Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

ABLASIO RETINA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Mata

PEMBIMBING :
dr. Ida Nugrahani, Sp. M

Disusun Oleh :
Yusuf Rizal, S. Ked
J510185105

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN MATA


RSUD KABUPATEN KARANGANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
ABLASIO RETINA

Diajukan Oleh :
Yusuf Rizal, S. Ked
J510185105

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ..............., ................... 2019

Pembimbing :
dr. Ida Nugrahani, Sp. M (..............................)

Dipresentasikan dihadapan :
dr. Ida Nugrahani, Sp. M (..............................)

2
ABLASIO RETINA

I. Pendahuluan
Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan
lapisan ketiga bola mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan
jaringan uvea yang merupakan jaringan vaskuler yang terdiri dari iris, badan
siliar, dan koroid. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel
retina. Antara retina dan koroid terdapat rongga yang potensial yang bisa
mengakibatkan retina terlepas dari koroid. Hal ini yang disebut sebagai ablasio
retina.1
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir,
yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun
ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan
struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan
yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi
warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks. Pengolahan
informasi di retina berlangsung dari lapisan fotoreseptor melalui akson sel
ganglion menuju ke saraf optikus dan otak.2
II. Anatomi retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan,
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan
berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5
mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang
garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan
lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrane
Bruch, koroid dan sklera. Disebagian besar tempat, retina dan epitelium
pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti
yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata,
retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat sehingga membatasi
perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini

3
berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan
sklera yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas
melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan - lapisan
epitel permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris merupakan
perluasan ke anterior retina dan epitelium pigmen retina. Permukaan dalam
retina menghadap ke vitreus.2
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri
dari satu lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris
dengan inti di basal. Daerah basal sel melekat erat membran Bruch dari
koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan
pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung jawab untuk
fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi
hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan
retina.3, 4, 5
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah
rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan ocipital. Fotoreseptor
tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut meningkat di di pusat
makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Pigmen
fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut
mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang
disebut iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga
warna (merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel kerucut
berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel kerucut
responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan panjang
(biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam
(skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini terlihat
beragam corak abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat

4
dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel
kerucut dan batang.2,4, 5
3. Membrana limitans externa
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari
batang dan kerucut.3,6
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan
sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor .3,6
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan –
sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar .3,6
8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion
(urutan kedua neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion.3,6
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion
yang berjalan menuju ke nervus optikus.3,6
10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan
memisahkan retina dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi
terminal dari serat yang Muller, dan pada dasarnya adalah dasar
membran.3,6

Gambar 1.
Lapisan retina dari luar ke dalam (3)

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada
kutub posterior. Di tengah – tengah retina posterior terdapat makula. Secara

5
klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang
disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. Secara
histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai
lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang dibatasi oleh
arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula sekitar 3,5
mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis jelas – jelas
merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan
oftalmoskop.2
Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens.
Secara histologi, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak
adanya lapisan – lapisan parenkim karena akson – akson sel fotorreceptor (lapisan
serat Henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang
lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada
fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian retina yang paling
tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual yang halus.
Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling besar di
makula dan penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan di ekstrasel dapat
menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali.2

Gambar 2.
Anatomi makula (6)
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada
tepat diluar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk
lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotorreceptor, dan

6
lapisan epitel pigmen retina serta cabang – cabang dari arteri sentralis retinae yang
mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh
khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau
retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang
tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh
khoroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan
epitel pigmen retina.2,3

III. Definisi

Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina


sensorik, yakni lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan
bagian dalam, epitel pigmen retina dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel
pigmen masih melekat erat dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara
sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu perlekatan struktural
dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah yang
potensial untuk lepas secara embriologis. 1,3,7

Gambar 3.
Ablasio retina (4)

IV. Epidemiologi

7
Penyebab paling umum di seluruh dunia yang terkait dengan ablasio retina
adalah miop, afakia, pseudofakia, dan trauma. Sekitar 40-50% dari semua
pasien dengan ablasio memiliki miop, 30-40% mengalami pengangkatan
katarak, dan 10-20% telah mengalami trauma okuli. ablasio retina yang terjadi
akibat trauma lebih sering terjadi pada orang muda, dan miop terjadi paling
sering pada usia 25-45 tahun. Meskipun tidak ada penelitian yang
menunjukkan untuk terjadinya ablasio retina yang berhubungan dengan
olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping) tetapi olahraga tersebut
meningkatkan resiko terjadinya ablasio retina.2,8,9
Kejadian ini tidak berubah ketika dikoreksi, meningkat pada pria dengan
trauma okuli. Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun, 60% laki-laki dan
40% perempuan.9
Ablasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun. Namun,
cedera paintball pada anak-anak dan remaja merupakan penyebab umum dari
cedera mata, yang termasuk ablasio retina traumatik.9
V. Klasifikasi

