Anda di halaman 1dari 58

1.

Nilai -nilai pendidikan karakter pada bentuk visual wayang Bima


Tokoh wayang Bima mengandung nilai karakter yang dapat di jadikan
sebagai pendidikan bagi karakter siswa, karena wayang bukan hanya sekedar
tontonan tapi juga tuntunan dan dapat menjadi panutan atau contoh teladan bagi
siswa untuk dapat membangun karakter siswa menjadi lebih baik lagi. Nilai
karakter dapat terlihat dari setiap visual yang di tampikan dalam wayang
kulitnya, baik dari wajah, raut muka maupun busana semua memiliki
pendidikan karakter yang baik untuk di teladani. Hal ini di perkuat dengan
hasil pencarian literatur wayang dan wawancara dari Ki Agus Birowo dan Ki
Setyo Margono. Adapun hasil pencarian literatur dan wawancara narasumber
sebagai berikut :

a. Bentuk Mata

Gambar 4.4 Mata theleng


(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

1
Bima memiliki karakter /watak satria, berani gagah pekasa, selalu
membela kebenaran, tangguh, jika marah menakutkan, namun tutur katanya
sopan santun terhadap siapapun. Hal ini dapat dilihat dari bentuk visual
wayang Bima yaitu pada matanya. Mata tersebut bernama mata thelengan.
Mata thelengan, digambarkan dengan bentuk bulat penuh pada biji
matanya, tidak diberi warna dalam penggambaran naik, umumnya hanya
memakai warna hitam saja. Thelengan berasal dari kata Teleng yang artinya
mentheleng (bulat), warna matanya hitam jika wajahnya berwarna hitam.
Ki Agus Birowo juga mengungkapkan bahwa Mata thelengan adalah
bulat penuh biji matanya. Tokoh wayang bermata thelengan berwatak
bersahaja, berbudi luhur, tangkas, tangguh, selalu berdiri, pada pihak yang
benar. Tokoh wayang ini bertubuh keras (singset)

b. Bentuk Hidung

Gambar 4.5 Hidung tumpul dempak atau tumpul dempok

(Dokumentasi: Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

2
Bima memiliki hidung tumpul dempak atau tumpul dempok.
Berwajah luruh, yang mengartikan bahwa Bima memiliki sifat andap asor
(sopan santun) kepada siapa saja. Berwajah hitam melambangkan bahwa
Bima seorang kesatria yang sudah menikah, dan melambangkan seorang
kesatria yang berkekuatan besar.

c. Bentuk Mulut

Gambar 4.6 Mulut Ghetetan

(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Mulut gethetan (mulut salitan), jenis mulut wayang ini bentuknya


menyerupai jenis mulut mingkem dengan ditambah dengan penggambaran
ikal pada ujung belakang yang dinamakan salitan dan penggambaran gigi-
gigi, ada ditambah dengan penggambaran slilitan.

3
d. Bentuk Gelung

Gambar 4.7 Gelung Minangkara

(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)


Gelung minangkara cinandi rengga endek ngarep dhuwur mburi,
artinya Bima merupakan kesatria yang selalu menghargai orang lain dan
selalu sopan santun terhadap siapa saja dan Raden Werkudara tidak senang
pamer dan menyombongkan diri akan kepandaiannya yang di miliki, dan
menunjukan dirinya adalah makhluk ciptaan Tuhan dan memenuhi
kewajiban untuk menyembah Tuhannya.
Wawancara dengan Ki Agus Birowo mengenai Gelung
minangkara. Minangkara adalah nama lain dari udang besar, binatang
laut yang memiliki badan melingkar, sehingga wujud gelung Minangkara
seperti lingkaran tubuh udang besar. Ki Agus Birowo mengatakan bahwa
Bima tidak senang pamer dan sombong tentang pengetahuan yang di
pahami serta dapat mendudukkan dirinya sebagai makhluk Tuhan, selalu
pasrah dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Gelung juga
memiliki makna gegelunganing tekat wus nyawiji yaitu menyatunya
keinginan dan hati menjadi satu untuk mencari air suci Perwitasari dalam

4
cerita Bima Suci. Gelung tersebut juga bermakna bahwa Bima tahu dan
yakin harus menyembah kepada siapa, yaitu suatu keyakinan yang
mutlak kepada siapa yang memiliki dunia. Gelung tersebut dipakai
setelah dia memasuki samudera untuk mencari air suci perwitasari.
Dalam cerita Bima Suci, Bima atau disebut Werkudara dalam
kisah ini disuruh mencari air Perwitasari oleh gurunya Resi Durna dan di
tunjukkan dimana air Perwitasari itu berada di sumur Jalatunda atau
sumur Dorangga walau dalam hati sang Resi Durna menginginkan
kematian sang Werkudara karena sang guru tahu bahwa sumur tersebut
sangat angker dan jarang di jamah manusia. Werkudara dengan kebulatan
tekadnya memasuki sumur tersebut tetapi, tidak menemukan siapapun di
dalam sumur tersebut. Yang dia temukan adalah seekor ularbesar yang
menyerangnya. Di dalam sumur Werkudara bertarung dengan ular
tersebut dan membunuhnya, ular tersebut adalah jelmaan dari Batari
Durga yang telah dikutuk oleh para dewa menjadi ular. Batari Durga
mengucapkan terimakasih kepada Werkudara dengan menggelung
rambut kesatria sebagai perlambang kedewasaannya. Di dalam kisah
Bima Suci, Werkudara menemui Dewaruci.
Sebelum menemui Dewaruci, Werkudara bertarung dengan naga
raksasa yang kemudian berhasil di bunuhnya, setelah ular tersebut mati
kemudian muncullah seorang dewa yang berwujud seperti Werkudara
yang wujud kecil yang besarnya tidak lebih dari sebesar ibu jarinya
bernama Dewaruci. Werkudara terkejut melihat replica dirinya yang
berwujud kerdil tersebut, dia menceritakan maksud perjalanannya
menuju samudra. Dewaruci mengatakan bahwa sang Sena harus masuk
kedalam tubuh sang Dewaruci dan Werkudarapun menurutinya masuk
kedalam tubuh Dewaruci. Didalam tubuh Dewaruci Werkudara melihat
seluruh isi dunia berada di dalam tubuh Dewa yang kecil tersebut.
Kemudian dia keluar kembali dan dewa itu mengatakan bahwa air suci
Perwitasari tersebut tidak ada, bahwa kesaktiannya ada dalam dirinya
sendiri dan bahwa dia harus melihat dirinya sendiri, karena itulah sumber

5
kekuatannya. Kalau Tuhan ada dimana- mana di dunia maka Dia berada
dalam dirimu juga, dan kamu harus melihat kedalam dirimu sendiri dan
melihat dunia disana, baru kamu akan memperoleh kesaktian atau air suci
Perwitasari yang dicari.
Masuknya Werkudara dalam Tubuh Dewaruci tersebut
merupakan sebuah perlambang menyatunya manusia dengan Tuhan atau
dalam filsafat ketimuran sebagai manunggaling kawula lan Gusti atau
warongko manjing curiga,curiga manjing warongko serta Wor-winoring
loro – loroning atunggal yaitu bersatu padunya jiwa atau roh Tuhan
Yang Maha Esa dan jiwa atau roh hambanya, dalam hal ini manusia.
Dari uraian diatas memiliki makna bahwa Bima merupakan kesatria
yang rendah hati dan mengerti kedudukannya sebagai makhluk Tuhan.
Memiliki kebulatan tekad yang kuat sebagai makhluk Tuhan untuk terus
berbakti dan berserah kepada sang pencipta.

e. Kuku Pancanaka

Gambar 4.8 Kuku Pancanaka


(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

6
Kuku Pancanaka merupakan salah satu tanda bahwa yang
memiliki kuku ini adalah putra angkat Bathara Bayu, yang dalam
perwujudan boneka wayang Hanoman juga memiliki kuku ini. Kuku ini
sebenarnya terdapat dalam kelima jari Bima, hal ini sesuai dengan
pengertian namanya yaitu Panca berarti lima dana Naka bermakna kuku
tetapi dalam perwujudannnya hanya terlihat satu kuku. Dikatakan sejak
lahir jari jemari Werkudara menggemgam karena didalam telapak
tangannya terdapat ajian Narasingga, yaitu ajian yang membuat Bima
lebih sakti dalam menggunakan senjatanya yang berupa Gadha yaitu
Gadha Rujakpolo dan Gadha Lukitasari. Ke dua Gadha tersebut
merupakan senjata anadalan dari beberapa senjata yang dimiliki oleh
Bima. Ajian Narasingga tersebut digunakan dalam perang Bharatayuda
akan selesai ketika Bima berhadapan dengan Duryudana dan di perang
tersebut terjadi adu kesaktian menggunakan Gadha. Karena keduanya
merupakan murid Resi Durna yang pandai menggunakan Gadha.
Karena keduanya merupakan murid Resi Durna yang pandai
mengajarkan ilmu berperang maka terjadi pertarungan yang sengit, oleh
karena Bima mempergunakan ajian tersebut dan juga karena Kecerdikan
Kresna maka Bima dapat memenangi pertarungan tersebut dan
membunuh Duryudana. Ki Agus Birowo juga menambahkan Kuku
Pancanaka di gunakan untuk mengatur ketajaman indra sehingga bias
berkonsentrasi lebih sempurna karena daya konsentrasi bias merubah
kodrat Sang Pencipta.
Secara filosofis, "kuku" terkait makna "kukuh" (teguh dan kuat
keyakinan serta berlatih); panca = lima; naka = emas / tujuan, bisa juga
dari naga = kuasa; artinya paugeran/moral/kekuatan/daya dasar. Lima
daya berupa: daya bumi, air, api, angin, ether. Lima paugeran dapat
berupa: 1. pengendalian nafsu membunuh/angkara 2. Pengendalian nafsu
makan minum 3. Pengendalian nafsu seks 4. pengendalian nafsu
kesenangan indrawi 5. Pengendalian nafsu mencuri/merugikan orang
lain. Bisa juga berarti lima hawa sakti dalam diri: prana, apana, samana,

