Alkitab, dan anugerah Allah, ketiga konsep pertama ini akan menggiring kita lebih
memahami poin keempat keunikan theologi Reformed yang diajarkan oleh Dr. John
Calvin yaitu: Total Depravity (Kerusakan Total Manusia), Unconditional Election
(Pemilihan yang Tidak Bersyarat), Limited Atonement (Penebusan Terbatas),
Irresistible Grace (Anugerah yang Tidak Dapat Ditolak), dan Perseverance of the
Saints (Ketekunan Orang-orang Kudus). Mari kita mempelajari satu per satu kelima
poin Calvinisme yang sering disingkat TULIP ini.
1. Total Depravity (Kerusakan Total Manusia)
Apa arti kerusakan total manusia? Kerusakan total tidak berarti manusia benarbenar jahat dan kejam sehingga tidak ada aspek yang agak baik. Ingatlah, Alkitab
mengajar bahwa Allah telah memberi wahyu umum-Nya kepada semua manusia
dalam bentuk hati nurani dan alam, sehingga mereka tidak dapat berdalih (Ams.
20:27; Rm. 1:19-20). Dengan adanya hati nurani yang merupakan benih agama
yang ditanamkan Allah di dalam setiap manusia, sebagai responnya, manusia masih
mampu berbuat baik (melalui etika moral, agama, dll) meskipun perbuatan baik
ini tidak dilakukannya dengan motivasi dan tujuan yang baik yaitu memuliakan
Allah. Kerusakan total manusia berarti dua hal. Rev. Prof. Edwin H. Palmer, Th.D.,
D.D. memaparkan dua konsep kerusakan total ini, yaitu dari sisi positif, berarti
selalu dan semata-mata berbuat dosa, dan dari sisi negatif, ketidakmampuan
total.1 Dari sisi positif, kerusakan total manusia berarti selalu dan semata-mata
berbuat dosa. Artinya, tidak ada kecenderungan lain di dalam diri manusia, selain
berbuat dosa. Augustinus menyebut kondisi ini sebagai non-posse non-peccare
(tidak mungkin tidak berdosa). Mari kita telusuri bagian Alkitab tentang hal ini. Dari
Kitab Kejadian 3, kita sudah mendapati realita ini, yaitu manusia pertama, yaitu
Adam dan Hawa berdosa secara positif yaitu murni ingin berbuat dosa. Perhatikan
Kejadian 3:6, Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan
dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi
pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga
kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun
memakannya. Setelah dibujuk oleh iblis, Hawa termakan oleh bujukan itu dengan
memandang keindahan buah pengetahuan yang baik dan jahat itu, lalu kemudian
ia memakannya, ia tidak sadar bahwa pada saat itulah ia jatuh ke dalam dosa.
Kejadian 6:5 juga berkata hal serupa, Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan
manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu
membuahkan kejahatan semata-mata, Begitu juga dengan Yeremia 17:9, Betapa
liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah
yang dapat mengetahuinya? Di Perjanjian Baru, kita mendapati hal serupa. Di
Roma 3:10, Paulus mengajar, Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Lalu di
ayat selanjutnya (11 s/d 18), ia memaparkan kecenderungan perbuatan jahat
manusia.
Di sisi negatif, kerusakan total berarti tidak adanya kemampuan total. Artinya,
manusia tidak mampu lagi berbuat sesuatu yang menyenangkan Allah. Mengapa
manusia tidak mampu? Ada beberapa alasan. Pertama, manusia tidak mampu
berbuat baik (dan benar) karena manusia tidak mau mengetahui kebaikan (dan
standarnya: kebenaran). Kata tidak mau menunjukkan bahwa dari asalnya, karena
dosa, manusia memang benar-benar enggan mengetahui kebaikan dan kebenaran.
Rasul Paulus menjelaskan konsep ini di dalam 2 Timotius 4:3-4, Karena akan
datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka
akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan
telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya
bagi dongeng. Manusia berdosa memiliki kecenderungan untuk tidak mau lagi
mengetahui apa yang baik dan benar, tetapi justru ingin mengetahui apa yang
menyenangkan (mengenakkan telinga). Di era pragmatisme di zaman postmodern,
apa yang telah dikatakan Paulus telah menjadi kenyataan. Dunia kita tidak mau
Kristus dan Kebenaran, tetapi menginginkan sesuatu yang mistik, akademis, dll,
sehingga novel-novel seperti The Da Vinci Code (fiksi tetapi mengaku fakta juga???)
begitu laris di dunia, bahkan filmnya diputar secara serentak di dunia (termasuk
Indonesia). Di Indonesia, film ini diputar dalam jangka waktu yang agak lama.
