Keselamatan)
PREDESTINASI
KEPASTIAN AKAN KESELAMATAN
PENDAHULUAN
Iman Kristen mengakui bahwa dunia dan segala isinya diciptakan oleh
Allah. Pengakuan ini memberikan sebuah pemahaman yang signifikan bahwa
dasar dari semua kehidupan etis dan religius adalah dari Allah, bahkan dapat
dikatakan bahwa proposisi utama yang terkandung dari pengakuan ini adalah
bahwa segala sesuatu yang terjadi di dalam dunia semuanya ada dalam kendali
dan ketetapan Allah.
Louis Berkhof dengan jelas menyatakan
Teologi Reformed menekankan kedaulatan Allah dalam arti bahwa Ia telah
dengan penuh kedaulatan sejak dari kekekalan menetapkan apa saja yang akan
terjadi dan melakukan karya kedaulatanNya dalam kehendakNya atas semua
ciptaan, baik yang alamiah maupun yang rohani, sesuai dengan rencana yang
telah Ia tetapkan sejak semula. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh Paulus ketika Ia berkata bahwa Allah di dalam segala sesuatu
bekerja menurut keputusan kehendak-Nya (Efesus 1:11) [1].
Allah berdaulat mutlak atas segala karya ciptaan-Nya, dalam hal ini,
Allah berkenan memperlakukan alam semesta-Nya ini sesuai dengan kehendakNya yang kudus[2], dan tidak ada satu hal pun di luar diriNya yang dapat
mempengaruhi kedaulatanNya. Dalam hal ini kedaulatan Allah adalah
menyangkut segala sesuatu termasuk juga hal-hal yang sepele atau remeh pun,
misalnya mengenai burung-burung di udara dan rambut manusiapun semuanya
berada dalam ketetapan Tuhan (Matius 10:29-30), seperti yang diutarakan oleh
Calvin Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh bibir Kristus bahwa semua rambut
kepalanya terhitung (Mat 10:30) akan melihat lebih jauh untuk suatu penyebab, dan
akan menganggap bahwa semua kejadian diatur oleh rencana rahasia Allah [3].
B.B Warfield mengomentari hal ini dengan sangat jelas
"Throughout the Old Testament, behind the processes of nature, the march of
history and the fortunes of each individual life alike, there is steadily kept in view
the governing hand of God working out His preconceived plan - a plan broad
enough to embrace the whole universe of things, minute enough to concern itself
with the smallest details, and actualizing itself with inevitable certainty in every
event that comes to pass"[4]
1
Termasuk juga bahwa Allah berdaulat mutlak dalam karya penyelamatanNya bagi manusia, tentang bagaimana cara Allah menyelamatkan manusia dan
segala hal menyangkut keselamatan manusia. Meminjam pernyataan Charles
Hodge As God works on a definite plan in the external world, it is fair to infer
that the same is true in reference to the moral and spiritual world [5] Lebih jauh
Calvin dalam Institutio menuliskan Sudahlah jelas bahwa karena kehendak
Allahlah kepada sebagian orang keselamatan dianugerahkan dengan cumacuma, sedangkan sebagian orang dicegah untuk memperolehnya [6].
Konsep keselamatan manusia didasarkan kepada pemahaman akan
kedaulatan dan kehendak Allah dalam kekekalan, di mana Allah di dalam
kekekalan telah menetapkan sejumlah orang sebelum dunia dijadikan untuk
diselamatkan, Pengakuan Iman Westminster bagian III, ayat 3 berbunyi untuk
menyatakan kemuliaan-Nya, Allah melalui dekrit-Nya, mempredestinasikan
sejumlah manusia dan malaikat untuk kehidupan kekal; dan lainnya ditetapkan
sebelumnya untuk kebinasaan kekal[7]
Namun, pemahaman akan keselamatan, berdasarkan kepada kedaulatan
dan ketetapan Allah ini tidak begitu saja dapat diterima oleh para teolog dan
orang-orang Kristen, justru pemahaman ini melahirkan masalah-masalah yang
besar dan sekelumit pertanyaan. Bagaimanakah hubungan kedaulatan Allah dan
kehendak bebas manusia, mengapa Allah hanya menyelamatkan sebagian dan
tidak menyelamatkan semua manusia? Bagaimana hubungan ketetapan Allah
dan kehendak bebas manusia dan masih banyak lagi pertayaan yang
muncul, R.C Sproul mengatakan bahwa tidak banyak doktrin yang mengundang
begitu banyak perdebatan seperti halnya doktrin predestinasi, Predestinasi
merupakan doktrin yang sulit, yang menuntut penanganan yang sangat hati-hati
dan teliti[8]
Sejarah Gereja memperlihatkan bahwa banyak dari bapak-bapak Gereja
tidak sependapat bahkan bertentangan mengenai hal ini, di mulai dengan abad
mula-mula pertentangan antara Augustinus dan Pelagius, dan pertentangan ini
dikembangkan pada abad enam belas oleh para Reformator, melalui Marthen
Luther dan Erasmus, serta oleh Calvin dan Arminius. Menurut kaum yang
menolak pemilihan Allah (predestinasi), pandangan akan predestinasi tidak
dapat diterima, karena pandangan ini menjijikan bagi natur Allah yang
berhikmat, adil, dan baik[9], dan bagi natur manusia yang bebas [10]. Ringkasnya
perdebatan mengenai predestinasi di mulai oleh Agustinus dan Pelagius,
diperluas oleh Luther dan Erasmus dan diteguhkan oleh Calvin dan Arminius [11]
Diawal abad ke-20 atau jaman modern persoalan predestinasi
memuncak kepada penekanan akan kemampuan manusia untuk dapat
bertindak dan memutuskan segala sesuatu berdasarkan kepada kehendak bebas
dan
kemampuan
yang
dimilikinya,
sehingga
bagi
kaum
antipredestinasi, pemahaman dan kepercayan akan pemilihan Allah di dalam
kekekalan bagi keselamatan manusia merupakan sebuah pembunuhan terhadap
kreativitas dan kemampuan manusia, sehingga dalam lingkup teologi liberal
dewasa ini, doktrin ini ditolak dan diubah semena-mena [12].