7
udana, vyana. Kuku Pancanaka dapat juga diartikan kekuatan dari hasil
mampu mengendalikan panca indriya. Kuku Pancanaka ini adalah
pusaka untuk mengalahkan musuh (=kejahatan) dengan
menggenggamkan seluruh jari di kedua tangan erat-erat. Maknanya
adalah pemusatan pikiran dan kesadaran akan lima daya / kekuatan.
Seperti telah dijelaskan diatas tentang filosofi asal muasal kuku
Pancanaka sebagai keutamaan ilmu pengetahuan, posisi kuku yang diapit
oleh jari telunjuk dan jari tengah dapat diartikan sebagai: ilmu
pengetahuan tidak boleh menjadikan seseorang menjadi sombong atau
jumawa serta tidak patut dipakai untuk menindas dan menistakan orang
lain namun harus dipergunakan bagi kepentingan orang banyak sebagai
keutamaanya. Jari telunjuk adalah sebagai perlambang tujuan sedangkan
jari tengah adalah lambang netralitas atau posisi paling bijak, sehingga
dapat disimpulkan bahwa "kepandaian / ilmu pengetahuan harus
dikendalikan dengan bijaksana dan tidak boleh membuat seseorang
tinggi hati (posisi ibu jari terjepit) dimana dalam penggunaanya harus
dipakai dan berguna bagi kepentingan orang banyak (keutamaan ilmu
pengetahuan)"
Sedangkan letak kuku di sebelah kanan dan kiri adalah lambang
penguasaan ilmu pengetahuan baik yg bermanfaat (kuku kanan) maupun
yg dpt merusak sendi kehidupan (kuku sebelah kiri) harus dipergunakan
dengan bijaksana.

8
f. Motif Poling Bang Bintulu

Gambar 4.9 Kain Poleng Bang Bintulu

(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Poleng yang pada dasarnya hanya terdiri dari dua warna yaitu
hitam dan putih. Yang memiliki filosofi bahwa yang Werkudara
memiliki sifat yang kokoh, yang salah adalah salah dan yang benar
adalah benar. Kain poleng tersebut yang memicu Werkudara atau
Bimasena untuk menjalankan dharma, memberantas kejahatan dan
menegakkan kebenaran dan terutama melindungi rakyatnya. Sifat
tersebut yang memicu Werkudara untuk mencari Banyu Suci Perwitasari
ke samudera luas dan bertemu dengan Dewaruci yang menjelaskannya
tentang Banyu Suci Perwitasari tersebut. Setelah Sang Bimasena
memahami maknawiyah Banyu Suci Perwitasari, maka kain dodot
poleng yang tadinya hanya 2 warna, yakni: hitam dan putih, lalu ia boleh

9
mengenakan dodot polengnya yang terdiri dari 5 (lima) warna, yang acap
disebut kain Bang Bintulu Aji, yang, terdiri atas warna: merah, hitam,
kuning, dan putih
Makna Poleng memiliki Empat warna yang disebutkan tadi
memiliki arti dan filosofi tersendiri. Bahwa empat warna poleng
merupakan simbol dari sedulur papat [empat saudara]. Bahwa ketika
manusia dilahirkan kedunia, Tuhan sudah menyertainya, bahkan
menyiapkan 4 saudara yang bisa kita mintai tolong tanpa kita harus
membayar. Yaitu: bumi, api, angin, dan air.
Bumi memiliki watah yang kokoh dan dermawan, bumi
memberikan kita apapun yang tumbuh di bumi. Bahkan untuk seluruh
makhluk hidup yang tinggal diatasnya tanpa terkecuali. Bumi juga
merupakan tempat kita menyadari bahwa kita tidak sepatutnya
menyombongkan diri karena kita berada di bawah langit yang tinggi.
Untuk itu kita seharusnya tetap merendahkan hati namun bukan
merendahkan diri. Sebagai pengingat bahwa kita manusia biasa.
Kemudian Api adalah kekuatan tersendiri, energi yang mampu
membuat kita mampu melakukan sesuatu yang lebih baik. Maksudnya
adalah menyempurnakan apa yang kita telah dapatkan dari bumi untuk
menjadi lebih baik.
Angin adalah intisari kehidupan, tanpa angin atau udara kita tidak
akan mampu bertahan hidup. Selain itu angin juga merupakan. Selain itu
angin adalah simbol kecepatan, sebagai pengingat adanya hukum alam
yang apabila dilanggar akan melahirkan bencana.
Dan yang terakhir adalah air. Air adalah simbol intelektualisas.
Oleh karena Tirta Mahapawitra itulah yang dicari oleh Sang Bimasena,
maka sessungguhnya, air merupakan sumberdaya hidup, karena
intelektualitas itu sendiri merupakan sumber daya hidup. Intelektualitas
itulah yang menempa, membentuk, dan memproses seseorang agar
menemukan jatidirinya sebagi sumber petunjuk hidup.

10
Sedangkan makna warna yang digunakan dalam motif poleng
adalah sebagai berikut.
Hitam, merupakan perlambang kekuatan. Sang pemilik kekuatan
selalu memiliki watak, perkasa, mudah marah dan tersinggung, serta
berwatak berangasan. Apabila dibiarkan, akan menghalangi perbuatan
keutamaan.
Merah bermakna tabiat penuduh, hatinya mudah panas, dan
selalu mengajak perselisihan. Jika dibiarkan, akan menutupi
kewaspadaan .
Kuning, sebagai lambang birahi. Birahi disini bukan hanya birahi
dalam hal seksualitas, tetapi juga dalam hal kepemilikan harta benda,
jabatan, dan kekuasaan.
Putih, menuntun ke arah hidup suci. Mumpuni didalam olah
spiritualitas dan mampu menerima ilmu ma’rifat dari Sang Maha
Pencipta. Sangat luas sekali apabila dijabarkan lebih lanjut mengenai
filosofi dari sehelai kain batik yang dipakai oleh Bima. Intinya dari
semua itu adalah mampu menjadi orang yang arif dan bijaksana,
memahami kehidupan dan tujuan hidup yang dijalani. Menjadi pribadi
yang selalu ingat dengan Yang Maha Kuasa, menjalankan kebaikan dan
menjauhi larangan. Orang yang ber ilmu namun tidak ingat pada sang
Illahi maka sia-sia segala ilmunya. Karena ia mengedepankan ilmunya
daripada kedekatannya dengan Tuhan. Apabila seorang manusia telah
menyerahkan hatinya hanya kepasa Sang Pencipta maka jika sedang
tidak diperlukan. Oleh Tuhan ia diletakkan pada kedudukan diatas segala
kedudukan. Jika Allah memerlukannya, ia akan diterjunkan kedalam
masyarakat, dengan membawa cinta kasih, kehormatan, dan
kebahagiaan.

11
g. Pupuk Mas Rineka Jaroting Asem

Gambar 4.10 Pupuk Mas Rineka Jaroting Asem


(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Pupuk Mas Rineka Jaroting Asem berbentuk seperti serat buah asam
yang beruas. Pupuk ini tertempel di kening sehingga terlihat menonjol
dalam wujud boneka wayangnya.
Pupuk Mas Rineka Jaroting Asem menurut Ki Agus Birowo
merupakan aura cahaya keemasan yang terdapat di kening Bima, Aura
cahaya yang dimaksud adalah sebuah tetenger atau tanda bahwa siapa
saja yang memiliki Pupuk Mas Rineko Jaroting Asem tersebut adalah
Kadang Tunggal Bayu atau saudara tunggal Bayu. Pupuk ini juga
melambangkan Bima mempunyai watak san budi pekerti luhur dengan
selalu mengasah kebenaran dan pengetahuannya karena dai sudah
diambil putra oleh sang Hyang Bayu.

