Anda di halaman 1dari 20

Analisis Makna Filosofis

Seni Pertunjukan Wayang Kulit.


Nabila Hasriana Ratu Ulfah Adia Hafizha
201946500111 201946500075 201946500647
Deskripsi Objek . Investigasi . Penarikan Kesimpulan
Wayang kulit merupakan jenis wayang yang bisa dibilang paling terkenal di masyarakat Indonesia. Wayang kulit sendiri paling
sering dijumpai di wilayah Jawa Tengah dan jawa Timur. Wayang dikenal sebagai seni pertunjukan yang edipeni-adiluhung, yang
artinya seni yang mengandung nilai-nilai keindahan dan bermuatan ajaran moral spiritual
Pertunjukkan wayang kulit biasanya dipimpin oleh seorang dalang sebagai narator cerita. Dengan diiringi alunan musik gamelan,
dan dalang akan memainkan cerita wayang kulit dari balik kelir yang terbuat dari kain putih dan disorot dengan lampu sehingga
penonton yang berada di sisi lain bisa melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir.

Werkudara adalah tokoh pewayangan yang lekat pada masyarakat, hal ini dikarenakan tokoh Bima sangat di ilhami dan
diidolakan masyarakat Jawa. Werkudara mempunyai kedudukan yang sangat tinggi di kalangan para resi (pertapa) pada jaman
Majapahit. Werkudara atau Bratasena atau Bima ialah putra Prabu Pandu dan Dewi Kuntitalibrata, dia tergolong pandawa yang
kedua, tokoh ini terkenal satria yang jujur bijaksana dan menjadi tulang punggung negara Amarta. Werkudara memiliki tubuh
gagah tinggi besar dan memiliki gada rujak polo dan kuku pancanaka yang bisa mencbik-cabik musuhnya tanpa ampun dia tidak
bisa berbohong selalu bertindak baik dan jujur suka menolong.
Wayang Kulit Gagrak Surakarta tokoh werkudara, Gagrak adalah sebuah istilah, yaitu merupakan ciri khas dari wayang kulit
yang disesuaikan dengan wilayahnya, yang pada akhirnya menjadi keaneka ragaman ciri khas bentuk, dan gagrak di pengaruhi
oleh kondisi sosial, budaya, dan geografis dari wilayahnya yang memiliki perbedaan yang bertolak belakang walaupun masih
dalam satu Pulau Jawa.
Perbedaan ini disebabkan karena adanya penyesuaian dengan kebudayaan dilingkungan setiap wilayah. Sehingga memiliki
karakter khusus yang akan menjadi ciri atau identitas yang kuat dari wayang kulit yang di miliki oleh wilayah Surakarta. Dalam
pengkarakteran wayang kulit ini merupakan gagrak Surakarta, yang memiliki ciri khas atau perbedaan mendasar yaitu antara
lain memiliki ukuran lebih
tinggi satu palemanan dari pada ukuran wayang kulit gagrak lain, seperti wayang kulit gagrak Yogyakarta, Cirebon, Jawa
Timur. Wayang kulit gagrak Surakarta ini, memiliki proporsi fisik yang ramping dan panjang. Pada penggunaan ragam hias,
akan menambah ciri khas yang akan muncul, untuk membedakan dengan gagrak wayang kulit lain seperti pada tata
sunggingnya menggunakan Hawancawarna yang artinaya berbagai macam warna.
Rumusan masalah :
Menjelaskan bentuk rupa dan pemaknaan pada wayang Werkudara gagrak Surakarta serta menjelaskan pesan yang disampaikan
dalam cerita pementasaan wayang.

Penyelesaian masalah :
Studi literatur pencarian informasi lewat bacaan, jurnal dan artikel online.
.