2
Lebih jauh lagi, para teolog liberal melihat bahwa doktrin pemilihan Allah
ini, memiliki ketidak sesuaian dengan pemahaman rasionalitas manusia, bahkan
menurut kaum anti-predestinasi ajaran mengenai predestinasi adalah ajaran
yang naf[13], bagi kaum ini, adalah lebih masuk akal apabila konsep pemilihan ini
lebih merujuk kepada kedaulatan Allah yang menentukan jalan keselamatan
yang harus dimulai oleh manusia dan bukan manusia yang menentukan jalannya
sendiri, dan di dalam Yesuslah, Allah menetapkan Dia menjadi jalan
keselamatan[14]. Implikasi logis dari pernyataan ini adalah bahwa Allah hanya
menyediakan jalan keselamatan bagi manusia yaitu dengan memilih Yesus [15],
dan manusia bebas untuk memilih untuk mengikuti jalan tersebut atau tidak.
Yesus menjadi subyek dan sekaligus objek [16]. Mengutip pernyataan teolog besar,
Karl Barth,. menurut Barth, Allah tidak pernah memilih siapapun, juga tidak
pernah menolak siapapun[17]. Allah hanya pernah menolak dan memilih Yesus.
Sehubungan dengan itu, Barth memberikan sebuah pernyataan yang menarik:
Jesus is the rejected God and the rejecting God. Jesus is the elected God and the
electing God[18].
Doktrin predestinasi ini akhirnya menghasilkan kontroversi yang
berkepanjangan bahkan membawa manusia ke dalam krisis dan terlebih lagi
mempengaruhi sudut pandang iman Kristen terhadap beberapa doktrin yang
lain, bahkan lebih nyata lagi mempengaruhi pola hidup (orthopraxis) dari orang
percaya[19], seperti yang diutarakan oleh Milard J Erickson dari semua pokok
doctrinal iman Kristen, pastilah yang termasuk paling memusingkan dan paling
tidak dimengerti adalah doktrin predestinasi ini, bagi banyak orang doktrin ini
dipandang sebagai tidak jelas dan bahkan sangat aneh, mungkin sekali lebih
banyak lelucon telah dibuat tentang doktrin ini daripada semua doktrin
lainnya[20], sekalipun demikian, karena Alkitab mengajarkannya maka mau tidak
mau harus diteliti secara kompeherensif artinya.
Dan Allah telah memilih dalam kedaulatan-Nya yang bebas sebagian umat
manusia di dalam kekekalan untuk berespon terhadap anugerah Allah itu,
sehingga manusia dapat memperoleh keselamatan. Hal itu nyata dari kisah
pemilihan Allah atas bangsa Israel sebagai suatu umat (Ul.7:6-8; Yes.41:9,
65:9,15, 22). Istilah Ibrani yang dipakai adalah ( Yatsar) Mazmur 139:16;
Yesaya 22:11; 37:26; 46:11, istilah ini mengandung ide tentang rencana Allah
dan penetapan sebelumnya.
( etsah) Ayub 38:2; 42:3, Maz.33:11, 106:13,
107:11, Ams 19:21, yes. 5:19, 14:26, 19:17, dan masih ada beberapa istilah di
dalam Perjanjian Lama yang merujuk kepada ketetapan Allah yang berkaitan
dengan keselamatan dan persekutuan dengan Allah [25].
