Anda di halaman 1dari 16

Analisis dan identifikasi tanda gigitan pada kasus forensic

Abstrak

Analisa Bekas Gigitan mempunyai peran penting dalam identifikasi kasus forensik.
Dikarenakan susunan, ukuran, dan keselarasan dari gigi yang mempunyai ciri khas pada
masing-masing individu maka analisa ini dapat dijadikan alternativ dari pemeriksaan sidik
jari dan DNA. Artikel ini membahas klasifikasi, karakteristik, mekanisme terjadinya sebuah
gigitan, dan tampilan luka bekas gigitan, pengumpulan bukti, teknik perbandingan, dan
bantuan teknis dalam analisa bekas gigitan.

Pendahuluan

Prinsip dari analisa bekas gigitan berdasar bahwa “tidak ada dua mulut yang
sama persis”. Bekas gigitan adalah tanda yang dibuat oleh gigi itu sendiri maupun dalam
kombinasi dengan struktur rongga mulut lain. Dengan kata lain, bekas gigitan dapat
didefinisikan sebagai tanda telah terjadi perubahan fisik pada sebuah media yang disebabkan
karena kontak dari gigi, atau pola representative yang ditinggalkan pada sebuah objek atau
jaringan oleh struktur gigi dari hewan atau manusia.

Sisi yang umumnya sering ditemukan bekas gigitan yaitu pada bagian tubuh
seperti wajah, leher, lengan, tangan, jari, bahu, hidung, telinga, payudara, kaki, pantat,
pinggang, dan kelamin wanita. Bekas gigitan terkadang sengaja dibuat untuk memalsukan
profil seseorang. Bekas gigitan jika dianalisa dengan baik dapat membuktikan seseorang atau
beberapa orang dalam kasus kejahatan.

Klasifikasi Bekas gigitan

Bekas gigitan secara luas dapat diklasifikasikan sebagai non-human (bekas


gigitan hewan) dan bekas yang ditimbulkan manusia. Berdasarkan penyebab gigitan, bekas
gigitan dapat dibagi menjadi non-criminal ( seperti love bites) dan criminal yaitu dibagi

1
menjadi bekas gigitan offensive (korban oleh pelaku) dan bekas gigitan defensive (pelaku
oleh korban).

Bekas gigitan mepunyai derajat perlukaan sesuai dengan kerasnya gigitan, pada
Bekas gigitan manusia terdapat 6 kelas yaitu :1

1. Kelas I : bekas gigitan terdapat jarak dari gigi insisivus dan kaninus.
2. Kelas II : Bekas gigitan kelas II seperti bekas gigitan kelas I, tetapi terlihat cusp
bukalis dan palatalis maupun cusp bukalis dan cusp lingualis tetapi derajat
bekas gigitannya masih sedikit.
3. Kelas III : Bekas gigitan kelas III derajat luka lebih parah dari kelas II yaitu
permukaan gigi insisivus telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan
mempunyai derajat lebih parah dari bekas gigitankelas II.
4. Kelas IV : Bekas gigitan kelas IV terdapat luka pada kulit dan otot di bawah
kulit yang sedikit terlepas atau rupture sehingga terlihat bekas gigitan irregular.
5. Kelas V : Bekas gigitan kelas V terlihat luka yang menyatu bekas gigitan
insisivus, kaninus dan premolar baik pada rahang atas maupun bawah.
6. Kelas VI : Bekas gigitan kelas VI memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari
rahang atas dan rahang bawah dan jaringan kulit serta jaringan otot terlepas
sesuai dengan kekerasan oklusi dan pembukaan mulut.

Klasifikasi Bekas gigitan

Bekas gigitan dapat secara luas diklasifikasikan sebagai non-manusia (bekas gigitan
hewan) dan manusia. Berdasarkan cara sebab-akibat, bekas gigitan dapat dibagi
menjadi non-kriminal (seperti gigitan cinta) serta pidana yang lebih lanjut dapat
diklasifikasikan ke dalam ofensif (pada korban yang diserang) dan defensif
(mempertahankan diri).

