Anda di halaman 1dari 46

MALFUZAT IX

Prasangka Buruk Akar Segenap Dosa

“Akar segenap dosa adalah prasangka buruk. Ada tertulis, ketika orang-orang kafir akan
dimasukkan ke dalam neraka, kepada mereka akan dikatakan, "Ini adalah akibat prasangka
buruk kalian. Rasul Allah Ta’ala telah datang kepada kalian. Dia mengajarkan kebaikan kepada
kalian. Dia mengajarkan tentang taubat dan istighfar, namun kalian menentangnya. Dan dengan
berprasangka buruk terhadapnya kalian mengatakan, “Engkau tidak memperoleh ilham apapun
dari Allah Ta’ala. Semuanya ini hanya engkau buat-buat sendiri." (Malfuzat, jld. IX, hlm. 33-
34).

(34-38)

Falsafah Dosa

Ada seseorang yang memaparkan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bahwa di dunia ini tentu banyak
orang yang berdosa, namun tidak ada yang lebih banyak berdosa dari dirinya, sebab dia telah melakukan
dosa-dosa besar. Dia bertanya, bagaimana dia dapat diampuni? Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
“Lihat, tidak ada pengampun dan penyayang yang seperti Allah Ta’ala. Yakinlah sepenuhnya
terhadap Allah Ta’ala, sebab Dia dapat mengampuni segenap dosa dan memberikan ampunan.
Allah Ta’ala berfirman bahwa apabila di seluruh dunia ini tidak ada lagi orang yang berdosa,
maka Dia akan ciptakan satu umat lain lagi yang akan melakukan dosa dan Dia akan
mengampuni mereka.
Salah satu dari sekian banyak nama Allah adalah Ghafuur. Dan satu lagi adalah Rahiim.
Ingatlah, dosa itu merupakan suatu racun dan mematikan. Akan tetapi taubat dan istighfar
merupakan suatu obat penawar racun. Di dalam Al-Quran Syarif tertera: "Innallaaha yahibbut-
tawwaabiina wa yuhibul- mutaththahiriin - (sesungguhnya Allah mencintai mereka banyak
bertaubat dan mencintai orang-orang yang menjaga kesucian dirinya - Al-Baqarah, 223). Yakni,
Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang bertaubat dan yang menginginkan agar diri mereka
suci.
Allah Ta’ala telah meletakan suatu hikmah pada segala sesuatu. Jika Adam tidak melakukan
dosa lalu bertaubat, dan beliau tidak tunduk kepada Allah Ta’ala, maka dari mana beliau akan
memperoleh sebutan shaffiullaah?
Jika ada manusia yang mendapatkan (menganggap) dirinya seperti baru lahir dari perut ibu,
dan tidak menemukan suatu dosa dalam dirinya, maka di dalam dirinya akan timbul rasa
takabur, yang merupakan dosa paling besar dari sekalian dosa, dan merupakan dosa setan. Setan
beranggapan bahwa dia tidak melakukan suatu dosa, oleh karena itulah dia menjadi setan.
Dosa yang timbul dari manusia adalah untuk menghancurkan nafsnya (egonya). Tatkala dosa
dilakukan oleh manusia, maka dia mengakui keburukannya sendiri. Dan dengan meyakini
kelemahannya itu dia akan tunduk kepada Allah Ta’ala.
Seperti halnya dua sayap yang dimiliki oleh lalat, pada satu sayap terdapat racun, sedangkan
pada yang lainnya terdapat obat penawar racun. Di dalam hadis dikatakan bahwa apabila di
dalam makanan dan minuman kalian jatuh lalat, dan sebelah sayapnya yang mengandung racun
masuk ke dalam [makanan dan minuman] itu, maka sebelum mengeluarkannya celupkan jugalah
sayap yang kedua, sebab itu merupakan obat penangkalnya.
Seperti ini jugalah keadaan dosa dan taubat yang dimiliki oleh manusia. Jika terjadi dosa
maka bertaubatlah sebab [taubat] merupakan obat penawar racun bagi dosa dan melenyapkan
racun dosa.
Tunduklah di hadapan Allah Ta’ala dengan penuh kerendahan hati serta dengan penuh
rintihan supaya kalian dikasihani. Jika tidak ada dosa maka tidak akan ada kemajuan. Seseorang
yang tahu bahwa dirinya melakukan dosa dan memandang dirinya sebagai seorang yang tercela,
maka dia akan tunduk ke hadapan Allah Ta’ala. Barulah dia akan dikasihani, dia dia akan
mengalami kemajuan.
Ada ttertulis bahwa, "Awa-ibu mbi kamwfiw&,mbaIaht&" - “orang yang melakukan taubat
dari dosa seakan-akan dia tidak pernah melakukan dosa”. Akan tetapi taubat hendaknya
dilakukan dengan hati yang benar. Dan hendaknya dilakukan dengan niat yang jujur, bahwa
manusia itu tidak akan pernah lagi melakukan dosa tersebut. Walau pun di belakang hari dosa itu
terjadi lagi karena kelemahan yang ada, namun pada waktu bertaubat hendaknya manusia
melakukan iradah (kehendak) yang kokoh serta niat yang jujur bahwa di masa mendatang dia
tidak akan melakukan dosa itu lagi.
Jangan ada terselip kecurangan (kelemahan) pada niat, melainkan harus ada iradah
(kehendak) yang kokoh, bahwa sampai masuk ke dalam kubur pun dia tidak akan mendekati
dosa itu, barulah taubat tersebut dikabulkan. Akan tetapi Allah Taala menguji harnba-hamba-
Nya, supaya mereka dapat diberi hadiah. Untuk meraih hadiah, adalah mutlak harus lulus dari
ujian-ujian.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 38-39).

(39-52)

Dosa dan Rasa Takut Terhadap Allah

“Hanya ada satu cara untuk menghindarkan diri dari dosa-dosa, yakni dengan timbulnya
rasa takut terhadap Allah. Tanpa itu, manusia tidak akan dapat menghindarkan diri dari dosa.
Dan rasa takut tidak akan dapat timbul tanpa makrifat (pengetahuan).
Apabila sebilah pedang telanjang diletakkan di atas kepala seseorang, dan dia yakin bahwa
apabila dia melakukan hal tertentu maka pedang itu akan menebas kepalanya, maka bagaimana
dia akan melakukan hal tersebut? Dia yakin bahwa pedang itu akan menyakitinya.
Jika keyakinan seperti itu ditujukan kepada Allah Ta’ala, dan keagungan serta keperkasaan-
Nya tertanam di dalam kalbu, maka dalam bentuk apa pun tidak akan mungkin [manusia]
melakukan keburukan.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 52).

(52-58)

Dajjal & Kecintaan Pada Dunia

Di dalam Hadits suci tertulis tentang Dajjal: "Laa yadaani li-ahadin liqitaalihi" (tidak ada
seorang pun yang memiliki kemampuan untuk memeranginya). Kita tidak dapat melawan
Dajjal ini dengan menggunakan sarana-sarana duniawi, sebab sarana-sarana duniawi itu sendiri
sangat banyak terdapat padanya. Kita hendaknya memiliki suatu senjata ampuh yang tidak
dimiliki olehnya, barulah kita dapat menang.
Pada masa sekarang ini, kecintaan terhadap dunia telah menguasai [segenap] makhluk
melampaui batas. Itulah yang ingin kita buang, dan membuangnya adalah pekerjaan yang paling
sulit.
Ada tertulis bahwa hal yang paling terakhir terbuang dari dalam nafs (jiwa) adalah
kecintaan terhadap dunia. Tanpa suatu kekuatan Samawi (Langit) tidak ada suatu jalan
keberhasilan bagi kita.” (Malfuzhat, jld. IX, hlm.58).

(58-65)

Shalat Tarawih

Seseorang melalui Surat bertanya kepada, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. mengenai bangun
malam dan shalat malam pada bulan suci Ramadhan. Namun, umumnya para pekerja dan petani
biasanya lalai mengerjakan hal itu. Jika pada bagian awal malam mereka mengerjakan shalat
sebelas raka'at, dan tidak melakukannya pada bagian akhir malam, apakah hal itu dibenarkan?
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjawab:
“Tidak apa-apa, merekaa boleh mengerjakannya demikian.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 65).

Tawakal Kepada Allah

Ada pembicaraan inengenai seorang yang memusuhi Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Dikabarkan bahwa
dia akan melakukan kejahatan dan berusaha untuk menyerang Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Mengenai hal
itu beliau a.s. bersabda:
“Kapan pula saya takut terhadap hal-hal seperti itu. Silahkan dia melakukan hal itu. Justru
saya gembira bahwa dia berbuat demikian. Sebab pada kesempatan-kesempatan seperti itu Allah
Ta’ala memperlihatkan Tanda-tanda (mukjizat) untuk saya. Saya telah menyaksikan bahwa
kapan saja musuh merancang rencana buruk untuk saya, maka Allah Ta’ala senantiasa
menampakkan sebuah Tanda untuk mendukung saya. Tumpuan saya hanyalah Allah. Manusia
itu tidak ada artinya sedikit pun.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 65-66).

(66-70)

Meniupkan Bacaan Ayat Al-Quran


sebagai Jampi-jampi

Seseorang menyampaikan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Beritahukan kepada saya
ayat Quran Syarif yang dapat saya tiupkan sebagai jampi kepada orang sakit, supaya dia dapat
sembuh." Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda:
“Memang tidak diragukan lagi bahwa Quran Syarif merupakan penytembuh. Al-Quran
memang obat bagi penyakit-penyakit ruhgani mau pun jasmani. Namun dengan menjadikan
Kalaam [Ilahi] seperti itu, orang-orang menghadapi cobaan.
Jangan kalian tempatkan Quran Syarif dalam cobaan (?) itu. Berdoalah kepada, Allah
Ta’ala untuk orang yang sakit itu, hal itu sudah memadai bagi kalian.” (Malfuzat, jld. IX, hlm.
70).

(70-71)

Tidak Konsentrasi Ketika Shalat

Seseorang bertanya: "Bila saya shalat, saya tidak dapat berkonsentrasi (khusyuk) Apakah dalam
kondisi demikian shalat saya sah atau tidak?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
“Konsentrasi yang dapat diperoleh melalui upaya manusia, adalah orang Muslim itu
berwudhu. Dengan paksa dia membawa dirinya sampai ke mesjid. Lalu dia berdiri untuk shalat,
dan mengerjakan shalat. Sampai di situ saja upaya manusia. Setelah itu, menganugerahkan
konsentrasi (khusyuk) adalah pekerjaan Allah Ta’ala. Manusia [harus] melakukan pekerjaan
(tugas) mereka, [maka] Allah Ta’ala pun pada waktu tertentu akan menurunkan anugerah-Nya.
Obat bagi [penyakit] tidak adanya konsentrasi (khusyuk) dalam shalat adalah shalat itu
sendiri. [Oleh karena itu] teruslah kerjakan shalat, dengan cara demikian maka segenap pintu
rahmat akan terbuka.” (Malfuzat, jld. IX,. hlm. 71).

Masalah Puasa di dalam Perjalanan

Pada tanggal 28 Oktober 1906, Hadhrat Masih Mau'ud as. keluar untuk bertemu dengan
Syekh Muhammad Cattu yang datang dari Lahore. Orang ini sebelumnya berasal dari firqah
Ahli-Hadits. Kemudian beliau masuk kelompok Cakralwi. Ketika bertemu dengan Hadhrat
Masih Mauud a.s. orang ini sudah masuk kelompok Cakralwi. Hadhrat Masih Mau'ud as. keluar
untuk menjumpai sang Syekh sambil jalan-jalan pagi. Setelah bertemu dan berbincang-bincang,
Hadhrat Masih Mauud as. berkata kepada Syekh Muhammad Cattu:
"Tuan kan musafir. Tentu Tuan tidak berpuasa bukan?" Syekh Muhammad Cattu menjawab:
"Tidak, sayaberpuasa. Saya sedang puasa". Hadhrat Masih Mau'ud as. bersabda: "Dasar
permasalahannya adalah, mengamalkan kelonggaran (keringanan) ijin [yang diberikan oleh] Al-
Quran Karim pun merupakan takwa. Allah Ta’ala memberikan ijin dan kelonggaran
(keringanan) bagi musafir dan orang sakit untuk berpuasa di hari lain. Oleh karena itu perintah
ini pun hendaknya harus diamalkan.
Saya baca bahwa kebanyakan tokoh-tokoh besar cenderung [menyatakan] bahwa jika ada
yang berpuasa dalam perjalanan atau dalam kondisi sakit, maka hal itu merupakan suatu dosa.
Sebab yang menjadi tujuan adalah keridhaan (kesenangan) Allah Ta’ala, bukannya kehendak
(keinginan) kita sendiri. Sedangkan keridhaan (kesenangan) Allah Ta’ala itu adanya di dalam
ketaatan.
Apa saja yang Dia perintahkan hal itu harus ditaati, dan jangan membubuhkan tambahan
pada [perintah itu] dari pihak kita sendiri. Dia kan telah memberikan perintah ini, “Man kaana
minkum maridhan au ‘alaa safarin faiddatun-min ayyamin ukhar -- barangsiapa di antara kalian
sakit atau dalam perjalanan maka berpuasalah pada hari-hari lain - Al-Baqarah, 185).
Di situ tidak ditentukan bahwa [yang dimaksud disitu adalah] perjalanan yang demikian dan
penyakit yang demikian. Saya tidak berpuasa dalam perjalanan. Dan demikian pula halnya dalam
keadaan sakit. Hari ini pun kesehatan saya tidak baik, dan saya tidak berpuasa. Dengan jalan-
jalan penyakit akan sedikit berkurang, oleh karena itu saya akan pergi [jalan jalan] keluar.
Apakah tuan akan turut serta?"
Syekh Muhammad Cattu berkata, "Tidak, saya tidak bisa ikut. Tuan pergilah. Perintah itu
memang tidak diragukan lagi, akan tetapi jika di dalam perjalanan itu tidak ada susahnya,
mengapa tidak berpuasa saja?" Hadhrat Masih Mauud a.s. bersabda, "Itu adalah pendapat Tuan
sendiri. Al-Quran tidak ada menyinggung apakah hal itu dengan adanya susah atau tanpa susah.
Sekarang Tuan sudah tua. Umur tidak bisa diharapkan lagi. Manusia itu hendaknya memilih
jalan yang darinya Allah Ta’ala menjadi ridha (senang) dan memperoleh jalan yang lurus".
Syekh Muhammad Cattu berkata: "Untuk itulah saya datang, supaya saya dapat mengambil
manfaat dari Tuan. Jika demikian jalan yang benar, maka jangan sampai kami ini mati dalam
keadaan ghafil (lalai)". Hadhrat Masih Mauud as. bersabda: "Yaa, itu adalah suatu hal yang
sangat baik. Saya datang setelah jalan sedikit jauh. Tuan boleh istirahat [dulu]." Sesudah itu
Hadhrat Masih Mau’ud a.s. pergi jalan-jalan. (Malfuzat, jld. IX, hlm. 71-73).

(73-81)

Pintu Wahyu Tetap Terbuka

Ingat, Allah Ta’ala tidak menutup pintu wahyu dan ilham. Orang-orang yang menganggap
umat ini luput dari anugerah-anugerah wahyu dan ilham, mereka berada pada kekeliruan besar
dan mereka tidak mengerti akan tujuan Quran Syarif yang sebenarnya.
Menurut mereka umat ini bagaikan orang-orang tak beradab, dan pengaruh-pengaruh serta
berkat-berkat Rasulullah saw. -- ma'azallaah -- telah tertutup, dan Tuhan yang sejak semula tetap
berkata-kata kini setelah masuk ke zaman ini menjadi bungkam. Mereka tidak tahu, apabila tidak
ada mukalamah mukhathabah (percakapan dengan Allah Ta’ala - pent.), apa pula maksud
hudan- lil-muttaqiin (petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa)?
Tanpa adanya mukalamah mukhathabah percakapan dengan Allah Ta’ala - pent.) maka bukti
keberadaan Wujud-Nya tidak dapat berdiri tegak. Dan mengapa di dalam Quran Syarif [Dia]
berfirman: "Wallaziina jaahaduu fiinaa lanandiyannahum subulanaa" - Dan orang-orang yang
berjuang-keras di jalan Kami niscaya Kami akan memberikan petunjuk jalan-jalan Kami - Al-
Ankabut, 70).
Dan di tempat lain [Dia] berfirman: "Innallaziina qaluu rabbunallaahu tsumma-staqaamuu
tatanazzalu 'alaihimul malaa'ikatu 'allaa takhafu walaa tahzanuu" (sesungguhnya orang-orang
yang berkata, “Tuhan kami Allah”, kemudian istiqamah (tetap teguh), malaikat-malaikat turun
atasa mereka , “Janganlah kamu takut dan jangan bersedih” - Haa Mim As - Sajdah, 31). Yakni
orang-orang yang dari ucapan dan perbuatannya menyatakan "Rabb kami adalah Allah",
kemudian mereka memperlihatkan keteguhan, para malaikat akan turun kepada mereka.
Nah, tidaklah mungkin bahwa para malaikat itu turun namun tidak terjadi mukhathabah.
(percakapan).Tidak, bahkan para malaikat itu memberikan kabar-suka kepada mereka. Inilah
kehebatan dan kelebihan Islam yang tidak dimiliki agama lainnya.
Istiqamah (bersikap teguh) sesuatu yang sangat sulit. Yakni tidak peduli apakah mereka ditimpa
gempa, dilanda fitnah, dijerumuskan ke dalam berbagai macam bencana dan kedukaan, namun
istiqamah (keteguhan) mereka tidak berubah sedikit pun. Keikhlasan dan......................( ? )
Sebagaimana saya mempercayai Kitabullaah -- bahwa ia merupakan kitab Allah Ta’ala dan
yang telah turun kepada Rasulullah saw. -- seperti itu pulalah saya beriman pada wahyu yang
turun kepada saya. Saya meyakininya sebagai kalaam (firman) dan kalaam murni Allah juga.
Saya adalah seorang khadim Quran Syarif, sedangkan wahyu yang turun kepada saya ini
merupakan suatu bukti nyata akan kebenaran Quran Syarif. Makna kata nubuwwat (kabar-
gaib/kenabian) itu tidaklah sekedar bercakap-cakap dengan Allah Ta’ala dan memperlihatkan
mukjizat-mukjizat qudrati. Anda berhak untuk membuktikan hal-hal yang bertentangan dengan
itu dari Quran Syarif.
Saya kembali mengatakan, kalaam Allah Ta’ala yang turun kepada saya, saya imani seperti
[mengimani] Quran Syarif. Yakni sebagaimana Quran Syarif adalah Kalaam (firman) Allah
Ta’ala, demikian pula wahyu [yang saya terima ini pun] berasal dari-Nya.” (Malfuzat, IX, hlm.
81-82).

