Anda di halaman 1dari 35

Doktrin Predestinasi (Kepastian Akan

Keselamatan)
PREDESTINASI
KEPASTIAN AKAN KESELAMATAN
PENDAHULUAN
Iman Kristen mengakui bahwa dunia dan segala isinya diciptakan oleh
Allah. Pengakuan ini memberikan sebuah pemahaman yang signifikan bahwa
dasar dari semua kehidupan etis dan religius adalah dari Allah, bahkan dapat
dikatakan bahwa proposisi utama yang terkandung dari pengakuan ini adalah
bahwa segala sesuatu yang terjadi di dalam dunia semuanya ada dalam kendali
dan ketetapan Allah.
Louis Berkhof dengan jelas menyatakan
Teologi Reformed menekankan kedaulatan Allah dalam arti bahwa Ia telah
dengan penuh kedaulatan sejak dari kekekalan menetapkan apa saja yang akan
terjadi dan melakukan karya kedaulatanNya dalam kehendakNya atas semua
ciptaan, baik yang alamiah maupun yang rohani, sesuai dengan rencana yang
telah Ia tetapkan sejak semula. Hal ini sangat sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh Paulus ketika Ia berkata bahwa Allah di dalam segala sesuatu
bekerja menurut keputusan kehendak-Nya (Efesus 1:11) [1].
Allah berdaulat mutlak atas segala karya ciptaan-Nya, dalam hal ini,
Allah berkenan memperlakukan alam semesta-Nya ini sesuai dengan kehendakNya yang kudus[2], dan tidak ada satu hal pun di luar diriNya yang dapat
mempengaruhi kedaulatanNya. Dalam hal ini kedaulatan Allah adalah
menyangkut segala sesuatu termasuk juga hal-hal yang sepele atau remeh pun,
misalnya mengenai burung-burung di udara dan rambut manusiapun semuanya
berada dalam ketetapan Tuhan (Matius 10:29-30), seperti yang diutarakan oleh
Calvin Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh bibir Kristus bahwa semua rambut
kepalanya terhitung (Mat 10:30) akan melihat lebih jauh untuk suatu penyebab, dan
akan menganggap bahwa semua kejadian diatur oleh rencana rahasia Allah [3].
B.B Warfield mengomentari hal ini dengan sangat jelas
"Throughout the Old Testament, behind the processes of nature, the march of
history and the fortunes of each individual life alike, there is steadily kept in view
the governing hand of God working out His preconceived plan - a plan broad
enough to embrace the whole universe of things, minute enough to concern itself
with the smallest details, and actualizing itself with inevitable certainty in every
event that comes to pass"[4]
1

Termasuk juga bahwa Allah berdaulat mutlak dalam karya penyelamatanNya bagi manusia, tentang bagaimana cara Allah menyelamatkan manusia dan
segala hal menyangkut keselamatan manusia. Meminjam pernyataan Charles
Hodge As God works on a definite plan in the external world, it is fair to infer
that the same is true in reference to the moral and spiritual world [5] Lebih jauh
Calvin dalam Institutio menuliskan Sudahlah jelas bahwa karena kehendak
Allahlah kepada sebagian orang keselamatan dianugerahkan dengan cumacuma, sedangkan sebagian orang dicegah untuk memperolehnya [6].
Konsep keselamatan manusia didasarkan kepada pemahaman akan
kedaulatan dan kehendak Allah dalam kekekalan, di mana Allah di dalam
kekekalan telah menetapkan sejumlah orang sebelum dunia dijadikan untuk
diselamatkan, Pengakuan Iman Westminster bagian III, ayat 3 berbunyi untuk
menyatakan kemuliaan-Nya, Allah melalui dekrit-Nya, mempredestinasikan
sejumlah manusia dan malaikat untuk kehidupan kekal; dan lainnya ditetapkan
sebelumnya untuk kebinasaan kekal[7]
Namun, pemahaman akan keselamatan, berdasarkan kepada kedaulatan
dan ketetapan Allah ini tidak begitu saja dapat diterima oleh para teolog dan
orang-orang Kristen, justru pemahaman ini melahirkan masalah-masalah yang
besar dan sekelumit pertanyaan. Bagaimanakah hubungan kedaulatan Allah dan
kehendak bebas manusia, mengapa Allah hanya menyelamatkan sebagian dan
tidak menyelamatkan semua manusia? Bagaimana hubungan ketetapan Allah
dan kehendak bebas manusia dan masih banyak lagi pertayaan yang
muncul, R.C Sproul mengatakan bahwa tidak banyak doktrin yang mengundang
begitu banyak perdebatan seperti halnya doktrin predestinasi, Predestinasi
merupakan doktrin yang sulit, yang menuntut penanganan yang sangat hati-hati
dan teliti[8]
Sejarah Gereja memperlihatkan bahwa banyak dari bapak-bapak Gereja
tidak sependapat bahkan bertentangan mengenai hal ini, di mulai dengan abad
mula-mula pertentangan antara Augustinus dan Pelagius, dan pertentangan ini
dikembangkan pada abad enam belas oleh para Reformator, melalui Marthen
Luther dan Erasmus, serta oleh Calvin dan Arminius. Menurut kaum yang
menolak pemilihan Allah (predestinasi), pandangan akan predestinasi tidak
dapat diterima, karena pandangan ini menjijikan bagi natur Allah yang
berhikmat, adil, dan baik[9], dan bagi natur manusia yang bebas [10]. Ringkasnya
perdebatan mengenai predestinasi di mulai oleh Agustinus dan Pelagius,
diperluas oleh Luther dan Erasmus dan diteguhkan oleh Calvin dan Arminius [11]
Diawal abad ke-20 atau jaman modern persoalan predestinasi
memuncak kepada penekanan akan kemampuan manusia untuk dapat
bertindak dan memutuskan segala sesuatu berdasarkan kepada kehendak bebas
dan
kemampuan
yang
dimilikinya,
sehingga
bagi
kaum
antipredestinasi, pemahaman dan kepercayan akan pemilihan Allah di dalam
kekekalan bagi keselamatan manusia merupakan sebuah pembunuhan terhadap
kreativitas dan kemampuan manusia, sehingga dalam lingkup teologi liberal
dewasa ini, doktrin ini ditolak dan diubah semena-mena [12].
2

Lebih jauh lagi, para teolog liberal melihat bahwa doktrin pemilihan Allah
ini, memiliki ketidak sesuaian dengan pemahaman rasionalitas manusia, bahkan
menurut kaum anti-predestinasi ajaran mengenai predestinasi adalah ajaran
yang naf[13], bagi kaum ini, adalah lebih masuk akal apabila konsep pemilihan ini
lebih merujuk kepada kedaulatan Allah yang menentukan jalan keselamatan
yang harus dimulai oleh manusia dan bukan manusia yang menentukan jalannya
sendiri, dan di dalam Yesuslah, Allah menetapkan Dia menjadi jalan
keselamatan[14]. Implikasi logis dari pernyataan ini adalah bahwa Allah hanya
menyediakan jalan keselamatan bagi manusia yaitu dengan memilih Yesus [15],
dan manusia bebas untuk memilih untuk mengikuti jalan tersebut atau tidak.
Yesus menjadi subyek dan sekaligus objek [16]. Mengutip pernyataan teolog besar,
Karl Barth,. menurut Barth, Allah tidak pernah memilih siapapun, juga tidak
pernah menolak siapapun[17]. Allah hanya pernah menolak dan memilih Yesus.
Sehubungan dengan itu, Barth memberikan sebuah pernyataan yang menarik:
Jesus is the rejected God and the rejecting God. Jesus is the elected God and the
electing God[18].
Doktrin predestinasi ini akhirnya menghasilkan kontroversi yang
berkepanjangan bahkan membawa manusia ke dalam krisis dan terlebih lagi
mempengaruhi sudut pandang iman Kristen terhadap beberapa doktrin yang
lain, bahkan lebih nyata lagi mempengaruhi pola hidup (orthopraxis) dari orang
percaya[19], seperti yang diutarakan oleh Milard J Erickson dari semua pokok
doctrinal iman Kristen, pastilah yang termasuk paling memusingkan dan paling
tidak dimengerti adalah doktrin predestinasi ini, bagi banyak orang doktrin ini
dipandang sebagai tidak jelas dan bahkan sangat aneh, mungkin sekali lebih
banyak lelucon telah dibuat tentang doktrin ini daripada semua doktrin
lainnya[20], sekalipun demikian, karena Alkitab mengajarkannya maka mau tidak
mau harus diteliti secara kompeherensif artinya.

APA ITU PREDESTINASI


Pengertian Secara Umum
Dalam menggumuli persoalan predestinasi, alangkah baiknya jika di mulai
dari suatu pengertian yang benar mengenai apa itu predestinasi. Secara
etimologis, predestinasi berasal dari dua kata bahasa inggris yaitu pre yang
artinya sebelum (menunjuk kepada waktu) dan destination yang artinya tujuan,
jadi predestinasi berarti penentuan sebelumnya mengenai tujuan akhir manusia.
Lebih jelas, Websters New Collegiate Dictionary yang di kutip oleh Sproul
memberikan defenisi[21]
1.

Predestinate: destined, fated, or determined beforehand; to foreordain to an


earthly or eternal lot or destiny by divine decree.Predestination: the doctrine that
God in consequence of His foreknowledge of all events infallibly guides those
who are destined for salvation. Predestine: to destine, decree, determine,
appoint, or settle beforehand. Predestination : act of determining in advance;
doctrine that God has fore ordained the fate of person (especially pertaining to
salvation or damnation); fate, lot, destiny[22]

Sedangkan Wikipedia memberikan pengertian


Predestination is
a religious concept,
which
involves
the
relationship
between God and God's creation. The religious character of predestination
distinguishes it from other ideas about determinism and free will. Those who
believe in predestination, such as John Calvin, believe that, before the Creation,
God determined the fate of the universe throughout all of time and space.
Arti mendasar dari predestinasi adalah berkaitan dengan tujuan akhir
hidup manusia yaitu surga dan neraka [23], ke mana manusia setelah mati, dan
tujuan itu telah ditentukan oleh Allah di dalam kekekalan, berdasarkan kepada
kasih karuniaNya semata, tanpa mempertimbangkan jasa manusia.
Jadi dapat ditarik sebuah kesimpulan sederhana dari pengertianpengertian diatas bahwa predestinasi berhubungan dengan keputusan Allah di
dalam kekekalan berdasarkan kepada kedaulatan mutlaknya yang mahabijak dan
mahakudus tanpa mengesampingkan kehendak bebas manusia mengenai
sebagian orang yang dipilih untuk diselamatkan dan sebagian lagi dipilih atau
juga dibiarkan untuk mengalami kebinasaan.
Pengertian Predestinasi dalam Alkitab
Doktrin predestinasi, bukanlah doktrin yang berdiri sendiri, melainkan
doktrin ini didasarkan kepada pemahaman terhadap Alkitab secara menyeluruh
dan sangat jelas. Alkitab mengajarkan bahwa ketika manusia pertama jatuh ke
dalam dosa, manusia mengalami yang namanya kerusakan total (Rm. 5:12-21)
bahwa yang ada dalam pikiran dan hati manusia hanyalah untuk berbuat dosa
(Roma 3: 9-20; Ef. 2:1-3; 2Kor. 4:3-4).
Kerusakan total (total depravity) yang manusia alami menyebabkan
manusia tidak bisa mencari Allah, atau sekedar berespon terhadap anugerah
Allah, sehingga manusia tidak mungkin dapat memperoleh keselamatan bahkan
secara naturnya manusia justru harus dihukum. Oleh karena itu maka Allahlah
yang berinisiatif untuk menyelamatkan manusia dengan mengutus anak-Nya
yang tunggal ke dalam dunia untuk menyelamatkan manusia, dan Allah pulalah
yang menggerakan (sebagian) hati manusia untuk meresponi anugerah Allah ini.
Dari dan dalam dirinya sendiri, manusia natural memiliki kuasa untuk menolak
Kristus; namun dari dan dalam dirinya sendiri, dia tidak memiliki kuasa untuk
menerima Kristus[24]
2.