12
Menurut Ki Setyo Margono, pupuk merupakan hiasan di dahi
berupa emas yang bentuknya seperti serat pohon Asem merupakan
pertanda bahwa yang memiliki pupuk tersebut diangkat sebagai murid
Sang Hyang Bayu, pupuk tersebut bermakna pula bahwa hati Bima rumit
seperti serat pohon asem , rumitnya hati Raden Werkudara ini memiliki
maksud bahwa keinginan hatinya sulit dimengerti oleh orang orang di
sekitarnya namun juga memiliki akal pikiran yang sangat canggih,
berwatak dan berbudi luhur, dengan selalu berlandaskan kebenaran dan
pengetahuan.
Dalam cerita wayang Bima Suci di kisahkan sang Werkudara
yang sudah memiliki kesaktian yang tak tertandingi masih ingin mencari
ilmu yang lebih sempurna lagi guna untuk mengasah ilmu yang sudah di
dapat. Keinginan tersebut di tentang oleh para Pandawa lain dan Ibunya
Dewi Kunti. Walaupun di tentang Bima tetap melanjukan keinginannya.
Para pandawa tidak mengetahui kerumitan isi hati sang Werkudara yang
ingin mencari kesempurnaan ilmunya. Kerumitan hati dan tekad Bima
yang kuat dituliskan dalam syair tembang macapat sebagai berikut :

Amberot Sang Werkudara


Tan kena dan gegujengi
Ngitar lampahe wus tebar
Kadya tinilar ngemasi
Sadaya ingkang kari
Apah tan arsa anusul
Amprih pangampahira
Siro Prabu Hari Murti
Dadya kendhel sadaya wayang – wayangan

13
Saenggon –enggon karuna
Sakathahe santanestri
Kakunge ngadhep sadaya
Ing Narendra Harimurti
Tan pegat mututuri
Kang rayi pra samya ndheku
Dadya wau kang raka
Makuwon sajroning puri
Kawuwusa wau kang andreng ing lampah (Purwadi,2017-218)

Kedua bait syair tembang Macapat tersebut merupakan tembang


“sinom” yang memiliki arti :

Bait pertama
Bertekad sang Werkudara tak dapat di cegah, jalannya cepat sudah
jauh seperti di tinggal mati, semua yang tertinggal tidak hendak
menyusul agar menahannya yaitu prabu Harimurti (nama lain dari prabu
Puntodewoa kakak daro Werkudara) membuaat semua kebingungan.

Bait kedua
Dimana tempat susah semua putra putri, semua kerabat menghadap
kepada Prabu Harimurti tidak berhenti memberi nasihat sang adik yang
tertunduk dan Sang Prabupun menunduk didalam Istana tapi tetap
melanjutkan perjalanannya.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan makna pupuk mas rineko
Jaroting Asem adalah merupakan sebuah symbol bahwa raden
Werkudara merupakan putra angkat dari Batara Bayu sehingga dia
memiliki pengetahuan yang luas, pintar, watak, dan budi pekertinya
luhur, tapi watak dan pengetahuannya sulit dimengerti oleh orang lain,
bahkan oleh keluarganya sendiri.

14
h. Sumping Katsuba Jati/ Sumping Pudak Sinumpet

Gambar 4.11
Sumping Katsuba Jati/ Sumping Pudak Sinumpet

(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Sumping Katsuba Jati atau Pudak Sinumpet merupakan hiasan di


bagian telinga yang berbentuk memanjang seperti tubuh ikan dengan
bagian belakang yang mengecil membengkok ke atas. Di bagian atas
berbentuk seperti bunga teratai, hiasan ini berwarna keemasan dan hiasi
dengan warna –warna yang lain yang merupakan penggambaran batu –
batu mulia yang menempel di Sumping. Ki Agus Birowo
mengungemukakan sumping Katsuba Jati atau Pudak Sinumpet
bermakna “Werkudara menguasai ilmu kasampurnanan hidup, syariat,
tarikat, hakukat dan makrifat, tetapi tidak pernah menyombingkan diri.
Dia sering berpura pura bodoh.” (Purwadi,2007:102-104)

15
Menurut Ki Setyo Margono sumping Katsuba Jati memiliki nama
lain yaitu sumping Gajah Ngoling Rineka Jaroting Asem Tinumpangan
Sekar Pudak nama tersebut memiliki makna dalam setiap bagiannya
yaitu Sumping Gajah Ngoling Rineka Jaroting Asem yang berarti seperti
bunga pudak yang putih dan harum. Werkudara memiliki hati yang suci
lahir dan batinnya seputih bunga Pudak yang putih dalam dan luarnya.
Sumping Pudak Sinumpet atau Kastuba Jati memiliki makna hiasa
telinga yang berbentuk daun pandan yang disumbat sebagai perlambang
seorang yang cerdas tetapi senang berpura –pura bodoh, halus budinya
tetapi senantiasa ditutup – tutupi, yang terlibat adalah kepribadian yang
seakan – akan tidak berpendidikan. Sumping tersebut juga memiliki arti
bahwa Werkudara memiliki pengetahuan agama yang mendalam dan
seluas samodera tetapi dirahasiakan, berpura-pura pandir.
Ki Setyo Margono juga mengemukakan tentang makna sumping
ini bahwa Werkudara merupakan gambaran manusia yang wangi atau
harum namanya, hidupnya gambuh atau lahir dan batinnya sesuai.
Menurut Seno Sastroamidjojo dalam buku “Renungan Tentang
Pertunjukan Wayang Kulit”,sumping ini yang bermakna sang Werkudara
dapat mengendalikan hawa nafsunya, ia tidak dapat terombang
ambingkan lagi oleh keadaan yang berbagaimanapun juga”
(Sastroamidjojo,1964:122).
Sumping Pudak Sinumpet secara garis besar memiliki makna,
bahwa Rajen Werkudara suci lahir dan batinnya, telah menguasai ilmu
kasampurnaan hidup , cerdas, halus budinyaserta dapat mengendalikan
hawa nafsunya segala kebaikan yang ada pada Werkudara selalu
ditutupinya dengan berpura pura bodoh sehingga dia tidak di obang
ambingkan oleh keadaan.

16
i. Anting Anting Panunggal Sotya Maniking Toya/ Warih

Gambar 4.12
Anting Anting Panunggal Sotya Maniking Toya/ Warih

(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Anting – anting merupakan aksesoris yang dipakai di telinga


,bentuk anting anting seperti bunga melati yang mekar berhiaskan ukiran,
berwarna keemasan dan ada beberapa warna lain yang merupakan
perwujudan batu mulia. Anting anting ini memiliki pengunci di bagian,
sebagai penguat dari antingi anting tersebut.
Menurut Ki Agus birowo anting anting Panunggal Sotya
Maniking Toya bermakna hati Werkudara jernih dan bersih. Didalam

17
buku pranawa, anting anting ini memiliki makna bahwa “Werkudara
memiliki ketajaman penglihatan, sulit untuk di bohongi serta tidak
pernah khawatir, serta tidak pernah khawatir terhadap segala yang
terjadi” (Pranawa,248:248)
Sedangkan Siswoharsojo berpendapat anting – anting ini
bermakna bahwa “Werkudara memiliki pikiran waskita ,ngerti
sadurunge winarah (bijaksana, tahu sebelum diajari),serta tidak pernah
khawatir terhadap segala apa yang akan terjadi (Purwadi,2007:102 –
104). Ki Agus Birowo menerjemahkan makna dari anting ini dari setiap
kata adalah panunggul yang berarti pertama atau paling tinggi, sotya
yang berarti permata yang indah, maniking warih yang berarti tetesan air.
Anting – anting ini menurutnya nya memiliki makna Werkudara sudah
menemukan pencerahan dan tidak lagi tergiur keinginan duniawi. Ki
Setyo Margono memiliki pendapat bahwa anting anting ini memiliki
makna bahwa Raden Werkudara dapat berjalan diatas air seperti di darat,
Werkudara diibaratkan seperti manusia yang pintar sehingga dia dapat
menemuksn strategi di dalam untuk berjalan diatas air.
Makna anting – anting Panunggal Sotya Maniking Warih setelah
melihat uraian diatas adalah bahwa Raden Werkudara mempunyai hati
yang bersih dan jernih. Dari kebersihan hati tersebut dia memiliki pikiran
yang bijaksana, tidak mudah di bohongi sehingga tidak tergiur oleh dunia
manusiawi.

18
j. Sangsangan /Kalung Nagabanda

Gambar 4.13 Sangsangan /Kalung Nagabanda

(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Sangsangan merupakan aksesoris berbentuk kalung yang


bentuknya setengah lingkaran, seperti Bulan Sabit yang dalam
penggambaran dalam boneka wayangnya dilukiskan berbentuk guratan-
guratan seperti sisik Ular.

19
Sangsangan atau Kalung Nagabanda merupakan busana yang
dipakai di leher. Makna dari kalung ini adalah Werkudara bila
menghadapi lawan memiliki kekuatan dasyat seperti raja ular yang
sedang marah pantang menyerah sebelum mati (Pranawa,2000:248).
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ki Agus Birowo, kalua
berperang kekuatan Raden Werkudara seperti Ular Naga yang perkasa,
kalau berperang tidak mengaku kalah sebelum mati.
Pendapat yang hampir sama di kemukakan oleh Ki Setyo Margono
yang menyatakan kalung tersebut berarti kalung berbentuk ular naga
yang terikat (banda = terikat) memiliki makna bahwa kekuatan sang
Werkudara seperti seekor Naga, apabila berperang tidak pernah kalah ,
bersedia kalah asalkan kalah mati. Dari beberapa makna tersebut
menunjukkan bahwa Werkudara merupakan Senopati atau panglima
perang yang gagah berani, tidak takut menghadapi siapapun, dan tidak
takut mati.
Dalam cerita Sang Werkudara sering dijadikan Senopati ataupun
melakukan adu kesaktian dengan nama Jagal Abilawa bertanding dengan
Rajamala yaitu panglima dari Rupakenca Wirata. Werkudara dapat
mengalahkan Rajamala, senopati manusia setengah raksasa yang sakti.
Dalam cerita “Kongso Adu Jago” Werkudara dimintai tolong
oleh Prabu Basudewa yang merupakan kakak dari ibu Werkudara yaitu
Dewi Kunti, dia di tandingkan dengan Suratrimantra yang merupakan
Senapati Kadipaten Sengkopura dengan raja Kangsadewa yang ingin
merebut tahta Prabu Basudewa dalam perangan tanding tersebut.
Werkudara menang adu kesaktian dengan Suratrimantra dan melindungi
kekuasaan Prabu Basudewa di Kerajaan Mandura. Kesaktian Werkudara
selain dikarenakan dia berguru dengan Resi Durna dia juga berguru
dengan Ramabargawa atau Ramaparasu seorang pertama yang sakti yang
bernama Bargawastra. Panah tersebut merupakan panah sakti yang dulu
merupakan senjata dari raja Harjunasasrabahu yang merupakan titisan
Dewa Wisnu.