Bagaimana dengan film The Passion of the Christ di Indonesia? Ternyata film yang
benar-benar berpusat pada Kristus ini diputar di Indonesia dalam jangka waktu lebih
pendek dari pemutaran film The Da Vinci Code, bahkan menurut berita, di beberapa
negara, film The Passion of the Christ dilarang diputar, tetapi herannya mengapa
film The Da Vinci Code diputar serentak, dan hampir tidak ada negara yang
melarang pemutaran filmnya? Inilah bukti dunia tidak mau mengetahui kebenaran,
tetapi maunya sesuatu yang menyenangkan. Selain tidak mau mengetahui
kebenaran, kedua, manusia tidak mampu berbuat baik, karena mereka tidak mau
tunduk kepada Kebaikan dan Kebenaran itu. Akibat dari tidak mau mengetahui
Kebenaran, maka manusia otomatis tidak mau tunduk kepada Kebaikan/Kebenaran.
Kita bisa menjumpainya di dalam pengalaman penginjilan. Ketika kita menginjili
beberapa orang yang diinjili itu (yang menolak) secara umum mengatakan bahwa
semua agama itu sama, bahkan ada yang tidak menganggap Injil yang kita
beritakan. Yang lebih ekstrim lagi, Kekristenan dihina, diancam, gereja-gereja
dibakar, Kristus dilecehkan dengan berbagai alasan akademis, misalnya kawin
dengan Maria, tidak bangkit, dll. Semua itu menunjukkan bahwa manusia
sebenarnya tidak mau tunduk kepada Kebenaran, tetapi memberontak kepada
Kebenaran. Sayang, semakin mereka memberontak kepada Kebenaran, mereka
bukan semakin hebat, tetapi mereka semakin kelihatan bodoh. Ketika
membicarakan tentang Bertrand Russell dan Irasionalitas Rasionalisme di dalam
Persekutuan dan Pembinaan Pemuda GRII Andhika, Surabaya tanggal 22 April 2008,
Pdt. Sutjipto Subeno, M.Div. memberikan satu ilustrasi bagus. Beliau memaparkan
bahwa manusia yang mau melawan Kristus itu seperti benda lunak mau melawan
benda keras (misalnya, kapas mau melawan besi/baja), akhirnya, semakin orang itu
melawan Kristus, mereka semakin kalah dan tidak bisa apa-apa. Itulah gambaran
dunia yang katanya semakin pintar, tetapi realitanya bodoh.
dimulai dari Allah yang telah memilih beberapa manusia untuk diselamatkan dan
pemilihan itu tidak bersyarat. Mari kita telusuri pengajaran Alkitab mengenai bagian
ini.
Dengan jelas sekali, Tuhan Yesus berfirman di dalam Yohanes 6:37, Semua yang
diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang. Dengan kata lain, orang bisa datang kepada Kristus
setelah orang-orang itu ditarik oleh Bapa. Berarti, tetap ada orang-orang tertentu
yang dipilih Bapa untuk dibawa kepada Kristus.
Kedua, Tuhan Yesus juga mengatakan di dalam Yohanes 15:16, Bukan kamu yang
memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu,
supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang
kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Di titik
pertama, Tuhan Yesus sudah mengajarkan bahwa bukan manusia yang memilih
Tuhan, tetapi Tuhan yang memilih manusia. Ini berarti pemilihan berada di tangan
Allah, bukan di tangan manusia. Dengan kata lain, semua doktrin yang
mengajarkan bahwa Tuhan menyelamatkan semua orang dan tidak pernah memilih
orang-orang tertentu sudah diruntuhkan oleh pengajaran Tuhan Yesus sendiri.
Di Kisah Para Rasul 13:48, atas ilham Roh, dr. Lukas menulis, Mendengar itu
bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan
firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal,
menjadi percaya. Perkataan ini terjadi setelah Paulus memberitakan Injil kepada
orang-orang Yahudi di Antiokhia di Psidia (baca: ayat 16 dan 44). Orang-orang yang
telah dipilih Allah akhirnya meresponi firman yang diberitakan Paulus dan Barnabas
(baca: ayat 48), sedangkan yang tidak dipilih, malahan menolak dan geram kepada
pemberitaan (dan para pemberita) Injil (baca ayat 45).
Di Efesus 1:4-6, dengan lebih jelas dan gamblang, Paulus mengajarkan, Sebab di
dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan
tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula
oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya
kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya. Ada empat hal yang mau kita soroti
pada bagian ini. Pertama, Paulus mengajarkan bahwa di dalam Kristus, Allah telah
memilih kita. Berarti, proses keselamatan akhirnya menuju kepada Kristus. Allah
Bapa merencanakan keselamatan, Allah Anak (yaitu Tuhan Yesus) menggenapi
keselamatan, dan Allah Roh Kudus yang menyempurnakan karya keselamatan
Kristus itu dengan mengefektifkan karya penebusan Kristus ke dalam hati setiap
umat pilihan yang telah dipilih Allah Bapa. Kedua, Allah telah memilih kita di dalam
Kristus sebelum dunia dijadikan. Berarti, Allah memilih manusia jauh sebelum
manusia berdosa. Ini juga berarti bahwa Allah yang memilih manusia bukan karena
manusia yang ingin diselamatkan, tetapi pemilihan mutlak terjadi dari pihak Allah
yang berinisiatif aktif. Ketiga, Allah telah memilih kita di dalam Kristus sebelum
dunia dijadikan supaya kita kudus dan tidak bercacat di hadapan-Nya. Artinya, kita
dipilih Bapa di dalam Kristus supaya kita memancarkan terang Kristus di hadapan
Bapa (bdk. Rm. 12:1-2; Ef. 2:10). Dan terakhir, Allah yang telah memilih kita di
dalam Kristus sebelum dunia dijadikan terjadi karena kasih karunia Allah saja.