Dunia Tidak Untuk Selamanya

“Dampak (pengaruh) dunia tampil nyata. Dampak (pengaruh) itu setiap hari memunculkan
contoh-contohnya di hadapan kita. Kita menyaksikan bahwa pada hari ini seseorang hidup dan
besok dia meninggal dunia. Lihatlah kematian yang diakibatkan wabah pes, betapa cepatnya.
Dalam waktu seketika saja orang-orang mati. Pemerintah juga berusaha keras dan melakukan
upaya-upaya, tetapi sampai hari ini tidak ada hasilnya. Siapa yang dapat melawan Allah Ta’ala?
Dunia tidak pernah setia. Manusia pasti mati, dan rumah [manusia] adalah dalam kubur. Jadi,
apalah yang dapat diraih dengan menjalinkan kalbu (hati) kepada dunia?” (Malfuzat, jld. IX,
hlm. 92).

(82-91)

Makna Meninggalkan Dunia

“Meninggalkan dunia itu tidaklah berarti bahwa manusia meninggalkan seluruh pekerjaan
dan urusannya lalu bertapa memisahkan diri. Saya tidak melarang hal ini, yakni pegawai
melakukan tugas kepegawaiannya, pedagang sibuk dalam perdagangannya, petani menangani
pertaniannya....
Manusia hendaknya berjalan di atas keridhaan Allah Ta’ala. Janganlah lakukan suatu
pekerjaan yang bertentangan dengan syariat. Apabila Allah Ta’ala diutamakan maka di situ lah
terletak keselamatan manusia.
Di kalangan orang-orang dunia, kebiasaan mudahanah (mengiya-iyakan supaya aman)
sudah menjadi-jadi. Dengan warga agama mana saja dia berjumpa, dia menyanjungnya. Allah
Ta’ala tidak suka terhadap hal itu.
Di kalangan sahabah radhiallaahu `anhum sebagian terdapat orang-orang yang sangat kaya.
Mereka melakukan semua perniagaan dunia. Dan di dalam Islam banyak sekali raja yang
memiliki sikap hidup darwaisy (sederhana). Mereka duduk di atas singgasana kerajaan, tetapi
hati mereka senantiasa terpaut pada Allah Ta’ala.
Namun keadaan orang-orang pada masa sekarang, tatkala mereka tunduk kepada dunia
maka mereka dikuasai oleh dunia sedemikian rupa, sehingga mereka mentertawakan diin
(agama/keruhanian). Mereka mengkritik shalat, dan memperolok-olokkan wudhu.
Orang-orang ini menghabiskan seluruh umur mereka dalam mempelajari ilmu-ilmu duniawi,
kemudian mereka mulai mempersoalkan masalah-masalah diiniah (agama/keruhanian). Padahal
manusia baru akan dapat membongkar rahasia-rahasia mendalam suatu permasalahan apabila
dia lebih banyak memberikan perhatian terhadap masalah tersebut.
Orang-orang ini sama-sekali tidak tahu rnenahu tentang hikmah-hikmah, makrifat-makrifat
dan hakikat-hakikat diiniah (agama/keruhanian). Hati orang-orang ini sudah terkena pengaruh
racun dari angin dunia yang beracun.” (Malfuzat, hld. IX, hlm. 91).

(91-92)

Dzat Allah

“Ada satu Dzat ghaib yang menampilkan Wujud-Nya kepada dunia melalui Tanda-tanda
yang dahsyat, supaya dunia mengetahui bahwa Dia itu .............. Orang berakal mengenali-Nya
melalui Tanda-tanda-Nya.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 92).

(92-98)

Penentangan

“Ketika penentangan dilakukan terhadap seseorang [pendakwa] maka pasti ada satu pihak
yang akan letih dan diam. Jika si pendakwa itu pendusta, akibat penentangan orang-orang maka
dia menjadi terjepit dan letih lalu meninggalkan perbuatannya. Sebaiknya jika dia itu benar,
maka penentangnya akan letih dalam penentangan itu lalu diam.
Begitulah yang terjadi di zaman Rasulullah saw., dan itu jugalah yang terjadi di masa
segenap nabi. Orang yang benar senantiasa berhasil (sukses), namun di kalangan para penentang
-- di mana terdapat rasa permusuhan dan kebodohan (kejahilan) yang bercampur menjadi satu --
di situ timbul pengaruh yang sangat beracun.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 98-99).

Nasihat Bagi Para Mubayyi'iin Baru

Gurdaspur, 20 Mei 1904. Sesudah shalat Ashar beberapa orang dari Hyderabad Dakkan bai'at.
Setelah bai'at, Hz.Masih Mau'ud a.s. bersabda:
Pertalian bai'at yang telah Anda lakukan dengan saya pads hari ini, saya ingin mengutarakan
beberapa patch kata sebagai nasihat. Hendaknya diingat, umur manusia tidak dapat dipegang
sedikit pun. Jika seseorang beriman kepada Allah Taala, kemudian menelaah Quran Karim —
yakni apa saja yang difirmankan Allah Taala di dalam Quran Majid -- maka orang itu akan
menjadi gila, meninggalkan dunia dan menjadi milik Allah Taala. Sangat benar apa yang telah
dikatakan: 'Dunya rote cand 'aqibat ba khuda wand ' Nah, dari Kalaam Allah Taala zahir bahwa
seseorang yang ingin datang menuju Allah Taala, dan pads kenyataannya hati orang itu tidak
mendahulukan agama dari dunia, maka di sisi Allah Taala orang itu layak untuk dihukum.
Kita menyaksikan di dunia ini, untuk meraih cita-cita [dunia], selama [manusia] belum
membelanjakan sebagian besar miliknya guna mendapatkan hal itu, selama itu pula tidak
mungkin baginya meraih cita-cita tersebut. Contohnya, seorang tabib menetapkan sebuah obat
dengan suatu takarannya. Dan seorang pasien tidak memakan obat itu sesuai takaran tersebut,
melainkan hanya menggunakan sedikit saja, maka apalah manfaat yang akan dapat dia peroleh
dari obat itu. Ada seseorang yang haul, maka tidaklah mungkin apabila setetes air dapat
menghapus dahaganya. Demikian pula

(99-100)

Ruh Tidak Kekal

Seseorang bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Allah Taala adalah Azal (sudah ada sejak
awal) dan Khaaliq (Pencipta) serta Abadi. Ruh-ruh juga senantiasa termasuk dalam ciptaan-Nya dan
akan senantiasa ada, maka dengan demikian, sesuai akidah orang-orang Arya, ruh juga azali dan abadi."
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
“Hal itu tidak benar. Di dalam pertanyaan ini terdapat kekeliruan. Allah Ta’ala sejak awal
memang merupakan Khaaliq (Pencipta). Namun hendaknya seluruh sifat-Nya harus
diperhatikan. Dia menghidupkan dan Dia juga mematikan. Dia mengukuhkan dan Dia juga
menghapuskan. Dia menciptakan, dan Dia juga memusnahkan.
Apa pula dalilnya bahwa ruh tidak musnah, dan bahwa ruh itu juga yang tetap ada
selamanya. Allah mempertahankan sesuatu selama Dia kehendaki. Segala sesuatu akan punah.
Dzat yang bertahan selamanya hanyalah Allah. Ruh mengalami kemajuan dan juga mengalami
kemunduran, jadi bagaimana mungkin ruh dapat bertahan selamanya?
Selama ruh bertahan tegak, dia berada di bawah perintah Ilahi. Sesuatu dapat bertahan tegak
hanya di bawah perintah Allah Ta’ala. Dan Dia juga memusnahkan. Dia juga senantiasa
merupakan Khaaliq (Pencipta), dan juga senantiasa menghapuskan ciptaan-Nya. Umat Islam
mengakui keqadiman (keberadaan sejak awal), tetapi keqadiman jenis (spesies), bukan
keqadiman individu. Artinya, ajaran Islam ialah kita tidak tahu benda-benda apa saja yang ada
dan yang tidak ada pada masa permulaan. Jika sebaliknya yang dianut adalah akidah keqadiman
individu, berarti itu termasuk dalam atheisme.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 100-101).

(101-122)

Ibadah Puasa Sebagai Rukun Islam

Pada tanggal 26 Desember 1906, Hadhrat Masih Mau'ud as. menyampaikan pidato di mesjid
Jami' setelah shalat Ashar dan Zhuhur, sambil berdiri. Di dalam pidato ini beliau menguraikan
tentang shalat dan masalah-masalah lainnya. Di antaranya beliau as. bersabda:
"...Masalah ketiga, yang merupakan Rukun Islam adalah puasa. Orang-orang tidak
mengetahui akan hakikat puasa sekali pun. Pada dasarnya orang yang tidak [pernah] pergi ke
suatu negeri dan tidak kenal akan alam [negeri] itu, bagaimana mungkin dia dapat menjelaskan
keadaan negeri tersebut ?
Puasa bukanlah sekedar [suatu ibadah] dimana manusia menahan lapar dan dahaga,
melainkan dia memiliki sesuatu hakikat serta pengaruh yang dapat diketahui melalui
pengalaman. Di dalam fitrat manusia terdapat [ketentuan] bahwa semakin sedikit dia makan
maka sedemikian itu pula akan terjadi tazkiya-e-nafs (pensucian jiwa), dan potensi (kekuatan)
kasyfiah (terbuka hijab) pun bertambah.
Maksud (tujuan) Allah Ta’ala dari hal itu adalah: kurangi satu makanan [jasmaniah] dan
tingkatkanlah [makanan] lainnya (makanan ruhaniah). Orang-orang yang berpuasa hendaknya
senantiasa memperhatikan bahwa hal itu bukanlah berarti supaya [menahan] lapar [saja],
melainkan mereka itu hendaknya sibuk dalam berzikir kepada Allah Ta’ala, sehingga
memperoleh tabattul dan inqita (pemutusan hubungan dengan selain Allah lalu mencangkokan
diri dengan-Nya - pent.).
Jadi, yang dimaksud dengan puasa adalah supaya manusia meninggalkan satu roti (makanan)
yang hanya memberikan kelangsungan hiclup bagi tubuh dan meraih roti (makanan) kedua yang
dapat memberikan ketentraman dan kekenyangan bagi ruh. Dan orang-orang yang berpuasa
semata-mata demi Allah Ta’ala, serta bukan sebagai suatu adat kebiasaan, mereka itu hendaknya
terus sibuk dalam sanjungan, tasbih dan tahlil kepada Allah Ta’ala, yang dari itu mereka akan
memperoleh makanan kedua". (Malfuzat, jld. IX, hlm. 122-123).

(123-126)

Mendapat Rukya (Mimpi)


Bukan Tujuan Hidup Manusia

Sekitar tanggal 26 Desember 1906, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. panjang lebar memberikan sebuah
ceramah. Di antaranya mengenai mimpi, behau a.s. bersabda:
Dengan sangat menyayangkan, saya menyinggung masalah ini, bahwa saya lihat sebagian
orang tujuan utama hidup mereka adalah mendapatkan atau agar mendapat mimpi-mimpi.
Mereka mencurahkan seluruh daya ke arah itu. Menurut saya, itu adalah cobaan (musibah).
Barangsiapa tenggelam dalam pemahaman demikian, ingat, najat (keselamatan) tidak ada
kaitannya dengan hal itu. Tidak akan dipertanyakan berapa banyak mimpi yang kalian lihat.
Saya melihat orang-orang mendapat hukuman karena mencuri. Dan ketika mereka kembali
setelah memperoleh hukuman, dan ditanyakan kepada mereka, maka mereka berkata, "Kami
memang saat itu pergi untuk mencuri, dan dari mimpi sudah diketahui bahwa akan terjadi seperti
ini."
Orang-orang bejat yang disebut kanjr (gypsi), mereka pun dapat melihat mimpi benar. Di
sini dulu ada perempuan tukang sapu kami, dia pun melihat mimpi-mimpi. Jadi, janganlah kalian
terperangkap di dalam cobaan itu. Tingkatkanlah hubungan-hubungan kalian dengan Allah
Ta’ala, dan buatlah supaya Dia ridha (senang). Ciptakan keindahan di dalam amal-amal kalian.
Manusia hendaknya selalu menelaah, apakah dia telah menjadikan amal-amal perbuatannya
sesuai dengan Al-Quran Syarif atau belum? Jika belum, maka tidak peduli apakah dia melihat
ribuan mimpi sekali pun, semua itu tidak ada guna dan manfaatnya.
Perintah yang ada di dalam Alquran Syarif adalah, penuhi hak-hak Allah dan hak-hak
manusia. Jangan ada tersisa unsur-unsur pamer, khianat, dan kelicikan (kejahatan). Semuanya
murni semata-mata untuk Allah. Jadi, pertama-tama ciptakanlah hal itu, kemudian buah-buahnya
akan diraih dengan sendirinya.
Maksud saya bukanlah berarti bahwa ini adalah sesuatu yang buruk atau carq yang buruk.
Bukan, bukan! Maksud [saya] yang sebenarnya adalah, penggunaan (pemanfaatan) secara tidak
baik adalah tidak baik. Kewajiban utama seorang yang sakit adalah berobat, bukannya
menceritakan dua atau empat lembar [hikayat] perjalanan si Alif dan Layla. Seperti itu juga
kasyaf-kasyaf dan rukya (mimpi) merupakan perjalanan. Tatkala penyakit-penyakit ruhani
disembuhkan dan kesehatan ruhani telah mantap maka barulah saat itu perjalanan ruhani akan
bermanfaat.
Tatkala manusia menghapuskan nafsnya (jiwanya) dan tidak cenderung ke arah wujud-
wujud selain Allah, dan dia tidak lagi melihat siapa pun di pandangannya kecuali Allah semata,
dan dia hanya bercerita tentang Allah, maka Allah Ta’ala pun akan menceritakan [sesuatu]
kepadanya.
Akan tetapi orang-orang yang walau pun memiliki dua telinga, mereka tetap mendengar,
akan tetapi mereka melayani unsur-unsur.........., ....................... dan segala macam kekuatan,
bagaimana mungkin mereka dapat mendengar perkataan Allah Ta’ala?
Ya, ada satu golongan yang menyembelih semua [unsur], yang menutup telinga mereka
bagi semua [unsur] -- mereka tidak [mau] mendengar [unsur apa pun] dari seseorang, dan tidak
pula mereka menceritakan kepada siapa pun -- maka kepada mereka itu sajalah Allah Ta’ala
menceritakan tentang [Dzat]-Nya, dan Dia [mau] mendengar mereka, dan itulah yang mubarak
(beberkat/selamat).
Jadi, jika kalian ingin masuk ke dalam golongan tersebut, berjalanlah di atas jejak langkah
mereka. Selama hal itu belum tercipta maka janganlah berbangga diri atas suara-suara demikian
dan mimpi-mimpi tersebut. Khususnya, dalam kondisi seperti itu, di dalam hadits ada disebut
tentang mimpi kosong yang tak bermakna dan suara (gejolak) jiwa. Itu tidak ada apa-apanya.
Tamsilnya adalah seperti ini. Ada satu kehamilan sejati, ketika jangka masa sembilan bulan
sudah terlewati maka lahirlah anak laki-laki atau perempuan. Satu lagi adalah kehamilan semu.
Sebagian wantia siang malam berkeinginan mengandung anak. Dari itu timbul penyakit
halusinasi harapan yang tinggi, lalu timbullah kehamilan semu. Perut pun menggembung, dan
timbul tanda-tanda kehamilan. Akan tetapi setelah sembilan bulan, yang keluar hanyalah kantung
air.
Seperti itu jugalah kasyaf-kasyaf dan mimpi tersebut. Selama manusia tidak sepenuhnya
menjadi milik Allah, semua itu tidak ada artinya. Kehormatan manusia terletak pada ini -- dan
inilah harta serta nikmat yang paling besar -- yaitu meraih kedekatan pada Allah Taala. Ketika
dia telah menjadi orang yang dekat dengan Allah, maka Allah akan menurunkan ribuan berkat
padanya. Dari bumi dan juga dari langit berkat-berkat akan turun. Berapa besar upaya yang
dilakukan oleh kaum Quraisy untuk menghancurkan Rasulullah saw.. Mereka sebuah kaum,
sedangkan Rasulullah saw. seorang diri. Namun lihatlah, siapa yang telah berhasil? Dan siapa
yang telah gagal?” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 126-128).

(128-155)

Jemaat yang Menjadi Saksi


bagi Islam

“Pada zaman. inipun Dia dengan karunia-Nya telah menegakkan Jemaat ini supaya menjadi
saksi bagi Islam sebagai agama yang hidup, dan supaya makrifat akan Allah menjadi
berkembang, serta supaya timbul keyakinan sedemikian rupa yang memusnahkan dosa dan
kekotoran, serta yang menyebarluaskan kebaikan dan kesucian.” (Malfuzat, jld. IX, hlm . 155).
(155-171)

Sakit Mata & Berpuasa

0rang yang sama itu bertanya: "Apabila mata orang yang berpuasa sakit, apakah boleh
memasukan obat [ke dalam mata]?
Hadhrat Masih Mauud as. menjawab: "Pertanyaannya sendiri salah. Bagi orang sakit tidak
ada perintah puasa". (Malfuzat, jld. IX, hlm. 171).

(171-172)

Shalat Nafal antara Azan


dan Shalat Subuh

Seseorang bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Jika seseorang mengerjakan shalat-shalat
nafal di antara azan dan shalat Subuh, apakah itu dibenarkan atau tidak?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menjelaskan:
“Sesudah azan shalat Subuh hingga matahari terbit, selain dua raka'at sunat dan dua raka’at
fardhu, tidak ada shalat lain.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 172).

Hewan Burung yang Mati karena


Tembakan Senapan

Seseorang bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Hewan halal yang mati sebelum disembelih,
yakni mati karena peluru senapan, apakah dibenarkan memakannya atau tidak?" Hadhrat Masih Mau'ud
a.s. menjelaskan:
“Sebelum menembakkan senapan, hendaknya membaca takbir (mengucapkan Allahu Akbar)
terlebih dahulu, maka dengan demikian memakannya dibenarkan (dibolehkan).” (Malfuzat, jld.
IX, hlm. 172).

Memakai Serbuk Celak (Tetes) Mata


Ketika Puasa

Ada pertanyaan: Apakah orang berpuasa boleh rnemasukan serbuk celak ke dalam mata atau
tidak? Hadhrat Masih Mauud as. bersabda:
"Makruh (tidak disukai). Dan apa pula perlunya memakai serbuk celak di siang hari?.
Serbuk celak itu dapat dipakai ketika malam hari". (Malfuzat, jld. IX, hlm. 172-173).

(173-177)

Dosa dan Obat Taubat


Pada tanggal 28 Januari 1907, waktu Zuhur, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menanggapi beberapa
pertanyaan yang masuk melalui surat-Surat. Salah seorang bertanya: "Saya melakukan dosa, lalu saya
bertaubat, kemudian terjadi dosa lagi. Apa obatnya?" Hadhrat Masih Mau'ud as. menjawab:
"Bertaubatlah lagi. Apa lagi obat selain itu." (Malfuzat, jld. IX, hlm. 177).

(177-194)

Mimpi Melihat Rasulullah Saw.

Pada tanggal 11 Februari 1907, waktu Zuhur, Mufti [Muhammad Shadiq] Sahib membacakan sebuah
pertanyaan dari seseorang yang disampaikan melalui surat. Orang itu menjelaskan bahwa dia bermaksud
menikahi seorang janda, namun di dalam mimpi dia melihat Rasulullah saw. melarangnya menikahi janda
itu. Dia menanyakan, apakah [larangan) itu harus diamalkan? Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
“Rasulullah saw. telah bersabda bahwa barangsiapa melihat beliau berarti melihat yang
benar, oleh karena itu hal (larangan) tersebut harus diamalkan.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 184-
185).

(185-186)

Karena Tidak Tahu Telah Siang Tetap saja


Makan dan Minum Sahur

Ada pertanyaan melalui surat: Seseorang yang ketika sahur di bulan Ramadhan karena tidak tahu
tetap saja makan dan minum, lalu ketika dia keluar ternyata fajar Subuh telah terbit. Apakah dia wajib
meneruskan puasanya atau tidak? Hadhrat Masih Mau’ud a.s. menjawab:
"Karena tidak tahu, lalu [terus saja] makan dan minum, tidaklah wajib harus menggantinya
dengan puasa lain". (Malfuzat, jld. IX, hlm. 186).

(186-189)

Mimpi Tentang Muhammad Hussein Batalwi

Hadhrat Masih Mau'ud a.s. dalam suatu kesempatan menjelaskan kepada sahabat-sahabat
beliau bahwa Muhammad Hussein Batalwi yang belakangan menentang keras, dulunya suka
datang kepada beliau a.s.. Suatu kali ayahnya bermaksud menerbitkan sebuah selebaran yang
menjelekkan nama Muhammad Hussein.
Muhammad Hussein sendiri datang kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s. meminta bantuan
agar beliau a.s. membujuk ayahnya supaya tidak menerbitkan selebaran tersebut. Hadhrat Masih
Mau'ud a.s. pun menghubungi ayah Muhammad Hussein Batalwi dan berhasil menahan niat sang
ayah itu.
Dalam pembicaraan tersebut, Mir Naashir Nawab Sahib (mertua Hadhrat Masih Mau'ud
a.s.) menceritakan mimpi yang beliau lihat: "Beberapa hari yang lalu saya melihat Muhammad
Hussein di dalam mimpi, bahwa dia sedang datang dari arah depan. Dia menjulurkan tangan
untuk bersalaman dengan saya. Maka saya pun menyalami tangannya. Waktu itu timbul suara
yang mengatakan kepada saya, “Siapa yang tunduk (membungkuk) kepada Anda, tunduklah
(membungkuklah) kepadanya.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 189).

(189-201)

Ayat Al-Quran &


Mimpi yang Membuat Seorang Yahudi Masuk Islam

0rang-orang beranggapan bahwa mereka mukmin dan muslim, akan tetapi sebenarnya
mereka bukan. Pernyataan di mulut saja adalah suatu hal yang mudah, akan tetapi
membuktikannya dengan amal-perbuatan adalah suatu perkara lain. Allah Ta’ala berfirman:
"Ahaasiban naasu an- yutrakuu an- yaquuluu wa hum laayuftanuun -- apakah manusia mengira
bahwa mereka akan dbiarkan berkata, "Kami telah beriman” sedangkan mereka tidak diuji? - Al-
Ankabuut, 2). Yakni, apakah orang-orang beranggapan bahwa mereka mukrnin dan orang-orang
yang secara sejati telah beriman, sedangkan mereka belum diuji? Jadi, selama belum diuji, iman
itu tidak memiliki hakikat apa pun. Banyak orang tergelincir pada waktu diuji, dan pada waktu
sulit iman mereka goyang.
Ada kisah seorang Yahudi yang merupakan tabib besar. Namanya Abul Khair. Suatu kali
dia lewat di sebuah lorong, dan mendengar seseorang membacakan [ayat] "A haasiban naasu......
", padahal dia seorang Yahudi waktu itu. Mendengar ayat ini, dengan kedua tangannya dia
bertopang di dinding, menundukkan wajahnya, dan mulai menangis. Setelah menangis dia
pulang ke rumahnya. Dan ketika tidur dia bermimpi bahwa Rasulullah saw. datang dan bersabda,
"Wahai Abul Khair, sangat mengherankan bahwa orang yang berilmu dan memiliki kelebihan
seperti engkau, tidak masuk Islam."
Pagi harinya ketika dia bangun, dia mengumumkan ke seluruh kota bahwa dia pada hari itu
telah menerima (masuk) agama Islam.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 201).

(201-202)

Mimpi Mahkota dari Langit


untuk `Ghulam Qaadir

Suatu kali ayah kami melihat sebuah mimpi, yaitu dari langit turun mahkota, dan dikatakan,
"Letakkan mahkota ini di kepala Ghulam Qaadir (kakak Hadhrat Masih Mau'ud a.s.).
Namunsebenarnya ta'bir mimpi itu untuk saya. Misalnya, sering kalian melihat mimpi untuk
seorang saudara [kalian], dan ternyata mimpi itu untuk saudara yang lainnya. Dan lihatlah,
Ghulam Qaadir adalah dia yang juga membuktikan dirinya sendiri sebagai ghulam (hamba) bagi
Sang Qaadir (Mahakuasa). Dan pada masa-masa itu pun saya mendapat mimpi-mimpi yang
demikian.
Jadi, saya beranggapan di dalam hati bahwa mereka terbalik mena'birkan [mimpi] ini.
Sebenarnya yang dimaksud di situ adalah saya. Sayyid Abdul Qadir Jailani juga telah
menuliskan, bahwa suatu masa akan datang dalam [kehidupan] manusia dimana ia akan
dinamakan Abdul Qaadir. Misalnya, nama saya pun melalui ilham disebut Abdul Qaadir oleh
Allah Ta’ala.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 202).

(202-206)

Diin (Agama/Keruhanian) dan


Cara Mensikapi Dunia

Pada tanggal 3 Maret 1907, sebelum shalat Zhuhur, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. kedatangan tamu,
Sayyid Habibullah Sahib I.C.S, Magistrat Makfin Alahabad, Agra. Beliau merupakan utusan resmi
Pemerintah India untuk mendampingi Amir Kabul, Afghanistan dalam perjalanannya. Hadhrat Masih
Mau'ud a.s. bersabda kepada beliau:
"Dengan menanggung kesusahan sedemikian rupa datang ke tempat ini, tidak ada seorang
pun yang mampu datang tanpa kekuatan iman. Dari sisi pemikiran duniawi, kedatangan ke sini
dianggap membuang-buang waktu saja. Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan ganjaran
terbaik kepada Anda."
Kemudian Hz.Masili Mau'ud a.s. bersabda:
“Diin (agama/keruhanian) dan dunia tidak dapat bersatu di satu tempat. Kecuali dalam
kondisi Allah menghendaki, maka Dia dapat menjadikan fitrat seseorang menjadi tangguh
(gigih) sedemikian rupa, sehingga dengan kesibukannya dalam urusan-urusan dunia pun orang
itu dapat mendahulukan agamanya. Ada juga orang-orang yang demikian.
Ada uraian tentang seseorang di dalam buku Tadzkiratul Aulia. Orang itu sibuk dalam
urusan dagang senilai ribuan rupees. Seorang waliullah melihatnya, dan memandangnya dengan
pandangan kasyaf maka sang waliullah itu pun mengetahui bahwa orang tersebut walau
sedemikian rupa dalam urusan perdagangannya, tetapi satu detik pun dia tidak pernah lalai
terhadap Allah Ta’ala.
Mengenai orang demikian Allah Taala berfirman: "[Rijaalun] laa tulhiihim tijaaratun wa
laa bai’un ['an dzikrillaah] - [Mereka adalah laki-laki] yang tidak dilalaikan oleh perniagaan
dan jual-beli [dari mengingat Allah] - An-Nuur, 38). Dan kehebatan [seorang] manusia adalah,
dia tetap sibuk dalam urusan-urusan duniawi namun tetap saja dia tidak melupakan Allah.
Sungguh tidak bergunalah seekor bagal (kuda beban) yang langsung terduduk tatkala
dimuati beban, tetapi ketika kosong dia dapat berjalan melenggang. Ia tidak layak dipuji.
Seorang faqir yang gentar terhadap pekerjaan-pekerjaan duniawi lalu menjadi petapa, dia
memperlihatkan suatu kelemahan.
Di dalam Islam tidak ada rahbaniyyat (meninggalkan dunia dan mengurung diri hanya untuk
beribadah saja -pent.). Saya tidak pernah mengatakan agar [kalian] meninggalkan istri-istri dan
anak-anak, serta meninggalkan urusan-urusan duniawi. Tidak. Justru seorang pegawai
hendaknya menjalankan tugas-tugas kepegawaiannya. Seorang pedagang, hendaknya memenuhi
tugas-tugas perniagaannya, namun utamakanlah diin (agama/keruhanian).
Contohnya ada di dunia ini. Para pedagang dan pegawai, walaupun mengerjakan perniagaan
dan tugas kepegawaian mereka dengan sangat baik, tetap saja mereka mempunyai istri dan anak-
anak. Mereka memenuhi hak-hak anak-istri secara merata. Demikian pulalah, seorang manusia
dapat memenuhi hak-hak Allah Ta’ala beriringan dengan segenap kesibukan tersebut. Dan
manusia dapat menjalani hidupnya sangat baik dengan mendahulukan diin (agama/keruhanian)
daripada dunia.
Dengan Allah Ta’ala manusia memiliki hubungan fitrati. Sebab di hadapan Allah Ta’ala
ketika dittany, “alastu birabbikum (bukankah Aku Tuhan-mu?), fitrat manusia telah melontarkan
ikrar qaluu balaa (benar, mengapa tidak).
Ingatlah, seseorang yang mengatakan, "Pergilah ke hutan belantara dan dengan demikian
jauhlah kekotoran-kekotoran dunia, lalu beribadatlah kepada Tuhan," [berarti] dia takut terhadap
dunia lalu melarikan diri dan memilih sikap yang tidak jantan.
Lihat, mesin lokomotif adalah benda mati yang menarik ribuan orang bersamanya, dan
mengantarkan mereka ke tempat tujuan. Maka sangat disayangkan atas makhluk hidup yang
tidak dapat menarik siapa pun bersamanya.
Allah Ta’ala telah menganugerahkan kekuatan-kekuatan (potensi-potensi) besar pada
manusia. Di dalam diri manusia telah ditanamkan sebuah khazanah kekuatan oleh Allah Ta’ala.
Tetapi manusia dengan malas menyia-nyiakan kekuatannya, dan oleh perempuan pun
terlampaui.
Ini merupakan suatu ketentuan, bahwa kekuatan-kekuatan (potensi-potensi) yang tidak
dipergunakan, lambat-laun akan menjadi lenyap. Jika selama 40 hari seseorang tinggal dalam
kegelapan maka cahaya matanya akan menjadi lenyap (buta).
Ada seorang saudara kami. Pembuluh darahnya robek maka petugas operasi mengatakan
supaya jangan menggerakkan tangan. Karena terlalu hati-hati, dia betul-betul tidak
menggerakkan tangan. Akibatnya, setelah 40 hari tangan itu pun kaku sama-sekali.
Kekuatan (potensi) manusia – ruhani mau pun jasmani – selama tidak dipergunakan, tidak akan
dapat berkembang.
Sebagian orang ada yang percaya bahwa seseorang yang benar-benar memanfaatkan
kekuatannya (potensinya) maka umurnya pun akan panjang. Tanpa fungsi (gerak) maka manusia
akan menjadi mati. Jika tidak berfungsi maka yang timbul adalah bencana. “ (Malfuzat, IX, hlm.
206-208).

(208-212)

Mimpi Sehelai Kertas Bagus


dari Allah Ta’ala

Sekitar tanggal 19 September 1907, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:


“Sejak beberapa hari [saya] menghadapi cobaan. Duapuluh atau duapuluhlima malam saya
tidak tidur-tidur. Hari ini sedikit saja mata saya terpejam dan turun ilham: "Khuda khusy ho qia -
- [Allah telah senang]." Dari situ diketahul bahwa Allah Ta’ala sangat senang saya sepenuh
terlibat (masuk) dalam cobaan-cobaan ini. Dan maksud ilham ini adalah, “Engkau sepenuhnya
terlibat (masuk) dalam cobaan-cobaan ini.”
Setelah itu, kembali mata saya terpejam, dan melihat bahwa di tangan saya terdapat
selembar kertas cantik yang ditulis dengan tulisan bagus. Ada sekitar 50 atau 60 baris tulisan
yang tertera di situ. Saya membacanya, namun dan semua itu yang tetap ingat adalah, "Yaa
'abdallaahi innii ma'aka - wahai hamba Allah, Aku bersama engkau."
Saya begitu gembira membacanya, seolah-olah menyaksikan Allah Ta’ala, di sana dia (Dia
?) tetap berdiri selama Allah Ta’ala sendiri belum menciptakan sarana untuk keluar dari situ.”
(Malfuzat, jld. IX, hlm. 212).

Tidak Mendahului Mimpi

Seseorang menceritakan mimpinya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Di dalam mimpi ada isyarah
terhadap suatu pekerjaan besar yang harus dilakukan. Namun sarana-sarana untuk pekerjaan itu belum
ada. Dan orang itu, sesuai mimpi tersebut, bermaksud untuk segera memulai pekerjaan itu. Hadhrat Masih
Mau'ud a.s. bersabda:
“Sebagian mimpi memang akan terjadi setelah jangka masa yang panjang. Selama Allah
Ta’ala belum memaparkan sarana-sarana untuk pekerjaan itu, selama itu pula hendaknya
menunggu dengan sabar. Lihatlah, sekian banyak musibah yang menimpa Hadhrat Yusuf a.s.,
sebabnya adalah karena menceritakan mimpi bukan pada waktu yang tepat.
Sungguh indah yang diucapkan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani 'alaiihi rahmah, bahwa faqiir
itu hendaknya mengamalkan sikap "berdiri di tempat dia diberdirikan oleh Allah." Yakni,
dimana dia diberdirikan oleh Allah Ta’ala, di sana dia tetap berdiri selama Allah Ta’ala sendiri
belum menciptakan sarana untuk keluar dari situ.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 212).

(212-214)

Berpuasa pada hari kewafatan


Rasulullah Saw.

Seseorang bertanya: Apakah perlu berpuasa pada hari kewafatan Rasulullah saw. atau tidak? Hadhrat
Masih Mau’ud as. menjawab:
"Tidak perlu". (Malfuzat, jld. IX, hlm. 214-215).

Puasa Sepuluh Muharram

Seseorang bertanya: Apakah perlu berpuasa pada sepuluh hari pertama pada bulan Muharram atau
tidak? Hadhrat Masih Mauud as. menjawab:
"Tidak perlu. " (Malfuzat, jld. IX. hlm. 215).

(215-218)

Mendahulukan Diin (Agama) Daripada


Dunia Memang Sulit

Mendahulukan diin (agama/keruhanian) daripada dunia memang suatu halyang sulit.


Sekedar berkata saja setiap orang dapat mengucapkannya. Berjanji, setiap orang dapat
mengucapkan janjinya. Namun tidak semua orang mampu memenuhinya.
[Sikap] mendahulukan diin (agama/keruhanian) daripada dunia dapat dikenali melalui cara
ini, yakni tatkala manusia mengalami kerugian pada harta duniawinya maka berapa besar
ketidakabadian dunia.
Syekh Sa'adi 'alaihi rahmah, menguraikan sebuah peristiwa menarik. Ada dua orang yang
saling bermusuhan sangat mendalam. Mereka merasa tidak tenteram apabila samasama hidup di
bawah satu langit. Salah seorang di antara mereka, atas kehendak Ilahi, telah meninggal dunia.
Orang yang satu lagi pun gembira sekali. Suatu hari dia pergi ke kuburan musuhnya itu. Dia
menggali kuburan tersebut, dan dia menyaksikan bagaimana jasad musuhnya yang lemah (rapuh)
telah menjadi tanah dan dimakani ulat-ulat.
Melihat hal itu, dia menyaksikan di hadapan matanya pemandangan akhir dunia ini, dan hal
itu membuatnya sangat tercekam serta sedih. Dia menangis sedemikian rupa sehingga dia
membasahi seluruh tanah kuburan [musuhnya] itu.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 218).

(218-251)

Menerapkan Gambaran Mimpi Sepenuhnya

Seseorang menuliskan mimpi istrinya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.. Dia menceritakan: "Ada
orang yang melihat di dalam mimpi bahwa dia berkata kepada istri saya, anak engkau menanggung
beban yang besar. Bayarlah sedekah untuknya, dan rendamlah kacang cane di dalam mangkuk tembikar,
lalu bukalah baju yang dipakai oleh anak kamu itu dan tutupkan pada mangkuk tadi. Ketika tidur malam
hari, letakkan di bawah tempat tidur bagian kepala. Dan bersamaan dengan itu nyalakan pelita. Pagi hari
suruh orang lain mengambihiya dan letakkan di curahe (............ ?)." Mimpi disampaikan kepada. Hadhrat
Masih Mau'ud a.s. dan dipertanyakan, apakah mimpi ini boleh diterapkan (diamalkan) persis seperti itu?
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjawab:
"Boleh mengamalkannya seperti itu, dan penuhilah mimpi tersebut." (Malfuzat, jld. IX,
hlm. 251).

(251-)

Puasa Bagi Para Buruh


Maupun Petani

Berpuasa & Bercermin

Seseorang bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s. : "Apakah orang berpuasa boleh melihat
cermin? Hadhrat Masih Mau'ud as. menjawab: "Boleh".
Meminyaki Rambut dan Janggut Ketika Puasa

0rang itu kembali bertanya: "Apakah ketika berpuasa boleh meminyaki rambut dan janggut?
Hadhrat Masih Mauud as. menjawab: "Boleh".

DOSA & KESADARAN AKAN MAUT

Ringicasnya, selarna manusia tidak menyadari akan maut, maka dia tidak akan dapat
tunduk/condong kepada kebaikan. Saya telah beritahukan bahwa dosa timbul akibat munculnya
di dalam hati kecintaan terhadap [wujud-wujud]gahirullaah (wujud-wujud selain
Allah), clan perlahan-lahan menguasai kalbu.
Jadi, untuk terhindar dan terpelihara dari dosa, ini pun merupakan suatu sarana, yakni manusia
mengingat maut/kematian; senantiasa menelaah keajaiban-keajaiban qudrat Allah Taala. Sebab,
dengan cara itu kecintaan terhadap Allah dan keimanan menjadi bertambah. Dan apabila
kecintaan terhadap Allah Taala telah timbul, maka dosa dengan sendirinya akan terbakar dan
hangus.
Sarana kedua untuk menghindarkan diri dari dosa adalah rasa akan maut. Jika manusia
meletakkan maut di hadapan matanya, maka tentu dia akan berhenti dari perbuatan-perbuatan
buruk serta kelancangan-kelancangan itu. Dan dia akan memperoleh keimanan yang barn
terhadap Allah Taala, serta akan memperoleh kesempatan untuk bertobat dan menyesali dosa-
dosanya yang terdahulu.
Apalah manusia yang lemah ini? [Manusia] hanya bertumpu pads satu napas/nyawa saja. Lalu,
mengapa manusia tidak memikirkan/merisaukan perihal akhirat? Dan tidak takut terhadap maut?
Serta mengikuti dan menjadi budak dorongandorongan nafsu dan gejolak-gejolak hewani, lalu
menyia-nyiakan umur? (Malfuzat, jld.......... hlm. l6-17}

Shalat Qashar Bagi Orang yang


Pekerjaannya Selalu Dalam Perjalanan

Seseorang bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Orang yang karena pekerjaannya selalu
berada dalam perjalanan, apakah dibenarkan untuknya melakukan shalat qashar (diringkaskan) atau
tidak?" Hadhrat Masih Mau'ud as. menjelaskan:
Seseorang yang siang malam berada dalam perjalanan dan memang sudah demikian
pekerjaannya, maka dalam perjalanan itu dia tidak dapat dikatakan sebagai musafir. Dia
hendaknya mengerjakan shalat secara penuh.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 172).

Orang Berpuasa yang Memakai


Wangi-wangian

Seseorang bertanya, “Apakah orang yang berpuasa dibenarkan memakai wangi-wangian atau tidak?"
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjawab:
“Dibenarkan.” (Malfuzat, jld,. IX, hlm. 172).

Shalat Nafal antara Azan dan Shalat Subuh &


Istighfar dalam Kesulitan

Mufti Muhammad Shadiq membacakan surat seserang yang menanyakan tentang shalat nafal di
antara shalat sunnat dan shalat fardhu Subuh. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
“Selain dua raka'at shalat sunhat sebelum shalat fardhu, tidak dibenarkan ada shalat lainnya.”
Kemudian Mufti Muhammad Shadiq juga mengernukakan surat seseorang yang bertanya: "Apa yang
harus dilakukan ketika menghadapi kesulitan-kesulitan dan musibah-musibah?" Hadhrat Masih Mau'ud
a.s. menjelaskan:
“Banyak-banyaklah membaca istighfar, dan mohonlah ampunan dari Allah Ta’ala terhadap
kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh diri sendiri.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 174-175).

Definisi Walimah

Dalam perbincangan ini dibicarakan mengenai definisi walimah. Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
menjelaskan:
“Walimah adalah setelah melaksanakan pernikahan, orang yang menikah itu memberikan
[hidangan] kepada orang-orang yang dicintainya.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 175).

(175-177)

Binatang Buruan yang Mati karena Tembakan

Dipertanyakan mengenai binatang bureau yang mati karena tembakan. Hadhrat Masih
Mau'ud as. menjelaskan:
“Baca takbir terlebih dahulu, lalu tembaklah. Apabila binatang buruan itu mati, maka ia
halal.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 177).

(177-193)

Akhir Dunia

Akhirnya suatu hari dunia ini akan habis (berakhir), dan semuanya akan punah. Dan masa
kepunahan itu berdasarkan umur dunia tampaknya akan terjadi setelah 7000 tahun.
Hitungan ini saya mulai dari Adam. Namun hal itu tidak berarti bahwa sebelumnya tidak ada
manusia, atau dunia belum ada, melainkan hitungan ini diperoleh dari seorang asal nenek-
moyang kita, yang bernama Adam. Sebagaimana pada masa awal beliaulah yang merupakan
Adam maka seperti itu pula di masa akhir terdapat Adam.
Dari Hadits Suci terbukti bahwa zaman Rasulullah saw. merupakan waktu Ashar dalam
hitungan hari umur dunia ini. Apabila itu merupakan waktu Ashar maka dengan sendirinya dapat
diperhitungkan, berapa sisa waktu yang ada sekarang. Dari Injil pun terbukti demikian. Hal itu
menyatakan bahwa umur dunia sekarang sudah tinggal sedikit.
Hadhrat Maulwi Nuruddin mengatakan, bahwa kata-kata semacam itu – yakni Kiamat, fana,
dan sebagainya – di beberapa tempat digunakan untuk menyatakan sesuatu era tertentu dan kaum
tertentu. Itu betul. Dan Allah Ta’ala dari sejak awal sudah merupakan Khaaliq (Pencipta) terus
menerus. Namun ke-Esa-an-Nya pun menuntut supaya Dia di suatu saat menghabiskan
(mengakhiri) semuanya ini, Kullu man 'alaiha faan, yakni segala sesuatu yang ada di atasnya
akan menjadi punah (Ar-Rahmaan, 27).
Tidak peduli kapan waktunya. Kita tidak dapat mengatakan kapan waktu itu akan tiba.
Namun waktu yang demikian pasti akan datang. Selanjutnya yang ada ialah Keagungan Qudrat-
Nya (kekuasaan-Nya)-[Nya]. Jika Dia menghendaki, Dia dapat melakukan penciptaan yang baru
lagi.” (Malfuzhat, jld. IX, hlm. 193).

(193-195)

Surga ‘Adn

Pertanyaan seseorang disampaikan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "orang-rang yang akan masuk
surga, mereka tidak akan dikeluarkan lagi dari situ. Lalu, bagaimana sampai Adam dan Hawa telah
dikeluarkan dari situ?" Hadhrat Masih Mau'ud as. menjelaskan:
“Surga yang darinya Adam telah dikeluarkan, surga itu berada di bumi ini juga. Bahkan di
dalam Taurat telah diterangkan mengenai batas-batas kawasan surga itu. Dan nash-nash
Al_Quran juga terbukti bahwa di bumiinilah manusia hidup dan mati. Seseorang yang menganut
kepercayaan bertentangan dengan itu, berarti dia menghina Kalaam Allah Ta’ala.” (Malfuzat,
jld. IX, hlm. 195).

Zakat bagi Utang

Seseorang bertanya, “Utang yang dipinjamkan seseorang, apakah atasnya juga wajib
diberlakukan zakat?" Hadhrat Masih Mau'ud as. menjelaskan:
“Tidak.” (Malfuzat, jld, IX, hlm. 195).

Masalah I'tikaf

Seseorang bertanya, “Apabila seseorang melakukan i'tikaf, apakah dia dapat membicarakan
tentang usaha urusan duniawinya atau tidak?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
“Apabila memang sangat diperlukan, dia dapat melakukannya. Dan dia dapat pergi ke luar
untuk menjenguk orang sakit mau pun untuk keperluan-keperluan mendesak lainnya.”
(Malfuzat, IX, hlm. 195-196).

Prosa dan Puisi

Baku Hi-Mas Mau'ud as. yang berjudul 94vn ke Arya aor Ham telah selesai dftuffi% do mWi
dicetaL BeHatt menganjurican agar dWdmkan juga kepada para penentan& Hz.Masih Mau'ud
as. bersabda:
Ubu itu tents dari berbagai maces. Sebq-g an ada yang terpengaruh melalut prosa, dan sebagian
ada yang terpengaruh melalui puisi. Ada satu orang yang hanya karena terpengaruh oleh syair
yang terdapat di dalam [bulcu] Barakin Ahmad4yah saya, dia, telah dateng kepada saya.
(Maoahat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, jld.9, h.204- 205 / W 30.12.99).

Shalat Jum'ah Dua Orang

Sedang dibicamkan permasalahan mengenai shalat Jurnat. Jika di suatu kampung hanya
terdapat dua orang Ahmadi saja, apakah mereka boleh mengeijakan shalat Jum'ah atau tidak? Hal
itu dibicamkan oleh Hz.Masih Mau'ud as. kepada Maulwi Muhammad Ahsan Sablib. Maulwi
Sahib mengatakan: uDengan dua orang saja shalat berjemaah dapat ditakukan.- HzAasih Mau'ud
as. bersabda:
Ya, nieieka boleh mengerjakannya. Para fuqaha menuliskan tiga orang [untuk syarat shalat
Jum'ah]. Jika sendirian, maka dia ' dapat memenuhi angka itu dengan mengikut-sertakan istri dan
lainnya sebagai makmum. (Malfuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, jld.9, h.214 / MI
30.12.99).

Bagaimana Cara Menimbulkan Rasa


Takut Terhadap Allah

Sedang berlangsung perbincangan bahwa walau sudah begitu banyak wabah dan penderitaan saat
ini, omng-orang semakin hebat melakukan doss, dan tidak peduli sedikit pun. Hz.Masih Mau'ud
a.s. bersabda:
Jika terdapat keirnanan penuh terhadap Allah Taala, maka di dalam kalbu manusia akan timbal
rasa takut dan ngeri. Sernalcin tipis keirnanan itu, maka semakin tipis juga rasa, takut yang ada.
(Malfuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, jld.9, h.225 / MI 30.12.99).

Tolak Bala

Di seluruh agama hal ini telah disepakati bahwa melalui sedekah maka bala dapat ditolak. Dan
mengenai kedatangan suatu bala, jika Allah Taala terlebih dahulu mengabarkannya, berarti itu
merupakan nubuatan berupa waiid Jadi, nubuatan wa'iid juga dapat batal karena sedekah,
bertobat dan karena kembali kepada Allah Tants, Hal ini diakui oleh 124.000 nabi, bahwa bala
dapat menjadi gugur karena sedekah. Orang-orang Hindu juga memberikan sedekah pads saat ter
adi musibah. Jika bala itu merupakan sesuatu yang tidak dapat digugurkan, maka sedekah dan
sebagainya ini menjadi tidak berguna. (Malfuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, jld.9, h.227
/ MI 30.12.99).

dengan berkaitar Mau'ud


seperti terhada dibenar Isyaat, 30.12.9

Perlawanan

Tidak pernah terjadi bahwa semua pihak telah mempercayai seorang nabi. Pasti ada saja
perlawanan. Setidaktidaknya pasti ada penentangan yang terjadi. Pads mass setiap nabi, memang
begitulah yang selalu terjadi. (Malfuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, jld.9, h.227 / MI
30.12.99).
Niat Untuk Berjalan-jalan
Mengunjungi Suatu Tempat

Seorang tokoh Hindu terhormat dari Riyasat Jammu, Kashmir, datang mengunjungi Hz.Masih
Mau'ud as.. Dalam pembicaraannya dia memaparkan tentang keindahan slam di Kashmir. Dia
mengajak Hz-Masih Mau'ud a.s. untuk sekali-sekali datang ke Kashmir. Hz.Masih Mau'ud as.
bersabda:
Bukanlah prinsip saya untuk melakukan suatu perjalanan hanya untuk bersenang-senang atau
untuk jalan-jalan dan tRmisya. Ya, suatu upaya keagamaan yang di dalamnya saat ini saya
sedang sibuk, jika untuk keperluankeperluannya saya harus melakukin pedalanaa, dan harus
pergi ke Kashmir untuk pengkhidmatan agama, niaka barulah saya akan bersedia untuk pergi ke
negeri itu. (Malfuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, jld.9, h.228 / W 30.12.99).

Salam Dari Rasulullah s.a.w.

Suatu hal yang menakjubkan bahwa Rasulullah s.a.w. mengucapkan salam bagi Masih Mau'ud
dan berpesan: "SaMDaikan salam saya kepada Masih Mau'ud." Sekarang, jika Masih yang bakal
datang itu adalah Almasih [ibnu Maryann yang Sudan berada di Langit di antara nabi-nabi
lainnya, berarti diasendiri di sans berteMu dengan Rasulullah s.a.w. lalu barulah -akan datang ke
dunia ini. Seharusnya dia sendiri yang membawa seam dari Rasulullah s.a.w. untuk umat Islam.
Bukannya dia yang datang ke sini lalu orang-orang di dunia ini yang menyampaikan salam dari
Rasulullah s.a.w. kepadanya.
Tamsilnya samtl,., seperti seseorang yang barn datan'dari rumah, tetapi justru orang aim
yang menyampaikan kabar tentar'l rumah itu kepadanya. Salam dan pesa;,i Rasulullah
s.a.w. ini dengan jelas !~menyatakan bahwa [Masih Mau'ud] it a akan lahir dari antara umat ini
jugs, dam is belum pernah bertemu dengan I Rasulullah s.a.w.. (Malfuzhat, Add. Nazir Isyaat,
London, 1984, jld.9, h.230 / MI 30.12.99).

Doa dan Pengabdian

Kadang-kadang tidak ada pengabulan di dalam ~ doa [yang dipanjatkan]. Namun, pads waktu-
waktu seperti itu, doa tersebut dapat juga dikabulkan apabila dimintakan kepada
seseorang yang mulia/suci agar memanjatkan doa itu, dan [orang yang berkepentingan] itu
memanjatkan doa supaya Allah mendengarkan doa-doa orang rnplia/suc'l tersebut. Dan berkali-
kali telah -terbukti bahwa dengan cars demikian d)a itu pun dikabulkan.
Hall hal seperti ini juga kadangkadang terTadi pads. diri saya. Dan di kalangan clang-prang suci
sebelumnya juga hal tetIsebut tedadi. Misalnya, suatu kali Bawa Ghulam Farid jatuh saki t. Dan
beliau berqoa, tetapi sedikit pur, tidak ada pengE&mhnya. Maker beliau pun meminta kepada
seorang murid beliau yang sangat baik dan muttaqi (Sayyid Syekh Nizamuddin, atau Khawaja
Quthbuddin) agar mencloakan. Sang murid pun banyak memanjatkan doa, tetapi tetap tidak ada,
pengaruhnya sedikit pun. Melihat hal itu Bawa Ghulam Farid banyak berdoa di suatu malam:
"Wahai Tuhan-ku, anugerahkanlah derajat sedernikian rupa, kepada muridku ini sehingga doa-
doanya dikabulkan." Dan pagi hari beliau mengatakan kepada, sang murid bahwa: "Tali malam
saya telah memanjatkan doa ini untuk kamu." Mendengar hal itu hati sang murid sangat terharu,
dan di dalam hail dia , gatakan- "Beliau saja sudah begitu memanjatkan doa, untuk says.
Sekarang saya akan mulai lagi berdoa untuk beliau." Dan sang murid dengan sepenuhnya
memanjatkan doa, sehingga akhirnya Bawa Ghulam Farid pun sembuh. (Mahal, Add. Nazir
Isyaat, London, 1984, j1d.9, h.234 / MI 03.01.2000).

Doer dan Musibah

Bertangsung hujan yang sangat deters dan terusmenenis. Rumah-nunah banyak yang terancam
roboh. Mengenai hal itu Hz.Masih Mau'ud a.s. bersabda:
Kehler berlangsung hujan, badai, dan topan, hendaknya senantiasa, memanjaitlan doa, supaya
Allah di dalam =6 itu menciptakan suatu kondisi yang balk bagi kits, dan memelihara kits dari
setiap kemudaratan yang ditimbullcannya.
Demikian puler Rasulullah s.a.w. juga selalu memanjatkan doa pada, saatsaat seperti ini. Dan
ketika hujan tunm atau badai melanda, beliau tampak resahKadang-kadang beliau masuk ke
dalam, dan kadang-kadang beliau keluar, [memeriksa] jangan-jangan telah ter acli kiamat. Walau
pun kepada, beliau sudah diberitahukan banyak sekali tanda kiamat, dan kedatangan Masih pun
ditunggu-tunggu, tetapi tetap saja beliau berpendirian bahwa Allah Taala itu sangat tidak peduli.
Oleh sebab itu semua orang hendaknya senantiasa takut terhadap ketidak-pedulian-Nya. Dan
pads kesempatan-kesempatan seperti ini hendaknya selalu sibuk memanjatkan doa-doa secara
khusus. (Malfuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, j1d.9, h.235 / MI 03.01.2000).

Azan di Telinga Bayi

Hakim Muhammad Umar dari Fcmzptw bertanya: "Ketika bagi lahir, malca orang Islam
mengucapkan azan di telinganya. Apakah hal ini sesuai dengan Syariat, ataukah hanya berupa
tradisi s.-ja?" Hz.Masih Mau'ud as. menjelaskan:
Hal itu terbukti dari Hadits. Dan kata-kata yang masuk ke telmga pads wakt-j itu meninibulkan
suatu pengaruh pads akhlak dan kondisi manusia. Oleh karena itu, tradisi ini baik dan
dibenarkan. (Malfuz-hat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, jld.9v( h.238 / MI 30.12-99).

Undangan Makan Ketika Suatu


Tanda Terpenuhi

Khan Sahib Abdul Hamid KapWulwi menulis Surat kepada Hz.Masih Mau'ud ~,s., memohon
izin untuk mengadakan undangan makan bagi kawan-kawan, sebagai ungkapan kegembiraan
dengan terpenuhinya Tanda yang aVmg beftitan deagar Alexander Dowie. Hz.Masih Mau'ud ~s.
meFya dan bersabda:
Mengundangan maker seperti ini ungkapan[syukur] terhadap aniigerah [Ilahi], adalah
dibenarkan. • ~MaOahat, Add. Nazir Isyaat, Londo 1984, jld.9, h.238 / MI 30.12.99).

Mem Whatkan Karya


OrAig-orang Kafir
Seseorang bertanya: "Keretaapi adalah keledai Dajjal. Lalu, mengapa kits menaikinya?"
Hz.Masih Mau'ud as. bersabda:
Mengambil manfaat dari karya orang-orang kafir ticlaklah dilarang. Rasulullah s.a.w. bersabda
bahwa mengawini kuda betina dengan keledai adalah suatu kedustaan. Jadi, yang melakukannya
adalah dajjal (pendusta). Namur, beliau s.a.w. Bering menunggang bagal (turner campuran lade
jantan dengan keledai betina, atau xWilmya –pent'.). Dan seorang raja kafir telah menghadiahkan
kepada beliau seekor bagal, dan beliau selalu menungganginya. (Malfuzhat, Add. Nazir Isyaat,
London, 1984, j1d.9, 239 / N1130.12.99).

Doa Khusus

Seseorang menyampaRcan kepada Hz.Masih Mewed as. keWenannya untuk mendapatkan suave
barang tertentu. Hz.Masffi Mau'ud as. basabda-
Bercloalah, supaya sesuatu yang pads pandangan Allah Taala adalah baik, itulah yang tedadi.
Sebab, kadangkadang manusia, menganggap sesuatu itu baik lalu memohonkannya kepada Mlah,
tetapi justru darinya timbul sesuatu yang buruk, bahkan lebih bunk dari sebelumaya. Oleh karma
itu, doe hendaknya dalam bentuk yang mencakup k elundw. Saya mendoakan bagi ands i semoga
Allah Taala melindungi nZ Dan Dia-lah yang merupakan Pelindung Sejati. (Malfuzhat, Add.
Nazir Isyaat, London, 1984, jld.9, h.243 / MI 30.12.99).

Sedekah Jariyah

Seseorang menulis surat kepada HZ-Masih Mau'ud as.: "Bagaimana camnya supaya manusia
dapat meninggaUm sedekah jariyah di dalam hidup ini, yang pahalanya akan terns berlangsung
setelah mati hingga hari kiamat?" H7-Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
Mengenai sampai kiamat, tidak ada yang dapat says katakan. Ya, setup amal manusia yang
setelah kematiannya masih tetap berlangsung darRpaknya di dunia ini, make hal itu
menimbulkan pahala baginya.
Misalnya, seseorang mempunyai anak, dan dia mengajarkan agama kepadanya, Berta
menjad9cannya sebagai pengkhidmat agama. Hal itu merupakan sedekah jariyah baginya, yang
pahalanya terus-menerus akan dia terima. Amalamal itu tergantung pads niat. Setup amal yang
dilakukan demikian dengan niat yang baik, yakni supaya amal itu tetap berlangsung, make am-al
itu merupakan sedekah janyah bagmya. (Malfuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, jld.9,
h.246 / MI 30.12.99).

Memandikan Jenazah
Yang Terkena Wabah Pes

Ada pertanyaan: "Ape ketentuan mengenai memandWmi jenazah yang terkena pes?" H7-Masih
Mau'ud a.s. menjelaskan:
Orang xnukmin yang meninggal dunia karma pes, adalah syahid. Bagi orang yang mati syahid,
tidak perlu dimandikan. (Malfuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, jld.9, h.250 / MI
30.12.99).\

Ruh Sebagai Makfluk


Semenjak Allah Taala merupakan Khctaliq (Pencipta), berarti sejak scat itu terdapat
makhluk/ciptaan-Nya, walau kita tidak tahu jenis/spesies apa sajamakhluk-makhluk itu.
Kingkasnya, kita mengakui keqadiman jenis/spesies. Satu spesies dimusnahkan lalu diciptakan
spesies lainnya. Namun, tidak berarti seperti yang dipercayai orang-orang Arya bahwa ruh serta
materi wujud adalah azah dan abadi seperti Allah Taala. Kepercayaan kita adalah, ruh dan materi
wujud, atau apa saja, merupakan makhluk/ciptaan Allah Taala. (Badr, jld.6, no. 17, h.8, 25 April
1907; MuYi1zhal, Add.Nazir lsyaat, London, 1984, j1d.9 h.262/ M130.10.99).

Mimpi: Gambaran Yang Akan


Dilalui (De Ja Vu)

Ahmad Sahib datang dari Madras untuk baiat. Mengenainya, Arab Sahib Abu Sa'id menceritakan
bahwa, Ahmad Sahib melihat mimpi sebelum datang ke Qadian, katanya: "Saya melihat semua
gambaran ini secara persis di dalam mimpi. Segenap bangunan ini diperlihatkan kepada saya di
hadapan saya." Mengenai itu Hz.Masih Mau'ud a.s. bersabda:
Allah Taala memperlihatkan semua itu untuk memberikan ketenterainan/ketenangan. Dan
ketenteraman-Nya itu tidak ada duanya. Lihatlah, dari timer ke barat, di dunia ini tidak ada yang
diberikan ketenteraman seperti "Inni uhaafizhu kulla man fiddaar -- /Aku melindungi semua
yang ada di dalam rumah init. " Ketenterainan/kepastian ini hanya diberikan kepada saya dan
mengenai rumah ini. Ini adalah perbuatan Allah Taalayang menakjubkan. (Malfuzaat, Add.Nazir
Isyaat, London, 1984, jld. IX, p.268).

Mimpi Seorang Wanita Musyrik

Sebelum perang Badr, seorang wanita musyrik melihat mimpi bahwa di bawah kemah-kemah
mereka darah mengalir. Akhimya hal itu terbukti sempurna.... (Malfuzaat, Add.Nazir Isyaat,
London, 1984, jld. IX, p.273).

Membaca Alquran Bagi Yang Telah


Meninggal Dunia

Ada pertanyaan: "Setelah kewafatan seseorang, selama bebmpa had sang-prang baiamqxd di
suatu tempat dan mnud-mmu membaca AlFatihah. Membaca At-Fatffiah itu merupakan suatu
doa maghfirah. Kan tidak ada masalah di dalamnyar HzlAasl Maeud a.s. bersabda:
Yang saya saksikan, di situ yang berlangsung hanyalah ghibat dan gosip yang sia-sia saja.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah Nabi Karim s.a.w. atau para, sahabah dan pars imam besar,
ada yang melakukan hal seperti itu? Tatkala beliau-beliau tidak pernah melakukannya, maker spa
perlunya menerapkan bid'ah seperti itu? Keyakinan saya adalah, tradisi seperti ini tidak perlu
sedikit pun. Tidak dibenarkan. Orang-orang yang tidak sempat bergabung dalam shalat jenazah,
mereka dapat memanjatkan doa masingmasing, atau mereka lakukan shalat jenazah ghaib.
(Mayuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, jld.9, h.277 / MI 03.01.2000).
MELAWAN ALLAH TA'ALA

Hari itu semakin dekat dimana Allah Ta'ala dengan tanda-tanda-Nya yang bercahaya akan terns
menyingkap seluruh tabir. Demikian pula Allah TbL'ala akan memperlihatkan dua buah tangan
yang hebat. Maka sejauh mana orang-orang akan dapat menanggungnya. Akhirnya mereka akan
terpaksa mengakui bahwa kebenaran berada di dalam apa yang kita katakan. Para penentang kita
yang berlawan dengan kita, sebenarnya mereka tidak berlawan dengan kita, melainkan mereka
berlawan dengan Allah Ta'ala. Dan siapa pula yang berhasil dalam melawan Allah
Th'ala".(Matruzaat vol.9,hal.279-280)

Dosa-dosa Terselubung

“Tatkala seseorang mengalami musibah-musibah sebenarnya hal itu salah manusia itu
sendiri, bukan salah Allah Ta’ala. Sebagian orang secara zahir tampak sangat baik, dan manusia
menjadi heran mengapa orang-orang tersebut mengalami penderitaan atau mengapa mereka luput
dari kebaikan-kebaikan. Namun sebenarnya mereka memiliki dosa-dosa terselubung yang telah
membuat keadaan mereka seperti itu.
Dikarenakan Allah Ta’ala sangat banyak memaafkan dan membiarkan maka dosa-dosa
terselubung yang dimiliki oleh manusia tidak diketahui oleh orang-orang lain. Akan tetapi dosa
terselubung sebenarnya lebih buruk daripada dosa-dosa yang nyata (zahir). Keadaan dosa adalah
sama seperti penyakit-penyakit. Sebagian ada penyakit yang nyata, dan semua orang melihat
bahwa orang-orang tertentu sedang sakit. Namun ada sebagian penyakit yang terselubung, dan
kadang-kadang si penderita penyakit tersebut juga tidak mengetahui bahwa ada bahaya yang
sedang mendekatinya.
Penyakit TBC paru-paru begitu keadaannya. Yakni pada tahap awal kadang-kadang tabib
(dokter) pun tidak dapat mendeteksinya. Sampai akhirnya penyakit itu parah sekali.
Demikian pulalah dosa-dosa terselubung yang dimiliki manusia. Perlahan-lahan dosa-dosa itu
menghantarkan manusia pada kehancuran. Semoga Allah Ta’ala melimpahkah kasih-sayang
dengan karunia-Nya.
Di dalam Alquran Syarif tertera: "Qad aflaha man zakkaaha" (telah sukses orang telah
melakukan tazkiyah-nafs (pensucian jiwa - Asy-Syams, 10). Akan tetapi tazkiyah-nafs
(pensucian jiwa) pun merupakan suatu maut (kematian). Selama akhlak-akhlak hina (buruk)
tidak ditinggalkan, dari mana pula tazkiyah-nafs akan dapat diperoleh? Di dalam diri setiap orang
terdapat bibit keburukan (kejahatan), dan itu merupakan setannya. Selama setan itu tidak
dibunuh maka tidak akan berhasil.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 280-281).

Takabur adalah Dosa Besar

Paling pertama, Adam pun telah melakukan dosa, dan juga setan. NamunAdam tidak
takabur, itulah sebabnya beliau mengakui dosa beliau di hadapan Allah Ta’ala, dan dosa beliau
diampuni. Dari itulah terdapat harapan dihapusnya dosa-dosa melalui taubat. Akan tetapi setan
bersikap takabur, dan dia telah menjadi terkutuk. Bagi seorang yang takabur, suatu hal yang
tidak ada dalam dirinya, tanpa dasar dia berani nyatakan ada pada dirinya.
Di dalam diri para nabi banyak sekali terdapat kemahiran. Salah satu di antara kemahiran itu
adalah pemusnahan ego (keakuan). Di dalam diri mereka sudah tidak ada lagi ego (keakuan).
Mereka telah menancapkan maut (kematian) pads ego mereka. Kebesaran (keagungan) adalah
untuk Allah. Orang-orang yang tidak takabur dan menerapkan sikap merendahkan diri, mereka
tidak akan sia-sia.” (Malfuzat, jld. IX,, hlm. 281).

(181-187)

Tawadhu'

“Tawadhu' dan kesederhanaan adalah suatu hal yang baik. Seseorang yang dalam kondisi
muhtaj (/butuh) sekali pun bersikap takabur, dia tidak akan pernah berhasil. Dia hendaknya
bersikap merendahkan hati.
Dikisahkan bahwa Jalinus (Galen) seorang ahli kesehatan [di Yunani], bekerja pada seorang
raja. Dan raja memiliki kebiasaan memakan makanan yang tidak baik. Jalinus yakin bahwa
dengan itu raja akan terkena lepra. Dia selalu melarang raja, tetapi raja tetap tidak mau berhenti.
Akhirnya Jalinus kesal dan dia lari pulang ke kampungnya.
Setelah beberapa lama berselang, timbal gejala-gejala penyakit lepra di tubuh sang raja.
Barulah raja menyadan kekeliruannya dan dia merendah. Sang raja mengangkat putranya sebagai
raja. Lalu raja itu mengenakan pakaian para fakir dan pergi dari situ, menuju ke tempat Jalinus.
Jalinus mengenalinya, dan dia sangat suka terhadap sikap tawadhu' (rendah hati) sang raja. Dan
Jalinus pun mengobatinya dengan sepenuh kemampuannya. Barulah Allah Ta’ala memberikan
kesembuhan kepada raja itu.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 287).

(287-292)

Mimpi Awan

Tanggal 18 Mei 1907, pada waktu Zuhur, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
“Saya melihat di dalam mimpi ada awan yang menaungi saya, namun seseorang
mengatakan, "Mubarak (selamat/beberkat) untuk engkau." Dari Al-Quran Karim terbukti bahwa
azab itu ditampakkan dalam bentuk awan. Orang-orang ini menyaksikan tanda demi tanda,
namun tidak menghiraukan sedikit pun. Ingat, Allah Ta’ala tidak akan membiarkan perbuatan-
Nya hilang sia-sia.
Orang-orang yang menyatakan perbuatan-Nya itu sia-sia secara amalan, pasti mereka akan
ditangkap. Seperti di zaman Musa, tanda lainnya telah diperlihatkan melebihi suatu tanda,
namun kefiraunan mereka telah melebihi Firaun. Mereka bertumpu sepenuhnya pada upaya-
upaya mereka. Namun lihatlah, bagaimana kebalikan yang timbul....
Kini wabah pes telah ......bedamg KummnyatUHui........ Namun lihatlah, pada tahun ini lebih
banyak orang yang mati dibandingan tahun lalu. Dan lihatlah, apa yang akan terjadi mendatang.
Tampaknya akan lebih banyak dari ini.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 292).

.........keperihan yang diderita oleh hatinya. Dan sebaliknya, ketika dia mengalami kerugian
dalam suatu perkara diiniah (agama/ruhani), berapa besar keperihan yang timbul dalam hatinya.
Manusia hendaknya menimbang hatinya sendiri untuk mengetahui hal itu, yakni berapa
dalam keresahan dan raung tangisnya untuk kerugian duniawi, kemudian bagaimana pula
keadaanya ketika mengalami kerugian diiniah (agama/ruhani)
Bejadlah orang yang menipu diri orang lain. Namun paling bejadlah orang yang menipu
dirinya sendiri. [Dia] tidak mendahulukan diin, lalu beranggapan bahwa dia telah mendahulukan
diin. Dia tidak setia kepada Allah Ta’ala secara benar, tetapi beranggapan bahwa dirinya adalah
orang Islam.
Seseorang yang berbuat aniaya terhadap diri orang lain, mungkin saja dia melarikan diri
setelah melakukan keaniayaan tersebut, dan dengan cara itu dia menyelamatkan dirinya. Namun
seseorang yang berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri, kemana pula dia akan melarikan diri?
Dan bagaimana dia dapat terhindar dari hukuman akibat keaniayaan itu?
Beberkatlah dia yang mendahulukan diin (agama/ruhani) serta Allah Ta’ala atas segala
sesuatu, sebab Allah pun akan mendahulukannya.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 305-306).

(306-315)

Mimpi Indah Dibangunkan dalam Mimpi

Mirza Akbar Beg Sahib menceritakan mimpinya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Saya sedang
melihat sebuah mimpi yang bagus. Tiba-tiba seseorang bernama Muhammad Hussein membangunkan
saya." Hadhrat.Masih Mau'ud a.s. bersabda:
“Wujud orang yang membangunkan itu pun merupakan bagian dari mimpi . Dan terdapat
ta'bir mengenai mimpi itu.... Jika bukan karena kehendak Allah Ta’ala, tidak ada seorang pun
yang dapat membangunkan. Ini pun terjadi berdasarkan kehendak Allah Ta’ala.” (Malfuzat, jld.
IX, hlm. 315).

(315-318)

Mengingat Mati, Resep Mujarab


Kelezatan dalam Shalat

Seseorang menyatakan bahwa dia tidak merasakan kelezatan dalam shalat. Hadhrat Masih Mau'ud
a.s. bersabda:
“Ingatlah maut (mati), itulah resep yang paling baik. Di dunia ini manusia melakukan dosa,
dan akarnya yang sebenarnya adalah dia telah melupakan maut (mati). Seseorang yang ingat
akan maut (mati) dia tidak akan menemukan kepuasan pada perkara-parkara dunia. Namun
seseorang yang melupakan maut (mati) kalbunya menjadi keras, dan di dalamnya muncul
harapan-harapan yang besar. Dia menyusun rencana-rencana berlandaskan pada harapan-
harapannya yang besar itu di dalam hatinya.
Hendaknya diperhatikan, tatkala seseorang duduk di atas perahu dan perahu itu mulai
tenggelam, maka bagaimana keadaan kalbunya saat itu? Apakah di dalam kondisi demikian
manusia dapat memikirkan hal-hal yang berbau dosa dalam kalbunya? Demikian pula pada
waktu terjadi gempa bumi dan wabah pes. Dikarenakan maut tampil di depan mata, oleh sebab
itu manusia tidak dapat berbuat dosa, dan tidak dapat membawa pikiran-pikirannya ke arah
dosa. Jadi, kalian selalulah ingat maut.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 318).

Penentang yang Tidak Mau


Mengucapkan Salam

Seseorang menyampaikan: "Para penentang tidak mau mengucapkan salam kepada kami."
Hadhrat.Masih Mau'ud a.s. bersabda:
“Apalah yang kalian peroleh dari salam mereka? Salam adalah yang berasal dari Allah
Ta’ala. Salam dari Allah Ta’ala adalah salam yang telah menyelamatkan Ibrahim a.s. dari api.
Seseorang yang tidak memperoleh salaam (keselamatan) dari Allah, walau orang-orang
melontarkan ribuan salam kepadanya tetap saja tidak berguna bagi dirinya.
Di dalam Quran Syarif tertera, "Salaamun qaulan- min- rabbir rahiim – (“Selamat sejahtera”
sebagai ucapan dari Rabb Yang Maha Penyayang - Yaa Siin, 59). Suatu kali saya sangat
menderita karena banyak sekali harus buang air kecil. Saya berdoa, kemudian turun ilham,
"Assalaamu 'alaikum – keselamatan atas engkau." Saat itu juga semua sakit menjadi pulih.
Salam [yang sebenarnya] adalah yang berasal dan Allah Ta’ala. Selebihnya, semua salam
itu hanyalah tradisi.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 318).

(317-325)

Penjelasan Mengapa Hadhrat Masih Mau'ud a.s.


tidak Memperoleh Kesempatan Ibadah Haji

Seseorang menyampaikan kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Para ulama penentang melontarkan
kritikan, mengapa Mirza Sahib tidak pergi naik haji?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
“Orang-orang ini melontarkan kritikan semacam itu dengan niat tidak baik. Rasulullah saw.
menetap selama sepuluh tahun di Madinah. Jarak antara Madinah dan Mekkah saat itu hanya dua
hari perjalanan, namun dalam sepuluh tahun itu beliau saw. tidak melakukan haji. Padahal beliau
dapat mengupayakan tunggangan dan sebagainya.
Namun untuk ibadah haji syaratnya tidak hanya bahwa orang harus mempunyai uang yang
cukup, melainkan juga penting bahwa tidak ada ancaman kekacauan jenis apa pun. Yakni, harus
terpenuhi sarana-sarana untuk sampai ke sana dan untuk haji dengan aman.
Di sini saja para ularna bengis ini telah mengeluarkan fatwa untuk membunuh saya. Dan mereka
sedikit pun tidak takut terhadap Pemerintah. Jadi, di sana (Mekkah -- pent.) apa pula yang tidak
akan mereka lakukan?
Namun apa pula urusan orangorang ini mempersoalkan bahwa saya tidak pergi menunaikan
ibadah haji? Apakah dengan percaya saya menunaikan haji lalu mereka akan mengakui saya
sebagai orang Islam, dan mereka akan masuk ke dalam Jemaat saya? Baiklah, segenap ulama
Islam hendaknya membuat pernyataan bahwa jika saya pergi menunaikan haji, maka mereka
semua akan bertaubat (baiat) di tangan saya lalu masuk ke dalam Jemaat saya, serta akan
menjadi murid (pengikut) saya.
Jika mereka mau menuliskan dermkian, dan mereka mau bersumpah maka pasti saya akan
menunaikan ibadah haji itu. Allah Ta’ala akan menciptakan sarana-sarana kemudahan bagi saya,
sehingga di masa mendatang fitnah para maulwi (ulama) akan gugur.
Melontarkan kritikan dengan niat yang jahat itu tidaklah baik. Kritikan itu tidak hanya
berlaku atas diri saya saja jadinya, melainkan juga berlaku atas diri Rasulullah saw., sebab
Rasulullah saw. hanya pada tahun terakhir saja melakukan ibadah haji. “ (Malfuzat, jld. IX, hlm.
325).

(325-337)

"Keingkaran para penentang adalah baik bagi kita, sebab semakin hebat panas melanda
maka semakin hebat pula hujan turun. Seberapa hebat [gejolak] panas berkembang di kalangan
para penentang, sebanyak itu pula tanda-tanda (mukjizat) akan bercucuran bagaikan hujan".
(Malfuzat, jld IX, hlm. 337).

(337-347)

Kafan Bagi Jenazah


yang Terkena Wabah Pes

Kemudian ada pertanyaan: "Apakah jenazah yang terkena wabah pes itu harus dikafankan atau
tidak?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
“Dari hal itulah diketahui kebenaran iman.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 347).

(347-349)

Shalat Jum'at dengan Sedikit Makmum

Timbul pertanyaan: "Untuk menyclenggarakan shalat Jum'at, jika di suatu tempat hanya ada satu atau
dua orang laki-laki Ahmadi saja, dan ada beberapa orang perempuan, apakah dibenarkan untuk mengikut-
sertakan kaum perempuan dalam shalat Jum'at itu?" Hadhrat Masih Mau'ud as. bersabda:
“Dibenarkan.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 349).

Binatang-binatang Laut

Ada pertanyaan: "Apakah binatang-binatang laut itu halal, atau tidak?" Hadhrat Masih Mau'ud as.
menjelaskan:
“Binatang-binatang laut tidak terhitung jumlahnya. Untuknya terdapat satu kaidah yang telah
ditetapkan oleh Allah Ta’ala di dalam Quran Syarif. Yakni dari antara binatang-binatang itu, apa
saja yang thayyib, bersih dan berguna untuk dimakan, makanlah, dan jangan makan yang
haram.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 349).

(349-350)

Janji yang Benar

“Janji yang benar adalah janji yang dilakukan apabila sebelumnya kedua belah pihak
dengan hati yang bersih telah menjelaskan segenap persoalan kepada satu sama lain. Dan tidak
ada satu hal pun yang terselubung di antara keduanya, yaitu hal yang apabila dizahirkan akan
membuat salah satu pihak tidak akan menyepakati perjanjian itu.
Tidak mutlak bahwa setiap janji itu harus dipenuhi, bahkan beberapa janji ada yang tidak
benar sedemikian rupa, sehingga membatalkannya adalah penting. Jika tidak, maka akan timbul
hal yang sangat tidak mengenakkan bagi agama manusia.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 350).

(350-353)

Kekuatan Iman yang Menentukan e -

Banyak kaum perempuan yang datang ke sini dan melakukan bai'at. Pada saat ini belum
ada pengaturan untuk menuliskan nama-nama mereka di antara orang-orang yang telah bai'at.
Saya melihat bahwa sebagian perempuan justru lebih maju dari kaum pria disebabkan kekuatan
iman mereka. Mengenai keunggulan iman tidak ada dominasi kaum pria. Siapa saja yang
imannya lebih tebal, dialah yang lebih maju, tidak peduli apakah itu laki-laki atau pun
perempuan,” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 353).

Pungutlah Candah dengan Baik

“Orang-orang yang dikirim keluar untuk memungut candah, berikan pemahaman kepada
mereka supaya mereka hendaknya memungut candah dengan cara yang sedemikian rupa,
sehingga apabila ada orang yang memberikan sedikit dengan senang- hati (tulus) maka
terimalah. Jangan berlaku nyinyir (melecehkan). [Apabila] ada orang yang memberikan satu sen,
atau setengah sen, hendaknya diterima dengan senang hati” (Malfuzat, jld. IX, hm. 355).

(355-360)

“Pemberi rezeki yang sejati adalah Allah Ta’ala. Seseorang yang bertumpu kepada-Nya
tidak pernah dibiarkan luput dari rezeki. Dengan segala cara, dan dari segala tempat Dia
menyampaikan rezeki kepada orang yang bertawakal kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirnan:
"Siapa saja yang bertumpu dan bertawakal kepada-Ku, maka Aku akan mencurahkan [rezeki]
untuknya dari langit, dan mengeluarkan [rezeki] dari bawah telapak kakinya.” Oleh karena itu,
hendaknya setiap orang bertumpu kepada-Nya.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 360).

(360-362)

Fitrat Bukanlah Pemberi Petunjuk


yang Permanen

“Fitrat bukanlah sesuatu yang dapat dijadikan sebagai pemberi petunjuk yang permanen.
Sebaba ia juga dapat menyesatkan, sebagai sesuatu yang mewakili setan. Dengan merasuknya
beberapa pemikiran timpang pada fitrat, akan timbul beberapa kekurangan (aib). Oleh karrna
itulah difirmankan: "Kullu hizbim bi maa ladaihim farihuun -- tiap-tiap golongan bangga dengan
apa yang ada pada mereka" (Ar-Ruum, 33).” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 362).

(372-368)

Bersikap Kasih Terhadap Orang Lain


Supaya Kalian Dikasihi

“Sa'adi menuliskan bahwa ada seorang raja yang terserang penyakit narawa. Raja itu
mengatakan, "Berdoalah untukku, supaya Allah Karim memberikan kesembuhan padaku."
Dikatakan kepada raja itu, "Di penjara terdapat ribuan orang tak berdosa yang ditahan. Di
hadapan doa-doa buruk mereka, bagaimana mungkin doa saya dapat dikabulkan?"
Akhirnya sang raja membebaskan para tahanan itu, dan dia pun sembuh. Ringkasnya, jika
bersikap kasih terhadap hamba-hamba Allah, maka Allah pun akan melimpahkan kasih-Nya.
Orang-orang yang bersikap kasih terhadap yang lainnya, maka Allah dan Rasul-Nya pun akan
bersikap kasih kepada mereka. Memperlakukan orang-orang lain dengan akhlak buruk serta
mengumpulkan harta secara tidak tepat, dan bertumpu hanya pads sarana-sarana saja, adalah
suatu hal yang sangat buruk.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 368-369).

(369-381)

Jemaat & Orang yang Melakukanlbadah


dengan Persyaratan

“Saat ini masih banyak orang di dalam Jemaat saya yang melakukan ibadah kepada Allah
Ta’ala dengan persyaratan. Sebagian orang menulis surat, jika mereka memperoleh sekian
banyak uang atau suatu urusan mereka berhasil maka barulah mereka akan bai'at. Orang-orang
bodoh ini tidak mengerti bahwa Allah Ta’ala tidak membutuhkan sedikitpun bai'at kalian itu.
Keimanan Jemaat saya hendaknya seperti keimanan yang dimiliki para sahabah, yaitu
mereka yang telah menyerahkan kepala mereka untuk dipenggal di jalan Allah Ta’ala.”
(Malfuzat, jld. IX, hlm. 381).
(381-387))

Ahmadi di Kawasan Sarhad yang Tidak Aman

Dari kawasan Sarhad beberapa orang Ahmadi menulis Surat kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Di
sini suasana tidak aman. Orang-orang saling menyerang. Tidak ada yang menolong. Beberapa mullah
ingin membunuh kami. Apakah ada izin dari Tuan, supaya kami juga berusaha untuk membunuh
mereka?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjawab:
“Jangan berbuat dernikian. Lakukan upaya perlindungan terhadap diri kalian, namun kalian
sendiri jangan lakukan serangan kepada siapa pun. Pikullah penderitaan-penderitaan itu, dan
bersabarlah sampai Allah Ta’ala menciptakan pengaturan (sarana) yang terbaik bagi kalian.
Barangsiapa bertakwa dan bersabar, Allah Ta’ala akan menyertainya.” (Malfuzat, jld. IX, hlm.
387).

(387-388)

Menikahi Perempuan dari


Suku Terbelakang

Seseorang dari Afrika menulis surat bertanya kepada Hadhrat Aqdas Masih Mau'ud a.s., bahwa di
sana penduduk asli laki-laki perempuan hidup telanjang. Dalam urusan jual beli barang sehari-hari dengan
mereka. Apakah bergaul dengan orang-orang semacam itu dosa atau bukan? Hadhrat Masih Mau'ud a.s.
bersabda:
"Kan bukan anda yang menyuruh supaya mereka hidup telanjang. Mereka sendiri yang
berbuat demikian. Apa pula dosa anda dalam hal itu? Mereka itu persis seperti para faqir dan
orang-orang gila di negeri kita yang telanjang kesana kemari. Ya, hendaknya dilakukan upaya
untuk mernbuat mereka terbiasa mengenakan pakaian."
Kemudian ada pertanyaan lagi berkenaan orang-orang seperti itu. Dikarenakan di Afrika banyak
orang miskin yang dapat dipekerjakan dengan bayaran murah. Jika mereka [diupah] miluk iiicnmsok. (?)
apakah dibenarkan" Orang-orang ini lidak mcinbcdakon antara yang haram dengan yang halal, Hadhrat
Masih Mau'ud a.s. bersabda:
"Berdasarkan kondisi-kondisi negeri itu, adalah dibenarkan bila mempekerjakan mereka.
Dan kepada mereka harus diberitahukan tentang makanan kalian dan sebagainya."
Kemudian ada pula pertanyaan ini. Apakah dibenarkan menikahi perempuan-perempuan semacam
itu'? Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bcrsabda:
"Di negeridan kawasan-kawasan seperti itu, dalam keadaan terpaksa, dibenarkan menikahi
perempuan-perempuan demikian. Namun dalam pernikahan itu hendaknya diupayakan agar
mereka mengenakan pakaian dan menarik mereka ke dalam cara-cara Islam.” (Malfuzat, jld. IX,
hlm. 388-389).

(389)
Pemberian Komisi dalam Pertukaran Mata Uang

Disampaikan persoalan ke hadapan Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Pada waktu berlangsung tukar--
menukar mata uang, atau pada saat menukarkan pound maupun rupees, kebiasaan yang berlaku adalah
memberi atau mengambil sedikit uang lebih. Apakah pengambilan komisi seperti ini dibenarkan atau
tidak?" Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
“Hal itu dibenarkan, dan tidak termasuk riba. Seseoranga pada waktu diperlukan,
menyerahkan uang kepada kita, atau mengambil uang rupees dari kita, maka tidak mengapa
apabila dia mengambil uang komisi di situ. Sebab dalam menjaga dan menyediakan mata uang
mau pun rupees itu, dia sendiri menggunakan waktu dan jasa.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 389).

(389-393)

Penyebab Timbulnya Fatwa Kufur

Para maulwi (mullah) penentang saya mengeluarkan fatwa kufur terhadap diri saya adalah
karena saya mendakwakan diri sebagai Isa. Namur Allah Ta’ala juga telah menyebutkan nama
saya sebagai Muhammad, tetapi mengapa mereka tidak mengeluarkan fatwa kufur atas hal itu?
Apakah menurut pandangan mereka derajat Muhammad saw. adalah lebih rendah dari Isa? Atau,
apakah mereka sangat mencintai Isa, sedangkan untuk Muhammad saw. tidak tersisa lagi ghairat
(kecintaan) di dalam kalbu mereka?” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 393).

(393-394)

Puasa Ramadhan bagi Kalangan Buruh

Ditanyakan: Kadang-kadang bulan Ramadhan jatuh pada musim cocok-tanam dimana banyak sekali
perkerjaan seperti penanaman benih dan sebagainya. Demikian pula halnya para buruh yang
pencahariannya bergantung pada perburuhan. Jika mereka tidak berpuasa, bagaimana hukumnya? Hadhrat
Masih Mau'ud a.s. bersabda:
Al-'Amaalu binniyaat (amal itu berdasarkan niatnya). Orang-orang ini menyembunyikan
kondisi-kondisi mereka. Setiap orang hendaknya memikirkan keadaannya masing-masing
dengan takwa dan kesucian hati. Jika ada yang mampu puasa sewaktu kerja sebagai buruh, maka
lakukanlah. Jika tidak, maka akan terhitung dalam [kategori] orang sakit. Dan bila sudah
mendapat kesempatan lain, berpuasalah". Sedangkan berkenaan dengan [ayat] "Wa- laziina
yutiquunahu" (Al-Baqarah:185), artinya adalah "Yang tidak memiliki kesanggupan".(Malfuzat,
jld. IX, hlm. 394).

(394-398)
Mimpi Sehelai Kertas Bagus dari Allah Ta’ala

Sekitar tanggal 19 September 1907, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:


“Sejak beberapa hari [saya] menghadapi cobaan. Duapuluh atau duapuluhlima malam saya
tidak tidur-tidur. Hari ini sedikit saja mata saya terpejam, dan turun ilham: "Khuda khusy ho qia -
- [Allah telah senang]. " Dari situ diketahul bahwa Allah Ta’ala sangat senang saya sepenuh
terlibat (masuk) dalam cobaan-cobaan ini. Dan maksud ilham ini adalah, ”Engkau sepenuhnya
terlibat (masuk) dalam cobaan-cobaan ini”
Setelah itu, kembali mata saya terpejam, dan melihat bahwa di tangan saya terdapat
selembar kertas cantik yang ditulis dengan tulisan bagus. Ada sekitar 50 atau 60 baris tulisan
yang tertera di situ. Saya membacanya, namun dan semua itu yang tetap ingat adalah: "Yaa
'abdallaahi innii ma'aka" yakni, "Wahai hamba Allah, Aku bersama engkau."
Membacanya saya begitu gembirnya seolah-olah menyaksikan Tuhan. Lihatlah, beginilah
perlakuan Allah Ta’ala terhadap saya, sedangkan [para penentang] melontarkan nubuatan-
nubuatan kehancuran saya. Seandainya Allah Ta’ala bermaksud menghancur-leburkan agama-
Nya, maka lakukan apa saja semau kalian, tidak akan ada yang dapat menghalangi-Nya. Namun,
di sini Dia memberikan janji-janji yang benar.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 398).

(398-404)

Anak Shahabat yang Yatim

Di masa Nabi Karim saw. terdapat seorang anak. Ayahnya telah mati syahid pada sebuah
pertempuran. Ketika orang-orang kembali dari pertempuma maka anak itu bertanya kepada
Rasulullah saw., ”Mana ayah saya?" Maka Rasulullah saw. mendudukkan anak itu di pangkuan
beliau, dan bersabda: "Sayalah ayahmu." (Malfuzat, jld. IX, hlm. 404).

(404-405)

Imam Sejati

Diuraikan tentang seorang perempuan, bahwa suaminya, putranya, dan saudara laki-lakinya
telah mati syahid dalam peperangan. Ketika orang-orang kembali dari peperangan, makamereka
mengatakan kepada perempuan itu: "Suamimu, putramu, dan saudara laki-lakimu telah terbunuh
dalam pertempuran." Perempuan itu berkata; "Yang perlu saya ketahui hanyalah, apakah
Rasulullah saw. kembali dengan selamat hidup-hidup, atau tidak?"
Sangat mengagumkan, betapa, tebalnya keimanan istri-istri para sahabah itu.” (Malfuzat,
jld. IX, hlm. 405).

(405-409)
Ketetapan di dalam Kalbu

Saya sejak semula sudah mengambil ketetapan mengenai anak-anak saya dan sebagainya,
bahwa itu semua adalah milik Allah Ta’ala. Saya sedikit pun tidak punya kaitan dengan itu. Dan
saya juga merupakan milik Allah Ta’ala. Orang-orang yang sejak semula telah menetapkan
demikian, mereka tidak akan pernah merasa duka.” (Malfuzat, jld. hlm. 409).

(409)

Orang Mukmin Tidak akan Disia-siakan

“Saya sama-sekali tidak percaya bahwa seseorang yang lari ke arah Allah Ta’ala, dia akan
disia-siakan. Orang mukmin tidak pernah disia-siakan. Dia meraih agama, dan dia juga
memperoleh kehormatan serta harta di dunia ini juga.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 409).

(409-410)

Nabi Tidak Mengumpulkan Harta

“Suatu kali Rasuhillah saw. datang ke rumah beliau dan bertanya [kepada istri beliau saw.,
"Apa yang ada di rumah?" ‘Aisyah r.a. mengeluarkan dua keeping uang emas, dan mengatakan
bahwa hanya itu yang ada. Rasulullah saw. meletakkan uang itu di dalam genggaman beliau, lalu
bersabda, "Bagaimanalah nasib nabi yang meninggalkan dua keping uang emas ini?" Kemudian
saat itu juga beliau membagi-bagikannya.
Allah Taala lebih mengetahui. Jika saya pernah memiliki sesuatu, maka pada hari berikutnya
semua itu saya keluarkan. Kalau pun yang ada pada saat ini, itu merupakan milik Jemaat. Dan
itu pun akan dipakai untuk Langgar Khanah (Dapur Umum). Kadang-kadang tidak ada sedikit
pun dan timbul kesedihan di hati saya, maka Allah Ta’ala mcngirimkan [sesuatu] dari suatu
tempat.
Kebanyakan orang tidak sepenuhnya menghargai Allah Ta’ala. "Wa maa
qadarullaaha haqqa qadrihii - dan mereka tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang
sebenarnya - Al-An’aam, 92). Padahal Allah Taala berfirman: "Wa fis- samaa-i rizqukum wa maa
tuuaduun — dan di langit ada rezeki kamu dan apa-apa yang dijanjikan” - (Adz-Dzaariyyaat,
23).” (Malfuzat, jld. IX. hlm. 410).

(410)

Falsafah Para Nabi

“Para filsuf di zaman ini menyebut hal-hal begini sebagai sesuatu yang bodoh, tolol dan gila.
Namun falsafah 124.000 nabi yang mujarab dan sudah teruji itu, bagaimana mungkin dapat saya
tolak? (Malfuzat, jld. IX, hlm. 410).
Ciptakanlah Iman Sejati

Dikarenakan [orang-orang] tidak sepenuhnya beriman kepada Allah, oleh sebab itu mereka
sungkan membelanjakan harta di jalan-Nya. Namun menurut pendapat saya, bahkan harta dan
nyawa pun seharusnya dikorbankan di jalan ini.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 410 (?))

(410-411)

Orang Bejat juga Memperoleh


Mimpi yang Benar

“Memang benar bahwa orang-orang kafir, fasiq dan bejat, semuanya kadang-kadang
mendapat mimpi-mimpi yang benar. Dan artinya adalah, tatkala kalian yang tenggelam dalam
berbagai macam aib, kebejatan, kejahatan dan kekotoran dunia saja dapat melihat mimpi-mimpi
semacam itu, maka mengapa kalian tidak mengakui kebenaran orang-orang yang setiap saat
berada di dekat Allah Ta’ala serta menjatuhkan diri [bersujud] di singgasana-Nya?
Suatu kali beberapa orang Hindu Ariya datang kepada saya. Dan mereka mengatakan bahwa
mereka pun melihat mimpi-mimpi yang benar. Saya katakan kepada mereka, "Kalian memang
percaya bahwa para pencuri dan perampok pun memperoleh mimpi-mimpi yang benar. Dari situ
tidak terbukti bahwa barangsiapa yang memperoleh mimpi benar maka kondisi amalnya pun
sangat mulia serta hatinya sangat suci. Justru hal itu telah ditanamkan oleh Allah Ta’ala sebagai
benih di dalam fitrat setiap orang untuk memahami silsilah nubuwwat (kenabian).” (Malfuzat,
jld. IX, hlm. 411-412).

(412-415)

Orang Munafik

Orang-orang munafik di zaman Rasulullah saw., jika mereka hidup di zaman sekarang ini,
maka mereka itu akan dianggap sebagai orang mukmin dan yang sangat suci. Sebab tatkala
keburukan sangat merajalela maka sedikit saja kebaikan saat itu nilainya tinggi sekali. Orang-
orang yang disebut munafik, sebenarnya mereka itu munafik jika dibandingkan dengan sahabah-
sahabah besar.
Ingatlah, seseorang yang beriringan dengan [bagian] Allah Ta’ala dia juga menyimpan
sedikit bagian setan, dia itulah yang munafik.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 415).

(415-418

Kalah-Menang dalam Perdebatan


“Dalam acara-acara pertemuan (perdebatan) itu ada pemikiran tentang kalah dan menang.
Hendaknya orang-orang datang berjumpa dengan orang-orang baik secara bersahabat, dan
perlahan-lahan pada kesempatan masing-masing memaparkan persoalan yang dibawa.
Cara perdebatan tidaklah baik, Justru masing-masing orang [hendaknya] memaparkan
permasalahan yang dibawa, dan diusahakan untuk memberi penjelasan dengan perlahan serta
lembut. Barulah kalian akan menyaksikan banyak sekali orang yang akan tampil mengatakan
bahwa: "Para maulwi (mullah) inilah yang telah menjauhkan kami dari hakikat yang
sebenarnya."
Hendaknya seseorang yang terlihat memiliki ilmu dan kebenaran, kepadanyalah dipaparkan
hal ini. Dan teruslah tingkatkan pendekatan secara perorangan, sebab tidak semua orang bersifat
aniaya dan jahat, melainkan dari antara mereka itu ada juga orang-orang yang baik dan
mukhlis.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 418).

Pengaruh Orang-orang yang Baik

“Di Lahore ada seseorang yang pada bagian akhir malam melihat di dalam kasyaf bahwa
perzinahan, kejahatan, keburukan, dan hal-hal tak bermalu banyak sekali terjadi di kota itu. Dia
terbangun, dan berpikir, "Jika memang demikian kondisinya, lalu mengapa kota ini tidak
hancur?"
Namun setelah shalat tahajjud, ketika dia di akhir malam itu tidak kembali, dia melihat
[dalam mimpi] bahwa [di kota itu] juga terdapat, ratusan orang yang sibuk berdoa dan sibuk
dalam mengingat Allah Ta’ala. Ada yang sedang memberi sedekah dan sebagainya. Ada yang
memberi bantuan kepada orang-orang yang terlantar dan anak-anak yatim. Ringkasnya, kegiatan
taubat dan istighfar juga berlangsung dengan semarak.
Barulah orang itu mengerti bahwa demi orang-orang baik itulah kota ini telah diselamatkan.
Ini merupakan sunnatullaah, yakni demi orang-orang shalih maka orang-orang yang sangat
bejad dan buruk sekali pun turut diselamatkan.
Ingatlah, sedikit banyak pasti ada saja orang-orang baik yang terselubung. Jika semua
orang adalah buruk maka dunia ini pun akan hancur binasa.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 418).

(418-422)

Azab, Nabi dan Rukya

Pada tanggal 29 September 1907, waktu Zuhur, Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda mengenai azab
wabah pes, kenabian, dan mimpi serta ilham dan sebagainya:
“Mengenai azab besar ini, sejak semula Allah Ta’ala telah mengabarkan di dalam Al-Quran
Majid. Sebagaimana Dia berfirman: "Wa in min qaryatin illaa nahnu muhlikuuhaa qabla
yaumal- qiyaamati aw mu’adzdzibuuhaa ‘adzaaban- syadiida (dan tiada suatu negeri melainkan
Kami menghancurkannya sebelum hari Kiamat, atau mengazabnya dengan azab yang sangat
keras - Bani Israil, 59).
Dan beriringan dengan itu, di dalam Al-Quran Majid juga tertera: "Wa maa kunnaa
mu’adzdzibiina hattaa nab'atsa rasuulaa -- dan Kami tidak akan mengazab sehingga Kami
[terlebih dulu] utus rasul - Bani Israil, 16).
Jika kedua ayat ini disatukan lalu dibaca, maka tampak dengan jelas bahwa ada nubuatan
tentang seorang rasul. Dan dengan jelas diketahui bahwa kedatangan rasul pada zaman sekarang
ini adalah penting. Dikatakan, pada masa rasul ini dan itu telah datang azab-azab tertentu.
Menurut pemikiran orangorang ini, ketika di seluruh dunia azab telah mulai merebak, pada
waktu itu tidak ada seorang nabi pun yang datang.
Nah, hal itu tidak dapat dipegang, sebab azab-azab yang datang pada masa sebelumnya,
justru timbul kaena pengingkaran mereka terhadap para rasul tersebut. Betapa jelasnya bahwa
pada akhir zaman akan datang azab yang keras, dan beriringan dengan itu dituliskan bahwa
selama rasul belum diutus maka azab tidak akan dikirim. Nubuatan (kabar gaib) apa lagi yang
dapat lebih jelas dibandingkan dengan itu?
Kondisi zaman sekarang pun menampakkan bahwa tentu seorang nabi telah datang. Seluruh
dunia telah jatuh [bertumpu] pada sarana-sarana, [dan] melupakan tujuan sarana-sarana
tersebut. Dan kemudian kehancuran lainnya yang timbul adalah, seseorang yang memperoleh
mimpi benar atau rukya atau ilham, dia mulai menganggap dirinya sebagai mamur minallaah
(utusan yang diperintahkan Allah) dan rasul. Dan ada sekitar 50 orang yang tengah mengalami
kehancuran karena itu. Mereka menyesatkan makhluk-makhluk Allah dari jalan yang benar. Dan
perkara-perkara seperti ini telah terkenal luas pada zaman sekarang ini, yang tidak ada
tandingannya pada masa-masa lampau.
Seorang Hindu datang kepada saya dan menjelaskan, "Saya melihat mimpi mengenai
perubahan yang akan terjadi pada diri seseorang, dan ternyata terbukti demikian. Dan mengenai
[wabah] pes pun saya telah melihat mimpi sejak sebelumnya." Saya katakan kepadanya bahwa
hal-hal itulah yang akan menghancurkan dirinya.
Demikian juga, ada seorang perempuan [Hindu] tukang sapu yang selalu menceritakan
mimpi-mimpinya, dan kebanyakan [mimpi-mimpi] itu terbukti benar. Demikian pula pada zaman
Rasulullah saw., Abu Jahal juga mendapat mimpi-mimpi dan kebanyakan terbukti benar. Setiap
orang tidak dapat mengetahui perbedaan ini.
Berdasarkan mimpi-mimpi seperti itu, jangan menganggap diri sendiri sudah suci bersih.
Justru kondisi amal-perbuatan sendiri yang hendaknya harus disucikan. Sebagaimana Allah
Taala berfirman, "Qad aflaha man tazakkaa -- (sungguh beruntunglah orang yang mensucikan
dirinya - (Al-A'laa, 15).
Kondisi diri sendiri hendaknya ditelaah secara mendalam. Dan hendaknya jangan
menimbulkan keinginan akan hal-hal seperti itu. Jika hanya berdasarkan penanaman bibit saja
manusia sudah beranggapan bahwa dia rasul, berarti dia akan tergelincir. Di sini, masalahnya
sendiri sudah lain. Dan syarat-syarat serta dampak-dampaknya juga berbeda. Di sini yang
dituntut adalah kejelian akal yang sangat dalam.
Sebelum pertempuran Badar, seorang perempuan [Quraisy] melihat mimpi kambing-
kambing tengah disembelih. Maka mendengar itu Abu Jahal pun berkata, "Seorang nabiah (nabi
wanita) lagi telah lahir di keluarga kita." Yang benar adalah, manusia harus memperhatikan
keadaannya sendiri. Dan dia hendaknya memperhatikan hubungan yang dia jalin dengan Allah
Ta’ala, serta menyimak dirinya sendiri, yakni sejauh mana kondisi amal-perbuatannya telah
benar. Bukannya [merasa cukup karena] dia telah menerima mimpi, karena hal yang demikian itu
selalu ada di dunia ini.
Allah Ta’ala berfirman bahwa Firaun pun melihat mimpi. Dan Hadhrat Yusuf a.s. juga
mena'birkan mimpi raja pada masa itu. Banyak sekali orang di Jemaat kita yang menulis dan
mengirimkan banyak ilham, dan mereka menceritakan banyak mimpi dan rukya mereka. Dan
dengan menyaksikan kondisi mereka saya selalu risau, jangan-jangan mereka akan tergelincir.
Sebagai bandingan bagi mereka, justru orang-orang yang bersifat sederhana adalah baik.
Ringkasnya, janganlah timbulkan angan-angan demikian” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 422-427).

(427-429)

Ketentuan Menikah Bagi Janda

Ada pertanyaan dari seseorang: "Kondisi-kondisi bagaimana yang membuat pemikahan menjadi
wajib bagi janda-janda? Apakah pada saat menikah harus dipertimbangkan juga faktor usia, anak, sarana-
sarana yang ada, nafkah dan sebagainya? Yakni, perempuan janda, dalam kondisi usimya yang lanjut,
atau banyak anak, sudah memiliki harta yang mencukupi, apakah wajib untuk diindahkan? Hadhrat
Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
“Perintah nikah bagi perempuan janda adalah sama seperti perintah nikah bagi perempuan
perawan. Dikarenakan di kalangan beberapa kaum menikahi perempuan janda dianggap sebagai
suatu hal yang tidak terpandang, dan tradisi semacam itu sudah berkembang sangat luas, oleh
sebab itu perintah nikah bagi perempuan janda telah diberlakukan.
Namun hal itu tidak berarti bahwa setiap janda harus dinikahkan. Nikah itu diberlakukan
bagi yang memang pantas untuk menikah, dan bagi yang perlu menikah. Beberapa perempuan
sudah tua dan menjanda. Sebagian ada yang mengalami kondisikondisi tertentu yang
membuatnya tidak pantas menikah lagi. Misalnya, dia mengidap suatu penyakit yang
membuatnya tidak layak untuk menikah. Atau, seorang janda karena telah memiliki cukup anak
dan saudara sehingga hatinya tidak bersedia untuk menikah lagi. Dalam kondisi-kondisi seperti
itu tidak dapat dipaksakan agar para janda itu dinikahkan.
Ya, tradisi buruk yang membuat para janda sepanjang umur secara paksa tidak boleh
menikah lagi harus dihapuskan.” (Malfuzat, jld. IX, hlm/ 429).