20
Werkudara memiliki nama lain karena dia sangat sakti dan seorang
panglima perang yang gagah berani, nama lainnya yaitu:
a. Bimasena yang bermakna panglima yang memimpin perang yang
menjadi andalan Pandawa ketika sedang bertemu musuh-
musuhnya.
b. Jodipati yang bermakna Raja prajurit yang bias diandalkan karena
kesaktiannya dalam menguasai ilmu perang. Werludara tidak mau
menakhlukan musuh dengan tipu muslihat.
c. Jayalaga yang bermakna unggul dalam setiap peperangan, kalau
sudah berperang dia malu dikalahkan, hanya saja kemenangan
tidak semata-mata untuk kenikmatan sendiri.
d. Kusumayuda yang bermakna menjadi bunga, bintang, pemenang
dalam setiap peperangan . Werkudara berperang dengan segenap
kelincahan dan keanggunannya.
e. Kusumadilaga yang bermakna dia selalu menjadi bintang dan
kembang dalam gelanggang apa saja termasuk pertempuran dan
persidangan. Pendapat- pendapat yang dikemukakan selalu
mendasar dan argumentatif (Purwadi,2007:99-100).
Dari berbagai pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan makna dari
sangsangan Nagabanda merupakan symbol bahwa Raden Werkudara
memiliki kekuatan yang luar biasa sekuat ular Raksasa. Dia juga tidak
pengecut ketika berperang, pantang menyerah, tidak takut mati, berjuang
hingga titik darah penghabisan.

21
k. Kelat Batu Balebar Manggis Kang Binelah Sakendhangane

Gambar 4.14
Kelat Batu Balebar Manggis Kang Binelah Sakendhangane

(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Klat Bahu ini terletak di lengan kanan maupun kiri dengan bentuk
lingkaran seperti gelang tetapi terdapat hiasan di samping kanan maupun
kiri Klat Bahu tersebut berbentuk seperti kelopak bunga. Kelat Bahu
berwarna keemasan dengan beberapa warna lain sebagai penghiasnya.

22
Makna dari kelat ini menurut Kelat Bahu menurut Ki Agus
Birowo,Werkudara jika mengatakan selalu dan tidak pernah mencla-
mencle. Werkudara Konsekuen dalam setiap perkataannya itu sesuai
dengan nama kelat bahu tersebut yaitu balibar manggis ingkang binelah
sakendhagane yaitu buah manggis yang dibelah tengah sampai kulit
luarnya yang melambangkan kejujuran.
Menurut Bambang Murtiyoso “Werkudara selalu memegang
teguh janjinya, berhati emas, suci lahir dan batinnya, dan tidak mau
berjanji kalua tidak mau ada buktinya. (Pranawa,2000:248).
Pendapat Ki Setyo Margono tentang kelat Bahu ini sedikit
berbeda, beliau berpendapat sebuah kelat bahu berbentuk buah manggis
yang terbelah sehingga terlihat bagian dalamnya. Kelat bahu ini sungguh
melambangkan watak seorang ksatria yang tulus luar dan dalamnya,
boleh dikatakan hambeg ber budhi bawa laksana yang berarti selalu
menepati janji dan perkataanya.
Dalam cerita Bima Suci, Werkudara konsekuen dengan apa yang
di ucapkannya dengan mencari ilmu sangkan paraning dumadi dan air
suci perwitasari walaupun kakaknya Yudistira dan keluarganya pandawa
mengatakan pencarian air suci Perwitasari adalah sia sia belaka karena
Resi Durna atas perintah para Kurawa menginginkan kematiannya,
karena sebelum disuruh menceburkan diri ke samudra Werkudara
terlebih dahulu di suruh naik ke puncah Gunung Reksamuka dan disana
Werkudara tidak menemukan apa yang di perintahkan Resi Durna.
Makna keseluruhan dari Kelat Bagu Balibar Manggis merupakan
symbol kejujuran dari Raden Werkudara dalam memegang teguh
perkataanya dalam mengatakan sesuatu dan selalu menepati janjinya.

l. Gelang CandraKirana

23
Bentuk Gelang Candrakirana hamper mirip dengan Klat Bahu
Balibar Manggis hanya saja pemakaiannya yang berbeda, yaitu di
pergelangan tangan. Gelang ini di oakai baik di pergekangan tangan
kanan maupun kiri, bentuk yang hampir sama ini membuat Gelang
maupun Klat Bahu terlihat serasi ketika dilukiskan dalam boneka
wayang.

Gambar 4.1 Gelang Candrakirana

(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Perhiasan yang terletak di tangan ini merupakan hiasan yang


banyak ditemukan dalam tokoh wayang baik kesatria maupun rakyat
jelata. Tetapi gelang candrakirana ini makna khusus. Menurut Ki Agus
Birowo, Candra yang berarti bulan dan kirana yang berarti cahaya
memiliki makna bahwa Werkudara memiliki ilmu yang cemerlang
bagaikan sinar bulan yang cemerlang. Menurut Ki Setyo Margono gelang
candra Kirana sungguh melambangkan perasaan Werkudara yang terang
bersinar seperti sinar cahaya Sang Hyang Sitraresmi atau dewa bulan.
Sedangkan Siswoharsojo berpendapat “Werkudara selalu mengarahkan

24
agar ilmu pengetahuannya terang seperti purnama sumorot atau Bulan
Purnama bercahaya(Purwadi, 2007:102-104)
Ki Setyo Margono memaknai gelang candra kirana yaitu bahwa “
Werkudara memiliki pengetahuan yang benar dan luas untuk diamalkan
bagi sesamanya. (Pranawa,2000:248). Setelah Werkudara mmemperoleh
ilmu sangkan paraning dumadi dalam cerita Bima Suci, Werkudara
keluar dari samudra dan menjadi pendeta dengan nama Bima Suci di
Sumur Jalatunda untuk mengamalkan ilmu yang di dapatkannya.
Makna dari gelang Candra Kirana dari beberapa pendapat di atas
disimpulkan bahwa Raden Werkudara mempunyai ilmu pengetahuan
yang bersinar cemerlang seperti sinar bulan puurnama sehingga
bermanfaat bagi sesame.

m. Paningset Sabuk Chinde Wilis Kembar Beranipun Kang Binelah


Numpang Wentis Kanan Tanapi Kering
Sabuk Chinde Wilis Kembar ini berbentuk kain panjang yang
menjuntai sebagai pengikat dodot sehingga bentuk dan wujudnya
tertutupi oleh dodot. Fungsi sabuk ini seperti stagen dalam busana adat
Jawa yaitu sebagai pengikat dan penguat dodot agar tidak lepas ketika
dipakai.

25
Gambar 4,15 Paningset Sabuk Chinde Wilis Kembar Beranipun Kang
Binelah Numpang Wentis Kanan Tanapi Kering

(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Menurut Ki Agus Birowo paningset Cinde paningset Cinde Wilis


Kembar merupakan ikat pinggang yang berasal dari Cinde (Cinde:kanan
batik Jawa) yang memiliki makna melambangkan seseorang yang telah
mampu membedakan yang mana yang layak untuk disembah. Menurut
Siswoharsojo makna dari Paningset ini adalah “Werkudara bisa
berkonsentrasi dalam bermeditasi (kusyu) sehingga hati dan pikirannya
menyatu” (Purwadi,2007:102-104).
Pendapat hampir serupa dikemukakan oleh Bambang Murtiyoso
baha “Werkudara telah menguasai keyakinan religi secara tuntas , dan
mampu berkonsentrasi dalam bermeditasi sehingga hati dan pikirannya
menyatu” (Pranawa,2000:248)

26
Sabuk Cinde Wilis kembar ini dalam lakon cerita wayang Bima Suci
dianugrahkan oleh Batara Indra dan Batara Bayu ketika Werkudara
diutus sang Guru Resi Durna mencari Air Suci Perwitasari (didalam versi
cerita wayang yang lain mencari kayu gung susuhing angin) di gunung
Reksamuka. Di gunung tersebut ternyata tidak ditemukan air suci
tersebut, yang ditemukan adalah dua Raksasa yang bernama Rukmuka
sebagai perlambang nafsu panca indra yang selalu membawa manusia
menuju kesesatan dan Rukmakala sebagai perlambang pikiran yang
sering lepas kendali sehingga membahayakan bagi keslamatan diri
pribadi.
Kedua raksasa tersebut kemudian mati terbunuh oleh Werkudara.
Terbunuhnya dua Raksasa tersebut ternyata berubah menjadi Batara
Indra dan Batara Bayu , karena kedua dewa tersebut telah di tolong oleh
Werkudara sehingga dapat kembali berubah wujud menjadi Dewa maka
diberikanlah Sabuk cindhe wilis embar tersebut sebagai perlambang
irang yang berpetualang mencari ilmu dengan tejad kuat laksana ikat
pinggang dan melepaskan segala hal yang berhubungan dengan
keduniawian.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan makana dari Paningset
Cindhe Wilis Kembar Beranipun Kang Binelan numpang wentis kanan
tanapi kering memiliki makna bahwa Raden Werkudara dapat
berkonsentrasi dalam bermeditasi, hati dan pikirannya menyatu,
sehingga dapat membedakan makna yang layak disembah dan tidak
layak untuk disembah.