Perhatikan ayat 6 di dalam Ef. 1 ini. Ketika Allah telah menentukan kita di dalam
Kristus, itu terjadi karena anugerah-Nya, sehingga anugerah-Nya itulah yang harus
dipuji selama-lamanya, bukan karena kehebatan diri kita yang memilih Tuhan. Di
sini, proposisi Arminian yang mengajarkan bahwa manusia yang memilih Tuhan dan
Ia baru memilih manusia setelah Ia melihat iman manusia yang dipilih-Nya itu
sudah digagalkan di bagian ini. Allah memilih beberapa orang bukan atas dasar
perbuatan baik manusia, tetapi murni karena anugerah dan kedaulatan Allah (bdk.
Ef. 2:8-9; Rm. 8:29-30).
Lalu, apa signifikansi doktrin ini? Pemilihan tanpa syarat memberikan beberapa
signifikansi penting, yaitu:
Pertama, bersyukur. Tidak ada respon yang paling penting selain kita terus-menerus
bersyukur atas anugerah-Nya yang begitu agung yang telah diberikan-Nya bagi kita
yang berdosa. Kalau Allah memilih manusia berdasarkan kebaikan manusia, maka
manusia bisa berbangga karenanya, tetapi Alkitab TIDAK mengajar demikian.
Alkitab mengajar bahwa Allah memilih manusia TIDAK melihat jasa baik manusia,
tetapi murni anugerah dan kedaulatan Allah. Justru karena inilah, kita makin
bersyukur bukan hanya karena Ia telah memilih kita, tetapi juga Ia telah memilih
kita tanpa melihat diri kita yang kotor dan najis ini. Dengan kata lain, Ia menerima
kita apa adanya. Itulah penghiburan umat Tuhan yang tak terkira.
Kedua, bersaksi dan berbuat benar. Kita tidak cukup hanya bersyukur, kita harus
menyaksikan cinta kasih Tuhan yang begitu agung ini kepada semua orang tanpa
kecuali melalui penginjilan dan perbuatan kita yang memuliakan Tuhan sebagai
seorang yang telah dipilih Allah. Kita bisa melakukan hal ini pun merupakan
anugerah Allah melalui pekerjaan Roh Kudus. Dengan kata lain, di dalam pemilihan
Allah, mengutip perkataan Ev. Mercy G. P. Matakupan, S.Th., Ia menerima kita apa
adanya, tetapi Ia tidak membiarkan kita apa adanya. Artinya, Ia menerima kita
dalam kondisi apa adanya, tidak melihat jasa baik kita, tetapi Ia tidak selamanya
membiarkan kita terus di dalam kondisi rusak (apa adanya), melainkan Ia akan
memampukan kita berbuat baik demi kemuliaan-Nya.
Tuhan Yesus sendiri di dalam Yohanes 6:37-38 berfirman, Semua yang diberikan
Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia
tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan
kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.
Kedua ayat ini berada di dalam konteks ketika orang banyak sedang mengerumuni
Tuhan Yesus untuk minta roti lagi (baca: ayat 25). Lalu Ia memberikan pengajaran
yang sangat sulit diterima untuk mendidik sekaligus menguji motivasi mereka
dalam mengikut-Nya. Akibatnya, setelah pengajaran sulit itu disampaikan, ternyata
banyak dari mereka yang mengundurkan diri (ay. 60-66). Nah, kedua ayat ini
menjadi ayat yang menjelaskan dan membedakan mutlak mana umat Tuhan sejati
dan mana yang palsu. Mari kita analisa. Kata semua di ayat 37 tidak harus
diterjemahkan semua, karena kata Yunaninya: pas bisa diterjemahkan setiap atau
seluruh. Lalu, di dalam struktur bahasa Yunani, diberikan di dalam ayat 37
menggunakan bentuk aktif dan present. Begitu juga dengan terjemahan Inggris.
English Standard Version (ESV) menerjemahkan, All that the Father gives me
will come to me, and whoever comes to me I will never cast out. (=Semua
yang Bapa berikan kepada-Ku akan datang kepada-Ku, ...) Lalu, akan datang di
dalam struktur bahasa Yunani menggunakan bentuk akan datang (future). Dengan
kata lain, ayat ini berarti semua yang telah ditentukan Allah Bapa menjadi umatNya diberikan kepada Kristus untuk ditebus (baca ayat 37 dan 38 secara integratif).