Berdasakan penyebabnya ablasio retina dibagi menjadi:


1. Ablasio Retina Primer (Ablasio Retina Regmatogenosa)
Ablasio regmatogenosa berasal dara kata Yunani rhegma, yang berarti
diskontuinitas atau istirahat . Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasi
terjadi adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara
sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca
cair (fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke
rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel
pigmen koroid. Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau
disertai oleh pelepasan korpus vitreum posterior.1,2,8

Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara lain:


2,3

8
a. Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun usia
tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang
mempengaruhi.
b. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan
perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2
c. Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi karena
seseorang mengalami miop.
d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada
seseorang yang fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat vitreus ke anterior
selama atau setelah pembedahan. Lebih sering terjadi setelah ruptur kapsul,
kehilangan vitreus dan vitrektomi anterior. Ruptur kapsul saat bedah katarak
dapat mengakibatkan pergeseran materi lensa atau sesekali, seluruh lensa ke
dalam vitreus.
e. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi
f. Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio
retina dalam kasus banyak.
g. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV) retinitis
pada pasien AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi istirahat retina
terjadi, kemudian, cairan dari rongga vitreous dapat mengalir melalui
istirahat dan melepas retina tanpa ada hadir traksi vitreoretinal terbuka.
h. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti Lattice
degeneration, Snail track degeneration, White-with-pressure and white-
without or occult pressure, acquired retinoschisis
Ablasio retina akan memberikan gejala prodromal terdapatnya gangguan
penglihatan yang kadang – kadang terlihat sebagai tabir yang menutupi
(floaters) akibat dari vitreous cepat degenerasi dan terdapat riwayat adanya
pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan akibat sensasi berkedip cahaya
karena iritasi retina oleh gerakan vitreous.1,3

9
Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat berbahaya
karena dapat mengangkat macula. Penglihatan akan turun secara akut bila
lepasnya retina mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan
terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah diatasnya
dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak
akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang – kadang terdapat
pigmen didalam badan kaca. Pada pupil terdapat adanya defek aferen pupil
akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi
bila telah terjadi neovaskuler glaucoma pada ablasi yang telah lama.1
Gambar 4.

Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear (7)

2. Ablasio Retina Sekunder (Non regmatogenosa)


i. Ablasio Retina Eksudatif
Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan
eksudat di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan
cairan subretina terjadi akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan
koroid. Penyebab Ablasio retina eksudatif dibagi menjadi dua yaitu penyakit
sistemik yang meliputi Toksemia gravidarum, hipertensi renalis, poliartritis
nodosa. Sedangkan penyakit mata meliputi akibat inflamasi (skleritis
posterior, selulitis orbita), akibat penyakit vascular (central serous
retinophaty, and axudative retinophaty of coats, akibat neoplasma
(malignant neoplasma koroid dan retinoblastoma), akibat perforasi bola
mata pada operasi intraokuler.1,2,3

10
Gejala klinis ablasio retina eksudatif antara lain:3

a. Tidak adanya photopsia, lubang / air mata, lipatan dan


undulations.
b. Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak tumor
itu biasanya bulat dan tetap dan bisa menunjukkan gangguan
pigmen.
c. Kadang-kadang, pola pembuluh retina mungkin terganggu
akibat adanya neovaskularisasi di puncak tumor.
d. Pergeseran cairan ditandai dengan mengubah posisi daerah
terpisah dengan gravitasi adalah ciri khas yang dari detasemen
retina eksudatif.
e. Pada tes transillumination satu ablasio sederhana muncul
transparan sedangkan ablasio padat.

Gambar 5.
Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payu dara (6)

ii. Ablasio retina traksi


Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan
parut pada korpus vitreus (badan kaca). Pada badan kaca terdapat jaringan
fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus proliferative, trauma, dan
perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi
sebagai komplikasi dari ablasio retina regmatogensa.1,2,3

11
Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan membuat
retina semakin halis dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya
proliferatif vitreotinopathy (PVR) yang sering ditenukan pada tipe
Regmetogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi kegagalan dalam
penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina,
sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan
vitreus akan membentuk membrane. Kontraksi dari membrane tersebut akan
menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan
terdapatnya robekan baru atau brkembang menjadi ablasio retina traksi.1,2,3,6
Gambar 6.
Ablasio retina traksi dengan proliferatif vitreoretinopati (6)

VI. Diagnosis

Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


oftalmologi dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan
penderita adalah:
a. Floaters (terlihatnya benda melayang – laying) yang terjadi karena
adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang
lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.1,2,3

12
b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya
di sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan
dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.3
c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya
sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas.
Pada keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam
penglihatan yang berat.1,3,6
Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relative
terlokalisir, tetapi jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka
akan berkembang menjadi lebih berat jika berlangsung sedikit sedikit demi
sedikir menuju ke arah makula. Keadaan ini juga tidak menimbulkan rasa
sakit tiba- tiba kehilangan penglihatan terjadi ketika kerusakannya sudah
parah. Pasien seperti biasanya mengeluhkan kemunculan tiba – tiba awan
gelap atau kerudung didepan mata.2,3
Selain itu perlu di anamnesa adanya faktor predisposisi yang
menyebakan teradi ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat
pembedahan sebelumnya seperti ekstraksi katarak, pengangkatan korpus
alienum inoukler, riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan
vitreus, amblopia, galukoma, dan retinopati diabetik). Riwayat keluarga
dengan sakit mata yang sama serta penyakit serta panyakit sistemik yang
berhubungan dengan ablasio retina (diabetes melitus, tumor, sickle cell
leukimia, eklamsia, dan prematuritas).1,2,3
2. Pemeriksaan oftalmoskopi
Adapun tanda – tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini
antar lain :
a. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan
akibat terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau
badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan
sangat terganggu bila makula lutea ikut terangkat. 1,2,3
b. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih atau mungkin normal.1,3

13
c. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk
mendiagnosa ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop
indirek binokuler. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami
ablasio tampak sebagai membran abu – abu merah muda yang
menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan
pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika
mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya
berwarna gelap, berkelok – kelok dan membengkok di tepi ablasio.
Pada retina yang terjadi ablasio telihat lipatan – lipatan halus. Satu
robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat
pembuluh koroid dibawahnya. 1,3,6
d. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada.3
e. Ultrasonography mngkonfirmasikan diagnosis. Ini adalah nilai
khusus pada pasien media berkabut terutama dihadapan padat
katarak.3
VII. Penatalaksanaan

Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan


memeperbaiki semua robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk
menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga
mencegah influks cairan lebih lanjut kedalam ruang subretina, mengalirkan
cairan subretina ke dalam ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina.2,3
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip
bedah pada ablasio retina yaitu :6
1. Menemukan semua bagian yang terlepas
2. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah
retina yang terlepas.
3. Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk
menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah
subretinal.

14
Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :
1. Scleral buckling
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa
terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi
robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan
scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau
silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung posisi
lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama – tama dilakukan cryoprobe atau
laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen
retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan
retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini
akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu
1-2 hari. 2,3,6

Gambar 7.
Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan retina setelah
drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi (10)

Gambar 8.
Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan
traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan (10)

15
2. Retinopeksi pneumatik
Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan
pada ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada
bagian superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan
menyuntikkan gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan
menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui
robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal
biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan
dengan kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus
mempertahankan posisi kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan
gelembung terus menutupi robekan retina.3,6

Gambar 9.
Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas fluorokarbon inert
disuntikan ke dalam rongga vitreus (10)

i. Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes,
dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan
vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola
mata kemudian memasukkan instruyen ingá cavum vitreous melalui pars plana.
Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas
badan kaca (viteuos stands), membran, dan perleketan – perleketan. Teknik dan
instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari 90%
lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik- teknik bedah mata
modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu kali operasi.3,6

16
VIII. Prognosis
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan
sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan
makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang
ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi
visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula yang terlibat hanya sepertiga atau
setengah dari makula tersebut.6
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan
perlangsungannya kurang dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post
operasi sekitar 75 % sedangkan yang perlangsungannya 1-8 minggu memiliki
kemungkinan 50 %.3
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina
yang melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level
sebelumnya dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor seperti
irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progresif, dan edema
makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya perdarahan dapat
menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.6

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6
2. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General
ophthalmology) edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199
3. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition.
New Age International Limited Publisher: India. p. 249- 279.
4. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta:
EGC; 2007. Hal. 470-464
5. Reynolds,J. Olitsky,S. Anatomy and Physiology of Retina In : Pediatric

retina. 2011. Springer-verlag : Berlin Heidelberg. Page 39-50.

6. American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2007-


2008. Singapore: LEO; 2008. p. 9-299
7. Lang, GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.
2006.Thieme. Germany. p. 305-344.
8. Sundaram venki. Training in Ophthalmology. 2009. Oxford university
press: New York. P.118-119
9. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment.[serial online] 8th septembe 2010
[cited 19th June 2012]. Available from :
http//emedicine.medscape.com/article/1226426
10. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p.
117-7

18

Anda mungkin juga menyukai