Anda di halaman 1dari 68

MALFUZĀT

JILID III

Penterjemah: Mukhlis Ilyas Mbsy

HAKIKAT NAJAT (KESELAMATAN)

Pada tanggal 30 Nopember 1901 Hadhrat Maih Mau‘ud a.s. menerangkan:


―Ada satu pertanyaan penting dan patut dicermati, yang dirasakan oleh umat-umat dan
agama-agama di seluruh dunia pada tempat masing. Pertanyaan itu adalah, bagaimana supaya
manusia dapat selamat?
Pada hakikatnya pertanyaan ini timbul dari dalam setiap diri manusia, sebab dia
menyaksikan bagaimana nafsu menjadi tak terkendali, dan bagaimana pikiran buruk datang
mengepungnya. Untuk menghindarkan diri dari dosa-dosa itu ada saja yang telah ditetapkan
oleh setiap umat. Dan ada yang mengemukakan dalih, orang-orang Kristen dengan mengambil
manfaat dari pertanyaan itu, telah mengetengahkan sebuah dalih, yakni bahwa darah Almasih
memberikan keselamatan.
Pertama-tama adalah penting untuk memperhatikan apa yang dimaksud najat
(keselamatan). Hakikat najat adalah adalah manusia jadi selamat dari dosa-dos, dan pikiran-
pikiran buruk yang datang menghitamkan kalbu menjadi terputus, lalu timbul kesucian
sejati.
Sekarang, kita perhatikan, orang-orang Kristen memang telah merasakan pentingnya
selamat dari dosa-dosa, dan dengan mengambil manfaat dari itu, mereka memaparkan hal ini
di hadapan orangorang yang mencari (keselamatan), yakni bahwa hanya darah Al-Masih
sajalah yang dapat menyelamatkan [manusia] dari dosa-dosa.
Namun saya berpendapat, jika benar bahwa darah Al-Masih atau penebusan dosa dapat
menyelamatkan manusia dari dosa-dosa, maka paling pertama yang harus kita lihat adalah:
apakah ada hubungan antara penebusan dosa dan selamat dari dosa-dosa itu, atau tidak-?
Apakah ada hubungan antara keduanya? Misalnya, apabila kita perhatikan maka dengan jelas
dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara keduanya. Misalnya, jika seorang pasien
datang kepada seorang dokter, tetapi dokter bukannya mengobati melainkan justru menyuruh
kepada pasien tersebut agar menyalin buku buku sang dokter – dan itu adalah obat baginya –
maka tidak ada orang berakal yang akan menerima cara pengobatan seperti itu.
Jadi, jika bukan demikian hubungan antara darah Al-Masih dengan pengobatan dosa-
dosa, maka hubungan yang bagaimana lagi di situ? Atau, misalnya, seseorang kepalanya
mengalami rasa sakit, dan orang lain merasa kasihan kepadanya, lalu orang lain itu -- sebagai
pengobatan bagi orang yang sakit kepalanya tadi -- memukuli kepalanya sendiri dengan batu.
Sungguh ini merupakan hal yang sangat menggelikan.
Jadi, coba katakana kepada saya, segala sesuatu yang telah dan selalu dipaparkan orang-
orang Kristen adalah suatu kepalsuan yang memalukan. Apa obat bagi dosa-dosa? Mengenai
bunuh diri Yesus – yang tidak memiliki hubungan sejati dengan kesucian terhadap dosa-dosa
-- saya sering kali merasa heran, yakni bagaimana mungkin sampai Hadhrat Masih berpikir
demikian, yakni beliau memilih disalib guna menyelamatkan orang-orang lain?
Jika beliau menyelamatkan diri beliau sendiri dari kematian di tiang salib itu, lalu
memberi manfaat kepada umat manusia dengan cara yang masuk akal, maka hal itu jauh
lebih baik dan lebih berguna daripada bunuh diri tersebut, padahal kematian di atas salib itu
berupa kutukan. Dan menurut pendapat serta akidah orang-orang Kristen, bahwa untuk
penebusan dosa adalah penting supaya terkutuk, sebab hal itu merupakan hukuman bagi dosa-
dosa.
Ringkasnya, ini merupakan dalil kuat yang membuktikan kebatilan akidah penebusan
dosa. Di dalam penebusan dosa itu tidak ada hubungannya sedikit pun dengan najat
(keselamatan) manusia dari dosa-dosa. Kemudian dalil lainnya yang membuktikan kebatilan
akidah tersebut adalah, sampai sejauh mana penebusan dosa telah memenuhi keinginan
alamai ini, yakni agar manusia selamat dari dosa-dosa? Jawabannya jelas, yakni: Tidak ada
sedikit pun, sebab tidak ada hubungannya sama sekali. Oleh karena itu penebusan dosa tidak
dapat menghentikan gejolak dan gelombang dosa-dosa.
Jika di dalam penebusan dosa terkandung khasiat untuk menyelamatkan manusia dari
dosa-dosa, maka tentu kaum laki-laki dan perempuan Eropa terhindar dari dosa-dosa. Pada
kenyatannya segala macam dosa terdapat di kalangan orang-orang khusus dan masyarakat
awam (umum) Eropa. Jika ada yang tidak percaya silakan lihat taman-taman kota London atau
di hotel-hotel di Paris. Begitu banyak perzinahan sehingga menimbulkan kerisauan, jangan-
jangan bisa timbul keputusan bahwa perzinahan iu adalah legal.
Secara prakteknya memang tampak demikian. Penggunaan minuman keras begitu
banyak sehingga beberapa hari yang lalu seorang perempuan meminta minum di sebuah hotel
(restoran), dia mengatakan: "Air adalah untuk mencuci piring atau untuk mandi dan
sebagainya, sedangkan untuk minum adalah alcohol (minuman keras)."
Jadi, sekarang perhatikanlah dengan seksama, darah (kematian) Al-Masih
tidaklah cukup untuk untuk menghentikan gelombang dosa-dosa. Justru penebusan dosa itu
telah menghancurkan upaya upaya-upaya penghambatan dosa-dosa sebelumnya.‖ (Malfuzat,
jld. III, hlm. 1-3).

(hlm.4-10).

DEFINISI DOSA

―Ini merupakan kekeliruan mereka dalam hal definisi gunah (dosa, dalam bahasa Urdu).
Kata gunah sebenarnya diambil dari kata junah (dosa, dalam bahasa Arab). Huruf jim telah
diubah dengan huruf gaf, seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang berbahasa Farsi.
Sebenarnya junah itu artinya condong kepada sesuatu hal secara sengaja. Jadi, dosa itu
artinya adalah secara sengaja condong kepada keburukan. Jadi, saya sama sekali tidak dapat
mempercayai bahwa para nabi 'alaihimus salaam melakukan hal itu (dosa), dan di dalam Al-
Quran pun tidak ada dijelaskan demikian.
Para nabi ‗alaihimus- salaam tidak mungkin melakukan dosa, dsebab mereka berada pada
posisi makrifat yang paling tinggi. Dan tidak mungkin bahwa seseorang arif (yang memiliki
makrifat) condong kepada keburukan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 10).

(10-22)

HAKIKAT HUKUMAN DUNIA

Pada tanggal 19 Nopember 1901, Mr Dickson bertanya kepada Hadhrat Masih Mau‘ud
a.s.: ―Apakah Tuhan memberikan hukuman di dunia ini ataukah di alam berikutnya?‖ Hadhrat
Masih Mau‘ud a.s. bersabda:
―Saya memahami pertanyaan Anda. Dari hal-hal yang diberitahukan Allah Ta‘ala kepada
kami melalui para nabi, dan dari kesaksian yang diberikan oleh peristiwa-peristiwa yang
nyata, dapat diketahui bahwa ketentuan tentang pemberian hukuman dan ganjaran telah
ditetapkan mulai dari dunia ini juga oleh Allah Ta‘ala.
Keburukan dan kejahatan yang dilakukan manusia – tidak peduli apakah mereka
menyadari atau tidak – hukuman dan balasan yang dia terima di dunia ini tujuannya adalah
untuk memberikan peringatan kepadanya, supaya manusia bejat itu menimbulkan perubahan
nyata di dalam dirinya dengan cara bertaubat dan kembali [kepada Allah]. Dan kelalaian yang
dilakukan manusia dalam menjalin hubungan kehambaan tdengan Allah Ta‘ala dapat
disadarinya, lalu supaya dia berusaha untuk memperkokohnya.
Pada waktu itu, ada manusia yang mengambil pelajaran dari peringatan tersebut lalu
memohon bantuan Allah Ta‘ala untuk mengobati kelemahannya. Atau ada pula yang dengan
kebejadan hatinya menjadi semakin berani dalam [keburukan/dosa] itu. Mereka semakin hebat
dalam dosa dan kejahatan-kejahatan mereka, sehingga mereka menjadi pewaris neraka.
Hukuman-hukuman yang diberikan di dunia ini sebagai peringatan, tamsilnya
(perumpamaannya) adalah seperti sekolah. Sebagaimana di sekolah beberapa hukuman ringan
diberikan kepada anak-anak atas kelalaian dan kemalasan mereka tujuannya bukanlah supaya
guru meluputkan mereka dari ilmu-pengetahuan, melainkan maksudnya adalah supaya
mereka menyadari tujuan mereka, sehingga akan lebih hati-hati serta cekatan di masa
mendatang.
Seperti itu pulalah beberapa hukuman yang diberikan yang diberikan Allah Ta‘ala atas
kejahatan-kejahatan dan kebejadan. Maksudnya adalah supaya manusia bodoh itu yang
berlaku aniaya atas dirinya sendiri menyadari kejahatan serta dampak kejahatan yang dia
lakukan, lalu dia menjadi takut terhadap keagungan dan kekuasaan Allah Ta‘ala, sehingga dia
kembali kepada-Nya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 22-23).

(23-31)

IMAJINASI PARA FILSUF

―Imajinasi (khayalan) tidak dapat memiliki pengaruh kuat, itulah sebabnya kondisi
keimanan para filsuf (ahli filasafat) sangat lemah, dan mereka tidak dapat melangkah maju
(keluar) dari imajinasi (khayalan-khayalan).
―Plato dianggap sebagai ahli-fikir (filsuf) dan orang bijak yang agung. Ketika akan
meninggal dunia dia pun mengatakan bahwa gantungkanlah ayam di atas berhala tertentu
untuknya. Dari itu diketahui betapa lemah imannya, Dia tidak berdiri kokoh di atas Tauhid.‖
(Malfuzat, jld. II, hlm. 3l).

(hl. 31-57)

TA’BIR MIMPI SESUAI KONDISI MASING-MASING

‖Dalam ta‘bir mimpi, para ahli ta‘bir mimpi menetapkan kaidah ini, bahwa [ta‘bir
mimpi] itu berdasarkan kedudukan dan keadaan masing-masing orang yang mimpi. Jika ada
orang miskin maka mimpinya akan berada di dalam batas-batas kemampuan dan cita-citanya.
Orang kaya juga sesuai dengan kondisinya, dan raja sesuai sesuai dengan kedudukannya.
Misalnya, jika ada orang miskin yang melihat mimpi bahwa di kepalanya timbul rasa
gatal, maka hal itu tidak bermakna bahwa di kepalanya akan diletakkan mahkota, melainkan
baginya makna yang timbul adalah kepalanya akan dipukul dengan sepatu oleh seseorang
(mendapat penghinaan – pent.).
Seperti halnya batas-batas kemampuan [manusia] berbeda, demikian pula batas-batas
(kawasan) Kalaam Ilahi juga berbeda.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 57).

(hlm. 57-61)

HAKIKAT ALAM AKHIRAT

‖Hendaknya diketahui bahwa alam akhirat pada hakikatnya merupaakan sebuah refleksi
alam dunia. Dan segala sesuatu yang tampil secara ruhani sebagai iman dan dampak keimanan
serta kufur (ingkar) dan dampak kekufuran (keingkaran) akan tampil di alam akhirat secara
jasmani. Allah Ta‘ala berfirman, ―Man kaana hadzihil ‗amaa wa huwa fil-aakhirati ‗amaa –
―barangsiapa buta di dunia ini maka dia di akhirat pun akan buta‖ - Bani Israil, 73).
Kita hendaknya jangan terkejut terhadap bentuk tamsil (perumpamaan), dan hendaknya
pikirkanlah sedikit, bagaimana hal-hal ruhani tampak secara tamsil di dalam alam mimpi.
Dan di alam kasyaf lebih menakjubkan lagi dari itu, yakni dalam keadaan bangun dan sadar
diperlihatkan kepada manusia hal-hal ruhani dalam bentuk jasmani.
Misalnya, kadang-kadang dalam keadaan bangun terjadi perjumpaan dengan ruh-ruh yang
telah berlalu dari dunia ini, dan mereka tampak dalam tubuh asli mereka dengan mengenakan
pakaian ala dunia ini juga. Mereka berkata-kata, dan kadang-kadang orang-orang suci di
antara mereka -- dengan izin Ilahi-- memberikan kabar-kabar masa mendatang, dan kabar-
kabar itu terbukti sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang kemudian terjadi.
Kadang-kadang dalam keadaan bangun, dfari alam kasyaf itu kita memperoleh
minuman atau buah-buahan tertentu dan dengan memakannya terasa lezat. Dan hamba (saya
sendiri) punya pengalaman dalam semua hal tersebut. Dan dari antara jenis-jenis kasyaf
paling tinggi, itulah salah satunya, yakni benar-benar terjadi dalam kondisi bangun. Sampai-
sampai, dari pengalaman pribadi saya tampak bahwa makanan yang lezat atau semacam buah-
buahan atau minuman tampil di hadapan dari kegaiban.
Melalui tangan ghaib benda-benda itu masuk ke dalam mulut, dan indera perasa yang
ada pada lidah merasakan kelezatan makanan itu. Saat itu percakapan dengan orang-orang
juga masih tetap berlangsung, dan indera-indera lahiriah tetap berlangsung pada fungsinya
masing-masing. Minuman atau buah-buahan itu terus juga dimakan, dan rasa lezat serta
manisnya juga terasa secara nyata. Bahkan kelezatan itu jauh lebih lezat lagi. Hal itu sama
sekali bukanlah suatu halusinasi atau hanya khayalan-khayalan yang tidak berdasar,
melainkan Tuhan yang Tuhan yang memiliki sifat "Bi kulli syayin ‗aliim‖ (Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu – Ya Sin, 80), benar-benar memperlihatkan semacam bentuk
penciptaan.
Jadi, manakala contoh penciptaan dan pembuatan semacam itu terjadi di dunia ini, dan
orang-orang yang meraih makrifat di setiap zaman memberi kesaksian tentang itu maka
mengapa orang berakal merasa aneh terhadap tamsil (perumpamaan) penciptaan serta
pembuatan yang akan berlangsung di alam akhirat nanti? Yakni akan tampak timbangan amal,
akan kelihatan jembatan lurus, dan banyak lagi hal-hal ruhani yang kelihatan dalam bentuk
jasmani.
Tuhan yang telah memperlihatkan rangkaian tamsil penciptaan dan pembuatan itu di dunia
ini kepada orang-orang yang memperoleh makrifat, apakah Dia tidak sanggup untuk juga
memperlihatkannya di akhirat? Justru tamsil-tamsil itu sangat berkait erat dengan alam akhira,
sebab di alam [dunia] ini – yang bukan merupakan tempat manifestasi (perwujudan) inqitha‘
(pemutusan hubungan total terhadap unusr-unsur selian Allah Ta‘ala) sempurna, tamsil
penciptaan tersebut diperlihatkan kepada orang-orang yang menjalani pensucian, maka
mengapa pula hal itu tidak akan tampak di alam akhirat yang justru merupakan tempat
berlangsungnya inqitha' sempurna?
Hal ini hendaknya diingat baik-baik, bahwa segenap keajaiban itu dibukakan kepada
manusia ‗arif (yang memperoleh makrifat) di dunia ini juga dalam bentuk kasyaf, yaitu
keajaiban-keajaiban yang dibaca oleh seorang insan pencinta di dalam ayat-ayat Quran karim
dalam bentuk kisah, yaitu kisah-kisah tentang mii‘aadz (janji).
Jadi, seseorang yang pandangannya tidak mencapai hakikat, dia akan terperangkap
dalam rasa aneh bila mendengar uraian-uraian ini. Bahkan kadang-kadang di dalam kalbunya
timbul keberatan (kritikan), bahwa hal-hal ini tampak sangat tidak masuk akal. Misalnya
bahwa Allah Ta‘ala akan duduk di Singgasana pada hari pengadilan, para malaikat akan
berdiri membentuk barisan, amal-amal akan diukur dengan timbangan, orangorang akan
berjalan meniti jembatan shirathal [mustaqiim], setelah adanya ganjaran dan hukuman, orang
yang mati itu akan disembelih seperti domba. Demikian pula bahwa amal-amal akan tampil
kepada orang-orang dalam rupa insan yang cantik atau dalam rupa insan buruk, mengalirnya
sungai susu dan madu di dalam surga, dan sebagainya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 61-62).

(hlm. 62-72)

JAWABAN MENGAPA HADHRAT MASIH MAU’UD A.S.


TIDAK MENUNAIKAN IBADAH HAJI

Tanggal 26 Agustus 1902 surat Abu Said Muhammad Hussain Batalwi telah dimuat di
dalam terbitan Al-Hakam sebelumnya, namun dianggap perlu untuk menyampaikan kepada
Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. untuk menyampaikan suatu perjelasan, karena di dalam surat itu
terdapat kritikan mengapa beliau tidak menunaikan ibadah hajji. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s.
bersabda:
―Tugas utama saya adalah membunuh babi-babi dan menaklukkan salib, Saat ini saya
sedang membunuh babi-babi, dan banyak sekali babi yang telah mati, namun masih banyak
lagi yang tersisa, yang berkeras untuk tetap hidup. Izinkanlah saya menyelesaikan hal ini
terlebih dulu.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 72).

72-73)

HINDARI PRASANGKA

‖Seseorang yang beriman, dia hendaknya meningkatkan diri dari keimanan menuju
keyakinan dan irfan (pemahaman hakiki), dan dia jangan terjerat dalam prasangka. Ingatlah,
prasangka itu tidak bermanfaat. Allah Ta‘ala Sendiri berfirman, ― "Innazh zhanna laa yughnii
minal haqqi syai-an – (sesungguhnya prasangka itu tidak dapat mengalahkan kebenaran
sedikitpun - Yunus, 37).
Hanya keyakinan sajalah yang yang dapat membuat manusia berhasil (sukses). Tanpa
keyakinan tidak ada artinya sedikit pun. Jika manusia mulai berprasangka buruk dalam setiap
perkara maka mungkin satu detik pun dia tidak dapat melalui dunia ini. Dia tidak dapat
minum, karena mungkin dalam angan-angannya jangan-jangan terdapat racun. Dia tidak dapat
memakan barang-barang yang ada di pasar, karena mungkin di dalam barang-barang itu sudah
dicampurkan benda-benda yang dapat mematikan, lalu bagaimana mungkin dia dapat bertahan
hidup?‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 73).

(73-78)

PERIHNYA DOSA

Pada tanggal 4 Desember 1901 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda:


―Ada satu hal penting yang ingin saya jelaskan. Walau pun kesehatan saya tidak baik,
namun karena besok Nawab Sahib akan berangkat maka saya kira tepat apabila saya jelaskan
supaya beliau pun dapat mendengar dan warga Jemaat lainnya pun dapat mendengarkan pula.
Hal yang saya maksudkan adalah sebagai berikut. Seluruh nabi 'alaihimus-salaam yang
telah datang ke dunia, walau pun hukum-hukum yang telah mereka perdengarkan kepada
dunia itu adalah rinci dan panjang, dan banyak bagian yang dijelaskan, seperti hal-hal
mengenai Tauhid, budaya, niaga, dan akhirat. Ringkasnya, sekian banyak perkara yang
diperlukan oleh manusia, telah mereka berikan petunjuk-petunjuk serta ajaran berkenaan
dengan itu semua.
Di samping seluruh ajaran dan petunjuk-petunjuk parsial (sebagian) tersebut, tujuan
kedatangan nabi yang sebenarnya adalah supaya orang-orang terlepas dari dosa-dosa, lalu
membenci segala macam keburukan dan pekerjaan-pekerjaan tidak baik, dan kemudian
menjadi untuk Allah semata. Inilah tujuan sebenarnya penciptaan manusia, yakni menjadi
sepenuhnya untuk Allah. Oleh karenanya tujuan pengutusan para nabi 'alaihimussalaam
adalah membimbing manusia ke arah itu, supaya manusia menemukan kembali barang
miliknya yang telah hilamng serta tujuannya tersebut.
Dosa itu banyak sekali, banyak cabang dan ranting-rantingnya, sampai-sampai segala
macam kelalaian ringan pun termasuk dosa. Akan tetapi berlawanan dengan tujuan agung
tersebut, dosa besar yang tampil untuk menyesatkan manusia dari tujuan yang sebenarnya
adalah syirik.
Maksud dan tujuan sebenarnya penciptaan manusia adalah supaya sepenuhnya menjadi
untuk Allah semata dan selalu menjauhi dosa serta penyebab-penyebabnya. Oleh karena itu,
sejauh mana terjeratnya manusia bernasib buruk di dalam hal-hal tersebut, sedemikian jauh
pulalah dia menyimpang dari tujuannya yang sejati, sampai akhirnya dia terjatuh dan terjatuh
di tempat hina yang merupakan tempat bercokolnya bala-musibah, kesulitan-kesulitan dan
segala macama penderitaaan serya kedukaan, yang juga dinamakan jahannam (neraka).
Lihatlah, jika ada bagian tubuh bergeser dari tempatnya yang semula, misalnya jika lengan
terlepas atau kelingking atau ibu jari terlepas dari tempatnya, maka betapa hebatnya rasa sakit
dan perih yang timbul. Kenyataan jasmaniah ini merupakan suatu dalil kuat untuk alam ruhani
dan ukhrawi, dan merupakan suatu bukti keberadaan neraka.
Dosa adalah sesuatu yang membelokkan manusia menyimpang jauh dari tujuan
penciptaannya. Jadi, timbulnya rasa perih (sakit) akibat bergesernya sesuatu dari tempat yang
sebenarnya adalah mutlak. Jadi, syirik adalah sesuatu yang menggeser manusia dari tujuan
yang sebenarnya, lalu menjadikannya sebagai pewaris neraka.‖ (Malfuzat, III, hlm. 78-79).

(79-83)

DAYA MAGNETIS RASULULLAH SAW. YANG MENSUCIKAN JIWA

―Pandapat ini sama sekali tidak benar, yaitu apa yang dikatakan oleh orang-orang jahil
bahwa orang-orang [di masa Rasulullah saw.] begitu saja berkumpul, sebab selama belum ada
suatu daya tarik dan daya magnetis maka tidak mungkin orang-orang begitu saja dapat
menyatu.
Pendapat saya adalah quwwat qudsiyyah (daya pensucian ruhani) yang dimiliki Rasulullah
saw. sedemikian rupa hebatnya dimana hal tersebut tidak dimiliki oleh nabi lainnya di dunia
ini. Inilah rahasia kemajuan Islam, daya tarik (daya magnetis) Nabi Karim saw. sangat hebat,
dan juga di dalam ucapan-ucapan beliau saw. terdapat pengaruh, sehingga siapa saja yang
mendengar akan langsung tertarik.
Orang-orang yang beliau saw. tarik langsung beliau sucikan, dan bersamaan dengan itu
ajaran beliau sederhana serta jelas, sehingga di dalamnya tidak ada keruwetan serta keraguan
seperti halnya Trinitas [pada ajaran Kristen].‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 84).

(hlm, 84-87)

MUHAMMAD (YANG SANGAT TERPUJI)

‖Sebelumnya pun telah saya katakan, demikian banyak akhlak yang terbukti dari diri
Rasulullah saw., hal itu tidak ada [terbukti] pada nabi-nabi lainnya, sebab untuk menzahirkan
akhlak, selama belum memperoleh kesempatan (peluang) maka tidak ada satu akhlak pun
yang dapat dibuktikan. Contohnya kedermawanan. Jika [seseorang] tidak mempunyai uang,
bagaimana mungkin hal itu dapat tampil. Demikian pula, seseorang tidak memperoleh
kesempatan berperang, bagaimana mungkin keberanian dapat terbukti. Demikian pula sifat
pemaaf, yang dapat menzahirkan sifat ini adalah dia yang memiliki kekuatan (kekuasaan).
Ringkasnya, semua akhlaq berkaitan erat dengan kesempatan (peluang).
Nah, hendaknya dipahami, betapa besarnya karunia Ilahi sehingga Rasulullah saw.
memperoleh kesempatan untuk menzahirkan seluruh akhlak. Hadhrat Isa a.s. tidak memperleh
kesempatan itu. Misalnya, Rasulullah saw. memperoleh kesempatan untuk memperagakan
kedermawanan beliau.. Pada suatu ketika beliau memiliki banyak sekali domba.
Seorang kafir mengatakan, ―Anda memiliki sedemikian banyak domba yang Kaisar pun
serta Kisra pun tidak punya sebanyak itu.‖ Rasulullah saw. [ketika itu juga] menyerahkan
seluruh domba tersebut kepada orang itu, dan saat itu pula orang tersebut langsung beriman,
sebab kecuali nabi tidak ada orang yang memiliki kedermawanan agung demikian.
Di Mekkah banyak orang yang menyakiti beliau saw.. Ketika beliau menaklukkan
Mekkah, jika beliau mau dapat saja mereka semua beliau sembelih. Akan tetapi Rasulullah
saw. berlaku kasih-sayang dan mengatakan, ―Laa tatsriiba ‗alaikumul- yawma. (tiada celaan
atas kalian pada hari ini) – Yusuf, 93), adalah sifat pemaaf beliau yang membuat mereka
semua masuk Islam.
Nah, apakah akhlak fadhilah yang luar biasa itu ada didapati pada diri nabi lainnya? Sama
sekali tidak. Mereka adalah orang-orang yang telah menimpakan penderitaan yang beat pada
diri beliau saw. secara khusus dan pada sanak-saudara serta para sahabah beliau, dan mereka
menimpakan penderitaan-penderitaan yang tak termaafkan. Namun demikian setelah
Rasulullah saw. memperoleh kekuatan dan kekuasaan saat itu juga beliau langsung
memaafkan mereka. Padahal jika mereka dihukum pun benar-benar merupakan keputusan
yang adil dan setimpal. Akan tetapi saat itu beliau saw. memperlihatkan teladan sifat pemaaf
dan kasih-sayang beliau saw..
Oleh karena itulah beliau saw. secara nama telah disebut Muhammad (yang terpuji) saw..
Di bumi puji-pujian terhadap beliau saw. demikian pula di langit pun beliau saw. disanjung,
dan di langit pun beliau saw. merupakan Muhammad (yang terpuji). Nama beliau ini diberikan
oleh Allah Ta‘ala sebagai contoh bagi dunia.
Selama manusia tidak menciptakan di dalam dirinya akhlaq-akhlaq semacam itu maka
sedikit pun tidak ada gunanya. Manusia tidak akan dapat menciptakan kecintaan terhadap
Allah Ta‘ala secara sempurna selama ia tidak menjadikan akhlak dan suri teladan Nabi Karim
saw. sebagai pembimbing dan penunjuk jalan bagi dirinya. Allah Ta‘ala Sendiri telah
menjelaskan hal itu:
       
(Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku‖ – Aali ‗Imran, 32).
Yakni untuk menjadi mahbub Ilahi (orang yang dicintai Allah) adalah mutlak untuk mengikuti
Rasulullah saw..‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 87).

(hlm. 87-93)

MUHAMMAD HIMPUNAN SEGENAP KEBAIKAN

‖Nama beliau saw. adalah Muhammad, karena memang berarti yang sangat terpuji.
Muhammad adalah dia yang sangat terpuji di bumi maupun di langit. Banyak sekali orang
yang dipandang sangat hina oleh orang-orang dunia, mereka dianggap nista, dan sesuai
anggapan itu [merela benar-benar] dihinakan. Akan tetapi di langit sanjungan dan pujian
terhadap diri mereka dilantunkan. Mereka adalah orang-orang baik di hadapan Allah Ta‘ala.
Sebaliknya, sebagian orang ada yang disanjung-sanjung oleh dunia. Dari segala penjuru
mereka dipuji, akan tetapi langit melaknat mereka. Allah, para malaikat-Nya, dan orang-
orang yang memperoleh qurub-Nya (kedekatan-Nya) melaknat mereka, tidak memuji mereka.
Akan tetapi Nabi mulia kita, Rasulullah saw. di kedua tempat – di bumi dan di langit –
dipuji dan disanjung. Kebanggaan serta karunia ini hanya diraih oleh Rasulullah saw. semata.
Rasulullah saw. memperoleh golongan pengikut yang sedemikian rupa sucinya, sehingga
tidak pernah dimiliki oleh nabi lainnya.
Memang Musa dahulu memperoleh golongan pengikut sebanytak beberapa ratus ribu
orang, akan tetapi mereka bukanlah suatu kaum yang berhati-teguh, suci dan memiliki asa
(harapan) yang tinggi. Tidak seperti para sahabah [Rasulullah saw.] ridwanallaahi ‗alaihim
ajma‘iin, keadaan kaum Musa a.s. adalah pada malam hari mereka beriman maka siang
harinya mereka murtad.
Membandingkan Rasulullah saw. dan para sahabah beliau dengan Musa a.s. serta
kaumnya, bagaikan membandingkan seluruh dunia. Jemaat yang diperolah Rasulullah saw.
begitu suci, penyembah Ilahi, mukhlis, sehingga tidak ditemukan tandingannya di kalangan
kaum mana pun di dunia ini dan di antara jemaat-jemaat nabi lainnya. Di dalam hadit-hadits
banyak terdapat sanjungan bagi mereka, sampai-sampai dikatakan: "Allaahu Allaahu fii
ashaabii. " Dan di dalam Alquran pun mereka dipuji:
    
(Dan orang-orang yang mempergunakan malam untuk bersujud dan berdiri di hadapan
Tuhan mereka‖ – Al-Furqaan, 65).
Jemaat yang dipersiapkan oleh Rasulullah saw. unggul dan terpelihara dari sekian
kesulitan serta musibah tha'un (pes) dan sebagainya seperti yang dialami oleh Jemaat Nabi
Musa a.s.. Dari hal itu diketahui adanya quwat-qudsiyah (daya pensucian) dan anfaas
thayyibah (pensucian jiwa) serta jazzab ilallaah (……. kepada Allah) yang dimiliki oleh
Rasulullah saw.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 93-94).

JEMAAT DAN PARA SAHABAH

―Lalu, apalah yang dapat membuat orang berakal menjadi ragu-ragu untuk mempercayai,
ketika mereka perhatikan secara menyeluruh segenap hal yang telah diterangkan.
Kini, tujuan dan maksud saya menjelaskan hal ini adalah bahwa Allah Ta‘ala telah
menegakkan Jemaat ini, dan untuk mendukungnya Dia telah menampakkan ratusan Tanda.
Tujuannya dalah supaya Jemaat ini menjadi seperti jemaat para sahabah radhiallaahu 'anhum,
lalu menjadi contoh era khairul qurun (abad terbaik).
Orang-orang yang masuk ke dalam Jemaat ini, dikarenakan mereka termasuk dalam
golongan aakhariina minhum (golongan lain dari antara mereka – Qs.61:4) oleh sebab itu
mereka harus meninggalkan upaya-upaya palsu (semu), dan mereka harus memusatkan
seluruh perhatian mereka ke arah Allah Ta‘ala.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 94).

(94-96)

JEMAAT DAN MENDOAKAN MUSUH

‖Dalam hal solidaritas terhadap umat manusia, akidah saya adalah, selama belum
memanjatkan doa bagi musuh maka selama itu pula kalbu tidak akan menjadi bersih. Di
dalam [ayat], ―Ud‘uuni astajib lakum mintalah kepada-Ku, maka Aku kabulkan), Allah
Ta‘ala tidak membatasi, yakni jika kalian memanjatkan doa bagi musuh maka Dia tidak akan
mengabulkannya, melainkan kepercayaan saya adalah, mendoakan bagi musuh pun
merupakan sunnah Nabi. Umar r.a. menjadi Muslim adalah karena itu. Rasulullah saw. selalu
berdoa bagi Umar.
Oleh karena itu, hendaknya kalian jangan menyimpan permusuhan pribadi dilandaskan
pada kekikiran. Kalian jangan menjadi orang yang benar-benar menyakiti. Saya bersyukur,
saya tidak melihat satu musuh pun yang tidak saya doakan sampai dua atau tiga kali. Satu pun
tidak ada yang demikian, dan inilah yang saya katakana dan ajarkan kepada kalian.
Allah Ta‘ala tidak suka terhadap orang yang secara sungguh-sungguh menyakiti dan
menyimpan permusuhan yang dilandasi kekikiran, seperti ketidak-inginan-Nya apabila ada
yang disatukan (dipersekutukan) dengan-Nya. Di satu tempat Dia tidak menginginkan,
sedangkan di tempat lain Dia menginginkan pertemuan (penyatuan), yakni perpisahan
(perpecahan) di antara sesama manusia, dan penyatuan sesuatu yang asing dengan-Nya.
lnilah jalan yang mengajarkan agar [kita] memanjatkan doa bagi orang-orang yang ingkar.
Dengan melakukan hal itu kalbu menjadi bersih dan lapang serta semangat menjadi tinggi.
Oleh karena itu selama Jemaat saya tidak menerapkan corak demikian, maka tidak ada yang
membedakan antara mereka dengan yang lainnya.
Menurut saya, ini adalah hal penting, yakni seseorang yang menjalin persahabatan dengan
orang lain di jalan agama, dan berasal dari derajat yang lebih rendah dari pihak-pihak yang
disayanginya, maka hendaknya ia menyikapi orang itu dengan sangat lembut dan kasih-sayang
serta mencintainya…..
Oleh karena itu kalian yang menjalin hubungan dengan saya, jadilah kalian suatu kaum
yang mengenainya dikatakan, "Wa innahumclemmim lira yusqt w jcilisuhum", yakni
suatu kaum yang pihak-pihak di sekitarnya tidak bejad.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 96-97).

