Anda di halaman 1dari 11

SOLA GRATIA

hakikat atau model standar moral yang harus diikuti oleh manusia demi hidup kekal itu
sendiri.

Berhubungan dengan kebingungan dan kebimbangan manusia tersebut, Kekristenan

memberikan jawaban yang sangat berbeda dan memuaskan.

Pokok Masalah

Permasalahannya adalah bagaimanakah konsep keselamatan dalam perspektif Kristen

dan bagaimana manusia dapat memperoleh keselamatan itu.

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan “Sola Gratia: Keselamatan Hanya Oleh Anugerah” adalah untuk

menjelaskan konsep keselamatan dalam perspektif Kristen yang berbeda dari semua agama di

dunia dan konsep atheis, dan bagaimana manusia memperoleh keselamatan itu.

Keselamatan Sebagai Anugerah Allah

Total Depravity, Keinsafan Akan Moral Yang Telah Rusak Total

Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa semua orang telah berdosa dan telah

kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Itu berarti bahwa semua manusia tanpa terkecuali

telah

rusak karena dosa. Dosa sendiri dapat didefinisikan “tidak mencapai sasaran, kebejatan,

pemberontakan, kesalahan, memilih jalan yang tidak benar, kejahatan, penyimpangan,

keadaan tidak beriman, perbuatan jahat, pelanggaran terhadap hukum, pelanggaran,

kebodohan, dan

kesengajaan meninggalkan jalan benar.”4

Istilah yang digunakan John Calvin untuk menggambarkan kerusakan manusia karena

dosa adalah total depravity, berarti kerusakan total. Namun ternyata penggunaan istilah

kerusakan total oleh Calvin tidaklah disamakan artinya dengan kerusakan mutlak.5 Jika

dikatakanCharles C. Ryrie, manusia


Teologi Dasar Panduan Populer untuk Memahami
itu Kebenaran Alkitab (Yogyakarta:
4
kerusakan adalah kerusakan mutlak, berarti bahwa kebobrokan
ANDI, 1992), 286.
5 Edwin H. Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Surabaya: Momentum, 2008), 1.
seseorang
telah sampai pada taraf yang paling maksimal sepanjang waktu, meliputi seluruh aspek

hidupnya, dan sangat jahat sejahat yang bisa dilakukannya.6 Sementara kerusakan total berarti

bahwa kejahatan manusia telah mencapai cakupan luas yang maksimal, dan bukan berarti

bahwa manusia tidak dapat lebih jahat lagi tetapi bahwa tidak ada satu pun perbuatannya yang

baik.7 Kejahatan telah meresap ke setiap jiwa dan setiap bidang kehidupan manusia sehingga

manusia tidak mampu melakukan satu pun hal yang baik.8

Memang benar bahwa manusia natural dapat melakukan kebaikan yang relatif.

Contohnya menolong sesama, dan sebagainya. Namun yang perlu diketahui bahwa

kebaikan relatif secara fundamental bukanlah kebaikan yang sejati dalam pandangan Allah.9

“Dalam kenyataannya, kebaikan relatif ini pada dasarnya, dan dalam pengertian yang

terdalam, tidak lain adalah dosa dan kejahatan.”10

Kitab Kejadian 8:21 dan Mazmur 51:7 menjelaskan bahwa sejatinya sejak manusia

masih kecil – bahkan sejak dalam kandungan – manusia telah hidup dalam dosa. Rasul Paulus

menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang benar, tidak ada seorang pun yang berakal

budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah, semua menyeleweng, artinya bahwa semua

manusia berdosa (Rm. 3:10-18). Keberadaan manusia adalah selalu dan semata-mata berbuat

dosa.11

Mengacu pada kenyataan ini, maka seyogianyalah manusia insaf bahwa memenuhi

standar kekudusan yang dituntut oleh Allah dengan kemampuan diri sendiri untuk

memperoleh keselamatan adalah mustahil. Manusia memerlukan cara lain. Dan cara itu datang

dari Allah.