Dan Allah telah memilih dalam kedaulatan-Nya yang bebas sebagian umat
manusia di dalam kekekalan untuk berespon terhadap anugerah Allah itu,
sehingga manusia dapat memperoleh keselamatan. Hal itu nyata dari kisah
pemilihan Allah atas bangsa Israel sebagai suatu umat (Ul.7:6-8; Yes.41:9,
65:9,15, 22). Istilah Ibrani yang dipakai adalah ( Yatsar) Mazmur 139:16;
Yesaya 22:11; 37:26; 46:11, istilah ini mengandung ide tentang rencana Allah
dan penetapan sebelumnya.
( etsah) Ayub 38:2; 42:3, Maz.33:11, 106:13,
107:11, Ams 19:21, yes. 5:19, 14:26, 19:17, dan masih ada beberapa istilah di
dalam Perjanjian Lama yang merujuk kepada ketetapan Allah yang berkaitan
dengan keselamatan dan persekutuan dengan Allah [25].
Dari ayat-ayat diatas nampaklah bahwa adanya suatu kenyataan bahwa
Allah telah memilih satu jumlah tertentu dari umat manusia untuk mengalami
hubungan yang khusus denganNya, dan pemilihan ini, adalah pemilihan
yangunconditional berdasarkan kepada anugerah Allah semata. Millard J. Erikson
untuk bagian ini menyimpulkan bahwa dalam pandangan Perjanjian Lama Allah
telah menciptakan dunia ini, Dia sedang mengarahkan sejarah, dan semua yang
terjadi ini hanya merupakan peragaan suatu rencana yang telah dipersiapkan
sejak kekekalan serta yang berkait dengan maksudNya untuk bersekutu dengan
umat-Nya[26]
Di dalam Perjanjian Baru, doktrin predestinasi ini semakin menjadi jelas
melalu pengajaran Tuhan Yesus sendiri, dan para rasul. Ayat-ayat di dalam
Alkitab Yohanes 6:44 tidak ada seorang pun yang dapat datang kepadaku
jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa (lih. juga ay. 37, 65; 15:16). Kisah Para Rasul
13:48 semua yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal menjadi percaya.
Roma 8:29-20 sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula. Efesus 1:4
Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan.
Kata ditentukan/dipredestinasikan dalam ayat-ayat di atas berasal dari
kata Bahasa Yunani proorizo[27] yang memiliki pengertian ditentukan
sebelumnya, ditetapkan, diputuskan sebelumnya. Jadi predestinasi adalah
Tuhan menentukan terjadinya hal-hal tertentu sebelum hal-hal itu terjadi. Apa
yang Tuhan tentukan sebelumnya? Menurut Roma 8:29-30 Tuhan menentukan
orang-orang tertentu untuk menjadi sama dengan AnakNya, dipanggil,
dibenarkan dan dimuliakan. Pada hakekatnya, Tuhan menentukan orang-orang
tertentu untuk diselamatkan. Berbagai ayat Alkitab menyebut orang-orang yang
percaya pada Kristus sebagai orang-orang pilihan (Matius 24:22, 31; Markus
13:20, 27; Roma 8:33; 9:11; 11:5-7, 28; Efesus 1:11; Kolose 3:12; 1 Tesalonika
1:4; 1 Timotius 5:21; 2 Timotius 2:10; Titus 1:1; 1 Petrus 1:1-2; 2:9; 2 Petrus
1:10).
Satu kata yang juga dipakai di dalam Perjanjian Baru untuk kata memilih
adalah kata Eklego yang berarti memanggil keluar dari antara orang banyak,
kata ini juga seringkali dipakai dalam bentuk middle voice yang berarti Allah
memilih untuk diriNya sendiri[28], dalam suatu pengertian yang mendalam bahwa
Allah berdaulat dalam memberikan karunia-karunia-Nya.

Dan tidak hanya orang-orang yang dipilih untuk diselamatkan, tetapi juga
Alkitab mengajarkan bahwa ada sebagian orang yang menurut perkenan-Nya,
sengaja di lewatkan dan menentukan mereka untuk dibinasakan karena dosa
mereka, bukan karena Allah tidak mampu menyelamatkan (Ams. 16:4, Mat.
11:20-26; Roma 9:17-18, 21-22; 2 Tim. 2: 19-20; Yud. 1:4 ; I Pet. 2:8)
Jadi berdasarkan kepada pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
predestinasi (penetapan akan keselamatan manusia) yang diajarakan oleh
Alkitab, maupun yang secara umum mengajarkan bahwa Allah dalam
kedaulatanNya memilih orang-orang tertentu untuk diselamatkan, hanya
berdasarkan kepada kasih karunia Allah semata dan bukan karena perbuatan
baik dari orang tersebut dan yang lainnya dipilih untuk dibinasakan (Efesus
2:10). Calvin dengan gigih berpendapat bahwa Allah memiliki kedaulatan
mutlak sehingga Dia dengan bebas memilih orang tertentu untuk diselamatkan
serta menolak yang lain. Allah adil semata-mata dan sama sekali tak bersalah
dalam hal ini[29] sejalan dengan pernyataan Calvin ini, J Van Genderen and W. H
Velema menyatakan Our election in Christ implies that it is pure grace and that
faith in Christ is the way to come to the certainty that we have been chosen by
God[30]
Memang, frasa pemilihan di dalam kekekalan sendiri, masih
menimbulkan suatu persoalan yang cukup pelik di dalam pembahasan mengenai
predestinasi, bahkan di dalam golongan Reformed sendiri, persoalan ini
mendapat tempat yang khusus ditandai dengan munculnya dua pandangan yaitu
Supralapsarian dan infralapsarian.
Supralapsarianisme. Supra berarti sebelum,
sedangkan lapsus berartikejatuhan.
Dengan
demikian, supralapsarianisme berarti pandangan yang yakin bahwa keputusan
pemilihan yang ditempatkan sebelum keputusan kejatuhan manusia dalam dosa.
Seperti yang dijelaskan oleh Herman Bavink bahwa, In general,
supralapsarianism places the decree of predestination proper above (supra) the
decree to permit the fall (lapsus). [31]
Sedangkan Infralapsarianisme. Infra berarti setelah,
sedangkan lapsusberarti kejatuhan. Dengan demikian, infralapsarianisme berarti
pandangan yang yakin bahwa pemilihan dilakukan setelah keputusan kejatuhan
dalam
dosa.
Seperti
yang
dikemukakan
oleh
Herman
Bavink
bahwa, infralapsarianism places the decree of predestination proper below
(infra) the decree to permit the fall (lapsus). [32]
Manakah diantara kedua pandangan ini yang benar? Menurut Berkhof,
Supralapsarian mengacu kepada semua ayat Alkitab yang menekankan
kedaulatan Allah. Susunan dari ketetapan Allah dalam pandangan Supralapsarian
dianggap sebagai suatu susunan yang lebih ideal, yang lebih masuk akal dan
seragam, sehingga Supralapsarian dapat memberikan jawaban yang pasti
mengenai pertanyaan mengapa Allah menetapkan untuk menciptakan dunia dan
memperkenankan kejatuhan[33].

Infralapsarian lebih memilih bagian Alkitab, di mana obyek pemilihan


tampil sebagai kondisi dari dosa. Susunan ini lebih bersifat historis ketimbang
supralapsarian yang bersifat rasional, yang tampaknya akan mencerminkan
susunan dalam pertimbangan kekal Allah, namun tampaknya pandangan
infralapsarian tidak memberi jalan keluar terhadap problem dosa [34].
Dalam hubungan dengan kapan waktu pemilihan itu, penulis lebih
menyetujui pandangan Supralapsarian, bahwa pemilihan itu terjadi sebelum
kejatuhan manusia ke dalam dosa, karena kejatuhan dan dosa bukanlah suatu
peristiwa di luar ketetapan Allah yang membuat Allah panik dan mengubah
rencana ketetapan Allah, karena pada kenyataannya supra maupun
infralapsarian menyetujui kesatuan ketetapan Allah, bahwa Allah memiliki satu
tujuan akhir dalam pandanganNya, bahwa Ia (Allah) menghendaki dosa dalam
pengertian tertentu[35].
Lalu, jika pemilihan adalah sebelum kejatuhan, maka itu memberikan
sebuah peluang dan kemungkinan bahwa dosa menjadi sesuatu yang pasti, dan
apakah ini tidak menjadikan Allah sebagai pembuat dosa? Ini menjadi sebuah
pertanyaan yang serius untuk dipikirkan, namun ini tidak akan dibahas pada
bagian ini, tetapi akan dibahas di pembahasan selanjutnya dalam kaitan
predestinasi ganda.
Infralapsarian

Supralapsarian

1.

To Create

To elect some creatable men to


life dan to condemn other to
destruction

2.

To permit the fall

To Create

3.

To elect to eternal Life and

To permit the fall

blessedness a great multitude out


of this mass of fallen men dan to
leave the others
4.

To give His son Jesus Christ, for


the redemption of the elect

5.

