau memang itu kita harus berbicara secara formal, informal, kemudian bahasa yang
kita gunakan untuk anak muda, untuk orang tua, untuk kalangan eksekutif, bahkan untuk
anak-anak, berbeda. Sehingga gunakan bahasa yang baik dan benar.

Juga, yang tidak tidak kalah pentingnya adalah masalah SARA, isu mengenai SARA, salah
satunya agama, ras, gitu ya. Sebuah pembicaraan tentang isu-isu moral mungkin sangat
tergantung pada siapa audience Anda. Apa tingkat pendidikan dan profesi mereka? Nah
bayangkan perbedaan berbicara kepada siswa SMA dibandingkan dengan mereka-mereka
yang sudah lulus S1, S2, atau bahkan S3.

Dan juga kita harus mengerti profesi audience. Akan menghindarkan kita dari materi-materi
yang tidak perlu. Juga perlu diingat adalah tipe kepribadian mereka, introvert atau
ekstrovert? Ini memiliki preferensi yang berbeda yang dapat mempengaruhi pendekatan
pembicaraan Anda.

Video 6: Seni Mendengarkan dalam “Public Speaking” – Part 2

Juga perlu diingat adalah tipe kepribadian mereka, introvert atau ekstrovert? Ini memiliki
preferensi yang berbeda yang dapat mempengaruhi pendekatan pembicaraan Anda. Nah,

Halaman 11 dari 14
UT101

Saudara, semua analisis di atas dapat dipengaruhi oleh kualitas dari penonton atau
pendengar secara keseluruhan yang dilihat dari tingkat heterogenitas dan homogenitasnya.

Semakin tinggi tingkat heterogenitas audience kita, maka semakin sulit kita merancang suatu
materi untuk berbicara di depan publik. Nah, sebaliknya, semakin tinggi tingkat
homogenitasnya, semakin mudah, semakin enak kita berkomunikasi dengan audience kita.

Akhirnya pertimbangkan bagaimana situasi dan kondisi dari audience kita sehubungan
dengan beberapa karakteristik di atas tadi. Apakah Anda mirip dengan audience Anda atau
Anda berbeda? Baik itu jenis kelamin, usia, profesi, tingkat pendidikan, dan segala macam.

Kadang-kadang itu tidak masalah, tetapi bisa juga mereka akan melihat kita sebagai orang
luar. Kemudian, apakah mereka rekan-rekan Anda, misalnya rekan kerja atau, teman sekelas,
atau atasan maupun bawahan? Itu tadi mengenai analisis dari audience secara demografi.

Yang kedua, analisis psikologi. Di sini dikatakan bahwa “Thoughtful audience analysis is one
of the best habits you can develop as a speaker”. Artinya apa? Memahami audience adalah
suatu kebiasaan yang paling baik sebagai seorang pembicara. Menganalisis psikologi
audience sebatas untuk memberikan keyakinan terhadap audience kita, yang berkaitan
dengan kepercayaan audience.

Contoh yang paling mungkin sering ya, sering kita alami bersama, contohnya adalah begini,
bagaimana kita melihat psikologis audience begini. Audience itu biasanya, ini berkaitan
dengan kepercayaan, kepercayaan mereka, kepercayaan dalam arti kepercayaan kepada kita,
bukan kepercayaan agama dan segala macam ya, tetapi kepercayaan terhadap pembicara.

Tatkala kita memang memiliki track record pendidikan yang sesuai. Katakanlah dia ahli
biologi. Ph.D-nya biologi. Kemudian dia bicara soal masalah-masalah biologi. Tidak terlepas
atau terlepas dari apakah orang ini pintar atau tidak, menguasai atau tidak, tapi tatkala dia
bicara di depan publik paling tidak sudah terbangun konsep atau kepercayaan dari audience
mengenai pembicara tersebut. Paling tidak audience sudah merasa bahwa, “Oh dia yang
bicara, pasti benar. Oh, memang tepat orang ini berbicara.” Gitu ya. Jadi ini analisis secara
psikologis audience.

Kemudian ada lagi analisis kontekstual dari audience. Nah, ini penting juga kita pahami
karena kita tahu apakah kehadiran mereka itu sukarela atau wajib. Dalam kebanyakan kasus,
penonton, audience, yang menghadiri sukarela jauh lebih berpikiran terbuka, lebih antusias,
dan lebih termotivasi untuk mendengar apa yang Anda katakan.

Di sisi lain peserta yang hadir diwajibkan, mungkin memerlukan usaha ekstra dari diri Anda
untuk memotivasi. Jadi, ada dua hal kalau kita melihat konteks dari kehadiran peserta, ada
yang wajib, ada yang sukarela. Tentu saja kalau yang wajib, kita mempunyai, harus punya
motivasi atau kemampuan untuk memotivasi agar peserta itu memang mau mendengarkan
apa yang kita ucapkan.