Karya Keselamatan Sebagai Inisiatif Allah Yang Agung

Semua manusia telah berdosa. Oleh karena itu semua manusia layak untuk dihukum
6 Edwin H. Palmer, Lima Pokok Calvinisme, 1-2.
(Rm. 6:23). Akan
7 Ibid., 2. tetapi Allah memilih untuk menyelamatkan manusia. Mengapa? Yohanes
8 Ibid.
9 Ibid., 8.
10 Ibid.

11
Lih. penjelasan Edwin H. Palmer tentang kerusakan total, dalam Lima Pokok Calvinisme, 8-9.
3:16 menjelaskan bahwa karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah

mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak

binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Keselamatan adalah inisiatif Allah sendiri karena

kasih, dan untuk kemuliaan-Nya.

Dia datang ke dunia mengambil rupa manusia – yaitu manusia Yesus Kristus – untuk

menjadi domba sembelihan bagi keampunan dosa manusia. Oleh penumpahan darah Kristus

manusia diampuni sebab tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan (Ibr. 9:22).

Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita

dibenarkan oleh Allah (2 Kor. 5:21). Kristus adalah korban sembelihan yang sempurna bagi

keampunan dosa manusia. Diluar Kristus tidak ada jalan keselamatan yang lain (Kis. 4:12) dan

keselamatan itu semata-mata hanya anugerah Allah, tidak ada satu pun usaha yang dapat

dilakukan manusia untuk memperoleh keselamatan itu (Ef. 2:8-9).

Dalam menerima keselamatan itu, ada hal-hal yang terjadi dalam diri manusia, yang

walaupun merupakan satu kesatuan yang hakiki, tapi dapat dibedakan antara satu dengan

yang lainnya. Hal-hal tersebut adalah kelahiran kembali, pertobatan, iman, pengampunan,

pembenaran, pengudusan dan ketekunan.

Kelahiran Kembali

Kelahiran kembali adalah tindakan Allah memberikan kehidupan rohani kepada

manusia.12 Kelahiran kembali adalah suatu metafora untuk langkah awal keselamatan yang

bukan terjadi oleh perbuatan manusia tetapi semata-mata karya Allah.13 Ihwal kelahiran

kembali ini pertama kali muncul dalam percakapan antara Yesus dan Nikodemus seperti yang

tertulis dalam 1 Yohanes 3:1-21. Perkataan Yesus perihal manusia harus dilahirkan

kembali untuk melihat Kerajaan Allah tidaklah dipahami secara harafiah dengan

melihat/memikirkan

12 Christopher Luthy, Catatan Teologi Sistematika III (Makassar: STT Jaffray, 2018), 17.
13 James Montgomery Boice, Dasar-Dasar Iman Kristen (Surabaya: Momentum, 2015), 459.
kelahiran jasmaniah. Ferguson mengatakan bahwa farasa kelahiran kembali berarti awal yang

lain.14

Setiap orang yang hendak masuk ke Kerajaan Allah haruslah dilahirkan kembali.

Dalam percakapan Yesus dengan Nikodemus, Yesus setidaknya memberikan 3 alasan tentang

pentingnya kelahiran kembali.15 Alasan yang pertama adalah karena manusia daging adanya,

dan itu berarti bahwa natur manusia tidak dapat menghasilkan realitas rohani.16 Daging dan

darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan yang binasa tidak mendapat bagian

dalam apa yang tidak binasa (1 Korintus 15:50). Alasan yang kedua adalah bahwa manusia

tidak dapat melihat Kerajaan Allah, dalam artian bahwa manusia tidak dapat mengenal,

menghargai dan memahami pentingnya kerajaan itu.17 Lebih dari itu, manusia tidak hanya buta

tetapi juga dikelilingi oleh kegelapan.18 Alasan yang ketiga adalah bahwa manusia lemah dan

tak berdaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah.19

Dilahirkan kembali berarti lahir dari air dan Roh (Yoh. 3:5). Seperti yang sudah sedikit

disinggung sebelumnya bahwa hal kelahiran kembali adalah pekerjaan Allah melalui Roh

