Anda di halaman 1dari 14

5 POKOK CALVINISME

Teologia Reformed

5 Pokok calvinisme yang diajarkan oleh Dr. John Calvin yaitu: Total Depravity
(Kerusakan Total Manusia), Unconditional Election (Pemilihan yang Tidak
Bersyarat), Limited Atonement (Penebusan Terbatas), Irresistible Grace
(Anugerah yang Tidak Dapat Ditolak), dan Perseverance of the Saints
(Ketekunan Orang-orang Kudus). Mari kita mempelajari satu per satu kelima
poin Calvinisme yang sering disingkat TULIP ini.

1. Total Depravity (Kerusakan Total Manusia)


Apa arti kerusakan total manusia? Kerusakan total tidak berarti manusia benar-
benar jahat dan kejam sehingga tidak ada aspek yang agak baik. Ingatlah,
Alkitab mengajar bahwa Allah telah memberi wahyu umum-Nya kepada semua
manusia dalam bentuk hati nurani dan alam, sehingga mereka tidak dapat
berdalih (Amsal 20:27; Roma 1:19-20). Dengan adanya hati nurani yang
merupakan benih agama yang ditanamkan Allah di dalam setiap manusia,
sebagai responnya, manusia masih mampu berbuat “baik” (melalui etika moral,
agama, dll) meskipun perbuatan “baik” ini tidak dilakukannya dengan motivasi
dan tujuan yang baik yaitu memuliakan Allah. Kerusakan total manusia berarti
dua hal.

Rev. Prof. Edwin H. Palmer, Th.D., D.D. memaparkan dua konsep kerusakan
total ini, yaitu dari sisi positif, berarti selalu dan semata-mata berbuat dosa, dan
dari sisi negatif, ketidakmampuan total. Dari sisi positif, kerusakan total
manusia berarti selalu dan semata-mata berbuat dosa. Artinya, tidak ada
kecenderungan lain di dalam diri manusia, selain berbuat dosa. Augustinus
menyebut kondisi ini sebagai non-posse non-peccare (tidak mungkin tidak
berdosa). Mari kita telusuri bagian Alkitab tentang hal ini. Dari Kitab Kejadian
3, kita sudah mendapati realita ini, yaitu manusia pertama, yaitu Adam dan
Hawa berdosa secara positif yaitu murni ingin berbuat dosa.

Perhatikan Kejadian 3:6, “Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik
untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena
memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan
diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan
suaminyapun memakannya.” Setelah dibujuk oleh iblis, Hawa termakan oleh
bujukan itu dengan memandang “keindahan” buah pengetahuan yang baik dan
jahat itu, lalu kemudian ia memakannya, ia tidak sadar bahwa pada saat itulah ia
jatuh ke dalam dosa.

Kejadian 6:5 juga berkata hal serupa, “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan
manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu
membuahkan kejahatan semata-mata,” Begitu juga dengan Yeremia 17:9,
“Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah
membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?” Di Perjanjian Baru, kita
mendapati hal serupa. Di Roma 3:10, Paulus mengajar, “Tidak ada yang benar,
seorangpun tidak.” Lalu di ayat selanjutnya (11 s/d 18), ia memaparkan
kecenderungan perbuatan jahat manusia.

Di sisi negatif, kerusakan total berarti tidak adanya kemampuan total. Artinya,
manusia tidak mampu lagi berbuat sesuatu yang menyenangkan Allah. Mengapa
manusia tidak mampu? Ada beberapa alasan. Pertama, manusia tidak mampu
berbuat baik (dan benar) karena manusia tidak mau mengetahui kebaikan (dan
standarnya: kebenaran). Kata “tidak mau” menunjukkan bahwa dari asalnya,
karena dosa, manusia memang benar-benar enggan mengetahui kebaikan dan
kebenaran. Rasul Paulus menjelaskan konsep ini di dalam 2 Timotius 4:3-4,
“Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat,
tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk
memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari
kebenaran dan membukanya bagi dongeng.” Manusia berdosa memiliki
kecenderungan untuk tidak mau lagi mengetahui apa yang baik dan benar,
tetapi justru ingin mengetahui apa yang menyenangkan (mengenakkan telinga).

Di era pragmatisme di zaman postmodern, apa yang telah dikatakan Paulus


telah menjadi kenyataan. Dunia kita tidak mau Kristus dan Kebenaran, tetapi
menginginkan sesuatu yang mistik, “akademis”, dll, sehingga novel-novel seperti
The Da Vinci Code (fiksi tetapi mengaku fakta juga???) begitu laris di dunia,
bahkan filmnya diputar secara serentak di dunia (termasuk Indonesia). Di
Indonesia, film ini diputar dalam jangka waktu yang agak lama.

Bagaimana dengan film The Passion of the Christ di Indonesia? Ternyata film
yang benar-benar berpusat pada Kristus ini diputar di Indonesia dalam jangka
waktu lebih pendek dari pemutaran film The Da Vinci Code, bahkan menurut
berita, di beberapa negara, film The Passion of the Christ dilarang diputar, tetapi
herannya mengapa film The Da Vinci Code diputar serentak, dan hampir tidak
ada negara yang melarang pemutaran filmnya? Inilah bukti dunia tidak mau
mengetahui kebenaran, tetapi maunya sesuatu yang menyenangkan. Selain tidak
mau mengetahui kebenaran, kedua, manusia tidak mampu berbuat baik, karena
mereka tidak mau tunduk kepada Kebaikan dan Kebenaran itu. Akibat dari tidak
mau mengetahui Kebenaran, maka manusia otomatis tidak mau tunduk kepada
Kebaikan/Kebenaran.

Kita bisa menjumpainya di dalam pengalaman penginjilan. Ketika kita


menginjili beberapa orang yang diinjili itu (yang menolak) secara umum
mengatakan bahwa semua agama itu sama, bahkan ada yang tidak menganggap
Injil yang kita beritakan. Yang lebih ekstrim lagi, Kekristenan dihina, diancam,
gereja-gereja dibakar, Kristus dilecehkan dengan berbagai alasan “akademis”,
misalnya kawin dengan Maria, tidak bangkit, dll. Semua itu menunjukkan
bahwa manusia sebenarnya tidak mau tunduk kepada Kebenaran, tetapi
memberontak kepada Kebenaran. Sayang, semakin mereka memberontak
kepada Kebenaran, mereka bukan semakin hebat, tetapi mereka semakin
kelihatan bodoh.

