Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini umat manusia sangat mencemaskan. Akibat dari sains dan teknologi
yang bertambah maju dari waktu ke waktu menjadikan manusia bersifat materialistis.
Segala sesuatu diukur hanya dengan benda atau materi, sehingga akhlak mengalami
keruntuhan dan idealisme mengalami erosi.

Tepat sekali dengan apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw 14 abad yang lalu,
“Bahwa bukanlah kemiskinan yang ditakutinya bagi umatnya, tetapi yang amat
ditakutinya ialah, apabila dunia (rezeki) telah terbentang mudah di hadapan mereka”.
(Al-Hadits)1

Kehidupan materialistis ini menyebabkan umat manusia lupa akan Tuhan mereka
dan pada akhirnya mereka menjadi lupa pula akan diri mereka sendiri. Mereka sudah
tidak sadar lagi apa yang sebenarnya menjadi tugas hidup dan apa yang menjadi tujuan
hidup mereka. Tidak adanya lagi kepercayaan pada diri mereka, bahwa mereka akan
kembali kepada Tuhan mereka. Seperti firman Allah Saw :
           

Artinya: ”Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah
menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang yang fasik.”
(Al-Qur’an Al-Hasyr : 19)

Kita dapat merasakan, bahwa umat manusia di mana-mana sekarang ini dapat
dengan mudah dan tenang melakukan kejahatan di segala aspek kehidupan, dalam
bermacam bentuk dan manifestasinya. Rasa takut berbuat dosa telah hilang.

Dibidang politik dan pemerintahan, para penguasa memiliki kesanggupan untuk


memperbudak dan menindas manusia dalam berbagai macam bentuk. Dibidang ekonomi
dan perdagangan sudah diwarnai oleh perbuatan berbentuk pemalsuan, penipuan dsb. Hal
tersebut dikarenakan mata hati mereka sudah buta dalam membedakan antara yang hak
dan yang batil, antara yang halal dan haram, hati nurani mereka sudah tidak berfungsi
sebagaimana metinya lagi dan sifat malu sudah hilang sirna dari diri-diri mereka.
Perzinahan, pelacuran, pengguguran kandungan sudah merajalela. Pembunuhan,
perkosaan, pencurian, korupsi telah menghiasi lembaran-lembaran surat kabar setiap
harinya karena manusia telah kehilangan pedoman.

Rasulullah Saw memperingatkan bahwa apabila dalam keadaan yang demikian itu
masyarakat sudah sepi dari da’wah, maka Allah akan mengumumkan ‘adzab di antara
1
Afif Abdullah Fattah Thabbarah. 1986. Dosa dalam Pandangan Islam. Bandung: Risalah. hlm i.

1
umat manusia, sehingga orang-orang baik pun akan merasakan akibatnya dan do’a
mereka sudah tidak didengar lagi.2

Oleh karena itu setiap umat Islam yang beriman wajib menghindarkan dirinya dari
dosa-dosa besar, dan Allah berjanji akan memasukkannya ke surgaNya:
          
 

Artinya: “jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu
mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil)
dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (Q.S. An-Nisa’ : 31)

Dengan demikian, setiap Muslim wajib menghindarkan dirinya dari siksaan Allah
nanti pada hari kiamat. Untuk itu caranya, yaitu dengan mengetahui dosa-dosa yang wajib
dihindari, baik dosa besar maupun dosa kecil. Dan setiap dosa yang dikerjakan oleh
manusia yang beriman diserukan oleh Allah agar segera ditinggalkan.

Uraian diatas memiliki kaitan sangat erat dan penting mengenai dosa-dosa yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari umat manusia yang harus dipahami dan
dimengerti oleh umat islam. Dalam makalah ini akan membahas tentang dosa-dosa besar
dan aspek yang terdapat di dalamnya serta akibat dan cara menjauhi dosa-dosa besar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dosa besar?
2. Apa saja macam-macam dosa-dosa besar?
3. Apa bahaya dari dosa-dosa besar?
4. Bagaimana cara menjauhi dosa-dosa besar?

BAB II

PEMBAHASAN
2
Afif Abdullah Fattah Thabbarah. 1986. Dosa dalam Pandangan Islam. Bandung: Risalah. hlm ii

2
A. Definisi Dosa Besar
1. Pengertian dosa besar
Dosa-dosa dalam Islam terbagi atas dosa-dosa kecil dan besar berdasarkan firman
Allah Ta’ala:
          
 
Artinya: Jika kamu sekalian menjauhi dosa-dosa besar yang kamu dilarang
melakukannya, maka kami hapuskan dosa-dosa kamu yang kecil-kecil dan Kami
masukkan ke tempat yang mulia (surga).(Q.S An-Nisa’ : 31)
Penegasan ayat itu tentang dosa-dosa besar menunjukkan dengan pengertiannya
adanya dosa-dosa kecil. Dalam mendefinisikan dosa-dosa besar para ulama memiliki
berbagai macam pendapat yang kami himpunkan sebagai berikut, yaitu:3
 Segala perbuatan yang dilarang Allah atau yang dimuat oleh Al-Qur’an tentang
pengharamannya atau sesuatu perbuatan yang wajib di hukum, atau sesuatu perbuatan
yang mengandung ancaman siksaan di api neraka pada hari kiamat, atau mengandung
ancaman yang keras atau menggambarkan pelakunya sebagai fasik.
 Ada yang mengatakan: Bila engkau ingin mengetahui perbedaan antara dosa kecil dan
dosa besar, maka bandingkanlah kerusakan yang ditimbulkan oleh doa itu dengan
kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh dosa-dosa besar yang sudah disebut,
maka bila kurang nilai kerusakannya dari kerusakan minimal dari dosa-dosa besar
berarti termasuk dosa kecil dan jika menyamai dosa besar yang paling rendah atau
melebihinya berarti termasuk dosa besar.
 Ada yang mengatakan tidak ada dosa besar dengan memohon ampun dan tidak ada
dosa kecil bila terus dilakukan. Artinya: Dosa besar itu bisa dihapus dengan istighfar
(minta ampun) dan dosa kecil bias menjadi dosa besar dengan terus melakukannya.

2. Jumlah dosa-dosa besar

)‫(متفق عليه‬ ِ ‫اِ ْختَنِبُوْ اال َّس ْب َح اَ ْل ُموْ بِقَا‬


‫ت‬

Artinya: “Jauhilah tujuh dosa besar.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)


Lalu disebutnya yaitu: Menyekutukan Allah dengan sesuatu, menyihir orang lain,
membunuh seseorang yang telah diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak yakni
sebab benar, makan harta anak yatim, makan harta riba (suku bunga), lari dari medan
peperangan serta menuduh wanita yang baik, lurus dan beriman.4
Ada yang mengatakan bahwa dosa-dosa besar itu ada tujuh macam berdasakan
hadits shahih. Akan tetapi hadits-hadits shahih yang menceritakan tentang dosa-dosa
3
Dr. Afif Abdul Fattah Thabbarah. 1984. Dosa-dosa Besar Dalam Islam. Surabaya: Mutiara Ilmu. hlm 14-15.
4
Imam Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi. 1990. Dosa-dosa besar. Surabaya: Bina Ilmu.
hlm 3

3
besar bermacam-macam dan seluruhnya lebih dari tujuh. Dosa-dosa besar itu hanya
disebutkan contoh-contohnya dan nabi Saw. Menyebutkan masing-masing sesuai
dengan kebutuhan dan tidak terdapat sebutan dosa-dosa besar dalam batas jumlah
tertentu. Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia ditanya tentang dosa-dosa
besar: Apakah tujuh jumlahnya? Maka ia menjawab jumlahnya mencapai 70 macam.
Dalam suatu riwayat lain hanya 700 macam.