Di pasal yang sama, di ayat 44, kembali Tuhan Yesus mengulang pengajaran-Nya,
Tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh
Bapa yang mengutus Aku, dan ia akan Kubangkitkan pada akhir zaman. Kata
jikalau seharusnya diterjemahkan kecuali. Dengan kata lain, tidak mungkin
seorang bisa datang kepada Kristus, kecuali orang itu ditarik oleh Bapa untuk
datang kepada Kristus.
Kembali, Tuhan Yesus pula mengajarkan konsep penebusan terbatas yaitu Ia mati
bagi domba-domba-Nya. Istilah domba dan Gembala diajarkan-Nya sendiri di
dalam Yohanes 10. Mari kita telusuri. Pada ayat 11, Tuhan Yesus berfirman, Akulah
gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi dombadombanya; Ia menyatakan diri-Nya sebagai Gembala yang baik (the good
shepherd), bukannya gembala murahan/upahan (kontrasnya, baca ayat 12). Apa
bedanya? Seorang gembala domba adalah penjaga domba yang sungguh-sungguh
menjaga dan memelihara domba serta berani melawan binatang apa pun yang
berani mengganggu domba gembalaannya. Sedangkan upahan mungkin kelihatan
menjaga domba, tetapi sebenarnya tidak, karena ketika ada bahaya mengancam, ia
lari duluan dan meninggalkan domba-dombanya (ay. 12-13). Tuhan Yesus tidak
seperti upahan itu, tetapi Ia adalah Gembala yang Baik (bukan hanya sekadar
gembala). Gembala yang Baik itu bukan hanya mengasihi domba-domba-Nya,
tetapi juga rela mati bagi domba-domba-Nya. Lalu, bagaimana dengan ayat 16
yang mengajarkan bahwa ada domba lain dari kandang lain, dan domba-domba itu
juga dituntun-Nya. Apa arti domba dari kandang lain ini? Kita harus mengerti
konteks total ketika Kristus mengajar hal ini. Ia mengajar dan mengidentikkan
domba-domba-Nya ini sebagai umat pilihan-Nya, Israel rohani. Ketika ada domba
lain dari kandang lain, itu menunjuk pada umat pilihan-Nya juga tetapi dari orangorang non-Israel. Beberapa orang menafsirkan itu sebagai orang kafir (Gentiles).
Dengan kata lain, ketika Tuhan Yesus menuntun domba-domba dari kandang lain,
itu berarti Ia juga menyelamatkan banyak orang non-Yahudi, karena mereka juga
termasuk umat pilihan-Nya. Tetapi hal ini tidak berarti, Ia menyelamatkan semua
orang tanpa kecuali, bahkan orang-orang yang telah ditentukan untuk binasa (kaum
reprobat). TIDAK! Tidak ada indikasi apa pun dalam ilustrasi Tuhan Yesus ini dan
jangan berani menafsirkan apa yang tidak dibicarakan oleh Alkitab.
Hal tentang domba juga diajarkan Paulus dengan menggunakan kata jemaat. Mari
kita membaca Efesus 5:25-27, Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus
telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk
menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air
dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya
dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya
jemaat kudus dan tidak bercela. Untuk mengajarkan pola hubungan suami dan istri
di dalam keluarga Kristen yang bertanggung jawab, maka Paulus memakai ilustrasi
Kristus dan jemaat. Di sini, Paulus mengajarkan bahwa Kristus telah mengasihi
jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya (mati disalib) untuk menebus mereka. Kata
jemaat dalam bagian ini dalam bahasa Yunani ekklesia, diterjemahkan: gereja
(church). Di titik ini, Arminianisme tidak bisa berkutik, karena Paulus TIDAK
mengajar bahwa Kristus mati untuk semua orang, tetapi dikatakan bahwa Ia mati
bagi jemaat (gereja) karena Ia mengasihi mereka. Jemaat/gereja ini meliputi semua
orang pilihan-Nya dari berbagai bangsa, suku, status, dan kebudayaan.
Lalu, bagaimana dengan anggapan-anggapan kaum Arminian yang mengutip ayatayat yang seolah-olah kelihatannya penebusan bersifat universal? Mari kita teliti
bersama.