Ketika membicarakan tentang Bertrand Russell dan Irasionalitas Rasionalisme


di dalam Persekutuan dan Pembinaan Pemuda GRII Andhika, Surabaya tanggal
22 April 2008, Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. memberikan satu ilustrasi bagus.
Beliau memaparkan bahwa manusia yang mau melawan Kristus itu seperti
benda lunak mau melawan benda keras (misalnya, kapas mau melawan
besi/baja), akhirnya, semakin orang itu melawan Kristus, mereka semakin kalah
dan tidak bisa apa-apa. Itulah gambaran dunia yang katanya semakin “pintar”,
tetapi realitanya bodoh.

2. Unconditional Election (Pemilihan yang Tidak


Bersyarat)
Karena semua manusia sudah rusak total, maka jalan keluar dari dosa yaitu
keselamatan. Keselamatan itu datang dari pihak Allah (anugerah Allah) yang
dimulai dari Allah yang telah memilih beberapa manusia untuk diselamatkan
dan pemilihan itu tidak bersyarat. Mari kita telusuri pengajaran Alkitab
mengenai bagian ini.

Dengan jelas sekali, Tuhan Yesus berfirman di dalam Yohanes 6:37, “Semua
yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa
datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.” Dengan kata lain, orang bisa datang
kepada Kristus setelah orang-orang itu ditarik oleh Bapa. Berarti, tetap ada
orang-orang tertentu yang dipilih Bapa untuk dibawa kepada Kristus.

Kedua, Tuhan Yesus juga mengatakan di dalam Yohanes 15:16, “Bukan kamu
yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah
menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu
tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-
Nya kepadamu.” Di titik pertama, Tuhan Yesus sudah mengajarkan bahwa
bukan manusia yang memilih Tuhan, tetapi Tuhan yang memilih manusia. Ini
berarti pemilihan berada di tangan Allah, bukan di tangan manusia. Dengan
kata lain, semua doktrin yang mengajarkan bahwa Tuhan menyelamatkan
semua orang dan tidak pernah memilih orang-orang tertentu sudah diruntuhkan
oleh pengajaran Tuhan Yesus sendiri.

Di Kisah Para Rasul 13:48, atas ilham Roh, dr. Lukas menulis, “Mendengar itu
bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan
firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal,
menjadi percaya.” Perkataan ini terjadi setelah Paulus memberitakan Injil
kepada orang-orang Yahudi di Antiokhia di Psidia (baca: ayat 16 dan 44). Orang-
orang yang telah dipilih Allah akhirnya meresponi firman yang diberitakan
Paulus dan Barnabas (baca: ayat 48), sedangkan yang tidak dipilih, malahan
menolak dan geram kepada pemberitaan (dan para pemberita) Injil (baca ayat
45).

Di Efesus 1:4-6, dengan lebih jelas dan gamblang, Paulus mengajarkan, “Sebab
di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita
kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita
dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan
kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang
dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya.” Ada empat hal
yang mau kita soroti pada bagian ini.

Pertama, Paulus mengajarkan bahwa di dalam Kristus, Allah telah memilih


kita.

Berarti, proses keselamatan akhirnya menuju kepada Kristus. Allah Bapa


merencanakan keselamatan, Allah Anak (yaitu Tuhan Yesus) menggenapi
keselamatan, dan Allah Roh Kudus yang menyempurnakan karya keselamatan
Kristus itu dengan mengefektifkan karya penebusan Kristus ke dalam hati setiap
umat pilihan yang telah dipilih Allah Bapa.

Kedua, Allah telah memilih kita di dalam Kristus sebelum dunia dijadikan.
Berarti, Allah memilih manusia jauh sebelum manusia berdosa. Ini juga berarti
bahwa Allah yang memilih manusia bukan karena manusia yang ingin
diselamatkan, tetapi pemilihan mutlak terjadi dari pihak Allah yang berinisiatif
aktif.

Ketiga, Allah telah memilih kita di dalam Kristus sebelum dunia dijadikan
supaya kita kudus dan tidak bercacat di hadapan-Nya. Artinya, kita dipilih Bapa
di dalam Kristus supaya kita memancarkan terang Kristus di hadapan Bapa
(bdk. Rm. 12:1-2; Efesus 2:10).

Dan terakhir, Allah yang telah memilih kita di dalam Kristus sebelum dunia
dijadikan terjadi karena kasih karunia Allah saja. Perhatikan ayat 6 di dalam Ef.
1 ini. Ketika Allah telah menentukan kita di dalam Kristus, itu terjadi karena
anugerah-Nya, sehingga anugerah-Nya itulah yang harus dipuji selama-
lamanya, bukan karena kehebatan diri kita yang memilih Tuhan. Di sini,
proposisi Arminian yang mengajarkan bahwa manusia yang memilih Tuhan dan
Ia baru memilih manusia setelah Ia melihat iman manusia yang dipilih-Nya itu
sudah digagalkan di bagian ini. Allah memilih beberapa orang bukan atas dasar
perbuatan baik manusia, tetapi murni karena anugerah dan kedaulatan Allah
(bdk. Efesus 2:8-9; Rm. 8:29-30).

Lalu, apa signifikansi doktrin ini? Pemilihan tanpa syarat memberikan beberapa
signifikansi penting, yaitu:

Pertama, bersyukur. Tidak ada respon yang paling penting selain kita terus-
menerus bersyukur atas anugerah-Nya yang begitu agung yang telah diberikan-
Nya bagi kita yang berdosa. Kalau Allah memilih manusia berdasarkan kebaikan
manusia, maka manusia bisa berbangga karenanya, tetapi Alkitab TIDAK
mengajar demikian. Alkitab mengajar bahwa Allah memilih manusia TIDAK
melihat jasa baik manusia, tetapi murni anugerah dan kedaulatan Allah. Justru
karena inilah, kita makin bersyukur bukan hanya karena Ia telah memilih kita,
tetapi juga Ia telah memilih kita tanpa melihat diri kita yang kotor dan najis ini.
Dengan kata lain, Ia menerima kita apa adanya. Itulah penghiburan umat Tuhan
yang tak terkira.