Dari ayat-ayat diatas nampaklah bahwa adanya suatu kenyataan bahwa
Allah telah memilih satu jumlah tertentu dari umat manusia untuk mengalami
hubungan yang khusus denganNya, dan pemilihan ini, adalah pemilihan
yangunconditional berdasarkan kepada anugerah Allah semata. Millard J. Erikson
untuk bagian ini menyimpulkan bahwa dalam pandangan Perjanjian Lama Allah
telah menciptakan dunia ini, Dia sedang mengarahkan sejarah, dan semua yang
terjadi ini hanya merupakan peragaan suatu rencana yang telah dipersiapkan
sejak kekekalan serta yang berkait dengan maksudNya untuk bersekutu dengan
umat-Nya[26]
Di dalam Perjanjian Baru, doktrin predestinasi ini semakin menjadi jelas
melalu pengajaran Tuhan Yesus sendiri, dan para rasul. Ayat-ayat di dalam
Alkitab Yohanes 6:44 tidak ada seorang pun yang dapat datang kepadaku
jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa (lih. juga ay. 37, 65; 15:16). Kisah Para Rasul
13:48 semua yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal menjadi percaya.
Roma 8:29-20 sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula. Efesus 1:4
Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan.
Kata ditentukan/dipredestinasikan dalam ayat-ayat di atas berasal dari
kata Bahasa Yunani proorizo[27] yang memiliki pengertian ditentukan
sebelumnya, ditetapkan, diputuskan sebelumnya. Jadi predestinasi adalah
Tuhan menentukan terjadinya hal-hal tertentu sebelum hal-hal itu terjadi. Apa
yang Tuhan tentukan sebelumnya? Menurut Roma 8:29-30 Tuhan menentukan
orang-orang tertentu untuk menjadi sama dengan AnakNya, dipanggil,
dibenarkan dan dimuliakan. Pada hakekatnya, Tuhan menentukan orang-orang
tertentu untuk diselamatkan. Berbagai ayat Alkitab menyebut orang-orang yang
percaya pada Kristus sebagai orang-orang pilihan (Matius 24:22, 31; Markus
13:20, 27; Roma 8:33; 9:11; 11:5-7, 28; Efesus 1:11; Kolose 3:12; 1 Tesalonika
1:4; 1 Timotius 5:21; 2 Timotius 2:10; Titus 1:1; 1 Petrus 1:1-2; 2:9; 2 Petrus
1:10).
Satu kata yang juga dipakai di dalam Perjanjian Baru untuk kata memilih
adalah kata Eklego yang berarti memanggil keluar dari antara orang banyak,
kata ini juga seringkali dipakai dalam bentuk middle voice yang berarti Allah
memilih untuk diriNya sendiri[28], dalam suatu pengertian yang mendalam bahwa
Allah berdaulat dalam memberikan karunia-karunia-Nya.
Dan tidak hanya orang-orang yang dipilih untuk diselamatkan, tetapi juga
Alkitab mengajarkan bahwa ada sebagian orang yang menurut perkenan-Nya,
sengaja di lewatkan dan menentukan mereka untuk dibinasakan karena dosa
mereka, bukan karena Allah tidak mampu menyelamatkan (Ams. 16:4, Mat.
11:20-26; Roma 9:17-18, 21-22; 2 Tim. 2: 19-20; Yud. 1:4 ; I Pet. 2:8)
Jadi berdasarkan kepada pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
predestinasi (penetapan akan keselamatan manusia) yang diajarakan oleh
Alkitab, maupun yang secara umum mengajarkan bahwa Allah dalam
kedaulatanNya memilih orang-orang tertentu untuk diselamatkan, hanya
berdasarkan kepada kasih karunia Allah semata dan bukan karena perbuatan
baik dari orang tersebut dan yang lainnya dipilih untuk dibinasakan (Efesus
2:10). Calvin dengan gigih berpendapat bahwa Allah memiliki kedaulatan
mutlak sehingga Dia dengan bebas memilih orang tertentu untuk diselamatkan
serta menolak yang lain. Allah adil semata-mata dan sama sekali tak bersalah
dalam hal ini[29] sejalan dengan pernyataan Calvin ini, J Van Genderen and W. H
Velema menyatakan Our election in Christ implies that it is pure grace and that
faith in Christ is the way to come to the certainty that we have been chosen by
God[30]
Memang, frasa pemilihan di dalam kekekalan sendiri, masih
menimbulkan suatu persoalan yang cukup pelik di dalam pembahasan mengenai
predestinasi, bahkan di dalam golongan Reformed sendiri, persoalan ini
mendapat tempat yang khusus ditandai dengan munculnya dua pandangan yaitu
Supralapsarian dan infralapsarian.
Supralapsarianisme. Supra berarti sebelum,
sedangkan lapsus berartikejatuhan.