27
n. Porong Nagaraja Mungwing Dhengkul
Porong Nagaraja ini merupakan busana yang berbentuk seperti
celana pendek yang berhiaskan kepala naga terletak diantara dodot dan
tidak tertutupi oleh dodot.

Gambar 4.16 Porong Nagaraja Mungwing Dhengkul

(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Menurut Ki Agus Birowo porong merupakan hiasan yang


ditempelkan diikat pinggang sebagai pengancing ikat pinggang. Benda
ini dibuat untuk mengingat bahwa Werkudara pernah menyelami
samudra untuk mencari air suci Perwitasari, ketika didalam laut dia
diserang oleh naga Nemburwarna, di dalam peperangan tersebut
Werkudara berhasil membunuh Naga tersebut dengan merobek
mulutnya. Kepala naga tesebut kemudian menyatu di paha kanan maupun
kiri Werkudara. Dalam penjelasannya Bambang Suwarno juga
menambahkan Porong Nagaraja ini didalam penggambaran perwujudan
bentuk bentuk boneka wayang gagrak Surakarta dalam wujud celana
pendek yang berwarna Hijau, tetapi pada kenyatannya sekarang para

28
pembuat wayang mewarnai celanan tersebut dengan warna merah atau
warna lainnya, hal tersebut dikarenakan banyak para pembuat wayang
yang kurang paham, atau ingin membuat kreasi yang berbeda dalam
boneka wayang.
Pendapat lain tentang Porong Nagaraja ini dikemukakan oleh Ki
Setyo Margono bahwa Porong Nagaraja didalam wayang Gagrak
Surakarta di wujudkan seperti Tatto yang menempel di paha kanan
maupun kiri. Sedangkan makna porong Nagaraja ini menurut Bambang
Murtoyoso dan Siswoharsojo bahwa “ Werkudara selalu memegang
teguh kebenaran dan memantapkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki
dengan selalu membuka diri terhadap kritik dan pendapat dari orang
lain”. (Purwadi,2007:102-104&Pranawa. 2000:248)
Kesimpulan dari penjelasan diatas Porong Nagaraja merupakan
perlambang Raden Werkudara selalu memegang teguh kebenaran dan
tidak menolak untuk di kritik guna semakin memantapkan
pengetahuannya.

a. Sikap dan Apresiasi Siswa kelas VII SMP IT Al Huda Wonogiri terhadap
pendidikan karakter pada tokoh Bima secara visual

Pembelajaran seni budaya di SMP IT Al Huda Wonogiri sudah


menggunakan kurikulum 2013 sehingga lebih menekankan pada penanaman
karakter budaya di lingkungan sekolah terlebih di dalam kelas, guru yang
mengampu pembelajaran seni budaya adalah ibu Fatimah Resti Sukesih S.Pd.
Pada materi semester ganjil, materi yang di ajarkan adalah membahas
tentang seni rupa 2 dimensi. Karena sesuai dengan bab materi yang akan
diajarkan peneliti mengusulkan materi mengenalkan wayang sebagai materi
yang akan di ajarkan dalam bab seni 2 dimensi melalui kegiatan apresiasi seni
wayang. Ibu Resti menyambut dengan baik usulan peneliti. Lebih lanjut,
peneliti menjelaskan bab wayang yang akan di perkenalkan yaitu wayang Bima
dan mengapa memilih wayang Bima sebagai bahan ajar yang akan di
perkenalkan oleh peserta didik

29
Ibu Resti berpendapat generasi muda bangsa saat semakin lupa akan
budaya bangsanya sendiri, mereka lebih mengandalkan teknologi dan
melupakan akar budaya bangsa. Salah satu upaya melestarikan kebudayaan
wayang dapat dilakukan melalui kegiatan apresiasi wayang dalam standar
kompetensi apresiasi. Dalam pembelajaran apresiasi seni rupa di kelas
bertujuan untuk melatih kepekaan siswa terhadap suatu karya seni, sebagai
contoh dalam mengapresiasi wayang. Wayang dapat digunakan sebagai materi
pembelajaran apresiasi dikarenakan wayang merupakan salah satu aset hasil
budaya dari kesenian tradisional bangsa yang memiliki keanekaragaman
bentuk dan berbagai macam karakter.
Pembelajaran bab seni rupa 2 dimensi diatur dalam 4 (empat) kali
pertemuan dalam watu satu bulan, pertemuan di awali dari pengenalan wayang
Bima, kemudian di lanjutkan dengan kegiatan apresiasi peserta didik terhadap
wayang Bima. Kelas VII DI smp it Al Huda mempunyai 2 kelas yaitu kelas
akhwat dan kelas ikhwan yang mana kelas akhwat perempuan dan kelas
ikhwan laki laki. Pelaksanaan pembelajaran di laksanakan di salah satu kelas
sebagai sampel di kelas akhwat uang berjumlah 31 siswa perempuan.

30
a. Pelaksanaan Proses Pembelajaran Seni Budaya Pengenalan Wayang
Bima kelas VII SMP IT Al Huda Wonogiri 2018/2019

1) Pertemuan pertama

Gambar 4.17 Guru sedang melakukan proses pembelajaran


(Dokumentasi: Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 6 November 2019, pukul


07.10 – 08.40 WIB. Dalam pertemuan pertama guru memulai pelajaran
dengan memimpin peserta didik berdoa dilanjutkan dengan
mempersiapkan buku siswa dan buku catatan untuk mengikuti pelajaran.
Kemudian guru memberikan kalimat motivasi pagi hari dan mengabsen
peserta didik ,kegiatan ini dilakukan selama 5 menit awal. Kemudian
dilanjutkan dengan memulai pembelajaran seni rupa 2 dimensi, guru
menyampaikan materi seni rupa 2 dimensi menggunakan metode ceramah
dan pemanfaatan media LCD proyektor untuk menampilkan contoh karya
dan menjelaskan materi seni rupa 2 dimensi. Fasilitas sekolah memang
mendukung guru untuk dapat menggunakan proyektor sebagai penyampai
materi secara visual. Penjelasan materi seni rupa 2 dimensi diawali dengan
menjelaskan pengertian secara umum, menunjukkan beberapa contoh
karya 2 dimensi untuk diamati dan ditanggapi peserta didik, menjelaskan
teknik –teknik seni rupa 2 dimensi. Setelah itu guru juga menyampaikan
bagaimana penerapan seni rupa 2 dimensi pada kehidupan sehari - sehari.

31
Seni rupa 2 dimensi adalah suatu karya seni rupa yang hanya mempunyai
2 sisi saja yaitu sisi panjang dan lebar, sehingga tidak mempunyai ruang
karena tidak mempunyai unsur ketebalan. Contoh seni rupa 2 dimensi ada
lukisan, batik, lukisan dinding, fotografi, dan ada juga wayang. Tekniknya
ada teknik plakat ada teknik kolase, transparan , melipat, mengunting dan
merekatkan.

Gambar 4.18
Guru sedang memberikan pertanyaan mengenai
seni rupa 2 dimensi
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)
Pembelajaran tentang pengertian seni rupa 2 dimensi telah di
jelaskan sebagai pengantar materi. Dalam penyampaian materi di
pertemuan pertama ini guru juga menggunakan metode tanya jawab.
Terdapat sesi tanya jawab, guru menanyakan apakah ada hal yang ingin
ditanyakan dari siswa kepada guru, respon siswa menjawab tidak ada yang
ditanyakan sehingga guru balik menanyai siswa dengan materi terkait.

32
Guru menanyakan tentang apa pengertian dari seni rupa 2 dimensi dan
contoh apa saja yang termasuk seni rupa 2 dimensi yang di ketahui oleh
siswa. Beberapa siswa menjawab sesuai yang mereka ketahui secara
umum, seperti gambar arsitektur, gambar ilustrasi, dekorasi, batik adapula
yang menjawab kaligrafi. Sesi tanya jawab ini dilakukan agar pada saat
penjelasan teori siswa tidak mengantuk dan lebih fokus dalam meneruskan
kegiatan belajar mengajar.
Selama proses pembelajaran pada pertemuan pertama berlangsung
kondusif. Cara penyampaian guru cukup baik dan santai, hal itu ditujukan
agar siswa tidak tegang dalam proses belajar mengajar dan suasana kelas
tidak menjemukkan. Dalam pertemuan pertama guru mengajar
menggunakan metode ceramah, tanya jawab serta menggunakan media
LCD proyektor fasilitas yang diberikan sekolah. Secara keseluruhan
pembelajaran pertemuan pertama berjalan dengan baik, siswa mengikuti
pembelajaran dengan tenang dan terorganisir.

2) Pertemuan Kedua

Gambar 4.19
Guru sedang melakukan proses pembelajaran
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

33
Pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 13 November 2019,
pukul 07.10 – 08.40 WIB. Dalam pertemuan kedua ini guru memulai
pelajaran dengan memimpin peserta didik berdoa dilanjutkan dengan
memberikan kalimat motivasi pagi hari dan mengabsen peserta didik
seperti biasanya. Guru memulai pelajaran dengan mengulang kembali
sedikit materi yang yang ajarkan mengenai seni rupa 2 dimensi, dengan
tujuan untuk merefresh kembali materi yang telah di ajarkan. Kemudian
memasuki pada materi lebih dalam yaitu kegiatan apresiasi wayang,
memberikan pengenalan wayang Bima kepada siswa. Guru
menyampaikan sedikit pengantar untuk memulai bab pengenalan wayang
dengan Bima sebagai tokohnya, kemudian memberi kesempatan peneliti
untuk ikut menjelaskan apakah itu wayang Bima dan bagaimana
pendidikan karakter di dalamnya yang baik untuk siswa.

Gambar 4.20
Peneliti saat memberikan pengantar mengenai pembelajaran apresiasi wayang
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Sebelum memulai pembelajaran peneliti membagikan angket kepada siswa.


Angket tersebut bertujuan untuk mengetahui sikap dan pengetahuan siswa
tentang wayang khususnya tokoh Bima. penyebaran angket dilakukan
untuk mendukung data penelitian agar lebih valid. Angket yang digunakan

34
adalah angket tertutup. Angket tertutup, adalah angket yang disajikan
dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih
satu jawaban yang sesuai dengan pilihan yang sudah ditentukan oleh
peneliti.
Angket tertutup terdiri dari 5 soal yaitu
No STS TD KS S SS
1 Siswa mengenal tokoh
wayang bima.
2 Siswa mengetahui pendidikan
karakter tokoh Bima.
3 Siswa mengenal tokoh tokoh
pandawa.
4 Siswa dapat menyebutkan
tokoh tokoh pandawa.
5 Siswa dapat menyebutkan
salah satu karakter dari tokoh
Bima.

Dengan keterangan
 Sangat Tidak Setuju
 Tidak Setuju
 Kurang Setuju
 Setuju
 Sangat Setuju
Menandai hasil jawaban dengan cara di contreng (√ )

35
Dan hasil dari angket yang di bagikan kepada semua siswa. Beriku adalah
hasilnya :
a) Siswa mengenal tokoh Bima
STS 32.2 %
TS 9,6 %
KS 22,5 %
S 32,2 %
SS 3,2 %

Hasil menunjukkan bahwa siswa sangat tidak setuju mengenai


pernyataan mengenal Bima adalah 32,2 % yang berarti berjumlah 10 siswa
sama sekali tidak mengetahui tokoh Bima. Kemudian yang tidak setuju
jika mengenal tokoh Bima ada 9,6 % yang berarti berjumlah 3 siswa juga
tidak mengetahui menggenai tokoh Bima, lalu siswa yang kurang setuju
mengeal tokoh Bima berjumlah 7 siswa dengan perolehan 22,5 %.
Selanjutnya siswa yang setuju dan sangat setuju mengenai pernyataan
mengenal tokoh Bima berumlah 10 orang setuju dan 1 orang sangat setuju.
Berdasarkan perolehan persen di atas dapat disimpulkan bahwa setengah
siswa dari 31 siswa dalam satu kelas tidak mengenal tokoh pewayangan
Bima.

b) Siswa mengetahui pendidikan karakter Bima


STS 22,5 %
TS 3,2 %
KS 54,8 %
S 12,9 %
SS 6,4 %

Hasil menunjukkan bahwa siswa sangat tidak setuju mengenai


pernyataan mengetahui pendidikan karakter Bima adalah 22,5 % yang
berarti berjumlah 7 siswa sama sekali tidak mengetahui tentang pendidikan

36
karakter tokoh Bima. Kemudian yang tidak setuju jika mengetahui
pendidikan karakter tokoh Bima ada 3,2 % yang berarti berjumlah 1 siswa
tidak mengetahui pendidikan karakter Bima, lalu siswa yang kurang setuju
mengetahui pendidikan karakter Bima berjumlah 17 siswa dengan
perolehan 54,8 %. Selanjutnya siswa yang setuju dan sangat setuju
mengenai pernyataan mengetahui pendidikan karakter Bima berjumlah 4
orang setuju dengan perolehan 12,9% dan 2 orang sangat setuju dengan
perolehan 6,4%. Berdasarkan perolehan persen di atas dapat disimpulkan
bahwa setengah siswa dari 31 siswa dalam satu kelas kurang mengetahui
dan pendidikan karakter tokoh Bima.
c) Siswa mengetahui tokoh -tokoh Pandawa
STS 3,2 %
TS 6,4 %
KS 12,9 %
S 45,1 %
SS 32,2 %

Dalam hasil dari angket pernyataan mengenai siswa mengetahui


tokoh-tokoh pandawa lebih banyak siswa sudah mengetahui tokoh -tokoh
pandawa dengan perolehan yakni yang setuju memperoleh 45,1 %
berjum;ah 14 siswa, dan yang sangat setuju berjumlah 10 orang dengan
perolehan 32,2 % dan yang kurang mengetahui hingga sama sekali tidak
tahu akan pandawa berjumlah tidak lebih dari 10 orang dengan peroleh
total 22,5 %. Jadi dapat disimpulkan sebagaian banyak dari siswa
mengetahui tokoh –tokoh pandawa.

37
d) Siswa dapat menyebutkan tokoh- tokoh Pandawa
STS 0%
TS 3,2 %

KS 16,3 %

S 48,3 %

SS 32,2 %

Hasil dalam angket ini hampir sama dengan hasil dari point c. lebih
dari 70 % siswa telah dapat menyebutkan tokoh- tokoh pandawa yang
berarti ada total 25 anak yang telah mengakui dapat menyebutkan tokoh
tokoh dari Pandawa. Dan 6 anak ragu ragu apakah dapat menyebutkan
tokoh pandawa atau tidak.
e) siswa dapat menyebutkan salah satu pendidikan karakter dari tokoh Bima
STS 22,5 %
TS 3,2 %
KS 45,1 %
S 25,8 %
SS 3,2 %
Hasil dari angket mengenai pernyataan bahwa siswa dapat
menyebutkan salah satu pendidikan karakter dari tokoh Bima. 7 siswa
mengatakan sangat tidak setuju mengenai hal itu dengan perolehan 22,5%.
Kemudian yang tidak setuju 1 orang dengan 3,2% dan kurang setuju
sebagai yang terbanyak 45,1% berjumlah 14 siswa. Dan yang setuju dan
sangat setuju dengan total 9 siswa.

38
Gambar 4.21
Peneliti membagikan kertas angket pada siswa
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)
Berdasarkan dari ke 5 point diatas dapat di simpulkan bahawa tokoh
Bima sebagai tokoh dalam pewayangan kurang di ketahui oleh generasi
muda jaman sekarang. Wayang sebagai warisan budaya yang harus
dilestarikan karena mengandung banyak makna dan pendidikan karakter
yang dapat di jadikan contoh bagi generasi muda yaitu peserta didik.

39
Gambar 4.22
peneliti sedang melakukan proses pembelajaran
(Dokumentasi: Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Peneliti memulai pembelajaran dengan melanjutkan materi oleh


guru mengenai materi pengenalan wayang. Materi di buka dengan
memperkenalkan pengertian dari seni budaya. Penyampaian materi
mengikuti metode guru yang juga menggunakan metode tanya jawab
untuk membangkitkan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran,
pada awalnya siswa masih malu untuk mengangkat jarinya dan menjawab,
namun karena terdorong ketika ada siswa lain yang mengawali untuk
menjawab, akhirnya banyak siswa yang tidak ragu lagi untuk menjawab
ketika mengerti jawaban atas apa yang di pertanyakan. Peneliti
menyampaikan tentang pengertian dari seni dan budaya. Dari kedua
pengertian tersebut dapat di jabarkan budaya- budaya Indonesia yang
termasuk dalam seni rupa 2 dimensi seperti batik dan wayang. Wayang
adalah seni pertunjukan asli Indonesia yang berkembang pesat di pulau
Jawa dan Pulau Bali memiliki banyak tokoh dan karakter yang semua
memiliki makna dan pendidikan karakter yang dapat di jadikan
pembelajaran di kehidupan sehari hari dan sebagai penanaman karakter
dalam diri siswa.

40
Dalam kegiatan pembelajaran ini peneliti menyampaikan materi
pengenalan wayang Bima menggunakan metode ceramah dengan
pemanfaatan media LCD proyektor untuk menampilkan visual gambar
gambar dari tokoh Pandawa dan Bima sebagai anggota dari Pandawa.
Sejarah dari tokoh Bima secara singkat dan pendidikan karakter yang
dimiliki oleh tokoh Bima. Yang mana tokoh Bima memiliki karakter
gagah, berani, teguh, kuat, tabah, patuh dan jujur untuk menyuarakan
kebenaran, karakter-karakter tersebut dapat dijadikan contoh tauladan bagi
siswa agar dapat memiliki karakter yang baik di dalam kehidupan sehari
hari.

Gambar 4.23
Siswa menunjukkan gambar Bima memlalui layar
(Dokumentasi: Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Fasilitas sekolah memang mendukung guru sebagai pendidik untuk


dapat menggunakan proyektor sebagai penyampai materi secara visual.
Penjelasan materi mengenai wayang diawali dengan menjelaskan
pengertian secara umum tentang wayang kemudian masuk pada tokoh
tokoh Pandawa. Dan berfokus pada tokoh Bima atau biasa di kenal dengan
Werkudara.