Kedua, bersaksi dan berbuat benar. Kita tidak cukup hanya bersyukur, kita
harus menyaksikan cinta kasih Tuhan yang begitu agung ini kepada semua
orang tanpa kecuali melalui penginjilan dan perbuatan kita yang memuliakan
Tuhan sebagai seorang yang telah dipilih Allah. Kita bisa melakukan hal ini pun
merupakan anugerah Allah melalui pekerjaan Roh Kudus. Dengan kata lain, di
dalam pemilihan Allah, mengutip perkataan Ev. Mercy G. P. Matakupan, S.Th.,
Ia menerima kita apa adanya, tetapi Ia tidak membiarkan kita apa adanya.
Artinya, Ia menerima kita dalam kondisi apa adanya, tidak melihat jasa baik
kita, tetapi Ia tidak selamanya membiarkan kita terus di dalam kondisi rusak
(apa adanya), melainkan Ia akan memampukan kita berbuat baik demi
kemuliaan-Nya.

3. Limited Atonement (Penebusan Terbatas)


Kata “terbatas” tidak berarti secara kualitas/kemampuan.[2] Penebusan terbatas
berarti penebusan yang cakupannya terbatas hanya pada umat pilihan-Nya.
Arminianisme memercayai bahwa Kristus menebus dosa semua umat manusia
bahkan mereka yang telah ditentukan untuk binasa. Mereka mengutip ayat-ayat
Alkitab yang hanya membicarakan tentang doktrin mereka, misalnya: Yohanes
4:42; 2Korintus 5:14; Titus 2:11; 1Yohanes 2:2; dll. Benarkah ajaran mereka?
Kelihatannya benar, jika ayat-ayat tersebut dicomot dan tidak memperhatikan
bagian Alkitab lain. Tetapi jika kita mengerti totalitas Alkitab khususnya
Perjanjian Baru, kita akan mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang
cakupan penebusan Kristus. Mari kita akan menganalisanya satu per satu.

Tuhan Yesus sendiri di dalam Yohanes 6:37-38 berfirman, “Semua yang


diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang
kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari sorga bukan
untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang
telah mengutus Aku.” Kedua ayat ini berada di dalam konteks ketika orang
banyak sedang mengerumuni Tuhan Yesus untuk minta roti lagi (baca: ayat 25).
Lalu Ia memberikan pengajaran yang sangat sulit diterima untuk mendidik
sekaligus menguji motivasi mereka dalam mengikut-Nya.

Akibatnya, setelah pengajaran sulit itu disampaikan, ternyata banyak dari


mereka yang mengundurkan diri (ay. 60-66). Nah, kedua ayat ini menjadi ayat
yang menjelaskan dan membedakan mutlak mana umat Tuhan sejati dan mana
yang palsu. Mari kita analisa. Kata “semua” di Yohanes 6: 37 tidak harus
diterjemahkan semua, karena kata Yunaninya: pas bisa diterjemahkan “setiap”
atau “seluruh”. Lalu, di dalam struktur bahasa Yunani, “diberikan” di dalam ayat
37 menggunakan bentuk aktif dan present. Begitu juga dengan terjemahan
Inggris.

English Standard Version (ESV) menerjemahkan, “All that the Father gives me
will come to me, and whoever comes to me I will never cast out.” (=Semua yang
Bapa berikan kepada-Ku akan datang kepada-Ku, ...) Lalu, “akan datang” di
dalam struktur bahasa Yunani menggunakan bentuk akan datang (future).
Dengan kata lain, ayat ini berarti semua yang telah ditentukan Allah Bapa
menjadi umat-Nya diberikan kepada Kristus untuk ditebus (baca ayat 37 dan 38
secara integratif). Di pasal yang sama, di ayat 44, kembali Tuhan Yesus
mengulang pengajaran-Nya, “Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-
Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan
Kubangkitkan pada akhir zaman.” Kata “jikalau” seharusnya diterjemahkan
kecuali. Dengan kata lain, tidak mungkin seorang bisa datang kepada Kristus,
kecuali orang itu ditarik oleh Bapa untuk datang kepada Kristus.

Kembali, Tuhan Yesus pula mengajarkan konsep penebusan terbatas yaitu Ia


mati bagi domba-domba-Nya. Istilah “domba” dan “Gembala” diajarkan-Nya
sendiri di dalam Yohanes 10. Mari kita telusuri. Pada ayat 11, Tuhan Yesus
berfirman, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan
nyawanya bagi domba-dombanya;” Ia menyatakan diri-Nya sebagai Gembala
yang baik (the good shepherd), bukannya gembala murahan/upahan
(kontrasnya, baca ayat 12).

Apa bedanya? Seorang gembala domba adalah penjaga domba yang sungguh-
sungguh menjaga dan memelihara domba serta berani melawan binatang apa
pun yang berani mengganggu domba gembalaannya. Sedangkan upahan
mungkin kelihatan menjaga domba, tetapi sebenarnya tidak, karena ketika ada
bahaya mengancam, ia lari duluan dan meninggalkan domba-dombanya (ay.
12-13). Tuhan Yesus tidak seperti upahan itu, tetapi Ia adalah Gembala yang
Baik (bukan hanya sekadar gembala). Gembala yang Baik itu bukan hanya
mengasihi domba-domba-Nya, tetapi juga rela mati bagi domba-domba-Nya.

Lalu, bagaimana dengan ayat 16 yang mengajarkan bahwa ada domba lain dari
kandang lain, dan domba-domba itu juga dituntun-Nya. Apa arti domba dari
kandang lain ini? Kita harus mengerti konteks total ketika Kristus mengajar hal
ini. Ia mengajar dan mengidentikkan domba-domba-Nya ini sebagai umat
pilihan-Nya, Israel rohani. Ketika ada domba lain dari kandang lain, itu
menunjuk pada umat pilihan-Nya juga tetapi dari orang-orang non-Israel.
Beberapa orang menafsirkan itu sebagai orang kafir (Gentiles).

Dengan kata lain, ketika Tuhan Yesus menuntun domba-domba dari kandang
lain, itu berarti Ia juga menyelamatkan banyak orang non-Yahudi, karena
mereka juga termasuk umat pilihan-Nya. Tetapi hal ini tidak berarti, Ia
menyelamatkan semua orang tanpa kecuali, bahkan orang-orang yang telah
ditentukan untuk binasa (kaum reprobat). TIDAK! Tidak ada indikasi apa pun
dalam ilustrasi Tuhan Yesus ini dan jangan berani menafsirkan apa yang tidak
dibicarakan oleh Alkitab.

Hal tentang domba juga diajarkan Paulus dengan menggunakan kata “jemaat”.
Mari kita membaca Efesus 5:25-27, “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana
Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk
menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan
air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan
diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi
supaya jemaat kudus dan tidak bercela.”