Kudus-Nya. Roh bekerja dalam diri manusia, membersihkan jiwa dan memurnikannya seperti

air, membuang kotorannya yang tidak layak bagi Kerajaan Allah, serta mendinginkan dan

menyegarkan jiwa, seperti air bagi bagi rusa yang kehausan.20 Hal kelahiran kembali juga

dibandingkan dengan angin (Yoh. 3:8). Metthew Henry memberi penjelasan bahwa dalam

membaharui manusia, Roh bekerja sesuai dengan kehendak-Nya, sebagai pekerja yang bebas

kepada siapa, kapan, dan dimana saja.21 Seperti halnya angin yang tidak terlihat arah atau

sumbernya namun dampaknya dirasakan, demikianlah Roh Kudus bekerja dalam hati manusia.

14 Sinclair B. Ferguson, Kehidupan Kristen: Sebuah Pengantar Doktrinal (Surabaya: Momentum, 2007),
64.
15 Ibid., 67.
16 Ibid.
17 Ibid., 68.

18 Ibid., 69.
19 Ibid., 72.

20
Metthew Henry, Tafsiran Metthew Henry: Injil Yohanes 1-11 (Surabaya: Momentum, 2010), 142.
21 Ibid., 143.
Dia bekerja dengan penuh kuasa dan dengan dampak-dampak yang nyata.22 Roh Kudus bekerja

secara rahasia dan dengan cara-cara yang tersembunyi, tetapi berdampak besar.23

Dalam kelahiran kembali akal budi manusia dicerahkan sehingga dapat mengerti akan

Kerajaan Allah.24 Dalam kelahiran kembali hati manusia dimurnikan; Allah menaruh hukum-

hukum-Nya dalam hati manusia sehingga manusia termotivasi untuk memuliakan dan

melayani-Nya di jalan kebanaran bukan karena paksaan dari luar melainkan oleh kuasa dari

dalam.25 Dalam kelahiran kembali keinginan-keinginan manusia diperbaharui, sehingga

manusia senantiasa mendambakan susu rohani yang murni untuk pertumbuhannya.26

Pertobatan

Adalah menarik apa yang dikatakan Hoekma tentang Perjanjian Baru, bahwa itu

dimulai (Mat. 3:2) dan diakhiri dengan panggilan untuk bertobat (Why. 3:19).27 Ini

menunjukkan urgensi pertobatan dalam kehidupan manusia yang tercemar oleh dosa.

Dalam Perjanjian Lama, kata Ibrani yang dipakai untuk pertobatan adalah kata nicham,

yang berarti menyesal, tergerak oleh belas kasihan atau bertobat dari perbuatan yang salah.28

Dalam Perjanjian Baru, kata ini sama dengan kata Yunani metanoia.29 Kata lain yang lebih

sering digunakan untuk pertobatan adalah kata shūbh, berarti berbalik, pergi kearah

yang berlawanan.30 Dalam Perjanjian Baru kata ini sama dengan kata epistrephō.31 “Pertobatan

dapat

didefinisikan sebagai tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seorang yang telah

diregenerasikan untuk berbalik dari dosa kepada Allah di dalam suatu perubahan kehidupan

22
Metthew Henry, Tafsiran Metthew Henry: Injil Yohanes 1-11, 143.
23 Ibid., 143-144.
24 Sinclair B. Ferguson, Kehidupan Kristen, 76.