(hlm 97-108)

PENCARI AKHIRAT & PENCARI DUNIA

―Ingat, pertama-tama satu perbuatan dilakukan oleh manusia kemudian dampak


(pengaruh) yang terselubung di dalamnya akan dizahirkan oleh Allah Ta‘ala melalui
perbuatan-Nya. Misalnya, jika kita menutup jendela rumah kita, itu merupakan perbuatan kita,
dan atas hal itu perbuatan Allah Ta‘ala adalah Dia menutup jalur masuk dan keluar cahaya
serta udara dari rumah itu sehingga timbullah kegelapan.
Jadi, ini merupakan kebiasaan Allah (sunnatulllah) yang telah berlaku terus sejak
permulaan, dan tidak mungkin ada perubahan sedikit pun dalam hal itu. Yakni atas perbuatan
manusia akan timbul perbuatan dari Allah Ta‘ala. Sebagaimana hal itu berlangsung dalam
tatanan zahiriah (alam jasmani), demikian pula ketentuan yang berlaku dalam tatanan
batiniah.
Seseorang yang dengan hati bersih pergi mencari kebenaran – dan kalau tidak, sekurang-
kurangnya dia datang dalam kondisi tanpa akidah – maka pasti dia akan menemukan
kebenaran. Namun jika dari sejak semula dia telah mengmbil suatu keputusan di dalam
hatinya, dan dia membawa hatinya yang terjerat dalam kedengkian dan permusuhan, maka
dampaknya adalah gejolak permusuhannya itu bergelora dan mekan cahaya-cahaya fitratnya.
Hatinya menjadi hitam-kelam, lalu dia tidak akan memperoleh taufik untuk dapat
membedakan antara yang benar dengan yang batil.
Jadi, untuk mendapatkan kesucian serta petunjuk dari Allah Ta‘ala hendaknya ciptakan
juga sendiri suatu kesucian di dalam diri kalian, yakni manusia hendaknya meninggalkan
kebakhilan (kekikiran) serta kedengkian, dan sama sekali janganlah menipu jiwa sendiri.
Ini memang benar, seseorang yang pergi dengan menyatakan diri mencari kebenaran, lalu
dari sejak pertama dia telah memvonis dasar-dasar suatu agama, dia merupakan pencari dunia.
Dan seseorang yang mati dalam kemenangan serta kekalahan dunia, saya tidak dapat
mengakui bahwa dia telah beriman kepada Allah. Tidak. Menurut saya dia adalah seorang
atheis (tak bertuhan)!
Hati suci yang tidak mempedulikan ancaman serta gertakan dari seseorang, dan yang tidak
sungkan-sungkan serta tidak malu-malu menyatakan ikrarnya maka itulah yang akan
menemukan kebenaran. Pada hati yang semacam itulah cahaya-cahaya Ilahi akan turun.
Ingatlah, Allah Ta‘ala sama sekali tidak akan menyia-nyiakan orang semacam ini, yaitu yang
melangkahkan kaki untuk mendapatkan-Nya. Sebagaimana Dia senantiasa telah berfirman,
―Anal-maujud‖ (Aku ada), pasti sekarang pun Allah Ta‘ala berfirman demikian.
Sebagaimana kepada Al-Masih a.s. dahulu telah turun wahyu, sekarang pun demikian.
Saya mengatakan dengan sebenarnya – ini tidak hanya sekedar pendakwaan belaka,
bersamanya terdapat dalil-dalil nyata – bahwa sifat-sifat apa yang dahulu ada dan ternyata
sekarang tidak ada? Sekarang pun Dia telah menerangi dunia dengan Kalam-Nya (Firman-
Nya)‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 108-109).

(109-142)

JEMAAT DAN ANJURAN MENYIMAK DENGAN SEKSAMA

‖Semua hendaknya mendengarkan dengan penuh perhatian dan dengarlah dengan


seksama, sebab ini adalah masalah iman. Lalai, malas, dan tidak memberikan perhatian dalam
masalah ini menimbulkan akibat yang sangat buruk. Orang-orang yang lalai dalam masalah
iman, dan ketika dijelaskan kepada mereka tetapi mereka tidak mau mendengarkan dengan
penuh perhatian, maka betapapun bermanfaat dan berpengaruhnya penjelasan orang yang
berbicara itu, tetap saja tidak berguna bagi mereka sedikitpun.
Demikian pula halnya orang-orang yang mengenai mereka dikatakan, bahwa mereka
memiliki telinga tetapi mereka tidak mendengar, mereka memiliki kalbu tetapi mereka tidak
mengerti. Jadi, ingatlah, segala sesuatu yang diuraikan dengarlah dengan penuh perhatian,
sebab orang yang tidak mendengarkan dengan penuh perhatian, walaupun dia menetap lama
bersama wujud (orang) yang banyak memberi manfaat, tetap saja dia tidak memperoleh
manfaat.‖ (Malfuzat, jld.III, hlm. 142-143).

KEBENARAN DAN DAYA MAGNETIS YANG DIMILIKI PARA NABI

―Tatkala Allah Ta‘ala mengutus para. nabi 'alaihimus salaam ke dunia, maka pada saat itu
terdapat dua macam golongan orang. Pertama, adalah orang-orang yang memberi perhatian
terhadap kata-kata para nabi itu. Mereka memasang telinga, dan apa pun yang dikatakan para
nabi itu, mereka dengar dengan penuh perhatian. Ini adalah golongan yang mengambil
manfaat, dan mereka meraih buah-buah serta berkat dari [sikap mereka] itu.
Golongan kedua adalah, mereka bukannya memberikan perhatian terhadap kata-kata
para nabi itu, justru mereka menertawakan, dan mereka menyusun rancangan serta berusaha
menyakiti para nabi tersebut.
Ketika Nabi Karim kita saw. diutus, saat itu sesuai ketentuan tersebut terdapat dua
golongan. Pertama, adalah mereka yang mendengarkan kata-kata Nabi Karim saw., dan
mereka mendengarkannya dengan penuh perhatian. Kemudian mereka begitu terpengaruhnya
oleh kata-kata beliau serta demikian dalam mengambil manfaat dari beliau, sehingga mereka
mendahulukan beliau daripada kedua orangtua, anak keturunan, orang-orang yang dicintai,
serta dari segala sesuatu di dunia ini yang paling mereka sayangi.
Sebelumnya mereka hidup dengan tenang dan nyaman. Mereka menikmati hubungan
persaudaraan dan kekerabatan satu sama lain sesuai pemikiran mereka. Namun begitu mereka
menjalin hubungan dengan wujud suci tersebut, maka mereka terpaksa memutuskan hubungan
dengan segenap sanak saudara dan ikatan-ikatan lainnya, Mereka sedikit pun tidak merasakan
penderitaan dalam kondisi terpisah seperti itu. Justru di situ mereka menganggapnya sebagai
suatu ketenteraman dan kebahagiaan.
Sekarang, hendaknya diperhatikan dengan seksama, apa gerangan yang dimiliki Nabi
Karim saw. itu yang membuat orang-orang begitu mabuk dalam kecintaan, sehingga mereka
siap untuk menyerahkan nyawa mereka? Yang membuat mereka siap untuk melepaskan
segenap keuntungan dan manfaat-manfaat duniawi mereka, serta siap untuk memutuskan
segenap hubungan yang bersifat kaum dan bangsa. Bahkan tidak hanya sekedar siap,
melainkan mereka telah memutuskan [hubungan-hubungan] tersebut lalu melepaskan nyawa
mereka, dan dengan itu mereka membuktikan betapa dengan tulus dan penuh kemauan mereka
memihak beliau saw..
Secara zahir beliau saw. tidak memiliki harta kekayaan yang dapat menarik hati seorang
manusia yang gila dunia. Beliau sendiri tumbuh sebagai anak yatim, maka apalah yang dapat
beliau perlihatkan kepada orang-orang lain?
Saya mengatakan, memang tidak diragukan lagi bahwa beliau saw. tidak memiliki harta-
kekayaan serta sarana-sarana duniawi yang menggoda dan memikat. Beliau sama sekali tidak
memiliki hal itu, namun beliau memiliki hal-hal yang sangat kuat, yang merupakan daya
magnetis hakiki, asli dan penuh pengaruh. Itulah yang beliau saw. paparkan, dan hal-hal
itulah yang menarik dunia kepada beliau ssaw.. Hal-hal itu berupa kebenaran dan daya
magnetis.
Inilah dua hal yang dibawa oleh para nabi ‗alaihumus-salam. Selama kedua hal ini belum
ada manusia tidak dapat mengambil manfaat dari siapa pun, dan tidak pula dapat memberi
manfaat kepada siapa pun. Jika kebenaran ada tetapi daya magnetis tidak ada apa jadinya?
Demikian pula jika ada daya magnetis tetapi tidak ada kebenaran apalah gunanya.
Banyak sekali orang yang tampak demikian – dan mereka ada di dunia ini – yakni dalam
ucapan mereka terdapat kebenaran tetapi terlihat bahwa kebenaran itu tidak terbukti
bermanfaat dan berpengaruh. Mengapa? Sebab kebenaran itu hanya ada di lidah mereka saja,
sedangka kalbu mereka tidak mengenal kebenaran tersebut, dan daya magnetis -- yang
timbul setelah penerimaan yang dilakukan oleh kalbu -- tidak dimilikinya. Oleh karena itu
apa pun yang ia ucapkan, yang diutarakannya hanya sekedar untuk diperlihatkan. Memang
begitulah pengaruhnya.
Daya magnetis sejati dan daya tarik hakiki serta pengaruh yang sebenarnya baru akan
timbul tatkala kebenaran yang dia uraikan itu tidak hanya sekedar dia terima terlebih dahulu,
melainkan juga telah dia amalkan, sehingga dia memiliki dalam dirinya buah-buah hasil serta
cirri-ciri yang berkilauan dari [kebenaran] tersebut.
Selama manusia itu sendiri belum memiliki keimanan sejati terhadap hal-hal yang dia
uraikan, dan dia belum memperlihatkan dampak keimanan sejati itu – yakni amal perbuatan –
maka hal-hal itu sama sekali dan sama sekali tidak akan berpengaruh serta berguna. Kata-kata
itu hanya keluar dari mulut berbau busuk, yang akan semakin berbau busuk lagi ketika sampai
ke telinga orang-orang lain.
Bahkan, saya mengatakan, bahwa orang yang aniaya itu dengan cara demikian justru
membunuh kebenaran tersebut, sebab dikarenakan berkat-berkat serta buah-buah ranum
kebenaran itu tidak ada pada dirinya, karena itu para pendengar dengan menganggap kata-kata
itu sebagai khayalan dan lamunan belaka tidak mau memperhatikannya, sehingga dengan
demikian mereka telah meluputkan orang-orang lain dari kebenaran tersebut.
Ringkasnya, hal ini patut untuk diingat, bahwa seseorang yang mendakwakan diri untuk
melakukan ishlah (perbaikan) pada dunia, selama pada dirinya belum ada kebenaran dan daya
magnetis (daya tarik) maka sedikit pun tidak akan memberi manfaat, dan orang-orang yang
tidak mau mendengar kata-katanya itu dengan penuh perhatian, mereka pun tidak dapat
mengambil manfaat dari orang-orang yang memiliki kebenaran serta daya magnetis.‖
(Malfuzat, jld.III, hlm. 142-144).

(144-145)

MALAM DAN SIANG SECARA RUHANI

‖Seperti halnya hukum qudrat Allah Ta‘ala, yakni sesudah malam datang siang – serta tidak
ada perubahan apa punpada hukum qudrat tersebut -- maka seperti itu pulalah di dunia ini
selalu datang zaman-zaman sedemikian rupa dimana kadang-kadang secara ruhani terjadi
malam, dan kadang-kadang matahari terbit lalu muncul hari baru.
Demikianlah, [jangka masa] satu ribuan yang baru berlalu, secara ruhani merupakan
sebuah malam gelap, yang dinamakan oleh Nabi Karim saw.. Itu merupakan satu hari bagi
Allah Ta‘ala, sebagaimana firman-Nya: ―Inna yawman ‗inda rabbika ka-alfi sanatin mimmaa
tu‘aduun – (dan sesunggguhnya satu hari di sisi Tuhan engkau seperti seribu tahun dari apa
yang kamu hitung" (Al-Hajj, 48).
Dalam seribu tahun ini sebuah tabir kegelapan penuh bahaya telah meliputi dunia. Di
dalam jangka masa itu upa-aupaya penuh dan makar-makar serta taktik-taktik telah dilakukan
untuk menjatuhkan kehormatan Nabi Karim kita saw. ke dalam suatu Lumpur kehinaan. dan
di dalam diri orang-orang yang menyebut mereka sebagai Muslim telah timbul segala macam
syirik serta bid‘ah. Namun mengenai golongan itu Nabi Karim saw. telah bersabda, ―Laisa
minni wa lastu minhum‖ (mereka bukan berasal dari kalanganku dan bukan pula aku dari
kalangan mereka).‖
Ringkasnya, sebagaimana Allah Taala berfirman, ini merupakan malam seribu tahun yang
telah berlalu. Kini, Allah Ta‘ala telah berkehendak untuk memberi cahaya kepada dunia,
kepda orang yang mampu meraih cahaya tersebut, sebab tidak setiap orang mampu meraih
cahaya itu.
Demikianlah, Dia telah mengutus saya di abad ini, supaya saya menghidupkan Islam.‖
(Malfuzat, jld. III, hlm. 145).

ORANG-ORANG YANG TIDAK MEMBERI PERHATIAN


KEPADA PARA NABI

Kita melihat bahwa Hadhrat Musa a.s. tidak akan berhasil secara sempurna dan dalam arti
sebenarnya, sebab beliau tidak dapat membuat banyak orang menjadi tulus. Sebentar saja
beliau tidak berada di tempat maka umat beliau jadi berantakan, walau pun Harun berada di
tengah-tengah mereka saat itu, dan umat beliau telkah memilih untuk menyembah anak
sapi. Umat beliau terus saja mengemukakan berbagai macam kebimbangan dan keraguan
sepanjang hidup mereka. Mereka tidak pernah dapat menjadi tulus dengan hati yang lapang
walaupun mereka menyaksikan banyak sekali Tanda (mukjizat).
Demikian pula Hadhrat Isa tidak berhasil, sampai-sampai para murid -- sebagaimana
tertulis dalam Injil -- telah menjadi berantakan. Beberapa ada yang murtad lalu mengutuk
beliau. Para alim dan pemuka agama yang mengaku sebagai penerus Musa tidak mendapat nur
Samawi. Mereka tidak menerima dan tidak mendengarkan dengan penuh perhatian uraian-
uraian kebenaran yang dibawa oleh Hadhrat Masih a.s.,
Walaupun memang ada dikatakan, bahwa mereka akan menghadapi banyak sekali
kesulitan – yang tampil dalam dalam corak nubuatan-nubuatan mengenai tanda-tanda serta
ciri-ciri Al-Masih – akan tetapi jika mereka memberi perhatian srta mau mengikuti petunjuk
dan memperoleh kepekaan rasa, maka pasti mereka dapat mengambil manfaat, serta dengan
mengerahkan seluruh kekuatan mereka akan dapat keluar dari kesulitan-kesulitan.
Dengan memperhatikan hal-hal dan peristiwa-peristiwa ini, secara alami timbul
pertanyaan: Mengapa terjadi demikian? Jawaban ringkasnya adalah: manusia binasa akibat
senjatanya sendiri, Orang-orang yang tidak memberi perhatian, mereka menganggap diri [nabi]
itu tidak berguna dan sia-sia, dan tidak ada yang mau perkataan sucinya, akibat mutlaknya
adalah mereka jadi luput [dari petunjuk].
Sebagaimana pada bagian awal telah saya katakan, hendaknya dengarlah dengan penuh
perhatian. Sedangkan orang-orang yang tidak mendengar dengan penuh perhatian, mereka itu
orang-orang yang memiliki telinga tetapi tidak mendengar.
Demikian pula, kini saya mengatakan bahwa inilah orang-orang yang kalbunya telah
terkunci, telinga dan mata mereka telah terhalang oleh tabir. Oleh sebab itu mereka
memperolok-olok perkataan para utusan Allah Ta‘ala, dan tidak mengambil manfaat darinya,
sehingga mereka luput, dan akhirnya mereka terjerat dalam azab Ilahi.‖ (Malfuzat, jld.III,
hlm. 145-146).
ORANG-ORANG YANG MENGAMBIL MANFAAT
DARI PERKATAAN PARA UTUSAN ILAHI

Namun orang-orang yang menerapkan sikap prasangka baik, lalu mereka menyimak
perkataan nabi itu dengan sabar dan teguh, maka mereka [dapat] memperoleh keberuntungan.
akhirnya kilauan cahaya kebenaran atau ………………………………….. dengan sendirinya
menerangi kalbu mereka. Mata mereka jadi terbuka, dan di telinga mereka timbul kekuatan
baru untuk mendengar. Kalbu mereka akan merenung dalam, dan menimbulkan bentuk-bentuk
amalan, yang dengan itu mereka menjadi bahagia.
Di dunia ini juga kita menyaksikan, tatkala manusia memperoleh peluang berbuat salih
dan kebaikan, lalu dia melepaskan peluang itu, dan dengan menyia-nyiakan peluang tersebut
dia menjadi sedih dan duka, dan dia merasakan suatu keperihan. Demikian pula orang-orang
yang hidup sezaman dengan para nabi 'alaihimus salaam dan mereka melepaskan peluang itu
maka mereka terjerat dalam azab Ilahi.
Namun disayangkan, orang-orang dunia tidak tahu menahu tentang hal ini. Seandainya
orang-orang dunia diberitahukan tentang keadaan orang-orang yang sudah mati – dan orang-
orang mati itu datang kembali ke dunia memberitahukan kondisi mereka – maka semuanya
akan menjalani hidup bagai malaikat, dan terjadi kematian pada dosa di dunia.
Namun Allah Ta‘ala tidak menghendaki demikian serta menciptakan hal ini dalam
tabir dan menutupinya, supaya ganjaran dan pahala bagi kebaikan tidak menjadi sia-sia. Lihat,
jika sebelum ujian soal-soal [ujian] disebarluaskan maka bagaimana dapat diketahui
kemampuan seseorang melalui jawaban-jawaban yang diberikan terhadap soal-soal tersebut?
Seperti itulah tatacara penghitungan yang telah ditetapkan oleh Allah Taala, Dia hindari dari
hal-hal yang berlebihan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 146-147).

ADANYA KETERSELUBUNGAN DALAM MASALAH IMAN

Jika Allah Ta‘ala membukakan seluruh tabir, dan tidak ada satu hal pun yang terselubung
serta rahasia, dan orang-orang mati. datang memberitahukan bahwa surga dan neraka itu
benar-benar ada, maka cobalah katakana, apakah masih ada lagi orang atheis dan penyembah
berhala?
Misalnya, jika ke sini datang dua atau empat orang yang telah mati lalu memberitahukan
hakikat yang sebenarnya, dan mereka memberitahukan cucu-cucu serta sanak keluarga
mereka, maka apakah masih ada yang akan ingkar? Sama-sekali tidak.
Namun Allah Ta‘ala tidak menghendaki demikian. Kini, jika ada orang tang beriman
(percaya) pada matahari – bahwa matahari itu ada dan memancarkan cahaya – maka coba
katakan, apakah keimanan seperti itu dapat memperoleh pahala ataukah tidak? Tidak sedikit
pun. Seperti itu pulalah Allah Ta‘ala telah menghendaki adanya keterselubungan dalam kadar
dan nilai iman serta dalam pahala iman tersebut. Orang bijak akan meraih keuntungan,
sedangkan orang bodoh akan luput dari itu.
Kemudian, tidak ada satu hal keimanan pun yang kosong dari hakikat dan falsafah. Di
dalam keterselubungan itu terdapat falsafah agung. Sebagaimana baru saja telah saya
katakana, jika berlaku keterbukaan yang gamblang sedemikian rupa, sehingga tidak ada satu
pun yang terselubung, kondisi-kondisi di alam pembalasan dan keridhaan Allah jadi diketahui
– maka suatu kebaikan itu tidak lagi menjadi kebaikan dan sudah tidak ada lagi nilainya.
Beriman (percaya) atas hal-hal yang disaksikan dan dimakan tidak dapat memberikan suatu
pahala. Orang yang beriman (percaya) kepada mesjid atau kepada pohon atau kepada matahari,
dan yang mengakui keberadaan benda-benda itu, dia tidak menjadi berhak atas suatu pahala.
Namun, orang yang mengetahui sesuatu yang terselubung lalu mengimaninya
(mempercayainya) maka tidak diragukan lagi dia dinyatakan sebagai orang yang patut mendapat
pujian. Dia berhak atas sanjungan dan pujian. Apabila segala sesuatu sama sekali telah terbuka
maka apa jadinya?
Demikian pula jika ada orang yang berhasil melihat bulan sabit pada hari ke 29, maka
tidak diragukan lagi penglihatannya itu patut mendapat pujian. Namun jika ada orang yang
setelah hari ke 14 – ketika muncul bulan penuh (purnama) dan tampak cahaya bulan lengkap –
lalu mengatakan kepada orang-orang, ―Ayo, mari saya tunjukkan bulan kepada kalian sebab
saya telah melihatnya‖, maka dia akan ditertawakan dan dinyatakan sebagai orang yang
berkata sia-sia.
Ringkasnya, kemampuan itu tampil melalui firasat. Sebagian disembunyikan oleh
Allah dan sebagian lagi Dia zahirkan. Jika seluruhnya sama sekali dizahirkan maka pahala
iman tidak akan ada lagi. Demikian juga jika seluruhnya sama sekali disembunyikan maka
segenap agama akan terus terpendam dalam kegelapan, dan tidak ada satu hal pun yang dapat
menimbulkan ketentraman. Dan jika demikian maka pada saat ini tidak ada satu orang
beragama pun yang dapat mengatakan kepada orang lain bahwa, ―Engkau berada dalam
kesalahan‖, dan tidak pula asas-asas perhitungan (pembalasan) dapat berdiri tegak, sebab dalam
kondisi demikian semua itu merupakan penderitaan yang berada di luar batas kemampuan
manusia. Namun Allah Taala telah berfirman, ―Laa yukallifullaahu nafsan illa wus-‗ahaa (
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kemampuannya]" (AlBaqarah:287).
Jadi, ini merupakan karunia Allah Ta‘ala, bahwa telah diberlakukan ujian yang ringan,
yaitu yang di dalamnya tidak terlalu banyak kesulitan. Sebab walaupun alam [akhirat] itu
demikian rumitnya – yakni yang perghi (mati) tidak akan kembali lagi – tetapi tetap saja Allah
Ta‘ala telah meluncurkan suatu rangkaian nur dan berkat-berkat. Dari itulah dapat diketahui di
dunia ini juga, dan hal-hal yang terselubung itu menjadi pasti.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 147-
148).

RAHASIA DI BALIK ALAM AKHIRAT

―Para filsuf (ilmuwan) zaman sekarang ini telah melakukan banyak sekali penelitian,
mengenai bagaimana mendatangkan kembali orang-orang yang telah mati. Di Amerika, ada
satu orang yang telah dimatikan lalu diteliti, yakni setelah mengalami kematian apakah
kesadaran itu masih bertahan atau tidak? Kepada orang yang dijadikan bahan percobaan itu
dikatakan agar dia memberi isyarat melalui mata. Nah, ketika orang itu dimatikan maka dia
sedikit pun tidak dapat berbuat apa-apa, sebab itu merupakan sebuah rahasia Ilahi, yang tidak
ada satu orang pun yang dapat mencapai kedalaman dasarnya.
Ketika manusia melampaui batas maka dia mengolah pikiran untuk mencarai rahasia. Dunia
Barat sibuk dalam penelitian-penelitian lahiriah telah jauh keluar dari tatakrama dalam setiap
falsafah (ilmu), idan mereka ingin meninggalkan batas-batas manusia, lalu melangkahkan kaki
jauh ke depan, namun tridak ada gunanya.
Ringkasnya, hal-hal yang berkaitan dengan iman, Allah Ta‘ala tidak pula
menyelubunginya sedemikian rupa sehingga mencapai batas keterpaksaan. dan tidak pula Dia
menzahirkannya sedemikian rupa sehingga iman itu tidak lagi jadi iman serta tidak ada
manfaat yang berkait dengannya.
Walau demikian kondisi segala perkara tersebut, zaman sekarang ini merupakan zaman
kebahagiaan bagi Islam, yakni di alam dunia ini tidak ada yang dapat melawannya. Dan
bersamaan dengan petunjuk-petunjuk penuh cahaya serta kebenaran-kebenaran nyata yang
dimilikinya, Islam mengandung suatu mukjizat luar biasa mengenai Tanda-tanda yang hidup
serta berkat-berkat yang hidup, yaitu suatu hal yang tidak dapat ditandingi oleh pihak mana
pun.‖ (malfuzat, jld. III, hlm. 148-149).

MENGUNDANG UNTUK MENYAKSIKAN


TANDA KEHIDUPAN ISLAM

Pada saat ini, di seluruh alam, Islam dengan ajaran sucinya dan [dengan] hasil-hasilnya
yang hidup memiliki tempat tersendiri. Tidak hanya sekedar pendakwaan belaka melainkan
Allah Ta‘ala telah membuktikan kebenaran ini melalui hamba-Nya. Dan dengan
menyampaikan imbauan haq (kebenaran) kepada seganap agama, dia telah memberitahukan
bahwa pada hakikatnya hanya Islam sajalah agama yang hidup. Bagi yang sampai saat ini
masih ragu, datanglah ke tempat saya dan saksikanlah sendiri keindahan-keindahan dan
berkat-berkat tersebut. Akan tetapi datanglah sebagai orang yang mencari kebenaran, jangan
datang sebagai pengeritik (penyerang) yang terlalu tergesa-gesa.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm.
149).

(149-153)

QURAN SYARIF BUKAN KUMPULAN KISAH-KISAH

‖Hal ini sama sekali dan sama sekali tidak patut dilupakan, bahwa Quran Syarif yang
merupakan Khaatamul-Kutub bukanlah himpunan kisah-kisah. Orang-orang yang karena
kesalah-pahaman mereka -- dan karena ingin menyelubungi kebenaran -- telah mengatakan
bahwa Quran Syarif merupakan kumpulan kisah-kisah. Mereka adalah orang-orang yang tidak
memiliki fitrat untuk mengenali kebenaran, sebab pada hakikatnya Kitab Suci ini telah
menjadikan kisah-kisah terdahulu itu sebagai suatu falsafah (ilmu). Dan itu merupakan ihsan
(kebaikan) agung Al-Quran terhadap seluruh kitab suci dan segenap nabi lainnya, sebab jika
tidak, hal-hal semacam itu merupakan bahan tertawaan pada zaman sekarang ini.
Dan ini juga merupakan karunia Allah Ta‘ala, bahwa di zaman ilmu pengetahuan ini –
tatkala hakikat-hakikat alam nyata dan ilmu-ilmu tentang sifat (khasiat) seluruh benda sedang
mengalami kemajuan – Dia telah menegakkan sebuah Jemaat untuk ilmu-ilmu samawi (langit)
dan untuk menguakkan hakikat-hakikat [ruhani]. Jemaat inilah yang telah memaparkan
segenap hal tersebut dalam bentuk suatu falsafah (ilmu) dalam aspek ilmiah. Yaitu hal-hal
yang di zaman kegelapan dahulu tidak lebih dari sekedar kisah-kisah biasa, dan yang di zaman
sains (ilmu pengetahuan) ini hal itu menjadi bahan-bahan tertawaan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm.
153).

HAKIKAT SURGA DAN NERAKA

‖Pada zaman dahulu kita menyaksikan bahwa masalah surga dan neraka benar-benar
ditampilkan secara khayalan dan sederhana. Hadhrat Masih mengatakan kepada pencuri yang
disalib, bahwa hari itu beliau akan pergi ke surga, namun beliau tidak menguraikan tentang
hakikat surga.
Saat ini saya merasa tidak perlu mengangkat persoalan bahwa -- berdasarkan akidah dan
uraian orang-orang Kristen -- apakah beliau itu memang telah pergi ke surga ataukah ke dasar
neraka, melainkan saya hanya ingin memperlihatkan bahwa beliau sedikit pun tidak
menguraikan tentang hakikat surga. Ya, dengan demikian memang orang-orang Kristen telah
pula mengunjungi surga mereka.
Berlainan dengan itu, Quran Syarif tidak memaparkan suatu ajaran dalam bentuk kisah,
sehingga hal itu selalu diketengahkan dalam suatu bentuk ilmiah. Misalnya, mengenai surga
dan neraka, Quran Syarif mengatakan, ―Man kaana fii haadzihi ‗amaa fahuwa fil-aakhirati
‗amaa ―, yakni barangsiapa buta di dunia ini maka di akhirat pun dia akan buta‖ (Bani Israil,
73). Artinya adalah, di alam dunia ini juga diraih mata indera-indera untuk menyaksikan
Allah Ta‘ala, dan untuk merasakan kelezatan alam akhirat nanti. Barangsiapa tidak meraih
indera-indera tersebut di dunia ini maka di akhirat pun dia tidak akan memperolehnya.
Jadi, hal itu mengingatkan kepada manusia bahwa merupakan kewajiban manusia untuk
berusaha dan berupaya gigih memperoleh indera-indera dan mata tersebut di dunia ini juga,
supaya mereka dibangkitkan di alam nanti dalam keadaan melihat.
Demikian pula, dalam menguraikan tentang hakikat dan falsafah azab, Quran Syarif
mengatakan, ―Naarullaahil- muuqadah, allatii taththali‘u ‗alal af-idah (api Allah yang
dinyalakan, yang sampai ke hati‖ – Al-Humazah, 7-8 Yakni, azab Allah Taala itu merupakan
sebuah api yang dikobarkan-Nya, dan jilatan api itu berkobar di dalam hati manusia. Artinya,
akan ada azab Ilahi, dan sumber neraka yang sebenarnya adalah hati manusia itu sendiri.
Pikiran-pikiran kotor dan niat-niat serta tekad-tekad buruk yang dimiliki hati, merupakan bahan
bakar api neraka.
Kemudian, mengenai anugerah-anugerah di surga dalam kaitannya dengan orang-orang
salih, Allah Taala berfirman:,"Yufajjiruunahaa tafjiiraa – (mereka memancarkannya sebaik-
baik pancaran‖ – Ad-Dahr/Al-Insan, 7). Yakni, dari tempat itu memancar dan mengalir sungai-
sungai.
Kemudian di tempat lain dalam rangka menguraikan ganjaran bagi orang-orang mukmin
dan orang-orang yang beramal salih, Allah Ta‘ala berfirman: "Jannaatun tajri min tahtihal
anhaar – (kebun-kebun yang dibawahnya mengalir sungai-sungai" – (Al-Baqarah, 26).
Sekarang saya bertanya, apakah ada yang dapat menyatakan hal-hal tersebut sebagai kisah?
Betapa ini merupakan sesuatu yang benar. Orang-orang yang mengairi [tanaman surga] di
dunia ini maka di akhirat mereka itulah yang akan menikmati buah-buah.
Ringkasnya, Quran Syarif memaparkan segenap ajarannya dalam bentuk ilmiah dan dalam
warna falsafah. Dan zaman ini, yang di dalamnya Allah Taala telah menegakkan Jemaat ini
untuk menyampaikan ilmu-ilmu kebenaran merupakan zaman penguak hakikat-hakikat.‖
(Malfuzat, jld. III, hlm. 153-154).

JEMAAT DAN PENELAAHAN AL-QURAN

‖Jadi, hendaknya diingat, bahwa Quran Syarif telah berbuat ihsan (kebaikan) pada kitab-
kitab dan para nabi terdahulu. Ajaran-ajaran mereka yang dahulunya berupa kisah, Al-Quran
telah memberikan warna ilmiah padanya. Saya katakan dengan sebenar-benarnya, tidak ada
orang yang dapat memperoleh najat (keselamatan) melalui kisah-kisah dan dongeng-dongeng
itu selama dia belum membaca Quran syarif, sebab Quran Syarif itu adalah "Innahu laqawlun
fashlun- wa maa huwa bilhazl (sesungguhnya [Al-Quran] itu perkataan yang menentukan dan
bukan pembicaraan kosong‖ – Ath-Thaariq, 14-15). Al-Quran merupakan nur, hikmah dan
makrifat.
Orang-orang yang membaca Quran Syarif dan menganggapnya sebagai dongeng, berarti
mereka tidak membaca Quran Syarif, melainkan tidak menghormatinya. Mengapa para
penentang saya melakukan penentangan begitu keras terhadap saya? Hanyalah karena saya
ingin memperlihatkan Quran Syarif sebagaimana yang telah difirmankan Allah Ta‘ala bahwa
Alquran merupakan nur, hikmah, dan makrifat.
Mereka berusaha supaya Al-Quran Syarif itu tidak lebih dari sebuah kisah biasa saja. Saya
tidak merelakan hal itu. Allah Ta‘ala dengan karunia-Nya telah membukakan kepada saya
bahwa Quran Syarif adalah suatu Kitab yang hidup dan bercahaya. Oleh karena itu buat apa
saya mempedulikan penentangan mereka.
Ringkasnya, saya berkali-kali telah menasihatkan kepada orang-orang yang menjalin
hubungan dengan saya, bahwa Allah Ta‘ala telah menegakkan Jemaat ini untuk membukakan
kebenaran-kebenaran, sebab tanpa itu tidak dapat timbul suatu sinar dan cahaya dalam
kehidupan amalan. Dan saya ingin menzahirkan keindahan Islam melalui kebenaran secara
amalan, sebagaimana Allah Ta‘ala telah mengutus saya untuk tugas itu. Oleh karena itu
seringlah membaca Al-Quran Syarif, namun tidak dengan menganggapnya sebagai dongeng,
melainkan dengan menganggapnya sebagai suatu filsafat (ilmu).‖ (Malfuzat, jld. III, hlm.
155).

SURGA ADA DI AKHIRAT DAN JUGA DI DUNIA INI

Jadi, saya kembali kepada maksud semula, dan mengatakan bahwa hakikat surga dan
neraka yang telah diuraikan oleh Quran Syarif tidak diumumkan demikian oleh kitab-kitab
lainnya. Al-Quran dengan jelas telah menzahirkan bahwa rangkaian itu bermula dari dunia ini
juga. Difirmankan, ―Wa liman khaafa maqaama rabbihii jannatan (dan bagi barangsiapa
yang takut maqam Tuhan-nya ada dua surga‖ – Ar-Rahmaan, 47), yakni orang yang takut
ketika berdiri di hadapan Allah Ta‘ala, baginya tersedia dua surga, yang pertama dia peroleh
di dunia ini juga, sebab rasa takut terhadap Allah Ta‘ala menghentikannya dari keburukan-
keburukan, karena berlari-lari ke arah keburukan-keburukan menimbulkan suatu kegelisahan
serta ketidaktenangan di dalam hatinya, dan hal itu sendiri yang merupakan suatu neraka
berbahaya.
Namun seseorang yang takut kepada Allah, dia menghindarkan diri dari keburukan-
keburukan, hal itu menyelamatkan jiwanya dari azab serta keperihan yang timbul akibat
penghambaan dan keterbelengguan terhadap syahwat serta dorongan-dorongan nafsu. Dia
semakin maju dalam hal kesetiaan dan dalam hal tunduk kepada Allah, yang darinya dia
merasakan suatu kelezatan serta kenikmatan, dan baginya kehidupan surga bermula dari dunia
ini juga. Demikian pula dengan melakukan hal yang bertentangan dengan itu kehidupan
neraka akan bermula, seperti yang telah saya uraikan sebelumnya.‖ (Malfuzat, jld.III, hlm.
155-156).