Untuk mengajarkan pola hubungan suami dan istri di dalam keluarga Kristen
yang bertanggung jawab, maka Paulus memakai ilustrasi Kristus dan jemaat. Di
sini, Paulus mengajarkan bahwa Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan diri-Nya (mati disalib) untuk menebus mereka. Kata “jemaat”
dalam bagian ini dalam bahasa Yunani ekklēsia, diterjemahkan: gereja (church).
Di titik ini, Arminianisme tidak bisa berkutik, karena Paulus TIDAK mengajar
bahwa Kristus mati untuk semua orang, tetapi dikatakan bahwa Ia mati bagi
jemaat (gereja) karena Ia mengasihi mereka. Jemaat/gereja ini meliputi semua
orang pilihan-Nya dari berbagai bangsa, suku, status, dan kebudayaan.

Lalu, bagaimana dengan anggapan-anggapan kaum Arminian yang mengutip


ayat-ayat yang seolah-olah kelihatannya penebusan bersifat universal? Mari kita
teliti bersama.

Yohanes 3:16, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Ayat ini tidak
asing lagi di telinga orang Kristen, tetapi yang asing adalah penafsirannya.
Biasanya, banyak orang Kristen menafsirkan bahwa Kristus menebus semua
manusia tanpa kecuali dengan menafsirkan “dunia” menunjuk kepada semua
orang.

Benarkah? Mari kita analisa. Ayat 16 diawali dengan suatu tesis bahwa karena
begitu besar kasih Allah akan dunia ini. Inilah yang membuktikan anugerah dan
kasih Allah bagi umat-Nya dan dasar bagi penebusan Kristus. Lalu, disusul
dengan pernyataan, “sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,”
Penebusan Kristus didasarkan pada kasih Allah. Kemudian, penebusan Kristus
ini tidak berhenti, tetapi berdampak, yaitu supaya setiap orang yang percaya
kepada Kristus tidak binasa, melainkan beroleh hidup kekal.

Dengan kata lain, dunia yang dimaksudkan sebagai objek kasih Allah, bukan
dunia secara universal, tetapi terbatas hanya kepada mereka yang percaya
kepada-Nya. Ada theolog yang menafsirkan bahwa penebusan Kristus itu
berlaku universal, tetapi efektif bagi umat pilihan-Nya lalu mengutip ayat ini.
Ajaran ini jelas kurang dapat dipertanggungjawabkan. Mengapa? Karena kalau
orang ini menafsirkan bahwa penebusan Kristus berlaku universal, tetapi efektif
bagi umat-Nya, pertanyaannya adalah buat apa Kristus menebus kalau di titik
pertama, Ia mengetahui penebusan-Nya bisa berlaku universal, tetapi efektif
hanya pada umat pilihan?

Theologi Reformed mengajar bahwa meskipun penebusan Kristus bisa berlaku


untuk semua orang (kemampuan penebusan Kristus itu dahsyat), tetapi
kenyataannya hanya berlaku pada umat pilihan-Nya saja (cakupan penebusan
Kristus itu terbatas/tertentu). Tidak ada pemisahan antara “berlaku” dan
“efektif”. Memisahkan dua hal ini berarti memisahkan kedaulatan Allah di
dalam penebusan Kristus yang telah ditetapkan-Nya dari semula!

Paulus di dalam 1Timotius 2:6 mengajarkan bahwa Kristus, “yang telah


menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada
waktu yang ditentukan.” Apakah kata “semua” mutlak harus diterjemahkan
semua? Tidak. Kembali, kata Yunani yang dipergunakan untuk “semua” di
bagian ini adalah pas yang bisa diterjemahkan “setiap”.

Dr. Edwin H. Palmer memberikan satu contoh ilustrasi yang menggambarkan


bahwa tidak selalu kata “semua” harus diterjemahkan “semua” secara mutlak.
Beliau memberi contoh, yaitu di surat kabar diberitakan bahwa ada sebuah
kapal tenggelam, tetapi semua orang dapat diselamatkan. Dari contoh ini,
apakah “semua orang” harus diterjemahkan “semua” secara mutlak yang berarti
semua orang di dunia? Jelas TIDAK. Semua orang di sini di dalam konteks
menunjuk pada semua orang di dalam kapal. Begitu juga di dalam penggunaan
kata “semua” di dalam Alkitab, tidak boleh diterjemahkan “semua” secara
mutlak.

Masih banyak ayat yang bisa kita teliti bersama, tetapi kita akan mengakhirinya
dan langsung mempelajari signifikansi dari doktrin penebusan terbatas ini.
Doktrin Penebusan Terbatas memberi beberapa signifikansi penting, yaitu:

Pertama, keselamatan itu personal, bukan borongan. Ketika Kristus telah


menebus beberapa orang (termasuk kita), itu merupakan anugerah Allah bagi
setiap individu yang dipilih-Nya. Dan individu yang dipilih-Nya harus
meresponi apa yang telah dikerjakan-Nya melalui iman. Iman bukan kehebatan
manusia yang bisa memilih Tuhan. Iman yang tetap merupakan anugerah Allah
adalah respon aktif (sekaligus pasif) yang menerima anugerah penebusan
Kristus. Inilah yang saya maksudkan dengan keselamatan personal.

Tidak ada istilah borongan di dalam Kekristenan. Maksudnya, orang yang


menjadi umat pilihan-Nya bukan karena ia mau dan ikut-ikutan dengan teman
Kristen lain. Ingatlah, orang Kristen sejati (umat pilihan-Nya) bukan orang yang
lahir dari keluarga Kristen atau sudah dibaptis bahkan pemimpin gereja. Orang
Kristen sejati adalah orang-orang yang telah dipilih Allah Bapa, dikuduskan oleh
Roh Kudus supaya taat kepada Kristus dan menerima percikan darah-Nya
(definisi Pdt. Dr. Stephen Tong yang didapat dari 1Petrus 1:2)

Sungguh luar biasa definisi 1Petrus 1:2 tentang siapa orang Kristen sejati, yaitu
mereka yang: telah dipilih oleh Allah Bapa, lalu dikuduskan oleh Roh Kudus
(dilahirbarukan oleh Roh Kudus) supaya bisa percaya dan taat kepada Kristus
serta menerima percikan darah-Nya. Di sini, orang Kristen adalah orang yang
telah dilahirbarukan oleh Roh Kudus untuk percaya dan taat kepada Kristus.
Jadi, kelahiran baru mendahului pertobatan (bdk. 1Korintus 12:3b).