3. Perbedaan dosa besar dan dosa kecil


Mafsadat merupakan kerusakan atau akibat buruk yang menimpa seseorang
(kelompok) karena perbuatan atau tindakan pelanggaran hukum. 5 Untuk membedakan
antara dosa besar dan dosa kecil adalah dengan jalan mengetahui besar kecilnya
mafsadat suatu dosa. Sehingga bila mana mafsadat dosa itu tampak tidak terlalu berat
di banding mafsadat dosa besar yang paling rendah atau dapat dikatakan sedikit
mafsadatnya, maka akan termasuk dosa kecil. Dan bilamana mafsadat suatu dosa itu
menyerupai mafsadat dosa besar atau kurang sedikit, maka akan termasuk dosa besar,
sebagaimana memaki dan menghujat Allah dan Rasul-Nya, menghina salah satu di
antara para Rasul atau tidak mengakui atas kerisalahannya, melumuri Ka’bah dengan
kotoran binatang atau manusia, atau membuang Al-Qur’an pada kotoran.
Dalam pada itu, mengadakan evaluasi kemafsadatan tentulah akan sangat sulit
apabila membuat perbandingan antara mafsadat satu dengan yang lain, terkecuali bila
memang benar-benar mendapat pertolongan Allah. Akan timbul kesulitan pula jika
membuat definisi tertentu mengenai kemafsadatan dalam sisi ini yang menungkinkan
hanya membuat prakiraan-prakiraan, karena berbagai dosa besar itu belum tentu akan
memiliki dampak negative yang sama, kendati sama-sama ada nash nya.6

B. Macam-macam Dosa-dosa Besar


1. Menyekutukan Allah (Berbuat Syirik)7

Adapun dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah dengan sesuatu.
Dosa tersebut ada dua macam. Yang pertama yaitu mempersamakan sesuatu dengan
allah serta menyembah kepada selain Allah. Misalnya menyembah kepada batu-batu,
pohon-pohon, matahari,bulan, Nabi, orang yang mulia atau orang yang berkuasa,
menyembah bintang, malaikat (atau raja), atau nyembah yang lainnya. Maka itulah
syirik yang dinyatakan dosa yang paling besar yang diterangkan oleh Allah SWT
dalam Al-Qur’an:
                
    

5
www.Artikata.com
6
Syeikh ‘Izzuddin Ibnu Abdis Salam. 2011. Kaidah-kaidah Hukum Islam. Bandung: Nusamedia. hlm. 27 & 29.
7
Imam Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi. 1990. Dosa-dosa besar. Surabaya: Bina Ilmu.
hlm 5-11

4
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia
akan mengampuni segala dosa selain syirik itu bagi siapa yang dikehendakinya.”
(Q.S An-Nisa’:48)

Allah berfirman :
            
  

Artinya: “Sesungguhnya menyekutukan Allah (dengan sesuatu) adalah benar-


benar satu kezaliman (dosa) yang besar.” (Q.S Luqman:13)

Dan firmanNya pula:


           
          
        

Artinya: “Sesungguhnya orang yang menyekutukan Allah (dengan sesuatu)


maka pastilah Allah akan mengharamkan-Nya memasuki surga, dan tempatnya
adalah Neraka.” (Q.S Al-Maidah:72)

Dalam hal tersebut yang sehubungan dengan-nya masih banyak. Maka


barang siapa yang menyekutukan Allah dengan sesuatu yang kemudian mati dalam
keadaan syirik, maka pastilah dia akan memasuki neraka. Demikian pula orang yang
beriman kepada Allah dan mati dalam keadaan beriman, maka yang bersangkutan
akan menjadi penghuni surga, walaupun sebelumnya akan disiksa di Neraka (karena
melakukan perbuatan maksiatatau dosa yang belum diampuni).

Dalam hadist yang shahih yang disebutkan bahwa Rosulullah SAW


bersabda: “Maukah kutunjukkan kepadamu dosa yang paling besar?” Hal hal itu
dinyatakan oleh Nabi SAW sebanyak tiga kali. Lalu para sahabat menjawab: “ya,
tunjukkanlah, wahai Rosulullah.” Nabi lalu menjawab: “Yaitu menyekutukan Allah
(dengan sesuatu), dan durhaka kepada orang tuanya (Ibu dan bapaknya).” Nabi
dalam keadaan bertongkat lalu duduk sambil mengatakan: “ketahuilah pula, dosa
beromong yang dusta dan bersaksi palsu.” Sahabat berkata: “senantiasa nabi
mengulangi ucapan tersebut sampai kami mengharapkan semoga nabi itu diam.”

(Riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Maka disebutkan di antara dosa tentang syirik kepada Allah.

Nabi SAW bersabda:

)‫(رواه البخا ر ي وأحمد وأصحا ب السنن‬ ُ‫َم ْن بَ َّد َل ِد ْينَهُ فَا ْقتُلُوْ ه‬

5
Artinya: “Barangsiapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah dia.”

(Riwayat Bukhari, Ahmad dan para ahli hadis yang mempunyai kitab sunan)

Ada dosa macam yang kedua dari dosa syiri’ yaitu Riya’ (Mempamerkan
kebaikan)dengan apa yang telah dikerjakan olehnya, sebagaimana yang disebutkan
dalam firman Allah:
           
          
  

Artinya: “Maka barang siapa yang mengharapkan untuk bertemu dengan


tuhannya, maka kerjakanlah amal yang shaleh (baik), dan janganlah
mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada tuhannya.” (Q.S. Al-
Kahfi:110)

Maksudnya yaitu seseorang tidak boleh mempamerkan kebaikan amalnya


(dengan cara yag tidak sebenarnya), yang ditunjukkan pada orang lain (yang sifatnya
seperti pura-pura).

Nabi bersabda: “Jauhkanlah dirimu dari perbuatan syirik yang kecil.”


Lalu para sahabat bertanya: “Ya Rosulallah, Apakah syirik kecil itu?” Nabi
menjawab: “Yaitu riya’ (mempamerkan atau menunjukkan) kebaikannya untuk
mendapatkan pujian.” Dan nanti pada har kiamat Allah SWT akan memberikan
pembalasan pada hamba-hambanya berdasar amal-amal mereka dengan mengatakan:
“Pergilah engkau sekarang kepada orang-orang yang engkau tunjukkan amalmu
kepada mereka ketika didunia, lalu lihatlah olehmu apakah engkau bisa
mendapatkan pada mereka suatu balasan.” (Riwayat Ahmad dan Baihaqi)

Dan Nabi SAW bersabda:

‫ك َو أَ نَا ِم ْنهُ بَ ِر يْ ٌء‬


َ ‫ فَه َُو لِلَّ ِذ يْ أ ْش َر‬, ْ‫ َم ْن َع ِم َل َع َمالً أَ ْش َر كَ َم ِع ْي فِ ْي ِه َغي ِْر ي‬: ُ‫يَقُوْ ُل هللا‬.
Artinya: “Allah berfirman: Barang siapa beramal suatu amalan yang disitu
dia menyekutukan dengan yang selainKu, maka baginya telah beramal untuk orang
yang disekutukan itu, sedangkan aku (Allah) berlepas diri dari padanya.”

(Riwayat Muslim dan Ahmad)

Nabi SAW bersabda :

)‫(رواه مسلم و أحمد‬ .‫ َو َم ْن َرا َءى َرا َءى هللاُ بِ ِه‬, ‫َم ْن َس َّم َع َس َّم َع ا هللُ بِ ِه‬

6
Artinya: “Barang siapa yang mendengarkan kebaikanya pada orang lain
(dengan tidak ikhlas karena Allah), niscaya Allah akan menolak amal itu kepada
orang yang didengarkan kepadanya. Dan barang siapa yang bersikap riya’, maka
allah akan membalas keburukan Riya’itu.” (Riwayat Muslim dan Ahmad)

Dan menurut riwayat Abu Hurairah r.a,. bahwa nabi SAW bersabda:

َ ‫ َورُبَّ قَا ئِ ٍم لَي‬, ُ‫ع َو ْال َعطَش‬


‫ْس لَهُ ِم ْن قِيَا ِم ِه اِالَّ ال َّسهَ ُر‬ ُ ْ‫صوْ ِم ِه اِالَّ ْال ُخو‬
َ ‫ْس لَهُ ِم ْن‬
َ ‫صائِ ٍم لَي‬
َ َّ‫رُب‬
Artinya: “Banyak orang yang berpuasa yang tidak ada ganjaran puasanya
kecuali berupa lapar dan haus. Dan banyak orang yang mengerjakan shalat malam
(tahajjud) yang tidak ada ganjaran shalatnya kecuali sekedar tidak tidur malam
hari.” (Riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan Darimi)

Ini berarti bahwa jika orang yang bershalat dan berpuasa itu tidak karena Allah,
maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran. Dan menurut riwayat disebutkan orang
yang beramal dengan sikap Riya’ dan yang menginginkan kebaikannya didengarkan
kepada orang lain itu laksana orang yang memasukkan batu kerikil ke dalam
kantongnya, lalu memasuki pasar untuk membeli sesuatu dengan kerikil tersebut.
Maka penjual itu memukulkan batu tersebut pada muka orang itu.