(156-172)

MUKJIZAT PARA NABI SESUAI KONDISI YANG BERLAKU

Sejarah yang benar merupakan guru yang baik. Dari sejarah itu diketahui bahwa mukjizat-
mukjizat setiap nabi tampil dalam bentuk yang memang sedang masyhur dan hangat pada
zamannya. Di masa Hadhrat Musa sihir memang sedang sangat popular, karena utu mukjizat
yang dianugerahkan kepada beliau adalah beliau telah mengalahkan sihir orang-orang sesat
itu.
Ada pun di masa Nabi Karim saw. yang sedang popular adalah masalah kefasihan dan
balaghah, karena itu beliau saw. memperoleh Quran Karim, yang juga merupakan suatu
mukjizat dalam cora. Corak demikian dipakai karena para penyair dianggap sebagai orang-
orang yang melontarkan uraian-uraian yang menyihir, dan lidah (ucapan) mereka begitu
berpengaruhnya, schingga apa saja yang mereka inginkan langsung mereka dapatkan melalui
pembacaan syair-syai.
Sebagaimana pada zaman sekarang ini orang-orang Inggris menggunakan terompet untuk
mendorong gejolak semangat, maka pada masa itu para penyair ini memiliki lidah (ucapan)
yang menimbulkan keberanian dan gejolak semangat. dalam setiap serangan mereka
menggunakan syair, dan mereka menggenapi apa yang difirmankan, ―Fii kulli waadiy
yahiimun (mereka mengembara pada tiap-tiap lembah‖ - (Asy-Syu'ara, 226).
iOleh karena itu pada waktu itu penting agar Allah Ta‘ala mengirim Kalaam-Nya. Jadi,
Allah Ta‘ala telah mengirim Kalaam-Nya, dan dalam bentuk itulah Dia memperlihatkan
mukjizat-Nya. Kepada orang-orang itu dikatakan, ―Inkuntum fii raybim mimmaa nazzalna
‗alaa ‗abdinaa fa-tu bishuuratin min mitslihhi -- ―jika kalian dalam keraguan terhadap apa
yang Kami turunkan kepada haba Kami maka datangkalkah satu surah yang semisalnya...‖
(Al-Baqarah, 24).. Yakni, kalian yang berbangga diri dan sombong atas bahasa (upakan)
kalian, jika kalian memiliki kemampuan dan keberanian, maka perlihatkanlah kalaam
(ucapan) yang mengalahkan mukjizat kalaam ini.‖
iNamun walaupun demikian orang-orang itu mengetahui bahwa mereka akan kalah
dan terhina, khususnya dalam kondisi ketika ditantang sepertri itu mereka sama sekali tidak
akan mampu membuatnya. ternyata tetap saja mereka tidak mampu membuatnya. Jika mereka
ada membuat sesuatu dan mereka paparkan, tentu sejarah yang benar memberikan kesaksian
akan hal itu. Namun, tidak ada yang dapat membuktikan bahwa ada seseorang yang berhasil
membuatnya. Jadi, Allah Ta‘ala telah memperlihatkan mukjizat dalam corak demikian pada
waktu itu.
Demikian pula di kalangan orang-orang Yahudi terdapat resep untuk melenyapkan
penyakit-penyakit [melalui cara-cara non-medis – pent.] Di kalangan orang-orang Hindu juga
ada, di kalangan orang-orang Kristen pun ada. Bahkan di kalangan orang-orang Inggris pada
masa sekarang ilmu tersebut sangat maju. Namun hal itu tidak membuktikan kenabian, dan
tidak pula hal itu berkaitan dengan kenabian , sebab hal itu timbul berdasarkan hanya pada
latihan. dan setiap orang yang berlatih – apakah dia itu seorang Hindu atau Muslim, Kristen
atau atheis, ringkasnya siapa saja – dapat menimbulkan kemahiran tersebut melalui latihan.
Oleh karena itu pengobatan penyakit-penyakit [seperti itu tidak ada hubungannya dengan
kenabian , melainkan itu adalah suatu hal yang umuj.
Jadi, dikarenakan hal itu sangat popular di masa Hadhrat Masih maka Allah Ta‘ala
telah memberikan mukjizat dalam corak demikian kepada Hadhrat .Masih. Kemampuan ini
terdapat di dalam diri setiap insan, yakni untuk mengerahkan konsentrasi. Dengan
berkonsentrasi maka sesuatu [energi] akan bangkit di dalam kalbunya. Almasih mengatakan,
"Siapa pula yang telah menyentuhku, sehingga kekuatanku menjadi hilang?" Itu jugalah yang
dikatakan oleh orang-orang yang mempraktekkan penyembuhan penyakit dengan cara
demikian.
Ringkasnya, mukjizat-mukjizat Al-Masih dengan tampil dalam corak demikian menjadi
sangat lemah dan tidak berbobot. Selain itu terdapat sebuah kritikan besar terhadap mukjizat-
mukjizat Al-Masih, yakni di dalam Injil tertulis bahwa di sana terdapat sebuah kolam
(Beteshda – pent.], dimana orang-orang menantikan saat airnya berguncang. [Berdasarkan
kepercayaan di sana siapa saja yang masuk ke dalam kolam tersebut maka seluruh
penyakitnya akan sembuh, sehingga hal itu mengurangi bobot mukjizat Al-Masih –pent.).
(Malfuzat, jld. III, hlm. 172-173).

(173-180)

MARAH & SABAR

―Orang-orang ini mencaci-maki saya, namun saya tidak mempedulikan caci-makian


mereka, dan tidak pula saya menyesali mereka, sebab dalam pertandingan ini mereka telah
kalah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan kekalahan serta ketaklukkan mereka kecuali
dengan mencaci-maki, melontarkan fatwa kafir, mengada-adakan perkara tuduhan palsu di
pengadilan serta melontarkan berbagai macam kedustaan dan kebohongan. Silakan mereka
menggunakan segenap kekuatan mereka untuk melawan saya, dan saksikanlah, akhirnya
keputusan berpihak kepada siapa?
Jika saya melayani caci-makian mereka, maka tugas utama yang telah diserahkan Allah
Ta‘ala kepada saya akan terbengkalai. Oleh karena itu dalam kondisi saya tidak
mempedulikan caci-makian mereka, saya menasihatkan kepada Jemaat saya adalah tepat apa
mendengar caci-makian orang-orang itu dan menehan diri. Sekali-kali jangan membalas
mereka itu dengan cacian juga, sebab dengan cara demikian keberkatan akan hilang.
Perlihatkanlaha kesabaran dan ketabahan, serta tampilkanlah akhlak-akhlak kalian.
Ingatlah dengan pasti, antara akal dan emosi terdapat permusuhan yang berbahaya.
Apabila emosi dan kemarahan timbul maka akal tidak akan dapat berdiri tegak. Namun orang
yang berlaku sabar dan memperlihatkan suri teladan menahan diri, kepadanya dianugerahkan
sebuah nur (cahaya), yang darinya akal di dalam akal orang itu timbul suatu cahaya baru,
kemudian dari nur itu akan timbul nur (cahaya) lain. Sebaliknya, dalam kondisi emosi dan
marah, dikarenakan kalbu dan otak menjadi gelap, maka dari kegelapan itu akan timbul lagi
kegelapan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 180).

(180-182)

DEFINISI MUSLIM SEJATI

―Muslim adalah seseorang yang mewakafkan dan menyerahkan segenap wujudnya untuk
meraih keridhaan Allah Ta‘ala. Dan secara akidah maupun amal, maksud dan tujuannya
hanyalah keridhaan serta kesenangan Allah Taala. Dan segenap kebaikan serta amal-amal
salih yang timbul darinya tidak muncul karena terpaksa, melainkan di dalamnya terdapat daya
magnetis kelezatan serta. kenikmatan, yaitu yang mengubah segala macam penderitaan
menjadi kenyamanan.
Muslim sejati mencintai Allah Ta‘ala, dengan menyatakan dan mengimani bahwa, ―Dia itu
merupakan Kekasih-ku, Pecinta dan Muhsin-ku‖, oleh karenanya ia meletakkan kepalanya di
singgasana Ilahi. Bagi seorang Muslim sejati, jika dikatakan bahwa dia tidak akan
mendapatkan apa pun sebagai imbalan amal-amal tersebut – tidak akan memperoleh surga,
dan tidak pula neraka, tidak akan memperoleh ketentraman dan tidak pula kelezatan – maka
dia sama-sekali tidak dapat meninggalkan amal-amal salihnya itu serta tidak dapat
menanggalkan kecintaannya terhadap Ilahi tersebut, sebab kefanaant dalam melakukan
ibadah-ibadah kepada-Nya, dalam menjalin hubungan hubungan dengan-Nya, dalam
melakukan kesetiaan dan ketaatan terhadap-Nya, tidaklah bertumpu pada dasar imbalan,
ganjaran atau pun harapan tertentu, melainkan dia menganggap bahwa pada hakikatnya
wujudnya itu telah diciptakan untuk mengenal Allah Ta‘ala, untuk mencintai-Nya, dan
untuk taat kepada-Nya. Tidak ada maksud dan tujuan lain baginya kecuali itu.
Oleh karenanya, tatkala [Muslim sejati] itu mengerahkan kemampuan-kemampuan
anugerah Ilahi yang dimiliukinya, untuk maksud dan tujuan tersebut maka yang tampak
olehnya hanyalah Wajah Kekasih Hakiki-nya itu. Pada dasarnya, pandangannya tidak tertuju
pada sura dan neraka.
Saya mengatakan, jika kepada saya ditanamkan keyakinan akan hal ini, bahwa dengan
menjalin kecintaan terhadap Allah Ta‘ala, dan dengan mentaat-Nya saya akan dijatuhi
hukuman yang seberat-beratnya, maka dengan bersumpah saya mengatakan, bahwa fitrat saya
berada dalam kondisi dimana ia siap untuk ituntuk menanggung penderitaan-penderitaan dan
segenap bala tersebut dengan gejolak dan semangat suatu kelezatan serta kecintaan. Dan
dalam kondisi adanya keyakinan demikian, yang ditampilkan dalam bentuk azab dan
penderitaan, maka mengayunkan satu langkah keluar dari ketaatan dan dari kesetiaan terhadap
Allah, saya anggap lebih buruk daripada ribuan kematian, bahkan lebih buruk dari kematian
yang tak terhitung banyaknya. Dan langkah keluar seperti itu saya nyatakan sebagai kedukaan
serta bala-bencana.
Hal itu sama saja seperti seorang raja yang mengumumkan bahwa jika ada ibu yang
berhenti menyusui anaknya maka raja akan senang kepadanya dan akan memberikan hadiah,
maka seorang ibu tidak akan pernah mampu melakukan hal itu. Yakni, karena tergoda oleh
hadiah tersebut dia rela membunuh anaknya sendiri.
Demikian pula bagi seorang Muslim sejati, keluar dari perintah Allah dia yakini sebagai
suatu kebinasaan (kematian). Tidak peduli, walau pun untuk melakukan keingkaran itu
kepadanya dijanjikan kenyamanan dan kesenangan yang tak terhingga sekali pun.‖ (Malfuzat,
jld. III, hlm. 182-183).

KECINTAAN SERTA KETAATAN TERHADAP ALLAH

Jadi, untuk menjadi Muslim sejati adalah mutlak agar meraih fitra semacam ini, yakni
kecintaan dan ketaatan terhadap Allah Ta‘ala jangan dilandaskan pada rasa takut dan harapan
terhadap suatu ganjaran pahala dan hukuman, melainkan jadikanlah [kecintaan dan ketaatan]
itu sebagai bagian dari fitrat, barulah kecintaan itu dengan sendirinya akan menciptakan suatu
surga baginya. Dan itulah yang merupakan surga hakiki. Tidak ada orang yang dapat masuk
ke dalam surga selama dia belum menempuh jalan ini.
Oleh karena itu saya mengajarkan kepada kalian yang menjalin hubungan dengan saya agar
masuk melalui jalan itu, sebab itulah jalan sejati menuju surga.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 183).

AIR KEHIDUPAN ABADI


iSaya katakana dengan sebenarnya, ini adalah suatu kesempatan yang telah diciptakan oleh
Allah Ta‘ala untuk orang-orang yang beruntung. Selamatlah mereka yang mengambil manfaat
dari ini. Kalian yang telah menjalin hubungan dengan saya, jangan sekali-kali kalian merasa
sombong, bahwa apa yang dahulu harus kalian temukan ternyata kini sudah kalian dapatkan.
Ini memang benar, bahwa kalian jauh lebih beruntung dibanding para pengingkar yang
telah membuat Allah murka karena penghinaan dan pengingkaran keras yang mereka lakukan.
Dan ini pun memang benar bahwa kalian dengan prasangka baik telah berusaha
menghindarkan diri kalian dari kemurkaan Allah Ta‘ala. Namun yang benar adalah kalian
telah sampai ke dekat mata air itu, yang saat ini telah diciptakan oleh Allah Ta‘ala untuk
kehidupan abadi.Ya, sekarang yang tersisa tinggal meminum air saja lagi.
Oleh karena itu, dengan karunia dan berkat dari Allah Ta‘ala, mintalah taufik supaya Dia
mengenyangkan kalian, sebab tanpa Allah Ta‘ala, segala sesuatu tidak dapat berlangsung.
Saya mengetahui dengan pasti, siapa saja yang akan minum dari mata air ini dia tidak akan
binasa, sebab air ini memberi kehidupan dan menyelamatkan dari kebinasaan serta melindungi
dari serangan-serangan syaitan/
Bagaimana caranya agar kenyang [meminum] dari mata air ini? Caranya adalah kedua
hak yang telah ditegakkan Allah Ta‘ala atas diri kalian laksanakan dan bayarlah sepenuhnya.
Satu di antaranya adalah hak Allah, dan yang kedua adalah hak makhluk. Yakinilah Tuhan
kalian itu Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, sebagaimana kalian mengikrarkannya melalui
Syahadat, ―Asyhadu anlaa ilaaha illallaahu‖ yakni ―aku bersaksi bahwa selain Allah tidak ada
mahbub (yang dicintai) mah..... (yang kepada-Nya dipanjatkan permohonan), dan Wujud yang
ditaati. Ini adalah sebuah kalimat yang begitu indah, apabila diajarkan kepada orang-orang
Yahudi, Kristen maupun para penyembah berhala lainnya, dan mereka memahami kalimat
ini maka sama-sekali mereka tidak akan hancur dan binasa. Dikarenakan tidak adanya satu
kalimat ini sajalah maka kebinasaan dan petaka telah menimpa mereka, dan ruh mereka
membusuk lalu hancur‖ (Malfuzat, jld III, hlm. 84-185).

(185-188)

KECINTAAN KEPADA ALLAH

‖Apa arti cinta kepada Allah? Artinya adalah, mendahulukan keridhaan Allah Taala atas
kedua orang tua, atas suami (istri), atas anak keturunan, atas diri sendiri, ringkasnya atas
segala sesuatu. Di dalam Quran Syarif tertera, "Fadzkurullaaha kadzikrikum aabaaukum
aw asyyaada dzikra - Yakni berzikirlah (ingatlah) kepada Allah sebagaimana kalian biasa
mengenang bapak-bapak kalian, atau berzikirlah (ingatlah) lebih hebat lagi daripada itu, dan
ingatlah [Allah] dengan kecintaan yang sangat mendalam (Al-Baqarah, 201).
Di sini ada hal yang perlu direnungkan dalam-dalam. Allah Ta‘ala tidak mengajarkan
supaya kalian membiasakan diri menyebut Allah sebagai bapak, melainkan ini diajarkan
demikian supaya jangan tergelincir seperti yang dialami orang-orang Kristen, dan janganlah
panggil Allah sebagai bapak.
Kalau ada yang mengatakan, ―Berarti kecintaan [kepada Allah] itu lebih rendah daripada
kecintaan terhadap bapak", maka untuk menangkal kritikan itu telah disebutkan ―aw
asyaaddu dzikra‖ (atau ingatlah lebih hebat dari itu). Jika tidak ada kalimat ―aw asyaaddu
dzikra‖ maka kritikan tersebut akan berlaku. Namun kini masalah itu telah dipecahkan oleh
kalimat tersebut....
Beberapa kata (kalimat) tampil sebagai cobaan. Allah Ta‘ala memang sudah memutuskan
untuk memberi cobaan kepada orang-orang Nasrani, oleh karena itu di dalam kitab-kitab
mereka hal itu sudah menjadi istilah para nabi. Namun dikarenakan Dia itu Maha Bijaksana
dan Maha Mengetahui, oleh sebab itu sejak sebelumnya pun kata "bapak" tersebut telah
banyak digunakan.
Tetapi merupakan kesialan kaum Nasrani, yakni tatkala Al-Masih menggunakan kata itu
maka mereka mengartikannya dalam makna yang sebenarnya dan mereka telah tergelincir,
padahal Al-Masih mengatakan, "Di dalam kitab-kitab kalian tertulis bahwa kalian adalah
ilah." Beliau ingin menghapus syirik itu, dan beliau ingin memberi pemahaman kepada
mereka, namun orang-orang bodoh itu tidak peduli. Dan walaupun ada ajaran beliau ini
mereka tetap saja menyatakan diri beliau sebagai ―anak Tuhan‖.
Orang-orang Yahudi juga mengalami cobaan semacam itu. Dikarenakan mereka
merupakan kaum yang nyinyir maka atas permintaan mereka diturunkanlah manna dan salwa,
sebab [makanan] itu merupakan pendahuluan dari merebaknya wabah pes. Dan dikarenakan
Allah Ta‘ala mengetahui bahwa mereka akan melampaui batas dan hukuman bagi mereka
adalah wabah pes, oleh sebab itu sejak sebelumnya bahan-bahan itu telah diturunkan.‖
(Malfuzat, jld. III, hlm. 188).

JEMAAT DAN PENGENALAN TAUHID

‖Saya kembali ke tujuan semula, yakni untuk menegakkan Tauhid sejati adalah mutlak
bagi kalian agar sepenuhnya mencintai Allah Ta‘ala. Dan kecintaan ini tidak dapat terbukti
selama belum sepenuhnya ditampilkan secara amalan. Kecintaan ini tidak dapat terbukti hanya
melalui lidah saja. Jika ada yang terus menerus hanya menyebut gula maka hal itu tidak akan
pernah membuat manis. Atau, jika ada yang menyatakan dan mengikrarkan persahabatan
dengan seseorang, tetapi pada waktu terjadi musibah dan kesulitan dia menghindarkan diri
serta menarik diri tidak mau menolong sahabatnya itu, maka dia tidak dapat dinyatakan
sebagai sahabat sejati.
Demikian juga jika Tauhid itu dilakukan hanya melalui lidah saja, dan penyataan cinta
terhadap-Nya juga dilakukan melalui lidah semata maka sedikit pun tidak berguna. Justru
pernyataan lidah itu menghendaki porsi amalan yang lebih besar. Tetapi tidak pula berarti
bahwa pernyataan lidah itu tidak bermakna apa-apa. Tidak demikian. Maksud saya adalah
bahwa beriringan dengan penyataan lidah adalah mutlak pembuktian secara amalan.
Untuk itu adalah penting kalian mewakafkan hidup kalian di jalan Allah, dan inilah
Islam. Inilah tujuan yang untuknya saya telah diutus. Jadi, barangsiapa yang saat ini tidak
datang mendekat ke mata air ini -- yakni mata air yang untuk tujuan itulah telah dialirkan
oleh Allah Ta‘ala -- pasti dia akan tetap mahrum (luput). Jika ada yang harus diambil dan
ingin mencapai tujuan, maka si pencari sejati itu hendaknya mendekat ke arah mata air ini.
Langkahkan kaki ke depan, dan letakkanlah mulut di tepi mata air yang mengalir ini. Dan hal
ini tidak dapat terjadi selama [seseorang itu] belum menanggalkan jubah-jubah wujud-wujug
ghairullah (selain Allah) di hadapan Allah Ta‘ala, lalu merebahkan diri di hadapan gerbah
Rabbubiyyat, kemudian berjanji bahwa walaupun tujuan-tujuan dunia terlepas dari tangan, dan
gunung bala bencana meletus, tetap tidak akan meninggalkan Allah Ta‘ala serta dia senantiasa
siap sedia untuk melakukan segala macam pengorbanan di jalan Allah Ta‘ala.‖ (Malfuzat, jld.
III, hlm. 188-189).

(189-193)

MENDAHULUKAN AGAMA DARIPADA DUNIA

‖Perhatikan, ada dua macam orang. Pertama mereka yang menerima Islam lalu sibuk
dalam urusan-urusan dunia dan perniagaan. Setan menunggangi kepala mereka. Bukan
maksud saya bahwa berniaga itu dilarang. Tidak demikian, para sahabat juga dahulu
melakukan perniagaan, namun mereka selalu mendahulukan agama daripada dunia.
Mereka telah menerima Islam maka mereka telah meraih ilmu sejati mengenai Islam, yang
telah memenuhi kalbu mereka dengan keyakinan. Itulah sebabnya mereka tidak pernah gentar
terhadap serangan setan di medan mana pun. Tidak ada satu perkara pun yang dapat
menghambat mereka menzahirkan kebenaran. Maksud saya di sini hanyalah, mereka yang
benar-benar menjadi hamba dan budak dunia – seolah-olah mereka penyembah dunia -- maka
orang-orang yang semacam itu dikuasai dan dikendalikan oleh setan.
Orang yang kedua, adalah mereka yang terus menerus mengolah pikiran untuk kemajuan
agama. Inilah golongan yang disebut Hizbullaah (golongan Allah), dan golongan ini
memperoleh kemenangan atas setan serta lasykarnya.
Dikarenakan harta bertambah melalui perniagaan, karena itu Allah Ta‘ala juga telah
menyatakan keinginan mencari agama dan keinginan memanjukan agama itu sebagai suatu
perniagaan. Demikianlah difirmankan, ―Hal adullukum ‗alaa tijaaratin min ‗adzaabin aliim (―
maukah Aku tunjukkan kepada kamu suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari
azab yang pedih? – Ash-Shaf, 11). Perniagaan yang paling baik adalah agama, yang
menyelamatkan manusia dari azab yang pedih.
Jadi, saya juga mengatakan kepada kalian dengan menggunakan firman Allah Ta‘ala
ini, ―Hal adullukum ‗alaa tijaaratin min ‗adzaabin aliim (― maukah Aku tunjukkan kepada
kamu suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? – Ash-Shaf,
11). (Malfuzat, jld. III, hlm. 193-194).

BERTANYA UNTUK MENCARI ILMU

‖Saya lebih banyak berharap pada orang yang tidak mengurangi kemajuan agama serta
kesenangan terhadap agama. Seseorang yang mengurangi kesenangan tersebut, saya takut
jangan-jangan dia akan dikuasai oleh setan. Oleh karena itu hendaknya jangan sekali-kali
malas. Setiap masalah yang tidak dipahami hendaknya ditanyakan supaya pengetahuan
semakin bertambah.
Bertanya bukanlah sesuatu yang diharamkan. Dalam kondisi menolak sekalipun,
hendaknya bertanya, dan juga untuk kemajuan dalam hal amalan. Seseorang yang ingin
meraih kemajuan di bidang ilmu dia hendaknya membaca Quran Syarif dengan penuh
perhatian. Di manq saja dia tidak mengerti, tanyakanlah. Jika beberapa makrifat tidak dapat
dipahami maka tanyakan pada yang lain, lalu beri manfaat.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 194).

(194-199)

MANFAAT COBAAN DAN PENDERITAAN

Jika Allah Ta‘ala menghendaki maka Dia dapat meletakkan (menjadikan) manusia hanya
dalam satu kondisi saja. Namun terdapat beberapa hikmah dan hal sedemikian rupa, sehingga
beberapa waktu dan kondisi yang aneh-aneh mendatangi manusia. Salah satu di antaranya
adalah kondisi duka dan sedih. Melalui kondisi yang beragamdan waktu-waktu yang berubah
itu tampil qudrat-qudrat dan rahasia-rahasia Allah Ta‘ala yang sangat menakjubkan...
Orang-orang yang tidak mengalami kedukaan dan kesedihan di dunia ini, dan mereka
menganggap diri mereka sangat beruntung serta sangat bahagia, mereka tidak mengenal dan
tidak mengetahui tentang banyak sekali rahasia serta hakikat Allah Ta‘ala.
Permisalannya adalah seperti arak-anak murid di sekolah, beriringan dengan rangkaian
pelajaran, terdapat waktu-waktu tertentu dimana mereka juga melakukan olah-raga. Maksud
dan tujuan para pejabat pendidikan melalui olah-raga dan ketentuan-ketentuan yang diajarkan
itu bukanlah untuk mempersiapkan mereka guna menghadapi suatu perkelahian, dan tidak
pula supaya mereka membuang-buang waktu dengan kegiatan tersebut, atau supaya supaya
anak-anak menghabiskan waktu mereka dengan bermain, melainkan hal yang sebenarnya
adalah, bahwa anggota tubuh yang memerlukan gerakan jika sama sekali dibiarkan tidak
berfungsi maka kekuatannya akan menurun dan sia-sia. Dengan cara [olah raga] itulah agota
tubuh dipelihara dengan prima.
Jelas, melalui olah-raga itu rasa derita dan letih yang dialami anggota tubuh terbukti
menimbulkan kondisi prima dan sehat bagi anak-anak tersebut. Demikian pulalah di dalam
fitrat kita juga berlangsung demikian, yakni ia juga menghendaki adanya penderitaan supaya
menjadi prima. Oleh karena itu, ini merupakan karunia dan ihsan (kebaikan) Allah Taala,
bahwa Dia kadang-kadang memasukkan manusia ke dalam cobaan-cobaan, dan cobaan itu
meningkatkan rasa rela terhadap keridhaan Allah serta meningkatkan potensi-potensi sabar.
Seseorang yang tidak yakin pada Allah, kondisinya adalah, sedikit saja dia mengalami
penderitaan maka dia langsung panic dan melihat bahwa di dalam bunuh diri terdapat
kenyamanan. Namun upata kesempurnaan dan tarbiyat manusia menghendaki agar manusia
mengalami cobaan-cobaan semacam itu, dan supaya keyakinannya terhadap Allah jadi
meningkat.‖ (Malfuzat, jld III, hlm. 199-200).

KERUGIAN YANG TIMBUL JIKA TIDAK ADA UJIAN

Allah Ta‘ala berkuasa atas segala sesuatu. Namun orang-orang yang tidak mengalami
goncangan dan cobaan, lihatkah bagaimana keadaan mereka. Mereka benar-benar tenggelam
dalam dunia dan dalam keinginan-keinginan duniawi. Kepala mereka tidak menegadah ke
atas. Setelah melupakanNya, mereka tidak ingat lagi akan Allah. Inilah orang-orang yang telah
menyia-nyiakan potensi-potensi berderajat tinggi, dan sebaliknya justru yang mereka dapatkan
adalah hal-hal yang hia, sebab kemajuan iman dan irfan menimbulkan sarana-sarana
(penyebab-penyebab) kenyamanan dan ketentraman bagi manusia.
Namun disayangkan, mereka bagai seorang anak kecil yang senang terhadap bara api, akan
tetapi tidak tahu-menahu tentang dampak bahayanya. Tetapi orang-orang yang memperoleh
karunia Allah Ta‘ala, dan orang-orang yang menjadi kaya dari segi iman dan keyakinan,
mereka mengalami cobaan.
Orang-orang yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah mengalami cobaan apa pun,
berarti mereka itu bernasib malam. Dengan hidup di dalam kesenangan dan kenikmatan,
mereka menjalani kehidupan binatang. Mereka punya lidah, tetapi mereka tidak dapat
mengatakan kebenaran. Puji dan sanjung terhadap Allah tidak mengalir dari lidah mereka,
melainkan lidah mereka itu hanyalah untuk melontarkan kata-kata yang berkaitan dengan
kefasikan dan keburukan, serta hanya untuk mengecap kenikmatan. Mereka punya mata, tetapi
mereka tidak dapat melihat penampakan qudrat-qudrat [Ilahi], melainkan mata mereka itu
hanyalah untuk berbuat buruk saja.
Lalu, dari mana datangnya kebahagiaan serta kenyamanan yang mereka peroleh itu? Kalian
jangan beranggapan bahwa seseorang yang mengalami kedukaan dan kesedihan berarti dia itu
bernasib malang. Tidak. Allah mencintai orang itu. Seperti sebelum membubuhkan ramuan
obat pada luka adalah penting agar luka itu terlebih dulu dibersihkan dan dirapikan.
Ringkasnya, di dalam fitrat manusia ini merupakan suatu hal yang telah ditanamkan, dari
itu Allah Ta‘ala membuktikan apa sebenarnya hakikat dunia dan apa saja bala musibah yang
terjadi di dalamnya. Di dalam masa-masa sulit (musibah) itulah tampak zahir pengaruh dan
sifat-sifat ajaib dari doa-doa. Dan pada hakikatnya hanya melalui doalah Tuhan kita dapat
dikenali.‖ (Malfuzat, jlid. III, hlm. 200-201).

TUHAN YANG MENJAWAB DAN BERKATA-KATA HANYA


DIPAPARKAN OLEH ISLAM

Dari sekian banyak umat manusia di dunia, umat mana pun tidak percaya terhadap Tuhan
yang memberi jawaban dan yang mendengar doa-doa. Apakah ada seorang Hindu yang
dengan duduk di depan batu, atau dengan berdiri di depan pohon, atau di hadapan sapi –
sambil mengatupkan telapak tangan – dapat mengatakan bahwa, ―Tuhan-ku adalahg tuhan
yang apabila aku panjatkan doa kepada-Nya maka Dia akan menjawab‖ ? Sama sekali tidak.
Apakah seorang Kristen dapat mengatakan, ―‖Aku mempercayai Yesus sebagai tuhan. Dia
mendengar doaku dan memberikan jawaban‖? Sama sekali tidak. Tuhan Yang berkata-kata
hanyalah Tuhan Islam yang dipaparkan oleh Al-Quran, yaitu Tuhan yang telah berfirman:
"Ud'uunii astajib lakum – ―dpanggillah Aku maka Aku akan memberi jawaban kepada
kalian.‖ (Al-Mu‘min, 61). Ini adalah suatu hal yang sungguh benar. Seseorang yang beriman
kepada Allah Ta‘ala dengan kelbu bersih, lalu sampai jangka masa tertentu dia berusaha gigih
dan terus-menerus memanjatkan doa, maka akhirnya pasti dia akan memperoleh jawaban
atas doa-doanya itu.
Di satu tempat dalam Al-Quran Syarif, mengenai orang-orang yang menyembah anak sapi
dan menjadikan anak sapi itu sebagai berhala, dikatakan: "Allan yarji'u ilaihim qaulaa –
[anak sapi itu] tidak dapat memberi jawaban kepada mereka" (Thaa haa, 90). Dari itu dengan
jelas diketahui bahwa tuhan-tuhan yang tidak memberi jawaban adalah ―anak sapi‖ itulah.
Saya berkali-kali telah menanyakan kepada orang-orang Kristen, ―Jika tuhan kalian itu
adalah tuhan yang mendengarkan doa-doa dan memberi jawaban atas doa-doa itu, nah coba
tunjukkan, dengan siapa tuhan itu berkata-kata? Kalian menyebut Yesus itu sebagai tuhan,
cobalah panggil dia dan buktikan."
Saya katakana dengan pendakwaan, bahwa jika segenap warga Kristen bersatu-padu lalu
memanggil Yesus, dipastikan bahwa dia tidak akan memberi jawaban apa pun, sebab dia
sudah wafat.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 201).

(201-203)

TATAKRAMA DOA

‖Doa adalah sesuatu yang sangat unik, tetapi disayangkan bahwa orang-orang yang
memanjatkan doa bukan mengetahui tata-krama doa, dan bukan pula orang-orang yang
memanjatkan doa pada zaman ini mengetahui cara-cara yang darinya dapat diperoleh
pengabulan doa, bahkan pada dasarnya mereka benar-benar telah jauh dari hakikat doa.
Sebagian orang ada yang mengingkari doa secara keseluruhan, dan ada yang bukan
mengingkarinya namun keadaan mereka telah lebih buruk dari keadaan para pengingkar doa.
Dikarenakan, mereka tidak mengetahui tata-krama doa, maka doa mereka tidak dikabulkan,
dan juga dikarenakan doa itu pada arti yang sebenarnya bukanlah hanya sekedar berdoa
(meminta). Keadaan amal (perbuatan) mereka menyeret orang lain kepada atheisme.
Untruk suatu doa, hal diperlukan adalah bahwa orang yang memanjatkan doa hendaknya
sampai kapan pun jangan mereka ledih dan putus asa serta janganlah berprasangka buruk
terhadap Allah Ta‘ala, bahwa doa itu tidak dikabulkan. Kadang-kadang tampak bahwa
seseorang memanjatkan doa begitu hebatnya, bahwa sudah hampir tiba saatnya doa itu
dikabulkan, ternyata si pemanjat doa itu merasa letih dab putus asa.
Untuk keterkabulan doa, hal pertama yang diperlukan adalah bahwa si pemanjat doa
hendaknya sampai kapan pun jangan merasa letih dan putus asa, serta janganlah berprasangka
buruk terhadap Allah Ta‘ala bahwa doa itu tidak dikabulkan. Kadang-kadang tampak bahgwa
seseorang memanjatkan doa begitu hebatnya bahwa sudah hamper tiba saatnya doa itu akan
dikabulkan, ternyata si pemanjat doa itu langsung merasa letih sehingga mengakibatkan
kegagalan dan ketidak-berhasilan baginya.
Kegagalan itu membawa pengaruh buruk sedemikian rupa, sehingga orang itu mulai
mengingkari kemanjuran doa serta lambat-laun dia akan sampai pada suatu tahap dimana dia
pun akan mengingkari Tuhan. Dia mulai mengatakan bahwa, "Seandainya Tuhan itu ada dan
mengabulkan doa, maka kenapa Dia tidak mengabulkan doa-doa yang telah kupanjatkan sejak
sekian lama ini?"
Namun orang-orang yang berpendapat demikian serta yang telah terkecoh seperti itu,
seandainya mereka merenungkan akan ketidak-teguhan dan ketidak-tetapan hatinya, maka dia
akan mengetahui bahwa seluruh kegagalan tersebut adalah karena ketergesaan dan ketidak-
sabarannya sendiri. Yaitu hal-hal………
Doa-doa pada hakikatnya sangat patut dihargai, dan orang-orang yang memanjatkan doa
pada akhirnya akan berhasil. Yaa, ini merupakan suatu kebodohan dan kelancangan bahwa
manusia ingin berperang melawan kehendak Allah Ta'ala. Misalnya [seseorang] berdoa
supaya matahari terbit pada permulaan malam.
Doa-doa semacam itu termasuk di dalam kelancangan. Orang itu akan menanggung
kerugian dan senantiasa gagal, yang selalu takut dan yang menghendaki [pengabulan doa]
sebelum saatnya. Misalnya sepuluh hari setelah diadakan perkawinan, jika seandainya suami
istri menginginkan pada saat itu juga agar anaknya lahir maka betapa hal itu merupakan suatu
kebodohan. Pada saat itu darah janin dan embriyo pun belum dia miliki. Demikian pula halnya
orang yang tidak memberi kesempatan bagi tanaman untuk berkembang, maka dia tidak
memberikan peluang bagi tanaman tersebut untuk berbuah...
Orang-orang Islam sama-sekali tidak mengenali doa. Sebagian orang ada yang karena
kesialannya memperoleh kesempatan untuk berdoa, namun dikarenakan dia tidak bersabar
serta istiqlal (teguh), maka setelah dia gagal dia masuk ke dalam golongan Sayyid Ahmad
Khan -- bahwa doa tidak bermakna sama sekali.
Keterkecohan dan kesalahan seperti ini terjadi hanya karena ketidaktahuannya akan
hakikatr doa. Setelah tidak melihat adanya pengaruh doa serta tidak terpenuhinya harapan-
harapan mereka akan harta (uang), maka mereka bangkit mengatakan bahwa doa itu tidak
akan ada artinya, dan mereka pun berpaling darinya.
Doa adalah suatu pertalian yang sempurna antara Rabubiyat dan ‗ubudiyat. Seandainya
pengaruh doa tidak ada, maka akan sama saja artinya jika doa itu ada atau tidak.‖ (Malfuzat,
jld. III, hlm. 203-204).