Tetapi kelahiran baru yang dikerjakan Roh Kudus tidak berhenti, melainkan
harus diteruskan melalui perbuatan kita sehari-hari sebagai wujud ucapan
syukur kita atas anugerah-Nya yang telah menebus kita dari dosa. Roh Kudus
yang telah melahirbarukan kita sehingga kita bisa bertobat, Ia jugalah yang akan
menuntun jalan hidup kita selangkah demi selangkah (tanpa mengorbankan
tanggung jawab manusia pribadi) sehingga kita bisa memuliakan Allah melalui
kehidupan kita sehari-hari.

Kedua, pemberitaan Injil. Sering kali banyak theolog non-Reformed menuduh


Reformed yaitu karena mengajarkan Penebusan Terbatas, maka orang
Reformed tidak lagi mau memberitakan Injil. Itu memang kesalahan dari para
penganut “Reformed” yang tidak sungguh-sungguh mengerti Reformed (yang
pasti Injili). Pdt. Dr. Stephen Tong sering menyebut banyak gereja mengaku
atau memasang plang Reformed, tetapi theologinya tidak Reformed, itu
sebenarnya bukan Reformed, tetapi De-formed atau bahkan no-formed.
Mengapa beliau sampai mengatakan hal ini?

Karena beliau mengamati banyak gereja dan pendeta Reformed mendapat


pendidikan akademis dari luar negeri tetapi sayang tidak memiliki semangat
penginjilan. Beliau sempat menantang bahwa banyak gereja Protestan arus
utama yang dipengaruhi Calvinisme tetapi tidak satu pun menghasilkan
penginjil dengan kuasa Roh Kudus. Hal ini berbeda dari sejarah tokoh-tokoh
Puritan yang bertheologi Reformed, sekaligus berhati murni.

Salah satunya adalah Rev. Jonathan Edwards, seorang theolog Reformed


lulusan Yale University yang memiliki hati yang berkobar-kobar memberitakan
Injil. Sejarah mencatat kebangunan rohani yang dipimpin Rev. Jonathan
Edwards sebagai The Great Awakening (Kebangunan Besar). Selain Edwards,
Rev. Charles Haddon Spurgeon, theolog dan pendeta Reformed dari gereja
Baptis juga seorang pengabar Injil dan pengkhotbah yang berapi-api, sampai
beliau dijuluki Pangeran Pengkhotbah (Prince of Preachers).

Sayang, di zaman postmodern yang kacau ini, sangat jarang (bukan berarti tidak
ada) kita bisa menjumpai pendeta yang bertheologi Reformed sekaligus berhati
penginjilan. Oleh karena itu, Pdt. Dr. Stephen Tong mendirikan Gerakan
Reformed Injili. Theologi Reformed itu baik, tetapi sejarah membuktikan
banyak gereja yang mengaku bertheologi “Reformed” sudah tidak lagi
memegang Injil sejati dan memberitakan Injil, karena mungkin diterpa arus
postmodern.

Tidak usah heran, banyak jemaat dari gereja Protestan arus utama yang
mengaku diri bertheologi “Reformed” masih pergi ke dukun, percaya takhayul,
dll. Itu semua membuktikan, gereja hanya sibuk mengurusi hal-hal internal,
tetapi lupa mengurusi hal yang lebih penting, yaitu hal-hal eksternal, bersaksi
bagi Kristus. Gereja terlalu sibuk mementingkan organisasi, tetapi melupakan
misi. Sungguh amat mengasihankan.

Saat ini, ketika kita sudah belajar banyak theologi Reformed khusus tentang
Penebusan Terbatas, biarlah hati kita semakin dikobarkan untuk memberitakan
Injil dengan hikmat dan kuasa Roh Kudus. Doktrin Predestinasi tidak pernah
menyurutkan api penginjilan, karena doktrin ini justru memberikan kekuatan
pendorong pemberitaan Injil. Jika Allah telah menentukan beberapa orang
untuk dipilih dan ditebus oleh Kristus, maka kita tinggal menuai hasilnya
melalui pemberitaan Injil.

Dan lagi, ketika Allah telah menentukan umat pilihan-Nya, kita tidak perlu
terlalu ngotot memaksakan Injil di dalam penginjilan, seperti yang dilakukan
oleh beberapa misionaris Injili yang dangkal. Ketika orang yang kita injili tidak
mau menerima Injil, kita tidak perlu memaksa, biarlah kita tinggalkan orang itu,
karena mungkin sekali orang itu bukan umat pilihan-Nya, atau mungkin juga
bukan kita yang diutus-Nya memberitakan Injil pada orang itu (mungkin rekan
atau sahabat kita yang diutus-Nya menginjili orang itu). Semua aktivitas
penginjilan yang kita kerjakan adalah bertujuan untuk memuliakan Allah, bukan
untuk menambah jumlah anggota jemaat atau orang Kristen. Ingatlah motivasi
dan tujuan ini!

4. Irresistible Grace (Anugerah yang Tidak Dapat Ditolak)


Pertama-tama, kita perlu mengerti arti anugerah. Anugerah adalah sesuatu yang
diberikan kepada seseorang yang tidak layak menerima. Misalnya, seorang
penjahat yang luar biasa biadabnya kemudian menerima pengampunan dari
pengadilan, itu adalah anugerah. Mengerti anugerah harus disandingkan dengan
mengerti dosa dan kerusakan total manusia. Memisahkan dua hal penting ini
mengakibatkan munculnya bidat-bidat di sepanjang sejarah gereja.

Bidat-bidat itu adalah: Pertama, Pelagianisme (lawan Augustinianisme) yang


mengajarkan bahwa manusia itu tidak berdosa sejak lahir, melainkan manusia
lahir dengan kebaikan sempurna.

Ajaran ini ditolak dengan tegas di Sinode Karthage pada tahun 418, Konsili
Efesus pada tahun 431, dan Sinode Orange pada tahun 529.[4] Bidat kedua,
Semi-Pelagianisme (Arminianisme) sebagai jalan tengah antara Calvinisme dan
Pelagianisme (model Postmodern yang suka “berdamai”). Istilah Semi-
Pelagianisme dimunculkan oleh Luis Molina pada tahun 1590 dan 1600
http://en.wikipedia.org/wiki/Semi-Pelagianism).

Bidat ini mengajarkan bahwa manusia memiliki kebaikan di tingkat tertentu,


selebihnya mereka hanya bisa beriman melalui anugerah Allah. Tetapi iman
yang diberikan Allah ini bisa ditolak. Dengan kata lain, anugerah Allah bisa
ditolak, karena itu terserah pada kehendak bebas manusia. Dr. Palmer
memberikan istilah “kerja sama” untuk doktrin ini. Artinya, di dalam
keselamatan, Allah memberikan anugerah kepada manusia, dan manusia harus
menerimanya dengan iman, jika tidak, maka keselamatan itu tidak bisa
diperoleh manusia.