To send holy spirit to aplly to the


elect the redemption which was
purchased by Christ

To send Christ to redeem the


elect
To send holy spirit to aplly to the
elect the redemption which was
purchased by Christ

(Tabel ini didasarkan pada penjelasan Loraine Boettner dalam Reformed Doctrine hlm 126-127)

Landasan Filosofis Mengenai Predestinasi


Sekalipun doktrin predestinasi adalah doktrin yang sulit, membingungkan
dan menimbulkan banyak pertanyaan, namun itu bukan berarti bahwa doktrin
3.

predestinasi bukanlah sebuah doktrin yang irasional. Doktrin predestinasi seperti


yang dijelaskan diatas didasarkan kepada elaborasi terhadap kitab suci secara
keseluruhan, sehingga pengakuan terhadap konsep inneransi dan infallibility
Alkitab menjadi dasar filosofis yang utama, bahwa Allah adalah Auctus Primarus
(Penulis utama) dari Alkitab.
Karena Allah adalah kebenaran maka apa yang Ia wahyukan kepada
manusia menjadi satu-satunya perspektif yang benar, untuk menuntun manusia
kepada pengertian akan Allah dan sifat-sifatNya termasuk dalam hal ini adalah
ketetapan Allah mengenai keselamatan manusia (Roma 11:36), Allah telah
mewahyukan dirinya (Yunani : apokalypto) secara jelas agar manusia dapat
mengenal Allah[36], dalam hal ini melalui Alkitab sebagai FirmanNya yang
diwahyukan kepada manusia menjadi sumber pengetahuan (wahyu khusus) dan
standar tertinggi yang berotoritas bagi keselamatan manusia.
Pengakuan akan keberadaan Allah, sebagai pencipta dunia, memberikan
sebuah perspektif bahwa Allah adalah pribadi yang tidak terbatas dan
mahakuasa, sehingga semua yang terjadi di dalam dunia ini tidak ada suatupun
yang kebetulan, pasti ada dalam control Allah, bahkan sekalipun itu adalah halhal yang remeh dan sederhana atau hal yang bersifat kebetulan (Matius 10:2930; Kel.21:13). Jika hal-hal yang sederhana diatur oleh Tuhan maka pasti hal yang
besar dalam hal ini keselamatan manusia pasti juga diatur oleh Allah dalam
hikmatNya yang mahabesar dan mulia tersebut.
Kerusakan total manusia dan pengorbanan Kristus di kayu salib
memberikan bukti mengenai kelembutan dan kebaikan hati Allah. Dan dengan
pengorbanan Anak tunggalNya di kayu salib ini, menjadikan keselamatan
manusia sebagai pokok perhatian bagi Allah. Kristus adalah cermin, tempat yang
selayaknya, di mana manusia dapat menatapi pemilihan [37] berdasarkan kepada
anugerah Allah yang telah ditentukan di dalam kekekalan. John Owen
menyimpulkannya dengan sebuah kalimat Pemulihan orang percaya yang telah
kehilangan kesehatan dan kekuatan rohaninya merupakan karya dari suatu
anugerah berdaulat, karya Allah yang mahakuasa, yang kasih dan anugerahNya
tak dapat dibendung oleh siapapun[38].
PREDESTINASI DAN PERMASALAHANNYA
Predestinasi memang diajarkan oleh Alkitab, namun pada kenyataannya
doktrin predestinasi ini masih sulit untuk diterima karena problema-problema
yang ditimbulkan dari keinginan manusia menyelaraskannya dengan akal budi
dan rasionya. Ada begitu banyak keberatan-keberatan yang bermunculan karena
doktrin ini dianggap tidak konsisten dengan kebebasan manusia, mengenai
mengapa Allah hanya memilih sebagian saja? mengenai alasan pemilihan
terhadap yang diselamatkan dan penolakan bagi yang akan binasa, dan masih
banyak lagi persoalan mengenai predestinasi ini [39]
Predestinasi dan Kehendak Bebas Manusia
Salah satu persoalan yang menimbulkan perdebatan dan kesulitan untuk
menerima doktrin predestinasi adalah persoalan mengenai kehendak bebas
manusia, bagaimana mungkin manusia dapat bebas dan bertanggung jawab
A.

mengenai tindakan dan keselamatannya jika itu telah di tentukan dalam


kekekalan? Kehendak bebas manusia memberikan suatu pengertian bahwa
manusia dengan kesadarannya melakukan suatu tindakan dan manusia itu
bertanggung jawab atas tindakannya, sedangkan ketetapan Allah memberikan
pengertian bahwa Allahlah yang menentukan segala sesuatu dalam kekekalan.
Dalam ranah ini sepertinya ketetapan Allah dan kehendak bebas manusia saling
bertentangan[40].
Louis Berkhof dengan jelas menyatakan
Manusia adalah pelaku bebas dengan kekuatan penentuan diri secara rasional.
Manusia dapat berefleksi dan dengan cara yang penuh pertimbangan memilih
akhir-akhir tertentu dan dapat juga menentukan tindakannya bagi diri sendiri.
Akan tetapi ketetapan Allah membawa kepentingan tersendiri.
Menyelaraskan perihal ketetapan Allah dan kehendak bebas manusia
merupakan sebuah misteri yang agung yang sangat sulit untuk dipecahkan [41],
dan merupakan suatu kekonyolan dan hal yang tidak masuk akal bagi begitu
banyak orang, sehingga pada akhirnya melahirkan beberapa pandangan
mengenai kedua hal ini.
Di abad pencerahan dan abad modern ini, pengakuan akan ketetapan
Allah ini dianggap tidak sejalan dengan pengagungan kepada rasionalitas ilmu
pengetahuan, yang di mana manusia memainkan peranan yang terpenting.
Sehingga muncullah beberapa pemikiran-pemikiran untuk membuang Allah
dari dunia ini, karena Allah dianggap sebagai perintang. Salah satunya adalah
filsafat eksistensilaisme atheistic yang menyatakan bahwa Tuhan telah mati dan
kebebasan dan tanggung-jawab manusia sangat ditekankan, manusia tidak perlu
bergantung kepada Tuhan. Tuhan ada, namun tidak memiliki signifikansi bagi
kehidupan manusia[42].
Dan juga solusi yang coba ditawarkan oleh kaum Unitarian dan Arminian
untuk mendamaikan kedua hal ini yaitu bahwa ketetapan Allah adalah salah satu
ketetapan yang dibentuk dalam keadaan yang telah diketahui sebelumnya oleh
Allah.[43] They (Unitarian) say that God Knows all that is knowable, but that free
acts are uncertain and that it is doing no dishonor to God to say that He does not
know them[44] justru pandangan ini semakin menimbulkan suatu sikap
perendahan terhadap Allah yang berdaulat.
Tetapi juga ada pandangan yang bertolak belakang dari filsafat
eksistensialisme dan pandangan Arminian di atas yaitu pandangan yang
menekankan kepada kedaulatan Allah secara mutlak dan menolak kebebasan
manusia, mereka memahami penyataan-penyataan Alkitab yang jelas mengenai
ketetapan Allah sejak semula dan berpegang pada pernyataan-pernyataan
tersebut, dan meninggalkan tanggung jawab manusia [45], pandangan inilah yang
melahirkan sebuah fatalism berlebihan.
Apakah ketetapan Allah (predestinasi) bertentangan dengan kehendak
bebas manusia? ini tetap merupakan sebuah persoalan yang sulit untuk
dipecahkan oleh rasio manusia, namun Alkitab mengajarkan kedua hal ini
9

secara bersamaan bahwa Allah telah menetapkan segala seuatu, akan tetapi
juga bahwa manusia sebagai pelaku adalah bebas, dengan demikian
bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Sehingga, pada waktu manusia
berbuat dosa, ia tetap bertanggung jawab terhadap Allah akan dosanya itu,
artinya ia tetap akan dihukum karena dosanya itu
Beberapa kisah di dalam Alkitab memberikan pemahaman yang jelas
mengenai hal ini. Kisah tentang Allah yang mengeraskan hati Firaun Dalam Kel
7:3 Allah berkata bahwa Ia akan mengeraskan hati Firaun, tetapi pada waktu
ketetapan Allah itu terlaksana, ternyata Firaun mengeraskan hatinya sendiri (Kel
7:13,22
8:15,19,32
9:7,34-35).
Dalam
Ayub
1:21
Ayub
berkata
bahwa 'Tuhanyang mengambil'; tetapi dalam Ayub 1:15,17 orang-orang Syeba
dan Kasdim melakukan perampokan itu dengan kemauan mereka sendiri. Yes
10:5-7 - Asyur adalah alat Tuhan untuk menghukum Israel, tetapi Asyur
melakukan sendiri dengan motivasi yang lain, sehingga pada akhirnya
merekapun dihukum oleh Allah
Dalam kasus, orang-orang Yahudi yang telah di tentukan untuk
menyalibkan Yesus, akan tetapi juga benar-benar bebas dalam tindakannya yang
jahat, kisah mengenai Petrus dan Yudas yang telah ditentukan sebelumnya untuk
menyangkal dan menjual Yesus, namun juga harus bertanggung jawab atas
tindakan mereka tersebut.[46]
Jadi dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa ketetapan Allah dan
kehendak bebas manusia itu berjalan bersama-sama menjadi sebuah paradox
yang tidak dapat disatukan[47], tanpa menghilangkan kehendak bebas manusia
dan juga dengan tetap meninggikan ketetapan Allah bagi manusia (Matius 18:7;
Lukas 22:22).[48]
Terus terang, tidak ada yang bisa mengharmoniskan kedua hal yang
kelihatannya bertentangan ini. Yang dapat dilakukan hanya melihat bahwa
kedua hal itu sama-sama diajarkan oleh Kitab Suci secara bersama-sama tanpa
ada suatu keterangan untuk menjadikan keduanya harmoni. Loraine Boettner
memberikan sebuah pernyataan yang unik untuk hal ini "But while the Bible
repeatedly teaches that this providential control is universal, powerful, wise, and
holy, it nowhere attempts to inform us how it is to be reconciled with man's free
agency Perhaps the relationship between divine sovereignty and human
freedom can best be summed up in these words: God so presents the outside
inducements that man acts in accordance with his own nature, yet does exactly
what God has planned for him to do" [49] atau seperti apa yang diutarakan oleh
Arthur W. Pink menjelaskan
Dua hal tidak perlu diperdebatkan: Allah itu berdaulat, manusia itu bertanggung
jawab. ... Menekankan kedaulatan Allah, tanpa juga memelihara pertanggungan
jawab dari makhluk ciptaan, cenderung kepada fatalisme; terlalu memperhatikan
pemeliharaan tanggung jawab manusia, sehingga tidak mengindahkan
kedaulatan Allah, sama dengan meninggikan makhluk ciptaan dan merendahkan
sang Pencipta.[50]
10

Allah bisa menentukan dan mengontrol segala sesuatu sampai detaildetail yang sekecil-kecilnya, tanpa menghancurkan kebebasan manusia.
Bagaimana Ia bisa melakukan hal itu, merupakan suatu mystery yang tidak bisa
dipercayakan, tetapi yang jelas Kitab Suci menunjukkan bahwa Allah memang
menentukan dan menguasai segala sesuatu, tetapi manusia tetap mempunyai
kebebasan. Charles Hodge: "God can control the free acts of rational creatures
without destroying either their liberty or their responsibility" [51]
Dalam persoalan keselamatan, tidak ada satu manusiapun yang dapat
percaya kepada Allah jikalau bukan karena Allah yang membuat manusia itu
dapat percaya (Yoh.6:44), bahkan ketika orang yang sudah percaya melakukan
suatu tindakan yang memuliakan Allah itu juga bukan karena kemampuannya
untuk berespon terhadap Anugerah Allah namun karena Allahlah yang
mengerjakan di dalam dia segala hal (Filipi 2:13), tetapi jika manusia menolak
anugerah Allah maka manusialah yang harus bertanggung jawab, karena
sekalipun Tuhan menetapkan segala sesuatu namun manusia melakukan semua
ketetapan Allah itu dalam kehendaknya yang begitu bebas (Amsal 16:1,9).
Ketetapan Allah tidak menjadikan manusia pasif sehingga melahirkan
sebuah Fatalisme (seperti pandangan Hyper-Calvinisme), sebaliknya ketetapan
Allah justru memberikan kepada manusia sebuah kebebasan yang terarah untuk
bertindak (tidak seperti ajaran Arianisme), dan ketetapan Allah juga tidak
menjadikan dunia ini menjadi semacam sebuah determinisme yang keras, kaku
dan arogan, sebaliknya ketetapan Allah menjadikan dunia ini sebagai sebuah
dunia yang merupakan manifestasi dari kehendak Allah yang agung dan mulia.
Predestinasi Ganda (Pemilihan dan Reprobasi)
Salah satu unsur dari predestinasi selain pemilihan orang-orang yang akan
selamat juga adalah penolakan terhadap sebagian orang [52],di mana Allah
berdasarkan tindakan dan anugerah khusus-Nya dan menghukum mereka karena
dosa-dosa mereka untuk menyatakan keadilanNya [53]. Dalam hal ini, penolakan
terhadap sebagian orang ini dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu
preterisi (pelewatan)[54] dan penghukuman[55].
Namun kedua hal tersebut yaitu preterisi dan penghukuman
mengindikasikan sebuah pemahaman bahwa pada kenyataannya selain
keputusan Allah untuk memilih sebagian selamat, maka terdapat juga keputusan
Allah untuk memilih sebagian untuk diselamatkan, dan mereka yang terakhir
inilah yang disebut dengan istilah kaum Reprobat (kaum yang tertolak), seperti
yang diutarakan oleh J. Van Genderen dan W.H Velema In the reformed tradition,
election and reprobation are frequently mentioned in one breath as two aspect of
Gods eternal decree[56].
B.