Dengan
demikian, supralapsarianisme berarti pandangan yang yakin bahwa keputusan
pemilihan yang ditempatkan sebelum keputusan kejatuhan manusia dalam dosa.
Seperti yang dijelaskan oleh Herman Bavink bahwa, In general,
supralapsarianism places the decree of predestination proper above (supra) the
decree to permit the fall (lapsus). [31]
Sedangkan Infralapsarianisme. Infra berarti setelah,
sedangkan lapsusberarti kejatuhan. Dengan demikian, infralapsarianisme berarti
pandangan yang yakin bahwa pemilihan dilakukan setelah keputusan kejatuhan
dalam
dosa.
Seperti
yang
dikemukakan
oleh
Herman
Bavink
bahwa, infralapsarianism places the decree of predestination proper below
(infra) the decree to permit the fall (lapsus). [32]
Manakah diantara kedua pandangan ini yang benar? Menurut Berkhof,
Supralapsarian mengacu kepada semua ayat Alkitab yang menekankan
kedaulatan Allah. Susunan dari ketetapan Allah dalam pandangan Supralapsarian
dianggap sebagai suatu susunan yang lebih ideal, yang lebih masuk akal dan
seragam, sehingga Supralapsarian dapat memberikan jawaban yang pasti
mengenai pertanyaan mengapa Allah menetapkan untuk menciptakan dunia dan
memperkenankan kejatuhan[33].
Supralapsarian
1.
To Create
2.
To Create
3.
5.
(Tabel ini didasarkan pada penjelasan Loraine Boettner dalam Reformed Doctrine hlm 126-127)
secara bersamaan bahwa Allah telah menetapkan segala seuatu, akan tetapi
juga bahwa manusia sebagai pelaku adalah bebas, dengan demikian
bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Sehingga, pada waktu manusia
berbuat dosa, ia tetap bertanggung jawab terhadap Allah akan dosanya itu,
artinya ia tetap akan dihukum karena dosanya itu
Beberapa kisah di dalam Alkitab memberikan pemahaman yang jelas
mengenai hal ini. Kisah tentang Allah yang mengeraskan hati Firaun Dalam Kel
7:3 Allah berkata bahwa Ia akan mengeraskan hati Firaun, tetapi pada waktu
ketetapan Allah itu terlaksana, ternyata Firaun mengeraskan hatinya sendiri (Kel
7:13,22
8:15,19,32
9:7,34-35).
Dalam
Ayub
1:21
Ayub
berkata
bahwa 'Tuhanyang mengambil'; tetapi dalam Ayub 1:15,17 orang-orang Syeba
dan Kasdim melakukan perampokan itu dengan kemauan mereka sendiri. Yes
10:5-7 - Asyur adalah alat Tuhan untuk menghukum Israel, tetapi Asyur
melakukan sendiri dengan motivasi yang lain, sehingga pada akhirnya
merekapun dihukum oleh Allah
Dalam kasus, orang-orang Yahudi yang telah di tentukan untuk
menyalibkan Yesus, akan tetapi juga benar-benar bebas dalam tindakannya yang
jahat, kisah mengenai Petrus dan Yudas yang telah ditentukan sebelumnya untuk
menyangkal dan menjual Yesus, namun juga harus bertanggung jawab atas
tindakan mereka tersebut.[46]
Jadi dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa ketetapan Allah dan
kehendak bebas manusia itu berjalan bersama-sama menjadi sebuah paradox
yang tidak dapat disatukan[47], tanpa menghilangkan kehendak bebas manusia
dan juga dengan tetap meninggikan ketetapan Allah bagi manusia (Matius 18:7;
Lukas 22:22).[48]
Terus terang, tidak ada yang bisa mengharmoniskan kedua hal yang
kelihatannya bertentangan ini. Yang dapat dilakukan hanya melihat bahwa
kedua hal itu sama-sama diajarkan oleh Kitab Suci secara bersama-sama tanpa
ada suatu keterangan untuk menjadikan keduanya harmoni. Loraine Boettner
memberikan sebuah pernyataan yang unik untuk hal ini "But while the Bible
repeatedly teaches that this providential control is universal, powerful, wise, and
holy, it nowhere attempts to inform us how it is to be reconciled with man's free
agency Perhaps the relationship between divine sovereignty and human
freedom can best be summed up in these words: God so presents the outside
inducements that man acts in accordance with his own nature, yet does exactly
what God has planned for him to do" [49] atau seperti apa yang diutarakan oleh
Arthur W. Pink menjelaskan
Dua hal tidak perlu diperdebatkan: Allah itu berdaulat, manusia itu bertanggung
jawab. ... Menekankan kedaulatan Allah, tanpa juga memelihara pertanggungan
jawab dari makhluk ciptaan, cenderung kepada fatalisme; terlalu memperhatikan
pemeliharaan tanggung jawab manusia, sehingga tidak mengindahkan
kedaulatan Allah, sama dengan meninggikan makhluk ciptaan dan merendahkan
sang Pencipta.[50]
10
Allah bisa menentukan dan mengontrol segala sesuatu sampai detaildetail yang sekecil-kecilnya, tanpa menghancurkan kebebasan manusia.
Bagaimana Ia bisa melakukan hal itu, merupakan suatu mystery yang tidak bisa
dipercayakan, tetapi yang jelas Kitab Suci menunjukkan bahwa Allah memang
menentukan dan menguasai segala sesuatu, tetapi manusia tetap mempunyai
kebebasan. Charles Hodge: "God can control the free acts of rational creatures
without destroying either their liberty or their responsibility" [51]
Dalam persoalan keselamatan, tidak ada satu manusiapun yang dapat
percaya kepada Allah jikalau bukan karena Allah yang membuat manusia itu
dapat percaya (Yoh.6:44), bahkan ketika orang yang sudah percaya melakukan
suatu tindakan yang memuliakan Allah itu juga bukan karena kemampuannya
untuk berespon terhadap Anugerah Allah namun karena Allahlah yang
mengerjakan di dalam dia segala hal (Filipi 2:13), tetapi jika manusia menolak
anugerah Allah maka manusialah yang harus bertanggung jawab, karena
sekalipun Tuhan menetapkan segala sesuatu namun manusia melakukan semua
ketetapan Allah itu dalam kehendaknya yang begitu bebas (Amsal 16:1,9).
Ketetapan Allah tidak menjadikan manusia pasif sehingga melahirkan
sebuah Fatalisme (seperti pandangan Hyper-Calvinisme), sebaliknya ketetapan
Allah justru memberikan kepada manusia sebuah kebebasan yang terarah untuk
bertindak (tidak seperti ajaran Arianisme), dan ketetapan Allah juga tidak
menjadikan dunia ini menjadi semacam sebuah determinisme yang keras, kaku
dan arogan, sebaliknya ketetapan Allah menjadikan dunia ini sebagai sebuah
dunia yang merupakan manifestasi dari kehendak Allah yang agung dan mulia.
Predestinasi Ganda (Pemilihan dan Reprobasi)
Salah satu unsur dari predestinasi selain pemilihan orang-orang yang akan
selamat juga adalah penolakan terhadap sebagian orang [52],di mana Allah
berdasarkan tindakan dan anugerah khusus-Nya dan menghukum mereka karena
dosa-dosa mereka untuk menyatakan keadilanNya [53]. Dalam hal ini, penolakan
terhadap sebagian orang ini dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu
preterisi (pelewatan)[54] dan penghukuman[55].
Namun kedua hal tersebut yaitu preterisi dan penghukuman
mengindikasikan sebuah pemahaman bahwa pada kenyataannya selain
keputusan Allah untuk memilih sebagian selamat, maka terdapat juga keputusan
Allah untuk memilih sebagian untuk diselamatkan, dan mereka yang terakhir
inilah yang disebut dengan istilah kaum Reprobat (kaum yang tertolak), seperti
yang diutarakan oleh J. Van Genderen dan W.H Velema In the reformed tradition,
election and reprobation are frequently mentioned in one breath as two aspect of
Gods eternal decree[56].
B.
Hal ini dirangkum juga dengan begitu jelas dalam Canons of Dort, 1.15
Tidak semua orang dipilih ada yang tidak dipilih atau dilewatkan Allah dalam
pemilihanNya yang kekal. Allah telah memutuskan untuk membiarkan mereka
dalam situasi mereka dan dibawah hukumanNya yang adil, dan untuk akhirnya
menghakimi mereka dan menjatuhkan hukuman yang kekal atas mereka, bukan
hanya karena ketidakpercayaan mereka, melainkan juga karena semua dosanya
11
12
Seperti persoalan reprobasi, ini akan tetap menjadi sebuah misteri buat
orang percaya, untuk mengakhiri bagian ini penulis ingin mengutip pernyataan
Bavinck yang dikutip J. Van Genderen dan W. H Velema dalam Concise Reformed
Dogmatics
No one has the right to believe that he or she is a reprobate, for everyone is
sincerely and urgently called to believe in Christ with a view to salvation. No, one
can actually believe it, for ones own life and that makes it enjoyable is proof that
God takes no delight in his death. No one really believes it, for that would be hell
on earth. But election is a source of comfort and streght, of submissiveness and
14
Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi
mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan
rencana Allah.Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga
ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya,
supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan
mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan
mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang
dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.