Benarkah ajaran ini? Jika “benar”, maka di dalam keselamatan manusia, unsur
jasa baik manusia (dengan dalih “iman”) tetap diperhitungkan, padahal berkali-
kali Alkitab menegaskan bahwa di dalam keselamatan manusia, tidak ada unsur
jasa baik yang diperhitungkan, semuanya murni anugerah Allah! Hal ini jelas
bertentangan dengan inti pengajaran Alkitab. Bukan hanya itu saja, doktrin ini
sangat berbahaya, yaitu mengajarkan bahwa Allah “kewalahan” kalau manusia
tidak meresponi anugerah-Nya melalui iman. Jika manusia tidak menerima
anugerah Allah melalui iman, maka Allah tidak mau menyelamatkan (istilah
kerennya: Allah “ngambek”). Bukankah doktrin ini sangat berbahaya dan
merendahkan otoritas keMahakuasaan Allah yang Berdaulat?

Lalu, apa yang Alkitab ajarkan? Kembali, mengerti anugerah Allah yang tidak
dapat ditolak harus didasari dari mengerti akan kerusakan total manusia akibat
dosa. Di atas, kita telah merenungkan dan mempelajari makna Kerusakan Total
manusia berdosa yang merusak seluruh keberadaan manusia, dari rasio, emosi,
kehendak, dll, sehingga motivasi kita dalam berbuat baik tidak lagi murni untuk
memuliakan Tuhan.

Bayangkan kerusakan total manusia itu seperti yang sudah saya ilustrasikan di
atas, yaitu seperti seorang penjahat kelas kakap dan sangat biadab yang akan
dihukum mati. Lalu, orang yang paling biadab ini tiba-tiba mendapat
pengampunan, yaitu tidak jadi dihukum mati, kira-kira sebagai orang normal,
apa yang dilakukan oleh orang ini? Menolak?

Tentu tidak. Justru, menerima, bahkan mungkin orang ini akan berlutut
bersyukur kepada orang yang telah membebaskannya dari hukuman mati. Tidak
tahu lagi, kalau orang yang akan dihukum mati ini adalah orang yang kurang
waras (atau gila), sehingga ia tidak mau menerima anugerah itu. Begitu juga
dengan umat pilihan-Nya. Kepada mereka diberikan anugerah Allah yang
menyelamatkan, dan tentu mereka pasti menerima anugerah itu dengan penuh
rasa syukur, karena mereka telah dimerdekakan dari dunia kegelapan dan
dibawa kepada Terang Allah. Respon mereka ini pun adalah anugerah Allah.
Mari kita telusuri apa yang Alkitab ajarkan tentang anugerah yang tidak dapat
ditolak.

Seperti yang telah kita bahas di atas, ayat Alkitab pertama yang mengajar bahwa
anugerah Roh Kudus tidak dapat ditolak adalah perumpamaan Tuhan Yesus
sebagai Gembala Domba yang baik di dalam Injil Yohanes 10. Di ayat 16, Tuhan
Yesus mengajarkan bahwa domba-domba lain yang dari kandang lain dituntun-
Nya. Ayat ini TIDAK berkata bahwa domba-domba lain yang mau ikut dituntun-
Nya, tetapi ayat ini mengatakan bahwa domba-domba lain dituntun-Nya juga.
Apakah ini paksaan? TIDAK. Ini terjadi karena anugerah. Bayangkan, Tuhan
Yesus menyamakan kita (umat pilihan-Nya) seperti domba-domba yang suka
menurut dan mengenal siapa Gembalanya. Kalau kita disamakan seperti domba,
mengapa kita maunya seperti buaya atau binatang lain yang mau berjalan
sendiri tanpa pemimpin/gembala? Ini kegagalan manusia berdosa yang terus
menganggap diri “pintar”.

Rasul Paulus menjelaskan kronologis dari pemilihan sampai pemuliaan anak-


anak Allah secara rinci dan teliti di dalam Roma 8:29-30, “Sebab semua orang
yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk
menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi
yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari
semula, mereka itu juga dipanggil-Nya.

Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka
yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.” Pada kedua ayat ini,
tidak ada satu pun indikasi bahwa orang yang telah dipilih Allah tiba-tiba
menolak anugerah Allah itu lalu binasa. Justru kedua ayat ini menunjukkan
kronologis teliti yang Paulus paparkan dari pemilihan, penentuan Allah,
pemanggilan, pembenaran, sampai pemuliaan mereka yang telah dipilih-Nya.
Tidak ada pemisahan di antara proses ini.

Apa signifikansi doktrin anugerah yang tidak dapat ditolak?

Anugerah Allah yang tidak dapat ditolak membawa kita pada keagungan karya
Allah. Justru setelah kita memahami bahwa anugerah Allah tidak dapat ditolak,
kita baru menyadari bahwa karya Allah begitu agung sehingga Ia rela
menyelamatkan beberapa orang dari manusia dari jurang dosa yang gelap dan
membawa mereka kepada Terang Allah yang ajaib. Kalau keselamatan manusia
diletakkan pada kehendak bebas manusia, lalu manusia bisa menerima atau
menolak anugerah Allah, percayalah, hampir bisa dipastikan manusia berdosa
banyak (atau hampir semua) memilih untuk menolak anugerah Allah, karena
dosa manusia telah mencengkeram hidup mereka sehingga mereka menolak
Kebenaran.

Akibatnya, dosa semakin bertambah, dan Allah “kewalahan”. Tetapi puji Tuhan,
Alkitab mengajarkan bahwa manusia diselamatkan mutlak dan murni atas
inisiatif anugerah Allah. Mungkin seolah-olah bagi kita, anugerah Allah
“memaksa” kita sehingga kita menerima Kristus, padahal kita “tidak mau”,
tetapi ketika kita makin lama makin melihat “paksaan” Allah ini, kita mendapati
begitu agungnya karya Allah yang Mahabesar ini sehingga kita tidak henti-
hentinya mengucap syukur atas anugerah Allah yang mahadahsyat ini.

Ucapan syukur atas anugerah Allah yang tidak dapat ditolak ini harus
diteruskan juga kepada orang-orang lain dengan memberitakan Injil kepada
mereka, sehingga kita membawa mereka juga bersama-sama mengalami dan
melihat kedahsyatan anugerah Allah di luar rasio manusia yang terbatas.