41
Bima adalah putra dari Dewi Kunti dan merupakan anggota nomor
dua dari lima tokoh Pandawa. Bima memiliki watak yang memiliki sifat
gagah berani, teguh, kuat, dewasa, tabah, patuh dan jujur seperti yang
sudah di sebutkan diatas. Ia memiliki keistimewaan dan ahli bermain gada,
serta memiliki senjata khusus, dan istimewa yaitu Kuku Pancakenaka,
Bima juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu:
Gelung Minangkara, Pupuk Jarot Asem, Sumping Surengpati, Kelatbahu
Candrakirana, ikat pinggang Nagabanda dan Celana Cinde Udaraga.
Sedangkan beberapa anugerah Dewata yang diterimanya antara lain:
Kampuh atau Kain Poleng Bintuluaji, Gelang Candrakirana, Kalung
Nagasasra, Sumping Surengpati dan Pupuk Pudak Jarot Asem.
Dari semua visual yang ada dalam Wayang Tokoh Bima semuanya
memiliki makna yang menggambarkan karakter atau watak dari Tokoh
Bima. Siswa dapat belajar tentang wayang sebagai sebagai salah satu
contoh seni rupa 2 dimensi dan dapat sekaligus memaknai setiap visual
dari Karakter Bima dengan pendidikan kakakter di dalamnya, karakter
ksatria, kejujuran, tanggung jawab, dan membela kebenaran dan masih
banyak lagi yang dapat di contoh untuk dapat di jadikan teladan bagi
siswa- siswa.
Pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa memperhatikan
dengan baik, dan mencatat apa yang di sampaikan oleh peneliti tentang
pelajaran yang di sampaikan. Siswa antusias untuk mengamati dan
mencocokkan bentuk wayang lewat layar LCD dengan Alat peraga
wayang yang dibawa peneliti. Pertemuan berakhir dengan agenda minggu
minggu selanjutnya untuk kegiatan apresiasi wayang dengan membuat
wayang sendiri menggunakan bahan kertas karton, peneliti menerangkan
bahan – bahan apa saja yang harus dibawa. Sebelum pelajaran diakhiri
peneliti menggantikan guru menjelaskan apa langkah langkah selanjutnya
dan alat apa saja yang harus digunakan. peneliti mengenalkan bahan apa
saja yang akan di gunakan siswa untuk membuat wayang. Bahan yang di
pilih menggunakan bahan yang sederhana dan mudah dicari oleh siswa,

42
antara lain kertas marton, gunting, lem, solasi, sunduk sate dan alat
pewarna.
a)

Gambar 4.24
Skestsa gambar Tokoh Bima
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Skestsa gambar Tokoh Bima sebagai bahan utama untuk pembuatan boneka
wayang Bima, untuk di warnai oleh siswa dan di tempelkan pada kertas
karton dan kemudian di gunting.

43
b)

Gambar 4.25
Kertas karton
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)
Kertas Karton sebagai bahan utama dalam pembuatan wayang kertas karena
mudah didapatkan oleh siswa dan mudah untuk di potong dan cukup tebal
di gunakan sebagai badan boneka wayang.

c)

Gambar 4.26
crayon
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

44
Pewarna gambar dapat menggunakan apapun bisa crayon, pastel, pensil warna,
cat air sebgai pewarna wayang.

d)

Gambar 4.27
Lem kertas
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)
Lem digunakan untuk menempelkan sketsa pada media kertas karton yang
akan di potong.

45
e)

Gambar 4.28
gunting
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)
Gunting sebagai alat pemotong kertas pada kertas karton.

f)

Gambar 4.29
Sunduk Sate
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Sunduk sate di gunakan sebagai kerangka dari boneka wayang , karena


pembuatan bonekanya tidak begitu besar makan dapat menggunakan

46
suntuk sate dengan uuran besar dan kecil sebagai kerang dan penggerak
tangan wayang.
Setelah peneliti mengenalkan alat dan bahan serta teknik yang
digunakan, guru mengambil alih pembelajaran dan mempersilahkan siswa
untuk bertanya pada materi yang kurang jelas untuk materi pembelajaran.
Pembelajaran yang cukup kondusif berlangsung selama ±90 menit. Ketika
jam pelajaran akan berakhir guru dan siswa mengulang secara singkat
materi pembelajaran yang telah diajarkan hari itu. Kemudian guru
mengajak siswa untuk berdiskusi tentang penyediaan media kertas
maupun alat dan bahan.
Pertemuan kedua berlangsung cukup baik, siswa memperhatikan
pembelajaran dengan baik dan dan merespon apa yang dikatakan peneliti,
sehingga tercipta suasana pembelajaran yang aktif. Setelah pelajaran
berakhir seperti biasa diakhiri dengan terima kasih dan salam.

3) Pertemuan Ketiga
Pada pertemuan ketiga tanggal 20 November 2019 dimulai pukul
07.10 – 08.40 WIB agendanya adalah membuat wayang dari kertas karton
sebagai bentuk apresiasi dan pelestarian wayang. Seperti biasa guru
mengawali dengan memberikan salam dan apersepsi tentang pembelajaran
serta merefleksi tugas pada pertemuan sebelumnya. Guru menanyakan
apakah siswa sudah mencari alat dan bahan yang akan di praktekan hari
ini. Guru memberikan pertanyaan seputar hasil dari pembelajaran kemari
yaitu tentang pengenalan tokoh wayang Bima. Dengan antusias siswa
menjawab dengan memberikan contoh pendidikan karakter yang telah
mereka telah lakukan. Guru mengamati siswa yang aktif kemudian
memberi penilaian informal.

47
Gambar 4.30
Siswa mewarnai sketsa Bima
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)
Siswa di bagi beberapa kelompok untuk memudahkan pembagian
alat yang di sediakan bagi siswa yang tidak membawa alat ataupun bahan.
Siswa mulai berpindah tempat dan mengatur tempat duduk membentuk
kelompok kelompok kecil dan sudah mempersiapakan alat bahan yang
akan di gunakan untuk wayang Bima. Kemudian Guru menjelaskan cara
pembuatan awalnya yaitu dengan mewarnai terlebih dahulu. Siswa

48
dibebaskan untuk mewarnai busana dari sketsa wayang Bima sesuai
dengan kreasi dan kreatifnya.
Pada saat proses mewarnai guru kembali merefleksikan
pembelajaran yang kemarin di sampaikan oleh peneliti, tentang apa saja
pendidikan karakter yang ada pada tokoh Bima. Siswa menjawa dengan
antusias ketika di tanyakan seputar tokoh Bima.

Gambar 4.31
Kegiatan mewarnai sketsa wayang Bima
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)
Pembelajaran di buat menyenangkan dengan iringan music islami untuk
menmbuat nyaman pembelajaran, siswa pun mewarnai sambil menyanyi
mengikuti alunan music yang di perdengarkan guru.

49
Gambar 4.32
Kegiatan mewarnai wayang Bima
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Proses pembelajaran yang menyenangkan inilah yang dapat


membuat siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran seni
budaya. Dalam praktek terlihat siswa – siswa cukup mahir dalam
mewarnai dengan menggunakan crayon, tampak rapi dan sudah
menggunakan teknik teknik seperti gradasi. Beberapa dari siswa mengaku
senang karena pembelajaran berbeda dari biasanya dan lebih menarik.

50
Setelah siswa selesai mewarnai kemudian sketsa tersebut di gunting
dan di lekatkan pada kertas karton menggunakan lem. Siswa tidak
mengalami pengerjaan dalam pembuatannya, karena pembuatan cukup
mudah sehingga proses pengerjaan pun lebih cepat dan al hasil banyak
siswa siswa yang sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Gambar 4.33
Kegiatan menggunting sketsa wayang Bima
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Langkah terakhir adalah memasang kerangka tusuk sate pada


wayang Bima, ada menggunakan benang , menjahit antara tusuk sate pada
letak kerangka wayang agar kerangka dapat menempel dengan sempurna
namun ada juga yang menggunakan selotip atau solasi untuk
merekatkannya.

51
Gambar 4.34
Memasang kerangka wayang yaitu sunduk sate.
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Siswa siswa telah menyelesaikan wayang yang telah di buat. Guru pun
akan mengakhiri pembelajaran karena waktunya sudah akan habis, siswa
siswa muali ramau untuk saling memperlihatkan karyanya masing masing.
Guru berusahan untuk mengendalikan kelas agar suasana kelas kembali
kondusif. Setelah siswa tampak kondusif guru mengakhiri pelajaran
dengan memberikan kesimpulan dari pembelajaran yang telah
disampaikan bahwa pempelajaran dan pengenalan wayang yang telah di

52
sampaikan mingu minggu sebelumnya adalah untuk mengenalkan pada
siswa tentang budaya Indonesia yaitu wayang kulit dan tokoh tokohnya.
Salah satu tokohnya yaitu tokoh Bima atau Werkudara. Di harapkan siswa
dapat mengerti dan memaknai pendidikan karakter yang ada pada diri
tokoh Bima dan dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari hari, dan
dapat memberikan pengetahuan kepada siswa bahwa karakter tokoh
wayang dapat di lihat dari visual wayang tersebut. Seperti mata thelengan
yang bermakna tegas dan selalu membela kebenaran, kedewasaan Bima
yang di lihat dari gelung Mingkaranya dan lain lain, tentang kejujuran,
tanggung jawab, bersikap dewasa dan selalu membela kebenaran. Siswa
juga dapat mempelajari dan untuk melestarikan budaya-budaya Indonesia
tertutama wayang karena wayang juga budaya asli dari kabupaten
Wonogiri.