Hal itu tidaklah bermanfaan baginya dengan kantong yang berisi batu kerikil
tersebut, kecuali ucapan orang lain kepadanya: “Alangkah penuhnya isi kantongnya,
tetapi tidak memberikan manfaat sesuatu kepadanya!” Maka demikianlah kebaikan
yang diliputi Riya’ dan yang mengharapkan orang lain agar mau mendengarkan
kebaikannya, maka ganjaran bagiya tidak ada, kecuali mengharapkan pujian orang,
dan tidak akan ada ganjarannya di akhirat.”

Allah berfirman:

‫(رواه مسلم‬          
)‫و أحمد‬

Artinya: “Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami
jadikan amal itu seperti debu yang berterbangan” (Q.S. Al-Furqon: 23)

Maksudnya, amal manusia yang dikerjakannya bukan karena Allah akan


membatalkan ganjarannya, laksana debu-debu yang berterbangan, yaitu debu yang
kelihatan oleh sinar matahari.

Dan menurut riwayat Adi bin Hatim Ath-Tha’i r.a.bahwa rasulullah SAW
bersabda: “Diperintahkan segolongan umat manusia pada hari kiamat menuju
surga. Dan ketika telah mendekati pintunya dan mencium bau surga itu, juga
melihat istana-istananya sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah kepada

7
penghuninya (yaitu yang beriman dan taqwa). Lalu mereka dipanggil agar kembali
karena mereka itu tidak berhak buat memasuki. Sehingga mereka kembali dengan
perasaan sedih dan menyesal. Padahal kelompok pertama maupun kelompok
terakhir tidaklah kembali seperti mereka. Lalu mereka mengatakan: Ya tuhan kami,
seandainya engkau memasukkan kami kedalam Neraka sebelumnya engkau
menunjukkan pada kami ganjaran yang engkau sediakan pada mereka yang berbuat
baik dari hamba-hambamu, maka hal tersebut tentu akan lebih ringan bagi kami.”
Lalu Allah menjawab: “Maka itulah yang aku kehendaki kepadamu. Bahwa kamu
jika sendirian telah menunjukkan kebesaranKu, dan jika berjumpa dengan orang
lain, maka kamu bersikap riya’ pada manusia dengan amal yang telah engkau
lakukan. Hal itu berbeda dengan apa yang kamu berikan kepadaKu dari hatimu.
Kamu takut pada manusia tetapi kamu tidak takut kepadaKu. Kamu memuliakan
manusia tetapi kamu tidak memuliakan aku. Kamu meninggalkan sesuatu karena
manusia, dan tidak meninggalkan sesuatu karena Aku, (Yaitu beramal karena
semata-mata manusia). Maka pada hari ini (kiamat) aku akan menyiksamu dengan
siksaan yang pedih, dan akan kuharapkan padamu menerima ganjaranku yang
banyak.” (Riwayat Thabarani dan Baihaqi-dengan sanad hadist yang kurang kuat).

Dan seseorang telah bertanya pada Rasulullah: “Siapakah orang yang


selamat itu?” Nabi menjawab: “Hendaklah kamu jangan menipu Allah.” Sahabat itu
bertanya: “Bagaimanakah orang yang menipu Allah?” Nabi menjawab: “Yaitu
engkau yang mengerjakan amal yang diperintahkan padamu dari Allah dan
Rasulnya, tetapi engkau mengharapkan orang yang selain Allah. Jauhilah dirimu
dari bersikap riya’ (yaitu berpura–pura, atau menunjukkan kebaikan dengan cara
yang tidak sebenarnya), maka yang demikian itu termasuk dalam syirik kecil. Dan
sesungguhnya orang yang bersikap riya’, maka nanti akan dipanggil pada hari
kiamat buat orang tersebut didepan segala lapisan makhluk dengan 4 macam
panggilan: Hai orang yang Riya’! Hai orang yang menipu! Hai orang yang
berdosa! Hai orang yang merugi! Sesungguhnya amalmu telah menjadi sesat dan
ganjaranmu menjadi hilang, maka tidak ada ganjaran untukmu dari kami (Allah).
Pergilah engkau dan mintalah ganjaran kepada orang yang engkau bekerja
untuknya, hai penipu...!!!” (Riwayat Ibnu Abi Dunia-dengan sanad yang lemah)

Lalu sebagian ahli hikmah pernah ditanya: “Siapakah orang yang ikhlas itu?”
Kemudian dijawab: “Orang yang ikhlas, yaitu orang yang menyembunyikan
kebaikannya, sebagaimana dia juga menyembunyikan keburukannya.”

Dan sebagian yang lain pula ditanya: “Apakah puncak keikhlasan itu?”
dijawabnya: “yaitu engkau menyukai pujian orang lain kepadamu.”

8
Dan kata fudhail bin Iyadh (Seorang shaleh dari Tabi’it tabi’in yang wafat
tahun 187 H): Meninggalkan amal karena takut dilihat orang, maka hal itu disebut
Riya’. Sedangkan beramal (kebaikan) karena mengharapkan pujian orang, maka hal
itu bernama syirik. Sedangkan Ikhlas (karena Allah), Yaitu Allah akan menutupi
kamu dari keduanya.” Dan semoga Allah akan memaafkan kita dari keduanya, ya
allah ampunilah aku!

2. Bunuh Diri8
         
             
           
    

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha


penyayang padamu. Dan barang siapa yang berbuat demikian dengan melanggar
hak dan aniaya, maka kami kelak akan memasukannya kedalam neraka yang
demikan itu mudah bagi Allah.” (Q.S. An-Nisa’: 29-30)

Menurut Al-Wahidi dalam menafsirkan ayat tersebut yaitu: Firman Allah yang
menyebutkan “dan janganlah kamu membunuh dirimu....”itu maksudnya janganlah
kamu membunuh seorang yang seagama, dan sejiwa denganmu. Ini adalah
merupakan pendapat Ibnu Abbas maupun para ulama’yang lain. Dan golongan yang
berpendapat semacam ini menunjukkan adanya larangan bagi seseorang yang
membunuh dirinya sendiri. Dan yang menunjukkan atas kebenaran pendapat ini,
yaitu apa yang diberitakan pada kami dari abu manshur Muhammad bin Muhammad
al-Manshuri dengan sanad dari Amr bin Ash, ia mengatakan : “Aku bermimpi coitus
dalam malam yang dingin pada suatu peristiwa peperangan. Dan aku merasakan yang
jika aku mandi maka aku bisa mati. Lalu aku bertayamum dan shalat subuh bersama
dengan kawan-kawanku. Aku lalu menceritakan hal itu kepada Nabi SAW. Lalu
Nabi bertanya: Hai Amr,engkau telah shalat bersama kawan-kawanmu dalam
keadaan junub? Lalu aku menceritakan sebab diriku tidak boleh mandi. Aku
mengatakan pada beliau: Sesungguhnya aku mendengarkan firman Allah: “Dan
janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang padamu”.
(An-Nisa’:29). Rasulullah SAW akhirnya tertawa dengan tidak mengatakan sesuatu.

(Riwayat imam Ahmad-dari Amr bin Ash)

Maka hadist ini menunjukkan bahwa Amr bin Ash telah menakwilkan
(menafsirkan) ayat ini tentang keadaan kecelakaan pada dirinya sendiri, dan bukan
atas kebinasaan pada orang lain. Dan Nabi SAW tidaklah mengingkari hal tersebut.
8
Imam Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi. 1990. Dosa-dosa besar. Surabaya: Bina Ilmu.
hlm 206-208

9
Selanjunya pada firman: “....Dan barangsiapa yang berbuat semacam itu”
menurut pendapat Ibnu Abbas: Hal itu sebagai Isyarat yang kembali kepada larangan,
sejak permulaan surat itu hingga pada masalah ini. Dan ada yang berpendapat,bahwa
ancaman itu disebabkan makan harta dengan cara tidak sah, dan membunuh jiwa
dengan cara terlarang. Dan pada firman Allah ‘Udwaanan Wa Zhulman’ (melanggar
hak dan Aniaya) yaitu permusuhan atau memusuhi apa yang diperintahkan Allah
padanya. Kemudian ayat yang berbuyi ‘Wakaana Dzalika ‘Alallahi Yasiira’ (yang
demikian itu adalah mudah bagi allah). Maksudnya: yaitu Allah berkuasa untuk
memasukkan kedalam neraka sesuai dengan Janjinya pada manusia.