5. Perseverance of the Saints (Ketekunan Orang-orang


Kudus)
Beberapa theolog menjelaskan arti lain dari konsep ini, yaitu ketekunan Allah
bagi orang-orang kudus. Orang-orang kudus di sini berarti umat pilihan-Nya
(yang percaya kepada Kristus dengan sungguh-sungguh). Dr. Palmer
menjelaskan arti sederhana konsep ini sebagai “sekali diselamatkan selamanya
diselamatkan.”Artinya, semua umat pilihan yang telah diselamatkan, otomatis
tidak akan pernah mungkin bisa hilang keselamatannya. Konsep ini baru bisa
dimengerti setelah kita mengerti ketekunan dan kesetiaan Allah.

Di dalam Alkitab, kita mempelajari banyak konsep tentang Allah yang Setia.
Bahkan Paulus di Roma 3:3-4 berani menantang jemaat Roma, “Jadi
bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan
itu membatalkan kesetiaan Allah? Sekali-kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah
benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: "Supaya Engkau
ternyata benar dalam segala firman-Mu, dan menang, jika Engkau dihakimi."”
Mereka di sini menunjuk kepada orang Yahudi. Meskipun orang Yahudi banyak
yang tidak setia, Allah tetap setia pada janji-Nya menyelamatkan umat pilihan-
Nya (termasuk beberapa orang Yahudi).

Kepada jemaat di Korintus, Paulus mengajarkan, “Ia juga akan meneguhkan


kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari
Tuhan kita Yesus Kristus. Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan
dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.” (1Korintus 1:8-9)
Jika di Roma 3:3, Paulus menggunakan kata Yunani pistis, maka di 1Korintus
1:9, Paulus menggunakan kata pistos, yang keduanya memiliki akar kata Yunani
peithō yang bisa diterjemahkan keyakinan, persetujuan, jaminan, dll.

Dengan kata lain, Allah yang setia adalah Allah yang bisa dipercayai dan dijamin
(trustworthy). Allah yang bisa diandalkan ini adalah Allah yang juga bisa
diandalkan di dalam hal keselamatan. Ia yang telah memulai keselamatan, Ia
pulalah yang akan menggenapinya. Oleh sebab itu, mari kita akan menelusuri
apa yang Alkitab ajarkan tentang hal ini sehingga kita makin lama makin
mengerti apa yang Alkitab ajarkan tentang kesetiaan Allah.

Tuhan Yesus di dalam Injil Yohanes 6:39 berfirman dengan jelas, “Dan Inilah
kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah
diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan
pada akhir zaman.” Kata “hilang” dapat diterjemahkan binasa. Dengan kata lain,
semua umat pilihan yang telah dibawa oleh Allah Bapa kepada Kristus tidak
mungkin binasa, melainkan mereka akan dibangkitkan oleh Kristus pada akhir
zaman (bdk. Yohanes 3:16b). Inilah jaminan keselamatan kekal Allah bagi umat-
Nya.

Selanjutnya, Tuhan Yesus pula di dalam Yohanes 10:27-29 berfirman, “Domba-


domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka
mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan
mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak
akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka
kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat
merebut mereka dari tangan Bapa.”

Ketiga ayat ini berada di dalam konteks pembahasan Tuhan Yesus tentang
Gembala dan domba. Domba mendengarkan suara gembalanya, demikian juga
umat pilihan-Nya mendengar suara Kristus sebagai Gembala mereka. Antara
Gembala dan domba, saling mengenal, sehingga mereka tidak mungkin tertipu.
Sebagai wujud kasih Gembala kepada domba, Ia mau menyerahkan hidup-Nya
bagi domba-domba itu (baca ayat 11) dan kemudian, Ia memberikan hidup kekal
kepada domba-dombanya itu. Apakah hidup kekal itu? Hidup yang tidak bisa
binasa (Yoh. 3:16b).

Wujudnya adalah domba-domba-Nya tidak akan bisa direbut dari tangan


Kristus dan Bapa. Lebih tegas lagi dikatakan oleh Tuhan Yesus sendiri di ayat 29
bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berkuasa dari Bapa yang telah
memberikan umat pilihan-Nya kepada Kristus. Dengan kata lain, hanya Allah
Trinitas yang berkuasa mutlak atas keselamatan umat-Nya, dan iblis pun tidak
bisa merebut umat pilihan-Nya itu. Itulah jaminan keselamatan kekal umat
pilihan-Nya. Jika Arminian yang mengajarkan bahwa keselamatan umat
pilihan-Nya bisa hilang itu benar, maka patutkah Kristus di ayat 29 mengatakan
bahwa Bapa-Nya lebih besar dari siapapun?

Sebagai jaminan bahwa keselamatan kita tidak akan pernah hilang, maka Roh
Kudus diutus untuk menjadi saksi. Rasul Paulus mengajarkan hal ini di dalam
Efesus 1:13-14, “Di dalam Dia kamu juga--karena kamu telah mendengar firman
kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu--di dalam Dia kamu juga, ketika kamu
percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh
Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu
penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya.”

Roh Kudus adalah jaminan (bisa diterjemahan stempel sah) bagi umat-Nya
bahwa mereka tidak akan binasa. Mengapa? Karena Roh Kudus itu yang
menjamin kita memperoleh seluruhnya, yaitu penyempurnaan penebusan yang
menjadikan kita milik Allah (baca ayat 14). Sungguh sangat jelas, Roh Kudus
menjadi saksi dan jaminan bagi kita bahwa kita benar-benar anak-anak Allah
dan tidak akan pernah ditinggalkan sendirian (Rm. 8:16, 28).

Para theolog Arminian menyanggah pandangan ini dengan dua argumentasi,


yaitu: pertama, doktrin ini tidak “cocok” dengan fakta bahwa ada banyak orang
Kristen yang akhirnya murtad, lalu kedua, doktrin ini mengakibatkan orang
Kristen hidup seenaknya sendiri. Bagaimana tanggapan Reformed?

Pertama, kalau ada orang Kristen yang murtad, kita perlu klarifikasikan makna
Kristen itu sendiri pada diri orang itu. Apa arti Kristen? Kristen berarti pengikut
Kristus (atau bisa diterjemahkan “Kristus-kristus kecil” yang menjadi saksi
Kristus di tengah dunia.

Untuk menjadi saksi Kristus, hidup orang Kristen sejati harus berpusat kepada
Kristus dan firman Allah (Alkitab). Hidup yang berpusat kepada Kristus dan
Alkitab adalah hidup yang menTuhankan Kristus dan memuliakan-Nya SAJA.
Benarkah orang Kristen sejati tiba-tiba bisa murtad? Dari definisi yang sudah
saya paparkan secara jelas ini, kita dapat menjawab dengan pasti, bahwa orang
Kristen SEJATI tidak pernah akan mungkin bisa murtad, mengapa? Karena
keselamatannya adalah anugerah Allah dan Roh Kudus sendiri yang menjamin
kepastian keselamatannya.

Kedua, yang bisa murtad lagi tentu BUKAN orang Kristen sejati, tetapi orang
yang memakai aksesoris dan mengklaim diri “Kristen”. Bedakan antara
aksesoris Kristen dengan iman Kristen. Aksesoris Kristen adalah tempelan-
tempelan “Kristen” yang dipakai oleh orang yang sebenarnya tidak pernah
beriman Kristen. Contoh, setiap Minggu, rajin ke gereja, ikut Persekutuan Doa,
Pendalaman Alkitab, berpuasa, dll, mereka hanya mengenakan aksesoris
“Kristen”, tetapi benarkah hatinya berpusat dan tunduk mutlak kepada Kristus?
TIDAK! Kalau disuruh belajar Alkitab, ia pasti mau, tetapi kalau disuruh
mengubah karakter dan motivasinya, ia belum tentu mau.

Saya agak takut dengan banyak orang yang mengaku diri Reformed, studi
theologi Reformed di luar negeri, tetapi hidup rohaninya kering, yang
dipentingkan debat sini sana (bukan berarti tidak perlu debat), tetapi tidak
pernah mengalami anugerah Allah di dalam hidupnya. Otaknya penuh dengan
berbagai teori yang dipelajari, tetapi hatinya kering, tidak ada semangat lagi
melayani, bahkan ke gereja pun menjadi rutinitas. Tidak heran juga, bahkan
seorang pemimpin gereja dari gereja yang mengaku bertheologi “Calvinis” tiba-
tiba bisa menulis satu artikel yang membuktikan Kristus tidak bangkit,
meskipun kemudian setelah ditegur oleh gerejanya, ia “bertobat” secara
akademis.

Ketiga, benarkah orang Kristen sejati yang telah diselamatkan hidupnya bisa
seenaknya sendiri? Tidak mungkin. Mungkin untuk beberapa saat, iya, tetapi
kalau untuk selama-lamanya, tidak. Mengapa? Sekali lagi, karena Roh Kudus
yang menjamin kepastian keselamatan umat pilihan-Nya dengan cara
memimpin, menegur, dan mengarahkan langkah hidup mereka supaya mereka
makin memuliakan Allah (progressive sanctification/pengudusan terus-
menerus). Orang Kristen yang hidup seenaknya sendiri jelas bukan orang
Kristen sejati, tetapi, seperti yang sudah saya kemukakan di atas, adalah orang
yang memakai aksesoris “Kristen” tanpa mengerti arti Kristen sesungguhnya.
Terlalu banyak model orang “Kristen” palsu seperti ini di dalam gereja. Marilah
kita masing-masing mengintrospeksi diri.

Apa signifikansi doktrin ketekunan orang kudus ini?

Pertama, kedaulatan Allah melebihi semua keterbatasan manusia. Dengan


melihat apa yang Alkitab paparkan dengan sangat jelas tentang keselamatan
umat pilihan yang tidak mungkin binasa, kita semakin mengerti bahwa Allah
adalah Allah yang Berdaulat yang melebihi semua keterbatasan manusia,
sehingga ketika umat-Nya di satu saat mengalami penurunan spiritualitas atau
hidup tidak beres di saat tertentu, Roh Kudus aktif mengingatkan mereka
melalui Firman Tuhan (Alkitab) atau khotbah yang disampaikan oleh pendeta
yang bertangggungjawab atau melalui buku-buku rohani yang bermutu. Roh
Kudus memakai banyak cara untuk membuat hati kita dimurnikan kembali
untuk memuliakan dan menikmati Allah selama-lamanya (bdk. Katekismus
Singkat Westminster Pasal 1).

Kedua, realita pembeda. Doktrin ini mengantarkan kita untuk lebih teliti dan
tajam lagi membedakan mana orang Kristen sejati dengan orang yang katanya
“Kristen” (saya menyebutnya: pseudo-Christian/Kristen palsu). Bedanya adalah
orang Kristen sejati dari titik awal sampai penghabisannya tidak akan pernah
murtad lagi. Meskipun di kala tertentu sempat murtad, Allah yang berdaulat
akan “memukul” dia untuk kembali kepada Kristus. Salah satu contoh artis
Indonesia yang menggambarkan realita ini adalah Nafa Urbach.
Menurut berita, Nafa Urbach dari kecil adalah Kristen, kemudian ikut neneknya
(kalau tidak salah), maka ia menjadi Islam, lalu kira-kira 1-2 tahun lalu, ia
“dipukul” Tuhan sehingga ia menjadi Kristen lagi. Sedangkan, orang yang
mengaku diri “Kristen” dijamin akan murtad selama-lamanya. Saya belum bisa
memastikan contoh praktis di Indonesia, karena mereka yang murtad juga
belum meninggal. Yang saya tahu, mereka yang mengaku diri “Kristen”
kemudian murtad kebanyakan dari Gereja Katolik, meskipun ada juga dari
gereja-gereja Protestan arus utama, sebut saja: Dian Sastrowardoyo (dari Gereja
Katolik menjadi Islam), Dewi Lestari dan Marcell Siahaan (suami istri yang
dulunya Protestan akhirnya menjadi Buddhis), dll.

Mereka yang murtad justru membuktikan iman seperti apa yang mereka miliki.
Benarkah mereka beriman sungguh-sungguh kepada Kristus? Atau sebaliknya,
mereka sebenarnya “beriman” kepada diri meskipun mengaku di depan umum
sebagai “Kristen”? Oleh karena itu, jangan sembarangan mempergunakan nama
Kristen (apalagi anak Tuhan) kepada diri atau pun orang Kristen lain, jika kita
sendiri (atau orang-orang Kristen lain) belum (layak) mencerminkan hakekat
anak Tuhan sejati. Tidak semua orang yang mengaku diri “Kristen” adalah anak
Tuhan. Oleh karena itu, marilah kita mengintrospeksi diri, sudahkah kita benar-
benar menunjukkan bahwa kita adalah anak Tuhan sejati dengan beriman hanya
kepada Kristus?

Anda mungkin juga menyukai