Hal ini dirangkum juga dengan begitu jelas dalam Canons of Dort, 1.15
Tidak semua orang dipilih ada yang tidak dipilih atau dilewatkan Allah dalam
pemilihanNya yang kekal. Allah telah memutuskan untuk membiarkan mereka
dalam situasi mereka dan dibawah hukumanNya yang adil, dan untuk akhirnya
menghakimi mereka dan menjatuhkan hukuman yang kekal atas mereka, bukan
hanya karena ketidakpercayaan mereka, melainkan juga karena semua dosanya
11

yang lain, supaya dengan demikian diperlihatkan keadilan-Nya, inilah keputusan


penolakan
Pelewatan atau juga penolakan dan penghukuman oleh Allah tidak
disebabkan oleh ketidakmampuan Allah untuk menyelamatkan manusia, dan
juga bukan karena kemampuan manusia untuk menolak Allah, dan juga tidak
didasarkan kepada pengetahuan Allah sebelumnya akan hal-hal yang akan
terjadi, akan siapa yang akan menerima dan menolak-Nya. Akan tetapi seperti
pada pemilihan, penolakan ini hanya didasarkan kepada kasih dan keadilan
Allah.
Iman adalah karunia Allah. Dengan iman manusia dapat mengenal yang
Maha Benar itu ( I Yoh 5:20), pengenalan akan Allah membawa manusia kepada
kehidupan yang kekal yaitu keselamatan jiwa, tanpa pengenalan akan Allah
manusia akan tersesat dan binasa, namun pada kenyataannya tidak semua
manusia mendapatkan karunia Allah tersebut (iman) untuk dapat mengenal
Allah, hanya orang-orang pilihan sajalah yang mendapatkan karunia tersebut
(Kis.13:48).
Sejarah memberikan kepada kita suatu penggambaran betapa sulitnya
memahami karya Allah dalam hal pelewatan (penolakan) terhadap sebagian
orang untuk dibinasakan, seperti yang diutarakan oleh Harun Hadiwijono Jikalau
demikian, kiranya juga tidak dapat dikatakan bahwa sejak sebelum dunia
dijadikan, Tuhan Allah telah menolak sejumlah manusia tertentu untuk dihukum.
Dan jika demikian maka penolakan Tuhan Allah tidak mungkin dianggap sebagai
garis yang sejajar dengan pemilihan Tuhan Allah yang bersama-sama di tarik dari
kekekalan[57].
Bagi golongan ini, pemilihan dan reprobasi menjadi dua hal yang
berbeda. Pemilihan memang merupakan keputusan kekal Allah dalam kekekalan,
namun reprobasi menjadi sebuah tindakan Allah di dalam sejarah berdasarkan
kepada penentangan dan kesalahan manusia [58]. Menurut golongan ini, prinsip
Alkitab mengenai penolakan adalah merupakan reaksi Allah terhadap penolakan
manusia terhadap Allah, seperti yang dirangkum oleh Van Genderen dan Velema
dengan mengutip pernyataan Bavinck Hereby we do not deny that scripture
says little about reprobation as an eternal decree and much more about
reprobation as an act in history[59].
Ada juga pandangan yang menerima doktrin penolakan ini, namun dengan
sedikit melunakan model penolakan, dalam hal ini, pernyataan bahwa Allah telah
menolak sebagian manusia memiliki penekanan yang berbeda, jika dalam
pemilihan Allah terlibat aktif menggerakkan dan mengefektifkan anugerah di
dalam jiwa manusia dan membawa mereka dalam iman yang menyelamatkan,
maka di dalam kasus reprobate Allah tidak bekerja secara aktif di dalam hati
mereka namun hanya melewatkan dan membiarkan mereka berada dalam
keberdosaan mereka[60]. Ada sebuah ketidaksejajaran dalam tindakan Allah
terhadap kaum pilihan dan kaum yang ditolak, walaupun menurut mereka ada
kesejajaran akibat dari kedua tindakan Allah ini.

12

Apakah dasar pengajaran tentang penolakan ini, dan apakah memang


Alkitab mengajarkan mengenai penolakan, apakah penetapan Tuhan atas
penolakan ini, tidak menjadikan Dia sebagai penyebab dosa? Ini adalah
sekelumit kesulitan dan pertanyaan yang muncul dalam pembahasan mengenai
penolakan ini.
Doktrin reprobasi adalah bagian yang tidak terelakan sebagai sebuah
konsekuensi logis seperti dua sisi dari mata uang koin, ketetapan akan pemilihan
memberikan sebuah sisi yang lain yaitu penolakan akan sebagian orang, Kata
dipilih mengindikasikan bahwa ada yang tidak dipilih. Jika kita hanya
menerima pemilihan dan menolak pengajaran akan penolakan, maka hal ini akan
memberikan sebuah inkonsistensi L Boettner menyatakan Those who hold the
doctrine of election but deny that of reprobation can lay but little claim to
consistency[61]. Bahkan bukan hanya itu saja, penerimaan akan pemilihan saja
dan penolakan terhadap doktrin reprobate akan menjadikan ketetapan Allah
menjadi sesuatu yang sia-sia dan tidak terarah seperti apa yang diutarakan oleh
Berkhof pemilihan dan penolakan mengandung arti bahwa dalam hal pemilihan
dan penolakan, Allah akan menjadikan apapun yang menjadi efisiensi langsung
dari apa yang Ia tetapkan[62].
Pada kenyataannya, Alkitab juga memberikan beberapa pernyataan
tentang doktrin penolakan ini, sekalipun memang di dalam Alkitab, pembahasan
mengenai orang yang dipilih untuk diselamatkan merupakan prioritas atau lebih
banyak dibahas sedangkan mengenai penolakan hanya dibahas dalam beberapa
bagian saja (Ams. 16:4, Mat. 11:20-26; Roma 9:17-18, 21-22; 2 Tim. 2: 19-20;
Yud. 1:4 ; I Pet. 2:8, II Pet 2:12, Wahyu 13:8 17:17), ini disebabkan karena Alkitab
merupakan buku tentang kehidupan dan bukan buku mengenai kematian yang
dalam istilah Berkhof disebut sebagai wahyu penebusan [63], sehingga prioritas
utamanya adalah mengenai pemilihan untuk diselamatkan.
Allah menjadikan segala sesuatu dalam rencana yang agung demi tujuan
yang mulia, begitu juga penolakan terhadap sebagian orang adalah demi
keadilan Allah[64], dan juga penolakan mengajarkan kepada kita untuk terus
menerus hidup dalam kasih Allah dan tidak melepaskan diri dari pimpinan Allah,
serta menyadarkan orang-orang untuk kembali kepada Allah (Roma 11:11) [65].
Dalam kaitan dengan predestinasi ganda ini, perlu ditinjau kembali
pandangan supra dan infralapsarian mengenai hal ini. Supralapsarian melihat
bahwa Allah telah menetapkan manusia untuk dipilih dan diselamatkan sebelum
manusia itu dicipta dan sebelum ada kejatuhan manusia ke dalam dosa,
sedangkan Infralapsarian melihat hal yang sebaliknya. Namun dari kedua hal ini
memberikan sebuah pemahaman bahwa dosa menjadi sesuatu yang pasti,
sehingga memungkinkan untuk melihat bahwa Allah penyebab dosa.
Memang
Alkitab
memang
mengajarkan bahwa
Allahlah
yang
merencanakan atau bahkan menetapkan dosa (Dan. 11:36; Luk. 22:22 ; Kis 2:
23, 4:28), karena tidak ada satu hal pun yang terjadi di luar ketetapan Allah,
menyangkali hal ini sama dengan menurunkan kapasitas keallahan Allah dan
mendorong Dia ke garis tepi bahkan keluar dari dunia ini secara tidak langsung.
13

William G. T. Shedd menjelaskan


Whatever undecreed must be by haphazard and accident. If sin does not occur
by the Divine purpose and permission, it occurs by chance. And if sin occurs by
chance, the deity, as in the ancient pagan theologies, is limited and hampered
by it. He is not 'God over all'. Dualism is introduced into the theory of the
universe. Evil is an independent and uncontrollable principle. God governs only in
part. Sin with all its effects is beyond his sway. This dualism God condemns as
error, in his words to Cyrus by Isaiah, 'I make peace and create evil'; and in the
words of Proverbs 16:4, 'The Lord hath made all things for himself; yea, even the
wicked for the day of evil.[66]
Apakah Allah pencipta dosa? Alkitab mengajarkan bahwa Allah bukanlah
penyebab dosa (Maz. 5:5, 92: 15; Pengkh. 7:29; Za 8:17; Yak. 1:13, I Yoh 1:5,
3:10), bahkan dosa adalah kekejian bagi Allah. Lalu, bagaimana dosa masuk ke
dalam dunia? Dan siapakah yang bertanggung jawab? Dr. A.A. Hodge seperti
dikutip Boettner memberikan sebuah penjelasan : As a fair probation could not, in
the nature of the case, be given to every new member in person as it comes into
existence an undeveloped infant, God, as guardian of the race its best interests,
gave all its members a trial in the person of Adam under the most favorable
circumstances making him for that end the representative and personal substitute
of each one of his natural descendants.[67]
Sejalan dengan penjelasan Hodge tadi bahwa bahwa, ketetapan Allah
tidaklah melepaskan tanggung jawab manusia, dosa diperhitungkan sebagai
pelanggaran dan kesalah manusia dan bukan Allah. Berkhof memberikan sebuah
pernyataan menarik untuk hal ini, ketetapan ini hanya menjadikan Allah
pembuat dari manusia yang mempunyai kebebasan moral, yang kemudian,
manusia itu sendiri yang menjadi pembuat dosa [68]. Dosa adalah tanggung
jawab manusia karena Allah tidaklah melakukan suatu perbuatan jahat karena
itu bertentangan dengan natur Allah yang adalah kudus.
Walaupun begitu, hubungan antara Allah dengan dosa tetaplah
merupakan misteri yang tidak mungkin dapat kita pecahkan, ketetapan Allah
yang menjadikan dosa masuk ke dalam dunia, bukan menunjukkan bahwa
Allahlah pencipta dosa. Doktrin Predestinasi menjadi sebuah jaminan bahwa
Allah bukanlah pencipta dosa[69].