Pemahaman yang benar akan doktrin ini, akan melahirkan sebuah
semangat dalam penginjilan. Seperti yang diutarakan oleh Yakub Tri Handoko
Kita tidak patah semangat dalam memberitakan Injil kepada orang yang keras
hati, karena kalau orang itu ditetapkan Allah untuk selamat, orang itu suatu
ketika pasti akan selamat. Sebaliknya, kita tetap akan rendah hati ketika Injil
yang kita beritakan diterima orang, karena itu murni pekerjaan Allah. [74]
[1]
[2]
[3]
[4]
B. B Warfield, Biblical and Theological Studies (New York: Oxford University, 1929) hlm
[5]
Charles Hodge, Systematic Theology Vol II (Grand Rapids: Eerdmans, 1952) hlm 313
[6]
Yohanes Calvin, Institutio (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) hlm 193
[7]
276
16
[8]
215
Dalam hal ini, menurut kaum anti-predestinasi, penerimaan akan doktrin ini
memberikan indikasi bahwa Allahlah pembuat dosa, dan juga Allahlah yang harus bertanggung
jawab atas adanya dosa (lihat Nuban Timo; Pemberita Firman Pecinta Budaya, Bab VI (hlm
151)
[9]
Lihat penjelasan Berkhof dalam doktrin Allah mengenai doktrin predestinasi dalam
sejarah (hlm 197 202) dan juga Milard J. Erickson, Teologi Kristen Volume III hlm 100-110
[11]
[12]
[13]
[14]
Jadi bukan manusianya yang dipredestinasi tetapi cara bagaimana keselamatan akan
dinyatakan, itu yang ditetapkan, atau ditentukan sejak dunia dijadikan.
[15]
Lebih jelas Harun Hadiwijono dalam buku Iman Krsiten halaman 295-296 berkaitan
dengan pandangan ini menjelaskan bahwa pemilihan orang beriman untuk diselamatkan itu
terjadi di dalam Kristus (Ef.1:4), menurut kata Yunaninya, kata di dalam berarti berakar pada
atau bersandar sehingga pemilihan Tuhan Allah yang bebas merdeka, yang berdasarkan kasih
karuniaNya itu senantiasa dihubungkan atau dipersekutukan dengan karya penyelamatan
Kristus. Dipilih di dalam Kristus berarti, bahwa dasar atau akar keselamatan kita ada pada
Kristus, demikian juga sandaran dan pelaksanaan keselamatan kita. Kristus menjadi pusat dan
penyataan atau pengungkapan pemilihan Allah, maka Kristus mencakup seluruh keselamatan
manusia.
[16]
[17]
Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010) hlm 292
[18]
http://www.gkri-exodus.org/page.php?DOC-Predestinasi1
Calvin seperti di kutip Erickson dalam bukunya Teologi Kristen Volume III halaman
108, bahwa studi terhadapa doktrin predestinasi bukan sekedar kegiatan intelektual saja, namun
berdampak praktis juga
[19]
[20]
Millard J Erickson, Teologi Kristen Volume III (Malang: Gandum Mas, 2004) hlm 99
[21]
[22]
[23]
[24]
Arthur W. Pink, The Sovereignty of God (Surabaya: Momentum, 2005) hlm 118
17
[25]
Millard J. Erickson, Teologi Kristen (Malang: Gandum Mas, 1999) hlm 449
[26]
[27]
Kata ini muncul di dalam PB sebanyak 6 kali, Kisah. 4:28, Roma 8:28-29, 1 Kor. 2:7,
Ef. 1:5, 11
[28]
Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology (Malang: SAAT, 2008) hlm 406
J. Van Genderen dan W.H Velema, Concise Reformed Dogmatics (New Jersey:
Publishing, 2008) hlm 220
[30]
[31]
[32]
[33]
[34]
[35]
[36]
John M Frame, Apologetika Bagi Kemuliaan Allah (Surabaya: Momentum, 2009) hlm
[37]
[38]
15
Pada kesempatan ini, penulis hanya akan membahas mengenai kedua hal ini yaitu
(1) mengenai konsep predestination disejajarkan dengan kehendak bebas manusia (2)
persoalan mengenai single predestinasi dan double predestination, pandangan-pandangan yang
muncul berkaitan dengan kaum pilihan dan kaum reprobate.
[39]
[41]
Edwin H Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Surabaya: Momentum, 2005) hlm 126
[42]
Louis Leahy S. J, Masalah Ketuhanan Dewasa Ini (Yogyakarta: Kanisius, 1982) hlm
33
Mereka menyatakan bahwa ketetapan Allah adalah ketetapan yang didasarkan
kepada pengetahuan Allah yang telah di miliki sebelumnya oleh Allah, bahwa Allah tahu siapa
yang akan memilih untuk percaya dan siapa yang tidak ; dalam hal ini ketetapan Allah bersifat
kondisional, sehingga pemikiran ini juga seringkali disebut predestinasi kondisional (pemilihan
Allah di dasarkan kepada pengetahuannya kepada siapa yang akan percaya kepada Allah)
[43]
[44]
[45]
Edwin H Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Surabaya: Momentum, 2005) hlm 128
18
Penjelasan lebih lanjut untuk hal ini dapat di baca dalam Loraine Boetner, Doctrine
Reformed hlm 210
[46]
[47]
J. I Packer dalam buku Penginjilan dan Kedaulatan Allah (hlm 9) lebih menyukai
istilah antinomy ketimbang paradox, karena menurut Packer istilan antinomy lebih merujuk
kepada dua kebenaran yang tampaknya tidak bersesuaian namun tidak benar-benar
berkontradiksi.