Yohanes 3:16, Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Ayat ini tidak asing lagi di
telinga orang Kristen, tetapi yang asing adalah penafsirannya. Biasanya, banyak
orang Kristen menafsirkan bahwa Kristus menebus semua manusia tanpa kecuali
dengan menafsirkan dunia menunjuk kepada semua orang. Benarkah? Mari kita
analisa. Ayat 16 diawali dengan suatu tesis bahwa karena begitu besar kasih Allah
akan dunia ini. Inilah yang membuktikan anugerah dan kasih Allah bagi umat-Nya
dan dasar bagi penebusan Kristus. Lalu, disusul dengan pernyataan, sehingga Ia
telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, Penebusan Kristus didasarkan pada
kasih Allah. Kemudian, penebusan Kristus ini tidak berhenti, tetapi berdampak, yaitu
supaya setiap orang yang percaya kepada Kristus tidak binasa, melainkan beroleh
hidup kekal. Dengan kata lain, dunia yang dimaksudkan sebagai objek kasih Allah,
bukan dunia secara universal, tetapi terbatas hanya kepada mereka yang percaya
kepada-Nya. Ada theolog yang menafsirkan bahwa penebusan Kristus itu berlaku
universal, tetapi efektif bagi umat pilihan-Nya lalu mengutip ayat ini. Ajaran ini jelas
kurang dapat dipertanggungjawabkan. Mengapa? Karena kalau orang ini
menafsirkan bahwa penebusan Kristus berlaku universal, tetapi efektif bagi umatNya, pertanyaannya adalah buat apa Kristus menebus kalau di titik pertama, Ia
mengetahui penebusan-Nya bisa berlaku universal, tetapi efektif hanya pada umat
pilihan? Theologi Reformed mengajar bahwa meskipun penebusan Kristus bisa
berlaku untuk semua orang (kemampuan penebusan Kristus itu dahsyat), tetapi
kenyataannya hanya berlaku pada umat pilihan-Nya saja (cakupan penebusan
Kristus itu terbatas/tertentu). Tidak ada pemisahan antara berlaku dan efektif.
Memisahkan dua hal ini berarti memisahkan kedaulatan Allah di dalam penebusan
Kristus yang telah ditetapkan-Nya dari semula!
Paulus di dalam 1Tim. 2:6 mengajarkan bahwa Kristus, yang telah menyerahkan
diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang
ditentukan. Apakah kata semua mutlak harus diterjemahkan semua? Tidak.
Kembali, kata Yunani yang dipergunakan untuk semua di bagian ini adalah pas
yang bisa diterjemahkan setiap. Dr. Edwin H. Palmer memberikan satu contoh
ilustrasi yang menggambarkan bahwa tidak selalu kata semua harus
diterjemahkan semua secara mutlak. Beliau memberi contoh, yaitu di surat kabar
diberitakan bahwa ada sebuah kapal tenggelam, tetapi semua orang dapat
diselamatkan.3 Dari contoh ini, apakah semua orang harus diterjemahkan
semua secara mutlak yang berarti semua orang di dunia? Jelas TIDAK. Semua
orang di sini di dalam konteks menunjuk pada semua orang di dalam kapal. Begitu
juga di dalam penggunaan kata semua di dalam Alkitab, tidak boleh
diterjemahkan semua secara mutlak.
Masih banyak ayat yang bisa kita teliti bersama, tetapi kita akan mengakhirinya dan
langsung mempelajari signifikansi dari doktrin penebusan terbatas ini. Doktrin
Penebusan Terbatas memberi beberapa signifikansi penting, yaitu:
Pertama, keselamatan itu personal, bukan borongan. Ketika Kristus telah menebus
beberapa orang (termasuk kita), itu merupakan anugerah Allah bagi setiap individu
yang dipilih-Nya. Dan individu yang dipilih-Nya harus meresponi apa yang telah
dikerjakan-Nya melalui iman. Iman bukan kehebatan manusia yang bisa memilih
Tuhan. Iman yang tetap merupakan anugerah Allah adalah respon aktif (sekaligus
pasif) yang menerima anugerah penebusan Kristus. Inilah yang saya maksudkan
dengan keselamatan personal. Tidak ada istilah borongan di dalam Kekristenan.
Maksudnya, orang yang menjadi umat pilihan-Nya bukan karena ia mau dan ikutikutan dengan teman Kristen lain. Ingatlah, orang Kristen sejati (umat pilihan-Nya)
bukan orang yang lahir dari keluarga Kristen atau sudah dibaptis bahkan pemimpin
gereja. Orang Kristen sejati adalah orang-orang yang telah dipilih Allah Bapa,
dikuduskan oleh Roh Kudus supaya taat kepada Kristus dan menerima percikan
darah-Nya (definisi Pdt. Dr. Stephen Tong yang didapat dari 1Ptr. 1:2) Sungguh luar
biasa definisi 1Ptr. 1:2 tentang siapa orang Kristen sejati, yaitu mereka yang: telah
dipilih oleh Allah Bapa, lalu dikuduskan oleh Roh Kudus (dilahirbarukan oleh Roh
Kudus) supaya bisa percaya dan taat kepada Kristus serta menerima percikan
darah-Nya. Di sini, orang Kristen adalah orang yang telah dilahirbarukan oleh Roh
Kudus untuk percaya dan taat kepada Kristus. Jadi, kelahiran baru mendahului
pertobatan (bdk. 1Kor. 12:3b). Tetapi kelahiran baru yang dikerjakan Roh Kudus
tidak berhenti, melainkan harus diteruskan melalui perbuatan kita sehari-hari
sebagai wujud ucapan syukur kita atas anugerah-Nya yang telah menebus kita dari
dosa. Roh Kudus yang telah melahirbarukan kita sehingga kita bisa bertobat, Ia
jugalah yang akan menuntun jalan hidup kita selangkah demi selangkah (tanpa
memuliakan Allah, bukan untuk menambah jumlah anggota jemaat atau orang
Kristen. Ingatlah motivasi dan tujuan ini!