Ada tujuh jenis bekas gigitan; 'Perdarahan' (perdarahan kecil), 'Abrasi', 'Memar'
(pembuluh darah pecah, memar), 'Laserasi' (robekan kulit yang kecil), 'Incision'
(kulit tertusuk atau robek), 'Avulsion' (kulit terlepas), dan 'Artefact' (sepotong

2
tubuh). Secara lebih lanjut dapat diklasifikasikan menjadi empat; 'Secara jelas
terlihat', 'Jelas terlihat', 'Cukup terlihat' dan 'terkoyak'. Kelas berikut yang penting
terbukti dalam praktek Aplikasi mengenai bekas gigitan adalah:

- Kelas I: termasuk gigitan yang samar, yang memiliki karakteristik kelas yang
terbatas dan tidak memiliki karakteristik individu seperti memar.
- Kelas II: Pola luka disebut sebagai gigitan dengan rahang tunggal atau tanda gigitan
parsial karena memiliki beberapa individu dan karakteristik kelas
- Kelas III: Klasifikasi ini mencakup individu serta karakteristik kelas. gigitan ini
memiliki nilai pembuktian yang besar dan sebagian besar digunakan untuk tujuan
perbandingan. Lokasi utama untuk jenis gigitan pada tubuh adalah bokong, bahu,
lengan atas atau dada. Tekanan dan penetrasi dalam jaringan untuk merekam
permukaan lingual gigi anterior
- Kelas IV: avulsi atau laserasi jaringan disebabkan oleh gigitan. Di kelas ini, tidak
ada karakteristik kelas dan karakteristik individu. Jenis gigitan umumnya ditemukan
di mana ada avulsi dari telinga atau jari.

Karakteristik Bekas gigitan

karakteristik kelas

Menurut Manual Amerika Dewan Forensik odontologi (ABFO), karakteristik


kelas adalah ciri, karakteristik, atau pola yang membedakan tanda gigitan dari luka
lainnya. Ini membantu untuk mengidentifikasi pelaku gigitan berasal. Sementara
mengevaluasi bekas gigitan, langkah pertama adalah untuk mengkonfirmasi
karakteristik kelas. 'karakteristik kelas gigi' dan 'karakteristik bite marks' adalah dua
jenis karakteristik kelas.

Dalam bekas gigitan, gigi depan yang meliputi gigi insisiv sentral, gigi insisivus
lateral dan cuspids adalah gigi yang penggigit utama sesuai dengan karakteristik
kelas gigi. Setiap jenis gigi pada gigi manusia memiliki karakteristik kelas
(karakteristik kelas gigi) yang membedakan satu jenis gigi dari yang lain. Dengan

3
demikian, dua gigi insisiv sentral mandibula dan dua gigi insisiv lateral rahang
bawah yang hampir sama lebar, sedangkan cuspids mandibula yang berbentuk
kerucut.

Karakteristik dan Klasifikasi Bite mark

Menurut Bowers (2004), karakteristik fisik pola catatan gigitan adalah:2


1. Lebar gigi
Merupakan jarak mesial-distal terlebar dari suatu gigi.
2. Tebal gigi
Adalah jarak dari labial ke lingual suatu gigi.
3. Lebar rahang
Ialah jarak pada rahang yang sama dari satu sisi ke sisi lainnya (antartonjol)

Lukman (2006) mengatakan bahwa karakteristik catatan gigitan meliputi:1

1. Bentuk empat gigi anterior rahang atas adalah segi empat dengan gigi sentral
memiliki bentuk yang lebih lebar.
2. Bentuk kaninus atas adalah bulat atau oval.
3. Bentuk gigi anterior rahang bawah adalah segi empat dengan lebar gigi yang
hampir sama.
4. Bentuk kaninus bawah adalah bulat atau oval.
5. Adanya jarak kemungkinan disebabkan oleh:
 Pelaku tidak memiliki gigi.
 Gigi lebih pendek dari ukuran normal.
 Terdapat benda yang menghalangi gigitan.
 Obyek yang digigit bergerak.