[48]
[49]
[50]
[51]
[52]
[53]
Preterisi berasal dari kata latin praeter [oleh/melalui] + Ire [pergi] yang berarti
melewati. Di dalam menetapkan beberapa orang yang akan diselamatkan, Allah telah memilih
beberapa orang dan melewatkan yang lain, menurut Calvin, Preterisi bukanlah sekedar deduksi
logis dari pemilihan, sebaliknya preterisi adalah definisi dari pemilihan Allah yang alkitab sendiri
ajarkan, pemilihan tanpa preterisi hanyalah suatu istilah theologies yang kosong dan sia-sia,
suatu ide mitos dari pikiran yang tidak beres (Lih. Edwin H Palmer, Lima Pokok Calvinisme hlm
164).
[54]
Penghukuman. Mereka yang dilewatkan oleh Allah akan di hukum secara kekal oleh
karena dosa-dosa mereka sendiri. Beberapa teolog cenderung untuk membatasi reprobasi
hanya sampai pada pada preterisi saja.
[55]
J. Van Genderen dan W.H Velema, Concise Reformed Dogmatics (New Jersey:
Publishing, 2008) hlm 231
[56]
[57]
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005) hlm 297
[58]
[60]
[61]
[62]
[63]
[64]
Lihat penjelasan Loraine Boetner mengenai Roma 11:11, dalam buku Reformed
Doctrine hlm 122
[65]
19
William G.T Shedd, Calvinism: Pure & Mixed (New York: Charles Scribner's Sons,
1893), hal 36
[66]
[67]
[68]
[70]
[71]
[72]
Ibid, hlm 51
[73]
[74]
http://www.gkri-exodus.org/page.php?DOC-Predestinasi1
1. PENDAHULUAN
Salah satu perdebatan klasik di antara gereja-gereja hasil
reformasi adalah tema di seputar predestinasi (bahasa
latin prae-destinatio, penentuan sebelumnya). Calvin sendiri
mendefinisikan predestinasi sebagai keputusan Allah yang
kekal yang dengannya Ia menetapkan untuk diriNya sendiri,
apa yang menurut kehendakNya akan terjadi atas setiap
orang (Inst. III, xxi, 5). Dalam ajaran tentang predestinasi
dijelaskan bahwa orang percaya hanya diselamatkan karena
mereka dipilih oleh Allah untuk diberi keselamatan. Sementara
20
itu dibicarakan juga bahwa ada orang yang ditolak oleh Allah
sehingga mereka tidak diselamatkan. Jadi predestinasi Calvin
mencakup
pemilihan
(election) maupun
penolakan
(reprobation). Sebab tidak semua orang diciptakan dalam
keadaan yang sama; tetapi untuk yang satu ditentukan
kehidupan kekal, untuk yang lain hukuman abadi. (ibid.).[1]
Dalam sejarah, kemudian muncul tokoh lain yang
bernama Arminius, seorang pendeta gereja Calvinis Belanda
yang kemudian menolak doktrin predestinasi versi Calvinism.
Dua aliran besar muncul di sini, yaitu Calvinism dan
Arminianism. Kedua aliran teologi ini sama-sama mengakui
adanya penetapan Allah yang memilih orang-orang untuk
diselamatkan
sebelum
dunia
dijadikan.
Hal
yang
membedakan keduanya adalah apakah ketetapan Allah untuk
memilih itu berlandaskan semata-mata pada kehendak Allah
yang mutlak berdaulat (Calvinisme) atau juga berlandaskan
pada pengetahuanNya sebelumnya mengenai jasa dan iman
dalam diri orang yang terpilih (Arminianisme) [2]. Dalam hal ini
perlu disadari bahwa Arminianisme tidak menolak kedaulatan
Allah, tetapi menyatakan bahwa kedaulatan Allah untuk
memilih justru disebabkan oleh pengenalanNya atas orangorang pilihan.