akan berlutut bersyukur kepada orang yang telah membebaskannya dari hukuman
mati. Tidak tahu lagi, kalau orang yang akan dihukum mati ini adalah orang yang
kurang waras (atau gila), sehingga ia tidak mau menerima anugerah itu. Begitu juga
dengan umat pilihan-Nya. Kepada mereka diberikan anugerah Allah yang
menyelamatkan, dan tentu mereka pasti menerima anugerah itu dengan penuh
rasa syukur, karena mereka telah dimerdekakan dari dunia kegelapan dan dibawa
kepada Terang Allah. Respon mereka ini pun adalah anugerah Allah. Mari kita
telusuri apa yang Alkitab ajarkan tentang anugerah yang tidak dapat ditolak.
Seperti yang telah kita bahas di atas, ayat Alkitab pertama yang mengajar bahwa
anugerah Roh Kudus tidak dapat ditolak adalah perumpamaan Tuhan Yesus sebagai
Gembala Domba yang baik di dalam Injil Yohanes 10. Di ayat 16, Tuhan Yesus
mengajarkan bahwa domba-domba lain yang dari kandang lain dituntun-Nya. Ayat
ini TIDAK berkata bahwa domba-domba lain yang mau ikut dituntun-Nya, tetapi ayat
ini mengatakan bahwa domba-domba lain dituntun-Nya juga. Apakah ini paksaan?
TIDAK. Ini terjadi karena anugerah. Bayangkan, Tuhan Yesus menyamakan kita
(umat pilihan-Nya) seperti domba-domba yang suka menurut dan mengenal siapa
Gembalanya. Kalau kita disamakan seperti domba, mengapa kita maunya seperti
buaya atau binatang lain yang mau berjalan sendiri tanpa pemimpin/gembala? Ini
kegagalan manusia berdosa yang terus menganggap diri pintar.
Rasul Paulus menjelaskan kronologis dari pemilihan sampai pemuliaan anak-anak
Allah secara rinci dan teliti di dalam Roma 8:29-30, Sebab semua orang yang
dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi
serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung
di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka
itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga
dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakanNya. Pada kedua ayat ini, tidak ada satu pun indikasi bahwa orang yang telah
dipilih Allah tiba-tiba menolak anugerah Allah itu lalu binasa. Justru kedua ayat ini
menunjukkan kronologis teliti yang Paulus paparkan dari pemilihan, penentuan
Allah, pemanggilan, pembenaran, sampai pemuliaan mereka yang telah dipilih-Nya.
Tidak ada pemisahan di antara proses ini.
Apa signifikansi doktrin anugerah yang tidak dapat ditolak?
Anugerah Allah yang tidak dapat ditolak membawa kita pada keagungan karya
Allah. Justru setelah kita memahami bahwa anugerah Allah tidak dapat ditolak, kita
baru menyadari bahwa karya Allah begitu agung sehingga Ia rela menyelamatkan
beberapa orang dari manusia dari jurang dosa yang gelap dan membawa mereka
kepada Terang Allah yang ajaib. Kalau keselamatan manusia diletakkan pada
kehendak bebas manusia, lalu manusia bisa menerima atau menolak anugerah
Allah, percayalah, hampir bisa dipastikan manusia berdosa banyak (atau hampir
semua) memilih untuk menolak anugerah Allah, karena dosa manusia telah
mencengkeram hidup mereka sehingga mereka menolak Kebenaran. Akibatnya,
dosa semakin bertambah, dan Allah kewalahan. Tetapi puji Tuhan, Alkitab
mengajarkan bahwa manusia diselamatkan mutlak dan murni atas inisiatif
anugerah Allah. Mungkin seolah-olah bagi kita, anugerah Allah memaksa kita
sehingga kita menerima Kristus, padahal kita tidak mau, tetapi ketika kita makin
lama makin melihat paksaan Allah ini, kita mendapati begitu agungnya karya
Allah yang Mahabesar ini sehingga kita tidak henti-hentinya mengucap syukur atas
anugerah Allah yang mahadahsyat ini. Ucapan syukur atas anugerah Allah yang
tidak dapat ditolak ini harus diteruskan juga kepada orang-orang lain dengan
memberitakan Injil kepada mereka, sehingga kita membawa mereka juga bersamasama mengalami dan melihat kedahsyatan anugerah Allah di luar rasio manusia
yang terbatas.
Selanjutnya, Tuhan Yesus pula di dalam Yohanes 10:27-29 berfirman, Dombadomba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka
mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka
pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan
merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku,
lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari
tangan Bapa. Ketiga ayat ini berada di dalam konteks pembahasan Tuhan Yesus
tentang Gembala dan domba. Domba mendengarkan suara gembalanya, demikian
juga umat pilihan-Nya mendengar suara Kristus sebagai Gembala mereka. Antara
Gembala dan domba, saling mengenal, sehingga mereka tidak mungkin tertipu.