Seperti persoalan reprobasi, ini akan tetap menjadi sebuah misteri buat
orang percaya, untuk mengakhiri bagian ini penulis ingin mengutip pernyataan
Bavinck yang dikutip J. Van Genderen dan W. H Velema dalam Concise Reformed
Dogmatics
No one has the right to believe that he or she is a reprobate, for everyone is
sincerely and urgently called to believe in Christ with a view to salvation. No, one
can actually believe it, for ones own life and that makes it enjoyable is proof that
God takes no delight in his death. No one really believes it, for that would be hell
on earth. But election is a source of comfort and streght, of submissiveness and
14

humility, of confidence and resolution. The salvation of human beings is firmly


established in the gracious and omnipotent good pleasure of God [70]
Kesimpulan
Artikel ini dimulai dengan sebuah pernyataan dari golongan yang menolak
doktrin predestinasi mengenai betapa sukar, sulit dan naifnya doktrin
predestinasi karena melahirkan begitu banyak pertanyaan dan masalah yang
tidak terpecahkan bahkan sepertinya bertentangan dengan nalar dan akal budi
manusia seperti yang telah diutarakan dan dibahas diatas, bahkan, menurut
golongan yang menolak predestinasi, doktrin ini melemahkan semangat untuk
memberitakan Injil dengan pemikiran bahwa tanpa penginjilan sekalipun maka
setiap orang yang telah ditentukan untuk selamat maka pasti akan
percaya dengan sendirinya.
Namun itu bukan berarti bahwa doktrin predestinasi harus dikuburkan dan
tidak perlu dibicarakan, seperti telah diperlihatkan bahwa doktrin predestinasi
adalah doktrin yang diajarkan oleh Alkitab dan merupakan penyanjungan kepada
Allah secara mutlak, Calvin seperti dikutip Edwin H Palmer menyatakan bahwa
siapa pun yang menumpuk kebencian atas doktrin predestinasi hanya
mencemarkan nama Allah, seperti seolah-olah Allah membiarkan sesuatu yang
menyakitkan masuk ke dalam Gereja tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. [71]
Pada hakikatnya doktrin ini, bukanlah doktrin yang kaku seperti yang
dituduhkan oleh golongan anti-predestinasi, melainkan doktrin yang mengatur
hubungan antara Allah dengan manusia dengan begitu baiknya karena doktrin
mengajarkan mengenai betapa Allah itu begitu baik bagi manusia, karena
sebelum manusia mampu berespon terhadap Allah, Allah terlebih dahulu
memilih mereka tanpa memperhitungkan perbuatan-perbuatan mereka, Palmer
menyatakan betapa baiknya Allah yang bukan hanya mengampuni dosa-dosa
kita, tetapi juga mengaruniakan kepada kita iman kepada Kristus agar kita dapat
memperoleh pengampunan dosa.[72]
Pemilihan ini tidak didasarkan pada syarat yang akan dipenuhi atau pada
kerelaaan atau usaha manusia, tetapi hanya pada kedaulatan Allah semata, atas
anugerah Allah semata, sehingga menjamin sebuah rasa aman dan kepastian
bahwa karena Allah yang memilih maka pilihan Allah tidaklah mungkin gagal,
karena ketetapan Allah mengenai pemilihan tidaklah mungkin berubah, seperti
yang diutarakan oleh Sproul Alasan yang membuat orang-orang Kristen sejati
tidak dapat kehilangan anugerah adalah karena Allah dengan murah hati
memelihara mereka sehingga tidak dapat kehilangan anugerah itu. Ketekunan
adalah tindakan yang kita lakukan, sedangkan pemeliharaan merupakan
tindakan yang dilakukan olah Allah.[73]
Doktrin Predestinasi ini juga menyadarkan manusia bahwa kehidupan
yang dihidupinya adalah hidup yang diciptakan dan diberikan oleh Allah, dan
karena itu boleh yakin bahwa hidup ini adalah hidup terbaik sehingga dapat
terus bersyukur kepada Allah dalam segala berkat maupun masalah yang
dihadapi, seperti tertuang di dalam Roma 8:28-30 Kita tahu sekarang, bahwa
15

Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi
mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan
rencana Allah.Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga
ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya,
supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan
mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan
mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang
dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.
Pemahaman yang benar akan doktrin ini, akan melahirkan sebuah
semangat dalam penginjilan. Seperti yang diutarakan oleh Yakub Tri Handoko
Kita tidak patah semangat dalam memberitakan Injil kepada orang yang keras
hati, karena kalau orang itu ditetapkan Allah untuk selamat, orang itu suatu
ketika pasti akan selamat. Sebaliknya, kita tetap akan rendah hati ketika Injil
yang kita beritakan diterima orang, karena itu murni pekerjaan Allah. [74]

[1]

Louis Berkhof, Doktrin Allah (Surabaya: Momentum, 1993) hlm 179

[2]

R. C Sproul, Kaum Pilihan Allah (Malang: SAAT, 1995) hlm 15

[3]

Yohanes Calvin, Institutio (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) hlm 50

[4]

B. B Warfield, Biblical and Theological Studies (New York: Oxford University, 1929) hlm

[5]

Charles Hodge, Systematic Theology Vol II (Grand Rapids: Eerdmans, 1952) hlm 313

[6]

Yohanes Calvin, Institutio (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) hlm 193

[7]

G.I Williamson, Pengakuan Iman Westminster (Surabaya: Momentum, 2006) hlm 50

276

16

[8]

R. C Sproul, Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen (Malang: SAAT, 2008) hlm

215
Dalam hal ini, menurut kaum anti-predestinasi, penerimaan akan doktrin ini
memberikan indikasi bahwa Allahlah pembuat dosa, dan juga Allahlah yang harus bertanggung
jawab atas adanya dosa (lihat Nuban Timo; Pemberita Firman Pecinta Budaya, Bab VI (hlm
151)
[9]

Menjijikan bagi natur manusia dikarenakan, jika menerima doktrin predestinasi,


menurut kaum anti-predestinasi adalah penyangkalan terhadap pra-pengetahuan Allah
sebelumnya, bahwa pilihan Allah atas manusia yang akan menerima kehidupan kekal
berdasarkan pengetahuan Allah atas apa yang akan dipilih manusia pada masa yang akan
datang; Allah memilih kita karena Ia telah mengetahui sebelumnya bahwa kita akan memilih
Dia.
[10]

Lihat penjelasan Berkhof dalam doktrin Allah mengenai doktrin predestinasi dalam
sejarah (hlm 197 202) dan juga Milard J. Erickson, Teologi Kristen Volume III hlm 100-110
[11]

[12]

Louis Berkhof, Doktrin Allah ( Surabaya : Momentum, 2008 ) hlm 201

[13]

A. Naftalino, Koreksi Terhadap Predestinasi (Jakarta: Logos Publicizing, .) hlm 152

[14]

Ibid hlm 140

Jadi bukan manusianya yang dipredestinasi tetapi cara bagaimana keselamatan akan
dinyatakan, itu yang ditetapkan, atau ditentukan sejak dunia dijadikan.
[15]

Lebih jelas Harun Hadiwijono dalam buku Iman Krsiten halaman 295-296 berkaitan
dengan pandangan ini menjelaskan bahwa pemilihan orang beriman untuk diselamatkan itu
terjadi di dalam Kristus (Ef.1:4), menurut kata Yunaninya, kata di dalam berarti berakar pada
atau bersandar sehingga pemilihan Tuhan Allah yang bebas merdeka, yang berdasarkan kasih
karuniaNya itu senantiasa dihubungkan atau dipersekutukan dengan karya penyelamatan
Kristus. Dipilih di dalam Kristus berarti, bahwa dasar atau akar keselamatan kita ada pada
Kristus, demikian juga sandaran dan pelaksanaan keselamatan kita. Kristus menjadi pusat dan
penyataan atau pengungkapan pemilihan Allah, maka Kristus mencakup seluruh keselamatan
manusia.
[16]

[17]

Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010) hlm 292

[18]

http://www.gkri-exodus.org/page.php?DOC-Predestinasi1

Calvin seperti di kutip Erickson dalam bukunya Teologi Kristen Volume III halaman
108, bahwa studi terhadapa doktrin predestinasi bukan sekedar kegiatan intelektual saja, namun
berdampak praktis juga
[19]

[20]

Millard J Erickson, Teologi Kristen Volume III (Malang: Gandum Mas, 2004) hlm 99

[21]

R. C Sproul, Kaum Pilihan Allah . Hlm 12

[22]

Kamus elektronik Babylon

[23]

R.C Sproul, Kebenara-Kebenaran Dasar Iman Kristen hlm 215

[24]

Arthur W. Pink, The Sovereignty of God (Surabaya: Momentum, 2005) hlm 118

17

[25]

Millard J. Erickson, Teologi Kristen (Malang: Gandum Mas, 1999) hlm 449

[26]

Ibid. hlm 452

[27]

Kata ini muncul di dalam PB sebanyak 6 kali, Kisah. 4:28, Roma 8:28-29, 1 Kor. 2:7,

Ef. 1:5, 11
[28]

Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology (Malang: SAAT, 2008) hlm 406

Johanes Calvin, Commentaries on the Epistle of Paul the Apostle to the


Romans (Grand Rapids: Eerdmans, 1995), pg 364-366
[29]

J. Van Genderen dan W.H Velema, Concise Reformed Dogmatics (New Jersey:
Publishing, 2008) hlm 220
[30]

[31]

e-sword version 10.1.0 copyright 2000-2012 Rick Meyer, no page number.

[32]

e-swort version, no page number.