(429-430)

Menjadikan Anak Angkat


Sebagai Ahli Waris adalah Haram

Sedang berlangsung perbincangan mengenai seseorang yang tidak memiliki anak keturunan. Orang
itu mengangkat anak orang lain sebagai anak angkatnya lalu menjadikan anak itu sebagai ahli waris bagi
hara kekayaannya. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
“Perbuatan ini secara syariat adalah haram. Menurut Syariat Islam, menjadikan anak orang
lain sebagai anak kita, secara tegas adalah haram.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 430).

Orang Sakit dan Musafir


Jangan Berpuasa

“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dalam kondisi sakit dan dalam perjalanan,
dia tidak mentaati perintah jelas Allah Ta'ala. Allah Ta'ala dengan jelas telah berfirman bahwa
orang sakit dan musafir jangan berpuasa. Setelah sehat dan setelah selesai melakukan perjalanan
(safar), [barulah] puasa.
Hendaknya perintah Allah Ta'ala itu diamalkan, sebab najat (keselamatan) itu [diperoleh]
melalui karunia [Ilahi]. Tidak ada orang yang memperoleh najat karena memperlihatkan
kekuatan amal-amalnya.
Allah Ta'ala tidak menerangkan apakah itu sakit ringan atau berat, serta apakah itu
perjalanan pendek atau panjang, melainkan perintahnya itu umum, dan itu hendaknya harus
diamalkan. Jika orang sakit dan musafir melakukan puasa, maka atasnya lazim (layak) fatwa
ingkar". (Malfuzat, jld. IX, hlm. 431).

Musafir dan Orang Sakit Dapat Membayar Fidiah

Allah Ta'ala telah meletakkan pertimbangan syariat pada kemudahan. Orang sakit maupun
musafir yang berkemampuan, mereka itu hendaknya selain [menggenapi] puasa, juga membayar
fidiah. Fidiah itu adalah memberi makan kepada seorang miskin".
Yang diterangkan disini adalah tentang orang sakit maupun musafir yang tidak melihat
adanya kemungkinan lagi baginya untuk berpuasa di masa mendatang, misalnya orang tua renta,
perempuan menganclung yang kondisinya sangat lemah dimana setelah melahirkan pun dia tidak
dapat melanjutkan puasa karena harus menyusui bayinya” (Malfuzat. jld. IX, hlm. 431-432).

(431-433)

Lima Macam Perjuangan (Mujahidah)

Hadhrat Masih Mauud as. bersabda:


"Allah Ta’ala telah menetapkan lima [macam] perjuangan (mujahadah) di dalam agama
Islam. Shalat, puasa,z, Haji, melawan musuh Islam dengan pedang maupun pena. Inilah lima
perjuangan yang terbukti dari Al-Quran Syarif. Orang-orang Islam hendaknya berusaha keras di
dalam hal-hal tersebut dan tekun mentaatinya.
Puasa itu hanyalah satu bulan dalam satu tahun. Beberapa waliullah memang secara nafal
selalu melakukan puasa dan mereka melakukan mujahadah dalam hal itu. Yaa, melakukan puasa
secara abadi (terus-menerus) dilarang. Yakni hendaknya janganlah seseorang itu melakukan
puasa untuk selamanya, melainkan hendaknya kadang-kadang melakukan puasa nafal dan
kadang kadang meninggalkannya". (Malfuzat, jld. IX, hlm. 433).

(433-335)

Kewafatan Mubarak Ahmad dan


Ketenteraman dari Allah Ta’ala

Sebagian orang bodoh berpendapat bahwa kewafatan Mubarak Ahmad (putra Hadhrat Masih
au'ud a.s. yang saat wafat baru berusia 9 tahun - pent.) menimbulkan kesedihan dan kedukaan
yang mendalam pada kami. Mereka tidak mengetahui bahwa pada peristiwa ini betapa banyak
Allah Ta’ala telah menyatakan ungkapan yang memberi ketenangan dan ketenteraman serta
keridhaan-Nya melalui wahyu-Nya yang suci.
Allah Ta’ala telah menyatakan kegembiraan-Nya atas kesabaran dan rasa syukur saya serta
atas kesabaran yang ditampakkan oleh ibunya Mubarak Ahmad. Dan Dia telah memberikan
janji kemenangan serta pertolongan, dan difirniankan: "Khuda Ta9a...'# tere her qadam ke swath
hogs — (Allah Taala akan menyertai engkau di setiap langkah engkau)."
Ini adalah suatu hal yang mengenainya ibunda Mubarak Ahmad telah mengatakan: "Saya
sangat suka terhadap kegembiraan Allah Ta’ala sedemikian rupa, sehingga jika dua ribu
Mubarak Ahmad pun meniniggal dunia, maka saya tidak akan bersedih." (Malfuzhat, jld. IX,
hlm. 435).

(430-437)

Nikah Perempuan Ahmadi yang


Orangtuanya Ghair

Ada pertanyaan, seorang wanita Ahmadi, orang tuanya ghair Ahmadi. Orang tua ingin
menikahkannya dengan seorang pria ghair Ahmadi, sedangkan wanita itu ingin kawin dengan seorang
Ahmadi. Orangtuanya memaksa. Dalam dilema ini, usianya sudah mcncapai 22 talmn. Perempua itu
terdesak dan akhirnya tanpa izin orangwa dia telah menikah dengan seorang Ahmadi. Apakah pernikahan
itu sah atau tidak? Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
"Pernikahan itu sah." (Malfuzat, jld. IX, hlm. 437).

(437- 438)

Janggut dan Kumis

Sedang berlangsung perbincangan mengenai janggut dan kumis. Yakn sedang semarak gaya-gaya
baru. Ada yang mencukur habis janggut, dan ada pula yang mencukur habis keduanya, janggut serta
kumis. Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
“Yang terbaik adalah yang telah ditampilkan oleh Syariat Islam. Yakni, memendekkan
kumis dan memanjangkan janggut.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 438).

(436-441)

Harus Banyak Menelaah Buku-buku


Hadhrat Masih Mau'ud a.s.

“Melalui anjuran ini saya jadi teringat bahwa orang-orang yang pergi ke luar untuk
penyebaran dan tabligh, hendakriya mereka jangan sampai memutar-balikkan perkataan saya,
sehingga menjadi lain. Yakni yang sebenarnya lain, dan yang mereka terangkan lain lagi. Kepada
orang-orang lain mereka mengabar tentang pendakwaan saya, tetapi mereka sendiri tidak pernah
membaca buku-buku saya. Dengan begitu sering terjadi pergeseran makna/kata. Pada saat
seperti itu hendaknya jangan hanya bertumpu pada lisan, melainkan harus bertyumpu pads
tulisan.
Ada tuduhan atas diri saya menghinakan Isa a.s. dan Imam Hussein. Padahal saya meyakini
beliau-beliau itu sebagai orang yang benar dan muttaqi. Orang-orang memprotes bahwa
kehormatan Isa a.s. telah diinjak-injak dan dicaci-maki, padahal saya meyakini beliau sebagai
seorang nabi yang tangguh dan merupakan seorang hamba Allah Taala yang shalih.
Ya, jika pembuktian kewafatan Isa a.s. itu mereka anggap sebagai caci-makian, maka
memang benar bahwa saya melakukan [pembuktian] itu. Dan saya meyakini bahwa beliau telah
wafat seperti halnya para nabi lainnya.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 441-442).

(442-460)

Ilham & Kasyaf

“Ingatlah, ada yang merupakan ilham, dan ada pula rukya serta kasyaf. Kasyaf itu lebih
tinggi dari rukya. Seorang ahli-kasyaf (orang yang memperoleh kasyaf - pent.) mengetahui
bahwa ia berada di suatu tempat (alam/keadaan) lain, dan ia juga mendengar suara orang-orang
lain.
Para sufi yang mulia, mengakui bahwasanya para waliullah memiliki tubuh cahaya (nur).
Bahkan kadang-kadang orang lain pun melihatnya. Dan segenap sufi mengakui juga bahwasanya
silsilah wahyu tidaklah tertutup. Bahkan secara zilli (bayangan) manusia dapat menjadi nabi,
namun dengan adanya kelemahan [disitu] yang dinamakan wahyu adalah hati.” (Malfuzat, jld.
IX, hlm. 460).

(460-466)

Membagi-bagikan Makanan atas Nama Orang yang Telah Wafat

Seseorang bertanya kepada Hadhrat Masih Mau'ud a.s.: "Apakah membagi-bagikan makanan
pahalanya sampai kepada orang yang meninggal dunia?" Kemudian orang itu menyebutkan hal-hal
lainnya secara rinci dan menanyakan apakah pahalanya juga sampai kepada yang meninggal dunia?
Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
“Pahala membagi-bagikan makanan itu sampai [kepada yang wafat], namun syaratnya harus
makanan yang halal. Mengadakan acara membaca Quran Syarif [bagi yang wafat] tidak ada
terbukti dari Sunnah. Tradisi itu dijalankan oleh para mullah hanya untuk penghasilan mereka
saja. Ya, jika Allah Taala menghendaki maka doa juga bisa dikabulkan untuk orang yang sudah
wafat itu.
Namun hendaknya diingat. Memberi uang satu sen langsung dari tangan sendiri, jauh lebih
baik daripada diwakili oleh orang lain dengan memberikan banyak sekali uang. Allah Ta’ala
berkuasa atas segala sesuatu. Dia mengetahui niat-niat [manusia]. Dan memang Dia-lah yang
memberikan pahala. Tatkala sudah terbukti bahwa pahala jug asampai kepada orang-orang yang
wafat, maka tidak perlu lagi membahas rinciannya.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 466-467).

(466-467)

Dampak Akhir Kecintaan Terhadap


Du'nia adalah Kedukaan

“Tujuan sejati manusia hendaknya adalah agama, itulah sebabnya saya mengatakan, orang-
orang yang datang ke sini untuk agama, mereka hendaknya menetap untuk beberapa hari di sini,
mungkin ada ucapan bermanfaat yang menerpa telinga mereka.
Sebagian orang, upaya-upaya dan usaha mereka hanyalah untuk mencari dunia, sampai-
sampai mereka berhasil memperoleh pensiun-pensiun besar, namun tetap saja mereka tidak jera.
Mereka semakin tenggelam dalam mengejar hal itu, dan berupaya agar meraih gelar tertentu.
Namun ketika harta serta sarana-sarana itu tampak semakin terlepas dan maut (kematian)
tampil di depan mata, maka barulah mereka menyesal: "Aduh, ternyata beginilah dunia yang
untuknya kita jungkir-balik ke sana ke mari, dan untuknya setiap seat tenggelam dalam
memikirkan serta merisaukannya." Saat itu mereka sangat menderita dan sedih. Dan dalam
kondisi seperti itulah mereka mati.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 467-468).

(468)

Sesuatu yang Tersedia dalam Jumlah


Besar Kurang Dihargai

“Jika suatu barang tersedia dalam jumlah besar maka barang itu kurang dihargai. Air dan
biji-bijian tidak ada yang menyamainya. Semua benda seperti api, udara, tanah, aan air adalah
sangat penting bagi kita, tetapi karena terlalu banyak maka manusia tidak menghargainya.
Namun apabila seseorang berada di tengah belantara dan dia memiliki jutaan rupiees, tetapi
tidak punya air maka pada saat seperti itu dia rela membayar jutaan rupees untuk satu teguk air,
dan akhirnya dalam kondisi penuh hasrat seperti itulah dia mati. Apalah artinya harta
kekayaan dunia, yang untuknya manusia berusaha keras ke sana ke mari? Sedikit saja sakit maka
uang dikeluarkan seperti air saja, namun kebahagiaan tidak kunjung tiba untuk satu menit saja
pun.
Jika sudah demikian kondisinya, maka betapa lalainya manusia, yakni tidak [juga]
mengerahkan perhatian ke arah Sang Pencipta yang telah menciptakan seluruh alam ini, dan di
setiap partikelnya di dalam kendali serta ikhtiar-Nya.”
(Malfuzat, jld. IX. hlm. 468).

(468)
Tidak Baik Terburu Nafsu

Orang-orang berusaha mencari supaya mereka memperoleh hakikat. Namun hal ini tidak
dapat diperoleh dengan cara terburu nafsu, Tanpa ruh manusia meleleh jatuh di singgasana Ilahi
-- dan Dia-lah yang dianggapnya sebagai tujuan sebenarnya -- maka barulah baginya akan
dibukakan pintu hakikat. Namun itu semua tergantung pada fadhl (karunia) Allah Ta’ala. Dan
hal itu selalu dapat diraih dengan cara hidup bergaul dengan para shaadiqiin (orang-orang
benar).” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 468-469).

Gambaran Orang-orang Dunia

Betapa rajinnya orang-orang menghitung pembukuan dan catatan keuangan dunia, akan
tetapi mereka tidak menghitung umur. Tidak terpikirkan oleh mereka berapa lagi sisa umur yang
tertinggal, dan betapa tidak dapat bertumpu kepadanya...:
Orang-orang dunia tenggelam dalam suka-duka dunia sedemikian rupa, sehingga tidak
terlintas sedikit pun dalam pikiran mereka bagaimana akibatnya. Seperti orang yang terkena
eksim (gatal-gatal), tidak akan berhenti [menggaruk] selama belum keluar darah. Dia tidak puas,
dan bagaikan anjing menjilati darahnya sendiri.
Dia tidak tahu apa sebenarnya kehidupan dunia ini. Untuk itulah Allah Yang Maha
Penyayang telah mengajarkan doa ini kepada orang-orang Islam "ghairil niaghdhuubi 'alaihim
wa laadh-dhaalliin" yakni, "[Ya Allah], hindarkanlah kami dari [jalan] orang-orang yang
merupakan ulat-ulat dunia ini dan yang mengingkari rasul-rasul serta para nabi demi dunia ini,
dan yang di dunia ini juga azab telah turun atas diri mereka."
[Dunia] ini adalah tempat yang sangat berbahaya. Lihat, sekarang telah muncul sarana-
sarana baru untuk mati. Banyak sekali penyakit bermunculan yang benar-benar baru. Kemudian
rentetan wabah pes pun telah mulai melanda. Keluarga demi keluarga telah punah. Dan di dunia
ini telah meletus suatu kehancuran.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 469).

Penerima Ilham dan Orang Gila

“Di Jemaat saya ini terdapat kira-kira 20 atau 25, bahkan 30 orang yang mendakwakan diri
menerima ilham. Saya selalu risau, jangan-jangan mereka gila. Manusia hendaknya menelaah
kondisi diri sendiri dan memperhatikan hubungan mereka yang mereka jalin dengan Allah
Ta’ala, serta mengabaikan kata nafs (jiwa) mereka.
Apabila surat orang-orang seperti itu sampai ke tangan saya maka bukannya saya menjadi
gembira, melainkan saya risau, jangan-jangan mereka akan menjadi gila. Ketika saya membaca
surat-surat itu maka tubuh ini meriding. Allah Ta’ala telah menolak para ahli nujum dan majnun
(gila), sebab mereka pun sering dapat mengetahui beberapa hal. Manusia hendaknya
mensucikan hubungannya dengan Allah Ta’ala.
Pelaku orang yang bejad dan pelaku kejahatan, sekarang pun dapat saja melakukan taubat,
namun orang-orang seperti itu tali tidak pernah mau bertaubat, sebab mereka menganggap diri
mereka sebagai sesuatu yang tahu, dan dari hal-hal seperti itu mereka menjadi sombong.”
(Malfuzat, jld. IX, hlm. 470).
(470-472)

Mengumpulkan Tanda-tanda dari Nabi

“Mengumpulkan Tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) dari nabi, adalah pekerjaan yang sangat


berpahala. Namun sudah merupakan kaidah bahwa orang yang mengumpulkan itu tidak dapat
menyimak dengan penuh. Kini, setiap oarng memiliki ikhtiar (uoaya) untuk menyimak dan
memperhafikan secara mendalam.
Sesuatu yang patut dipercaya, percayailah, sedangkan yang patut ditinggalkan,
tinggalkanlah. Misalnya, bahwa Rasulullah saw. – ma’aadzallaah – telah terkena pengaruh sihir,
dari hal seperti itu iman pun menjadi lenyap.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 472).

(472-480)

Doa Buruk

“Untuk perkara-perkara kecil langsung saja memanjatkan doa buruk tidaklah baik. Sebab di
dalam Hadits terdapat perintah untuk bersabar. Orang-orang yang biasa memanjatkan doa buruk
untuk perkara-perkara kecil, kebanyakan mereka akan menyesal. Sebaba saat itu mereka dalam
keadaaan emosi mengucapkan spa saja. Dan belakangan ketika mereka berpikir, maka barulah
jiwa mereka sendiri yang mengecam mereka, yakni untuk urusan (masalah) yang kecil begitu
saja telah memperlihatkan emosi dan kemarahan sedemikian besar, yang sesungguhnya
berlawanan dengan akhlak.” (Malfuzat, jld. IX, hlm. 480).

(480)

Haram dan Halal

“Sesuatu yang burukaadalah haram, sedangkan sesuatu yang suci adalah halal. Allah Ta’ala
tidak menyatakan sesuatu yang suci itu haram, justru Dia menyatakan seluruh benda yang suci
adalah halal. Ya, tatkala benda-benda suci itu dicampuri oleh benda-benda yang buruk maka
menjadi haram.
Mengumumkan perkawinan dengan menggunakan rebana telah dibenarkan. Namun, ketika
di situ telah dicampuri dengan tari-tarian dan sebagainya maka hal itu dilarang. Jika
dilaksanakan seperti yang dilakukan oleh Nabi Karim saw. maka hal itu tidak haram.”
(Malfuzat, jld. IX, hlm. .480-481).

ooo0ooo

Kemang, 1 April 2009 - Ruh.

Anda mungkin juga menyukai