A. Arminianism
Pada abad ke 17, Arminius menentang ajaran Calvin. Para pengikutnya
merumuskan Lima Pokok Arminianism (Sinergism)
Calvinism
KESAMAAN
Arminianism
Pilihan
Allah Pilihan
Allah
terjadi
sebelum terjadi
sebelum
dunia diciptakan
dunia diciptakan
Kemahatahuan
Allah
Frasa semua orang yang dipilihNya dari semula versi TBLAI adalah berasal dari kata (proegno). Kata ini
adalah kata kerja indicative aorist active orang ke 3
tunggal dari kata (proginosko).
Terjemahan
harfiahnya seharusnya sebagai berikut
Sebab orang-orang yang Dia pernah mengenal sebelumnya,
juga Dia pernah menentukan dari semula untuk menjadi serupa
dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi
yang sulung di antara banyak saudara. (terj. Penulis)
reform
bernama
Dave
Hagelberg
(proginosko).
Dia mengatakan bahwa secara harfiah
proginosko, berarti mengenal sebelumnya. Perlu dimengerti
bahwa dalam bahasa Ibrani dan Yunani istilah mengenal
dapat mempunyai arti yang jauh lebih dalam. Lihat, misalnya,
Kejadian 18:19, Yeremia 1:5; Amos 3:2, di mana istilah
mengenal berarti memilih (Cranfield, hal 431). Itulah
sebabnya LAI menerjemahkannya, dipilih-Nya dari semula .
Cranfield mengerti bahwa awalan pro dipakai karena pilihan
Allah terjadi sebelum dunia diciptakan, sesuai dengan Efesus
1:4 dan 2 Timotius 1:9. Kata ini hanya dipakai dalam Kisah
Para Rasul 26:5; Roma 8:29; 11:2; 1 Petrus 1:20; 2 Petrus 3:17.
Kata benda prognosis hanya dipakai dalam Kisah Para Rasul
2:23 dan 1 Petrus 1:2.[6]
Penjelasan Hagelberg ini dengan mengatakan bahwa
istilah mengenal berarti memilih dengan alasan bahwa
dalam bahasa Ibrani dan Yunani istilah mengenal dapat
29
30
C. Pemakaian Yada[8]
Dalam Theological Dictionary of the Old Testament (TDOT)
Vol V dijelaskan bahwa ternyata dalam PL pengenalan Allah
berkaitan dengan berbagai aspek. Dalam Am 3:2 ditemukan
bahwa yada (mengenal) merupakan ungkapan untuk hubungan
khusus antara Yahweh dengan Israel atau untuk membuat
pemilihan. Berdasarkan penjelasan TDOT, penulis berpendapat
bahwa pandangan Hagelberg dan Calvinism pada umumnya
bahwa sama sekali tidak ada unsur pengetahuan/penganalan
dalam pemilihan Allah sama sekali tidak bisa dipertahankan.
Bunyi Amos 3:2 Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di
muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum kamu karena
segala kesalahanmu. Pengenalan Yahweh ditegaskan dengan
anak kalimat sebab itu Aku akan menghukum kamu. Jadi
TDOT memperlihatkan Unsur pengetahuan Allah dalam
istilah yada/mengenal sama sekali tidak hilang dalam pemilihan
yang dilakukan oleh Allah tetapi menyertai tindakan pemilihan
tersebut.
Lebih jauh TDOT juga menjelaskan bahwa Dalam Kel
33:12, 17 Yahweh berkata kepada Musa: Aku mengenal (yada)
namamu dan juga engkau mendapat kasih karunia di hadapanKu. Dalam hal ini mengenal namamu parallel dengan
mendapat kasih karunia. Berdasarkan penjelasan ini, sekali
lagi perlu diingatkan bahwa kata yada (mengenal) tidak lah
berubah maknanya menjadi mendapat kasih karunia.
D. Pemakaian (proginosko)
31
his people), since he foreknew them (v. 2b). That is, he knew
Israel from the very beginning and accepted it as his people. [10]
4. KESIMPULAN
33
[1]
Christiaan De Jonge, Apa itu Calvinisme? Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001, hlm 60.
[2]
Millard J. Erickson, Teologi Kristen: Volume Dua. Malang: Gandum Mas, 2003. Hlm 524.
[3]
34
[4]
Millard J. Erickson, Teologi Kristen: Volume Tiga. Malang: Gandum Mas, 2003, hlm.
111[5]
Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas, 2010, hal 399-405
[6]
Dave Hagelberg, Tafsiran Roma dari Bahasa Yunani, Bandung: Kalam Hidup, 2004. Hlm
163.
[7]
[8]
Gerhard Kittel and Gerhard Friedrich (ed.), THEOLOGICAL DICTIONARY of the NEW
TESTAMENT. Translated by Geoffrey W. Bromiley. Vol I, p 715.
[10]
Horst Balz and Gerhard Schneider (ed.), Exegetical Dictionary of the New Testament,
Volume 3. Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1993 Hlm 153
Diposkan oleh Calvin Dachi di 00.09
35