- Rupa Wayang Kulit Gagrak Surakarta Tokoh Werkudara (Jurnal asdi, Salim, 2017)
- Implementasi Nilai Karakter Tokoh Werkudara Dalam Pembelajaran Sejarah (Repository Unej, Mohammad Ikram Nugraha,
2014)
- Kekayaan Ragam Hias Dalam Wayang Kulit Purwa Gagrak Surakarta (HUMANIORA, Lintang Widyokusumo, 2010)
Rumusan masalah :
1. Mencari penjelasan mengenai bentuk rupa dan pemaknaan pada wayang Werkudara
2. Mencari apa pesan yang disampaikan dalam cerita pementasaan wayang.

Penyelesaian masalah :
Studi literatur pencarian informasi lewat bacaan, jurnal dan artikel online.
1. Rupa dan pemaknaan werkudara gagrak Surakarta .
Bentuk mata Bentuk Hidung dan Wajah

Raden Werkudara bermata telenganatau mata bulat. Wayang kulit juga memiliki bermacam bentuk hidung untuk
Teleng artinya mentheleng(bulat), warna matanya mengkombinasi bentuk wajah dalam membentuk karakter
hitam jika wajahnya berwarna hitam. Dan wajah pada wayang kulit. Raden werkudara berhidung tumpul
Werkudara bermata bulat tunduk, memiliki sifat dempak atau tumpul dempok. Berwajah luruh, yang
watak satria, berani gagah pekasa, yang selalu mengartikan bahwa raden werkudara memiliki sifat andap asor
membela kebenaran yang memiliki sifat keras, (sopan santun) kepada siapa saja. Berwajah hitam
tangguh, jika marah menakutkan, namun tutur melambangkan bahwa raden werkudara seorang kesatria yang
katanya sopan santun terhadap siapapun sudah menikah, dan melambangkan seorang kesatria yang
berkekuatan besar.
Bentuk mulut

Bentuk mulut wayang kulit gagrak Surakarta di bagi menjadi dua


macam, yaitu :

a. Mulut golongan wayang halusan. Bentuk mulut


golongan wayang halusan di bagi menjadi dua, yaitu :

1. Wayang bokongan halus.


2. Wayang jangkahan.

b. Mulut untuk wayang golongan gusen (gusi) atau prengesan. Wayang yang bermulut gusen memiliki watak kasar, biasanya untuk
wayang raksasa yang tutur katanya sedikit kasar dan keras. Sama dengan posisi bentuk mata yang menyatu pada wajah. Posisi
wayang yang mukanya merunduk memberikan karakter atau sifat yang sabar, bijaksana, halus tutur katanya, berwibawa. Dan gesture
wayang yang sedang merunduk menandakan dalam kondisi pisowanan. Untuk wajah yang posisinya langak (muka dan pandangan
matanya lurus), memberikan karakter atau sifat yang sedikit sombong, tangguh, trengginas, tangkas dalam berperang, dan
pemberani, tetapi wayang dengan wajah yang menengadah lurus kedepan biasanya dalam gesture wayang yang posisi wajahnya
langak dalam kondisi yang waspada atau siap sedia, dalam melakukan perjalanan, dan saat akan menghadapi musuh. Wayang dengan
posisi wajah langak (menengadah) memberikan karakter atau sifat yang sombong, keras, kuat, pemberani, dan selalu bersiap sedia
jika ada yang menghalangi jalannya. Raden Werkudara bermulut keketan, karena tergolong wayang halusan.
Bentuk Tangan

Kuku Pancanaka, secara etimologi Pancanaka berasal dari kata panca yang
artinya lima dan naka artinya kuku jadi artinya lima kuku yang sama
panjangnya menggambarkan bahwa Raden Werkudara adalah orang yang
memiliki keseimbangan dalam pengetahuan dan menganggap semua manusia
memiliki derajad yang sama didunia, serta sebagai pelindung para dewa.
Jarinya lima di genggam menjadi satu, sebagai lambang persatuan dan kekuatan
yang kukuh, kokoh, keker, dan kuat (Mulyono, 1977).