Sebagai wujud kasih Gembala kepada domba, Ia mau menyerahkan hidup-Nya bagi
domba-domba itu (baca ayat 11) dan kemudian, Ia memberikan hidup kekal kepada
domba-dombanya itu. Apakah hidup kekal itu? Hidup yang tidak bisa binasa (Yoh.
3:16b). Wujudnya adalah domba-domba-Nya tidak akan bisa direbut dari tangan
Kristus dan Bapa. Lebih tegas lagi dikatakan oleh Tuhan Yesus sendiri di ayat 29
bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berkuasa dari Bapa yang telah
memberikan umat pilihan-Nya kepada Kristus. Dengan kata lain, hanya Allah Trinitas
yang berkuasa mutlak atas keselamatan umat-Nya, dan iblis pun tidak bisa merebut
umat pilihan-Nya itu. Itulah jaminan keselamatan kekal umat pilihan-Nya. Jika
Arminian yang mengajarkan bahwa keselamatan umat pilihan-Nya bisa hilang itu
benar, maka patutkah Kristus di ayat 29 mengatakan bahwa Bapa-Nya lebih besar
dari siapapun?
Sebagai jaminan bahwa keselamatan kita tidak akan pernah hilang, maka Roh
Kudus diutus untuk menjadi saksi. Rasul Paulus mengajarkan hal ini di dalam Efesus
1:13-14, Di dalam Dia kamu juga--karena kamu telah mendengar firman
kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu--di dalam Dia kamu juga, ketika kamu
percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus
itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu
penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya. Roh
Kudus adalah jaminan (bisa diterjemahan stempel sah) bagi umat-Nya bahwa
mereka tidak akan binasa. Mengapa? Karena Roh Kudus itu yang menjamin kita
memperoleh seluruhnya, yaitu penyempurnaan penebusan yang menjadikan kita
milik Allah (baca ayat 14). Sungguh sangat jelas, Roh Kudus menjadi saksi dan
jaminan bagi kita bahwa kita benar-benar anak-anak Allah dan tidak akan pernah
ditinggalkan sendirian (Rm. 8:16, 28).
Para theolog Arminian menyanggah pandangan ini dengan dua argumentasi, yaitu:
pertama, doktrin ini tidak cocok dengan fakta bahwa ada banyak orang Kristen
yang akhirnya murtad, lalu kedua, doktrin ini mengakibatkan orang Kristen hidup
seenaknya sendiri. Bagaimana tanggapan Reformed?
Pertama, kalau ada orang Kristen yang murtad, kita perlu klarifikasikan makna
Kristen itu sendiri pada diri orang itu. Apa arti Kristen? Kristen berarti pengikut
Kristus (atau bisa diterjemahkan Kristus-kristus kecil yang menjadi saksi Kristus di
tengah dunia. Untuk menjadi saksi Kristus, hidup orang Kristen sejati harus
berpusat kepada Kristus dan firman Allah (Alkitab). Hidup yang berpusat kepada
Kristus dan Alkitab adalah hidup yang menTuhankan Kristus dan memuliakan-Nya
SAJA. Benarkah orang Kristen sejati tiba-tiba bisa murtad? Dari definisi yang sudah
saya paparkan secara jelas ini, kita dapat menjawab dengan pasti, bahwa orang
Kristen SEJATI tidak pernah akan mungkin bisa murtad, mengapa? Karena
keselamatannya adalah anugerah Allah dan Roh Kudus sendiri yang menjamin
kepastian keselamatannya. Kedua, yang bisa murtad lagi tentu BUKAN orang
Kristen sejati, tetapi orang yang memakai aksesoris dan mengklaim diri Kristen.
Bedakan antara aksesoris Kristen dengan iman Kristen. Aksesoris Kristen adalah
tempelan-tempelan Kristen yang dipakai oleh orang yang sebenarnya tidak
pernah beriman Kristen. Contoh, setiap Minggu, rajin ke gereja, ikut Persekutuan
Doa, Pendalaman Alkitab, berpuasa, dll, mereka hanya mengenakan aksesoris
Kristen, tetapi benarkah hatinya berpusat dan tunduk mutlak kepada Kristus?
TIDAK! Kalau disuruh belajar Alkitab, ia pasti mau, tetapi kalau disuruh mengubah
karakter dan motivasinya, ia belum tentu mau. Saya agak takut dengan banyak
orang yang mengaku diri Reformed, studi theologi Reformed di luar negeri, tetapi
hidup rohaninya kering, yang dipentingkan debat sini sana (bukan berarti tidak
perlu debat), tetapi tidak pernah mengalami anugerah Allah di dalam hidupnya.