25 Ibid., 76-77.

26 Sinclair B. Ferguson, Kehidupan Kristen, 77.

27 Anthony A. Hoekma, Diselamatkan oleh Anugerah (Surabaya: Momentum, 2010), 160.

28 Ibid., 162.
29 Ibid., 163.

30
Ibid.
31 Ibid.
sepenuhnya, yang dinyatakan didalam bentuk suatu cara berpikir, merasa, dan berkehendak

yang baru.32

Pertobatan adalah anugerah Allah kepada manusia (Kis. 11:8, Rm. 2:4). Pertobatan

mencakup aspek-aspek yang dapat dibedakan, namun tidak boleh dipisahkan.33 Aspek yang

pertama adalah aspek intelektual, yaitu melibatkan pengenalan akan kekudusan dan keagungan

Allah, pengakuan atas dosa dan pemahaman akan kasih setia Allah.34 Aspek yang kedua

adalah aspek emosional, mencakup perasaan duka cita yang mendalam atas dosa dan akibat

dosa, serta rasa sukacita atas pengampunan Allah dan sukacita di dalam melakukan kehendak

Allah.35 Aspek yang ketiga adalah aspek volisional, yaitu perubahan dalam tujuan dan motivasi

yang dinyatakan secara tampak dalam buah-buah pertobatan.36

Iman

Apa itu iman? Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti

dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr. 11:1). Dalam bahasa Ibrani, kata yang

diterjemahkan sebagai iman sebenarnya memiliki arti menyokong atau meneguhkan, sementara

kata Yunani yang diterjemahkan sebagai iman atau percaya sebenarnya memiliki arti

berharap kepadanya atau bersandar kepadanya.37 “Secara teologis, yang dimaksud dengan

iman adalah keteguhan hati seseorang untuk terus percaya kepada Tuhan, apa pun yang

terjadi, dalam situasi

apa pun, dan sampai kapan pun.”38 Iman adalah saluran keselamatan yang mutlak harus

ada, sebab tanpa iman tidak mungkin seseorang berkenan kepada Allah (Ibr. 11:6).39 Kata

dasar

yang digunakan untuk mendefinisikan iman dalam Ibrani 11:1 sesungguhnya berarti
surat bukti
32 Anthony A. Hoekma, Diselamatkan oleh Anugerah, 167.

33 Ibid., 167-168.
34 Ibid., 168.
35 Ibid.

36 Ibid.

37 J. Wesley Brill, Dasar yang Teguh (Bandung: Kalam Hidup, s.a), 214.

38 Markus Suyadi, Tanya Jawab tentang Kristologi, Soteriologi, Malaikat, dan Setan (Yogyakarta: Andi,

2016), 73.
39
James Montgomery Boice, Dasar-Dasar Iman Kristen, 463.
hak milik untuk sebidang properti.40 “Iman itu adalah bukti akan segala sesuatu yang belum

sepenuhnya terlihat.”41

Iman sendiri pada dasarnya adalah anugerah Allah kepada manusia (Fil. 2:13, I Kor.

12:3, Ef. 2:8, Mat. 16:16-17). Dasar iman adalah Firman Allah (Roma 4:20-21) dan tujuan

iman adalah Yesus Kristus.42

Apa yang sering dianggap sebagai iman tetapi pada dasarnya itu bukan iman? Boice

memaparkan ada 3 hal, yaitu iman bersifat subjektif, kredulitas, dan optimisme.43 Iman yang

bersifat subjektif adalah iman dari perasaan religius yang terpisah dari kebenaran

objektif pernyataan Allah.44 “Kredulitas adalah sikap orang-orang yang mau menerima sesuatu

sebagai benar tanpa adanya bukti hanya karena mereka sungguh-sungguh berharap bahwa itu

benar.”45 Sementara optimisme adalah sikap mental yang positif untuk menyebabkan apa yang

dipercayai itu terjadi.46

Boice merujuk kepada poin Calvin, bahwa iman sejati memiliki isi intelektual.47

Pengetahuan ini mencakup siapa Yesus, siapa manusia, dan hal-hal lain, dengan berdasar pada

Alkitab.48 Namun iman tidak sebatas pada pengetahuan. “Iman alkitabiah yang sejati, juga

menuntut gerakan hati.”49 Iman juga adalah soal kepercayaan atau komitmen, dimana manusia

berbalik memercayai Allah sepenuhnya, bukan lagi diri sendiri.50 G.I. Williamson menuliskan

bahwa iman berkaitan erat dengan pertobatan, dimana keduanya merupakan aspek dari

transformasi total jiwa.51 Pertobatan menunjukkan aspek perubahan jiwa yang berpaling dari

40
James Montgomery Boice, Dasar-Dasar Iman Kristen, 465.
41
Ibid.
42 J. Wesley Brill, Dasar yang Teguh, 214.

43
James Montgomery Boice, Dasar-Dasar Iman Kristen, 464.
44
Ibid.
45 Ibid.

46 Ibid.

47 Ibid., 466.
48
Ibid., 467.
49 Ibid., 469.

50 Ibid.

51 G.I. Williamson, Pengakuan Iman Westminster (Surabaya: Momentum, 2006), 149.


dosa dan dengan sungguh-sungguh membenci dosa, sementara iman menunjukkan aspek

perubahan jiwa yang berpaling kepada Kristus dan mengalami keterikatan yang kuat dengan-

Nya.52

Pengampunan

Kata Yunani yang dipakai untuk kata pengampunan adalah aphesis yang juga dapat

berarti memisahkan sesuatu.53 Ketika manusia diampuni oleh Allah, itu berarti bahwa dosa

dijauhkan dari manusia.54 Pengampunan itu diterima ketika manusia beriman kepada Yesus dan

bertobat.55

Kitab Ibrani menjelaskan bahwa syarat pengampunan dosa adalah adanya penumpahan

darah (Ibr. 11:9). Allah mengampuni manusia bukan karena korban-korban sembelihan

manusia, atau perbuatan-perbuatan manusia, tetapi karena darah Kristus yang tercurah. Matius

26:28, sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk

pengampunan dosa.

Pembenaran

Pembenaran adalah suatu tindakan anugerah Allah yang secara cuma-cuma

mengampuni semua dosa manusia dan menerimanya sebagai orang-orang yang benar dalam

pandangan-Nya, oleh karena kebenaran Kristus diperhitungkan atas manusia, dan diterima

hanya melalui iman.56 Pembenaran bukan suatu tindakan menjadikan seseorang kudus,

tetapi lebih merupakan pernyataan hukum.57 Ibarat di ruang pengadilan, manusia berdiri di

hadapan

Allah Bapa yang adalah Hakim. Seharusnya manusia yang berdosa dijatuhi hukuman
yang amat

berat akibat dosa-dosa manusia itu sendiri. Namun karena iman (yang di anugerahkan

Allah) 52manusia dipersatukan dengan Kristus dan kebenaran Kristus diperhitungkan atas
G.I. Williamson, Pengakuan Iman Westminster, 149.
Christopher Luthy, Catatan Teologi Sistematika III, 25.
53
manusia,
54 Ibid.

55 Ibid.

56 G.I. Williamson, Pengakuan Iman Westminster,158.

57
Ibid., 159.
maka manusia diperhitungkan benar di hadapan Hakim. Dosa manusia ditanggungkan kepada

Kristus dan kebenaran Kristus diperhitungkan kepada manusia (2 Kor. 5:21).

Pengudusan dan Ketekunan

Hal pengudusan adalah karya Roh Kudus dalam pribadi orang percaya.58 Oleh Roh

Kudus terjadi kelanjutan pelayanan Yesus untuk memberikan kebebasan, bimbingan rohani,

wawasan, aplikasi kedewasaan rohani, dan kedewasaan rohani kepada orang-orang percaya.59

Mengapa kekudusan itu penting? Ada setidaknya dua alasan. Yang pertama adalah bahwa itu

adalah perintah. Kuduslah kamu, sebab Aku kudus (1 Pet. 1:16). Karena itu
haruslah kamu

sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna (Mat. 5:48). Alasan yang

kedua adalah bahwa tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan (Ibr. 12:14).