Bentuk tangan raden Werkudara adalah mengepal dengan kuku pancanaka adalah tangan Bathara Bayu dan para putra Bayu
(Tunggal Bayu / Panca Bayu) seperti :

1. Resi Mainoko memiliki dua perwujudan yang pada zaman Ramayana Resi Mainoko adalah gunung, dan pada masa
Barathayudha berwujud seorang resi.
2. Kapiwara Anoman yang berwujud seekor kera putih dan berdarah putih, yang merupakan seorang begawan di Kendalisada.
3. JajakWerko.
4. GajahSitubondhoyangberwujudseekorgajah.
5. R. Werkudara (Bima) merupakan seorang kesatria,Pandawa, dan juga seorang raja di kerajaan Jodipati.
Bentuk Gelung Pupuk mas

Gelung minangkara cinandi rengga endek ngarep dhuwur mburi, artinya Raden Pupuk mas rineka jaroting asem,
Werkudara merupakan kesatria yang selalu menghargai orang lain dan selalu sopan artinya pupuk mas (perhiasan) yang
santun terhadap siapa saja dan Raden Werkudara tidak senang pamer dan ada pada dahi Raden Werkudara
menyombongkan diri akan kepandaiannya yang di miliki, dan menunjukan dirinya adalah seperti akar dari pohon asem yang
makhluk ciptaan Tuhan dan memenuhi kewajiban untuk menyembah Tuhannya.
berbentuk rumit,menjelaskan bahwa
Raden Werkudara memiliki budi
Pakaian dan Perhiasan Wayang Kulit Gagrak Surakarta Tokoh Raden Werkudara. luhur dan memiliki akal pikiran
Dalam karakter pakaian dan perhiasan wayang kulit gagrak Surakarta meliputi jenis yang selalu maju.
sumping, jenis kalung, jenis ikat pinggang, jenis tutup kepala, sanggul, pakaian bawah,
jenis uncal, jenis anting- anting, jenis gelang, dan jenis kelat bahu, yang merupakan
dalam satu kesatuan untuk mengetahui siapa tokoh tersebut, memiliki kedudukan apa
tokoh tersebut, karakternya,dan sifatnya yang di satukan dengan karakter rupa dari
wayang kulit akan menjadikan satu komponen yang penting untuk membentuk kondisi
spiritual dari tokoh wayang kulit sehingga membentuk sebuah wanda yang tergabung
dalam perupaannya
Anting-anting Sumping Kalung

Anting-anting panunggul maniking Sumping pudak sinumpet, menggambarkan Kalung Sangsangan naga banda, memiliki
warih, memiliki makna Raden Raden Werkudara sebagai manusia yang makna sebuah kekuatan yang dimiliki
memiliki budi, dan tidak terkalahkan saat di Raden Werkudara seperti kekuatan raja
Werkudara adalah orang yang
medan laga, dan juga menggambarkan Raden naga yang marah, sehingga kekuatannya
pikirannya selalu terang dan terbuka, Werkudara memiliki pengetahuan tentang
memiliki pandangan luas, serta Tuhannya namun di simpan tidak untuk sangat besar. Kalau Raden Werkudara
cerdas, sehingga sulit untuk menipu dipamerkan sehingga seperti orang tidak dalam peperangan atau dalam pertempuran
Raden Werkudara. berilmu, tapi memiliki pengetahuan yang luas tidak terkalahkan. Untuk tokoh Raden
Werkudara gagrak Surakarta ini kalung
Sangsangan naga banda tidak
digambarkan seekor naga seperti tokoh
Raden Werkudara gagrak Cirebon
Gelang
Kelat Bahu

Kelat bahu rineka balibar manggis binelah tekan


Gelang Candrakirana, artinya gelang kendangane trus njaba njerone, kusuma dilaga trus
yang dipakai oleh Raden Werkudara njaba njero, binasakake bawa leksana, datan kersa
berwujut seperti bulan purnama yang ngoncati sabda kang wus kawedar, memiliki makna
bersinar terang, sebagai simbol orang perhiasan yang dikenakan di lengan Raden Werkudara
yang memiliki pengetahuan yang benar seperti belahan buah manggis, melambangkan orang
serta luas yang di gunakan untuk di menepati janjinya sesuai apa yang dijanjikan, dan
amalkan kepada sesama Raden Werkudara merupakan bunganya dimedan
perang yang tidak terkalahkan.
Jenis pakaian bawah Raden Werkudara