Menurut riwayat jundub bin Abdullah dari Nabi SAW beliau bersabda: Ada
seseorang di masa sebelumkamu yang dalam keadaan luka, dan dia menjadi tidak
sabar, lalu dia mengambil pisau sehingga tangannya dipotong sedangkan darahnya
tidak bisa berhenti hingga akhirnya dia mati. Allah berfirman dalam hadist Qudsi:

َ‫ت َعلَ ْي ِه ْال َخنَّة‬


ُ ‫بَا َد َرنِ ْي َع ْب ِديْ بِنَ ْف ِس ِه َح َّر ْم‬.

Artinya: “Hambaku telah mendahului aku dalam hal jiwanya, maka aku telah
megharamkan baginya surga.” (Hadist shahih)

Nabi juga bersabda:

ْ َ‫ فَ َح ِد ْي َدتُهُ فِ ْي يَ ِد ِه يَت ََو َّخأ ُ بِهَا فِ ْي ب‬,‫َم ْن قَت ََل نَ ْف َسهُ بِ َح ِد ْي َد ٍة‬
‫ َو َم ْن‬,‫طنِ ِه فِ ْي نَا ِر َخهَنَّ َم خَ ا لِدًا فِ ْيهَا أَبَدًا‬
‫ َو َم ْن نَزَ َل ِم ْن َجبَ ٍل‬,‫ فَ ُس ُّمهُ فِ ْي يَ ِد ِه يَتَ َحسَّا هُ ل فِ ْي نَا ِر َجهَنَّ َم خَا لِ ًد ا ُم َخلَّ ًد ا فِ ْيهَا أَبَدًا‬,‫قَتَ َل نَ ْف َسهُ بِ ُس ٍّم‬
‫ فَه َُو يَ ْن ِز ُل فِ ْي نَا ِر َجهَنَّ َم خَا لِ ًد ا فِ ْيهَا أَبَدًا‬,ُ‫فَقَتَ َل نَ ْف َسه‬.
Artinya: “Barang siapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besinya
itu akan tetap tangannya untuk ditusukkan pada perutnya dalam neraka jahannam
untuk selama-lamanya. Dan barang siapa yang membunuh dirinya dengan racun,
maka racunnya itu akan tetap ditangannya yang akan diminumnya dalam neraka
jahannnam untuk selama-lamanya. Dan barang siapa yang menjatuhkan dirinya
dari atas gunung untuk membunuh dirinya, maka dia akan menempati neraka
jahannam dalam keadaan kekal abadi di dalamnya.” (Riwayat Bukhari-
Muslim)

Sabda Rasulullah SAW:

َ ‫ َو َم ْن قَت ََل نَ ْف َسهُ بِ َش ْي ٍء ُع ِّذ‬, ‫ َو َم ْن قَ َذ فَ ُم ْؤ ِمنًا بِ ُك ْف ٍر فَه َُو َكقَ ْتلِ ِه‬, ‫لَعْنُ ْال ُم ْؤ ِم ِن َكقَ ْتلِ ِه‬
‫ب بِ ِه يَوْ َم‬
ْ
‫القِيَا َم ِة‬.
Artinya: ”Mengutuk orang Mukmin itu seperti membunuhnya, dan barang
siapa yang menuduh orang mukmin dengan kekafiran, maka dia seperti

10
membunuhnya. Dan barang siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, maka
dia akan disiksa dengan yang setimpal nanti pada hari kiamat.”

(Riwayat Bukhari dan Turmudzi)

Dalam hadist yang shaheh disebutkan: ada seorang lelaki yang mendapat luka
hingga sakit, lalu dia berusaha agar kematiannya bisa berlaku lebih cepat dengan
jalan membunuh dirinya melalui mata pedangnya. Maka Rosulallah SAW bersabda:
Dia akan termasuk penduduk neraka.” (Riwayat Muslim)

Maka kita memohon kepada Allah semoga kita diberi ilham dan petunjuknya.
Smoga dia akan melindungi kita dari kejahatan dan keburukan amal kami.
Sesungguhnya dia Maha Dermawan lagi Mulia, pengampun dan penyayang.

3. Membunuh Manusia9

Membunuh ialah menghilangkan nyawa seseorang baik dengan sengaja


maupun tidak sengaja dengan alat yang mematikan atau tidak mematikan.
membunuh seseorang yang tidak bersalah dengan sengaja hukumnya dosa besar.
Allah SWT berfirman:
          
     

Artinya: "Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu'min dengan sengaja,


maka balasannya ialah jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya
dan mengutukinya serta menyediakan baginya adzab yang besar". (Q.S. An Nisaa:
93).

Macam-Macam Pembunuhan Dan Hukumnya :

a. Dilakukan dengan sengaja, hukumnya berupa qishos, yaitu si pelaku pembunuh


dihukum mati. Apabila ia dimaafkan oleh keluarga, maka harus membayar diyat
(santunan) kepada keluarga terbunuh berupa seratus ekor unta atau yang senilai
dengannya.
Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh;
orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita
dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari
saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af
dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari

9
Imam Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi. 1990. Dosa-dosa besar. Surabaya: Bina Ilmu.
hlm 11-17

11
Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu,
Maka baginya siksa yang sangat pedih.”
b. Dilakukan dengan tidak sengaja, hukumnya berupan memrdekaan seorang budak
atau membayar diyat (santunan) kepada keluarga yang terbunuh. sebagaimana
dalam surat An-Nisa’ 92 :
            
          
            
         
         
        

Artinya: “dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang


mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa
membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan
seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan
kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai)
antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat
yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba
sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah
ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat
dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Contoh diat yaitu seperti menembak burung yang terkena seorang mukmin.
Diat ialah pembayaran sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap
sesuatu jiwa atau anggota badan. Bersedekah di sini maksudnya adalah
membebaskan si pembunuh dari pembayaran diat. Menurut sebagian ahli tafsir,
puasa dua bulan berturut-turut itu adalah sebagai ganti dari pembayaran diat dan
memerdekakan hamba sahaya.

4. Berzina10
Dosa zina dalam Al-Qur’an telah dijelaskan Allah Berfirman:
         
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”
Zina merupakan dosa besar ke empat, zina bukan hanya berakibat aib pada diri
kita sendiri, tetapi aib tersebut juga dapat melekat pada keluarga bahkan anak
keturunan kita. Orang yang melakukan zina seharusnya di hukum sesuai dengan apa
yang diperintahkan oleh Allah SWT , seperti dalam surat An Nur ayat 2:

10
Imam Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi. 1990. Dosa-dosa besar. Surabaya: Bina Ilmu.
hlm 79-88

12
         
            
     
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Pendapat para ulama bahwa hukuman dera di ayat tersebut adalah hukuman
dunia untuk wanita dan laki-laki yang berzina, gadi atau jejaka. Tetapi jika laki-laki
dan perempuan itu pernah menikah, walaupun satu kali dalam seumur hidup maka
mereka harus di rajam (dilempari batu) sampai meninggal. Hal tersebut sudah
dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Nasa’I
dengan sanad shahih dari Uman RA mengatakan “Aku mendengar nabi SAW
bersabda tidak boleh darah seorang muslim dialirkan (di bunuh) kecuali pada tiga
orang”:
1. Lelaki yang berzina setelah pernah kawin maka baginya huku rajam.
2. Orang yang membunuh dengan sengaja maka baginya dihukum qishash (balas).
3. Orang yang murtat (keluar dari Islam) maka baginya dibunuh. (H.R. Nasa’i)
Jika hukuman rajam itu tidak dilaksanakan di dunia dan orang yang berzina iu
tidak bertaubat, maka orang yang berzina itu akan disiksa di neraka dengan cambuk
dari api neraka (namun hal itu tidak pernah disebutkan dalam hadits Wallahu-a’lam).
Dan pernah dalam kitab zabur pernah disebutkan bahwa orang yang berzina itu
kelaminnya akan digantung didalam neraka dan juga di cambuk dalam besi.