PENGABULAN DOA, BUKTI KUAT KEBERADAAN ALLAH TA’ALA

Dalil kuat untuk mengenali Allah Ta‘ala dan kesaksian besar atas keberadaan Wujud-Nya
adalah, di tangan-Nya terletak ikhtiar untuk menghapuskan sesuatu dan untuk mengukuhkan,
―Yamhullaahu maa-yasyaa-u wa yithbitu – ( Allah hapuskan apa yang Dia kehendaki dan Dia
mengokohkan‖ – Ar-Ra‘d, 40).
Lihat, betapa hebat dan agungnya benda-benda langit, dan dengan menyaksikan
keagungannya sebagian orang bodoh sujud menyembahnya. Dan mereka mengakui bahwa
sifat-sifat ketuhanan terdapat di dalam benda-benda itu, misalnya orang-orang Hindu, atau
penyembah berhala lainnya, atau para penyembah api dan sebagainya, yang memuja matahari
serta menganggap matahari sebagai tuhan mereka.
Apakah mereka dapat mengatakan bahwa matahari terbit atau terbenam berdasarkan
ikhtiar matahari sendiri? Sama sekali tidak. Dan kallau pun mereka mengatakan demikian,
mereka tetap tidak dapat memberikan bukti akan hal itu. Silakan mereka berdoa kepada
matahari memohon agar matahari suatu hari jangan terbit, atau supaya matahari itu terbenam
di siang hari, sehingga dengan cara itu akan dapat diketahui bahwa matahari itu memiliki
ikhtiar dan kemauan sendiri.
Terbit dan tenggelamnya matahari tepat pada waktu yang tertentu, dengan jelas
menzahirkan bahwa matahari itu tidak memiliki ikhtiar dan kemauan sendiri. Dzat (Wujud)
yang memiliki kehendak sendiri baru dapat diketahui apabila doa dikabulkan, dan dapat
melakukan apa yang ingin dilakukan, serta tidak melakukan sesuatu yang tidak ingin
dilakukan.
Ringkasnya, jika tidak ada pengabulan doa, maka banyak sekali keraguan yang dapat
dan akan timbul mengenai Dzat Allah Ta‘ala. Dan pada hakikatnya orang-orang yang tidak
percaya pada pengabulan doa, mereka tidak memiliki suatu dalil apa pun mengenai Dzat Allah
Ta‘ala. Akidah saya adalah, seseorang yang tidak percaya pada doa dan pada pengabulannya,
dia akan masuk ke dalam neraka, sebab berarti dia itu tidak percaya kepada Allah.
Inilah cara untuk mengenali Allah Ta‘ala, yakni terus menerus memanjatkan doa
sampai Allah memenuhi kalbunya dengan keyakinan serta kepadanya datang suara, ―Anal-
Haqq‖ (Aku-lah Kebenaran).‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 204-205).

SYARAT PENGABULAN DOA ADALAH SABAR DAN ISTIQLAL

―Memang tidak diragukan lagi bahwa untuk menempuh jenjang ini dan untuk mencapai
tahap ini terdapat banyak sekali kesulitan dan penderitaan. Namun obat bagi semua itu adalah
sabar dan istiqlal (teguh).
Ingat, seorang manusia tidak akan pernah dapat mengambil berkat (manfaat) dari doa
selama dia belum menerapkan batas kesabaran serta terus memanjatkan doa-doa dengan
teguh. Jangan sekali-kali berprasangka buruk dan berpikiran buruk terhadap Allah Ta‘ala.
Bayangkan dan yakinilah bahwa Dia itu merupakan Pemilik segala qudrat dan kemauan.
Kemudian terus meneruslah panjatkan doa dengan sabar. Akan tiba waktunya ketika Allah
Ta‘ala akan mendengar doa-doanya serta akan memberi jawabannya.
Orang-orang yang mengunakan resep ini, mereka tidak akan pernah bernasib malang serta
serta tidak akan pernah luput, melainkan pasti mereka berhasil dalam cita-cita mereka. Qudrat
dan kekuatan Allah Ta‘ala tidak terhitung banyaknya. Bagi kesempurnaan manusia Dia
menetapkan ketentuan untuk bersabar cukup lama. Jadi, Dia tidak mengubah ketentuan itu.
Dan orang yang menghendaki agar Allah mengubah ketentuan tersebut berarti di sisi Allah dia
berbuat lancing dan beranai berbuat kurang ajar.
Kemudian, ini pun hendaknya diingat. Sebagian orang bersikap tidak sabar, dan bagai
tukang sihir mereka ingin agar segala sesuatu selesai (terjadi) dalam seketika. Saya
mengatakan, jika ada yang bersikap tidak sabar maka sikap tidak sabar itu tidak akan
mengganggu Allah Ta‘ala. Justru dia sendiri yang akan rugi. Silahkan dia bersikap tidak sabar,
dan lihatlah apa akibatnya.
Saya tidak pernah dapat mempercayai hal-hal berikut ini, dan pada hakikatnya ini merupakan
kisah-kisah-kisah dusta dan palsu, yakni bahwa faqir (petapa) tertentu dengan cara memberi
jampi-jampi (mantera-mantera) langsung dapat menghasilkan sesuatu, atau menjadikan
sesuatu. Hal itu bertentangan dengan sunnah Allah Ta‘ala dan Quran Syarif, karena itu yang
demikian tidak pernah dapat terjacli seperti itu.
Ukuran untuk mengambil keputusan mengenai wetiap perkara adalah Al-Quran. Lihat
Hadhrat Yaqub a.s., ketika putera kesayangannya, Yusuf a.s., dipisahkan dari beliau karena
kejahatan saudara-saudaranya, maka sampai 40 tahun lamanya beliau terus menerus berdoa.
Jika beliau seorang yang terburu nafsu tentu tidak akan ada hasilnya. Selama 40 tahun beliau
terus-menerus berdoa dan beriman terhadap qudrat-qudrat Allah Ta‘ala. Akhirnya setelah 40
tahun doa-doa itu membawa kembali Yusuf a.s.
Dalam jangka masa yang panjang itu sebagian orang pencerca mengatakan kepada
Hadhrat Yaqub a.s., ―Engkau sia-sia saja mengingat Yusuf.‖ Namun beliau tetap mengatakan,
―Aku mengetahui sesuatu dari Tuhan, yang kalian tidak ketahui." jiMemang tidak diragukan
lagi bahwa Hadhrat Yaqub a.s. tidak memperoleh kabar sedikit pun tentang Yusuf, namun beliau
mengatakan, ― "Innii la-ajidu riiha yuusuf (‖sesungguhnya aku benar-benar mencium wangi
Yusuf‖ – Yusuf, 95).
Pertama-tama yang beliau ketahui hanyalah bahwa rangkaian doa yang beliau panjatkan
sudah terlalu lama, dan jika Allah Ta‘ala memang tidak ingin memenuhi (mengabulkan) doa-doa
tersebut tentu Dia segera memberitahukan jawabannya. Dengan demikian lamanya rangkaian
doa itu merupakan dalil bagi pengabulan, sebab seorang yang pengasih tidak pernah
membiarkan seorang pengemis duduk sampai sekian lama tanpa memberi apa-apa. Seorang
yang kikir sekalipun tidak makan berbuat demikian.
Seorang yang kikir jika melihat pengemis duduk sangat lama di depan pintunya, tentu
akhirnya ada saja yang akan dia berikan kepada pengemis itu. Lamanya jangka masa
Hadhrat Yaqub a.s. memanjatkan doa-doa terbukti di dalam Quran Syarif dengan sendirinya dari
ayat, ―Wabyadhat ‗ainaahu‖ (dan memutihlah kedua matanya‖ – Yusuf, 85). .
Ringkasnya, janganlah risau karena lamanya jangka masa ............... .........
kesempurnaan setiap nabi, Allah Ta‘ala telah menetapkan cara-cara yang berbeda. bagi
kesempurnaan Hadhrat Yaqub, Allah Ta‘ala telah meletakkan beliau dalam kedukaan seperti itu.
Kesimpulannya adalah, ini merupakan asas doa. Siapa saja yang tidak mengetahuinya maka
dia berada dalam kondisi berbagaya. Dan yang memahami asas ini hasil akhir yang dia peroleh
baik dan beberkat.‖ (Malfuzat, jld. III. hlm. 205-207).

MUSIBAH DAN KEMAJUAN ORANG BERTAKWA

Dan orang-orang yang menjalani hidup seperti hewan, tatkala Allah Ta‘ala menangkap
mereka maka Dia menangkap untuk mencabut nyawa. Namun tidak demikian kebiasaan-Nya
bagi orang-orang mukmin. Akibat akhir dari penderitaan-penderitaan yang dialami orang
mukmin adalah baik, dan akibat akhir [yang baik] hanyalah untuk orang mutaki. Sebagaimana
difirmankan, ―Wa ‗aaqibatul- muttaqiin (―dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang
yang bertakwa‖ – Al-Qashash, 84).
Penderitaan-penderitaan dan musibah-musibah yang melanda orang-orang beriman, itu pun
menjadi faktor kemajuan-kemajuan mereka, supaya mereka menjadi berpengalaman.
Kemudian Allah Ta‘ala akan memutarkan kembali hari-hari mereka, dan ini merupakan suatu
ketentuan bahwa seseorang yang mengalami hari-hari penderitaan maka pada dirinya tidak
terdapat lagi gejala-gejala kehidupan hewani. Suatu maut (kematian) pasti melandanya, dan
sesudah mengenali Tuhan maka kelezatan-kelezatan serta kenikmatan-kenikmatan yang
tampak dalam kehidupan hewani tidak akan tersisa lagi, melainkan di dalam diri orang-orang
itu timbul kebencian dan ketidaksukaan terhadap kelezatan-kelezatan hewani tersebut. Di
dalam diri mereka mengerahkan perhatian ke arah kebaikan-kebaikan menjadi suatu kebiasaan
yang tidak sulit. Rasa berat dan sulit yang timbul sebelumnya untuk melakukan kebaikan-
kebaikan tidak tersisa lagi. .
Jadi, lihatlah, selama masih ada maksud-tujuan yang bercampur dengan dorongan-
dorongan nafsu, selama itu pula Allah memisahkan mereka dengan suatu hikmah tertentu. dan
ketika mereka kembali (bertaubat) maka kondisi tersebut tidak lagi demikian.
Jangan pernah melupakan hal ini, bahwa dunia hanyalah untuk beberapa hari saja dan
akhirnya akan kembali kepada Allah juga. Pekerjaan kita tidaklah sekedar untuk makan dan
minum srta menjalani hidup seperti hewan. Manusia membawa banyak sekali tanggung-
jawab besar, oleh karena itu hendaknya dipikirkan mengenai akhirat. Persiapan untuknya
adalah penting.
Penderitaan-penderitaan yang timbul dalam melakukan persiapan untuk itu janganlah
dipahami dalam bentuk kesusahan dan penderiataan, melainkan hal itu dikirim oleh Allah
Ta‘ala kepada mereka guna memberikan cicipan kedua surga, ―Wa liman khaafa maqaama
rabbihii jannataan (―dan bagi orang yang takut maqam Tuhannya terdapat dua surga‖ – Ar-
Rahmaan, 47). Musibah-musibah itu datang guna mengeluarkan hal-hal sementara yang
dibuat-buat dan terpaksa.....
Sayyid Abdul Qadir Jailani juga di suatu bukunya menulis, bahwa tatkala seorang mukmin
ingin menjadi mukmin [hakiki] maka pasti kedukaan dan cobaan melanda dirinya. Dan hal itu
melandanya sedemikian rupa, sehingga dia menganggap dirinya sudah mendekati maut
(kematian). Kemudian, tatkala dia mencapai kondisi itu maka rahmat Ilahi bergejolak dan
memerintahkan, ―Qulnaa: Yaa-naaru kuuni bardan- wasalaaman (―Kami berfirman: Hai api
jadilah engkau dingin dan keselamatan‖ – Al-Anbiya, 70). iInilah yang terakhir dan yang
sebenarnya...‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 207-208).

(208-218)
MAKNA HADHRAT MASIH MAU’UD MENGENAKAN DUA KAIN KUNING

―Arti dua kain kuning, kalau memang demikian seperti yang diuraikan oleh penentang saya,
lalu apa bedanya antara Al-Masih dan para yogi Hindu?
iSebenarnya kain Allah itu mengandung makna tersendiri, dan maknanya adalah apa yang
telah dibukakan Allah Ta‘ala kepada saya. Yakni makna ―dua kaum kuning‖ itu adalah dua
macam penyakit yang saya derita.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 218).

GAMBAR DAN SHALAT

Seseorang bertanya: ―Apakah karena foto (gambar) maka shalat jadi batal?‖. Hadhrat Masih
Mau‘ud a.s. menjelaskan:
―Jika dalam rangka mengikuti orang-orang kafir maka gambar itu tidaklah dibenarkan. Ya,
pada substansinya, tidak ada larangan pada gambar. Justru larangan/haram itu terletak pada
hal-hal yang mengitarinya. Jika gambar itu pada substansinya dapat membatalkan shalat, maka
saya bertanya: apakah menyimpan uang di saku baju ketika shalat dapat membatalkan shalat?
Jika dijawab bahwa karena terpaksa uang itu disimpan di saku ketika shalat, maka saya akan
mengatakan: apakah karena terpaksa mengeluarkan tinja ketika shalat maka shalat tidak batal,
dan tidak perlu berwudu lagi?
Hal yang sebenarnya adalah, mengenai gambar perlu diperhatikan, apakah yang menjadi
tujuan di situ adalah pengkhidmatan terhadap agama atau. bukan? Jika begitu saja menyimpan
gambar tanpa guna, dan tidak dengan tujuan pengkhidmatan: agama, maka hal itu merupakan
sesuatu yang sia-asia. Dan Allah Ta‘ala berfirman, "Wal ladziina hum 'anil laghwi
mu'ridhuun – i(dan orang-orang yang berpaling dari hal yang sia-sia‖ – Al-Mu‘minuun, 4).
Menjauhi hal yang sia-sia merupakan cirri khas orang mukmin. Oleh karena itu hindarkanlah diri
dari itu. namun, ya jika melalui [gambar] itu dapat dilakukan pengkhidmatan agama maka
tidaklah dilarang, sebab Allah Ta‘ala tidak ingin menyia-nyiakan ilmu.
Misalnya, saya pada sebuah kesempatan telah memberikan gambar Trinitas tuhan orang-
orang Kristen. Di situ Ruhulqudus diperlihatkan dalam bentuk burung merpati, dan juga
ditampakkan secara terpisah gambar ―bapak‖ dan ―anak‖. Tujuan saya dari memperlihatkan
gambar itu adalah supaya Trinitas itu ditolak, yakni, Tuhan yang dipaparkan Islam itulah
Tuhan hakiki, Tuhan Yang Maha Hidup, Maha Tegak, Azali, Abadi, tidak berubah, dan suci
dari hal-hal yang menyerupai-Nya.
Demikian pula, jika ada gambar untuk pengkhidmatan Islam maka syariat tidak
menghalangi (membolehkannya, sebab hal-hal yang bersifat mengkhidmati syariat tidak
dihalangi (diperbolehkan/dibenarkan). Dkatakan bahwa Hadhrat Musa a.s. menyimpan
gambar-gambar seluruh nabi. Dan ketika pada sahabah mengunjungi Kaisar Rum, mereka
melihat ada gambar gambar Rasulullah saw. padanya.
Jadi, hendaknya diingat, substansi gambar itu sendiri tidaklah haramm melainkan status
haramnya itu tergantung pada hal-hal yang melandasinya. Orang-orang yang tanpa manfaat
menyimpan serta membuat gambar-gambar itu adalah haram. Syariat mengharamkannya di
satu sisi dan menghalalkannya jika digunakan pada cara yang benar. Lihat saja puasa, di
bulan Ramadhan adalah halal, tetapi puasa di hari raya adalah haram.
Haram pun ada dua macam, pertama haram secara substansi, dan yang satu lagi haram
karena hal-hal yang terkait dengannya. Misalnya babi sama sekali hara – tidak peduli apakah
itu babi hutan atau babi dari tempat mana saja. Tidak pedulu apakah babi itu berwarna putih
atau hitam, yang kecil atau yang besar – seluruhnya haram. Ini merupakan haram secara
substansi.
Ada pun contoh haram yang berdasarkan pada hal-hal yang terkait dengan sesuatu adalah,
misalnya, seeorang dengan bekerja keras mencari nafkah secara halal dan menghasilkan uang,
itu adalah halal. Namun apabila uang itu diperoleh melalui perampokan atau perjudian maka
uang itu haram. Hadits pertama di dalam Kitab Bukhari adalah: "Innamal ‗amaalu
binniyyaat‖ (sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niat).
Ada seorang pembunuh. Jika dimuat gambarnya (fotonga) dengan tujuan agar melalui
itu dia dapat dikenali dan ditangkap maka hal itu tidak hanya dibenarka, bahkan menjadi
wajib untuk untuk menggunakannya. Demikian pula jika seseorang mengirim foto orang yang
mencerca Islam, maka jika kepadanya dikatakan bahwa itu adalah pekerjaan haram maka
perkataan itu merupakan sikap yang menyakitkannya.
Ingat, Islam bukanlah berhala, melainkan sebuah agama hidup. Saya terpaksa 'mengatakan
dengan sangat menyesal, bahwa pada masa sekarang ini para ulama yang tidak mengerti telah
menimbulkan peluang kritikan terhadap Islam.
Gambar setiap benda terbentuk di dalam mata. Beberapa batu ada yang sedemikian rupa,
yakni apabila burung-burung terbang maka dengan sendirinya gambar-gambarnya membekas
padanya. Nama Allah Ta‘ala adalah a gambar-gambarnya membekas. Name Allah Taala adalah
Mushawwir (Pemberi bentuk/rupa), "Yushawwirukum fil arhaam (Dia-lah Yang memberi
rupa/bentuk kamu dalam rahim-rahim‖ – Aali ‗Imran, 7), lalu mengapa mengecam tanpa berpikir
dan memahami terlebih dahulu?
Hal yang sebenarnya adalah seperti yang telah saya uraikan, yakni status haramnya gambar
tidaklah dalam arti hakiki, melainkan bergantung pada situasinya. Tidak bergantung pada hal
lainnya. Dalam status haram yang tidak hakiki, senantiasa yang perlu diperhatikan adalah niat.
Jika niat itu mendukung syariat maka tidaklah haram. Jika tidak, maka ia menjadi haram.
Jangan berlindung pads haditshadits semata. Jika kalian mendahulukan hadits daripada
Quran Syarif berarti kalian mengecam Nabi Karim saw. bahwa mengapa tidak beliau saw,
sendiri yang mengumpulkan hadits-hadits, padahal beliau saw. sendiri yang mendiktekan dan
memperdengarkan Quran Syarif. Beberapa sahabah telah mengumpulkan hadits-hadits atas
inisiatif mereka sendiri, namun akhirnya mereka baker.
Ketika ditanyakan apa sebabnya, maka mereka mengatakan bahwa mereka mendengar itu
dari rawi (orang yang meriwayatkan) dan mungkin saja sudah ada yang bertambah dan
berkurang di dalamnya, oleh sebab itu untuk apa mereka harus menanggung bebannya?
Jadi, dahulukanlah Quran, dan jadikanlah Hadits sebagai sesuatu yang mengikuti Quran.
Jangan jadikan hadits sebagai nazir hukum (syariat).‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 128).

(hlm. 219-234)

MI’RAJ DAN LANGIT

Pada waktu mi‘raj, Rasulullah saw. melihat para nabi Bani Israil di berbagai lapisan langit,
pada hakikatnya Rasulullah saw. memaparkan silsilah para nabi Bani Israil dari segi zaman.
Yang diperlihatkan paling tinggi adalah Hadhrat Ibrahim a.s., yang merupakan aabul anbiyaa
(bapak para nabi). Di langit kedua Hadhrat Isa a.s.. Dikarenakan Hadhrat Yahya a.s. sezaman
dengan Hadhrat Isa, oleh sebab itu mereka berdua ditampakkan bersama. Mereka itu berada
dua derajat setelah Nabi Muhammad saw. (Nabi Adam a.s.?), oleh sebab itu mereka
diperlihatkan berada pada langit kedua. Adam diperlihatkan berada di langit pertama.
Dikarenakan Rasulullah saw. juga merupakan Adam, oleh sebab itu beliau diperlihatkan pada
langit pertama.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 234-235).

DZULQARNAIN DAN MASIH MAU’UD

Dikarenakan zaman sekarang ini merupakan zaman penguakan hakikat-hakikat – dan Allah
Ta‘ala sedang membukakan kepada saya hakikat-hakikat dan makrifat-makrifat Al-Quran
Syarif – berkaitan dengan tawajjuh (konsentrasi) terhadap kisah Dzulqarnain maka telah
diberikan pemahaman kepada saya, bahwa dalam corak Dzulqarnain itu jugalah telah
dipaparkan mengenai Masih Mau‘ud. Dan Allah Ta‘ala telah menamakan Masih Mau‘ud
sebagai Dzulqarnain adalah karena qarnun itu artinya 100 [tahun], dan Masih Mau‘ud akan
mendapatkan du qarnun, karena itu ia disebut Dzulqarnain (orang yang memperoleh dua abad
– pent.).
Dikarenakan saya mendapatkan abad ke-13 dan juga abad ke-14 [hijriyah] keduanya,
demikian pula saya mendapatkan 2 abad menurut tahun Hindi dan tahun Masehi, oleh sebab
itu saya merupakan Zulkarnain.
Kemudian dalam kisah [Dzulqarnain] itu Allah Ta‘ala telah memberitahukan, bahwa
Dzulqarnain bertemu dengan tiga kaum. Pertama, di dekat tempat matahari terbenam, dan
berada di lumpur. Artinya adalah kaum Kristen, yang mataharinya sudah terbenam, yakni
pada mereka tidak lagi terdapat syariat kebenaran. Keruhanian [mereka] telah mati,
kehangatan iman sudah tidak ada lagi. Mereka terperangkap dalam di dalam Lumpur
[kemusyrikan].
Kaum kedua adalah yang berada di tempat matahari bersinar-sinar, dan mereka berada di
dalam pancaran terik sinar matahari. Ini adalah kondisi orang-orang Islam. Pada mereka
memang terdapat matahari – yakni syariat kebenaran – namun orang-orang ini tidak
memanfaatkannya, sebab manfaat itu [hanya dapat] diambil melalui amal perbuatan yang
penuh hikmah (bijak). Misalnya, memasak roti. Walau roti itu dimasak dengan menggunakan
api, tetapi selama mereka belum mengupayakan bahan dan hal-hal yang tepat untuk itu, maka
selama itu pula roti tidak dapat dimasak.
Demikian pula memanfaatkan syariat kebenaran pun menuntut adanya amal perbuatan
yang penuh hikmah. Jadi, umat Islam pada masa sekarang ini – walaupun pada mereka
terdapat matahari dan ada pancaran cahayanya – tetapi tidak mereka manfaatkan, dan tidak
mereka gunakan dalam bentuk yang berfaedah, sehingga mereka tidak meraih bagian dari
keperkasaan dan keagungan Allah.
Kaum yang ketiga adalah yang memohon kepadanya agar diselamatkan dari Ya'juj dan
Ma'juj. Ini adalah umat kita, yang datang kepada kepada Masih Mau'ud, dan mereka ingin
mengambil manfaat darinya.
Ringkasnya, pada masa sekarang ini terdapat corak ilmiah dari kisah-kisah ini. Saya
percaya bahwa kisah ini juga telah berlaku sebelumnya dalam corak tertentu. Namun, ini
memang suatu hal yang benar, bahwa di dalam kisah ini juga terdapat uraian mengenai masa
mendatang dalam bentuk nubuatan, yang telah sempurna pada zaman sekarang ini‖.
(Malfuzat, jld. III, hlm. 235-236).

YANG DIMAKSUD DENGAN AL-HUDAA DAN AL-HAQ

sKetika banyak merenungkan ayat:


          
(Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia
memenangkannya di atas semua agama‖ – Ash-Shaf, 10).
maka saya menjadi tahu bahwa Allah Ta‘ala telah meletakkan dua kata di dalam ayat ini,
hudaa (petunjuk) dan haq (kebenaran).
Hudaa (petunjuk) adalah supaya timbul cahaya internal dan tidak lagi terselubung. Ini
mengisyaratkan pada ishlah (perbaikan) internasl, yang merupakan tugas Mahdi. Sedangkan
kata haq (kebenaran) mengisyaratkan bahwa kebatilan itu akan dikalahkan secara eksternal.
Di tempat lain tertera, "Jaa-al haqqu wa zahaqal baathil (kebenaran datang dan kebatilan
lenyap‖ – Bani Israil, 82).
Di dalam ayat [pertama] itu sendiri telah difirmankan, ―Liyuzhhiraahu ‘alaad- diini kullihi
(agar Dia mengunggulkannya atas semua agama), yakni dampak kedatangan Rasul itu adalah,
dia akan memberikan kemenangan pada haq (kebenaran). Kemenangan ini tidak melalui
pedang dan senapan, melainkan melalui argumentasi-argumentasi logis.
Ingatlah, ciri khas dari akal (logika) yang bersih dan suci adalah dia tidak bertumpu pada kisah-
kisah belaka, melainkan dia menguakkan rahasia-rahasia [yang terkandung di dalam]. Oleh
karena itu Allah Taala berfirman, bahwa orang-orang yang memperoleh hikmah (kebijakan)
maka kepada mereka dianugerahkan kebaikan-kebaikan yang tak terhingga.‖ (Malfuzat, jld. III,
hlm. 236).
HIKMAH ILHAM YANG TURUN DALAM
KATA-KATA AL-QURAN

“Merupakan kehendak Allah Ta‘ala agar Quran Syarif diuraikan, oleh karena itu
kebanyakan ilham yang turun dalam kata-kata Quran Syarif tampil suatu tafsirnya dalam
bentuk amalan (penggenapan).
Melalui hal itu Allah Ta‘ala ingin memperlihatkan bahwa inilah bahasa yang hidup dan
penuh berkat, dan supaya terbukti bahwa 1300 tahun lalu pun seperti ini jugalah turun Kalaam
IAllah‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 237).

(Hlm 237-238)

JEMAAT DAN KETAKWAAN

‖Jemaat saya hendaknya selalu ingat nasihat ini, yakni mereka hendaknya memperhatikan
masalah yang saya terangkan ini. Kalau ada yang selalu terpikirkah oleh saya tidak lain
hanyalah bahwa di dunia ini berlangsung hubungan pernikahan. Sebagian di antaranya atas
pertimbangan kecantikan, sebaian dengan pertimbangan silsilah keluarga atau kekayaan, dan
sebagian dengan pertimbangan kekuatan (pengaruh).
Namun Allah tidak peduli pada perkara-perkara tersebut. Dia dengan sangat jelaw tekah
berfirman, ―Inna akramakum ‗indallaahi atqaakum (sesungguhnya yang paling mulian di
antara kalian adalah yang paling bertakwa di antara kalian‖ – Al Hujurat, 14).
Sekarang, [warga] Jemaat yang bertakwa Allah akan memeliharanya, sedangkan yang lain
akan Dia binasakan. Ini adalah suatu posisi yang rawan. Di tempat itu tidak dapat berdiri dua
orang beriringan, yakni di situ berdiri orang muttaqi (bertakwa) dan di tempat yang sama
berdiri pula orang yang bejad dan kotor. Sudah pasti bahwa orang mutaqi (bertakwa) berdiri
tegak di sana, sedangkan orang yang kotor akan dibinasakan.
Dikarenakan yang tahu hanyalah Allah – yakni siapa yang menurut-NYa muttaqi – maka
ini sungguh suatu posisi yang sangat mencemaskan. Beruntungkah orang yang mutaqi
(bertakwa), dan malanglah orang yang terkena laknat.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 238-239).

(239-257)

PERBEDAAN ILHAM SEJATI DAN ILHAM SETANI

... Jika ada yang beranggapan bahawa di antara [kelompok] itu juga terdapat para ulama dan
juga orang-orang yang memperoleh ilham, maka itu merupakan suatu khayalan belaka. Hal itu
tidak mendatangkan manfaat, dan tidak dapat mencapai tujuan yang seharusnya menjadi tujuan
diri manusia.
Ingatlah, hal yang darinya Allah ridha, selama hal itu belum ada maka ilmu pengetahuan
pun tidak menjadi benar, dan ilham pun tidak akan berguna. Seseorang yang berdiri di dekat
tinja, maka pertama-tama dia akan mencium bau, lalu jika di dekatnya diletakkan minyak
wangi maka apa gunanya? Sebab selama qurb (kedekatan) Allah Ta‘ala belum diraih maka
sedikit pun tidak ada yang diperoleh, dan hal yang mendekatkan manusia kepada Allah
hanyalah takwa.
Untuk mendengar suara yang benar hendaknya menjadi muttaqi (orang bertakwa). Saya
banyak melihat orang yang menganggap setiap suara yang mereka dengar sebagai ilham,
padahal mimpi-mimpi kosong juga ada. Saya tidak mengatakan bahwa suara-suara yang
mereka dengar itu adalah suara yang dibuat-buat. Tidak. Mungkin saja memang mereka
mendengar suara-suara, namun kita tidak dapat menyatakan setiap suara itu sebagai suara
Allah Ta‘ala, selama padanya tidak terdapat nur-nur dan berkat-berkat yang memang
menyertai Kalaam Suci Allah Taala.
Oleh sebab itu saya mengatakan, supaya para penda'wa [penerima] ilham tersebut
memeriksa ilham-ilham mereka berdasarkan ukuran itu. Dan hal ini pun hendaknya jangan
dilupakan, bahwa sebagian suara berasal dari setan. Oleh karena itu, bukanlah pekerjaan
seorang manusia bijak untuk terpikat terhadap suara-suara tersebut, melainkan selama najis-
najis internal dan kekotoran-kekotoran batin belum hapus, dan selama kesucian takwa
berderajat tinggi belum diraih, dan selama manusia belum mencapai tahap yang tampaknya
lebih hina dan nista dari seekor cacing mati, dan selama Allah Taala belum menjadi tujuan
setiap ucapan serta amalan; maka selama itu pula manusia tidak akan dapat mencapai maq1am
(martabat) dimana manusia dapat mendengar suara Allah-nya. Dan suara-suara tersebut pada
hakikatnya merupakan suara Allah, sebab saat itu dia telah suci dari segenap kekotoran.
Ringkasnya, keputusan tidak dapat diambil hanya berdasarkan suara-suara itu saja, dan
berdasarkan beberapa kitab biasa, melainkan cara yang yang sejati dan yang sebenarnya untuk
mengambil suatu keputusan adalah apa yang disebut sebagai dukungan-dukungan Ilahi. Dari
itulah didapat keputusan, dan ternyata Allah-lah Yang memberi keputusan.
Seseorang yang berdiri pada maqam (martabat) demikian di sisi Allah Ta‘ala --
yang benar-benar telah bersih dari kotoran-kotoran -- dia itulah yang dapat mendengar suara-
suara.suci. Suara-suara yang didengar oleh Hadhrat Musa, Hadhrat Isa, Hadhrat Nuh, Hadhrat
Ibrahim, dan para nabi 'alaihimus salaam lainnya, serta yang didengar oleh Nabi Karim
kita saw., saya katakan dengan sebenarnya, bahwa tangan-tangan manusia tidak diperlukan
untuk membuktikan kebenaran dan penzahiran suara-suara tersebut, melainkan Allah Ta‘ala
sendiri yang memperlihatkan kecemerlangannya.
Walau pun ini merupakan hal-hal yang sangat halus (pelik), yang termasuk dalam
kategori rahasia-rahasia makrifat, tetapi tetap saja aroma wangi dan aroma busuk dapat
dikenali melalui berbagai pemandangan. Pohon yang bagus dapat dikenali melalui berbagai
cara. la dapat dikenali melalui daun-daunnya. Suatu kali di Anbala saya melihat pohon ilaichi
(kepulaga – sejenis tumbuhan rempah yang bijinya wangi – pent.). saya ambil sehelai daunnya
lalu saya cium, maka tercium aroma wangi ilaichi. Walaupun masih tersisa tiga tahap lagi,
tetapi terasa wanginya.
Manusia bijak, mengetahui suatu hal yang sebenarnya melalui banyak faktor pertimbangan
yang logis. Keburukan-keburukan juga tersembunyi di balik ribuan tabir. Takwa juga
terselubung di balik ribuan tabir, namun ia dapat diketahui melalui tanda-tanda dan
faktor-faktor pertimbangan lagi yang muncul darinya.
Para sufi menuliskan, sebagaimana seseorang yang tertangkap basah dalam keadaan
berbuat keburukan ia menjadi sangat malu, demikian pula seorang muttaqi (bertakwa) apabila.
dia sedang asyik dalam upaya-upaya ketakwaan dan ibadahnya, lalu ada orang lain yang lewat
di situ, maka dia merasa sangat malu. Penyebab rasa malu hanya satu, pelaku keburukan itu
ingin menutupi keburukannya, sedangkan orang muttaqi tersebut ingin menutup-nutupi
ketakwaannya.
Ringkasnya, hal-hal yang berkaitan dengan takwa sangat terselubung, bahkan pada
hakikatnya para malaikat pun sampai tidak tahu tentang hal itu, lalu bagaimana mungkin
pihak lain dapat mengetahuinya? Hubungan tadalla (mendekat kepada Allah) yang diraih
Rasulullah saw., kondisi yang dipahami oleh Allah Ta‘ala mengenai hubungan itu sama sekali
tidak dipahami oleh yang lainnya. Hadhrat Abu baker pun tidak mampu memahaminya.
Hadhrat Ali juga tidak mampu memahaminya, dan tidak ada seorangpun yang memahaminya.
‗Inqitha taam (pemutusan hubungan total dengan wujud-wujud selan Allah Ta‘ala – pent.)
yang dilakukan oleh Rasulullah saw. ketawakalan beliau terhadap Allah Ta‘ala, serta
anggapan beliau saw. terhadap makhluk sebagai hal-hal yang lebih rendah daripada cacing
mati, itu semua merupakan suatu perkara yang tidak tampak pada pandangan orang-orang lain.
Namun dengan menyaksikan dukungan-dukungan Allah Ta‘ala maka orang-orang pasti
mengambil kesimpulan, bahwa sebagaimana beliau saw. telah menjalin hubungan yang
hakiki dan kokoh dengan Allah Ta‘ala, demikian pula Allah Ta‘ala pun tidak akan bersikap
tanggung-tanggung kepada beluau saw..‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 239-240).
(hlm. 240-247)

ISTIGHFAR, TAUBAT DAN SHALAT

Selalulah kalian istighfar, dan senantiasalah ingat maut (kematian). Tidak ada hal yang
lebih hebat dari kematian dalam hal menimbulkan kesadaran. Tatkala manusia kembali
kepada Allah dengan hati yang benar, maka Allah Ta‘ala melimpahkan fadhal-Nya (karunia-
Nya).
Pada saat manusia bertaubat dengan sesungguh hati di hadapan Allah Ta‘ala, maka
pertama-tama Allah akan memaafkan dosanya, lalu Dia akan memulai suatu hisaab
(perhitungan) baru bagi hamba itu. Jika seseorang berbuat dosa sedikit saja kepada manusia,
maka manusia itu membenci dan memusuhinya sepanjang hidup. Dan kalau pun dia
menyatakan maaf secara lisan, akan tetapi tetap saja tatkala dia memperoleh kesempatan maka
dia akan menzahirkan kebencian dan permusuhannya itu. Hanya Allah Taalalah yang apabila
manusia datang kepada-Nya (bertaubat) dengan hati yang benar maka Dia memaafkan dosa-
dosa orang itu, dan taubat itu Dia limpahi rahmat. Dia menurunkan karunia atas orang itu, dan
Dia memaafkan hukuman dosa itu.
Oleh karena itu kalian pun hendaknya demikian, yakni jadikanlah diri kalian sebagai
sesuatu yang bukan seperti sebelumnya. Lakukanlah shalat dengan sepenuh hati. Tuhan yang
ada di sini (Qadian), juga merupakan yang ada di sana (di tempat kalian). jangan pula begini,
yakni selama masih berada di sini kalbu kalian dipenuhi oleh kesenduan dan rasa takut
terhadap Tuhan, akan tetapi ketika kalian kembali ke rumah kalian maka kalian menjadi tidak
takut dan berani lagi. Jangan. Justru rasa takut terhadap Allah hendaknya senantiasa ada di
dalam diri kalian.
Sebelum melakukan setiap pekerjaan, pikirkanlah, perhatikanlah, apakah dari itu Allah
akan ridha atau murka? Shalat adalah sesuatu yang sangat penting danb merupakan mikraj
bagi orang mukmin. Sarana yang terbaik untuk memanjatkan doa adalah shalat. Shalat itu
hendaknya ditegakkan, bukan supaya kalian melakukannya cepat-cepat, atau seperti ayam
yang mematuk-matukl makanan. Banyak sekali orang yang mengerjakan shalat seperti itu, dan
banyak sekali orang yang baru mau mengerjakan shalat karena disuruh. Itu tidak ada artinya
sedikit pun.
Shalat adalah tampil di hadapan Allah Ta‘ala. Dan shalat itu merupakan bentuk utuh dari
upaya-upaya untuk memohon maaf dan ampunan terhadap dosa-dosa. Orang yang
mengerjakan shalat tanpa memperhatikan landasan dan tujuan ini berarti shalatnya itu sama
sekali tidak sah.
Jadi, dirikanlah shalat dengan cara yang sangat baik. Apabila kalian berdiri maka
berdirilah dengan cara sedemikian rupa, sehingga dari itu tergambar dengan jelas bahwa
kalian berdiri tegak dan siap dalam ketaatan dan kesetiaan terhadap Allah Ta‘ala. Apabila
kalian tunduk (rukuk), maka tunduklah sedemikian rupa, sehingga dari itu dengan jelas
diketahui bahwa kalbu kalian pun turut tunduk (rukuk). Dan apabila kalian sujud maka
lakukanlah seperti orang yang hatinya dipenuhi rasa takut.. Dan berdoalah kalian di dalam
shalat bagi agama (ruhani) dan dunia kalian.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 247-248).

(hlm. 248-257)

JEMAAT DAN BERDOA

‖Bacalah Quran Syarif, dan jangan sekali-kali putus asa terhadap Allah. Orang mukmin
tidak pernah putus asa terhadap Allah. Itu termasuk kebiasaan orang-orang kafir, yakni
menjadi putus asa terhadap Allah Ta‘ala. Tuhan kita adalah, ―‘Alaa kulli syai-in qadiir
(Mahakuasa atas segala sesuatu] (A1-Baqarah: 21).
Bacalah juga terjemahan Quran Syarif, dan kerjakanlah shalat-shalat dengan sepenuh hati,
serta pahami juga maknanya. Berdoalah juga dalam bahasa masing-masing. Jangan baca
Quran Syarif itu dengan menganggapnya sebagai suatu kitab biasa. Kerjakanlah shalat
sebagaimana yang dikerjakan oleh Rasulullah saw.. Setelah dzikir-dzikir (doa-doa) yang
masnuun (sunnah), silakan sampaikan hajat-hajat dan keinginan-keinginan kalian dalam
bahasa sendiri. Dan mohonlah kepada Allah Ta‘ala, hal itu tidak mengapa, shalat sama sekali
tidak akan batal karenanya.
Masa sekarang ini orang-orang telah merusak shalat, mana pula mereka mengerjakan
shalat. Mereka hanya bergerak-gerak dengan cepat. Mereka mengerjakan shalat sangat cepat,
seperti ayam yang mematuk-matuk, dan belakangan barulah mereka berlama-lama duduk
memanjatkan doa.
Ruh dan inti sejati darai shalat itu sendiri adalah doa. Bagaimana mungkin tujuan yang
sebenarnya dapat dicapai apabila doa justru dipanjatkan setelah selesai shalat? Seseorang yang
datang ke singgasana raja, dan dia memperoleh kesempatan untuk menyampaikan
kehendaknya. Akan tetapi selama di situ dia tidak berucap sedikitpun. Namun setelah keluar
dari singgasana barulah dia mengutarakan permohonanannya. Apa gunanya demikian?
Seperti itu pulalah kondisi orang-orang masa sekarang ini yang tidak memanjatkan doa
dengan khusyuk dan rendah hati dalam shalat.
Ada pun doa-doa yang harus kalian panjatkan, panjatkanlah di dalam shalat, dan
perhatikanlah sopan-santun berdoa.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm 257-258).

(258-261)

BAIAT YANG TULUS &


BALA-BENCANA

‖Manusia ada dua macam, satu adalah yang berfitrat baik, yang sejak dari awal sudah
percaya. Orang-orang ini memiliki pandangan yang jauh ke depan dan perhatian yang tajam,
misalnya Hadhrat Abu Bakar Shiddiq r.a.. Dan satu lagi adalah yang bodoh. Apabila azab
sudah tiba di atas kepala barulah mereka terkejut. Oleh karena itu kalian sebelum kemurkaan
itu tiba berdoalah dan serahkan diri ke dalam perlindungan Allah Ta‘ala.
Doa itu dikabulkan tatkala rasa perih dan sendu timbul di dalam hati, dan bala musibah
serta kemurkaan Ilahi menjadi jauh. Akan tetapi ketika bala sudah tiba di atas kepala, memang
tidak diragukan lagi bahwa pada saat itu pun timbul rasa perih dalam hati, namun keperihan
tersebut tidak memiliki potensi (kekuatan) untuk menarik keterkabulan doa.
Pahamilah dengan seyakin-yakinnya bahwa apabila sebelum tiba bala-musibah kalian
melunakkan hati kalian dan menangis serta meratap di hadapan Allah Ta‘ala untuk
perlindungan keluarga kalian, maka keluarga dan anak-anak kalian akan diselamatkan dari
azab pes. Tetapi jika kalian hidup seperti orang-orang dunia maka tidak ada manfaatnya
sedikit pun bahwa kalian telah bertaubat (baiat) di tangan saya, sebab bertaubat (baiat) di
tangan saya memerlukan suatu maut (kematian), supaya kalian meraih kelahiran baru di dalam
suatu kehidupan yang baru.
Jika baiat tidak dilakukan dengan hati maka tidak ada hasilnya. Dari melakukan baiat
kepada saya Allah Ta‘ala menginginkan ikrar hati. Jadi, barangsiapa menerima saya dengan
hati yang benar serta melakukan taubat yang sesungguhnya terhadap dosa-dosanya maka
Allah Yang Ghafur (Maha Pengampun) dan Rahiim (Maha Penyayang) pasti akan
mengampuni dosa-dosanya, dan dia akan seperti [bayi] yang keluar dari perut ibu, barulah
para malaikatnya menjaganya.
Jika di dalam satu kampung terdapat seorang salih maka karena mempertimbangkan serta
demi orang salih tersebut Allah Ta‘ala akan melindungi kampung tersebut dari kehancuran.
Akan tetapi jika kehancuran itu datang ia akan melanda semuanya, namun tetap saja Dia
menyelamatkan hamba-hamba-Nya melalui cara-cara tertentu. Inilah Sunnatullah (kebiasaan
Allah), apabila terdapat satu saja pun orang salih maka deminya orang-orang lain juga akan
diselamatkan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 261-262).

(262-263)

JEMAAT DAN REVOLUSI DIRI

‖Dengan masuknya ke dalam Jemaat ini hendaknya wujud kalian berubah, dan kalian
benar-benar harus jadi manusia yang menjalani suatu hidup baru. Apa pun kalian sebelum ini,
sekarang jangan demikian lagi.
Jangan kalian beranggapan bahwa dengan melakukan perubahan [pada diri kalian] di
jalan Allah Ta‘ala ini maka kalian akan menjadi miskin, atau akan timbul banyak sekali
musuh bagi kalian. Tidak. Orang yang memegang tali Allah sama-sekali tidak miskin. Hari-
hari buruk tidak akan pernah dapat menerpanya. Seseorang yang sahabat dan penolongnya
adalah Allah, jika seluruh dunia menjadi musuhnya maka tidak peduli sedikit pun. Jika
kesulitan-kesulitan juga menimpa orang mukmin, dia sama sekali tidak berada dalama
kesulitan, melainkan hari-hari seperti itu merupakan hari-hari surga baginya. Malaikat-
malaikat Tuhan memangku mereka seperti seorang ibu.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 263).

(263-267)

PARA NABI DAN DOA

Hal yang berlaku di kalangan para nabi ‗alaihimus-salaam, adalah walaupun kepada
mereka terlah diberikan nubuatan-nubuatan dana mereka percaya sepenuhnya kepada janji-
janji Allah Ta‘ala, tetapi tetap saja mereka sama sekali tidak meninggalkan upaya-upaya doa,
sebabnya adalah mereka juga percaya bahwa Allah Ta‘ala itu Al-Ghaniy (Maha
Berkecukupan) pada Zat-Nya. Dan mereka juga percaya bahwa kemuliaan Allah itu tidak
terbatas, serta merupakan sikap yang tidak hormat apabila tidak memanjatkan doa.
Ada tertulis bahwa pada saat perang Badar, ketika Rasulullah saw. sedang memanjatkan
doa sambil menangis-nangis, maka Hadhrat Abu Bakar berkata, ―Yang mulia, sekarang tak
usah lagi berdoa. Bukankah Allah Ta‘ala telah memberikan janji kemenangan?" dNamun
Rasulullah saw. tetap saja menenggelamkan diri dalam doa-doa.
Sebagian orang menuliskan bahwa keimanan Hadhrat Abu Bakar r.a. tidaklah seperti
keimanan Rasulullah saw., bahkan makrifat Rasulullah saw. sangat mendalam .......Makrifat
itu membuat beliau takut akan sifat Allah Ta‘ala Al-Ghani (Yang Maha Berkecukupan) atas
Dzat-Nya. Oleh karena itu hendaknya jangan sekali-kali meninggalkan upaya-upaya doa.‖
(Malfuzat, jld. III, hlm. 267).

(267-268)

ARTI ALLAH “BERUTANG”

Mengenai tafsir ayat, ―Man- yuqridhullaahu qardhan -- barangsiapa memberikan kepada


Allah pinjaman‖ Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjelaskan:
―Ada pun Allah Ta‘ala berutang bukanlah berarti, ma‘adzakkah, Allah Ta‘ala itu memiliki
hajat (kebutuhan) dan bahwa Dia itu muhtaaj (yang membutuhkan). Beranggapan seperti
merupakan suatu kekufuran. Melainkan artinya adalah, Dia akan mengembalikannya bersama
ganjaran pahala. Ini merupakan sebuah cara yang digunakan Allah Ta‘ala kepada siapa saja
yang ingin Dia berikan karunia-Nya.‖ (Malfuzat jld. III, hlm.. 268).

(268-269)

TUJUAN KEDATANGAN MASIH MAU’UD A.S.

‖Maksud dan tujuan saya yang sebenarnya adalah untuk menzahirkan keperkasaan
Rasulullah saw. serta menegakkan keagungan beliau. Hal-hal yang menyangkut diri saya, itu
hanya terkait [dengan beliau], sebabnya adalah di dalam wujud Rasulullah saw. terdapat
kekuatan magnetis dan daya curah berkat-berkat, dan di dalam berkat-berkat beliau itulah
terdapat uraian yang menyangkut diri saya.‖ (Malfuzat jld. III, hlm. 269).

(269-272)

ABU JAHAL MERUPAKAN FIR’AUN BAGI UMAT RASULULLAH SAW.

‖Abu Jahal merupakan Fir‘aun bagi umat [Rasulullah saw.] ini, sebab dia juga telah
memelihara Nabi Karim saw. untuk beberapa masa, sebagaimana Fira‘un Mesir dahulu telah
memelihara Musa a.s..
Demikian pula halnya dengan Maulvi Muhammad Hushain [Batalwi], yang telah
memelihara Jemaat saya ini untuk beberapa masa dengan cara menulis review
(ulasan/komentar) mengenai Baraahin Ahmadiyya pada masa permulaan.‖ (Malfuzat, jld. III,
hlm 272).

MELAKUKAN AMAL BAIK LAINNYA


KETIKA SEDANG DIKUMANDANGKAN AZAN

Seseorang sedang membacakan sebuah selebaran mengenai pes, lalu adzan


dikumandangkan maka orang itu pun berhenti membacakan. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s.
bersabda: ―Teruslah bacakan. Sewaktu adzan membacakan [sesuatu] adalah dibenarkan.‖
(Malfuzat, jld. III, hlm. 272).

(hlm. 268-272)

PENJELASAN MENGAPA MASIH MAU’UD


DALAM ILHAM DISEBUT YAHYA

Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. memperdengarkan sebuah ilham lam beliau: "Yaa yahyaa
khudzil kitaaba biquwwati wal-khairu kulluhu fil-quraan. Beliau bersabda:
―Di sini saya disamakan dengan Yahya a.s., sebab Hadhrat Yahya a.s. dahulu itu terpaksa
menghadapi kaum-kaum Yahudi yang meninggalkan Kitab Allah dan Taurat. Mereka sangat
tertarik pada hadits-hadits (riwayat sabda-sabda), dan dalam setiap perkara mereka
memaparkan hadits-hadits [yang keluar dari Kitab Allah].
Demikian pula pada zaman sekarang ini saya berhadapan dengan orang-orang Ahli Hadits,
yakni saya memaparkan Al-Quran, sedangkan mereka memaparkan hadits.‖ (Malfuzat, jld.
III, hlm. 272).
TIDAK MELAYANI PENENTANG YANG BERMULUT KOTOR

Di Qadian dahulu terdapat seorang penentang yang bermulut kotor dan batinnya juga kotor.
Dia memanggil seorang warga Jemaat, dan berkata-kata dengannya. Ketika hal itu diketahui
oleh Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. beliau bersabda
―Seorang yang bejad dan pengacau seperti itu hendaknya jangan diberi kehormatan seperti
itu, yakni berbicara dengannya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 274).

TUJUAN MISI MASIH MAU’UD SEBENARNYA


ADALAH PENZAHIRAN KEKUDUSAN RASULULLAH SAW.

―Sebenarnya, tujuan saya adalah untuk menzahirkan kekudusan Rasulullah saw. serta
untuk menyanjung beliau saw.. Oleh Karena itu kalau pun ada sanjungan bagi diri saya, itu
merupakan bayangan dari Rasulullah saw..‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 275).

PANDANGAN TENTANG PARA TOKOH AGAMA TERDAHULU

‖Mengenai kewafatan Al-Masih dan hal-hal yang semacam itu, apa pun yang dikatakan
oleh orang-orang terdahulu, mengenainya saya hanya mengatakan seperti apa yang dikatakan
oleh Hadhrat Musa a.s., yakni, ―‘Ilmuha ‗inda rabbii (ilmu mengenainya ada di sisi Tuhan-
ku‖,) yakni hanya Allah-lah yang lebih mengetahui tentang keadaan orang-orang terdahulu
itu.
Ya, mengenai orang-orang pada sekarang ini sudah cukup banyak saya memberi
penjelasan, dan hujah (argumentasi) sudah terpenuhi,‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 275).

COBAAN DATANG UNTUK PENYARINGAN

―Allah Ta‘ala ingin melakukan penyaringan, supaya – sebagaimana para piir (guru
mursyid) lainnya – jangan sampai orang-orang yang buruk dan kotor bergabung dengan kita.
Oleh karena itu cobaan semacam ini pun terjadi.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 276).

(hlm. 277-288)

SHALAT HARUS MENGGUNAKAN BAHASA ARAB YANG ASLI

‖Shalat hendaknya jangan dilakukandalam bahasa sendiri. Bahasa yang telah digunakan
oleh Allah Ta‘ala untuk Quran Syarif, hendaknya jangan ditinggalkan. Ya, keinginan-
keinginan pribadi kalian dapat saja kalian smapaikan ke hadapan Allah Ta‘ala dalam bahasa
kalian sendiri, setelah mengerjakan hal-hal yang berupa sunnah dan dzikir serta lain
sebagainya. Namun bahasa asli [dalam shalat] sama sekali jangan ditinggalkan.
Orang-orang Kristen telah meninggalkan bahasa asli ]Injil] dan lihatlah apa akibatnya?
Sedikit pun tidak ada yang tersisa lagi.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 288).

(hlm. 288-289)
RASA KENYANG DALAM RUHANI

‖Apalah artinnya wujud sebutir gandum, namun apabila dikumpulkan maka dapat
membuat kenyang. Dan untuk membuat kenyang kira-kira harus tersedia sebanyak 15.000
butir gandum, darinya seorang manusia benar-benar akan kenyang.
Seperti itu pula jika aayatullah (Tanda-tanda Allah) dikumpulkan dan dihargai maka akan
menimbulkan rasa kenyang secara ruhani. Jika Tanda-tanda yang saya peroleh diperhatikan
secara menyeluruh maka akan tampak kekuatan dan kehebatan Tanda-tanda itu.‖ (Malfuzat,
jld. III, hlm. 289).

MELALUI AL-QURAN
AKAN DILAKUKAN PERBAIKAN TERHADAP TAURAT

‖Kita ingin memperbaiki Taurat melalui Quran Karim, bukannya memperbaiki Quran
Karim melalui Taurat. Taurat tidak dapat disejajarkan dengan Al-Quran. Dimana saja terdapat
perbedaan (pertentangan) antara Al-Quran dan Taurat maka di situ akan tampak dengan jelas
bahwa di dalam Taurat terdapat suatu kekotoran dan kedustaan yang telah dicampurkan ke
dalamnya belakangan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 289).

KEADAAN PARA UTUSAN ALLAH

―Para nabi dan utusan Allah selalu bagaikan benih tumbuhan. Pada mulanya tampak
rendah dan hina ...mereka dengan palidaw-'all ..... yang hina, namun akhirnya akan
tampil .....Allah.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 289).

.
(289-290)

BANGKITNYA ORANG-ORANG YANG MATI

‖Saya percaya pada hukum qudrat Allah Ta‘ala yang telah dipaparkan dalam Quran syarif.
Orang-orang mati yang diletakkan dalam kuburan maka malaikat telah mendatangi mereka.
Mengenai orang-orang mati seperti itu fatwa Quran Syarif adalah: "Fa yumsikul latii qadhaa
'alaihal- maut (maka Dia tahan jiwa yang telah Dia tetapkan kematiannya" -- Az-Zumar, 43).
Namun, dalam bentuk selain itu, dalam kasus maut (kematian) yang ghair-hal juga dapat
terjadi kehidupan kembali. Peristiwa-peristwa semacam ini juga saya alami sendiri. Mengenai
Mubarak -- (putera Hadhrat Masih Mau'ud a.s. yang wafat di usia 9 tahun – pent.), --
bukanlah maut (kematian) yang tergolong ―Fayumsikul- latii qadhaa ‗alaihal- maut‖ itu, dan
inilah kehidupan kembali yang saya imani, yakni orang-orang mati bangkit kembali.
Ringkasnya, hukum yang telah ditetapkan Allah Ta‘ala saya ikuti. Jika tidak percaya dan
tidak yakin terhadap [hukum] itu maka iman pun akan lenyap. Jadi, hukum qudrat Allah
Ta‘ala yang tertera dalam Kitab Allah itulah yang saya percayai (imani). Dan saya juga
beriman (percaya) bahwa Allah Ta‘ala tidak akan berbuat sesuatu yang bertentangan dengan
Sifat-sifat-Nya sendiri. Misalnya, jika ada yang mengatakan, bahwa Allah Ta‘ala itu Maha
Kuasa, sehingga apakah Dia juga akan melakukan bunuh diri?
Sebagai jawabannya saya akan mengatakan: Dia tidak akan pernah berbuat demikian,
sebab ―lahul- asmaa-ul husnaa (kepunyaan-Nya semua nama/sifat yang terindah‖ – Al-Hasyr,
25).. Tidak ada sifat lain yang dapat dipatrikan. Dia tidak akan melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan sifat-sifat-Nya yang sudah berlaku sejak awal.
Ringkasnya, mengenai kebangkitan kembali orang mati dan mengenai hukum qudrat,
akidah saya adalah, saya mengakui kehidupan kembali yang diuraikan oleh Quran Syarif, dan
hukum qudrat yang terbukti melalui Quran Syarif merupakan imam bagi saya. Filsafat (ilmu)
Eropa dan penelitian-penelitian mereka yang terbatas tidak dapat menjadi pemandu bagi
saya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 290).

KEKUATAN IMAN HADHRAT MASIH MAU’UD A.S.

‖Saya memiliki keimanan yangkuat terhadap Allah Ta‘ala, bahwa Dia sekali-kali tidak
akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang benar. Seperti halnya Hadhrat Ibrahim a.s., jika
hamba tersebut dimasukkan ke dalam api maka api tidak akan dapat membakarnya.
Keyakinan saya adalah, bukannya hanya satu api, jika ribuan api sekali pun tetap saja
tidak akan dapat membakarnya. Seoreang shadiq jika dimasukkan ke dalamnya maka pasti
ia akan selamat.
Sebagai perlawanan terhadap tugas yang telah diserahkan kepada saya ini, jika saya
dimasukkan ke dalam api maka saya yakin bahwa api tidak akan membakar saya. Dan jika
dicampakkan ke dalam cengkraman singa-singa maka singa-singa itu pun tidak akan dapat
memakan saya.
Saya katakan dengan pasti bahwa Tuhan saya bukanlah tuhan yang tidak mampu menolong
hamba-Nya yang benar, melainkan Tuhan saya adalah Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
menampakkan perbedaan antara hamba-hamba-Nya dengan pihak-pihak lain. Jika tidak
demikian maka doa pun menjadi sesuatu yang tidak berguna.
Saya katakan dengan sebenarnya, segala sesuatu yang saya paparkan mengenai Allah
Ta‘ala, kekuatan-kekuatan dan kemampuan-kemampuan yang dimilik—Nya adalah jutaan kali
lebih hebat dari itu. Begitu hebatnya sehingga tidak dapat saya uraikan.
Merupakan keimanan saya, jika orang-orang Quraisy Mekkah menangkap Rasulullah saw.
lalu melemparkan beliau ke dalam api maka api itu sama-sekali dan sama-sekali tidak dapat
membakar beliau. Jika ada yang mengingkari hal itu – dengan pertimbangan bahwa tentu api
tidak akan kehilangan dampak (potensi) yang dikandungnya – berarti dia itu bejad dan kafir,
sebab apabila Allah Ta‘ala telah mengatakan kepada segenap musuh, ―Fakiidunii kaidan –
maka lakukanlah segenap makar kalian, Aku pasti akan menyelamatkannya‖ (Hud, 56). Oleh
karena itu apabila ada yang beranggapan bahwa kalau beliau dimasukkan ke dalam api
maka akan terbakar berarti dia itu kafir.
Quran Syarif benar dan janji-janji Allah Ta‘ala pun benar. Jika ada orang kafir yang
melakukan taktik dan tipu-saya untuk membunuh beliau saw. maka pasti Allah Ta‘ala akan
melindungi beliau saw. dari kemudaratan-kemudaratan mereka, seperti yang telah dilakukan
oleh-Nya untuk melindungi beliau saw.. Tidak peduli apakah mereka itu melakukan makar
berupa penyaliban atau memasukkan ke dalam api. Ringkasnya, apa pun yang mereka
lakukan, akhirnya Muhammad Rasulullah saw. sesuai janji Allah akan terbukti benar seperti
yang telah terjadi.
Inilah tahap paling agung pengenalan terhadap Allah Ta‘ala, yang ke arahnyalah saya ingin
menarik Jemaat saya. Dan saya yakin, insya Allah, pelahan-lahan segala sesuatunya akan
berlangsung.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 291).

SEMANGAT TABLIGH HADHRAT MASIHJ MASU’UD A.S.

‖Jika saya punya ikhtiar maka saya akan keliling ke rumah-rumah seperti para faqir untuk
menyebarkan agama yang benar, dan untuk menyelamatkan manusia dari syirik dan kekufuran
yang mematikan itu, yang telah menyebar di dunia.
Jika Allah Taala mengajarkan bahasa Inggris kepada saya, maka saya sendiri akan
berkeliling dan melakukan perjalanan-pedalanan untuk bertabligh. iDan di dalam pertablighan
itu jugalah saya akan menghabiskan hidup saya, tidak peduli walaupun saya akan terbunuh di
jalan itu.‖ (Malfuzat, jilid III, hlm. 291-292).

PENYEBARAN INFORMASI MENGENAI KUBURAN AL-MASIH

‖Saya ingin menerbitkan sebuah selebaran di Eropa dan Negara-negara lainnya, selebaran
yang sangat ringkas, berhalaman tipis supaya semua orang membacanya. Kandungannya
hanyalah sekedar bahwa kuburan Al-Masih terdapat di Srinagar Kasymir. Dan telah terbukti
berdasarkan fakta-fakta yang benar. Jika ada yang ingin mengetahui dan ingin mengenali lebih
dalam tentang itu, silahkan menghubungi saya.
Selebaran semacam itu saya maksud yang dicetak dalam jumlah besar dan
disebarluaskan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 292).

TIDAK ADA PEMAKSAAN DALAM ISLAM

‖Segala sesuatu yang dilakukan oleh Allah Ta‘ala adalah untuk ta‘lim dan tarbiyat.
Dikarenakan zaman kejayaan [Islam] berlangsung lama, dan kekuasaan serta kejayaan Islam
bertahan sampai berabad-abad lamanya, serta kemenangan-kemenangan Islam mencapai
kawasan-kawasan yang jauh, oleh sebab itu sebagian orang bodoh telah beranggapan bahwa
Islam disebarkah melalui pemaksaan, padahal ajaran Islam adalah, ―Laa ikrahaa fid-diin –
(tidak ada paksaan dalam agama‖ – Al-Baqarah, 257).
Untuk menzahirkan kebenaran ini Islam telah menyebar-luas bukan melalui pemaksaan.
Allah Ta‘ala telah menciptakan Khaatamul_Khulafa, dan tugas yang ditetapkan baginya
adalah yudha‘ul harb (meniadakan peperangan), dan di sisi lain dikatakan, ―Liyuzhhirahuu
‗alaad- diini kullihii (agar dia mengunggulkanya atas semua agama – Ash-Shaf, 10), yakni dia
akan mewujudkan kemenangan Islam atas gamala-agama lain melalui hujjah (argumentasi),
dan dia akan meniadakan peperangan.
Sungguh sangat keliru orang-orang yang menanti-nanti kedatangan seorang Mahdi
pembunuh dan Masih penumpah darah.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 293-294).

MUKJIZAT AGUNG YANG DIBAWA ISLAM

‖Mukjizat Islam yang paling besar dan paling agung, yang tidak ada tandingannya dimana
pun adalah kebenaran dania anya. Dari sudut apa pun dia ti...... kecil hati. Segenap
kebenaran apa saja terdapat di dalam Islam, .....sempurna dari segala aspek. Islam menangkis
serangan-serangan yang dilakukan oleh semua pihak. Dan Islam melakukan serangan kepada
pihak-pihak lain sedemikian rupa sehingga tidak dapat dijawab oleh mereka.‖ (Malfuzat, jld.
III, hlm. 294).

RAHASIA UMUR PANJANG

―Setiap orang menginginkan agar umurnya panjang, namun sangat sedikit orang yang
memperhatikan asas-asas serta cara yang mengakibatkan umur manusia menjadi panjang.
Salah satu asas yang diberitahukan Quran Syarif adalah, "Wa ammaa maa yanfa'un naasa fa
yamkutsu fil ardhi – (adapun yang memberi manfaat kepada manusia maka ia tetap di bumi –
Ar-Ra‘d, 18). Yakni, wujud-wujud yang memberi manfaat umur mereka akan panjang. Allah
Ta‘ala telah berjanji untuk memanjangkan umur orang-orang yang berguna bagi orang-orang
lain. Padahal ada dua sisi syariat. Pertama, ibadah kepada Allah Ta‘ala. Kedua, kepedulian
terhadap umat manusia. Namun di sini sisi tersebut yang diambil, yakni hamba yang sempurna
adalah yang memberikan manfaat kepada orang-orang lain.
Pada sisi pertama, jenjang pertama adalah kecintaan terhadap Allah Ta‘ala dan
Tauhid. Di situ kewajiban manusia adalah menyampaikan manfaat kepada yang lainnya, dan
bentuknya adalah: Bimbinglah mereka untuk mencintai Allah dan untuk menegakkan Tauhid-
Nya. Seperti yang tertera di dalam ayat: "Wa tawaashau bil haqqi – (dan saling berwasiatlah
dengan kebenaran – Al-‗Ashr, 4).
Manusia kadang-kadang memahami sendiri suatu permasalahan, namun dia tak sanggup
untuk memberi pemahaman kepada orang lain. Oleh karena itu mereka hendaknya berusaha
keras dan gigih untuk juga memberi manfaat kepada orang-orang lain. Solidaritas terhadap
sesama manusia adalah, melakukan keras-keras, memeras otak, lalu mencari jalan untuk
memberi manfaat kepada yang lainnya, sehingga umur pun menjadi panjang.
Sebagai padanan ayat, "Wa ammaa maa yanfa'un naasa fa yamkutsu fil ardhi –
(adapun yang memberi manfaat kepada manusia maka ia tetap di bumi – Ar-Ra‘d, 18),
terdapat sebuah ayat lain yang sebenarnya merupakan jawaban terhadap kebimbangan yang
[dipaparkan] ini, yakni kebimbangan bahwa selain 'aabid (hamba), ternyata pihak-pihak lain
yang memberi manfaat pun umurnya jauh lebih panjang, sedangkan seorang 'aabid tidak
demikian?
Saya sudah menjelaskan bahwa seorang baru akan dapat menjadi 'aabid kaamil (hamba
sempurna) apabila dia memberi manfaat kepada orang-orang lain. Namun di dalam ayat ini
terdapat penjelasan lebih dalam lagi. Ayat yang dimaksud itu adalah: "Qul maa ya'ba-u bikum
rabbii lau laa du'aa-ukum – (Katakanlah, ―Tuhan-ku tidak akan akan memperhatikan kamu
kalau bukan karena doa kamu: – Al-Furqaan, 78), atau dalam kata lain dapat dikatakan, bahwa
Dia memperhatikan para ‗aabid (hamba), bahwa Dia memperhatikan pars 'aabid (hamba).
‗Aabid dan zaahid yang mengenai mereka dikatakan, bahwa mereka hidup di belantara dan
di hutan-hutan serta meninggalkan hal-hal yang berkaitan dengan dunia, menurut saya mereka
itu lemah dan tak berdaya, sebab keyakinan saya adalah, seseorang yang mencapai tahap ini –
yakni dia memperoleh makrifat sempurna tentang Allah dan Rasul-Nya -- dia kapanpun tidak
akan bisa berdiam diri. Dengan mabuk di dalam kelezatan dan kenikmatan itu, dia pasti ingin
memberitahukannya kepada orang-orang lain.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 294-295).

SETIAP HARI MENDEKATKAN MANUSIA PADA KEMATIAN

‖Semakin manusia tua dia semakin tidak peduli terhadap agama. Itu merupakan tipuan
nafsu dan suatu kesalahan besar menganggap bahwa maut (kematian) itu masih jauh. Maut
adalah suatu hal yang begitu mutlak sehingga tidak ada yang dapat menghindar darinya dalam
bentuk apa pun, dan maut itu semakin dekat dan mendekat. Setiap hari baru membawa maut
(kematian) itu semakin lebih dekat.
Saya melihat bahwa sebagian orang pada usia-usia muda hati mereka lembut, tetapi pada
usia-usia tua telah berubah menjadi keras. Mengapa demikian? Nafs (jiwa) mengecoh bahwa
maut (kematian) masih sangat jauh, padahal sudah sngat dekat.
Pahamilah bahwa maut (kematian) itu dekat supaya kalian terhindar dari dosa-dosa.‖
(Malfuzat, jld. III, hlm. 296).

JANGAN PUTUS ASA TERHADAP RAHMAT ALLAH TA’ALA

―Pintu karunia dan kasih-sayang Allah Ta‘ala tidak pernah tertutup. Jika manusia kembali
dengan hati yang benar dan dengan tulus maka Dia itu Maha Pengampun dan Maha
Penyayang serta Penerima taubat.
Beranggapan bahwa dosa-dosa mana pun yang akan Dia maafkan, itu merupakan suatu
kelancangan dan sikap kurang-ajar di hadapan Allah Ta‘ala. Khazanah rahmat-Nya sangat
luas dan tidak terbatas. Tidak ada kekurangan pada-Nya. Pintu-Nya tidak tertutup bagi siapa
pun.
Tidak seperti pegawai-pegawai [pemerintah] Inggris, mana pla ada orang yang
berpendidikan rendah bisa menjadi pegawai Inggris. Seberapa jauh orang-orang mencapai
kedekatan di hadapan Allah, kesemuanya akan memperoleh derajat-derajat tinggi. Ini adalah
janji yang pasti. Sangat malang dan sangat siallah manusia yang putus asa terhadap Allah
Ta‘ala, dan yang kembali (bertaubat) kepadanya ketika meregang nyawa dalam keadaan lalai.
Memang tidak diragukan lagi, saat itu pintu [taubat] sudah tertutup.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm.
296-297).

ILMU ADALAH NUR


SEDANGKAN KEJAHALATAN ADALAH TABIR PENUTUP BESAR

‖Ingatlah, kekeliruan selalu terjadi pada orang jahil (bodoh). Kekeliruan yang terjadi pada
setan itu bukanlah ilmu melainkan arena kebodohan (kejahilan). Sebab jika setan memiliki
ilmu yang sempurna tentu dia tidak akan keliru.
Di dalam Quran Syarif ilmu itu tidak dinyatakan buruk, justru difirmankann: "Innamaa
yakhsyallaaha min 'ibaadihil 'ulamaa-u – (―sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu‖ – Al-Faathir, 29). Jadi, para
penentang saya, bukanlah ilmu yang telah membinasakan mereka melainkan kebodohan
(kejahilan).
Kepada Rasulullah saw. difirmankan, ―Qul-rabbii zidnii ‗ilmaan – (Katakanlah, ―Ya Tuhan-
ku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan‖ – Tha Ha, 115). Jadi, jika ilmu itu merupakan
sesuatu yang biasa dan kecil maka tentu doa ini tidak akan diajarkan kepada beliau. Kemudian
difirmankan: "Man- yu'tal al-hikmata faqad uutiya khairan katsiiraa – (dan barangsiapa
yang diberi hikmah, maka sungguh telah diberi kebajikan yang banyak‖ -- (Al Baqarah,
270). Ringkasnya, segala kebaikan terletak pada peraihan ilmu-ilmu yang benar.
Sekian banyak orang yang telah masuk Kristen, itu disebabkn oleh kebodohan, sebab jika
mereka memiliki ilmu yang sempurna tentu mereka tidak akan mengatakan: "Lau kunnaa
nasma'u au na'qilu maa kunnaa fii ash-haabis sa'iir – (dsekiranya kami mendengarkan atau
menggunakan akal kami tidaklah kami akan menjadi penghuni api yang menyala-nyala‖ – Al-
Mulk, 11).
Orang-orang yang mengatakan bahwa ilmu merupakan tabir penutup besar adalah
salah, kebodohanlah yang merupakan tabir penutup besar. Ilmu merupakan nur dan ia tidak
mungkin menjadi tabir penghalang besar. Nama Allah adalah ‗Aalim (Maha Mengetahui).
Kemudian di dalam Al-Quran tertera, ―Ar-rahmaanu ‗alamal- qur-aan (Yang Maha Pemurah
telah mengajarkan Al-Quran‖ – Ar-Rahmaan, 2). Oleh karena itu malaikat berkata, ―Laa ‗ilma
lanaa illaa maa ‗alamtanaa (Kami tidak memiliki pengetahuan kecuali apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami‖ – Al- Baqarah, 33).
Ringkasnya, ingatlah semua racun terletak pada kebodohan (kejahilan). Kejahilan itu itu
benar-benar merupakan suatu maut. Segenap tabib dan dokter serta orang-orang lain yang
melakukan kesalahan, itu mereka lakukan karena kekeliruan mereka dari segi ilmu.
Para nabi datang membawa ilmu. Ketika kegelapan melanda dunia dan makhluk pun
berubah menjadi setan serta tidak ada lagi hubungan dengan Allah Ta‘ala, maka pada saat itu
Allah Ta‘ala akan mengutus hamba-Nya untuk melakukan tajdiid (pembaharuan).‖ (Malfuzat,
jld. III, hlm. 297-298).

(hlm. 298-315)

‖Hendaklah takut terhadap......... lalu.... Hindarkanlah diri dari kemurkaan Allah,


sebab.......Namun....... tidak ........... akan datang. Maut (kematian) tidak dapat dihindari.
.....dianugerahkan umur yang panjang.
Orang-orang yang membatasi hidup mereka untuk makan dan minum, , Allah tidak
bertanggung-jawab alas hidup mereka.
Maut (kematian) menimbulkan kebahagiaan bagi orang mukmin, sebab maut itu bagai
suatu tunggangan yang mengantarkan seseorang kepada sahabatnya.
Ada dua hal untuk meraih kedekatan Ilahi. Pertama, keimanan yang sejati. iKedua, amal-
amal salih. Kedua hal ini tidak terdapat dalam agama Kristen. Fondasi iman telah digantikan
oleh penebusan dosa. Dan bersamaan dengan itu amal-amal salih pun salih pun menjadi
lenyap, sebab sudah tidak diperlukan lagi.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 298 ) .

(263-275)

MENGUMPULKAN & MENERBITKAN MIMPI-MIMPI

Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda:


―Berbagai orang yang telah melihat mimpi bahwa di Qadian tidak akan berjangkit tha‘un
(pes,), mimpi-mimpi hendaknya dikumpulkan lalu diterbitkan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 275).

(275-280)

KELEZATAN HAKIKI &


HIDUP SEDERHANA

‖Kelezatan hakiki terdapat dalam hal ini, yakni manusia memahami Wujud Allah dan
mengenai Rasul dengan benar. Manusia hendaknya mencari penghidupan mereka sebatas
dapat menjalani hidup alakadarnya, dan jangan mengejar-ngejar banyak sekali keinginan
dunia atau pun istri.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 280).

(280-288)

TIGA MACAM SYIRIK

―Syirik ada tiga macam. Pertama, yang umum yaitu penyembahan terhadap berhala,
penyembahan terhadap pohon dan sebagainya. Ini adalah jenis yang paling umum dan nyata.
Jenis yang kedua adalah bertumpu dengan cara melampaui batas terhadap sarana-sarana –
misalnya berkata, ―Jika hal tertentu tidak dilakukan maka saya mati‖ -- ini juga merupakan
syirik. Jenis yang ketiga adalah di hadapan Wujud Allah Ta‘ala seseorang itu menganggap
wujudnya sendiri sebagai sesuatu yang berarti.
Pada masa sekarang ini, di zam,an kecemerlangan dan zaman akal (logika) ini, tidak ada
lagi yang tampak melakukan syirik yang nyata-nyata tadi, namun pada zaman kemajuan di
bidang materi ini, syirik dalam hal-hal yang menyangkut sarana sudah sangat banyak. Dengan
merebaknya wabah pes, tidak ada yang mau berpikiran bahwa wabah itu menyebar sebagai
hukuman atas perbuatan-perbuatan [yang dilakukan manusia], dan orang-orang justru
menaruh perhatian pada sarana-sarana lain [untuk menghindarkannya].‖ (Malfuzat, jld. III,
hlm. 288).

(288-298)

DUA BAGIAN IBADAH


‖Ibadah memiliki dua bagian. Pertama, [rasa] takut manusia terhadap Allah Ta‘ala,
sebagaimana layaknya takut [kepada-Nya]. Rasa takut kepada Allah Ta‘ala mermbawa
manusia kepada mata air kesucian, dan ruh [manusia] jadi mencair lalu mengalir ke arah
Uluhiyyat (Tuhan), dan di dalam dirinya timbul corak ‗ubudiyat (penghambaan) yang hakiki.
Bagian kedua dari ibadah ialah, supaya manusia melakukan kecintaan terhadap Tuhan,
sebagaimana layaknya mencintai-[Nya]. Untuk itulah difirmankan: 'Wal ladziina aamanuu
asyaddu hubbal lillaahi (―orang-orang yang beriman lebih kuat kecintaan mereka kepada
Allah‖ – Al-Baqarah, 166), dan menganggap seluruh kecintaan dunia itu tidak abadi, lalu
menyatakan bahwa Allah Ta‘ala-lah yang merupakan mahbub haqiqi (Kekasih sejati).
Inilah dua hak yang dimintakan oleh Allah Ta‘ala dari manusia bekenaan dengan-Nya.
Untuk memenuhi kedua hak ini memangsegala macam ibadah mengandung suatu corak di
dalamnya. Namun Islam telah menetapkan dua bentuk ibadah untuk itu [yakni shalat dan haji;
kelanjutan artikel ini - pent.].
Takut dan cinta merupakan dua perkara yang secara zahirnya tampak tidak mungkin dapat
bersatu. Yakni orang yang takut kepada seseorang tertentu, bagaimana mungkin dia dapat
mencintainya? Akan tetapi takut dan cinta terhadap Allah Ta‘ala memiliki warna (corak)
tersendiri. Sejauh mana manusia maju dalam hal takut kepada Allah, sejauh itu pulalah cinta a
akan tumbuh. Dan sejauh mana maju dalam hal cinta terhadap Allah, sejauh itu pula takut
kepada Allah akan mendominasi, lalu membangkitkan rasa benci terhadap kejahatan dan
keburukan-keburukan, sehingga membawanya kepada kesucian.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm.
298-299).

(299-302)

ALAM MIMPI YANG MENAKJUBKAN

DPada tanggal 13 Oktober 1902, seperti biasa Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. jalan-jalan.
Beberapa orang menceritakan mimpi merek masing-masing. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s.
bersabda:
―Di kalangan kebatilan tengah berlangsung persiapan-persiapan untuk beralih menuju
kebanaran. Gambaran tentang itu diperlihatkan. Rukya (mimpi)adalah suatu alam yang
menakjubkan. Hal-hal yang tidak ada, ditampilkan dalam bentuk wujud yang diperlihatkan
adalah wujud dari benda-benda yang tidak ada, sedangkan benda-benda yang ada ditampakkan
dalam bentuk kosong. Terdapat berbagai macam perubahan yang mengabaikan umat (bangsa-
bangsa) lainnya. Mereka beranggapan bahwa pemenuhan janji-janji Tuhan itu berlangsung di
dunia ini saja, dan mereka tidak tahu-menahu tentang kiamat, serta banyak sekali yang
mengingkarinya.‖ (Malfuzat, jild. III, hlm. 302-303).

(303-306)

GOLONGAN WUJUDI DAN PENYEMBAH BERHALA

Para penyembah berhala pun – seperti halnya orang-orang Wujudi (penganut fahan
Wihdatul Wujud) – menganggap berhala-berhala mereka sebagai perwujudan [Tuhan]. Quran
Syarif menentang paham itu.
Di bagian permulaan saja ia sudah mengatakan, "Alhamdulillaahi rabbil ‗aalamiin" (segala
puji bagi Allah Tuhan seluruh alam). Jika tidak ada perbedaan antara makhluk (yang
diciptakan) dan Khaliq (Pencipta) dan bahwa keduanya adalah sama dan satu, maka tentu
tidak harus dikatakan ―Rabbul ‗aalamiin‖ (Tuhan seluruh alam). Alam itu tidak termasuk
dalam sosok Allah Ta‘ala, sebab arti ‗alam adalah ......yu‘lamu bihii (sesuatu yang diketahui),
sedangkan bagi Allah Ta‘ala dikatakan, ―Laa tudrikuhul abshara (penglihatan tidak dapat
mencapai-Nya – Al-An‘am, 104).
Mereka mengatakan bahwa benda-benda yang berwujud ini merupakan ‗ainullah. Quran
Syarif tidak ada membahas tentang 'ain dan ghair. Mereka mengaitkannya pada [perkataan]
Muhyiddiin ibnu Arabi. Yakni, beliau menuliskan: "Alhamdulillaahil ladziy halaqal asyiaa-a
wa huwa ‗ainuhaahaaa‖. Itu memang benar. Allah Ta‘ala berfirman, ―Wa laa taqfu maa
laisa laka bihi ‗ilmun (dan janganlah engkau turut apa-apa yang engkau tidak memiliki ilmu
mengenainya - (Banif Israil:37). Tatkala manusia tidak tahu sedikit pun, maka katakanlah,
apa lagi yang dapat disebut ghaib?
Ini merupakan suatu hal yang mutlak, bahwa sifat-sifat suatu benda itu – tidak peduli ke
mana pun ia pergi – air jika kalian bawa ke London akhirnya ia tetap saja air. Apabila benar
bahwa manusia itu merupakan Tuhan maka sifat-sifat Tuhan tidak boleh terlepas dari
manusia, tidak peduli dalam keadaan bagaimana pun.
Dengan terjadinya perubahan maka sifat-sifatnya pun hilang. Kelanggengan wujud sesuatu
benda beriringan dengan sifat-sifatnya. Jika pada setangkai bunga tidak ada lagi sifat-sifat
bunga maka bagaimana mungkin ia itu merupakan bunga? Jadi, jika manusia merupakan
Tuhan maka tentu sifat-sifat Tuhan harus ada pada diri manusia. Jika tidak ada sifat-sifat
Tuhan maka kebodohanlah yang telah menjadikannya sebagai Tuhan.
Manusia terus menerus dalam berbagai macam musibah dan kesulitan-kesulitan. Manusia
mengalami penderitaan-penderitaan. mereka berusaha mati-matian sehingga tidak tahu lagi
apa yang dikerjakan. Terdapat ribuan kehendak dan keinginan yang tidak kunjung terpenuhi.
Apakah seperti itu juga halnya kehendak Allah Ta‘ala? Yakni, tidak terpenuhi?
Mengenai-Nya justru dikatakan, "Idzaa araada syai-an an- yaquula lahuu kun fayakuun
(apabila Dia menghendaki sesuatu Dia berfirman kepadanya, ―Jadilah‖ maka jadilah ia‖ – Ya
Sin, 83). Dari itu diketahui dengan jelas bahwa sesuatu yang menimbulkan kegagalan dalam
kehendak-kehendak manusia adalah suatu Wujud yang terpisah dan sangat kuat. Jika
keduanya (manusia dan Tuhan) sama maka kegagalan itu tentu tidak akan timbul. Hal-hal
semacam itu jelas bertentangan dengan ajaran Quran Syarif. Dan pada pandangan Allah
Ta‘ala, itu merupakan kelancangan-kelancangan yang berbahaya.
Mengetengahkan kritikan semacam ini -- yakni bahwa dari mana dunia ini diciptakan? --
adalah kelancangan. Tatkala Allah Ta‘ala itu telah diakui sebagai Maha Kuasa, mengapa
mengapa kritikan-kritikan semacam itu dilakukan? Orang-orang Arya juga sering melontarkan
kritikan-kritikan semacam itu. Mereka ingin mengukur Allah Ta‘ala dengan ukuran kekuatan
serta kemampuan mereka.
Kemudian, lihatlah para tokoh sufi besar dari kalangan Wujudi ini ternyata telah
dan masih saja meninggal dunia. Kalau mereka itu Tuhan, maka seharusnya pada saat itu
mereka memperlihatkan kehebatan mereka sebagai Tuhan, bukannya roboh menyerahkan
nyawa seperti manusia yang tidak berdaya.
Ingatlah, hal yang baik bagi manusia adalah tidak mencampuri urusan-urusan Allah
Ta‘ala, melainkan mengakui kedudukannya sebagai hamba. Keimanan dan keyakinan saya
adalah, terdapat suatu Wujud Yang Maha Kuat yang mengatur kita. Ke mana saja Dia mau
akan Dima bawa ke sana. Dia-lah Khaaliq (Maha Pencipta) dan kita adalah makhluq (yang
diciptakan). Dia Hayyul-Qayyum (Yang Maha Hidup dan Maha Mandiri) sedangkan kita
adalah makhluk yang tak berdaya.
Di dalam Quran Syarif terdapat kisah tentang Hadhrat Sulaiman dan Bilqis, yakni ia
(Bilqis) melihat [bentangan] air lalu ia mengangkat kainnya. Ditu pelajaran jugalah yang
diberikan Hadhrat Sulaiman kepada perempuan itu. Ratu itu sebenarnya seorang penyembah
matahari. Dengan cara itu Hadhrat Sulaiman memberi pelajaran kepadanya bahwa
sebagaimana aitr mengalir di bawah [lantai] kaca, sebenarnya yang ada di atas [air] adalah
kaca. Demikian pula terdapat suatu Kekuatan yang Maha kuat yang memberikan cahaya dan
sinar kepada matahari.
Kritikan yang dilontarkan bahwa Quran Syarif datang untuk menghapuskan ghairiyyat
(unsur-unsur selain Tuhan), ternyata para Wujudi ini tidak memahaminya. Quran Syarif
menegakkan suatu kesatuan umum di kalangan umat Islam, bukannya menciptakan suatu
kesatuan secara substansial antara makhluk (yang diciptakan) dengan Khaaliq (Pencipta).
Manusia itu mencintai dosa, lalu bagaimana mungkin manusia dapat menjadi Tuhan?
Orang-orang Wujudi mengatakan, ―Kalian telah berbuat benar mengenai ghairiyyat.‖ Kita
mengatakan, itu tidak benar. Kita mengakui adanya makhluk (hasil ciptaan), bukannya kta
memaparkan suatu Tuhan yang lain. Dan kita mengakui makhluk yang sepenuhnya dikuasai
oleh Allah Ta‘ala, sebab Dia itu adalah Tuhan Yang Maha Hidup dan Maha Mandiri (Hayyul-
Qayyum). Melalui topangan-Nyalah kehidupan ini berlangsung. Kedudukan Allah Ta‘ala
sebagai Yang Maha Hidup dan Maha Mandiri tidaklah seperti pembuat bangunan. Yakni suatu
bangunan tidak membutuhkan si pembuat bangunan untuk hidup bersamanya, yakni jika si
pembuat bangunan mati maka dengan kematiannya itu bangunan tersebut tidak akan
mengalami kerugian apa-apa, melainkan dalam bentuk apa pun makhluk tidak akan terlepas
dari dukungan Allah Ta‘ala. Justru Dia itu merupakan sarana inti yang menimbulkan
kehidupan dan kelanggengan bagi makhluk. Kita sama sekali tidak mau berdebat soal ‗ain
(inti) maupun ghair. Quran Syarif tidak pernah menggunakan istilah-istilah itu. Yang
diterangkan oleh Al-Quran adalah hubungan-hubungan antara Khaaliq (Pencipta) dengan para
makhluk (yang diciptakan). Keluar dari itu adalah suatu kelancangan dan tidak etis.
Sebelum Syekh Muhyiddiin ibnu ‗Arabi tidak ada yang wihdatul wujud. Ya, yang ada
adalah wihdatusy- syuhud, yakni dalam menyaksikan Allah Ta‘ala seorang insan memahami
dirinya sendiri sebagai sesuatu yang tidak ada. .... Para wujudi melewati batas itu lalu
melakukamn hal-hal yang dikatakan oleh dokter dan para filsuf bahwa mereka telah menjadi
bagian dari Tuhan. Di sini tampak bahwa para penganut paham wihdatul wujud ini umumnya
menghalalkan semua yang diharamkan. Mereka sama-sekali tidak peduli soal shalat dan puasa.
Sampai-sampai mereka juga menjalin hubungan dengan para pelacur. Mereka tidak mau menahan
diri.
Hakikat syuhud adalah seperti besi yang dimasukkan ke dalam api. Besi itu menjadi panas
sedemikian rupa sehingga jadi seperti api. Pada waktu itu walau pun padanya terdapat sifat-
sifat api, tetapi tetap saja kita tidak dapat mengatakannya api.
Demikian pula seseorang yang menjalin hubungan kuat dan mendalam dengan Allah
Ta‘ala dan mencapai derajat fanafillaah, maka kadang-kadang pada dirinya berlaku mukjizat-
mukjizat luar biasa, yang mengandung penampakkan semacam potensi kekuasaan-kekuasaan
Ilahi. Orang-orang – karena kesalahpahaman dan lemahnya pemahaman mereka – menganggap
orang itu sebagai Tuhan Dalam kondisi syuhud banyak hal yang berlangsung sesuai kehendak
mereka. Misalnya Allah Ta‘ala telah menyatakan perbuatan-perbuatan Rasulullah saw.
sebagai perbuatan-Nya, dan kepada beliau saw. dikatakan, ―Al-yauma akmaltu lakum
diinakum (pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu agama kamu – Al-Maidah 4) dan
―Idzaa jaa-an-nashrullaahi (apabila datang pertolongan Allah – An-Nashr, 2).‖ (Malfuzat, jld.
III, hlm. 306-308).

SUNAH MENCERITAKAN MIMPI PADA PAGI HARI

Pada tanggal 4 Agustud 1902, setelah maghrib Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. seperti
biasanya datang, dan para khuddam mengitari beliau. Seorang pemuda mengutarakan
bahwa dia ingin menceritakan tentang mimpinya. Beliau a.s. bersabda:
―Ceritakanlah besok pagi. Cara yang masnun (sunnah) adalah demikian. Rasulullah saw.
pun memperdengarkan mimpi pada pagi hari‖ (Malfuzat jld.III, hlm. 309).

(309-312)

TIGA BAGIAN AGAMA

―Hanya Islam sajalah suatu agama yang dapat sukses (berhasil) di setiap arena, sebab
agama memiliki tiga bagian. Pertama pengenalan akan Tuhan, kedua hubungan dengan
sesama makhluk, ketiga hak-hak-Nya dan hak-hak diri sendiri. Sedemikian banyak banyak
agama-agama yang ada saat ini, selain Islam yang kita tampilkan, kesemuanya telah
melampau batas. Nah, hanya Islamlah yang akan berhasil,‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 312).

YANG DAPAT MEMAJUKAN ISLAM


ADALAH YG DAPAT MEMBUKTIKAN
KEWAFATAN ISA ALMASIH

‖Para penentang kita, apalah yang dapat mereka paparkan tentang Islam, sedangkan mereka
sendiri tidak mengakui keindahan-keindahan Islam. Pertama-tama, Islam dengan begitu
hebat telah menegakkan Tauhid Allah Ta'ala. Tetapi tatkala [mereka] ini membangun sifat-
sifat ketuhanan di dalam [diri] Al-Masih dan mempercayainya, maka mana lagi ada tersisa
Tauhid? Kemudian, berkat-berkat merupakan kebangaan Islam, akan tetapi orang-orang ini
pun mengingkarinya.
Jika sekedar memaparkan kish-kish terdahulu, orang-orang dahulu pun dapat
melakukannya. Islam adalah bagaikan buah yang segar, yang dengan memakannya akan terasa
kelezatan dan kegembiraan, Namun kini kondisi yang ingin diciptakan oleh orang-orang ini
adalah bagaikan suatu buah yang telah busuk, yang baunya membuat pikiran kita tidak
menentu.
Allah Ta‘ala sesuai dengan janji-Nya, telah memelihara Islam tetap segar, dan oleh karena
itulah, kecuali kami tidak ada lainnya yang dapat memaparkannya. Zaman sekarang yang
dapat mensukseskan (memajukan) Islam hanyalah ia yang memberikan uraian-uraian sehingga
mengantarkan Al-Masih ke kubur.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 313).

(313-315)

BAIAT DAN TUJUAN YANG SEBENARNYA

Pada tanggal 19 Agustus 1902 beberapa orang dari Kapurtala baiat di tangan Hadhrat
Masih Mau‘ud a.s.. Seseorang di antara mereka mengutarakan keinginannya untuk meraih
ziarat (perjumpaan) dengan Rasulullah saw., dan ia meminta petunjuk dari Hadhrat Masih
Mau‘ud a.s.. Beliau a.s. menjelaskan.
―Lihat, anda telah melakukan baiat kepada saya. Barangsiapa yang telah masuk di dalam
baiat penting baginya untuk memperhatikan tujuan-tujuan baiat. Masalah supaya meraih ziarat
(perjumpaan) Rasulullah adalah jauh dari maksud dan tujuan yang sebenarnya. Ini sama s
ekali hendaknya jangan dijadikan sebagai tujuan utama manusia. Di dalam Quran Syarif ini
pun tidak ditetapkan sebagai tujuan yang sebenarnya. Justru telah dikatakan, ―Inkuntum
tuhibbunallaaha fattabi-‗uunii yuhbibkumullaah (jika kalian mencintai Allah maka ikutilah
aku, Allah pun akan mencintai kalian – Aali ‗Imran, 32).
Maksud yang hakiki adalah mengikuti Rasulullah saw. dengan sebenarnya. Apabila
manusia mabuk (tenggelam) dalam mengikuti beliau maka bisa saja terjadi demikian. Banr-
benar dapat juga terjadi ziarat (perjumpaan).
Seperti halnya seorang tuan-rumah mengundang seseorang maka dia menghidangkan
makanan yang enak. Namun dengan makanan-makanan itu dia juga membawa alas meja.
Tangan pun dibasuh, padahal tujuan yang sebenarnya adalah makanan. Demikian pula orang
yang dengan sebenarnya mengikuti Rasulullah saw. dan menjadikan hal itu sebagai tujuannya,
mungkin saja suatu saat akan terjadi ziarat (perjumpaan) dengan beliau.
Lihatlah, banyak sekali orang yang datang ke sini untuk baiat. Mereka melihat saya, akan
tetapi di dalam diri mereka tidak terjadi perubahan yang merupakan tujuan utama [baiat
kepada] saya dan yang untuknyalah saya telah diutus, tidak ada manfaat yang mereka raih
dengan melihat saya.
Demikian pula, sangat malanglah orang itu di pandangan Allah Ta‘ala dan sedikit pun tidak
dihargai di sisi Allah Ta‘ala, yaitu orang yang walaupun dia telah memperoleh ziarat
(perjumpaan) seluruh para nabi ‗alaihimus-salam, namun di dalam hatinya tidak ada
keikhlsan, kesetiaan sejati, keimanan hakiki terhadap Allah Ta‘ala dan rasa takut kepada Allah
serta takwa.
Jadi, ingatlah bahwa ziarat-ziarat I semata tidak ada gunanya. Doa pertama yang telah
diajarkan oleh Allah Ta‘ala adalah, ― Ihdinash shiraathal mustaqiim, shiraathal ladziina
an‘amta 'alaihim – (Tunjukkanlah kami jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Engkau
beri nikmat atas mereka – Al-Fatihah, 6-7). Jika maksud utama Allah Ta‘ala adalah ziarat
(perjumpaan) maka sebagai pengganti ihdinaa (tunjukkanlah kami) Dia tentu seharusnya
mengajarkan doa, "Arinaa suwral ladziina an'amta ‗alaihim (perlihatkanlah rupa orang-
orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka),‖ Dan ternyata hal itu tidak dilakukan.
Lihatlah kehidupan nyata Rasulullah saw.. Beliau tidak pernah berkeinginan supaya
beliau memperoleh ziarat (perjumpaan) dengan Ibrahim a.s., walau pun di dalam mikraj beliau
saw. telah berjumpa dengan semua nabi.
Jadi, hendaknya hal itu jangan dijadikan tujuan utama. Tujuan yang hakiki adalah
mengikuti [Rasulullah saw.] dengan sebenarnya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 315-316).

DEFINISI UANG SUAP

‖Menurut saya definisi definisi riswat (uang suap) adalah memberikan sesuatu yang
menguntungkan, untuk menekan hak-hak seseorang atau untuk menekan hak-hak pemerintah
secara tidak sah. Namun di dalam kondisi dimana hal itu tidak menimbulkan kerugian pada
pihak lain dan tidak melenyapkan hak orang lain, serta memberikan sesuatu hanya semata-
mata supaya hak-hak kita terpelihara, maka hal itu tidaklah mengapa, dan itu bukan riswat
(suap), melainkan tamsilnya (perumpamaannya) adalah seperti jika kita di tengah jalan
berpapasan dengan seekor anjing, maka supaya kita selamat dari tempat itu kita memberikan
kepadanya sekerat roti, sehingga kita terhindar dari bahaya yang ditimbulkannya.‖ (Malfuzat,
jld. III, hlm. 317).

(317-319)

HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH & PERSAUDARAAN

rChaudry Abdullah Khan Sahib, Namberdar Bahawalpur, bertanya: ―Bagaimana seharusnya


sikap kita terhadap pemerintah dan persaudaraan?‖ Hadhrar Masih Mau‘ud a.s. menjelaskan:
―Ajaran saya adalah, bersikap baiklah terhadap semua orang. Hendaknya taatlah kepada
pemerintah secara benar, sebab pemerintah melindungi, jiwa dan harta, menjadi aman melalui
pemerintah. Dan bersikap baik jugalah terhadap persaudaraan, sebab persaudaraan itu juga
merupakan hak-hak [yang harus dilaksanakan].
Orang-orang yang bukan muttaqi (bertakwa) dan yang terbelenggu dalam bid‘ah
dan syirik serta menentang saya, janganlah shalat di belakanag mereka, namun kita hendaknya
tetap bersikap baik terhadap mereka. Ajaran saya adalah bersikap baiklah terhadap setiap
orang. Seseorang yang tidak dapat berbuat baik terhadap orang lain di dunia ini, maka apa
pahala yang akan dia peroleh di akhirat?
Oleh karena itu hendaknya bersikap baiklah terhadap semua orang. Ya, dalam
masalah-masalah agama hendaknya kaliana menyelamatkan diri kalian. Sebagaimana seorang
dokter memeriksa dan mengobati setiap pasien – tidak peduli apakah itu orang Hindu,
Kristen, atau siapa saja – maka demikian pula hendaknya kalian memperhatikan asas-asas
yang umum sepert itu dalam berbuat baik.
Jika ada orang yang mengatakan bahwa di masa Rasulullah saw/ orang-orang kafir telah
dibunuh, maka jawabannya adalah bahwa orang-orang itu merupakan pihak yang berbuat
kejahatan terhadap orang-orang Islam. Berdasarkan sikap mereka yang jahat dan selalu
berusaha menimbulkan penderitaan serta membunuh tanpa alasan, hukuman yang diberikan
kepada mereka adalah karena kejahatan mereka. Sekedar ingkar secara sederhana dan tidak
dibarengi oleh kejahatan serta sikap yang menimbulkan penderitaan-penderitaan, hal itu
tidaklah menimbulkan azab di dunia ini.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 319-320).

LARANGAN MELAKUKAN RISWAT (SUAP)

Janganlah sama sekali memberikan riswat (suap), itu adalah dosa besar. namun saya
mendefinisikan riswat itu sebagai berikut, yakni sesuatu yang menghilangkan hak-hak orang
pemerintah atau hak-hak orang lainnya. Saya sangat melarang hal itu. Namun memberikan
sesuatu pemberian atau hadiah bukan dengan tujuan supaya hak-hak seseorang disingkirkan,
melainkan bertujuan supaya haknya sendiri menjadi terpelihara dari hal-hal yang buruk, maka
menurut saya hal itu tidak dilarang, dan saya tidak menyebutnya sebagai riswat (suap). Syariat
tidak melarang upaya menghindarkan dirti dari keaniayaan seseorang. Justru diperintahkan,
―Laa tulhikum bi-aydikum ilat tahlukah (janganlah jerumuskan diri kalian dengan tangan
kalian ke dalam kebinasaan – Al-Baqarah, 196).‖ (Malfuzat, jlid III, hlm. 320).

PERHATIAN KE ARAH SHALAT

Nawab Khan Sahib, seorang Jasirdaar dari Malirkottlah, menceritakan bahwa seseorang
yang mengemukakan keinginan-keinginannya, dan dia berharap dengan hal itu dia akan dapat
memberikan perhatian ke arah shalat. Mengenai hal itu Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda:
―Mengapa orang-orang ini membuat persyaratan demikian terhadap Allah Ta‘ala?
Pertama-tama mereka hendaknya berusaha sendiri. Di dalam Al-Quran yang tampil terlebih
dulu adalah, ―Iyyaka na‘budu (hanya kepada Engkaulah kami menyembah). ......... seseorang
hendaklah ....... Allah Taala........ jika mereka sendiri mau berusaha maka mereka dapat
menetap di sini (Qadian) sampai ......bulan. Allah berfirman, ―Kuunu ma-a shaadiqiin
(hidup bergaullah bersama orang-orang shadiq – At-Taubah 119). Di sini mereka akan
menyaksikan orang-orang yang mengerjakan shalat, dan mereka akan mendengarkan [hal-
hal yang berkaitan dengan itu].
Allah Ta‘ala itu Ghaniy (Maha Kaya/Maha Berkecukupan). Jika seluruh dunia tidak
menyembah kepada-Nya Dia tidak peduli. Jika ribuan maut (kematian) dijalani oleh manusia
barulah dapat membuat Allah Ta‘ala ridha. Jangan kalian menguji Allah Ta‘ala, itu bukan cara
yang baik.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 320-321).

DUA MACAM HADITS

iHadits-hadits terdiri dari dua macam, pertama adalah hadits-hadits yang secara jelas,
tanpa penakwilan mendukung dan menyokong saya. Misalnyatu Hadit s-hadit s t erdir i dar i
dua macam. Pertama, adalah hadits-hadits yang secara jelas, t anpa pena'wilan,
ine ndu ku ng da n me nyo ko ng s a ya. Misalnya: "Imamukum minkum" itu" (imam kamu
dari antara kamu), Fa-ammakum minkum" (maka imam kamu dari antara kamu), "La
mahdii ills 'isaa" (tidak ada Mahdi kecuali Isa), dan sebagainya.
Kedua, adalah yang memaparkan hal-hal yang menentang saya. Sebagian di antara
hadits-hadits ini adalah, dengan sedikit saja memberikan perhatian ke arahnya makan
kandungan dan maknanya akan menjadi sesuai terhadap saya, dan sebagian lagi ada yang
sama sekali telah menyimpang dan berubah serta bertentangan dengan kandungan Quran
Syarif. Saya menolak hadits-hadits seperti itu.
Suara Allah Taala selalu datang, namun suara orang-orang mati tidak. Kalau ada suara
orang mati tertentu yang datang maka itu atas pengetahuan Allah, yakni Allah Ta‘ala
memberikan suatu kabar mengenainya. Sebenarnya, siapa saja – baik itu seorang nabi atau
shiddiq -- konsisinya adalah ....... Allah Ta‘ala membentangkan suatu tabir di antara mereka
dengan sanak-keluarga. Semua hubungan menjadi terputus, oleh karena itu difirmankan, ―Fa
laa ansaaba bainahum (maka tidak ada pertalian nasab di antara mereka – Al Mu‘minun, 102).
Kisah Ashhabul Kahfi tidak menjadi halangan bagi saya. Jika Allah Ta‘ala menidurkan
mereka lalu membangunkan mereka kembali, tidak ada ruginya bagi saya. Hal itu tidak ada
hubungannya dengan kwafatan Masih. Kata ruqud (tidur) tidak ada ditujukan terhadap Al-
Masih‖. (Malfuzat, jld. III, hlm. 321).

(hlm. 322-325)

BERPELUKAN DENGAN PENENTANG

Sebelum shalat Zhuhur ditanyakan kepada Hadhrat Masih Mau‘ud a.s., ―Apakah
dibenarkan untuk makan dan berpelukan dengan orang-orang Kristen?‖ Hadhrat Msih Mau‘ud
a.s. menjelaskan:
‖Menurut saya sama sekali tidak dibenarkan, itu bertentangan dengan ghairat
keimanan. Orang-orang itu melontarkan caci-makian terhadap Nabi kita saw., lalu kita
berpelukan dengan mereka? Quran Syarif telah melarang untuk ikut duduk di dalam
pertemuan-pertemuan yang sedang berlangsung olok-olokkan terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian lagi, orang-orang ini adalah pemakan babi. Bagaimana mungkin...........

QURAN, SUNNAH, DAN HADITS

Mlv. Abdullah Cakralwi mengatakan, ―Hadits tidak ada gunanya sedikit pun, bahkan
membaca hadits adalah bagai anjing yang menjilati tulang. Dan derajat Rasulullah saw. tidak
lebih dari seorang pesuruh yang membawa surat perintah dari penguasa.‖ Menanggapi hal itu
Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda:
‖Berkata seperti itu suatu kekufuran. Itu sangat menghina Rasulullah
saw..Janganlah memandang rendah hadits-hadits seperti itu. Orang-orang kafir saja mengingat
mantera-mantera berhala mereka, lalu mengapa orang-orang Islam tidak mengingat sabda-
sabda Rasul mereka?
Orang yang pertama kali memahami Quran Syarif adalah Rasulullah saw., dan beliau
saw. mengamalkan apa yang beliau pahami itu, dan beliau saw. juga mengimbau yang lainnya
agar mengamalkan. Itulah sunnah, dan itulah yang dinamakan bentuk pengamalan.
Belakangan barulah para tokoh agama dengan bekerja keras serta melalui upaya gigih telah
menuliskan sunnah itu dalam kata-kata srta mengumpulkannya. Mereka telah melakukan
penelitian serta penelaahan mengenai itu, itulah yang dinamakan hadits.
Lihat, betapa hebatnya kerja keras yang telah dilakukan oleh [Imam] Bukhari dan
Muslim. Mereka bukannya menuliskan hal-hal yang menyangkut bapak dan kakek-kakek
mereka, melainkan sejauh ikhtiar yang mereka miliki, dengan mempertimbangkan keshahihan
dan kebenaran riwayat, mereka telah mengumpulkan sabda-sabda dan perbuatan Rasulullah
saw., yakni sunnah.
Dengan membaca kebanyakan j hadits, misalnya Bukhari, dengan jelas dapat diketahui
bahwa di dalamnya terdapat berkat dan nur. Hal itu membuktikan bahwa sabda-sabda itu
memang bersal dari mulut Rasulullah saw., misalnya hadits ―Imaamukum minkum‖ (imam
kamu dari antara kamu), betapa dengan jelas menzahirkan bahwa Al-Masih [Mau‘ud] akan
berasal dari antara kalian. Dan itu merupakan penolakan terhadap paham orang-orang Kristen,
sebab orang-orang Kristen membanggakan diri bahwa Isa akan datang kembali serta akan
memajukan agama Kristen.
Namun, Rasulullah saw. bersabda bahwa beliau telah melihat Isa di langit di antara
mereka yang sudah wafat. Kemudian beliau saw. bersabda bahwa Al-masih yang akan datang
itu adalah, ―Imaamukum minkum‖ (imam kamu dari antara kamu).‖
Ringkasnya, janganlah melontarkan kata-kata seperti itu terhadap hadits-hadits. Ya,
dalam hal ini jangan pula terlalu berlebihan, yakni menganggap hadits-hadits lebih tinggi
daripada Al-Quran dan Sunnah, melainkan apa saja yang diuraikan di dalam hadits – dan
bersesuaian dengan Al-Quran dan Sunnah – maka itu hendaknya dipercayai, sebab ketika
kitab-kitab hadits masih belum ada pada masa dahulu, tetap saja orang-orang sudah
melaksanakan shalat pada saat itu serta mengamalkan syariat-syariat Islam. Jadi, sesudah Al-
Quran adalah Sunnah, dan kemudian hadits, yaitu yang bersesuaian dengan Quran dan sunnah.
Maulvi Muhammad Hushshain [Batalwi] telah menjelaskan di dalam risalah ‗Isyaa‘atus-
, yakni orang-orang yang menerima wahyu dan ilham dari Allah, mereka dapat memeriksa
keshahihan hadits-hadits secara langsung dengan care tersebut. Kadang-kadang suatu hadits
dinyatakan tidak shahih berdasarkan kaidah-kaidah ilmu hadits, sedangkan menurut mereka
hadits itu shahih, sebaliknya sebuah hadits yang dinyatakan shahih, menurut mereka tidak
shahih.
Ringkasnya, Quran, Sunnah, dan hadits adalah tiga hal yang berbeda.‖ (Malfuzat, jld.
III, hlm. 326-327).

(327-335)

Harts Saja Tidak Dapat


Menimbulkan Ketenteraman

Adalah keliru bahwa melalui harta dapat timbul kztenteraman. Melalui h a r t a


s a j a , t id a k ~ d a p a t t i m b u l ketenteraman. Jika ada harta, tetapi kesehatan buruk,
misalnya lambung sakit, maka apakah itu merupakan suatu kehidupan surga? Dan it u
diketahui bahwa harta juga tidak dapat memberi ketenteraman.
Hal yang sebenamya adalah, orang yang menjalin hubungan dengan Allah,
dialah yang . dari segala segi memiliki kehidupan surgawi. Sebab, Allah itu
Mahakuasa untuk menjauhkan bala-bencana dan musibah-musibah, Berta untuk
menghindarkan kerugiankerugian di bidang harta. Atau, bala musibah itu tetap muncul,
tetapi Dia m e n g a n u g e r a h k a n k e k u a t a n d a n semangat sedemikian rupa sehingga
orang tersebut dapat menghadapinya secara penuh.
S e k ia n ba n ya k s a r a na ya ng penfing bagi kesehatan manusia, sarana sarana it u
tetap ticlak dimiliki oleh seorang raja sekali pun. Justru, semua itu berada di dalam satu
tangan, yaitu di tangan Raja bagi sekalian raja (Allah Taala). Kepada siapa saja yang
Dia kehendaki, akan Dia berikan sarana sarana tersebut.
Sebagian orang tampak bahwa mereka memiliki banyak uang. Namun, mereka
lumpuh dan menderit a sakit parch. Kehidupan ini terasa sangat pahit b a g i m e r e k a .
J a d i , r a t u s a n j u t s penderitaan yang dialami manusia, siapa yang menanggulanginya?
Dan kalau pun ada kedukaan, maka siapa yang dapat menganuger ahkan kesabar an yang
tinggi? Hanya Allah yang dapat menganugerahkannya.
Ke s a bar a n ju ga me r u pa ka n sesuatu yang bernilai tinggi. Yaitu yang t ida k
me mber i kesempat an kepada kedukaan untuk datang menyelubungi pads scat-'scat
terjadi bala-bencana dan musibah-musibah. Sebagian orang kaya adalah demikian, yakni pads
waktu sehat walafiat mereka sangat sombong dan takabur. Dan sedikit saja memperoleh
penderitaan maka mereka menjerit-jerit seperti anak kecil. Sekarang, siapa yang dapat kita
sebutkan tidak pernah mengalami peristiwa-peristiwa seperti itu? Serta p a r s k e n a l a n
y a n g t i d a k p e r n a h mengalami kedukaan? Tidak ada satu Hama pun yang dapat
kita sebutkan. Siapa yang dapat meraih kehidupan surgawi ini? Hanyalah dia yang
memperolelifadhl/karunia dari Allah. Oleh karena itu ini merupakan suatu kekeliruan,
yakni dengan sekedar melihat kain putih bersih milik seseorang lalu dikatakan bahwa dia
rnenjalani kehidupan surgawi. Datajigilah orang itu dan tanyakan, maka kalian akan tabu
berapa banyak petaka yang akan dia ceritakan. Dengan sekedar melihat kain…………..
………?
Mengenai itulah Dia berfirman bahwa Dia membinasakan mereka lalu juga tidak akan
peduli terhadap anakketurunan mereka. Dari itu diketahui bahwa seorang muttaqi clan
saleh yang m e n i n g g e l c l u n i a , m a k a a n a k keturunannya akan dipedulikan oleh
Allah.
S e ba g a i m a na ha l it u d a p a t diketahui melalui ayat ini: "Wa kaana a bu uhu ma a
sh aal l h an - - [ s ed a ng ayahnya adalah seorang yang saleh]" (Al-Kahfi:83). Kebaikan dan
kesalehan ayah anak it u yang t elah me mbuat Khaidir dan Musa yang merupakan rasul
yang tegar itu sebagai tukang, untuk memperbaiki dinding - mereka [yang r u bu h] . D ar i
it u d ik et a hu i bet apa tingginya derajat orang tersebut.
Allah Taala tidak menyinggung tentang anak-anak itu. Dikarenakan Dia merupakan
Sattaar (Naha Penyelubung), oleh sebab itu berdasarkan aspek penyelubungan dan karena
memang unt uk memaparkan kemuliaan sang ayah, maka tidak dipaparkan tentang
anak-anak tersebut.
Di dalam kitab-kitab terdahulu juga terdapat keterangan semacam itu, yakni
dipelihara sampai tujuh keturunan. Hz.Daud a.s. bersabda: "Saya t idak pernah melihat
anak-keturunan orang mu t t a q i me ng e m i s - ng e m i s m i nt a makanan."
Ringkasnya, kebahagiaan merupakan rezeki dari Allah, yang tidak diperoleh orang-
orang lain [kecuali pars harnba-Nya]. (Malfuzhat, Add. Nazir Isvlaat, London, 1984,,
jld.3, h.335-336 / MI 31.01.2001).

(336-342)

Tiga Jalan Untuk Mengetahui


Kebenaran

Sejauh yang terpikir oleh saya, a d a t ig a j a l a n u nt u k me ng e t a hu i kebenaran.


Pertama, nas-nas Quran dan Hadits. Kedua, akal. Dan ketiga, dukungan-dukungan Allah Taala.
SiAobL s a j a y a n g m a u , s i l a h k a n m i n t a pembuktiannya pads saya dari ketiga
sarana ini. Namun, mintalah sebagai insan, bukan dengan cara biadab. Saya mengundang
semua pihak, w a l a u s e t i a p h a r i n y a h a r u s mengeluarkan biaya seratus rupis
sekali pun. Namun, minta/tanyakanlah dengan cara yang manusiawi. Sekarang, orang-orang
banyak yang bersikap menjauh. Tidak mau menelaah Kitab, tidak mau merenungkan
dan tidak mau memikirkan. Mereka melakukan hal-hal seperti orang-orang yang biadab,
bahkan lebih buruk dari itu. Cara seperti itu bertentangan dengan takwa.
Jika ada orang yang disegani oleh mereka, maka hendaknya orang it u memberi
penjelasan kepada mereka. Jika ada or ang ber ada yang me nas ihat i mereka, maka
diharapkan akan takut. Semoga Allah memenuhi, yakni muncul o r a ng be r a da ya ng ma u
me m be r i perhat ian ke arah ini dan menasihat i mereka. Orang berada itu hendaknya
berpikiran bahwa di dalam Islam tengah terjadi perpecahan. Hal itulah yang harus dihapuskan.
Ringkasnya, saya menginginkan agar dengan cara spa pun orang-orang ini kembali
ke jalan yang benar. Dengan melakukan penentangan terhadap saya, tetap saja tidak akan
berhasil, sebab Allah Taala sendiri sedang menampakkan dukungan-dukungan-
Nya. Sebuah parit kecil memang dapat dibendung hanya dengan sebuah bate bats saja.
Namun, air Samawi, siapa pula yang dapat membendungnya?
Ini adalah pekerjaan Allah. Kalian dapat saja meniup Jilin dan mematikannya.
Namup, tidak ada seorang pun yang dapat memadamkan bulan dan matahuri. Pekerjaan-
pekerjaan Allah jaull lebih tinggi. Manusia tidak dapat menggapainya. Balon tidak bisa
mencapai ke'sana, dan tidak pula kereta api. Ini juga merupakan keagungan Ilahi. Itu merupakan
bukti kebenaran Allah Taala. Perkara-perkara Samawi adalah tinggi. la semakin tinggi dan
menjulang tinggi. (Mafuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, j1d.3, h.342 / MI
31.01.2001).
Sunnah Allah Taala Mengenai Azab

Seseorang menyampaikan kepada Hz.Masih Mau'ud a.s.: "Yang Mulia,


dari kampung says delapan orang mengirimkan sepucuk Surat, meminta bahwa
jika Yang Mulia memang benar, maka turunkan lah azab kepada mereka."
Hz.Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
Dalam pekerjaan Allah Taala tidak ada yang tergesa-gesa. [Lihatlah), bagaimana
penderitaan-penderitaan telah diberikan kepada Rasulullah s.a.w.. Dan sebagian penentang ada
yang begitu lancang dan bejadnya schingga mereka mengatakan: "Jika engkau benar, maka
turunkanlah hujan batu alas kami." Namun, pads saat itu tidak ada hujan batu yang menimpa
mereka.
Bukanlah sunnah Allah Taala untuk menurunkan azab pads saat itu juga. Jika ads yang
melontarkan cacimakian kepada Allah Taala, maka apakah pads saat itu juga azab
akan turan?
Azab t urun pads wakt unya. Yakni, tatkala kejahatan itu terbukti. Lekhram adalah
seorang Ariya yang banyak sekali melontarkan caci-makian kepada Rasulullah s.a.w..
Akhirnya Allah Taala menghukumnya akibat kejahatan-kejahatan dan kelancangannya. Dan
lidah itu sendiri yang menjadi pisau belati lalu menjadi penyebab kematiannya. Melalui pisau
itu die telah tersayat-sayat.
Jadi, Bukanlah sunnah Allah Taala bahwa pads saat itu juga Dia menurunkan azab.
Betapa bodoh- dan malangnya orang-orang ini. Mereka meminta-Ininta, azab, tetapi petunjuk
tidak mereka mints. (Malfuzhat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, jld.3, h.342-343 / MI
31.01.2001).

Suku Bangsa Bukanlah Sesuatu Yang


Dapat Dibanggakan

Seseorang mengatakan: "Ini juga merupakan kritikan yang dilontarkan


oleh orang-orang, yakni: 'Sebagai seorang sayyid (keturunan ahlulbait Rasulullah
s.a.w. –pent'.) pun kamu mau bai'at kepada seorang ummaly (pengikut)?"'
Hz.Masih Mau'ud a.s. bersabda:
Allah Taala menjadi suka bukan karena bentuk tubuh, dan bukan pula karena suku-
bangsa. Pandangan-Nya selalu tertuju pads ketakwaan. "Inns akramakum Indallaahi
atqaakum " (A IHujural:14). Yakni, di sisi Allah, orang yang paling mulia di antam kamu
adalah yang paling bertakwa dari antaramu.
Itu sama-sekali pemyataanpemyataan yang kosong, bahwa: "Aku adalah seomng
sayyid. Aku seorang m ughaL Aku seoran g pathan. Aku s e o r a ng s y e k h . " J i k a
s e s e o r a ng ber bangga dir i ber dasarkan suku bangsanya, maka kebang,,aan seperti itu
sia-sia saja. Setelah mati, segenap status suku bangsa itu akan hilang. Di sisi Allah Taala,
status suku bangsa itu tidak ads artinya. Dan ticlak, ads seorang pun yang dapat memperoleh
najal/keselamat- an hanya alas . dasar statusnya yang berasal dari kelompok keluarga mulia. .
Rasu lu lla h s. a. w. ber sabda kepada Hz.Fatimah: "Wahai Fatimah, jangan engkau
berbangga diri karena engkau putri nabi." Di sisi Allah tidak ads perlalcuan berdasarkan suku-
bangsa. Di sane, derajat-derajat yang akan diraih, adalah berdasarkan ketakwaan. Suku-bangsa
dan kabilah-kabilahini merupakan identitas clan sistim di dunia. Hal itu
tidak ada kaitannya sedikit pun dengan Allah Taala. Kecintaan Allah Taala timbul
karena ketakwaan. Dan hanya ketakwaanlah yang mengakibatkan derajat-derajat tinggi.
Jika ada seorang sayyid, lalu dia ma suk Kr ist e n d a n me nc ac i - ma k i Rasulullah
s.a.w., make apakah ada yang dapat mengatakan bahwa Allah Taala akan memberikan
najat/keselamatan k e p a d a n ya k a r e na d i a k e t u r u na n Rasulullah? Dan bahwa dia akan
masuk ke dalam surga?
"Innad diina 'indallaahil islaam" (Ali 1mran:20). Di sisi Allah Taala, agama
benar yang memberikan najat/keselamatan adalah Islam. Jika ada yang merupakan Kristen,
atau Yahudi, atau [Hindu] Arya, di sisi Allah mereka itu tidak layak memperoleh
kemuliaan. Allah Taala telah menghapuskan status kaum dan suku-bangsa. Penggolongan
itu hanyalah untuk sistim dan identitas di dunia.
Namun, says t elah menyimak secara mendalam, bahwa derajat-derajat ya n g
d i r a i h d i s i s i A l l a h T a a l a , p e n y e b a b n y a h a n y a l a h t a k w a . Barangsiapa
muttaqi, dia akan masuk ke dalam surga. Allah Tula telah membuat keputusan untuknya. Di
sisj Allah Taala, yang mulia adalah yang bertakwa.
Kemudianfirman-Nya: "Innamaa yataqabbalullaahu minal- muttaqiin (Al-
Maidah:28). Yakni, aural-aural dan doe-doe para muttaqi-lah yang dikabulkan. Di situ tidak
dikatakan: "minas-sayyidiin -- dari kalangan para sayyid."
Ke mud ia n bag i o r ang -or ang m u t t a q i D i a b e r f i r m a n : " M a y -
yal. aqillaaha yaj'allahuu makhrajaaw rya yarzuqhu min haitsu laa yahtasib " (Ath-
l

Thalaq:3-4). Yakni, orang muttaqi itu memperoleh jalan keluar dalam setiap
kesulitan. Kepadanya diberikan rezeki da r i t empat -t empat yang t idak dia
perkirakan. Nah, sekarang katakanlah, apakah janji ini diberikan kepada para sayyid, ataukah
kepada para muttaqi?
Kemudian difirmankan bahwa h a n y a o r a n g m u t t a q i - l a h y a n g merupakan
wali/sahabat Allah Taala. Janji ini tidak diperuntukkar bagi para sayyid. Kedudukan ape
lagi yang lebih t i n g g i d a r i p a d a w i l a y a t (kewalian/persahabatan)? Ini pun
diraih oleh orang muttaqi. Sebagiar. orang menyatakan wilayat itu lebih tinggi dari nuhuwwal
(kenabian). Dan mereka mengatakan bahwa kewalian seorang n a b i a d a l a h l e b i h
t i n g g i d a r i kenabiannya. Wujud seorang nabi itu pa ds hak ik at n ya p ad ua n du e
ha l: ke na bia n ' da n k ewa l ia n. M e la lu i kenabian dia menyebar kan hukum-
hukum dan syariat kepada manusia. Sedangkan kewalian, melalui itu dia meqlafin hubungan
dengan Allah. Kemudian difirmankan: "Dzaalikal kitaabu laa rayba fiihi hudal lilmullaqiin
– [inilah Kitab yang tiada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang muttaqi]"
(Al-Baqarah:3). Di sit u t idak dikat akan: "hudal lis sayyidiin – petunjuk bagi para
sayyid."
Ringkasnya, Allah Taala itu menghendaki ketakwaan. Ya, meniang par a sayyid
it u le bih d it unt ut agar ber gabung ke sini. S eba b, mer eka merupakan anak-
keturunan dari orang muttaqi. Oleh sebab itu, merupakan kewajiban mereka untuk
bergabung paling pertama. Bukannya berperang dengan Allah Taala, da n
menunt ut b a h w a [ k a r u n i a p e n g u t u s a n] i n i merupakan hak para sayyid. Apa
saja ya ng D ia kehe ndaki, D ia lakukan. "Dwalika fadhlullaahi yu-tiihi may-
yasyaa-u wallaahu dzul fadhlil 'azhiim -[yang demikian itu adalah karunia Allah diberikan-
Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan Allah mempunyai karunia yang besar]" (AI-
Jumuah:5).
Hal ini ~w same saja seperti yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi, yakni:
"Mengapa kenabian jatuh ke tangan Bani Ismail?!" Mereka tidak tabu bahwa: "Tilkal
ayyaamu nudaawiluhaa bainan naasi -- [mass kejayaan dan kekalahan itu Kami gilirkan di
antara manusia]" (Ali Imran:141).
Jika ada yang melawan Allah T laala, maka die akan menjadi orang yang
ditolak/terkutuk. Dia (Allah) dapat mempersoalkan kepada setiap orang. Namun, tidak ada
yang dapat mempersoalkan-Nya. (Malfichat, Add. Nazir Isyaat, London, 1984, j1d.3, h.343-
344 / MI 31.01.2001).

(344-346)

Jemaat Dan Aklilak Melia

Memperbaiki akhlak adalah pekerjaan sangat sulit. Selama manusia tidak menelaah diri
sendiri, ishlahperbaikan itu tidak akan terjadi. Akhlak-akhlak buruk yang
berhubungan dengan lidah, menimbulkan pennusuhan. O l e h k a r e na it u , k a l ia n
he nd a k n ya senantiasa mengendalikan lidah kalian.
L i h a t , s e s e o r a ng t id a k d a p a t memusuhi orang tertentu yang dia yakini
s e b a g a i o r a n g y a n g m e n g h e n d a k i k e ba ik a n t e r ja d i p a d a d ir i n ya . J a d i,
b e t a p a bo d o h n ya o r a n g ya n g t i d a k sa ya ng t er hadap jiwanya send ir i, da n
nienenipt kat i nyawanya dalam bahaya. Yakni orang. yang t idak melakukan hal
ba lk me la lu i ke ma mpuan - kema mpuan yang is miliki, dan yang tidal: membenahi
potensi-potensi akhlaknya.
S ikap i la h set iap o r ang deng a n leniah lembut dan dengan akhlak yang
ba lk. (M a4f uzhaf , Add. Nazir I syaat , Lo nd o n, 1 9 8 4 , j1 d . 3 , h. 3 4 6 / M I
10.11.99).

(346-347)

WARGA JEMAAT YANG LEMAH

D‖Sebenarnya secara intern seluruh warga Jemaat tidak berada dalam satu derajat. Apakah
seluruh gandum yang ditanam akan tumbuh sama? Banyak sekali biji-biji yang gugur, dan ada
sebagian yang dimakan burung-burung, sebagian lagi ada yang tidak tumbuh karena hal-hal
lain. Ringkasnya, orang-orang yang bijak tidak dapat menyia-nyiakan [gandum-gandum]
tersebut.
Demikian pula Jemaat yang dibangun Allah Ta‘ala sama seperti tanam-tanaman, oleh
karena itu pastui perkembangannya berdasarkan prinsip tersebut. Jadi, hendaknya dibiasakan
agar saudara-saudara kalian yang lemah dibantu dan diberi kekuatan. Betapa tidak tepat
apabila ada dua orang bersaudara, yang satu pandai berenang, sedangkan yang lain tidak;
maka apakah bukan menjadi kewajiban sang saudara untuk menyelamatkan saudaranya itu
atau membiarkannya tenggelam? Merupakan kewajiban baginya untuk menyelamatkan
saudaranya dari tenggelam.
Untuk itu di dalam Quran Syarif tertera: Ta‘aawanuu ‗alal birri wat- taqwaa (―tolong
menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa‖ – Al-Maidah, 3). Pikullah beban saudara-
saudara kalian yang lemah. Kalian hendaknya terjun di kalangan orang-orang yang lemah
dalam iman dan harta secara praktis. Orang-orang yang lemah secara jasmaniah pun
hendaknya diobati. Tidak ada suatu Jemaat dapat dikatakan Jemaat selama orang-orang yang
lemah tidak dibantu dibantu oleh orang-orang yang kuat. Dan bentuknya adalah selubungilah
mereka. Inilah yang telah diberikan kepada para sahabah,‖Janganlah kalian mengusik
kelemahan orang-orang Muslin yang baru, sebab kalian pun dahulu lemah seperti itu.‖
Demikian pula penting agar yang besar mengkhidmati yang kecil, dan bersikaplah
dengan kecintaan serta lemah-lembut. Lihat, suatu Jemaat tidak dapat dikatakan Jemaat
apabila satu sama lain saling memakan, dan apabila bertemu duduk bersama mulai
membicarakan tentang saudara yang miskin serta terus saja menjelek-jelekkannya,
menghinakan orang-orang yang lemah dan miskin serta memandangnya dengan pandangan
hina serta penuh kebencian.
Sama sekali janganlah berbuat demikian. Justru dengan berkumpul itu timbul kekuatan
serta persatuan yang mendatangkan kecintaan dan melahirkan berkat-berkat. Saya melihat
dalam perkara-perkara kecil saja pun timbul perselisihan. Akibatnya para penetntang – yang
senantiasa memperhatikan setiap perkara kecil yang timbul di kalangan kita – masalah-
masalah sederhana mereka tampilkan di surat-surat kabar dengan membesar-besarkannya, dan
mereka menyesatkan banyak orang. Akan tetapi jika kelemahan-kelemahan intern tidak ada,
bagaimana mungkin ada yang berani menerbitkan artikel-artikel seperti itu dan menyesatkan
orang-orang melalui penerbitan berita-berita demikian?
Mengapa itu yang dilakukan, bukannya pengembangan potensi-potensi akhlak? Dan hal
itu baru akan dapat dilakukan apabila rasa solidaritas, kecintaan, kepemaafan dan kasih-
sayang dibudayakan. Dan hendaknya rasa kasih-sayang, solidaritas serta sikap menyelubungi
kelemahan diutamakan dari segenap sikap lainnya. Dalam perkara-perkara kecil hendaknya
jangan langsung menggunakan cengkraman-cengkraman kasar, yang dapat melukai hati serta
menimbulkan kepedihan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 347-348).

PERSAUDARAAN & SOLIDARITAS


DALAM JEMAAT

―Jemaat kita tidak akan tumbuh subur selam di antara kita tidak ada rasa sependeritaan
(solidaritas). Hendaknya yang telah diberikan kekuatan penuh mencintai yang lemah. Saya
mendengar kalau ada seseorang yang menyaksikan kesalahan orang lain maka dia tidak
mensikapinya dengan akhlak. Justru dia membenci dan mensikapinya dengan rasa muak,
padahal seharusnya dia mendoakan orang itu, mencintainya, dan memberikan pemahaman
kepadanya dengan lemah-lembut dan akhlak. Akan tetapi bukannya demikian, dia semakin
membencinya. Jika tidak dimaafkan, tidak ada sikap solider, dengan demikian akan terus saja
runtuh dan akhirnya buruk. Allah Ta‘ala tidak menyukai hal itu.
Jemaat baru dapat terbentuk apabila sebagian bersikap solider (peduli)
terhadap sebagian lainnya, lalu menyelimuti kelemahan. Apabila kondisi ini terbentuk
barulah akan menjadi satu wujud, sehingga satu sama lain menjadi kaki tangan, dan satu
sama lain saling menganggap lebih daripada saudara sekandung.
Ada putra seseorang melakukan kesalahan, lalu hal itu diselubungi, dan ia dinasihati
secara tersendiri. Rasa solidaritas terhadap saudara kandung saja tidak menginginkan agar
kita menampilkan selebaran [tentang kelemahannya]. Tatkala Allah Ta‘ala menjadikan saudara,
lalu beginikah hak-hak para saudara? Persaudaran duniawi saja tidak melepaskan cara-cara
ukhuwwah (persaudaraan).
Saya melihat Mirza Nizamuddin dan sebagainya. Ia memiliki kehidupan yang bebas,
namun apabila ada masalah mereka bertiga jadi bersatu [menentang saya]. Memang juga
sebagai faqir, hidup memisahkan diri. Kadang-kadang manusia mengambil pelajaran dari
hewan, monyet, atau anjing.
Cara ini tidak beberkat, yaitu timbulnya perpecahan di dalam. Allah Ta‘ala pun
mengingatkan para sahabah tentang sikap dan nikmat persaudaraan (ukhuwwah). Jika mereka
membelanjakan gunung emas sekali pun, mereka tidak akan dapat memperoleh persaudaraan
yang telah mereka raih melalui Rasulullah saw.. Seperti itu jugalah Allah Ta‘ala telah
menegakkan Jemaat ini. Dan persaudaraan seperti itu jugalah yang akan Dia tegakkan di sini.
Saya memiliki harapan yang sangat besar terhadap Allah Ta‘ala. Dia telah berjanji:
"Jaa'ilul ladziinat- taba'uuka fauqal ladziina kafaruu ilaa yaumil qiyaamah " – (akan
menjadikan orang-orang yang mengikuti engkau unggul atas orang-orang yang mengingkari
engkau‖ - (Ali Imran, 56).
Saya betul-betul mengetahui, Dia akan menegakkan suatu Jemaat yang unggul hingga Hari
Kiamat atas orang-orang yang ingkar. Akan tetapi hari-hari yang merupakan masa-masa
cobaan serta saat-saat kelemahan ini, diberikan kesempatan pada setiap orang untuk
mengadakan ishlah (perbaikan) dan mengubah kondisi dirinya.
Perhatikanlah. Saling menghinakan, menyakiti hati orang-orang lain dengan kata-kata
kasar serta menganggap hina orang-orang yang lemah dan rendah adalah dosa besar.‖
(Malfuzat, jld. III, hlm. 348-349)

(349-350)

KENAJISAN DUSTA

‖Al-Quran Syarif juga telah menyatakan dusta itu sebagai najis dan rijsun. Sebagaimana
difirmankan: "Fajtanibur rijsa minal autsaani wajtanibuu qaulaz- zuur – (―maka jauhilah
kenajisan yaitu berhala-berhala dan jauhilah perkataan dusta‖ – Al Hajj, 31).
Lihatlah, di sini duts disebandingkan dengan berhala, dan pada hakikatnya dusta pun
merupakan berhala juga. Jika tidak, mengapa [pendusta] meninggalkan kebenaran lalu beralih
ke sisi lain? Sebagaimana dalam berhala itu tidak ada hakikat apapun, demikian pula dalam
dustapun tidak ada yang lain kecuali kepalsuan.
Kepercayaan terhadap pendusta menjadi runtuh sedemikian rupa, sehingga kalau pun dia
berkata benar tetap saja dianggap dalam ucapannya masih terdapat campuran dusta. Jika para
pendusta itu ingin supaya dusta mereka berkurang, tidak dapat mereka kurangi dengan cepat.
Mereka harus kerja-keras untuk jangka masa yang panjang, barulah mereka akan terbiasa
berkata benar.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 350).

Maraknya Dosa dan Penangkalnya

. . . ‖Demikian pula tengah berlangsung berbagai macam perbuatan buruk dan


kejahatan. Ringkasnya, dunia telah dilanda topan dan banjir dosa, dan bendungan pada sungai
[dosa-dosa] ini seakan-akan telah pecah.
Sekarang pertanyaannya adalah, dosa-dosa yang sedang berlangsung bagai ulat-ulat ini,
apakah ada suatu cara untuk menjauhkan bala ini? Dan dunia yang telah dipenuhi oleh
kekotoran dan racun serta dosa-dosa ini apakah dapat menjadi bersih kembali atau tidak?
Hampir setiap agama dan segenap umat merasakan persoalan tersebut, dan di tempat
masing-masing ada saja cara penanggulangan terhadap dosa yang mereka kemukakan.
Namun, dari pengalaman diketahui bahwa obat penawar bagi racun ini tidak dimiliki oleh
siapa pun di antara mereka. Dengan menggunakan cara pengobatan mereka, justru penyakit
semakin parah, bukannya berkurang.
Misalnya, kita sebut saja agama Kristen. Agama ini telah menetapkan keimanan
terhadap kematian Al-Masih isebagai pengobatan (penanggulangan) dosa, bahwa, ―Sebagai
pengganti kami Al-Masih telah digantung di tiang salib oleh tangan orang-orang Yahudi, dan
dengan demikian beliau menjadi terkutuk. Kutukan terhadap beliau itulah yang telah memberi
berkat kepada kami.‖
Itu meruakan falsafah aneh yang tidak dapat dipahami pada zaman dan usia mana pun>
Bagaimana mungkin kutukan dapat mengakibatkan berkat? Dan bagaimana mungkin kematian
seseorang dapat menjadi sarana kehidupan bagi yang lain?.
Saya menganggap tidak perlu untuk meneliti cara pengobatan orang-orang Kristen ini
dengan standar dalil-dalil akal (logika), kecuali, jika di dunia Kristen tampak bahwa di sana
tidak ada dosa lagi? Namun tatkala tampak bahwa di sana justru kehidupan dijalani jauh
lebih hina dari binatang, maka kita menjadi lebih heran lagi terhadap cara pengobatan dosa
seperti itu. dan terpaksa dikatakan bahwa jauh lebih baik jika dikatakan [akidah] penebusan
dosa itu tidak ada. Justru penebusan dosa itulah yang telah mengalirkan sungai
ketidsakpedulian terhadap larangan apa pun. Lagi pula hal itu sedikit pun tidak ada kaitannya
dengan pengampunan dosa.
Demikian pula halnya cara-cara memperoleh najat (keselamatan) yang telah
dirumuskan oleh orang-orang lain. Cara-cara itu tidak pernah mampu memberlakukan maut
(kematian) terhadap kehidupan dosa. Kemudian, juga terlihat bahwa kaum-kaum yang bejad
dan jahat, mereka tetap tidak mau berhenti [melakukan dosa] walaupun telah menyaksikan
mukjizat-mukjizat serta nubuatan-nubuatan.
Apa kurangnya mukjizat-mukjizat Hadhrat Musa a.s.? Tidakkah Bani Israil telah
menyaksikan Tanda-tanda yang jelas? Namun katakanlah, apakah pada diri mereka telah
terbentuk ketakwaan, rasa takut trehadap Tuhan, dan kebaikan secar sempurna yang
diinginkan Hadhrat Musa? Akhirnya Akhirnya kaum itu telah menjadi pemenuhan dari
"Dhuribat 'alaihimudz dzillatu wal maska nah i(ditimpakan kepada mereka kenistaan
dan kehinaan – Al-Baqarah, 62).
Kemudian, lihatlah orang-orang yang telah menyaksikan mkjizat-mukjizat Hadhrat Al-
Masih. sejauh mana pada diri mereka telah tertanam asas-asas kebaikan, ketakwaan dan
kesetiaan? Justru salah seorang dari antara mereka sendiri yang berdiri menunjukkan beliau
kepada petugas (tentara) dengan mengucapkan salam, sehingga beliau tertangkap. iDan yang
lainnya melontarkan kutukan di hadapan beliau sendiri. Dengan menyaksikan semua hal itu,
timbul pertanyaan: Apa yang benar-benar dapat menghentikan manusia dari dosa?‖ (Malfuzat,
jld. III, hlm. 350-352).

CARA PENGOBATAN YANG BENAR TERHADAP DOSA

‖Menurut saya, rasa takut dan gentar terhadap Allah Ta‘ala adalah suatu hal yang
menimbulkan maut (kematian) pada kehidupan dosa manusia. Tatkala rasa takut sejati timbul
di dalam kalbu maka muncul gerakan untuk memanjatkan doa, sedangkan doa adalah sesuatu
yang menjauhkan kelemahan-kelemahan manusia. Oleh karena itu hendaknya penjatkanlah
doa. Allah Ta‘ala juga berjanji, "Ud'uuni astaji b lakum – (berdoalah, Aku akan kabulkan
– Al-Mu‘min, 61).
Kadang-kadang manusia terkecoh, yakni sampai suatu jangka waktu panjang dia
memanjatkan doa untuk maksud tertentu tetapi maksudnya tersebut tidak tercapai, sehingga
dia pun menjadi panik. Hendaknya jangan panic, melainkan tetaplah panjatkan doa dengan
penuh kesabaran.
Doa itu dikabulkan, namun kadang-kadang manusia tidak mengetahui, sebab manusia tidak
tahu apa akibat dan buah-buah dari doanya out, sedangkan Allah Ta‘ala Yang Maha
Mengetahui Hal-hal Ghaib melakukan hal-hal yang berguna bagi manusia. Itulah sebabnya
manusia yang bodoh berpikiran bahwa doa-doanya tidak dikabulkan, padahal baginya –
berdasarkan pengetahuan Allah Ta‘ala – itulah yang bermanfaat baginya, yakni doa tersebut
dalam bentuk demikian (sebagaimana diinginkan) tidak dikabulkan. Justru dikabulkan dalam
bentuk lainnya.
Permisalannya adalah bagaikan seorang anak kecil yang melihat dan meminta bara api
merah dari ibunya. Apakah seorang ibu bijak akan memberikannya kepada anak itu? Tidak
akan pernah. Begitu juga mengenai doa, kadang-kadng juga berlaku bentuk demikian.
Ringkasnya, jangan pernah merasa letih memanjatkan doa-doa. Doa itu merupakan sesuatu
yang memberikan kekuatan dan nur dari Allah, dan dengan itu manusia dapat mengalahkan
keburukan.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 352).

(352-369)

PERBEDAAN MIMPI ORANG MUKMIN DAN ORANG KAFIR

―Allah Ta‘ala telah menanamkan benih wahyu dan ilham di dalam diri setiap orang, sebab
jika benih ini tidak ditanamkan maka hujjah (argumentasi) tidak dapat terpenuhi. Oleh karena
itu, jika ada nabi yang datang maka untuk memahami nubuwwat, wahyu dan ilhamnya, Allah
Ta‘ala telah meletakkan suatu amanat di dalam fitrat setiap orang, dan amanat itu adalah
mimpi.
Jika seseorang tidak pernah melihat mimpi benar, maka bagaimana mungkin dia dapat
mempercayai bahwa hal-hal semacam ilham dan itu ada? Dan dikarenakan sifat Allah Ta‘ala
adalah, ―Laa yukallifullaahu nafsan illaa wus-‗ahaa (Allah tidak membebani seseorang
kecuali sesuai kemampuannya‖ – Al-Baqarah. 287), maka Dia telah menanamkan benih itu di
dalam diri semua orang.
Saya berpendapat bahwa seorang bejat dan fasiq serta penjahat pun kadang-kadang
melihat mimpi benar, dan kadang kadang juga mendapat ilham -- tidak peduli apakah mereka
mengambil manfaat atau tidak dari kondisi itu. Tatkala orang kafir dan orang mukmin
keduanya sama-sama mendapat mimpi benar, maka persoalannya adalah: apa beda antara
keduanya?
Perbedaan yang benar adalah, mimpi-mimpi orang kafir sangat sedikit yang terbukti benar,
sedangkan mimpi-mimpi orang mukmin banyak sekali yang terbukti benar. Jadi,
perbedaan pertama adalah banyak sedikitnya; yang kedua, bagi orang mukmin unsur bisyarat
(kabar-suka) lebih banyak, dan hal itu tidak ada dalam mimpi orang kafir. Ketiga, mimpi
orang mukmin itu bersih dan jernih, sedangkan mimpi orang kafir tidak bersih. Keempat,
mimpi orang mukmin memiliki derajat yang tinggi.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 369).