Tokoh Raden Werkudara termasuk wayang Jangkahan dengan pakaian dodot poleng bang bintulu aji, merupakan pakaian khusus untuk tokoh Werkudara. Kampuh
poleng bang bintulu, kampuh yang memiliki lima macam warna di dalamnya. Warna kampuh yang berjumlah lima macam tersebut merupakan simbol dari panca
indriya yang merupakan indera yang tidak dapat di lihat seperti nafsu manusia. Merah melambangkan keperwiraan, hitam melambangkan kesentosaan, kuning
melambangkan kepercayaan, putih melambangkan kesucian, sedangkan hijau melambangkan kebijaksanaan dan keadilan. Paningset cinde bara binelah numpang
wetis kiwo lan tengen (kanan kiri), artinya ikat pinggang ( cinde ) yang dikenakan Raden Werkudara melambangkan orang yang sudah menguasai keyakinannya
akan Tuhannya dan agamanya dengan tuntas.
2. Pesan yang disampaikan dalam cerita pementasan wayang.
adalah seni pertunjukan Wayang mampu memberikan suatu kepuasan batin kepada penikmatnya. Tidak hanya cerita wayangnya saja
yang mengandung nilai-nilai tersembunyi dan bersifat filosofis, tetapi juga dalam pertunjukannya terdapat nilai-nilai berbentuk symbol
dan etis. Wayang juga sebagai media penerangan yang ampuh untuk memberikan pendidikan mental, etika, agama, ketatanegaraan,
filsafat, dan lain-lain melalui tokoh-tokoh pewayangan yang merupakan cermin watak-watak manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Wayang bukanlah hanya sekedar tontonan bayang-bayang atau shadow puppet, melainkan sebagai cerminan atau bayangan hidup
manusia. Dalam suatu pertunjukan wayang dapat dinalarkan bagaimana kehidupan manusia itu sepanjang hidupnya. Perjalanan
hidup manusia tentu mangacu pada jalan kebenaran, yang benar pasti menang, niat yang baik pasti mendapat rahmat dari Tuhan
serta amal yang baik selalu mendapat balasan yang baik pula. Dalam setiap pergelarannya wayang seolah mengajarkan kita tanpa
rasa menggurui dan diungkapkan secara artistik. Dalam wayang kita dapat mengaca konsep nilai kehidupan seperti kemanusiaan,
keadilan, kesetiaan, nasionalisme, kepahlawanan dan ketuhanan. Wayang adalah bayang-bayang kita sendiri, gambaran kehidupan
kita di dunia sampai ajal menjemput. Kekayaan ragam hias dalam figur wayang kulit purwa sangat bernilai seni tinggi. Tentunya
inspirasi yang bisa kita gali dari kesenian ini tak akan ada habisnya. Melalui pengetahuan akan bentuk dan ragam hias asesoris
wayang diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi kita untuk terus mempelajari, mengembangkan dan melestarikan seni budaya
mendatang melalui karya-karya kita sendiri.

Melalui pementasan wayang kulit, dalang/penulis lakon menitipkan pesan-pesan berbagai nilai-nilai yang perlu diamalkan dalam
kehidupan masyarakat. Lakon wayang dapat menciptakan suguhan yang menjadi tuntunan dengan persoalan kehidupan batiniah,
yakni pikiran (cita), perasaan (rasa), dan kehendak (karsa). Seni pewayangan tidak hanya dapat menyampaikan nilai-nilai moral,
estetika, dan keagamaan saja, namun pewayangan juga berfungsi sebagai media hiburan sekaligus sebagai pelestarian seni daerah
yang adiluhung.
Filosofi makna yang paling mendasar dari wayang kulit adalah nilai sifat kebaikan dan selalu mengajak masyarakat untuk berbuat kebaikan,
karna di setiap corak bagian wayang masing-masing mengandung makna dan arti. Harapan yang terdapat dalam pertunjukan wayang supaya
pesan dan moral kebaikan tertuju dan mengena pada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai