Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu


No. Judul Desain Hasil Persamaan Perbedaan
penelitian Metodologi penelitian
(Peneliti,
tahun)
1. Efektifitas Jenis penelitian Hasil uji Persamaan Perbedaan
Temulawak ini adalah statistik penelitian penelitian
Dalam penelitian menunjukkan dengan penulis dengan
Menurunkan kwantitatif, ada adalah sama- penelitian
Tekanan Darah dengan desain hubungan sama meneliti penulis adalah
Pada Lansia Di penelitian signifikan mengenai lokasi
Upt Panti preekspremental antara nilai Temulawak penelitian.
Sosial Tresna dengan desain tekanan menurunkan
Werdha Mulia one group pre darah tekanan darah.
Dharma test - sistol dan
Kabupaten post test tanpa disatol
Kubu Raya adanya sebelum dan
(Dwi Tias kelompok setelah
Fitriani, 2013) kontrol. pemberian
Rancangan One temulawak (p
Group Pretest- < 0,05).
Postest hanya
menggunakan
satu kelompok
sampel
2. Studi Klinis Metode Pengukuran Persamaan Perbedaan
Ramuan Jamu penelitian hari ke-56 penelitian penelitian
Anti Hipertensi menggunakan (H-56) dengan penulis dengan
Papa Pasien
open label menunjukkan adalah pada penelitian
Hipertensi
Derajat 1 (Agus randomized ramuan variabel penulis pada
Triyono, 2017) clinical trial mampu independennya metode
dengan menurunkan yaitu sebagai penelitiannya,
intervensi rerata obat anti pada penelitian
selama 56 hari. tekanan hipertensi atau ini
darah sistolik penurun menggunakan
menjadi hipertensi open label
130,15+17,59 randomized
mmHg dan clinical trial,
diastolik sedangkan
83,82+9,53 penulis
mmHg. menggunakan
Tekanan One Group
sistolik Pretest-Postest
maupun without control.
diastolik
mengalami
penurunan
yang
signifikan
p=0,000
(p<0,05) bila
dibandingkan
H-0.
Kemampuan
hipotensif
ramuan dan
HCT tidak
terdapat
perbedaan
yang
signifikan
(p>0,05)
dengan nilai
p rerata
tekanan
darah sistolik
(p= 0,370)
dan rerata
tekanan
darah
diastolik (p =
0,412) pada
pengukuran
H-56.
3. Pengaruh Penelitian ini Dari Persamaan Perbedaan
Parutan Kunyit merupakan penelitian ini penelitian penelitian
penelitian quasy menunjukan dengan penulis dengan
Pada
eksperiment terdapat adalah pada penelitian
Penurunan dengan desain pengaruh variabel penulis pada
Hipertensi Pada penelitian non parutan independennya metode
randomized pre- kunyit yaitu sebagai penelitiannya,
Lansia Di
post test with terhadap obat anti pada penelitian
Kelurahan control group penurunan hipertensi atau ini
Berkoh design dengan intensitas penurun menggunakan
pendekatan tekanan hipertensi non
Kecamatan
cross sectional. darah pada randomized
Purwokerto Responden lansia dengan pre-post test
Selatan dalam hipertensi di with control
Kabupaten penelitian ini Desa Berkoh group design,
lansia yang Purwokerto sedangkan
Banyumas menderita Selatan penulis
(Refa Teja hipertensi di dengan hasil menggunakan
Muti, 2017) Desa Berkoh uji t-test One Group
Purwokerto 0,001 Pretest-Postest
Selatan (p<0,05) without control.
sebanyak 26 pada tekanan
yang sesuai darah sistol
dengan kriteria dan 0,000
yang terbagi (p<0,05)
dalam pada tekanan
kelompok darah
eksperimen dan diastole
kelompok
kontrol. Teknik
pengambilan
sampel
menggunakan
purposive
sampling.
Analisis data
yang digunakan
adalah uji t-test.
4. “Penyakit dan Penelitian ini Hasil utama, Persamaan Perbedaan
Kondisi merupakan dinilai penelitian di penelitian di
penelitian Quasi melawan atas dengan atas dengan
Kardiovaskular;
eksperimen kondisi awal penulis adalah penelitan
Temuan dari dengan desain pasien, akan pada metode penulis adalah
Chinese Pretest-Posttest. mengurangi Quasi Penyakit dan
tekanan eksperimen Kondisi
Academy of
darah sistolik dengan desain Kardiovaskular;
Chinese Ilmu dan tekanan Pretest- Temuan dari
Kedokteran di darah Posttest. Chinese
diastolik Academy of
Bidang
serta Chinese Ilmu
Hipertensi perubahan Kedokteran di
Digambarkan gejala dan Bidang
(Efek tambahan tanda TCM. Hipertensi
Hasil ini akan Digambarkan
dari formula menjadi (Efek tambahan
herbal Cina ssessed pada dari formula
untuk pasien minggu 2, 4, herbal Cina
6, dan 8. untuk pasien
dengan
dengan
hipertensi hipertensi
resisten: resisten:
protokol studi
protokol studi
untuk studi
untuk studi kohort
kohort percontohan)
variabel bebas
percontohan)”
dari peneliti di
(Y.Q. Liu, Y.P. atas adalah
Wang, J.G. Dai, sedangkan
peneliti
D.S. Liu, Y.X. menggunakan
Wang dan X.J temulawak

Han 2015)
5. Pengaruh Peneliti ini Hasil Persamaan Perbedaan
Pemberian Jus menggunakan penelitian penelitian di penelitian di
metode quasi- menunjukan atas dengan atas dengan
Mentimun
experimental bahwa penulis adalah penelitan
Terhadap design, pretest- Terdapat pada variabel penulis adalah
Tekanan Darah posttest with pengaruh terikat variabel bebas
control group. yang hipertensi atau dari peneliti di
Pada Penderita
Teknik signifikan penurunan atas adalah jus
Hipertensi Desa pengambilan pada tekanan tekanan darah. mentimun
Tolombukan data darah pada sedangkan
menggunakan penderita penulis
Kec. Pasan
non probabilitis hipertensi mengguakan
Kab. Minahasa dengan metode sebelum dan temulawak.
Tenggara Purposive sesudah
Tahun 2015 Sampling. dilakukan
pemberian
(Cerry elfind jus mentimun
dkk 2015) Desa
Tolombukan
Kec. Pasan
Kab.
Minahasa
Tenggara
Tahun 2015.
Hasil ini
ditunjukan
dengan uji T
independ P
sebesar
0,000, yang
berarti Nilai
p<0,05 yang
artinya jus
mentimun
efektif
terhadap
penurunan
tekanan
darah sistolik
dan diastolic.
B. Lansia

1. Definisi Lansia

Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke atas.

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas,

baik pria maupun wanita (Kushariyadi, 2011). Lansia sendiri bukan

merupakan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu

proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh

untuk beradaftasi dengan stres lingkungan(Pudjiastuti, 2003 dalam Efendi,

2009). Proses tua tersebut alami terjadi dan ditentukan oleh Tuhan Yang

Maha Esa. Setiap orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua

merupakan akan mengalami kemunduran fisik mental, dansosial secara

bertahap (Azizah, 2011).

2. Batasan Lansia

Berikut ini batasan-batasan usia yang mencakup batasan usia lansia

dari berbagai pendapat ahli (Azizah, 2011):

Menurut world health organization (WHO), ada empat tahapan usia,

yaitu:

a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun.

c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun


Depkes RI (2013) mengklasifikasikan lansia dalam kategori berikut :

a. Pralansia, seseorang yang berusia anatra 45-59 tahun.

b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau

lebih dengan masalah kesehatan.

d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan

pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan

barang/jasa.

e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari

nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

3. Perubahan Fisiologi Lansia

Terdapat banyak perubahan fisiologi yang terjadi pada lansia.

Perubahan tersebut tidak bersifst patologis, tetapi dapat membat lansia

lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan fisiologis lansia

menurut Effendi & Makhfudli (2009) antara lain:

a. Sistem integument

Seiring proses penuaan, kulit akan kehilangan elastisitas

dankelembabannya. Lapisan epitel menipis, serat kolagen

elastis juga mengecil da menjadi kaku. Kulit menjadi keriput

akibat kehilangan jaringan lemak,permukaan kulit kasar dan

bersisik, menurunnya respons terhadap trauma,mekanisme

proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta


berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal,

berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan

vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari

menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan

dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan

fungsinya, kukumenjadi pudar dan kurang bercahaya.Kesulitan

mengatur suhu tubuh karena penurunan ukuran, jumlah

danfungsi kelenjar kerigat serta kehilangan lemak subkutan.

Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ± 35OC,

hal inidiakibatkan oleh metabolisme yang menurun,

keterbatasan refleks menggigil, dantidak dapat memproduksi

panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitasotot.

b. Sistem muskuloskeletal

Sebagian besar lansia mengalami perubahan postur, penurunan

rentang gerak dan gerakan yang melambat. Perubahan ini

merupakan contoh daribanyaknya karakteristik normal lansia

yang berhubungan dengan proses menua.Penurunan massa

tulang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan lemah.

Columavertebralis mengalami kompresi sehingga

menyebabkan penurunan tinggi badan. Peningkatan jaringan

adiposa, penurunan pembentukan kolage dan massa otot serta


penurunan viskositas cairan sinovial, lebih banyakmembran

sinovial yang fibrotik.

c. Sistem Neurologis

Penurunan jumlah sel-sel otak sekitar 1 % per tahun setelah

usia 50 tahun. Hilangnya neuron dalam korteks serebral

sebanyak 20%. Akibat penurunan jumlah neuron ini, fungsi

neurotrasmiter juga berkurang. Transmisi saraf lebih lambat,

perubahan degeneratif pada saraf-saraf pusat dan sistem saraf

perifer, hipotalamus kurang efektif dalam mengatur suhu

tubuh, peningkatan ambang batas nyeri, refleks kornea lebih

lambat serta perubahan kualitas dan kuantitas tidur.

d. Sistem Pernafasan

Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan menjadi kaku,

menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru hilangan elastisitas

sehingga kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih

berat, kapasitas pernapasan maksimal menurun dan kedalaman

bernapas menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal dan

jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75

mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang dan penurunan

kekuatan otot pernapasan.


e. Sistem Gastrointestinal

Kehilangan gigi, indra pengecap mengalami penurunan,

esofagus melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun,

produksi asamlambung dan waktu pengosongan lambung

menurun, peristalik lemah dan biasanya timbul konstipasi,

fungsi absorbsi menurun, hati semakin mengecil dan

menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplai

aliran darah.

f. Sistem Genitourinaria

Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke

ginjal menurunhingga 50%, fungsi tubulus berkurang,otot

kandung kemih melemah,kapsitasnya menurun hingga 200 ml

dan menyebabkan frekuensi buang airkecilmeningkat, kandung

kemih sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensiurine.

Pria dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar mengalami

pembesaranprostat hingga ± 75% dari besar normalnya.

g. Sistem Kardiovaskuler

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan

menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun

1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini

menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas


pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi

postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh

meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.

h. Sistem Sensori

Penurunan daya akomodasi mata, penurunan adaptasi terang-

gelap, lensa mata menguning, perubahan persepsi warna, pupil

lebih kecil, kehilangan pendengaran untuk frekuensi nada

tinggi, penebalan membran timpani, kemampuan mengecap

dan menghidu biasanya menurun, penurunan jumlah reseptor

kulit dan penurunan fungsi sensasi akan posisi tubuh.

C. Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) Hipertensi merupakan faktor

resiko utama untuk penyakit kardiovaskuler aterosklerotik, gagal jantung,

stroke dan gagal ginjal. Hipertensi menimbulkan resiko morbiditas tau

mortalitas dini, yang meningkatkan saat tekanan sistolik dan diastolik

meningkat. Hipertensi juga di defisinikan sebagai tekanan sistolik lebih

dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg, bedasarkan

dua kali pengukuran atau lebih.

Derajat hipertensi atau yg sering di kenal dengan sebutan tekanan

darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang berada
di batas normal atau optimal 120mmHg untuk sistolik 80mmHg untuk

diastolik penyakit ini dikatagorikan sebagai “the slient disease” karena

penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum

memeriksakan tekanan darahnya. Hipertensi dalam jangaka waktu lama

dan terus menerus dapat memicu stroke, serangan jantung, gagal jantung,

dan merupakan penyebab gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

Pada umumnya Hipertensi sendiri dapat didefinisikan sebagai tekanan

darah presisten dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan diastolic 90

mmHg. Sedangakan pada lansia dikatakan hipertensi jika tekanan sistolic

160 mmHg dan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2010).

2. Klasifikasi

Beberapa klasifikasi hipertensi :

a. Klasifikasi Menurut WHO

Menurut WHO dan International Society of Hypertension

Working Group (ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi

dalam klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi, hipertensi ringan,

hipertensi sedang, dan hipertensi berat (Sani, 2008).


Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistol (mmHg) Diatol (mmHg)
Optimal
Normal < 120 < 80
Normal-Tinggi < 130 < 85
130-139 85-89
Tingkat 1 (Hipertensi
140-159 90-99
Ringan)
140-149 90-94
Sub-group: perbatasan
Tingkat 2 (Hipertensi
160-179 100-109
Sedang)
Tingkat 3 (Hipertensi
≥ 180 ≥ 110
Berat)
Hipertensi sistol
≥ 140 < 90
terisolasi
(Isolated systolic
hypertension)
140-149 <90
Sub-group: perbatasan

Tabel 2.1. Menurut WHO dan International Society of

Hypertension Working Group (ISHWG).

b. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7

Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education

Program merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46

professionalm sukarelawan, dan agen federal. Mereka

mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure)

pada tabel 1, yang dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika

Serikat (Sani, 2008).


Tabel 2.2 Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on
Prevention, Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood
Pressure

Kategori Kategori Tekanan dan/ Tekanan


Tekanan Tekanan Darah atau Darah
Darah Darah Sistol Diastol
menurut JNC menurut JNC (mmHg) (mmHg)
7 6
Normal Optimal < 120 Dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89
- Nornal < 130 Dan < 85
- Normal- 130-139 atau 85-89
Tinggi
Hipertensi: Hipertensi:
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - ≥ 160 atau ≥ 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 ≥ 180 atau ≥ 110
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang

sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan

peningkatan resiko komplikasi kardiovaskuler. Data ini

mendorong pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra hipertensi

(Sani, 2008). Berdasarkan penyebab dikenal 2 jenis hipertensi,

yaitu :

1) Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI),

Hipertensi primer atau esensial adalah jenis yang paling

umum dari Hipertensi. Jenis Hipertensi ini cenderung terjadi

pada seseorang selama bertahun-tahun seumur hidupnya

(NHLBI,2015). Hipertensi esensial didefinisikan sebagai

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi


esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus Hipertensi

(Yogiantaro,2006). Hipertensi esensial dapat diklasifikasikan

sebagai benigna dan maligna. Hipertensi benigna bersifat

progresif lambat, sedangkan Hipertensi maligna adalah suatu

keadaan klinis dalam penyakit Hipertensi yang bertambah

berat dengan cepat sehingga dapat menyebabkan kerusakan

berat pada berbagai organ. Organ sasaran utama keadaan ini

adalah jantung, otak, ginjal, mata. Hipertensi maligna bisa

diartikan sebagai Hipertensi berat dengan tekanan diastolic

lebih tinggi dari 120 mmHg (Price dan Wilson, 2006).

2) Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi medis lain atau

penggunaan obat-obatan tertentu. Jenis ini biasanya sembuh

setelah penyebabnya diobati atau dihilangkan (NHLBI, 2015).

Hipertensi sekunder adalah Hipertensi yang disebabkan oleh

penyakit lain atau kelainan organik yang jelas diketahui dan

meliputi 2-10% dari seluruh penderita Hipertensi

(Madhur,2014). Jenis Hipertensi sekunder sering sekali dapat

diobati. Apapun penyebabnya tekanan arteri naik karena

terjadi peningkatan curah jantung, peningkatan resistensi

pembuluh sistemik atau keduanya. Peningkatan curah jantung

sering sekali di sertai penambahan volume darah dan aktivasi

neurohumonal di jantung (Klabunde, 2015). Hipertensi


sekunder sudah diketahui penyebabnya seperti disebabkan

oleh penyakit ginjal (parenkim ginjal), renovaskular,

endoktrin (gangguan aldosteronisme primer), kehamilan

(preeklampsia), sleep apnea, dan obat – obatan (Widyanto dan

Triwibowo, 2013).

3. Patofisiologi hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks

danabdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk

impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan

merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh

darah (Brunner, 2002).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi

respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriktor. Individu

dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norpinefrin, meskipun tidak

diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Corwin, 2005).

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga


terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks

adrenal mengsekresikan kortisol dan steroid lainnya yang dapat

memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan

pelepasan renin. Renin merangsang pembentukkan angiotensin I yang

kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang

pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.

Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal

sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor

tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner, 2002).

Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah

perifer bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi

pada lanjut usia. Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya

elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos

pembuluh darah yang menyebabkan penurunan distensi dan daya regang

pembuluh darah. Akibat hal tersebut, aorta dan arteri besar mengalami

penurunan kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang

dipompa oleh jantung (volume sekuncup) sehingga mengakibatkan

penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2005).


4. Tanda dan Gejala hipertensi

Tekanan darah tinggi sering disebut sebagai silent killer, hal ini

diibaratkan sebagai bom waktu yang pada awal tidak menunjukan tanda

dan gejala yang sepesifik, sehingga orang sering kali mengabaikannya.

Walaupun menujukan gejala, biasanya ringan dan tidak spesifik, seperti

pusing, muka merah, sakit kepala, dan keluar darah dari hidung. Jika

muncul gejala bersamaan dan di yakini berhubungan dengan penyakit

hipertensi. Namun gejala tersebut tidak berkaitan dengan hipertensi.

Namun demikian, jika hipertensinya berat atau sudah berlangsung lama

dan tidak mendapat pengobatan, akan timbul gejala seperti : sakit kepala,

kelelahan, mual, muntah, sesak napas, tercengang – cengang, pandangan

mata kabur dan berkunang – kunang. Terjadi pembengkakan pada kaki

dan pergelangan kaki, keluar keringat yang berlebih, kulit tampak pucat

dan kemerahan, denyut jantung yang kuat, cepat dan tidak teratur.

Kemudian muncul gejala yang menyebabkan gangguan psikologis seperti :

emosional, gelisah dan sulit tidur (Ira, 2014)

5. Faktor – faktor resiko Hipertensi

Ada dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi yaitu

faktor yang dapat di ubah dan faktor yang tidak dapat di ubah.

a. Faktor – faktor yang dapat di ubah antara lain :

1) Konsumsi lemak berlebih


Meskipun banyak mengkonsumsi lemak makan terlalu banyak

lemak terutama lemak jenuh yang ditemukan pada daging dan

produk olahan susu tidak secara langsung dapat mengakibatkan

kenaikan tekanan darah, tapi tetap merukapan salah satu faktor

resiko penyakit kardiovaskuler karena hal tersebut

menyebabkan tingginya kadar kolestrol didalam darah (Anna &

Bryan, 2007)

2) Obesitas

Berat badan lahir dan indeks masa tubuh berhubungan dengan

tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik (Jaya, 2009)

3) Merokok

Menurut (Anna & Bryan, 2007) walaupun merokok hanya

menyebabkan peningkatan darah sesaat, namun merokok yang

berlangsung lama akan menyebabkan resiko terkena penyakit

jantung dan stroke.

4) Stress

Stress akan mengakibatkan penurunan permukaan filtrasi,

aktivitas saraf sipatis yang berlebih serta produksi berlebih

rennin angiotensin. Aktivitas berlebih dari saraf simpatis

menyebakan peningkatan kontraktilas sehingga dapat

meningkatkan tekanan darah (Martuti, 2009).


5) Kurang olahraga

Berolahraga secara rutin seperti bersepeda, joging dan senam

aerobik dapat memperlancar aliran darah sehingga mengurangi

resiko tekanan darah tinggi. Orang yang kurang aktif

berolahraga juga dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas.

Berolahraga juga dapat mengurangi asupan garam ke dalam

tubuh, yang mana garam akan keluar dari tubuh bersama

kringat (Setiawan, 2008).

b. Faktor resiko yang tidak dapat di di ubah

1) Usia

Sejalan dengan bertambahnya usia seseorang, maka memiliki

resiko tinggi mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan

sistolik meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik

akan terus meningkat sampai usia 55-60 tahun (Ira, 2014).

2) Keturunan

Faktor keturunan mempunyai peranan penting, jika orang tua

menderita atau mempunyai riwat hipertensi, maka garis

keturunan berikutnya memiliki resiko hipertensi yang lebih

besar (Whidarto, 2007)

3) Jenis kelamin

Dikarenkan laki – laki dianggap lebih rentah terkena pemyakit

hipertensi dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan


gaya hidup yang buruk dan tingkat stress yang dihadapi oleh

laki-laki dari pada perempuan (Jaya, 2009).

4) Komplikasi Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang dapat

menimbulkan berbagai komplikasi, misalnya stroke, gagal

ginjal, dan hipoterapi vertikel kanan (Bustan, 2007).

6. Komplikasi

Sedangkan komplikasi hipertensi menurut (Sustrani, 2006 dalam didik,

2014) adalah :

a. Penyakit jantung koroner

Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di dalam

tubuh akan mengeras, terutama jantung, otak, dan ginal.

b. Payah jantung

Payah jantung adalah dimana kondisi jantung tidak mampu lagi

memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi karena

kerusakan otot jantung.

c. Stroke

Hipertensi adalah faktor penyebab terjadinya stroke, karena

tekanan darah terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah

yang sudah lemah menjadi pecah. Hal ini jika terjadi pada

pembuluh otak, maka akan terjadi pendarahan otak yang dapat

berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari


gumpalan darah yang berhenti di pembuluh darah yang sudah

menyempit.

d. Kerusakan pada Ginjal

Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang

menuju ginjal, yang berfungsi sebagai kotoran tubuh. Adanya

gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan

membungang kembali ke darah. Gagal ginjal dapat terjadi dan

diperlukan cangkok ginjal baru.

e. Gangguan pada Mata

Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata,

sehingga mengakibatkan mata menjadi kabur atau kebutaan.

7. Terapi hipertensi

a. Penatalaksanaan farmakologis

1) Obat yang terkenal dari jenis Beta-blocker adalah

Propanolol, Atenolol, Pindolol dan lainnya

2) Obat yang bekerja sentral

Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan non

adrenalin sehingga menurunkan aktivitas saraf adrenegik

perifer dan turunnya tekanan darah. Penggunaan obat ini

perlu memperhatikan efek hipotensi ortostatik. Obat yang

termasuk dalam jenis ini adalah Cioridine, Guanfacine dan

Metildopa.
3) Calcium channel blocker atau calcium antagonis (CCB)

Obat ini menghambat influx ion kalsium pada kanal ion

kalsium di pembuluh darah dan otot jantung. Penurunan

baik curah jantung maupun resistensi perifer menyebabkan

penurunan tekanan darah (Nugroho,2012).

4) Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI)

Obat ini menghambat pengubahan angiotensin I menjadi

angiotensin II yang merupakan suatu vasokonstriktor poten

dan pemacu sekresi aldosterone. Penghambatan enzim ini

menghasilkan efek vasodilatasi sehingga menurunkan

tekanan darah (Karch, 2011).

5) Angiotensin II receptor blocker atau AT receptor

antagonist atau blocker (ARB)

Obat ini bereaksi menghambat receptor angiotensin II

khususnya AT-1. Aksi sebenarnya mirip dengan ACE

inhibitor, tetapi lebih menguntungkan karena tidak

menghasilkan efek samping batuk kering (Karch, 2011).

b. Penatalaksanaan Non-Farmakologis

Menurut Lenny dan Danang (2008) penatalaksanaan non-

farmakologis hipertensi sebagi berikut :

1) Melakukan diet rendah garam atau kolestrol atau lemak

jenuh
2) Mengurangi berat badan agar menurunkan beban kerja

jantung sehingga kecepatan denyut jantung dan volume

sekuncup juga berkurang

3) Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh, sebaiknya

mengurangi asupan nutrisi <100 menurut Masjoer (2001)

yang dikutip Danang (2008)

4) Menciptakan keadaan rileks. Berbagai macam cara relaksasi

seperti hipnosis, yoga dan meditasi dapat mengontrol sistem

syaraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah

5) Melakukan olah raga secra teratur seperti jalan cepat selama

30-40 menit sebanyak 3 sampai 4 kali dalam satu minggu.

Olah raga meningkatkan kadar High Density Lipoprotein

(HDL) yang dapat mengurangi hipertensi yang terkait

arteroklerosis

6) Mengurangi merokok dan mengurangi mengkonsumsi

alkohol. Berhenti merokok sangat penting untuk mengurangi

efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui

menurunkan aliran darah ke organ dan dapat meningkatkan

kerja jantung.
D. Temulawak

1. Deskripsi Tanaman Temulawak

Temulawak disebut Curcuma xanthorrhiza Roxb. termasuk dalam family

Zingiberaceae. Tanaman ini dikenal dengan nama daerah koneng gede,

temu labak, dan temu putih.Temulawak merupakan tanaman obat berupa

tumbuhan rumpun berbatang semu dengan klasifikasi sebagai berikut

(Anonim, 2006).

Temulawak merupakan terna tahunan (perennial) yang tumbuh

berumpun, berbatang basah yang merupakan batang semu yang terdiri

atas gabungan beberapa pangkal daun yang terpadu. Tinggi tumbuhan

temulawak sekitar 2 m, daunnya berbentuk memanjang sampai lanset,

panjang daun 50-55 cm dan lebarnya sekitar 15 cm, warna daun hijau tua

dengan garis coklat keunguan. Tiap tumbuhan mempunyai 2 helai daun.

Tumbuhan temulawak mempunyai ukuran rimpang yang besar dan

bercabang-cabang. Rimpang induk berbentuk bulat atau bulat telur dan

disampingnya terbentuk 3-4 rimpang cabang yang memanjang. Warna

kulit rimpang coklat kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna daging

rimpang kuning jingga atau jingga kecoklatan. Perbungaan lateral yang

keluar dari rimpangnya, dalam rangkaian bentuk bulir dengan tangkai

yang ramping. Bunga mempunyai daun pelindung yang banyak dan

berukuran besar, berbentuk bulat telur sungsang yang warnanya beraneka

ragam (Wijayakusuma, 2007).


2. Kandungan Kimia dan Khasiat Temulawak

Kandungan kimia rimpang temulawak dapat dibedakan atas beberapa

komponen, yaitu :

1) Pati

Fraksi pati merupakan kandungan terbesar dalam temulawak,

jumlahnya bervariasi antara 48-54% tergantung dari ketinggian tempat

tumbuh. Makin tinggi tempat tumbuh maka kadar patinya semakin

rendah dan kadar minyaknya semakin tinggi. Pati temulawak

mengandung zat gizi antara lain karbohidrat, protein dan lemak serta

serat kasar mineral seperti kalium (K), natrium (Na), magnesium (Mg),

zat besi (Fe), mangan (Mn) dan kadmium (Cd).

Pati berbentuk serbuk, warna putih kekuningan karena

mengandung spora kurkuminoid, mempunyai bentuk bulat telur

sampai lonjong dengan salah satu ujungnya persegi, ukuran antara 33-

100 μm dengan ukuran rerata 60 μm, letak hilus tidak sentral, terdapat

lamela yang tidak konsentris. Bentuk pati temulawak ini demikian

khasnya, sehingga digunakan sebagai salah satu unsur pengenal untuk

identifikasi simplisia rimpang temulawak. Pati rimpang temulawak

dapat dikembangkan sebagai sumber karbohidrat, yang digunakan

untuk bahan makanan atau campuran bahan makanan.

2) Kurkuminoid
Kurkuminoid rimpang temulawak adalah suatu zat yang terdiri

dari campuran komponen senyawa yang bernama kurkumin,

demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin.

Kurkuminoid mempunyai warna kuning atau kuning jingga,

berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit, larut dalam aseton,

alkohol, asam asetat glasial, dan alkali hidroksida. Kurkuminoid tidak

larut dalam air dan dietileter, mempunyai aroma khas dan tidak

bersifat toksik. Kandungan kurkuminoid dalam temulawak sebesar 1-

2%.

Kurkuminoid berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa

nyeri sendi, meningkatkan sekresi empedu, menurunkan kadar

kolesterol dan trigliserida darah, antibakteri, mencegah terjadinya

perlemakan dalam sel-sel hati dan sebagai antioksidan penangkal

senyawa-senyawa radikal bebas yang berbahaya.

3) Minyak Atsiri

Minyak atsiri berupa cairan berwarna kuning atau kuning jingga,

berbau aromatik tajam. Komposisinya tergantung pada umur rimpang,

tempat tumbuh, teknik isolasi, teknik analisis dan perbedaan klon

varietas. Kandungan minyak atsiri pada rimpang temulawak sebesar 3-

12%. Minyak atsiri temulawak mengandung phelandren, kamfer,

borneol, xanthorrizol, turmerol dan sineal. Minyak atsiri temulawak


terdiri atas 32 komponen yang secara umum bersifat meningkatkan

produksi getah empedu dan mampu menekan pembengkakan jaringan.

Khasiat temulawak terutama disebabkan oleh dua kelompok

kandungan kimia utamanya, yaitu senyawa berwarna kuning golongan

kurkuminoid dan minyak atsiri. Paduan antara kurkuminoid dan

minyak atsiri mempunyai kemampuan mempercepat regenerasi sel-sel

hati yang mengalami kerusakan akibat pengaruh racun kimia. Pada

saat ini sejalan dengan perkembangan ilmu kimia, orang dengan

mudah memisahkan kurkuminoid dan minyak atsiri, dan kemudian

mencampurkannya kembali (rekombinasi) dengan perbandingan yang

sesuai dengan dosis yang dikehendaki dibuat sediaan bentuk kapsul

atau kaplet yang praktis penggunaannya.

Memperhatikan potensi khasiat yang terkandung di dalamnya,

temulawak banyak dikembangkan dan diproduksi baik oleh industri

jamu maupun pabrik farmasi untuk meningkatkan kesehatan,

pencegahan serta pengobatan penyakit. Untuk meningkatkan

kesehatan, misalnya temulawak dapat dipakai sebagai tonikum dan

penambah nafsu makan. Untuk pencegahan serta pengobatan penyakit,

rekombinasi kurkuminoid dan minyak atsiri baik untuk penyakit hati,

sebagai minuman kesehatan temulawak (komponen-komponen

kimianya), dapat dicampur dengan madu, hingga diperoleh minuman


madu temulawak yang menyehatkan, kemudian dikembangkan

menjadi fitofarmaka (Ahmad Said, 2006).

Temulawak memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain

hepatoprotektor (mencegah penyakit hati), menurunkan kadar

kolesterol, anti inflamasi (anti radang), laksatif (pencahar), diuretik

(peluruh kencing), dan menghilangkan nyeri sendi (B. Mahendra,

2005). Manfaat lainnya yaitu meningkatkan nafsu makan, melancarkan

ASI, dan membersihkan darah (Rahmat Rukmana, 2004).

Selain dimanfaatkan sebagai jamu dan obat, temulawak juga

dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dengan mengambil patinya,

kemudian diolah menjadi bubur makanan untuk bayi dan orang-orang

yang mengalami gangguan pencernaan (Sastrapradja S, 1981). Di sisi

lain, temulawak juga mengandung senyawa beracun yang dapat

mengusir nyamuk, karena tumbuhan tersebut menghasilkan minyak

atsiri yang mengandung linalool dan geraniol yaitu golongan fenol

yang mempunyai daya repellan nyamuk Aedes aegypti (Ningsih,

2008).

Temulawak juga terbukti dapat menurunkan kadar SGPT dan

SGOT, mengurangi kejadian fibrosis hati sehingga mencegah

berlanjutnya ke sirosis hati. Pada penderita hepatitis akut, temulawak

juga dapat meningkatkan nafsu makan, mengurangi perut kembung,

menghilangkan demam dan pegal linu (Setiawan Dalimartha, 2005).


E. KERANGKA TEORI

Faktor resiko hipertensi : Hipertensi

Faktor yang dapat diubah :

1. Konsumsi lemak
berlebih Upaya mengatasi hipertensi dengan
2. Obesitas cara farmakologi dan non
3. Merokok farmakologi :
4. Stress
5. Kurang olahraga 1. Secara farmakologi
a. Beta blocker
Faktor yang dapat diubah : b. Calcium channel blocker
atau calcium antagonis
1. Usia
2. Keturunan (CCB)
c. Angiotensin converting
3. Jenis kelamin
enzyme inhibitor (ACEI)
d. Angiotensin II receptor
blocker atau AT receptor
antagonist atau blocker
(ARB)
2. Secara non farmakologis
a. Diet rendah garam, rendah
kolesterol,dan lemak
b. Menurunkan berat badan
c. Relaksasi
d. Olahraga
e. Kurangi merokok
f. Olahan temulawak
Perubahan Tekanan
Darah

Gambar 2.4. Kerangka Teori

Teori Modifikasi : Nugroho (2012), Karch (2011), Danang (2008).


F. KERANGKA KONSEP

Dari kerangka teori yang telah dipaparkan diatas, maka dibuat kerangka

konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Temulawak Perubahan Tekanan Darah

G. HIPOTESIS

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas dapat

dirumuskan suatu Hipotesis penelitian ini yaitu :

Ha : Ada pengaruh pemberian olahan temulawak terhadap perubahan tekanan

darah pada lansia di Desa Sumberjo Kecamatan Wadaslintang Kabupaten

Wonososbo.

Ho : Tidak ada pengaruh pemberian olahan temulawak terhadap perubahan

tekanan darah pada lansia di Desa Sumberjo Kecamatan Wadaslintang

Kabupaten Wonososbo.

Anda mungkin juga menyukai