Ya, kemudian masalah waktu. Waktu kita berbicara itu juga menjadi bagian dari analisis
konteks audience. Contohnya, kalau dalam seminar kita diminta sebagai pembicara,
kemudian kita kebagian pada waktu setelah makan siang. Nah, itu berbeda apabila kita
berbicara di jam 10.00 pagi atau jam 08.00 pagi di saat seminar itu baru mulai.

Halaman 12 dari 14
UT101

Karena di saat setelah jam makan siang audience-nya sudah kenyang, kemudian yang ada
adalah mengantuk gitu ya. Jadi ini sangat berpengaruh dan buat kita sebagai pembicara
harus pandai-pandai menggunakan bahasa agar audience tidak bosan. Audience tidak pernah
bisa diremehkan. Harus mendapat perhatian utama apabila kita menginginkan presentasi
kita efektif.

Video 7: Plagiarism

Saudara Peserta IndonesiaX, ada satu etika lagi dalam kita berpendapat, atau berbicara di
depan publik, yaitu plagiarism. Bolehkan kita menggunakan bahasa atau kata-kata orang lain
tanpa menyebutkan sumbernya?

Biasanya plagiarism lebih ditekankan pada komunikasi tulis. Namun jangan salah. Karena
dalam berbicara di depan publik, masalah plagiarism juga sangat diperhatikan. Karena ini
bagian dari etika, niat, dan etiket. Ada beberapa bentuk plagiarism.

Plagiat global, yaitu berbicara dari hasil kerja orang lain secara penuh. Jadi benar-benar
menjiplak, benar-benar fotokopi. Apa yang diucapkan orang, kita ucapkan kembali.

Yang kedua, apa yang disebut dengan patchworks plagiarism. Tidak seperti plagiarism global,
dimana seseorang mengambil seluruh pidato dari sumber lain. Kalau patchworks plagiarism
lebih kepada tambal sulam dari berbagai sumber tanpa mencantumkan sumbernya.

Dan bentuk plagiarism ketiga disebut dengan incremental plagiarism. Hanya sebagian saja
yang diambil dari pihak lain.

Nah, Saudara Peserta IndonesiaX, semua bentuk plagiarism terjadi apabila kita tidak
mencantumkan sumber aslinya. Harus diingat, bahwa Anda atau kita berbicara dengan
individu. Individu-individu itulah yang akan muncul atau memunculkan suatu kesimpulan
yang akan dijadikan bahan membuat atau bertindak di saat kita sebagai pembicara.

Individu-individu sebagai audience mungkin memiliki kesamaan atau sebaliknya. Namun


semua dapat dilihat dari tingkat pendidikan, kepercayaan, atau harapannya. Saudara Peserta
IndonesiaX, itulah tadi berbagai bahasan yang berkaitan dengan etiket dan bagaimana kita
menganalisis audience kita.

Banyak cara dalam mempelajari audience kita. Yang penting adalah niat baik untuk mengerti
siapa yang kita ajak berbicara. Di sisi lain masalah plagiarism juga harus diperhatikan agar
apa yang kita bicarakan memang dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sekali lagi, etika dan etiket seharusnya saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan. Niat baik
merupakan dasar dari beretiket secara jujur dan tidak penuh basa-basi. Beretiket bisa
dipelajari. Namun beretika lahir dalam diri kita sendiri. Namun, tetap bisa diubah asal ada
kemauan. Mari, Anda khususnya sebagai generasi penerus bangsa mulailah untuk beretiket di
segala bidang, di rumah, di masyarakat, di jalanan, dan di mana pun saja dengan didasarkan
pada niat baik atau etika dalam diri.

Halaman 13 dari 14
UT101

Dan bagi siapa pun juga yang senior, yang muda, anak-anak, kakek nenek, marilah kita
menjadikan teladan bagi semua di sekitar kita dengan beretika yang diimplementasikan
melalui perilaku, sikap, yang beretiket dalam keseharian kita.

Saudara Peserta IndonesiaX, sampai di sini bahasan kita mengenai etika dan etiket. Semoga
pemahaman etika dan etiket ini akan mengantarkan kita tidak saja sebagai seorang speaker,
pembicara yang baik, tapi juga sebagai manusia yang utuh, bermoral, beretika, dan tentu saja
berkarakter.

Saudara Peserta IndonesiaX, terima kasih atas perhatiannya dan kita akan berjumpa kembali
pada bagian keempat yang akan bicara mengenai ‘Performance’ atau ‘Style Direction’. Saya,
Dian Budiargo, dari Universitas Terbuka, untuk IndonesiaX. Sampai jumpa.

Halaman 14 dari 14

Anda mungkin juga menyukai