5. Minum Minuman Keras11


Pada mulanya khamr adalah minuman keras yang terbuat dari kurma dan
anggur. Tetapi karena dilarangnya itu sebab memabukkan, maka minuman yang
terbuat dari bahan apasaja (walaupun bukan dari kurma atau anggur) asal itu
memabukkan, maka hukumnya sama dengan khamr, yaitu haram diminum.
Larangan minum khamr, diturunkan secara berangsur-angsur. Sebab minum
khamr itu bagi orang Arab sudah menjadi adat kebiasaan yang mendarah daging
semenjak zaman jahiliyah. Mula-mula dikatakan bahwa dosanya lebih besar daripada
manfaatnya, kemudian orang yang mabuk tidak boleh mengerjakan shalat, dan yang
terakhir dikatakan bahwa minum khamr itu adalah keji dan termasuk perbuatan
syetan. Oleh sebab itu hendaklah orang-orang yang beriman berhenti dari minum
khamr. Begitulah, akhirnya Allah mengharamkan minum khamr secara tegas. Adapun
firman Allah yang pertama kali turun tentang khamr adalah :

11
Imam Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi. 1990. Dosa-dosa besar. Surabaya: Bina Ilmu.
hlm 135-149

13
          
           
      

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:


"Pada keduanya itu terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu
apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” [QS. Al-
Baqarah : 219]

Di dalam hadits riwayat Ahmad dari Abu Hurairah diterangkan sebab


turunnya ayat tersebut sebagai berikut : Ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah,
didapatinya orang-orang minum khamr dan berjudi (sebab hal itu sudah menjadi
kebiasaan mereka sejak dari nenek moyang mereka). Lalu para shahabat bertanya
kepada Rasulullah SAW tentang hukumnya, maka turunlah ayat tersebut. Mereka
memahami dari ayat tersebut bahwa minum khamr dan berjudi itu tidak diharamkan,
tetapi hanya dikatakan bahwa pada keduanya terdapat dosa yang besar, sehingga
mereka masih terus minum khamr. Ketika waktu shalat Maghrib, tampillah seorang
Muhajirin menjadi imam, lalu dalam shalat tersebut bacaannya banyak yang salah,
karena sedang mabuk setelah minum khamr. Maka turunlah firman Allah yang lebih
keras dari sebelumnya, yaitu :
          


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang


kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.”
[An-Nisaa' : 43]

Kemudian orang-orang masih tetap minum khamr, sehingga mereka


mengerjakan shalat apabila sudah sadar dari mabuknya. Kemudian diturunkan ayat
yang lebih tegas lagi dari ayat yang terdahulu :
         
          
          
     

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)


khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[1],
adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan

14
sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). [1] Al
Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah
menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka
akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya Ialah: mereka ambil tiga buah
anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing Yaitu dengan:
lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan
dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila mereka hendak melakukan
sesuatu Maka mereka meminta supaya juru kunci ka'bah mengambil sebuah anak
panah itu. Terserahlah nanti Apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan
sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak
panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.

Dari ayat-ayat diatas, sudah jelas bahwa Allah dan Rasul-Nya telah
mengharamkan khamr dengan pengharaman yang tegas. Dan bahkan peminumnya
dikenai hukuman had. Rasulullah SAW menghukum peminum khamr dengan 40 kali
dera, sedangkan Khalifah Umar bin Khaththab dimasa kekhalifahannya menetapkan
hukuman dera 80 kali bagi peminum khamr.

6. Mencuri12
Mencuri adalah suatu perbuatan yang mengambil seuatu yang bukan milik hak
nya tanpa ijin yang punya. Perbuatan mencuri masuk dalam kategori dosa-dosa
besar, bahkan Allah SWT telah memperingatan apa hukuman bagi orang yang
mencuri. Allah SWT berfirman :
           
  
Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Kata ibnu syihab siksaan Allah sebagaimana yang tercantum diayat atas,ialah
memotong tangan pencuri yang telah mengambil harta orang lain dengan tidak sah,
dan Allah maha perkasa buat menentang, membalas, terhadap pencuri terebut,
sehingga Allah yang maha bijaksana telah mewajibkan untuk memotong tangan
pencuri.
Untuk melakukan hukuman potong tangan pada pencuri ada aturannya, dan menurut
Aisyah r.a.:
َ َ‫َارف‬
‫صا ِعدًا‬ ٍ ‫ق فِ ْي ُرب ُِع ِد ْين‬ ِ ‫ َكانَ َرسُوْ ُل هللاِ يَ ْقطَ ُع يَدَالس‬.
ِ ‫َّار‬
Artinya: “Rasulallah SAW pernah memotong tangan pencuri yang mencuri seharga
seperempat dinar atau lebih.” (Hadist Riwayat Malik, Muslim).

12
Imam Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi. 1990. Dosa-dosa besar. Surabaya: Bina Ilmu.
hlm 164-167

15
Dan harga seperempat dinar pada waktu itu sama dengan tiga dirham, sedangkan satu
dinar sama dengan 12 dirham.

7. Durhaka Kepada Kedua Orang Tuanya (Ibu dan Bapaknya)13


Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Nabi s.a.w. bersabda:
‫ق ْال َوالِ َدي ِْن‬ ُ ‫ اَأْل ِ ْش َرا‬: ‫أَالَأُنَبِّئُ ُك ْم بِأ َ ْكبَ ِر ْال َكبَائِ ِر‬.
ُ ْ‫ك بِا هللِ َو ُعقُو‬
Artinya: “Maukah kutunjukkan padamu dosa-dosa yang paling besar? Yaitu syirik
(menyekutukan sesuatu) pada Allah dan durhaka kepada kedua orang tuanya.”
(Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad dan Turmudzi)
Durhaka kepada orang tua merupakan dosa besar no 2 setelah syirik. Kita
janganlah sampai melakukan ini, karena sesuatu perbuatan dosa yang kita lakukan
apapun itu. Pasti kita akan menerima balasan dari Allah Swt, baik balasannya itu di
dunia maupun di akhirat. Kewajiban seorang anak kepada orang tua ialah patuh apa
yang diperintahkan (kecuali melanggar syariat Islam), menghormati orang tua,
menyayanginya. Dalam hadist shahih Bukhari Muslim disebutkan: “Bahwa
seseorang telah datang kepada Rasulullah s.a.w. dengan mengatakan: Ya
Rasulullah, siapakah manusia yang lebih berhak untuk mendapatkan kebaikan
daripadaku? Nabi menjawab: Ibumu! Dia bertanya lagi: Kemudian siapakah lagi?
Nabi menjawab: Ibumu! Orang itu bertanya lagi, kemudian siapakah lagi? Nabi
menjawab: Ibumu! Orang itu bertanya lagi, kemudian siapa lagi? Nabi menjawab:
Bapakmu, kemudian family yang dekat, dan orang-orang yang lebih dekat lagi.”
Dengan demikian, Nabi telah menyarankan untuk berbuat baik kepada ibunya
dengan sebanyak tiga kali, sedangkan pada bapaknya hanyalah sekali. Hal tersebut
karena banyaknya dan besarnya keberatan dan kesulitan yang diterima oleh seorang
ibu. Dia telah menanggung kehamilan, melahirkan, menyusui dan bangun malam
ketika mengurus anak-anaknya.

C. Bahaya Dosa-dosa Besar


1. Dosa Menghalangi Doa dan Mencegah Keterkabulannya
         
Artinya: “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas[1].”
[1] Maksudnya: melampaui batas tentang yang diminta dan cara meminta.
Dalam ayat-ayat tersebut, kata “doa” bermakna panggilan (al-nida’) ; begitu
pula dalam berbagai riwayat. Doa, bukanlah berarti permintaan (al-thalab) seperti
yang langsung dipahami oleh orang sekarang ini. Syariat Islam menetapkan doa agar
dipakai oleh hamba untuk berkomunikasi dengan Tuhannya, memohon pertolongan
dalam segala kondisi, dan sebagai media untuk selalu mengingat-Nya. Hal itu