[33]

Louis Berkhof, Doktrin Allah hlm 221-222

[34]

Louis Berkhof, Doktrin Allah, hlm 226-227

[35]

Louis Berkhof, Doktrin Allah, hlm 230

[36]

John M Frame, Apologetika Bagi Kemuliaan Allah (Surabaya: Momentum, 2009) hlm

[37]

Yohanes Calvin, Institutio hlm 206

[38]

John Owen, Kemuliaan Kristus (Surabaya: Momentum,1998) hlm 102

15

Pada kesempatan ini, penulis hanya akan membahas mengenai kedua hal ini yaitu
(1) mengenai konsep predestination disejajarkan dengan kehendak bebas manusia (2)
persoalan mengenai single predestinasi dan double predestination, pandangan-pandangan yang
muncul berkaitan dengan kaum pilihan dan kaum reprobate.
[39]

Loraine Boettner, Reformed Doctrine (New Jersey: Presbyterian and Reformed


Publishing Company, 1932) hlm 208
[40]

[41]

Edwin H Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Surabaya: Momentum, 2005) hlm 126

[42]

Louis Leahy S. J, Masalah Ketuhanan Dewasa Ini (Yogyakarta: Kanisius, 1982) hlm

33
Mereka menyatakan bahwa ketetapan Allah adalah ketetapan yang didasarkan
kepada pengetahuan Allah yang telah di miliki sebelumnya oleh Allah, bahwa Allah tahu siapa
yang akan memilih untuk percaya dan siapa yang tidak ; dalam hal ini ketetapan Allah bersifat
kondisional, sehingga pemikiran ini juga seringkali disebut predestinasi kondisional (pemilihan
Allah di dasarkan kepada pengetahuannya kepada siapa yang akan percaya kepada Allah)
[43]

[44]

Loraine Boettner, Reformed Doctrine hlm 210

[45]

Edwin H Palmer, Lima Pokok Calvinisme (Surabaya: Momentum, 2005) hlm 128

18

Penjelasan lebih lanjut untuk hal ini dapat di baca dalam Loraine Boetner, Doctrine
Reformed hlm 210
[46]

[47]

Edwin H Palmer, Lima Pokok Calvinisme hlm 129

J. I Packer dalam buku Penginjilan dan Kedaulatan Allah (hlm 9) lebih menyukai
istilah antinomy ketimbang paradox, karena menurut Packer istilan antinomy lebih merujuk
kepada dua kebenaran yang tampaknya tidak bersesuaian namun tidak benar-benar
berkontradiksi.
[48]

[49]

Loraine Boettner, The Reformed Doctrin of Predestination, hlm 38

[50]

Arthur W. Pink, The Sovereignty of God hlm 9

[51]

Charles hodge, Systematic Theology Vol II, hlm 336

[52]

Orang-orang yang ditolak ini disebut dengan kaum reprobat

[53]

Louis Berkhof, Doktrin Allah hlm 212

Preterisi berasal dari kata latin praeter [oleh/melalui] + Ire [pergi] yang berarti
melewati. Di dalam menetapkan beberapa orang yang akan diselamatkan, Allah telah memilih
beberapa orang dan melewatkan yang lain, menurut Calvin, Preterisi bukanlah sekedar deduksi
logis dari pemilihan, sebaliknya preterisi adalah definisi dari pemilihan Allah yang alkitab sendiri
ajarkan, pemilihan tanpa preterisi hanyalah suatu istilah theologies yang kosong dan sia-sia,
suatu ide mitos dari pikiran yang tidak beres (Lih. Edwin H Palmer, Lima Pokok Calvinisme hlm
164).
[54]

Penghukuman. Mereka yang dilewatkan oleh Allah akan di hukum secara kekal oleh
karena dosa-dosa mereka sendiri. Beberapa teolog cenderung untuk membatasi reprobasi
hanya sampai pada pada preterisi saja.
[55]

J. Van Genderen dan W.H Velema, Concise Reformed Dogmatics (New Jersey:
Publishing, 2008) hlm 231
[56]

[57]

Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005) hlm 297

[58]

Harun Hadiwijono, Iman Kristen, hlm 297

J. Van Genderen dan W.H Velema, Concise Reformed Dogmatics(New Jersey:


Publishing, 2008) hlm 233
[59]

[60]

R. C Sproul, Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen, hlm 220

[61]

Loraine Boetner, Reformed Doctrine, hlm 105

[62]

Louis berkhof, Doktrin Allah hlm 213

[63]

Louis Berkkhof, Teologi Sistematika, Doktrin Allah hlm 215

[64]

Loraine Boetner, Reformed Doctrine, hlm 121

Lihat penjelasan Loraine Boetner mengenai Roma 11:11, dalam buku Reformed
Doctrine hlm 122
[65]

19

William G.T Shedd, Calvinism: Pure & Mixed (New York: Charles Scribner's Sons,
1893), hal 36
[66]

[67]

Loraine Boettner, Reformed Doctrine, hlm. 72.

[68]

Louis Berkhof, Doktrin Allah, hlm 195

Robert Duncan Culver, Systematic Theology Biblical and Historical (Germany:Mentor


Imprint, 2005) hlm 139
[69]

[70]

J. Van Genderen and W. H. Velema, Concise Reformed Dogmatics 235

[71]

Edwin H. Palmer, Lima Pokok Calvinisme hlm 188

[72]

Ibid, hlm 51

[73]

R. C. Sproul, Kaum Pilihan Allah, hlm 166

[74]

http://www.gkri-exodus.org/page.php?DOC-Predestinasi1

Diposkan oleh James Lola (J-Lo) di 19.36

ANTARA KEDAULATAN DAN KEMAHATAHUAN


ALLAH
Oleh: Calvin Dachi

1. PENDAHULUAN
Salah satu perdebatan klasik di antara gereja-gereja hasil
reformasi adalah tema di seputar predestinasi (bahasa
latin prae-destinatio, penentuan sebelumnya). Calvin sendiri
mendefinisikan predestinasi sebagai keputusan Allah yang
kekal yang dengannya Ia menetapkan untuk diriNya sendiri,
apa yang menurut kehendakNya akan terjadi atas setiap
orang (Inst. III, xxi, 5). Dalam ajaran tentang predestinasi
dijelaskan bahwa orang percaya hanya diselamatkan karena
mereka dipilih oleh Allah untuk diberi keselamatan. Sementara
20

itu dibicarakan juga bahwa ada orang yang ditolak oleh Allah
sehingga mereka tidak diselamatkan. Jadi predestinasi Calvin
mencakup
pemilihan
(election) maupun
penolakan
(reprobation). Sebab tidak semua orang diciptakan dalam
keadaan yang sama; tetapi untuk yang satu ditentukan
kehidupan kekal, untuk yang lain hukuman abadi. (ibid.).[1]
Dalam sejarah, kemudian muncul tokoh lain yang
bernama Arminius, seorang pendeta gereja Calvinis Belanda
yang kemudian menolak doktrin predestinasi versi Calvinism.
Dua aliran besar muncul di sini, yaitu Calvinism dan
Arminianism. Kedua aliran teologi ini sama-sama mengakui
adanya penetapan Allah yang memilih orang-orang untuk
diselamatkan
sebelum
dunia
dijadikan.
Hal
yang
membedakan keduanya adalah apakah ketetapan Allah untuk
memilih itu berlandaskan semata-mata pada kehendak Allah
yang mutlak berdaulat (Calvinisme) atau juga berlandaskan
pada pengetahuanNya sebelumnya mengenai jasa dan iman
dalam diri orang yang terpilih (Arminianisme) [2]. Dalam hal ini
perlu disadari bahwa Arminianisme tidak menolak kedaulatan
Allah, tetapi menyatakan bahwa kedaulatan Allah untuk
memilih justru disebabkan oleh pengenalanNya atas orangorang pilihan.

2. DUA PANDANGAN KLASIK


Untuk mendapat pemahamaan yang lebih baik, berikut penulis
membuat deskripsi singkat tentang dua pandangan klasik
teologi di seputar permasalahan ini.

A. Arminianism
Pada abad ke 17, Arminius menentang ajaran Calvin. Para pengikutnya
merumuskan Lima Pokok Arminianism (Sinergism)

a. Kehendak Bebas (Free Will)


21

Sekalipun manusia dipengaruhi secara serius oleh kejatuhan dalam


dosa, itu tidak menghilangkan kemampuan rohani manusia secara total.
Masing-masing manusia memiliki kehendak bebas untuk memilih yang
baik atas yang jahat dalam perkara rohani.
b. Pemilihan bersyarat
Pilihan Allah atas pribadi-pribadi tertentu yang diselamatkan adalah
terjadi sebelum dunia diciptakan, didasarkan pada pengetahuanNya
sebelum respon mereka kepada panggilanNya nanti. Ia memilih hanya
mereka yang Ia tahu akan berespon kepada Injil.
c. Penebusan tidak terbatas
karya penebusan Kristus memungkinkan setiap orang diselamatkan,
tetapi tidak menjadi jaminan secara aktual mengenai keselamatan setiap
orang. Sekalipun Kristus mati untuk semua orang dan untuk setiap
orang, namun hanya mereka yang percaya kepadaNya akan
diselamatkan.
d. Roh Kudus dapat ditolak secara efektif
Roh Kudus memanggil semua orang yang dipanggil oleh undangan Injil.
Roh Kudus dapat membawa orang kepada keselamatan. Tetapi
manusia dapat menolak panggilan Roh Kudus. Roh Kudus tidak dapat
membuat seseorang lahir baru sampai orang berdosa itu akhirnya
percaya.
e. Murtad
Keselamatan bisa hilang melalui kejatuhan (murtad) karena tidak
memelihara iman dan hidup
saleh.

B. TULIP versi Calvinisme


Untuk
menjawab
Arminianisme,
para
pengikut
merumuskan penolakan mereka atas arminianism dengan
pengakuan iman yang tediri dari lima pokok utama yang
22

secara ringkas disingkat dengan akronim TULIP, yaitu Total


Depravity
(Ketidakmampuan
atau
kerusakan
total),
Unconditional Election (Pemilihan tidak bersyarat), Limited
Atonement (Penebusan terbatas), Irresistible Grace or
Effacacious Grace (Anugerah yang tidak dapat ditolak),
Perseverance of the saints.[3]
a. Total Deprevity or Inability (Ketidakmampuan atau kerusakan total
Kejatuhan Adam membuat manusia tidak berdaya secara total, bahkan
tidak mampu membuat dirinya percaya kepada Injil. Ia butuh Roh
Kudus untuk menolong dirinya untuk datang kepada Kristus. Dalam hal
ini, iman bukanlah sesuatu yang menjadi kontribusi manusia, melainkan
iman itu sendiri merupakan bagian dari karunia keselamatan, pemberian
Allah atas orang berdosa (Ef 2:8-9)
b. Unconditional Election (Pemilihan Tidak Bersyarat)
Pilihan Allah atas pribadi-pribadi tertentu terjadi sebelum dunia dijadikan
dan itu berdasarkan kehendakNya sendiri. Bukan berdasarkan pada
tanggapan atau ketaatan yang dilihat jauh sebelumnya, melainkan
didasarkan pada Allah.
c.Limited Atonement (Penebusan Terbatas)
Karya penyelamatan Kristu dimaksudkan untuk menyelamatkan orang
pilihan saja dan secara aktual merupakan jaminan keselamatan bagi
mereka.
d. Irresistible Grace or Efficacious Grace (Anugerah yang tidak dapat
Ditolak)
External call, yaitu panggilan Injil, yang dikenal sebagai panggilan umum
kepada keselamatan, yang ditujukan kepada semua orang yang
mendengar Injil.
Internal call, yaitu panggilan Injil dibuat efektif oleh Roh Kudus kepada
orang pilihan Allah sehingga ia dilahirkan baru dan beriman kepada
Tuhan Yesus. Roh Kudus menyebabkan orang pilihan tidak bisa
menolak, melainkan past menghasilkan pertobatan.
e. Perseverance of the Saints
23

Mereka dipelihara oleh Roh Kudus yang memeteraikan mereka sebagai


milik sah yang tidak bisa diganggu gugat lagi. Roh Kudus adalah
jaminan keselamatan orang pilihan (Ef 1:12-14; 1 Pet 1:3-6).