4
Karakteristik pola gigitan dibagi menjadi dua kelompok besar yakni:

a. Karakteristik kelompok

Karakteristik kelompok adalah fitur, pola, atau sifat yang biasanya terlihat, atau
mencerminkan diberikan kelompok. Temuan biasa kotak persegi panjang atau kecil
seperti bentuk atau linier memar di bagian tengah bekas gigitan merupakan
karakteristik kelompok manusia Gigi atas akan menciptakan pola-pola yang lebih
besar, karena ukuran mereka. Nilai ini adalah bahwa ketika terlihat di foto, tayangan
atau pada kulit individu yang hidup atau meninggal mereka memungkinkan kita untuk
mengidentifikasi kelompok (gigi sini atas atau bawah) dari mana mereka berasal.

b. Karakteristik individu

Karakteristik individu adalah fitur, pola, atau sifat yang merupakan variasi dari
diharapkan menemukan dalam sebuah kelompok tertentu. Contoh ini akan menjadi
diputar gigi, atau mungkin gigi cacat, rusak, atau pecah yang akan membantu untuk
membedakan antara dua dentitions berbeda untuk membantu dalam menentukan gigi
yang menyebabkan cedera atau tanda gigitan. Ini adalah penjumlahan dari individu
karakteristik yang menentukan, ketika mereka hadir dalam bekas gigitan, gigi yang
paling cocok ini tanda yang unik atau berbeda ketika hadir di gigi seorang tersangka,
jika dibandingkan dengan tersangka lain dalam kasus ini.

Klasifikasi Pola Gigitan1

Pola gigitan mempunyai derajat perlakuan permukaan sesuai dengan kerasnya


gigitan, pada pola gigitan manusia terdapat 6 kelas (Lukman, 2006), yaitu:
a. Kelas I : pola gigitan terdapat jarak dari gigi incisivus dan kaninus.

5
b. Kelas II : menyerupai pola gigitan kelas I tetapi terlihat pola gigitan
cusp bukal dan palatal maupun cusp bukal dan cusp lingual gigi P1, tetapi
derajat pola gigitannya masih sedikit.

c. Kelas III : derajat luka lebih parah dari kelas II, yaitu permukaan gigit
incisivus telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan mempunyai derajat
lebih parah dari pola gigitan kelas II.

d. Kelas IV : terdapat luka pada kulit dan otot di bawah kulit yang sedikit
terlepas atau rupture sehingga terlihat pola gigitannya irreguler.

6
e. Kelas V : terlihat luka yang menyatu pola gigitan incisivus, kaninus,
dan premolar baik pada rahang atas maupun rahang bawah.

f. Kelas VI : memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari gigi rahang


atas dan bawah, serta jaringan kulit dan otot terlepas sesuai dengan kekerasan
oklusi dan pembukaan mulut

7
Dalam bitemark, gigi depan yang meliputi pusat gigi seri, gigi insisivus lateral
dan sentralis adalah penggigit utama sesuai dengan karakterstik kelas bitemark. Setiap
jenis gigi pada gigi-giligi manusia memiliki karakteristik kelas yang membedakan satu
jenis gigi dan lainnya. Dengan demikian, dua gigi insisivus tengah mandibular dan dua
gigi insisivus lateral rahang bawah hampir seragam lebar, sementara untuk cups gigi
mandibular yang berbentuk kerucut dapat membantu dalam menentukan jika tanda
bitemark berasal dari gigi rahang atas atau gigi rahang bawah. Sesuai dengan
karakteristik gigitan mark, rahang atas yang insisivus sentral dan gigi insisivus lateral
membuat tanda persegi panjang yang setara lebih luas daripada lateral dan cups
menghasilkan bulat atau tanda oval. Pusat mandibular gigi seri dan gigi insisivus lateral
juga memproduksi tanda persegi panjang tetapi hampir sama lebar dengan gigi seri
pada maksila, sedangkan cups mengahasilkan tanda bulat atau oval.