13
Imam Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi. 1990. Dosa-dosa besar. Surabaya: Bina Ilmu.
hlm 58-73

16
sebagai salah satu macam ibadah. Rasulullah saw. Mengatakan: “Doa adalah inti
ibadah.” 14
Imam Ali a.s berkhutbah di hadapan khalayak pada hari Jumat, dan diakhir
khutbahnya dia mengatakan, “Wahai manusia, ada tujuh bencana yang menimpa
umat manusia, kami berlindung kepada Allah dari bencana tersebut: orang pintar
yang culas, orang yang bosan beribadah, orang mukmin yang curang, orang
dipercaya yang ber khianat, orang kaya yang bakhil, orang mulia yang
merendahkan diri, orang fakir yang sombong.” Lalu berdiri seseorang dan bertanya
kepadanya: “Wahai Amir Al-Mukminin, mengapa doa-doa kita tidak dikabulkan oleh
Allah SWT, padahal Dia telah berfirman, ‘… berdoalah kalian kepada-Ku, pasti
akan Kukabulkan doa kalian?’ Imam menjawab: “Sesungguhnya hati kalian telah
berkhianat dengan delapan sifat, diantaranya:15
a) Kalian mengetahui Allah tetapi kalian tidak pernah memenuhi hak-hak-Nya yang
telah diwajibkan kepada kalian.
b) Kalian beriman kepada Rasul-Nya kemudian menentangnya dan mematikan
syariatnya, lalu di mana buah iman kalian?
c) Kalian membaca Kitab yang diturunkan untuk kalian tetapi kalian tidak
mengamalkannya.
d) Kalian mengatakan takut dari api neraka, akan tetapi setiap saat mendorong diri
kalian ke sana dengan berbagai kemaksiatan kalian, lalu dimana rasa takut kalian?
e) Kalian mengatakan senang untuk masuk ke surga, tetapi setiap saat kalian
melakukan perbuatan yang menjauhkan diri kalian dari-Nya.
f) Sesungguhnya kalian memakan berbagai nikmat yang berasal dari Tuhan, tetapi
kalian tidak pernah mensyukurinya.
g) Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk memusuhi setan, dengan
berfirman, sesungguhnya setan adalah musuh bagi kalian, maka tempatkanlah dia
sebagai musuh, tetapi kalian memusuhinya tanpa kata-kata, dan mengikutinya
tanpa pernah membantah.
h) Kalian menempatkan aib manusia di pelupuk mata kalian, tetapi meletakkan aib
kalian di punggung, kalian mencela orang tetapi kalian seharusnya lebih tepat
mendapatkan celaan itu daripada dia.
Maka doa apa lagi yang mesti dikabulkan untuk kalian; pada saat kalian tetap
menutup rapat pintu-pintu dan celah-celahnya? Dosa pada tahap pertama
menghalangi manusia untuk memperoleh nikmat kehidupan yang paling utama, yaitu
nikmatnya berdoa, merendahkan diri (al-tadharru’) di hadapan Allah, dan menjalin
tali hubungan dengan-Nya. Doa dan jalinan hubungan dengan Allah akan menaikkan
derajat manusia dan membuatnya tangguh dan kokoh dalam menghadapi berbagai
guncangan dan tragedi. Dosa pada tahap kedua mencegah terkabulnya doa. Dosa-
dosa utama yang mencegah terkabulnya doa adalah menyakiti hati orang tua,
14
Sayyid Hasyim Ar-Rasuli Al-Mahallati. 1996. Akibat Dosa. Bandung: Pustaka Hidayah. hlm 62
15
Sayyid Hasyim Ar-Rasuli Al-Mahallati. 1996. Akibat Dosa. Bandung: Pustaka Hidayah. hlm 73-74

17
melakukan kejahatan, munafik, tidak mempercayai akan terkabulnya doa,
mengakhirkan waktu shalat, serta mengucapkan kata-kata kotor dan keji. Kesucian
jiwa bukan satu-satunya syarat bagi terkabulnya doa, ada syarat-syarat lain yang
mesti dipenuhi. Kadangkala syarat-syarat tersebut telah terpenuhi tetapi doa belum
dikabulkan. Kita tidak boleh berputus asa memohonkan doa bila menghadapi kondisi
semacam itu. Kita mesti terus berdoa. Doa bagaimanapun memiliki pengaruh yang
hebat terhadap kejiwaan manusia. Bertakwalah kalian kepada Allah, perbaikilah
amal perbuatan kalian dan jernihkan hati kalian. Ajaklah orang-orang untuk
melakukan kebajikan dan mencegah kemungkaran, niscaya doa kalian akan
dikabulkan. 16

2. Dosa dapat Mengubah Nikmat dan Membinasakan Umat


Al-Quran mengaitkan antara amal individual dan perubahan sosial yang
negative maupun yang positif, dan menganggap keterkaitan tersebut sebagai hukum
alam. Al-Quran Al-Karim banyak menyebut hukum alam (sunnah kawniyyah) yang
dikaitkan dengan kelanggengan suatu umat dan kesejahteraan mereka yang
dihasilkan oleh perbuatan tangan mereka sendiri baik berupa kebaikan maupun
kekejian.17 Allah SWT berfirman:
            
        
        

Artinya: “Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah
Kami binasakan sebelum mereka, Padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi, Yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan
kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan
sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena
dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.” (Q.S.
Al An’am ayat 6)
Ayat tersebut mengandung suatu pengertian bahwa kehancuran umat-umat
terdahulu dilaksanakan setelah tersebarnya kefasikan, kekejian yang dilakukan oleh
orang-orang yang hidup mewah, lalai, dan sia-sia dalam umat tersebut. Kezaliman
termasuk salah satu dosa yang menyebabkan dibinasakannya suatu umat manusia.
Dosa memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap hilangnya nikmat; dan sebaliknya
ketakwaan juga mempengaruhi limpahan nikmat tersebut. Dalam sejarah umat
manusia di masa lampau dan zaman sekarang terkandung pelajaran yang sangat
bermakna mengenai sunnatullah di alam ini, yang semakin menegaskan adanya
pengaruh dosa-dosa terhadap kebinasaan umat-umat dan bangsa-bangsa terebut.

16
Sayyid Hasyim Ar-Rasuli Al-Mahallati. 1996. Akibat Dosa. Bandung: Pustaka Hidayah. hlm 86
17
Sayyid Hasyim Ar-Rasuli Al-Mahallati. 1996. Akibat Dosa. Bandung: Pustaka Hidayah. hlm 88

18
3. Dosa Mengurangi Umur Manusia
Setiap yang bernyawa pasti mati, dan tidak dapat menghindarkan diri dari
kematian. Akan tetapi, amalan-amalan kita memiliki pengaruh yang sangat kuat
untuk memperpanjang atau memperpendek umur kita. Di samping itu, ia mampu
mengakhirkan ajal kita.
Manusia memiliki dua macam ajal. Pertama, ajal yang pasti yang telah
dijatuhkan temponya (hatmiy) dan ajal yang ditangguhkan (mawquf). Ajal hatmiy
tidak dapat diubah sedangkan ajal mawquf dapat diubah dengan sedekah, doa,
silaturahim, dan amal-amal yang lain.18
Keterkaitan antara kebohongan dan pengurangan umur tidak dipungkiri oleh
ilmu pengetahuan. Alam kita ini sangat sarat dengan keterkaitan antara kekuatan
material dan kekuatan maknawi. Ilmu pengetahuan telah dapat mengungkapkan
sebagian keterkaitan tersebut, akan tetapi yang belum terungkapkan masih sangat
banyak. Para ilmuwan saat ini mengakui bahwa doa memiliki pengaruh yang sangat
dahsyat untuk menyembuhkan berbagai penyakit.

4. Dosa yang Meruntuhkan Penjagaan


Salah satu bentuk bahaya dosa atas masyarakat manusia ialah runtuhnya pagar
yang menghalangi ruh hewani dalam diri manusia. Pagar-pagar penghalang itu
disebutkan dengan berbagai ungkapan dalam hadis dan riwayat yang bermacam-
macam. Penjagaan adalah perisai yang membedakan antara manusia dan binatang.
Dari Imam Ja’far Al-Shadiq a.s. diriwayatkan bahwa beliau berkata: “ Sesungguhnya
Allah SWT memiliki empat puluh macam perisai penjagaan (junnah) yang diberikan
kepada hamba-Nya yang mukmin. Jika hamba itu melakukan sebuah dosa besar,
maka akan diangkatlah satu penjagaan dari dirinya.” Diriwayatkan dari Rasulullah
saw., bahwa beliau bersabda: “Orang mukmin memiliki tujuh puluh dua penghalang
(satr). Jika dia melakukan sebuah dosa maka akan runtuhlah satu penghalang
darinya…”. Dosa-dosa itu dapat melenyapkan nilai lebih kemanusiaan yang ada
pada diri manusia dan menyebabkan terjatuh kepada derajat kebinatangan.19
Sudah jelas bahwa ada beberapa insting yang sama-sama dimiliki oleh manusia
dan hewan, yang dianugerahkan oleh Allah SWT. Bagi manusia, insting itu
mengandung suatu hikmah, begitu pula insting yang sama yang dititipkan Allah
kepada binatang. Semua itu adalah sebagai jalan yang mengantarkan semua yang
maujud yang hidup untuk menuju kepada kesempurnaan yang dicarinya. Dan insting
yang ada dalam diri manusia itu merupakan salah satu kondisi jiwa manusia.
Manusia dan binatang sama-sama dilengkapi insting sejak di lahirkan. Di
antara insting itu ialah cinta pada diri sendiri, nafsu makan, nafsu seksual, marah, dan
mempertahankan diri. Yang membedakan antara manusia dan binatang dalam hal ini
ialah bahwa manusia dengan kesempurnaan akal, pikirannya, dan latihannya secara
18
Sayyid Hasyim Ar-Rasuli Al-Mahallati. 1996. Akibat Dosa. Bandung: Pustaka Hidayah. hlm 124
19
Sayyid Hasyim Ar-Rasuli Al-Mahallati. 1996. Akibat Dosa. Bandung: Pustaka Hidayah. hlm 1125