Berdasarkan TULIP di atas, maka predestinasi yang dianut oleh


Calvinisme adalah predestinasi ganda. Penebusan yang dianut adalah
penebusan terbatas.
Keselamatan adalah anugera Allah dan tidak sedikitpun usaha atau
peran manusia di dalamnya.
Keselamatan tidak mungkin gagal, karena keselamatan itu dikerjakan
dengan sempurna oleh Kristus di kayu salib. Jadi tidak ada konsep
murtad bagi orang pilihan Allah.

Menurut Millard J. Erikson[4], ada beberapa konsep utama


dari teologi Calvinism ini. Konsep pertama adalah antropologi
Calvinism yang berpendapat bahwa manusia telah mengalami
ketidakmampuan atau kerusakan toal akibat dosa. Istilah
ketidakmampuan menunjukkan bahwa manusia berdosa tidak
mampu berbuat baik atau bertobat dengan kekuatannya
sendiri.
Konsep utama kedua calvinisme adalah kedaulatan
Allah. Allah sebagai pencipta dan Tuhan atas segala sesuatu,
dan sebagai akibatnya Allah bebas untuk melakukan apa saja
yang dikehendakiNya.
Konsep kedaulatan Allah yang
dipadukan dengan ketidakmampuan manusia adalah dasar dari
doktrin pemilihan calvinisme.

C. Pemilihan Bersyarat (Arminianism) dan Pemilihan


Tidak bersyarat (Calvinism)
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa menurut Arminianisme, Pilihan
Allah atas pribadi-pribadi tertentu yang diselamatkan adalah terjadi
sebelum dunia diciptakan, didasarkan pada pengetahuanNya sebelum
respon mereka kepada panggilanNya nanti. Ia memilih hanya mereka
24

yang Ia tahu akan berespon kepada Injil. Sedangkan menurut


calvinism, pilihan Allah atas pribadi-pribadi tertentu terjadi sebelum dunia
dijadikan dan itu berdasarkan kehendakNya sendiri. Bukan berdasarkan
pada tanggapan atau ketaatan yang dilihat jauh sebelumnya.
Sehubungan dengan itu, perlu dijernihkan disini bahwa baik calvinism
maupun arminianism sama-sama percaya bahwa Allah telah memilih
orang-orang tertentu sebelum. Yang membedakan keduanya adalah
dasar pilihan Allah atas orang-orang pilihannya

Calvinism
KESAMAAN

Arminianism

Pilihan
Allah Pilihan
Allah
terjadi
sebelum terjadi
sebelum
dunia diciptakan
dunia diciptakan

PERBEDAAN Kehendak Allah

Kemahatahuan
Allah

D. Beberapa keberatan reformed/Calvinism terhadap


Arminianism

Golongan calvinis berpendapat bahwa pemilihan adalah


tindakan Allah yang berdaulat yang dengannya Ia memilih dari
antara umat manusia yang berdosa beberapa orang untuk
menerima kasih karuniaNya yang khusus yang mengerjakan
keselamatan. Tindakan ini diambil semata-mata karena Allah
senang melakukannya dan sama sekali tidak disebabkan oleh
sesuatu jasa
dalam diri orang-orang yang terpilih. [5]
Berdasarkan pendekatan ini, pengetahuan sejak semula itu
bukanlah sekedar pengetahuan atas hal-hal yang belum terjadi,
tetapi lebih dekat kaitannya dengan tindakan memilih.
Pengetahuannya sejak semula itu adalah sama dengan
pilihanNya. Selanjutnya istilah tahu sering kali mengandung
25

pikiran mengetahui atau mengenal dengan baik sekali,


mengenal dan menghargai, mengenal dengan kasih
sayang. Contohnya: dalam PL Allah berfirman Hanya kamu
yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi (Amos 3:2).
Dalam PB Yohanes menulis dan inilah tandanya, bahwa kita
mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintahNya (1 Yoh 2:3).
Argumentasi lain dari Calvinism adalah berdasarkan
Roma 9:10-16 yang berkata bahwa Allah telah memilih Yakob
dan bukan Esau, bahkan sebelum mereka lahir dan sebelum
mereka berbuat yang baik atau yang jahat. Menurut Calvinism,
nats ini merupakan bukti bahwa pemilihan itu dilakukan
sepenuhnya berdasarkan kedaulatan Allah dan bukan
kemahatahuan Allah.

E. Beberapa keberatan Arminianisme terhadap teologi


reformed/calvinism

a. Keberatan pertama yang kiranya perlu dicatat di sini adalah


keberatan dari Arminius sendiri yang mengatakan bahwa
pemilihan tak bersyarat dari Calvinism secara tidak langsung
menganggap bahwa orang bisa selamat tanpa Kristus. Hal ini
jelas bertentangan dengan pernyataan Alkitab.
b. Thiessen berkata doktrin ini menjadikan pengetahuan sejak
semula dan pemilihan benar-benar sama.
Ada yang
menegaskan bahwa melihat sesuatu yang belum terjadi hanya
berarti mengetahui bahwa sesuatu akan terjadi sesungguhnya.
Allah sudah tahu sebelumnya bahwa dosa akan memasuki
dunia, tetapi bukan Allah yang menyebabkan dosa masuk, Ia
hanya mengizinkannya.
b. Lebih lanjut Thiessen mengkritisi calvinisme dengan berkata
bahwa bila pemilihan dibatasi oleh Allah, maka pendamaian
harus juga dibatasi. Akan tetapi pandangan ini bertolak
26

belakang dengan banyak ayat Alkitab yang mengajarkan


pendamaian tidak terbatas (Yoh 1:29; 3:16; I Tim 2:6; Ibr 2:9; 1
Yoh 2:2). Manusia tetap bertanggung jawab bila menolak
pendamaian. Keselamatan tersedia bagi semua orang, itu tidak
terbatas. Namun keselamatan tersebut secara efektif dibatasi
oleh penolakan manusia.

3. MENYELIDIKI DASAR BIBLIKA ARMINIANISM

Rumusan permasalahan dalam bagian ini adalah: Apakah


Roma 8:29 bicara tentang Pengetahuan Allah Sebelumnya atau
Murni Pemilihan Allah tanpa melibatkan pengetahuan
sebelumnya?
Sejak munculnya arminianisme, penganut calvinisme
dengan tegas menolak ajaran bahwa pilihan Allah atas orangorang pilihan didasarkan pada kemahatahuan Allah. Dengan
demikian pertanyaan dasar terhadap keabsahan teologis
arminianisme adalah apakah ada dasar Alkitab bahwa
pemilihan Allah berdasarkan pengetahuanNya sebelumnya?
Umumnya penganut Arminianism menegaskan bahwa dasar
pilihan Allah adalah kemahatahuan Allah dengan mendasarkan
diri pada Roma 8:29 dan 1 Petrus 1: 1-2. Oleh karena itu, pada
bagian ini penulis secara khusus membahas tentang Roma 8:29

A. Memeriksa terjemahan Roma 8:29

Roma 8:29 (TB-LAI)


Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga
ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan
27

gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang


sulung di antara banyak saudara.

Sebelum melanjutkan pembahasan ini, penulis memandang


perlu untuk terlebih dahulu melihat kembali teks aslinya dalam
bahasa Yunani.
Roma 8:29
,
,

Frasa semua orang yang dipilihNya dari semula versi TBLAI adalah berasal dari kata (proegno). Kata ini
adalah kata kerja indicative aorist active orang ke 3
tunggal dari kata (proginosko).
Terjemahan
harfiahnya seharusnya sebagai berikut
Sebab orang-orang yang Dia pernah mengenal sebelumnya,
juga Dia pernah menentukan dari semula untuk menjadi serupa
dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi
yang sulung di antara banyak saudara. (terj. Penulis)

Salah seorang teolog


menerjemahkan sbb.:

reform

bernama

Dave

Hagelberg

Sebab mereka yang dikenal-Nya dari semula, juga ditentukan


dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya,
supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak
saudara
Problema penerjemahan yang muncul disini adalah berkaitan
dengan kata (proegno) (yang berasal dari kata
(proginosko)). Kata ini sebenarnya dipakai di
berbagai ayat dalam PB misalnya dalam 1 Pet 1:20; 2 Pet
3:17 Ro
8:29; 11:2 Ac
26:5.
Namun
kata
ini
telah
28

diterjemahkan dengan tidak konsisten oleh TB-LAI. Dalam 1


Pet 1:20 TB LAI menerjemahkan (proginosko)
dengan telah dipilih sebelum sedangkan 2 Pet 3:17 telah
mengetahui sebelumnya, dan dalam Kis 26:5 diterj.
mengenal. Penulis
menyadari
bahwa
pembaca
Alkitab
berbahasa Indonesia sudah sangat terbiasa dengan terjemahan
TB-LAI. Sayangnya ada beberapa bagian dari teks Alkitab versi
TB-LAI yang kelihatannya sangat dipengaruhi oleh dogma yang
dianut oleh para pakar TB-LAI. Salah satu di antaranya adalah
penerjemahan kata (proginosko) yang akan
penulis bahas lebih lanjut di bawah ini.

B. Penafsiran atas Roma 8:29


Penafsiran Roma 8:29 cukup sengit di kalangan reformed dan
arminianism. Ada perdebatan antara teolog-teolog Calvinism
dengan teolog arminianism dan teolog biblika.
Dalam
penafsiran mengenai Roma, Dave Hagelberg secara khusus
membuat
catatan
kaki
mengenai
kata

(proginosko).
Dia mengatakan bahwa secara harfiah
proginosko, berarti mengenal sebelumnya. Perlu dimengerti
bahwa dalam bahasa Ibrani dan Yunani istilah mengenal
dapat mempunyai arti yang jauh lebih dalam. Lihat, misalnya,
Kejadian 18:19, Yeremia 1:5; Amos 3:2, di mana istilah
mengenal berarti memilih (Cranfield, hal 431). Itulah
sebabnya LAI menerjemahkannya, dipilih-Nya dari semula .
Cranfield mengerti bahwa awalan pro dipakai karena pilihan
Allah terjadi sebelum dunia diciptakan, sesuai dengan Efesus
1:4 dan 2 Timotius 1:9. Kata ini hanya dipakai dalam Kisah
Para Rasul 26:5; Roma 8:29; 11:2; 1 Petrus 1:20; 2 Petrus 3:17.
Kata benda prognosis hanya dipakai dalam Kisah Para Rasul
2:23 dan 1 Petrus 1:2.[6]
Penjelasan Hagelberg ini dengan mengatakan bahwa
istilah mengenal berarti memilih dengan alasan bahwa
dalam bahasa Ibrani dan Yunani istilah mengenal dapat
29

mempunyai arti yang jauh lebih dalam.