Karakteristik individual

Pola gigi, fitur, atau ciri-ciri dapat dilihat pada beberapa individu dan tidak pada
orang lain seperti rotasi, versi bukal atau lingual, dan mesial atau distal drifting gigi
karakteristik. Gigi setiap individu yang satu berbeda dari yang lain, posisi gigi, dan
bentuk dari lengkung gigi. Perbedaan gigi individu dapat dibentuk oleh berbagai cedera
fisik dan kimia yang mempengaruhi gigi selama bertahun-tahun seperti gesekan abrasi,
erosi. Gigi juga dapat dipengaruhi oleh karies karena kebersihan mulut yang buruk, dan
ada mungkin restorasi gigi karies. Gigi mengalami cedara olahraga, cedera kimia,
serangan biologis, kecelakaan kendraan bermotor, kecelakaan tempat kerja. Setelah
kerusakan tersebut telah terjadi, gigi sering membutuhkan restorasi. Restorasi ini atau
cedera sendiri menghasilkan fitur khas dan unik dalam gigi. Karakteristik individu
gigitan mengkin akan terpengaruh dengan jenis, jumlah dan kekhasan gigi, oklusi,
fungsi otot, pergerakan gigi individu dan TMJ (Temporo Mandibular Join).

8
Mekanisme tanda gigitan

Tiga dominan mekanisme dari tanda gigitan yaitu tekanan gigi, tekanan lidah
dan gesekan gigi. Tekanan gigi disebabkan oleh tekanan langsung dari tepi insisal gigi
anterior maupun tepi oklusal gigi posterior. Keparahan tandan gigitan tergantung pada
durasi, tingkat gaya yang diterapkan, dan tingkat gerakan antara gigi dan jaringan.
Tampilan klinis dari tekanan gigi menunjukkan area pucat dan bagian tepi tapak memar
yang menunjukkan margin insisal. Tekanan lidah disebabkan ketika didalam mulut
ditekan oleh lidah. Gesekan gigi dikarenakan umumnya pada bagian permukaan
melibatkan gigi anterior.1

Penampilan dan Faktor yang mempengaruhi Bite Mark Cedera3

Menurut William Eckert pada tahun 1992, bahwa yang dimaksud dengan
bite mark ialah tanda gigitan dari pelaku yang tertera pada kulit korban dalam bentuk
luka, jaringn kulit maupun jaringan ikat dibawah kulit sebagai akibat dari pola
permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku melalui kulit korban. Menurut Bowes dan
Bell pada tahun 1955 mengatakan bahwa bite mark merupakan suatu perubahan fisik
pada bagian tubuh yang disebabkan oleh kontak atau interdigitasi antara gigi atas
dengan gigi bawah sehingga struktur jaringan terluka baik oleh gigi manusia
maupun hewan.

Bite mark mepunyai derajat perlukaan sesuai dengan kerasnya gigitan, pada bite
mark manusia terdapat 6 kelas yaitu :

1. Kelas I : Bite mark terdapat jarak dari gigi insisivus dan kaninus.
2. Kelas II : Bite mark kelas II seperti bite mark kelas I, tetapi terlihat cusp
bukalis dan palatalis maupun cusp bukalis dan cusp lingualis tetapi derajat
bite marknya masih sedikit.
3. Kelas III : Bite mark kelas III derajat luka lebih parah dari kelas II yaitu
permukaan gigi insisivus telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan
mempunyai derajat lebih parah dari bite mark kelas II.

9
4. Kelas IV : Bite mark kelas IV terdapat luka pada kulit dan otot di bawah kulit
yang sedikit terlepas atau rupture sehingga terlihat bite mark irregular.
5. Kelas V : Bite mark kelas V terlihat luka yang menyatu bite mark insisivus,
kaninus dan premolar baik pada rahang atas maupun bawah.
6. Kelas VI : Bite mark kelas VI memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari
rahang atas dan rahang bawah dan jaringan kulit serta jaringan otot terlepas
sesuai dengan kekerasan oklusi dan pembukaan mulut.

Ideal bentuk bekas gigitan manusia adalah berbentuk seperti donat yang terdiri
dari dua lengkungan berbentuk 'U' ini yang mewakili bahwa mandibula dan maksila
dipisahkan satu sama lain di pangkalan mereka. Lengkungan bekas gigitan individu
sebagian besar melingkar dalam bentuk oval dibandingkan dengan gigitan hewan
yang biasanya berbentuk 'U'. Ketika bekas gigitan yang ditimbulkan hanya pada satu
rahang maka yang tanda yang terbentuk bukan ‘U’ tetapi tanda yang terbentuk
adalah ‘C’tanda. Jenis seperti pola bekas gigitan memberikan informasi yang sangat
kurang untuk penyidik. Diameter cedera bekas gigitan bervariasi dan biasanya
antara 25-40 mm. Ukuran cedera diduga disebabkan oleh gigitan manusia harus
mendekati parameter yang mengarah ke gigi manusia. Karena tekanan yang
diciptakan oleh gigi yaitu menggigit dan tekanan negatif yang diciptakan oleh lidah
dan efek hisap yang akan menyebabkan perdarahan ekstra-vaskular sehingga terjadi
memar di tengah cedera bekas gigitan. Memar ini menunjukan perubahan warna
selama periode waktu cedera. Cedera mengalami proses penyembuhan pada kulit
individu yang hidup, sedangkan pada orang yang sudah meninggal kan terjadi
pembengkakan serta perubahan warna.

Faktor-faktor seperti kekuatan dan daya kekuatan dari gigitan, keterlibatan


pakaian korban dan gerakan serta perjuangan yang disebabkan oleh korban dapat
memiliki perbedaan kedalaman dan dapat mengubah penampilan bekas gigitan. Sifat
kulit, situs anatomi dari gigitan, usia korban dan berat bertanggung jawab untuk
distorsi yang dihasilkan oleh gigitan. bagian tubuh dengan kulit longgar memar
mudah karena kelebihan lemak subkutan, jaringan fibrosa yang lebih rendah dan

10
gaya otot. Lebih memar diamati pada anak-anak, wanita dan orang tua. Lebih memar
pada anak-anak tersebut karena memiliki kulit yang halus, kulit lebih longgar dan
kehadiran lemak subkutan. Pada orang tua, lebih memar karena elastisitas yang lebih
rendah dan lemak subkutan yang tipis sedangkan mudah memar pada wanita adalah
karena kulit halus dengan lemak subkutan yang berlebih.

Koleksi Bukti dalam Analisis Bekas Gigitan

Pengumpulan bukti dari korban

DNA dapat ditemukan pada saliva yang terdapat paad bekas gigitan. Teknik
double swab denga cara membasahi daerah bekas gigitan dengan swab, dibasahi
dengan cairan saline steril, dan kemudian dikeringkan dengan swab kering kedua
dan kedua swab dapat dikirim untuk analisis. Kemudian, pelaku dapat diketahui dari
hasil analisis DNA pada saliva yang mengandung banyak sel epitel rongga mulut
yang terkelupas.

Sebuah elemen penting dari pemeriksaan forensik gigi adalah fotografi.


Hakim dan penyidik sering membutuhkan itu, karena gambar dapat menunjukkan
rahang atas dan gigi rahang bawah, karakteristik mereka, patologi dan perawatan
gigi. Foto-foto permukaan bekas gigitan diambil dan sampel jaringan dikumpulkan
dari korban. Foto-foto Close up bekas gigitan diambil di bawah resolusi yang tinggi
dan keseimbangan warna. Selalu menggunakan skala di dalam foto dengan
mengunakan barang-barang yang ada seperti koin, korek api, dan lain-lain yang
ukurannya tidak berubah. Disarankan bahwa orientasi kamera harus tepat 90˚ ke
pusat luka untuk mengurangi distorsi.