19
bertahap mampu menyelamatkan keliaran insting agar tunduk kepada akal
pikirannya, serta menempatkan jiwa yang berpikir sebagai penguasa atas wujudnya.
Adapun binatang, mereka hidup di bawah kekkuasaan instingnya sejak lahir sampai
mati.
Ali bin Al-Husayn a.s. mengatakan: “Dosa-dosa yang meruntuhkan penjagaan
ialah: meminum khamar, bermain judi, melucu yang membuat manusia tertawa,
menyebutkan aib orang lain, bergaul dengan orang-orang yang penuh keraguan.”
Berikut kami paparkan alasan mengapa hal diatas dapat meruntuhkan penjagaan, di
antaranya: 20
 Imam Ali bin Musa Al-Ridha a.s. mengatakan: “Sesungguhnya Allah SWT
mengharamkan khamar karena di dalamnya ada kerusakan serta menghilangkan
akal, serta melenyapkan rasa malu dari wajahnya.”
 Dengan jalan judi, manusia dapat kehilangan harta kekayaan secara tiba-tiba. Pada
gilirannya, akan tertanam di dalam hatinya rasa dendam dan marah kepada orang
yang memperoleh keuntungan dari dirinya. Dan sering kali hal ini menimbulkan
balas dendam dan pertengkaran berdarah.
 Dituturkan dari Abu Muhammad Al-Hasan bin Ali Al-‘Askari a.s. dikatakan:
“Janganlah kamu menghina karena hal itu akan menghilangkan kewibawaanmu,
dan janganlah kamu bercanda karena hal itu membuat orang-orang akan berani
kepadamu.” Dari Hamran bin A’yun dituturkan bahwa dia pernah menghadap
kepada Abu Ja’far Muhammad bin ‘Ali-Baqir a.s. sambil berkata: “Berilah wasiat
kepadaku.” Al-Baqir menjawab “Ku wasiatkan kepadamu untuk bertakwa
kepada Allah. Jauhilah canda-tawa karena hal itu akan menghilangkan wibawa
dan air muka seseorang.”
 Imam Ali a.s. mengatakan: “Barang siapa yang melihatmu dan menjagamu
tatkala kamu tidak ada, maka dia adalah sahabatmu yang perlu kamu jaga. Dan
barang siapa yang menutupi aibmu dan membukakan aibmu ketika kamu tidak
ada, maka dia adalah musuhmu yang perlu kamu bersikap hati-hati kepadanya.”
Dalam hadist lain, beliau mengatakan: “Kawanmu yang paling jelek adalah
orang yang memuji dirimu berlebih-lebihan dan yang menutup aibmu.” Dengan
demikian, yang dicela dalam menyebutkan aib orang lain yaitu celaan yang
bermula dari rasa dendam kesumat yang berupaya menjelekkan, menjatuhkan
orang lain, dan menyebarkan aibnya di tengah masyarakat. Perilaku seperti itu
timbul karena hilangnya salah satu hijab saling menghormati antara satu individu
dengan individu yang lain. Sehingga manusia lupa dengan aibnya sendiri ketika
dia sibuk membicarakan aib orang lain. Dan boleh jadi, perilaku membukakan aib
orang lain seperti itu juga timbul akibat hilangnya perisai penghalang aib yang ada
dalam masyarakat pada tingkat tertentu.

20
Sayyid Hasyim Ar-Rasuli Al-Mahallati. 1996. Akibat Dosa. Bandung: Pustaka Hidayah. hlm 129-139

20
 Imam Ja’far Al-Shadiq mengatakan: “Barang siapa yang bergaul dengan orang
yang diragukan, maka dia perlu diragukan.” Dalam hadist lain dia mengatakan:
“Janganlah engkau bersahabat dengan orang-orang yang suka membuat bid’ah,
janganlah engkau bersahabat dengan mereka karena orang-orang akan
menganggap kamu satu kelompok dengan mereka.”

5. Dosa Menimbulkan Kegelisahan


Semua manusia mencari kebahagiaan, tetapi manusia tidak mampu
mengantarkan kepada tujuannya tanpa petunjuk para nabi. Materi tidak dapat
memuaskan kehausan manusia akan kebahagiaan, dan tidak dapat mengantarkan
manusia mencapai kebahagiaan, karena beberapa sebab:21
a. Pencarian dunia tidak akan menghilangkan kehausan manusia bahkan akan
membuatnya semakin haus.
b. Materi dunia berubah dan tidak abadi. Sehingga para pencari dunia merasa gelisah
akan kehilangan harta kekayaanny setiap kali kekayaan bertambah banyak.
c. Pengumpulan dunia dan kekayaan akan membuatnya melakukan kezaliman
terhadap orang lain, dan memeras mereka.
Islam meminta manusia Muslim untuk hidup bermasyarakat, tetapi hendaklah
dia yang menentukan dan mengarahkan hidupnya, dan bukan dia yang diarahkan oleh
hidupnya, serta tunduk kepada hawa nafsu dan apa yang ditawarkan oleh dunia. Jiwa
yang tenang tidak akan terwujud dalam diri manusia kecuali dia berada dibawah
naungan iman dan menyerahkan hidupnya sepenuhnya kepada Allah SWT.

6. Dosa Menjerumuskan Manusia kepada Kekafiran


Dosa menyebabkan manusia tergelincir kapada keraguan dalam meyakini
ajaran-ajaran agama, dan pada gilirannya menyebabkan kekafiran. Sebab
ketergelinciran pendosa kepada kekafiran terpulang kepada kemauan mereka untuk
melepaskan diri dari ikatan dan batas-batas yang mengungkungki diri mereka dalam
dunia nafsu syahwat.
Di antara dosa yang menyebabkan kekafiran menurut sebuah riwayat adalah:
mengikuti hawa nafsu, kesombongan, kedengkian, dan meminum khamar.
Penyimpangan yang dilakukan oleh manusia dari risalah-risalah Ilahiah merupakan
bahaya yang sangat besar yang menyebabkan tragedi yang mengenaskan.22

D. Cara Menjauhi Dosa-dosa Besar


Diringkas dari kitab Sabiilun Najah min Syu'mil Ma'shiyyah (13 Penawar Racun
Kemaksiatan) karya Muhammad bin Abdullah Ad-Duwaisy:
1. Anggaplah Besar Dosamu
Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu 'anhu berkata,”Orang beriman melihat dosa-
21
Sayyid Hasyim Ar-Rasuli Al-Mahallati. 1996. Akibat Dosa. Bandung: Pustaka Hidayah. hlm 161
22
Sayyid Hasyim Ar-Rasuli Al-Mahallati. 1996. Akibat Dosa. Bandung: Pustaka Hidayah. hlm 194