WAA'IZH (PEMBERI NASIHAT) DAN MUBALLIGH JEMAAT

Hal ini sangat penting, yakni mempersiapkan waa‘izh (pemberi nasihat) bagi Jemaat.
Namun jika antara mereka dan para waa‘izh lainnya tidak ada perbedaan maka tidak ada
gunanya. Waa'izh ini hendaknya sedemikian rupa, yakni pertama-tama mengadakan ishiah
(perbaikan) pada diri mereka sendiri dan menciptakan suatu perubahan suci dalam tingkah-
laku mereka, sehingga dampak suri-tauladan baik mereka itu akan mengena pada diri orang-
orang lain.
Baiknya kondisi amal perbuatan merupakan wu‘uzh (nasihat) yang paling baik. Orang-
orang yang hanya sekedar memberikan nasihat tetapi mereka sendiri tidak mengamalkannya
maka mereka tidak akan dapat memberi pengaruh yang baik terhadap diri orang-orang lain.
Bahkan kadang-kadang nasihat mereka itu menyebarkan kecenderungan untuk menghalalkan
segala hal, sebab ketika para pendengar melihat bahwa pemberi nasihat (waa‘izh) itu sendiri
tidak mengamalkannya maka mereka sama-sekali akan menganggap ucapan-ucapannya itu
sebagai omong kosong belaka.
Oleh karena itu hal paling pertama yang sangat penting bagi seorang waa‘izh (pemberi
nasihat) adalah bentuk pengmalan mereka. Hal kedua yang penting bagi para waa‘izh adalah
mereka harus memiliki ilmu yang benar dan penguasaan terhadap akidah-akidah saya serta
permasalahan-permasalahan di sekitar itu. Segala sesuatu yang saya paparkan di hadapan
dunia, mereka pertama-tama harus memahami hal itu dengan sebaik-baiknya. Dan jangan
mereka memiliki ilmu pengetahuan yang setengah-setengah serta tidak lengkap, sehingga
mereka akan malu di hadapan para penentang, dan apabila ada yang mengkritik maka
mereka akan panik untuk menjawabnya.
Ringkasnya, memiliki ilmu pengetahuan yang benar adalah penting. Dan hal ketiga
adalah, mereka harus mempunyai kekuatan serta keberanian sedemikian rupa, sehingga
mereka memiliki lidah dan kalbu untuk para pencari kebenaran. Yakni dengan keberanian
penuh dan keperkasaan mereka dapat menzahirkan kebenaran tanpa ada rasa macam apa pun.
Kekayaan seorang yang kaya, atau keberanian seorang yang perkasa, atau kekuasaan
yang dimiliki penguasa, tidak dapat memberikan pengaruh kepada hatinya dalam
mengutarakan kebenaran. Ketiga hal ini jika mereka miliki maka barulah waa‘izh (pemberi
nasihat) Jemaat kita ini akan dapat berguna.
Keberanian dan semangat ini akan menciptakan suatu daya magnit (daya tarik) yang
akan terus menarik kalbu-kalbu manusia ke arah Jemaat. Namun daya magnit dan daya tarik
ini membutuhkan dua hal, yang tanpa keduanya maka daya tersebut tidak akan dapat timbul.
Pertama, ilmu-pengetahuan yang sempurna; kedua, takwa. Suatu ilmu tidak akan berguna
tanpa ketakwaan, sedangkan ketakwaan tanpa adanya ilmu pengetahuan tidak akan dapat
berjalan (berlangsung)..
Demikianlah sunnah Allah. Tatkala manusia memperoleh ilmu yang sempurna maka
rasa malu dan segan akan lenyap dari dirinya. Jadi ketiga hal ini hendaknya ada di dalam diri
para waa‘izh (pemberi nasihat) kita yang sempurna. Dan hal ini saya inginkan adalah karena
banyak seka.i surat yang saya terima serta menanyatakan apa jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan tertentu? Apa penjelasan bagi kritikan-kritikan tertentu? iSekarang, bagaimana
dapat diberikan jawaban-jawaban demikian banyak terhadap surat-surat tersebut? Jika orang-
orang ini sendiri dapat meraih ilmu yang benar dan pengenalan yang mendalam serta
menelaah secara cermat buku-buku saya, maka tentu mereka tidak akan terjerat dalam
kesulitan-kesulitan seperti itu.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 369-370).

.
PEMBIMBING YANG BENAR TIDAK AKAN BERBUAT KHIANAT

Seseorang yang diutus dari Allah adalah kewajibannya untuk menghapuskan


kelemahan dari dalam Jemaatnya. Pembimbing yang benar tidak akan pernah mampu berbuat
khianat. Jika ada orang yang demikian -- yakni dia tidak peduli terhadap cara dan tingkah-laku
seseorang walau bertentangan dengan perintah Allah serta Rasul-Nya – maka pahamilah
bahwa dia itu tidak datang dari Allah untuk mengadakan ishlah (perbaikan), melainkan setan
merupakan sahabat dekatnya.
Seorang pembimbing yang benar, apa saja [keburukan/kelemaham] yang dia lihat maka
dia perbaiki. Ya, memang benar bahwa dia tidak ingin menimbulkan kehinaan dan kenistaan
bagi siapa pun, namun dia akan mendeteksi penyakit-penyakit orang yang sakit, lalu
memaparkan cara pengobatannya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm 371-372).

PENTINGNYA PENGAMALAN

‖Ingatlah, Jemaat saya tidak untuk hal-hal seperti orang-orang dunia biasa yang
menjalan hidup, Mereka sekedar melalui lidah saja menyatakan bahwa mereka telah masuk ke
dalam Jemaat ini tetapi tidak menganggap perlu untuk mengamalkannya. Persis seperti itu
kondisi orang-orang Islam yang malang, yakni tanyakanlah, ―Apakah kalian muslim?‖ maka
mereka akan menjawab, ―Syukur, Alhamdulillah.‖ Namun mereka tidak mengerjakan shalat
dan tidak menghormati kewajiban-kewajiban dari Allah. Oleh Karen aitu saya tidak
menginginkan kalian membuat ikrat [baiat] melalui lidah saja dan tidak membuktikannya
melalui anal. Itu adalah kondisi yang tidak berguna, Allah Ta‘ala tidak menyukainya. Dan
kondiri dunia inilah yang menuntut sehingga Allah Ta‘ala telah menegakkan saya untuk ishlah
(perbaikan). Jadi, sekarang jika ada yang menjelin hubungan dengan saya lalu dia tidak
memperbaiki kondisi dirinya serta tidak meningkatkan kekuatan-kekuatan amalnya – bahkan
[menganggap] ikrar melalui lidah itu saja yang dia anggap memadai – berarti melalui
perbuatannya itu dia menekankan tentang tidak perlunya keberadaan saya. Jadi, jika melalui
perbuatan itu kalian ingin membuktikan bahwa kedatangan saya ini tidak berguna maka apa
artinya kalian menjalin hubungan dengan saya?
Jika kalian menjalin hubungan dengan saya maka penuhilah apa-apa yang menjadi
maksud dan tujuan kedatangan saya, sedangkan maksud dan tujuan kedatangan saya adalah
perlihatkanlah ke hadapan Allah Ta‘ala saya? Jika kalian menjalin hubungan dengan saya
maka penuhilah apa-apa yang menjadi maksud dan tujuan kedatangan saya, sedangkan
maksud tujuan kedatangan saya adalah perlihatkanlah ke hadapan Allah Ta‘ala keikhlasan
dan kesetiaan kalian serta amalkanlah ajaran Quran Karim sebagaimana yang dicontohkan
oleh Rasulullah saw. dan para Sahabah. Pelajarilah apa-apa yang menjadi kehendak (tujuan
sejtai Quran Syarif dan amalkanlah.
Di hadapan Allah Ta‘ala tidaklah cukup dengan sekedar pernyataan melalui lidah saja
sedangkan dalam hal amal tidak ditemukan suatu cahaya dan upaya gigih. Ingat, Jemaat yang
ingin ditegakkan Allah Ta‘ala itu tidak dapat hidup tanpa amal. Ini adalah jemaat luar biasa
yang persiapannya telah bermula sejak masa Adam. Tidak ada seorang nabi pun yang telah
datang ke dunia ini dan tidak mengabarkan tentang imbauan ini.
Oleh karenanya, hargailah hal itu, dan cara menghargainya adalah buktikanlah melalui
amal kalian bahwa kalian memang kelompok orang yang benar.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm.
371).
PENGKHIDMATAN YANG MEMBUAT PANJANG UMUR

‖Orang-orang yang memiliki gejolak semangat sejati untuk [menjadi pengkhidmat] agama
umur mereka akan dipanjangkan. Dan yang tertera di dalam hadits-hadits bahwa pada zaman
Masih Mau‘ud umur-umur akan dipanjangkan, artinya yang telah diajarkan kepada saya
adalah bahwa orang-orang yang nantinya akan merupakan pengkhidmat-pengkhidmat
agama umur-umur mereka akan dipanjangkan, sedangkan yang tidak dapat menjadi
pengkhidmat mereka akan [diperlakukan] seperti kerbau tua, yakni kapan saja majikan
menghendaki kerbau itu akan disembelih. Sedangkan yang merupakan khadim (pengkhidmat)
sejati dia akan menjadi kesayangan Allah,dan Allah Ta‘ala segan untuk mencabut nyawanya.
Untuk itulah difirmankan, ―Wa ammaa man yanfa‘un-naasa fayamkutsu fil-ardhi (ada
pun yang memberi manfaat bagi manusia ia akan tetap tinggal di bumi – Ar-Raa‘d,
18).‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 372).

(372-373)

JANGAN KECEWA TERHADAP ALLAH TA’ALA

‖Janganlah kecewa terhadap Allah, dan menyesali Allah Ta‘ala bahwa Dia tidak
memberikan pertolongan adalah suatu kesalahan besar, sebab ujian-ujian selalu menimpa
orang-orang beriman. Rasulullah saw. terus-menerus menanggung penderitaan selama 13
tahun [di Mekkah]. Beliau saw. pergi ke THaif dan dilempari batu. Pada saat itu, ketika tubuh
beliau telah berlumuran darah, betapa beliau telah memperlihatkan contoh keteguhan serta
kesetiaan [terhadap Allah]. Dan betapa sucinya ucapan yang keluar dari mulut beliau, yakni:
"Ya Allah, aku akan tetap menanggung semua penderitaan ini selama Engkau ridha."
Keberadaan ujian (cobaan) itu penting. Cobaan-cobaan melandan para nabi dan pasa
shidiq. Lihatlah Hadhrat Al-Masih, betapa hebatnya cobaan yang menimpa beliau, sampai
beliau terpaksa berkata, "Eli, Eli, lama sabaqtani – (wahai Tuhan-ku, wahai Tuhan-ku,
mengapa Engkau meninggalkan aku?‖ Orang-orang Yahudi menangkap beliau dan
menggantung beliau di tiang salib.
Ringkasnya, orang mukmin hendaknya jangan taku, dan janganlah kecewa terhadap
Allah.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 373).

(373-375)

MENGHARGAI TANDA SAMAWI

‖Jalan yang sedang saya tempuh ini tujuannya masih jauh. Saya tidak meninggalkan
sarana-sarana, namun saya juga tidak menyembah sarana-sarana itu. Dengan karunia-Nya
Allah Ta‘ala telah menganugerahkan sebuah Tanda (mukjizat), saya menghargainya.
Tetapi jika Diatidak menzahirkan Tanda itu tetap saja tidak mengapa. Namun sekarang
bagi Tanda tersebut adalah penting agar saya menghargainya. Setiap orang hendaknya
memeriksa kejujuran, keteguhan dan kekuatannya sendiri. Saya tidak melarang siapa pun
[memanfaatkan sarana-sarana]‖ (Malfuzat, jld. III, hlm.375).

PENYEMBAH SARANA
Penyembah sarana adalah lebih buruk dari penyembah batu. Walau pun penyembahan
terhadap batu-batu merupakan suatu penyakit demam panas, sedangkan penyembahan terhadap
sarana merupakan demam kronis, yang telah membinasakan dunia. Ingatlah, orang yang
menumpukan kalbunya pada sarana-sarana berarti dia itu tenggelam dalam syirik.‖
(Malfuzat, jld. III, hlm. 375).

(375-378)

KEMUNGKINAN HADHRAT MARYAM MENIKAH

Maulwi Mubarak Ali menyampaikan, ―Hudhur, orang-orang memaparkan dalil berikut ini
sebagai bukti bahwa Maryam tidak menikah sepanjang hidupnya, yakni: ―Wal latii ahshanat
farjahaa — [dan ingatlah Maryam yang memelihara kehomatannya' (Al-Anbiya, 92)." Mengenai
hal itu Hadhrat Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
―Kata muhshanaat di dalam Quran Syarif sendiri digunakan bagi perempuan-perempuan yang
menikah. Arti dari ―Wal latii ahshanat farjahaa — [dan ingatlah Maryam yang memelihara
kehomatannya' (Al-Anbiya, 92) adalah dia telah memelihara dirinya dari perzinahan. Lalu dari
mana pula datangnya bahwa beliau tidak menikah sepanjang hidup beliau?‖ (Malfuzat, jld. III,
hlm. 378).

(378-398)

TANGGUNGJAWAB NABI DAN ISTIGHFAR

Nabi datang dengan membawa tanggung-jawab yang sangat besar, oleh karena itu
tatkala dia telah menyelesaikan tugasnya, dan dia dapat istirahat dari tabligh maka waktunya
itu merupakan saat untuk membayar kepada Allah Ta‘ala. Pada waktu-waktu seperti itu
siapa saja yang dianugerahkan karunia oleh Allah Ta‘ala, hendaklah dia gunakan untuk
mengucapkan istighfar kepada Allah.
Sesuai dengan cara itulah Rasulullah saw. juga telah memperoleh perintah Ilahi, "Fa
sabbih bi hamdi rabbika was taghfirhu innahuu kaana tawwaabaa – (tattkalai orang-orang
sudah masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong-bondong maka bertasbihlah dengan
memuji Tuhan engkau dan mohon ampulah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima
taubat – An-Nashr, 4).
Allah Ta‘ala suci dari segala kekurangan, sedangkan segala kelalaian manusia yang
terjadi dalam memenuhi tanggungjawab itu............. maka panjatkanlah istighfar untuk hal itu.
Seseorang yang memperoleh ribuah tugas adalah pentingnya baginya [berbuat demikian].
Rasulullah saw. datang dengan membawa tujuan-tujuan yang sangat agung.
Ringkasnya, itu merupakan suatu pembayaran yang beliau berikan kepada Allah Ta‘ala.
Dan di situ telah diberikan isyarah pertama terhadap keberhasilan penuh beliau. Dan surah itu
seakan-akan merupakan suatu surah panggilan bagi kewafatan Rasulullah saw., sebab beliau
telah menyelesaikan tugas-tugas yang untuk itulah beliau diutus. Dan hal yang sebenarnya
adalah pekerjaan-pekerjaan itu berlangsung berdasarkan karunia Allah Ta‘ala. Pahala itu
diperoleh secara Cuma-cupa.
Seseorang yang dalam hal itu mementingkan dirinya sendiri, malas, dan bersikap pamer,
berarti dia itu luput dari pahala yang sebenarnya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 398-399).

(399-403)
MEMBUNYIKAN TEROMPET BAGI PENGANTIN

tMian Allah Bakhs Amritasari mengatakan: ―Hudhur, apa pendapat Tuan mengenai terompet
yang dibunyikan bagi psangan pengantin?‖ Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjawab:
―Para fuqaha membenarkan pengumuman dengan menggunaka n gendering pada waktu
nikah. Hal itu adalah untuk menjadi semacam kesaksian bagi pengadilan yang bisa terjadi
belakangan. Kita hendaknya memperhatikan apa yang menjadi tujuan substansial di situ, yakni
apakah hal itu dilakukan untuk mengumumkan, ataukah untuk menampakkan sesuatu
kehebatan dan ketinggian martabat?
Teah diketahui bahwa pernikahan-pernikahan yang dilakukan secara diam-diam,
menimbulkan kemudharatan (kerugian), yakni ketika terjadi perkara pengadilani maka timbul
pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Ringkasnya, untuk menghentikan kerusakankerusakan
tersebut dan untuk menjadi suatu kesaksian maka pengumuman dengan menggunakan
genderang dibenarkan. dan dalam kondisi seperti itu membunyikan terompoet tidak dilarang.
Bahkan dalam acara-acara terkait seperti itu membagi-bagikan manisan dan semacamnya
sebenarnya juga untuk tujuan tersebut, yakni supaya orang-orang lain mengetahuinya dan agar
tidak terjadi kerusakan (fitnah). Namun kini tujuan yang semula itu telah hilang lalu berganti
hanya sebagai tradisi semata, dan banyak lagi hal lain yag timbul berkaitan dengan itu.
Jadi, jangan nyatakan hal itu sebagai tradisi, melainkan itu merupakan hal-hal penting
untuk menghalalkan suatu hubungan kekeluargaan. Ingatlah, hal-hal yang menimbulkan
manfaat bagi manusia semaka sekali tidak dilarang oleh syariat, sebab tujuan syariat sendiri
adalah untuk memberikan manfaat kepada manusia.
Bermain kembang api dan pertunjukan-pertunjukan lainnya sama sekali dilarang, sebab hal
itu tidak mendatangkan manfaat bagi manusia. Kecuali kemudaratan, tidak ada paedahnya.
Dan membunyikan terompet itu pun dibenarkan dalam kondisi bahwa yang menjadi tujuan di
situ adalah untuk menyebarkan pengumuman tentang pernikahan tersebut, dan supaya garis
keturunan menadi terpelihara, sebab jika garis keturunan tidak terpelihara maka timbul
ancaman zina, dan Allah Ta‘ala telah menzahirkan kemurkaan yang besar atas hal itu, sampai-
sampai Dia Dia telah memberikan perintah untuk merajam (mendera ?) pelaku zina. Oleh
karena itu pengadaan pengumuman tersebut adalah penting.
Akan tetapi, jika yang menjadi tujuan adalah untuk pamer, kefasikan (kedurhakaan) dan
keburukan, atau untuk tujuan-tujuan yang bertentangan dengan ishlah (perbaikan) serta
ketakwaan maka hal itu dilarang. Landasan syariat adalah kelembutan bukan kekerasan, ―Laa
yukallifullaahu nafsan illa waus‘aha (Allah tidak membebani suatu jiwa kecuali sesuai
kemampuannya – Al-Baqarah, 287). (Malfuzat, jld. III, hlm. 403-404).

PEREMPUAN-PEREMPUAN YANG MENYANYI


PADA SAAT PERNIKAHAN

Kemudian timbul lagi pertanyaan: ―Perempuan-perempuan remaja dari pihak pengentu


perempuan maupun pengantin laki-laki yang berkumpul di dalam rumah lalu mereka
menyanyi-nyanyi, hal itu bagaimana?‖ Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menjelaskan:
―Sebenarnya hal ini pun sama saja. Jika lagu-lagu itu tidak kotor dan suci maka tidaklah
mengapa. Ketika Rasulullahsaw. datang ke Madinah maka anak-anak perempuan berkumpul
menyanyikan lagu-lagi yang menyanjung beliau.
Ada seorang sahabi yang menyanyikan syair dengan suara merdu di dalam mesjid maka
Hadhrat Umar r.a. melarangnya. Sahabi itu mengatakan, ―Saya telah memperdengarkannya di
hadapan Rasulullah saw. dan beliau tidak melarangnya." Bahkan Rasulullah saw. sekali lagi
mendengarkan syairnya itu dan menyebut rahmatullaah baginya, dan kepadanya Rasulullah
saw. sering mengatakan bahwa dia selalu menjadi syahid.
Ringkasnya, jika bukan lagu-lagu yang berisikan kefasikan dan keburukan maka tidak
dilarang. Namun kaum laki-laki hendaknya jangan ikut duduk di dalam pertemuan-pertemuan
para perempuan seperti itu. Dan ingatlah, dimana terdapat sedikit saja peluang bagi kefasikan
dan keburukan, hal itu dilarang.... Itu adalah hal-hal yang mengenainya manusia dengan
sendirinya dapat meminta fatwa dari kalbunya. Sesuatu hal yang bertentangan dengan takwa
dan keridhaan Allah, tidak akan bermanfaat bagi manusia, itu dilarang.
Kemudian,. yang mengeluarkan belanja berlebih-lebihan, itu berarti dia melakukan dosa
besar. Jika ada yang berbuat pamer, maka hal itu dosa. Ringkasnya, hal apa pun yang di
dalamnya terdapat sedikit saja unsur berlebih-lebihan, pamer, kefasikan, dan yang
menimbulkan kemudharatan bagi manusia dilarang, sedangkan yang bersih dari itu semua,
tidak dilarang serta bukan dosa, sebab hal yang sebenarnya di situ adalah yang dibenarkan.‖
(Malfuzat, jld. III, hlm. 404-405).

(405-408)

AJARAN SAYA

Di dalam Kisyti Nuh (Bahtera Nuh) saya telah menuliskan ajaran saya. Dan penting bagi
setiap orang untuk mengerti hal itu. Hendaknya Jemaat di setiap kota mengadakan jalsah
(pertemuan), lalu buku itu dibacakan kepada semua orang. Utuslah seseorang yang mampu
dan memiliki kefasihan untuk membacakannya. Sebab jika dibagi-bagikan begitu saja maka 15
000 buku tidak akan cukup. Dengan cara ini maka buku itu akan tersebar juga, dan kesatuan
yang kita inginkan akan mulai timbul di dalam Jemaat.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 408).

(408-422)

KISAH SEORANG FAQIR

―Semakin manusia terhindar dari kondisi penuh gejolak nafsu, semakin banyak
keinginannya terpenuhi. Di dalam dada orang susah-payah terdapat api, dan dia tenggelam
dalam suatu bencana. Ketenangan dalam kehidupan di dunia ini adalah terbebas dari gejolak
nafsu.
Diceritakan ada seseorang yang pergi menunggang kuda, di perjelanan ada seorang faqir
sedang duduk, yang untuk menutup kemaluannya (auratnya) saja pun dia sulit. Orang itu
bertanya kepada sang faqir, ―Hai faqir, bagaimana keadaan anda?‖ Faqir itu menjawab,
"Seseorang yang seluruh keinginannya telah terpenuhi, bagaimana keadaannya?"
Orang itu heran, "Bagaimana mungkin seluruh keinginan anda telah terpenuhi?‖ Faqir itu
menjawab, ―Ketika seluruh keinginan telah ditinggalkan maka seakan-akan semuanya telah
diperoleh.‖
Kesimpulannya adalah, tatkala [manusia] ingin mendapatkan semuanya maka yang ada
hanyalah penderitaan. Namun, apabila [manusia] mencukupi [diri seadanya] lalu
meninggalkan semua [keinginan], maka seolah-olah semua itu telah dia peroleh. Najat
(keselamatan) atau mukti (ketentraman) itu ialah adanya kelezatan dan tidak adanya
penderitaan.
Kehidupan penuh derita tidak baik di dunia ini, dan tidak baik pula di akhirat. Orang-orang
yang bekerja keras dan membersihkan kalbu mereka, seolah-olah mereka menguliti diri
sendiri, sebab kehidupan ini walau bagaimana pun akan habis (berakhir), karena ia seperti
sepotong es, bagaimana pun kalian menyimpannya di dalam peti-peti dan dibalut dalam kain,
tetap saja dia meleleh. Seperti itu jugalah, betapa pun hebatnya upaya dilakukan untuk
menegakkan kehidupan, yang benar (pasti) adalah ia akan habis. Hari demi hari sedikit banak
akan terjadi perubahan padanya. Di dunia ini terdapat para dokter dan juga para tabib, namun
tidak satu pun ada yang memberi resep umur kekal.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 422).

(422-423)

ISLAM SATU-SATUNYA JALAN


Sebagian orang yang berfitrat lemah berpendapat, bahwa yang ada (yang penting) memang
beribadah kepada Allah Ta‘ala, tidak peduli di dalam agama mana pun. Akan tetapi mereka
tidak mengetahui, bahwa tsekian banyak agama yang ada pada masa kini di antaranya tidak
ada (memiliki) pengaruh dan nur-nur serta berkat-berkatnya, ia tidak lain kecuali memberikan
kutipan kisah-kisah terdahulu. Dan tidak lain ia hanya menghubungkannya pada janji-janji di
masa mendatang, padahal buah dan pengaruhnya didapati pada setiap waktu dan dan di setiap
zaman. Dan di dunia ini juga seorang Muslim sejati menikmati buah-buah itu.‖ (Malfuzat, jld.
III, hlm. 423-424).

(424-425)\

BERDUSTA SAMA DENGAN MEMBUNUH

Pada tanggal 11 Oktober 1902 Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. menasihati seorang yang baru
masuk Jemaat, Maulvi Hamid Hussain. Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda:
―Sebaiknya anda menetap di sini lima atau tujuh hari. Tidak baik bila anda pulang begitu
cepat dan dengan tekad demikian. Dalam urusan-urusan dunia pun duniapun orang-orang
betapa banyak melakukan penyelidikan dan penelaahan. Pada hakikatnya orang yang tergesa-
gesa membentuk suatu pendapat, dia juga menjerumuskan orang lain ke dalam cobaan.
Jadi, mengungkapkan pendapat yang berlawanan dengan kenyataan yang sebenarnya sama
dengan membunuh. Banyak sekali hal yang semakin dalam disimak oleh manusia maka
tampak semakin bagus hasilnya.‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 425).

(425-426)

SARANA UNTUK MENGENALI AGAMA YANG BENAR

Ada pertanyaan dari Maulwi Hamid Hussein: "Penganut dari segenap agama
menganggap bahwa agama mereka adalah benar. Bagaimana kita dapat mengambil
keputusan tentang itu?", Hadhrat .Masih Mau'ud a.s. menjelaskan:
Masalahnya adalah, pada masa sekarang ini, bahkan sejak dahulu, untuk mengenali agama
yang benar adalah mutlak bahwa bahwa di dalam agama tersebut harus terdapat dua hal.
Pertama, ajarannya suci, dan akal serta hati sanubari manusia tidak keberatan terhadap ajaran
itu, sebab tidaklah mungkin bahwa hal-hal yang berasal dari Allah itu tidak suci. Kedua,
rangkaian dukungan Samawi terpaut dengan agama itu sedemikian rupa, sehingga melalui itu
manusia dapat mengenali Tuhan serta menyaksikan segenap Sifat-Nya, sehingga manusia jadi
dapat terhindar dari dosa.
Walau pun manusia masuk ke dalam agama yang benar, tetapi jika pada agama itu tidak
terdapat perahu, berarti sama seperti mata air yang berada di suatu tempat yang di kelilingi
gunung-gunung atau dinding, atau berada di tengah-tengah belukar penuh duri yang dengan
cara apa pun kita tidak dapat mencapainya. Jadi, mata air yang seperti itu tidak berguna bagi
diri-kita.
Ringkasnya, syarat yang mutlak adalah di dalam agama itu harus terdapat sarana-sarana
sedemikian rupa yang melaluinya dapat timbul makritat Ilahi secara jelas. Ini juga suatu hal
yang jelas, bahwa manusia lebih banyak dirundung musibah sedemikian rupa, yakni dia
mengalami berbagai macam petaka, kesulitan serta kesusahan dan sebagainya, sehingga
semua itu menggerogotinya clan menghalanginya menuju Tuhan. Dan karena hal-hal itulah
timbul suatu jurang pemisah antara manusia dengan Tuhan.
Jadi, di dalam suatu agama itu harus ada sarana-sarana yang setiap harti terus saja menarik
manusia ke arah-Nya, lalu menimbulkan keyakinan yang sempurna pada diri manusia, dan
kemudian mempertemukan manusia itu dengan Tuhan.
Pihak dunia memang menyangkal dan mengatakan, ―Memangnya kami ini mengingkari
Tuhan?" Namun dari perbuatan-perbuatan mereka terbukti bahwa mereka itu pasti
mengingkati Tuhan. Saya juga teolah menyinggung hal ini di dalam kebanyakan buku saya.
Perhatikanlah, jika di dalam sebuah lubang terdapat ular, maka apakah orang yang tahu hal
itu mau mendekat ke lubang tersebut? Atau, memasukkan tangannya ke dalam lubang itu?
Atau jika di sebuah belantara hidup banyak sekali binatang buas, dengan mengetahui hal itu,
apakah ada orang yang berani masuk ke dalam belantara. tersebut? Dengan mengetahui bahwa
sebuah makanan beracun, apalah tetap akan dimakan?
Jadi, tampak bahwa ini merupakan suatu yang mutlak dari hal-hal yang berkaitan dengan
keyakinan, yakni sesuatu yang diyakini berbahaya tidak akan didekati. Mengapa terjadi
demikian? Yakni, pada satu kesempatan seseorang itu merampas hak-hak manusiawi,
mengabaikan hak-hak tersebut, memintauang suap, mencuri, melakukan hal-hal bejad, marah
yang bukan pada tempatnya, dan lain sebagainya Dan masa tua tidak juga membuatnya
melepaskan diri dari dosa-dosa. Selama masih memiliki kekuatan jasmani, dia melakukan
segala macam perbuatan buruk. Jadi, tampak bahwa orang itu tidak beriman kepada Tuhan.
Setiap orang dapat meminta kesaksian dari jiwanya sendiri, yakni sebagaimana dia
seharusnya berjalan di atas sikap yang adil (tidak aniaya), ternyata tidak berjalan seperti itu.
Jadi, tujuan besar adalah keaniayaan-keaniayaan yang timbul dari diri manusia, renungkanlah
dalam-dalam dan apa yang menjadi penyebabnya? Maka akhirnya akan diketahui bahwa
manusia tidak sepenuhnya takut kepada Tuhan, tidak seperti yang seharusnya manusia
lakukan. Kadang-kadang doss menjadi berkurang melalui ihsan (kebaikan), dan kadang-
kadang melalui rasa tkut. Misalnya, orang-orang yang relatif agak bejad, pada masa-masa
terjadi penyakit-penyakit dan wabah pes serta kolera, mereka mulai menegerjakan shalat.
Jadi, adalah mutlak bahwa di dalam agama mana saja terdapat dua hal ini: ajaran yang suci
serta secara bertahap membawa manusia kepada Tuhan, berarti agama itu benar. Dan kedua
sana ini akan akan ditemukan lagi dalam agfama-agama mana pun kecuali Islam. Tuhan yang
dipaparkan oleh Islam, tidak dipaparkan oleh agama lainnya dalam bentuk yang begitu jelas.
Di satu sisi ajaran Islam adalah tinggi (mulia), dan di sisi lain, jika seseorang melakukan
perubahan dalam tempo sepuluh hari sekali pun, maka nur-nur dan berkat-berkat akan mulai
turun atas dirinya.
Pada masa sekarang ini sudah banyak sekali firqah (golongan) dalam Islam. Seolah-olah di
setiap keluarga telah terbeniuk sebuah firqah baru. Hal itu menyedihkan. Di satu sisi terdapat
golongan Syi'ah. Mereka menjadikan Hussein r.a. seperti [berhala] Laat. Maka seseorang akan
mengatakan: "Kemana saya harus pergi?! Syi'ah telah menjadi penyembah Hushein. Khawarij
melontarkan caci-makian kepada Ali. Di antara keduanya terdapat Ahlus Sunnah.
Walau pun Ahlus Sunnah itu tampak secara zahir berdiri pada posisi seimbang, tetapi
sekarang mereka telah menganut akidah-akidah yang memalukan sedemikian rupa, sehingga
mereka telah mencapai kemusyrikan. Misalnya, mereka telah menjadikan Al-Masih sebagai
tuhan. Yakni mereka mempercayainya dapat menghidupkan orang mati.
Jadi, agama suci adalah agama yang mengandung standar Al-Quran. Walau pun secara
zahir manusia resah, yakni bagaimana dia dapat menemukan agama suci itu, akan tetapi
ingatlah, barangsiapa mencari maka dialah yang akan menemukannya. Jangan lepaskan
kesabaran serta takwa dari genggaman, sebab jika kalian berlaku demikian maka Allah Ta‘ala
itu Ghani (Mahakaya dan Maha Berkecukupan). Dia tidak peduli pada siapa pun.
Jadi, manusia hendaknya merendahkan diri di hadapan Tuhan maka barulah Dia akan
berbuat penuh kelembutan dan ihsan, dan dia akan membukakan mata orang itu. Bertobatlah.
Berdoalah. Panjatkanlah istighfar,dan jangan sekali-kali resah.
Setiap orang adalah sakit, dan tidak pernah akan sehat selama belum menyaksikan Tuhan.
Jadi, hendaknya kalian setiap saat merasa sedih serta sendu. Dan putuskanlah segenap
hubungan, lalu jalinlah hubungan dengan Allah. Jika tidak, maka selama masa itu – yakni sampai
dia menjumpai Allah -- maka selama itu pula dia akan merupakan kotorang dan najis.‖
(Malfuzat, jld. III, hlm. 426-428).
DOSA TIMBUL KARENA RAGU TERHADAP TUHAN

‖Allah Ta‘ala berfirman, ―Man kaana fi hadzihi ‗amaa fahuwa fil-aakhirati ‗amaa
(―barangsiapa buta di dunia ini maka di akhirat pun akan buta‖ – Bani Israil, 73). Yakin
kepada Tuhan adalah suatu harta yang besar. Jadi orang yang buta [ruhani] adalah adalah
orang yang di dunia ini juga tidak memperoleh keyakinan yang sempurna tentang
Tuhan.Tatkala kehebatan, keindahan dan keperkasaan-Nya tampil pada diri seseorang, maka
itu merupakan manifestasi-Nya, dan dengan menyaksikan hal-hal itu tidaklah mungkin
manusia akan mengarah kepada dosa. Ketika manusia ragu akan Tuhan, barulah manusia
melakukan dosa.
Jadi, seseorang yang menginginkan kebaikan bagi jiwanya, dia hendaknya yakin terhadap
Tuhan. Pada zaman Ise Almasih, tidak banyak dosa. Namun karena [akidah] penebusan dosa
maka dunia telah dipenuhi oleh dosa…..‖ (Malfuzat, jld. III, hlm. 428).

(428-435)

MIMPI MELIHAT NABI DALAM KONDISI BURUK

Pada tanggal 12 Oktober 1902, seperti biasa sesudah shalat maghrib Hadhrat Masih
Mau‘ud a.s. duduk-duduk bersama para sahabah beliau. Hadhrat Maulvi Abdul Karim
membacakan sebuah tulisan editor Syhana Hind, yang mengatakan bahwa dia melihat dalam
mimpi Hadhrat Aqdas Masih Mau'ud a.s. dalam keadaan kepala terikat di kaki. Mengenai
hal itu Hadhrat Masih Mau‘ud a.s. bersabda:
‖Di dalam Ta‘birur-Ru‘ya dengan jelas tertulis, bahwa orang-orang yang melihat pata
utusan (rasul) dalam kondisi buruk, mereka itu memperlihatkan kondisi mereka sendiri
(menelanjangi diri sendiri). Almarhum ayah Maulvi Abu Yusuf Muhammad Mubarak Ali
suatu kali menceritakan kepada saya, bahwa seorang Hindu yang simpati terhadap Islam
datang kepada beliau.
Tidak berapa lama kemudian dia kembali dari Kashmir, dan ditanyakan kepadanya, dia
berkata bahwa dia kini seorang Hindu tulen. Akan tetapi beberapa lama kemudian dia
dijumpai telah masuk Kristen. Ketika ditanya, dia jelaskan bahwa, "Saya melihat sebuah
mimpi. Saya lihat Rasulullah saw. berada di dalam sebuah kamar gelap, dan di situ api
menjilat-jilat." -- seolah-olah si kurangajar ini menganggapnya sebagai neraka -- "Dan di
sekelilingnya saya melihat para pendeta. Dari hal itu saya mengambil kesimpulan bahwa
pendeta berapa di pihak yang benar, sedangkan beliau kalah.‖
Maulwi Sahib tidak tahu ilmu ta'bir mimpi. Ketika beliau ceritakan kepada saya, maka
saya katakan bahwa ta'birnya adalah gambaran kondisi orang itu sendiri. Di dalam [kitab]
Ta'thiirul-Anaam juga tertulis demikian. Yakni, jika seseorang melihat seorang nabi,
utusan atau rasul dalam keadaan yang buruk – misalnya kelihatan seperti berpenyakit kusta,
kelihatan telanjang, atau mereka memakan makanan yang tidak baik -- maka semua itu
menggambarkan keadaan-keadaan dirinya sendiri.
Para nabi itu berfungsi sebagai cermin dan memperlihatkan bentuk asli orang [yang
melihatnya dalam mimpi]. Dan ini penglaman saya sendiri, apabila orang-orang melihat
seorang utusan atau rasul dalam keadaan buruk, maka dengan cepat kondisi itu timbul di
dalam diri mereka sendiri, dan hari hukuman bagi mereka sudaha mendekat. Ini sudah saya
saksikan sendiri. Hamid Hussain Sahib, seorang Ahmadi baru, mengayakan bahwa ketika dia
berada di Mekkah seseorang mengatakan seperti itu kepada Haji Imdadullah, yakni dia
melihat rpa [buruk] seperti itu, maka Haji Imdadullah juga mengatakan demikian, yakni, "Itu
adalah rupa engkau sendiri."(Malfuzat, jld. III, hlm. 436-437).

Anda mungkin juga menyukai