Pengumpulan bukti dari tersangka

Bahan mati, bahan makanan dan benda-benda yang gigitan uji diambil secara
difoto tepat. Pemeriksaan ekstraoral meliputi pemeriksaan faktor jaringan keras dan

11
jaringan lunak, status TMJ dan zona otot asimetri wajah. Maximum inter incical
opening, deviations in opening / menutup rahang, ketidakharmonisan oklusal, bekas
luka wajah, bukti pernah dilakukannya bedah juga harus difoto dengan baik. Intra
oral, saliva, pemeriksaan lidah mengenai ukuran dan fungsi, kelainan bentuk
misalnya ankyloglossia, pemeriksaan periodontal dan kondisi gigi dicatat.

Analisa bite mark dilakukan hanyalah korban terdapat bite mark manusia.
Karena Bite mark oleh hewan dapat segera diketahui. Maka tim identifikasi maupun
tim penyidik haruslah dengan lincah dapat membedakan segera bite mark hewan
maupun bite mark manusia di tempat kejadian perkara atau pada tubuh korban.1

1. Bahan-bahan analisa

Apabila dilakukan pencetakan pada bite mark manusia haruslah digunakan


bahan cetak yang flow sistem antara lain alginat dan sejenisnya. Kemudian untuk
organ tubuh yang bulat adalah yang paling sulit untuk dilakukan pencetakan ini
dicetak menggunakan masker dari kain keras yang digunting dan dibentuk sesuai
dengan daerah sekitar bite mark sehingga bahan cetak yang flow sistem tidak
berhambur keluar dari daerah sekitar bite mark karena dijaga oleh masker yang
digunakan tersebut.

2. Cara Mencetak Bite mark

Mencetak bite mark terdapat berbagai cara antara lain dengan menggunakan
mangkok cetak dari masker kain keras atau dengan menggunakan kain sepanjang
diameter cetakan dan berlapis-lapis. Selanjutnya diaduk bahan cetak yang flow
sistem ditempatkan dan ditekan dengan getaran pada sekitar bite mark kemudian
mangkok cetak diisi setengah dari mangkok oleh bahan yang flow sistem kemudian
disajikan satu dengan bahan flow sistem bite mark.

12
3. Hasil Cetakan

Hasil cetakan dari Bite mark menghasilkan suatu model dari gips yang telah di
cor dari model negatif kemudian dicekatkan giginya pada okludator atau artikulator
apabila gigitannya tidak stabil. Hal ini dapat diketahui jika terdapat bite mark rahang
atas maupun rahang bawah.

4. Kontrol Bite mark

Kontrol bite mark dilakukan melalui artikulator dengan model cetakan pada
selembar malam merah atau keju sehingga menampakkan bite mark.

Tekanan pada kedua rahang menurut ADA (American Dental Association)


kemudian dibuat cetakan gigi dengan gips stone tipe II yang disebut MASTER CAST.
gips duplikat dapat diperoleh dengan mengecor. Gigi dan jaringan lunak tidak boleh
diubah oleh ukiran, pemangkasan atau membuat perubahan lainnya.

Analisis dan identifikasi tanda gigitan

Identifikasi karakteristik dan sifat dari seseorang yang hidup merupakan dasar
dari ilmu forensik. Tanda gigitan dapat digunakan untuk mengidentifikasi pelaku yang
didasarkan pada karakteristik dari gigi individunya yang kemudian akan dicocokan
dengan tanda/bekas gjgitan yang ada pada korban. Itu merupakan langkah paling
penting dalam analisis bekas gigitan untuk mengenali cedera yang berhubungan
dengan kasus kejahatan yang ada pada korban dan menggali informasi dari bekas
gigitan tersebut. Apakah ada hubungan antara pelaku dan korbannya. Bekas gigitan
yang sering adalah karena gigi insisiv, gigi caninus dan premolar. Memar adalah jenis
yang paling umum dari bekas gigitan. Hal ini dapat ditentukan dari jenis perdarahan di
bawah kulit apakah korban masih hidup atau mati pada saat tanda gigitan dibuat.