21
dosanya seolah-olah ia duduk di bawah gunung, ia takut gunung tersebut
menimpanya. Sementara orang yang fajir (suka berbuat dosa) dosanya seperti lalat
yang lewat di atas hidungnya.”
2. Janganlah Meremehkan Dosa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah kamu meremehkan
dosa, seperti kaum yang singgah di perut lembah. Lalu seseorang datang membawa
ranting dan seorang lainnya lagi datang membawa ranting sehingga mereka dapat
menanak roti mereka. Kapan saja orang yang melakukan suatu dosa menganggap
remeh suatu dosa, maka itu akan membinasakannya.” (Ahmad dengan sanad yang
shahih)
3. Janganlah Mujaharah (Menceritakan Dosa)
Rasulullah bersabda, ”Semua umatku dimaafkan kecuali mujahirun (orang yang
berterus terang). Termasuk Mujaharah ialah seseorang yang melakukan suatu amal
(keburukan) pada malam hari kemuadian pada pagi harinya ia membeberkannya,
padahal Allah telah menutupinya, ia berkata, ‘Wahai fulan, tadi malam aku telah
melakukan demikian'. Pada malam hari Tuhannya telah menutupi kesalahannya tetapi
pada pagi harinya ia membuka tabir Allah yang menutupinya.” (Bukhari dan Muslim)
4. Taubat Nasuha yang Tulus
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah lebih bergembira dengan
taubat hamba-Nya tatkala bertaubat daripada seorang di antara kamu yang berada di
atas kendaraannya di padng pasir yang tandus. Kemudian kendaraan itu hilang
darinya, padahal di atas kendaraan itu terdapat makanan dan minumannya. Ia sedih
kehilangan hal itu, lalu ia menuju pohon dan tidur dibawah naungannya dalam
keadaan bersedih terhadap kendaraannya. Saat ia dalam keadaan seperti itu, tiba-
tiba kendaraannya muncul didekatnya, lalu ia mengambil tali kendalinya. Kemudian
ia berkata, karena sangat bergembira,”Ya Allah Engkau adalah hambaku dan aku
adalah Tuhanmu”. Ia salah ucap karena sangat bergembira." (Bukhari-Muslim)
5. Jika Dosa Berulang, maka Ulangilah Bertaubat
Ali bin Abi thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sebaik-baik kalian adalah setiap
orang yang diuji (dengan dosa) lagi bertaubat.” Ditanyakan, “Jika ia mengulangi
lagi?” Ia menjawab. “Ia beristighfar kepada Allah dan bertaubat.” Ditanyakan,
“Jika ia kembali berbuat dosa?” Ia menjawab, “Ia beristighfar kepada Allah dan
bertaubat”, Ditanyakan , “Sampai kapan?” Dia menjawab, “Sampai setan berputus
asa.”
6. Jauhi Faktor-Faktor Penyebab Kemaksiatan
Orang yang bertaubat harus menjauhi situasi dan kondisi yang biasa ia temui pada
saat melakukan kemaksiatan serta menjauhi darinya secara keseluruhan dan sibuk
dengan selainnya.
7. Senantiasa Beristighfar
Saat-saat beristighfar:
Ketika melakukan dosa
22
b. Setelah melakukan ketaatan
c. Dalam dzikir-dzikir rutin harian
d. Senantiasa beristighfar setiap saat
Rasulullah beristighfar kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali (dalam riwayat
lain 100 kali)
8. Apakah Anda Berjanji Kepada Allah untuk Meninggalkan Kemaksiatan?
Tidak ada bedanya antara orang yang berjanji kepada Allah (berupa nadzar atas
tebusan dosa yang dilakukannya) dengan orang yang tidak melakukannya. Karena
yang menyebabkan dirinya terjerumus ke dalam kemaksiatan tidak lain hanyalah
karena panggilan syahwat (hawa nafsu) lebih mendominasi daripada panggilan iman.
Janji tersebut tidak dapat melakukan apa-apa dan tidak berguna.
9. Melakukan Kebajikan Setelah Keburukan
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bertakwalah kepada Allah
dimana saja kamu berada, dan iringilah keburukan dengan kebaijkan maka kebajikan
itu akan menghapus keburukan tersebut, serta perlakukanlah manusia dengan akhlak
yang baik." (Ahmad dan Tirmidzi)
10. Merealisasikan Tauhid
Rasulullah besabda, “Allah ‘Azza wa jalla berfirman. Barangsiapa yang
melakukan kebajikan maka ia mendapatkan pahala sepuluh kebajikan dan Aku
tambah dan barangsiapa yang melakukan keburukan, maka balasannya satu
keburukan yang sama, atau diampuni dosanya. Barangsiapa yang mendekat kepada-
Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta dan barangsiapa yang
mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa, barangsiapa
yang datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan
berlari. Barangsiapa yang menemui-Ku dengan dosa sepenuh bumi tanpa
menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun, maka Aku menemuinya dengan maghfirah
(ampunan) yang sama.” (Muslim-Ahmad)
11. Jangan Berpisah dengan Orang-Orang yang Baik
a. Persahabatan dengan orang-orang baik adalah amal shalih.
b. Mencintai orang-orang shalih menyebabkan seseorang bersama mereka, walaupun
ia tidak mencapai kedudukan mereka dalam amal.
c. Manusia itu ada 3 golongan:
1. Golongan yang membawa dirinya dengan kendali takwa dan mencegahnya dari
kemaksiatan. Inilah golongan terbaik.
2. Golongan yang melakukan kemaksiatan dalam keadaan takut dan menyesal. Ia
merasa dirinya berada dalam bahaya yang besar, dan ia berharap suatu hari dapat
berpisah dari kemaksiatan tersebut.
3. Golongan yang mencari kemaksiatan, bergembira dengannya dan menyesal
karena kehilangan hal itu.
d. Penyesalan dan penderitaan karena melakukan kemaksiatan hanya dapat dipetik
dari persahabatan yang baik.
23
e. Tidak ada alasan untuk berpisah dengan orang-orang yang baik.
12. Jangan tinggalkan Da’wah
Said bin Jubair berkata, ”Sekiranya seseorang tidak boleh menyuruh kebajikan
dan mencegah kemungkaran sehingga tidak ada dalam dirinya sesuatu (kesalahan)
pun, maka tidak ada seorang pun yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari
kemungkaran.” Imam Malik berkomentar, “Ia benar. Siapakah yang pada dirinya
tidak ada sesuatupun (kesalahan).”
13. Jangan cela orang lain karena perbuatan dosanya
Rasulullah menceritakan kepada para sahabat bahwasanya seseorang
berkata, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan.” Allah
berfirman,"Siapakah yang bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak mengampuni si
fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuni dosanya dan Aku telah menghapus
amalmu." (Muslim).(http://islam-oase.blogspot.com)

BAB III

24
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dosa besar merupakan segala bentuk perbuatan yang dilarang Allah atau yang
dimuat oleh Al-Qur’an tentang pengharamannya atau sesuatu perbuatan yang wajib di
hukum, atau sesuatu perbuatan yang mengandung ancaman siksaan di api neraka pada
hari kiamat, atau mengandung ancaman yang keras atau menggambarkan pelakunya
sebagai fasik.
Macam-macam dosa besar diantaranya menyekutukan Allah SWT (berbuat
syirik), bunuh diri, membunuh manusia, berzina, mencuri, minum khamr, durhaka kepada
kedua orang tua, dll.
Bahaya dari dosa-dosa besar diantaranya dapat menghalangi doa dan mencegah
keterkabulannya, mengubah nikmat dan membinasakan umat, mengurangi umur manusia,
meruntuhkan penjagaan, menimbulkan kegelisahan, serta dapat menjerumuskan manusia
kepada kekafiran.
Cara menjauhi dosa-dosa besar diantaranya dengan menganggap besar dosamu,
tidak meremehkan dosa, tidak mujaharah (menceritakan dosa), melakukan taubat nasuha
yang tulus, jika dosa berulang maka ulangilah bertaubat, menjauhi factor-faktor penyebab
kemaksiatan, senantiasa beristighfar, melakukan kebajikan setelah keburukan,
merealisasikan tauhid, tidak berpisah dengan orang-orang yang baik, tidak meninggalkan
da’wah, serta tidak mencela orang lain karena perbuatan dosanya.

DAFTAR PUSTAKA

25
Afif Abdullah Fattah Thabbarah. 1986. Dosa dalam Pandangan Islam. Bandung: Risalah.

Dr. Afif Abdul Fattah Thabbarah. 1984. Dosa-dosa Besar Dalam Islam. Surabaya: Mutiara Ilmu.

Imam Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad Bin Usman Az-Dzahabi. 1990. Dosa-dosa besar.
Surabaya: Bina Ilmu.

Syeikh ‘Izzuddin Ibnu Abdis Salam. 2011. Kaidah-kaidah Hukum Islam. Bandung: Nusamedia.

Anonim. 2008. Arti kata. www.artikata.com (diakses pada tanggal 1 Oktober 2014 pukul 11.23)

Sayyid Hasyim Ar-Rasuli Al-Mahallati. 1996. Akibat Dosa. Bandung: Pustaka Hidayah

Anonim. 2006. 13 Penawar Racun Kemaksiatan. http://islam-oase.blogspot.com. (diakses pada


tanggal 2 Oktober 2014 pukul 13.00)

MAKALAH

26
DOSA-DOSA BESAR DAN BAHAYANYA

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Tauhid

Dosen Pengampu : Bapak Agus Khunaifi, M.Ag

Disusun oleh:

Jurusan : Tadris Fisika (I-B)

Ika Dwi Nur Cahya (1403066040)


Ansory Hurairo (1403066046)
Adina Widi Astuti (1403066069)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2014

27

Anda mungkin juga menyukai