Berdasarkan
argumentasi ini kemudian Hagelberg mengatakan dalam
tafsirannya:
Dua ayat ini, Roma 8:29-30, memggambarkan sebuah rantai
yang terdiri dari lima mata rantai. Mata rantai yang pertama
menceritakan semua orang yang dikenal dari semula. Paulus
tidak berkata bahwa oleh karena Allah mengetahui segala
sesuatu mengenai apa yang akan kita lakukan, maka ia
menentukan kita untuk menjadi anak-anak-Nya.
Istilah
mengenal dalam Alkitab sering kali berarti memilih. Sebelum
kita melakukan apa-apa Ia sudah memilih kita, karena kasih
karunia-Nya.[7]
Menanggapi tafsiran Hagelberg, penulis berpendapat bahwa
kita perlu menyelidiki sejauhmana argumentasi Hagelberg ini
dapat diterima. Untuk itu ada beberapa pertimbangan:
1. Baik dalam bahasa Yunani maupun bahasa ibrani ada istilah
khusus untuk memilih. Jika yang dimaksud oleh Paulus adalah
memilih tanpa ada kaitannya dengan pengetahuan atau
pengenalan Allah sebelumnya, Paulus bisa memakai kata
. Kata ini dipakai misalnya dalam Mark 13:20;Luk
9:35; 10:42; Yoh 15:16; Kis15:22, 25; Ef 1:4; Yak 2:5. Tapi
ternyata Paulus tidak menggunakan kata ini.
2. Demikian juga dalam PL, bahasa Ibrani memiliki kosa kata
yang berbeda antara mengenal danmemilih. Kata memilih
dalam bahasa Ibrani adalah ( bakhar). Sedangkan kata
mengenal
atau
mengetahui
dalam
bahasa
Ibrani
adalah ( yada). Pertanyaan yang sama juga bisa diajukan
untuk Yeremia 1:5 dan Amos 3:2. Jika kata mengenal berarti
memilih tanpa adanya hubungan dengan pengetahuan Allah
sebelumnya, mengapa penulis Yeremia dan Amos tidak
memakai kata ( bakhar)?
Oleh karena itu penulis akan menelusuri kembali makna kata
ini, baik dalam bahasa Yunani maupun dalam bahasa Ibrani.

30

C. Pemakaian Yada[8]
Dalam Theological Dictionary of the Old Testament (TDOT)
Vol V dijelaskan bahwa ternyata dalam PL pengenalan Allah
berkaitan dengan berbagai aspek. Dalam Am 3:2 ditemukan
bahwa yada (mengenal) merupakan ungkapan untuk hubungan
khusus antara Yahweh dengan Israel atau untuk membuat
pemilihan. Berdasarkan penjelasan TDOT, penulis berpendapat
bahwa pandangan Hagelberg dan Calvinism pada umumnya
bahwa sama sekali tidak ada unsur pengetahuan/penganalan
dalam pemilihan Allah sama sekali tidak bisa dipertahankan.
Bunyi Amos 3:2 Hanya kamu yang Kukenal dari segala kaum di
muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum kamu karena
segala kesalahanmu. Pengenalan Yahweh ditegaskan dengan
anak kalimat sebab itu Aku akan menghukum kamu. Jadi
TDOT memperlihatkan Unsur pengetahuan Allah dalam
istilah yada/mengenal sama sekali tidak hilang dalam pemilihan
yang dilakukan oleh Allah tetapi menyertai tindakan pemilihan
tersebut.
Lebih jauh TDOT juga menjelaskan bahwa Dalam Kel
33:12, 17 Yahweh berkata kepada Musa: Aku mengenal (yada)
namamu dan juga engkau mendapat kasih karunia di hadapanKu. Dalam hal ini mengenal namamu parallel dengan
mendapat kasih karunia. Berdasarkan penjelasan ini, sekali
lagi perlu diingatkan bahwa kata yada (mengenal) tidak lah
berubah maknanya menjadi mendapat kasih karunia.

Semua penjelasan di atas membuktikan bahwa memang


benar kata yada(mengenal) memiliki makna yang lebih dalam
tapibukan seperti yang dikatakan penganut Calvinism
kata yada tidak
identik
dengan
pemilihan,
melainkan
berhubungan dengan pemilihan.

D. Pemakaian (proginosko)
31

Dalam Theological Dictionary of the New Testament


(TDNT) 1, hal 715 dikatakan bahwa kata kerja
(proginosko) beerarti
"to know in advance," and in the NT it refers to God's
foreknowledge as election of his people (Rom 8:29; 11:2) or of
Christ (1 Peter 1:20), or to the advance knowledge that
believers have by prophecy (2 Peter 3:17). Another possible
meaning is "to know before the time of speaking," as in Acts
26:5. The noun is used by the LXX in Jdt 9:6 for God's
predeterminative foreknowledge and in Jdt 11:19 for prophetic
foreknowledge; Justin uses it similarly in Dialogue with
Trypho 92.5 ; 39.2 .[9]
Berdasarkan penjelasan TDNT di atas, terlihat bahwa
(proginosko) secara luas dipergunakan dalam
pengertian pengetahuan sebelumnya. Lebih lanjut TDNT
mengatakan bahwa
In the NT is referred to God. His foreknowledge,
however, is an election or foreordination of His people (Rom
8:29; 11:2) or Christ (1 Peter 1:20) ( , 698; 706).

Walaupun TDNT mengatakan pengetahuan sebelumnya ini


adalah sebuah pemilihan atau penentuan sebelumnya, TDNT
sedikitpun tidak menghilangkan adanya unsur pengetahuan
Allah sebelumnya dalam pemilihan dan penentuan Allah
tersebut. Sedangkan dalam Exegetical Dictionary of the New
Testament dikatakan sbb.:

In the context of the theme life in the Spirit as a position in


hope (8:18-30), Rom 8:29 emphasizes that the Christian lives
in the knowledge that those whom (God) foreknew he
predestined to be conformed to his Sons image and that in
everything God works for the good. This knowledge
includes for Paul a recognition and appropriation The same
idea occurs in 11:2: God has not rejected Israel forever (v. 2a:
32

his people), since he foreknew them (v. 2b). That is, he knew
Israel from the very beginning and accepted it as his people. [10]

Kutipan di atas memperlihatkan bahwa dalam konteks tema


hidup dalam Roh sebagai sebuah posisi berpengharapan
(8:18-30), Roma 8:29 menekankan bahwa orang Kristen hidup
hidup dalam pengetahuan bahwa mereka yang Allah kenal
sebelumnya dia tetapkan untuk menjadi serupa dengan
gambar AnakNya dan bahwa dalam segala sesutau Allah
bekerja untuk kebaikan. Penjelasan ini meneguhkan kembali
argumentasi penulis bahwa (proginosko) tidak
dapat diidentikkan dengan pemilihan Allah sebelumnya, tetapi
ada keterkaitan yang kuat antara keduanya. Pemilihan Allah
rupanya tetap berhubungan dengan pengetahuan Allah
sebelumNya. Dengan demikian, dalam PB juga kita melihat
adanya hubungan antara kemahatahuan Allah dengan
pemilihanNya.
Dengan demikian sampailah penulis pada makna Roma
8:29
Sebab orang-orang yang Dia pernah mengenal
sebelumnya, juga Dia pernah menentukan dari semula untuk
menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia,
AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.
(terj. Penulis) Berdasarkan uraian di atas, tidak ada keraguan
sedikitpun bahwa orang-orang yang ditetapkan Allah untuk
untuk menjadi serupa dengan gambar Yesus adalah orangorang yang sudah dikenalNya/diketahuiNya sebelumnya.
Dengan demikian, urut-urutannya adalah sebagai berikut:
Orang-orang yang Allah kenal/ketahui sebelumnya kemudian
Allah tetapkan untuk menjadi serupa dengan gambar Yesus.
Sama sekali tidak ada dasar yang kuat untuk menghilangkan
unsure pengenalan dan pengetahuan dalam Roma 8:29.

4. KESIMPULAN
33

Dari penyelidikan yang dilakukan di atas, maka tibalah


saatnya untuk menjawab pertanyaan Apakah Roma 8:29 bicara
tentang pengetahuan Allah sebelumnya atau murni pemilihan
Allah tanpa melibatkan pengetahuan sebelumnya? Dalam
penafsiran, alangkah baiknya jika kita mencoba untuk
membuka diri kepada teks dan membiarkan teks berbicara
kepada kita. Penulis menyadari bahwa pembaca Alkitab
berbahasa Indonesia sudah sangat terbiasa dengan terjemahan
TB-LAI tanpa menyadari bahwa penerjemahan juga sering
dipengaruhi oleh dogma yang dianut oleh penerjemahnya.
Menelusuri makna sebuah ayat atau kata melalui bahasa
aslinya akan sangat membantu kita untuk keluar dari
perangkap dogmatis serta memperkaya pemahaman kita akan
kebenaran Firman Tuhan.
Penelusuran arti kata mengenal baik dalam bahasa Ibrani
maupun dalam bahasa Yunani di atas memperlihatkan bahwa
ternyata ada hubungan antara pengetahuan Allah sebelumnya
dengan pemilihan yang dilakukanNya sebelum dunia dijadikan.
Dalam Roma 8:29 kita bisa membaca Sebab orang-orang yang
Dia pernah mengenal sebelumnya, juga Dia pernah
menentukan dari semula untuk menjadi serupa dengan
gambaran
Anak-Nya
memiliki
arti
bahwa
pengetahuan/pengenalan Allah mendahului pemilihan dan
ketetapan. Dalam kekekalan Allah sudah mengetahui manusia
ciptaanNya dan memakai pengetahuanNya itu untuk untuk
memilih orang-orang pilihanNya.

[1]

Christiaan De Jonge, Apa itu Calvinisme? Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001, hlm 60.

[2]

Millard J. Erickson, Teologi Kristen: Volume Dua. Malang: Gandum Mas, 2003. Hlm 524.

[3]

Stevri I. Lumintang, Theologia dan Misiologia Reformed: Menuju kepada Pemikiran


Reformed & Menjawab Keberatan. Batu: Departemen Literatur PPII, 2006, hlm 295 - 297

34

[4]

Millard J. Erickson, Teologi Kristen: Volume Tiga. Malang: Gandum Mas, 2003, hlm.
111[5]

Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas, 2010, hal 399-405

[6]

Dave Hagelberg, Tafsiran Roma dari Bahasa Yunani, Bandung: Kalam Hidup, 2004. Hlm
163.
[7]

Hagelberg, ibid, hlm 164

[8]

G. Johannes Botterweck dan Helmer Ringgren, Theological Dictionary of the Old


Testament. Vol V. Grand Rapid, Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company,
1986. Hlm 468-469.
[9]

Gerhard Kittel and Gerhard Friedrich (ed.), THEOLOGICAL DICTIONARY of the NEW
TESTAMENT. Translated by Geoffrey W. Bromiley. Vol I, p 715.
[10]

Horst Balz and Gerhard Schneider (ed.), Exegetical Dictionary of the New Testament,
Volume 3. Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1993 Hlm 153
Diposkan oleh Calvin Dachi di 00.09

35

Anda mungkin juga menyukai