13
Hal ini penting untuk memiliki karakteristik individu dalam identifikasi gigitan untuk
mengidentifikasi pelaku. Selain dari gigi, bisa juga dari palatum rugaenya.

Salah satu tantangan yang paling menakjubkan, sulit dan kadang-kadang


menyusahkan dalam kedokteran gigi forensik adalah identifikasi, pemulihan dan
analisis terhadap tanda gigitan dengan orang yang menggigit. Dalam sebuah studi oleh
Page et al., pada analisis retrospektif kasus tanda gigitan dari 119 kasus, telah diamati
bahwa analisis tanda gigitan tidak terlalu banyak memperkuat bukti odontology serta
posisi praktisi forensik di pelataran hukum. Mereka lebih menyarankan bahwa para
praktisi forensik harus sangat berhati-hati saat memberikan pendapat mengenai asal-
usul tanda gigitan dan identifikasi kriminal atas dasar bukti bekas gigitan. Keyakinan
apakah terdakwa adalah orang yang menggigit atau tidak, adalah berdasarkan
kesaksian ahli odontologist forensik setelah mecocokan sebuah tanda gigitan dengan
gigi terdakwa. Dalam komunikasi baru-baru ini, Pretty dan Sweet menjelaskan status
saat ini dan pergeseran paradigma dari analisis tanda gigitan dan beberapa riset terbaru
dan studi kasus mengenai keyakinan yang salah atas dasar tanda gigitan. Mereka lebih
lanjut menekankan bahwa walaupun analisis tanda gigitan memiliki kemampuan untuk
membela orang yang tidak bersalah, melindungi anak-anak dari pengasuh yang
berbahaya, dan menghukum yang bersalah, namun pada waktu yang bersamaan juga
dapat menjadi musuh dalam keadilan.

Kesimpulan

Analisis tanda gigitan merupakan aspek penting dari fakultas kedokteran gigi
forensik yang sangat berharga dalam menyelesaikan hukum pidana dan pada
identifikasi dari orang-orang yang terlibat dalam aksi kriminal. Tanda gigitan manusia
mampu menentang kehendak dari kondisi ekstrim lingkungan dan merupakan sumber
informasi yang siap yang dapat diidentifikasi bahkan pada orang yang telah meninggal.
Ilmu dari tanda gigitan ini masi sangat baru dan memiliki potensi berharga. Tanda
gigitan jika dianalisa dengan benar tidak hanya dapat membuktikan partisipasi

14
seseorang atau beberapa orang dalam kejahatan tertentu tetapi juga membantu dalam
penuduhan orang yang tidak bersalah. Pengetahuan di bidang ilmu tanda gigitan masih
terus berkembang, dan begitu juga kebutuhan bagi orang-orang yang terlatih dan
berpengalaman dalam identifikasi yang berhubungan dengan kasus-kasus yang terkait
dengan tanda gigitan.

15
Daftar pustaka

1. Lukman D. Ilmu kedokteran gigi forensik 2. Jakarta; CV Sagung Seto. 2006.


Hal.1-4, Hal.6-7, 115-133.
2. Bowers, M., 2004, Forensic Dentistry: A Field Investigator’s Handbook,
Academic Press (Elsevier Publishing).
3. Mamile H. Analisis Bite Mark Dalam Identifikasi Pelaku Kejahatan. Makassar.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanudin; 2015.(Cited 19 September
2016 18:41).

16

Anda mungkin juga menyukai