Pengudusan merupakan suatu pekerjaan yang dilangsungkan terus-menerus dalam hidup orang

percaya.60

Tentu dalam tubuh kemanusiaan (dalam daging) manusia tidak akan mencapai

kesempurnaan Allah. Itu akan diterima kelak ketika Yesus datang kembali menjemput saleh-saleh-

Nya. Manusia (walaupun telah menerima Kristus) tetap masih dapat jatuh dalam dosa. Namun

yang harus dipahami bahwa orang percaya tidak lagi menghambakan diri pada dosa karena itu

bukan identitas Kristen (1 Yoh. 3:9). Orang-orang percaya akan hidup dalam proses transformasi

serupa Kristus. Orang-orang percaya akan hidup dalam ketekunan akan Firman Allah, dalam

kebajikan, oleh iman kepada Kristus.


Kesalahan-Kesalahan Pemahaman Terhadap Doktrin Keselamatan

Bertambahnya kuantitas jemaat ternyata tidak melulu disertai kualitas keberimanan

yang baik. Ada begitu banyak orang yang terjebak dalam konsep-konsep paham yang salah

58Willem VanGemeren, Progres Penebusan: Kisah Keselamatan dari Penciptaan sampai Yerusalem
Baru (Surabaya: Momentum, 2016), 455.
59 Ibid.

60
J. Wesley Brill, Dasar yang Teguh, 234.
tentang keselamatan. Konsep yang sering disalah pahami itu adalah hubungan iman dan

perbuatan.

Konsep yang pertama adalah pandangan yang melihat Allah bisa berhutang pada

manusia dan memberkati manusia karena perbuatan baik manusia itu.61 Konsep atau paham ini

dikenal dengan istilah legalisme.62 Pandangan ini melihat keselamatan sebagai upaya manusia

semata untuk mendapat hati Allah. Konsep yang kedua adalah bahwa manusia bisa

berhubungan dengan Allah tanpa perlu menaati perkataan dan perintah-Nya, karena Allah

menerima manusia apa adanya.63 Paham ini dikenal dengan istilah antinomianisme.64 Konsep

ini memandang anugerah Allah secara salah dan mengabaikan hal identitas orang percaya.

Konsep pemikiran yang ketiga adalah bahwa manusia diselamatkan hanya oleh anugerah Allah

memalui iman, namun ditambah dengan perbuatan manusia.65

Kesimpulan

Sola gratia: keselamatan adalah semata-mata anugerah Allah kepada manusia.

Perbuatan manusia tidak memberi sumbangan apa pun dalam hal pemberian keselamatan itu.

Manusia dibenarkan dan diselamatkan dalam iman kepada Kristus. Iman itu pun adalah

anugerah Allah kepada mereka yang dipilih-Nya sesuai kerelaan hati-Nya (Ef. 2:8-9). Adapun

perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh orang-orang percaya bukan untuk

mendapat keselamatan, tetapi merupakan identitas orang percaya (dalam tuntunan Roh Kudus

– Fil. 2:13,

1 Yoh. 3:9) yaitu mereka yang telah diselamatkan oleh iman kepada Yesus Kristus.

Terpujilah Kristus penebus. Soli Deo Gloria!

61 Timothy Keller, Preaching (Berkhotbah): Mengomunikasikan Iman dalam Zaman yang Skeptis

(Surabaya: Literatur Perkantas Jatim, 2018), 47.


62 Ibid.

63 Ibid.

64 Ibid.

65
James Montgomery Boice, Dasar-Dasar Iman Kristen, 483.

Anda mungkin juga menyukai