Gambar 4.35
Hasil kegiatan apresiasi wayang
(Dokumentasi : Laila Wahyu Sekar Langit, 2019)

Sebelum pelajaran diakhiri guru meminta siswa untuk


membersihkan dan merapikan hasil kerja terlebih dahulu. Pertemuan
ketiga ini berlangsung cukup baik, siswa dapat menyelesaikan tugas tepat
waktu dan dapat bekerjasama dengan sesama temannya untuk berbagi alat

53
dan bahan apabila yang membutuhkan seperti lem dan gunting. Peran guru
pada pertemuan ini juga sangat baik, karena dapat memicu baik kreativitas
siswa dan membantu kesulitan siswa. Secara keseluruhan pertemuan
ketiga dapat terorganisir dengan sangat baik oleh guru.
Komponen sikap yang berjalan dalam pembelajaran ini adalah
komponen afeksi, komponen ini merupakan bagian sikap siswa yang
timbul berdasarkan apa yang dirasakan siswa terhadap objek yaitu wayang
Bima. Siswa merasa senang dan tertarik untuk lebih mempelajari wayang
Bima dan mengetahui nilai nilai karakter di setiap visual wayangnya.
Dengan adanya kegiatan membuat wayang dari kertas di harapkan
mwnjadi bentuk aprsiasi kita untuk lebih menumbuhkan kecintaan
terhadap budaya Indonesia khususnya wayang.

b. Hasil Wawancara Guru dan Siswa


Peneliti melakukan wawancara dengan guru dan siswa mengenai
kegiatan pengenalan wayang Bima dan pendidikan karakternya di kelas
VII SMP IT Al Huda Wonogiri. Adapun yang di wawancara adalah Ibu
guru mata pelajaran Seni Budaya dan siswa berjumlah 3. Hasil
wawancaranya adalah sebagai berikut :
Ibu Fatimah Resti Sukesih S.Pd selaku guru mata pembelajaran seni
budaya mengatakan bahwa dengan adanya pengenalan pendidikan
karakkter pembelajaran wayang ini merupakan sesuatu yang baru bagi
siswa. Mengenalkan budaya pada siswa melalui pengenalan Wayang dan
pendidikan karakternya adalah sesuatu yang sangat baik dan efektif karena
di jaman sekarang generasi muda sudah jarang mengenal lebih dalam
tentang kebudayaannya apalagi menteladaninya dan di khawatirkan
generasi muda lebih memilih budaya asing ketimbang melestarikan
budaya asli Indonesia. pendidikan karakter pada tokoh Bima merupakan
cerminan dari pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 dan tujuan
sekolah yang seharusnya di pupuk dalam diri siswa agar dapat memiliki
jiwa yang jujur , bertanggung jawab, dan selalu membela kebenaran, di

54
harapkan dengan adanya pengenalan pendidikan karakter bima dapat
menambah pengetahuan siswa akan budaya Indonesia , memperkuat
akhlak dan jiwa yang baik bagi siswa serta memiliki kecintaan untuk terus
melestarikan budaya Indonesia.
Kemudian siswa bernama Aulia Qintana Dewi mengatakan bahwa
dia senang dan tertarik dengan wayang, yang sebelumnya dia tidak
mengetahui sama sekali tentang wayang. Aulia mengatakan wayang Bima
memiliki cerita yang menarik dan dapat diambil hikmah hikmah yaitu
karakter yang baik untuk di teladani sebagai generasi muda khususnya
siswa
Siswa yang bernama Hanindya Atika Sholekhah mengatakan bahwa
senang mengikuti pembelajaran pendidikan karakter wayang Bima ini
karena pembelajarannya menarik, dan baru tahu jika dalam bentuk wayang
dari wajah hingga busana dan aksesorisnya semua memiliki makna dan
melambangkan karakter dari tokoh wayang, Ia mengatakan bahwa
karakter wayang Bima dapat dijadikan teladan bagi siswa.

b. Relevansi karakter Bima terhadap pembelajaran seni budaya di SMP IT


Al Huda Wonogiri

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang


terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak (Puskur, 2010). Ada beberapa cara dalam proses pembentukan
karakter pada anak diantaranya adalah dengan memberikan pendidikan
karakter di sekolah, mengenalkan dan membiasakan hal-hal positif pada anak
dalam lingkup keluarga dan memberikan pengarahan atau pengertian tentang
hal- hal positif yang bisa diterapkan dan dilakukan dalam lingkungan
masyarakat.

Oleh karena itu, untuk membentuk/membangun karakter positif pada anak


diperlukan upaya terencana dan sungguh-sungguh diterapkan yang dikenal

55
sebagai pendidikan karakter. Ada beberapa proses untuk terjadinya
pembentukan yaitu pengenalan, pemahaman, penerapan, pengulangan /
pembiasaan, pembudayaan, internalisasi menjadi karakter.

Pada kurikulum 2013 di sekolah, pendidikan karakter di tekankan dalam


setiap proses pembelajaran. Di sekolah juga diajarkan beberapa macam hal
yang dapat membentuk karakter pada anak diantaranya adalah tentang
pendidikan religius, kedisiplinan, toleransi, jujur dan semangat kebangsaan.
Nilai-nilai pendidikan karakter dapat ditanamkan melalui banyak mata
pelajaran dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter ke dalam materi
pembelajaran, tak terkecuali pelajaran seni budaya. Materi pembelajaran baik
teori maupun praktik sejatinya mengandung nilai-nilai karakter yang dapat
ditanamkan kepada siswa. Dalam materi mata pelajaran pendidikan seni
budaya di sekolah, aktivitas yang dialami siswa termuat dalam aktivitas
berekspresi, kreasi, dan apresiasi.

Pada proses kreasi dan ekspresi melalui ranah seni tertentu inilah yang
mampu untuk memunculkan karakter bagi peserta didik. Antara lain:
menumbuhkan rasa syukur kepada Tuhan, melatih kepekan estetis (cita rasa
keindahan), kemandirian dalam berkarya seni, kejujuran dalam berekspresi,
tanggung jawab dan percaya diri, serta bangga untuk menampilkan karyanya
serta bangga terhadap keragaman budaya bangsa sendiri.

Didalam banyak budaya Indonesia kita mengenal Wayang. Wayang sebagai


salah satu warisan budaya yang sangat dikenal di Indonesia dan perlu di ketahui
dan dilestarikan oleh generasi muda. Tokoh Bima merupakan salah satu tokoh
di dalam pewayangan yang memiliki karakter kuat dan dapat dijadikan contoh
teladan bagi siswa dan sebagai penanaman pedidikan karakter bagi siswa.
Karakter kuat tersebut diantaranya adalah kejujuran, keteguhan, kesantunan,
jauh dari sikap munafik dan pamrih serta mempunyai tanggung jawab yang
besar kepada keluarga dan negara. Hal ini sama dengan pendidikan karakter
yang di terapkan di sekolah sekolah khususnya di SMP IT Al Huda Wonogiri

56
yang mengajarkan siswanya untuk memiliki karakter tentang pendidikan
religious yang tinggi, kedisiplinan, toleransi, jujur dan semangat kebangsaan.

Pembelajaran Seni Budaya menjadi sarana efektif untuk membentuk


karakter sekaligus mengenalkan budaya budaya Indonesia. Melalui pengenalan
warisan budaya Indonesia khususnya wayang, Guru juga dapat menanamkan
nilai nilai karakter kepada siswa, Karena dalam setiap visual wayang, di buat
dengan sangat mendetail dan setiap bentuk memiliki makna- makna nilai
karakter yang sangat baik untuk di jadikan pembelajaran dan contoh bagi
siswa. Siswa dapat mempelajari warisan budaya Indonesia menjadi lebih
mudah sekaligus mendapatkan banyak pengetahuan tentang nilai nilai
kebaikan yang ada dalam visual wayang. Wayang Bima di pilih menjadi tokoh
yang di kenalkan kepada siswa, karena tokoh Bima merupakan sosok yang
istimewa dan memiliki pendidikan karakter yang kuat. Di sebut istimewa
karena sosok Bima memiliki karakter maupun cerita yang luar biasa, salah satu
cerita yang terkenal adalah “Lakon Bima Ruci” yang mengkisahkan perjalanan
mencari jati diri, dan memiliki makna nilai yang luar biasa salah satunya sangat
menghormati gurunya apapun keadaannyadan masih banyak terkandung nilai
nilai pendidikan karakter dalam ceritanya. Pendidikan Karekter tersebut dapat
dilihat melalui visual wayang Bima. Sehingga melalui pembelajaran seni
budaya siswa dapat mengenal budaya Indonesia dan menanamkan nilai nilai
pendidikan karakter didalam diri siswa.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa relevansi antara nilai-nilai


pendidikan karakter tokoh Bima dengan pembelajaran seni rupa di SMP
khususnya di SMP IT AlHuda dapat dijadikan alternatif sebagai materi ajar
dalam kegiatan pembelajaran pada materi seni budaya. Mengingat
pembentukan karakter berawal dari sebuah kebiasaan. Dengan demikian,
penanaman nilai- nilai pendidikan karakter pada sekolah dipandang sebagai
tempat yang strategis untuk membentuk karakter siswa, serta dimaksudkan
agar peserta didik dalam segala ucapan, sikap, dan perilakunya mencerminkan
karakter yang baik dan kuat.

57
58

Anda mungkin juga menyukai