Otaknya penuh dengan berbagai teori yang dipelajari, tetapi hatinya kering, tidak
ada semangat lagi melayani, bahkan ke gereja pun menjadi rutinitas. Tidak heran
juga, bahkan seorang pemimpin gereja dari gereja yang mengaku bertheologi
Calvinis tiba-tiba bisa menulis satu artikel yang membuktikan Kristus tidak
bangkit, meskipun kemudian setelah ditegur oleh gerejanya, ia bertobat secara
akademis.
Kedua, benarkah orang Kristen sejati yang telah diselamatkan hidupnya bisa
seenaknya sendiri? Tidak mungkin. Mungkin untuk beberapa saat, iya, tetapi kalau
untuk selama-lamanya, tidak. Mengapa? Sekali lagi, karena Roh Kudus yang
menjamin kepastian keselamatan umat pilihan-Nya dengan cara memimpin,
menegur, dan mengarahkan langkah hidup mereka supaya mereka makin
memuliakan Allah (progressive sanctification/pengudusan terus-menerus). Orang
Kristen yang hidup seenaknya sendiri jelas bukan orang Kristen sejati, tetapi,
seperti yang sudah saya kemukakan di atas, adalah orang yang memakai aksesoris
Kristen tanpa mengerti arti Kristen sesungguhnya. Terlalu banyak model orang
Kristen palsu seperti ini di dalam gereja. Marilah kita masing-masing
mengintrospeksi diri.
Apa signifikansi doktrin ketekunan orang kudus ini?
Pertama, kedaulatan Allah melebihi semua keterbatasan manusia. Dengan melihat
apa yang Alkitab paparkan dengan sangat jelas tentang keselamatan umat pilihan
yang tidak mungkin binasa, kita semakin mengerti bahwa Allah adalah Allah yang
Berdaulat yang melebihi semua keterbatasan manusia, sehingga ketika umat-Nya di
satu saat mengalami penurunan spiritualitas atau hidup tidak beres di saat tertentu,
Roh Kudus aktif mengingatkan mereka melalui Firman Tuhan (Alkitab) atau khotbah
yang disampaikan oleh pendeta yang bertangggungjawab atau melalui buku-buku
rohani yang bermutu. Roh Kudus memakai banyak cara untuk membuat hati kita
dimurnikan kembali untuk memuliakan dan menikmati Allah selama-lamanya (bdk.
Katekismus Singkat Westminster Pasal 1).
Kedua, realita pembeda. Doktrin ini mengantarkan kita untuk lebih teliti dan tajam
lagi membedakan mana orang Kristen sejati dengan orang yang katanya Kristen
(saya menyebutnya: pseudo-Christian/Kristen palsu). Bedanya adalah orang Kristen
sejati dari titik awal sampai penghabisannya tidak akan pernah murtad lagi.
Meskipun di kala tertentu sempat murtad, Allah yang berdaulat akan memukul dia
untuk kembali kepada Kristus. Salah satu contoh artis Indonesia yang
menggambarkan realita ini adalah Nafa Urbach. Menurut berita, Nafa Urbach dari
kecil adalah Kristen, kemudian ikut neneknya (kalau tidak salah), maka ia menjadi
Islam, lalu kira-kira 1-2 tahun lalu, ia dipukul Tuhan sehingga ia menjadi Kristen
lagi. Sedangkan, orang yang mengaku diri Kristen dijamin akan murtad selamalamanya. Saya belum bisa memastikan contoh praktis di Indonesia, karena mereka
yang murtad juga belum meninggal. Yang saya tahu, mereka yang mengaku diri
Kristen kemudian murtad kebanyakan dari Gereja Katolik, meskipun ada juga dari
gereja-gereja Protestan arus utama, sebut saja: Dian Sastrowardoyo (dari Gereja
Katolik menjadi Islam), Dewi Lestari dan Marcell Siahaan (suami istri yang dulunya
Protestan akhirnya menjadi Buddhis), dll. Mereka yang murtad justru membuktikan
iman seperti apa yang mereka miliki. Benarkah mereka beriman sungguh-sungguh
kepada Kristus? Atau sebaliknya, mereka sebenarnya beriman kepada diri
meskipun mengaku di depan umum sebagai Kristen? Oleh karena itu, jangan
sembarangan mempergunakan nama Kristen (apalagi anak Tuhan) kepada diri atau
pun orang Kristen lain, jika kita sendiri (atau orang-orang Kristen lain) belum (layak)
mencerminkan hakekat anak Tuhan sejati. Tidak semua orang yang mengaku diri
Kristen adalah anak Tuhan. Oleh karena itu, marilah kita mengintrospeksi diri,
sudahkah kita benar-benar menunjukkan bahwa kita adalah anak Tuhan sejati
dengan beriman hanya kepada Kristus?
1. Edwin H. Palmer, Lima Pokok Calvinisme, terj. Elsye (Surabaya: Momentum,
2005), hlm. 8-9.
2. Ibid., hlm. 57.
3. Ibid., hlm. 73.
4. Ibid., hlm. 84.
5. Ibid., hlm. 99.
6. Saya sudah membahas bagian ini di dalam Seri Eksposisi Surat Roma 3:1-8.