Disusun oleh :
Boby Arianto B1
Anggi
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang berlaku untuk semua Negara
di dunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi lintas negara dilaksanakan. Sistem ini
menentukan bagaimana kurs tukar asing ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat
mempengaruhi kurs tukar. Sistem moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan
sistem kurs tukar. Untuk itu dalam penulisan makalah ini penulis akan membahas terkait dengan
fenomena aktual yamg terkait moneter, serta Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20, sistem moneter internasional
telah mengalami pasang surut. Perubahan dari sistem ke sistem yang lain diakibatkan oleh gejolak
ekonomi pada saat itu. Sampai saat ini pun sistem moneter internasional masih menjadi perhatian
semua negara dan masih ingin merubah sistemnya menjadi lebih berfungsi optimal. Belum lagi
rencana anggota Negara-negara asean untuk merumuskan kebijakan pemberlakuan mata uang
bersama yang hanya berlaku tunggal di kawasan asean. Oleh karena itu penulis tertarik untuk
PEMBAHASAN
Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut
menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem moneter adalah
otoritas moneter yaitu Bank Indonesia dan bank-bank pencipta uang giral. Oleh karena itu sistem
menciptakan dan menawarkan uang primer berupa uang kartal (kertas dan logam) bagi masyarakat
umum dan bank reserves bagi perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Sedangkan perbankan
dan lembaga keuangan lainnya berdasarkan uang primer yang dimiliki menciptakan uang sekunder
dalam bentuk giral, seperti giro (demand deposits), deposito berjangka (time deposits), tabungan
(saving deposits), dan uang sekunder lainnya. Mereka yang terlibat dalam penciptaan dan
penawaran uang beredar merupakan satu kesatuan dalam suatu sistem moneter.
Uang-uang yang ditawarkan melalui monetary system digunakan oleh masyarakat, baik
pengusaha maupun masyarakat biasa untuk keperluan konsumsi dan produksinya. Penciptaan uang
bukan semata-mata kehendak otoritas moneter (Bank Indonesia), melainkan juga harus ada
permintaan dari masyarakat sehingga jumlah uang beredar harus memenuhi tuntutan mekanisme
Gross Doestic Product atau GDP atau produk domestik bruto dapat diartikan sebagai nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi diwilayah suatu negara dalam
GDP tidak mempertimbangkan kebangsaan perusahaan atu warga negara yang menghasilkan
barang atau jasa negara tersebut. GDP dihitung berdarsarkan nilai barangdan jasa yang dihasilkan
oleh warga negara yang berdomisili dinegara tersebut. Baik pribmi maupun warga negara asing.
Niali GDP dapat dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku atau harga dasar yang konstan.
GDP nominal mengukur nilai barang dan jasa akhir dengan harga yang berlaku dipasar pada tahun
tersebut. Sedangkan GDP riil mengukur niali barang dan jasa akhir dengan menggunakan harga
yang tetap.
Y = C+1+G+ (X – M)
Y = GDP
GDP nominal adalah nilai barang jadi dan jasa yang diukur dengan harga berlaku. Nilai ini bisa
berubah setiap saat, baik karena ada perubahan dalam jumlah (nilai riil) barang dan jasa atau ada
perubahan dalam harga barang dan jasa tersebut. Sehingga didapatlah :
GDP nominal Y = P ´ y,
Konversi dari satuan nominal ke riil ini memungkinkan kita untuk menghilangkan masalah yang
muncul ketika mengukur nilai rupiah yang berubah sepanjang waktu sebagaimana tingkat harga
berubah.
Inflasi
inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus
(continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara
lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi
atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat
tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi atau distribusi (kurangnya produksi
(product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih
dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab
kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang
oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan
pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Konsekuensi dai inflasi
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi.
Apabila inflasi tersebut ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat
mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat
orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali
(hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang
menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena
harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau
karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga
sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu
Dampak negatif:
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil
contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun pada tahun 2003 -atau tiga belas tahun
kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya
tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang
mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak
dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di
perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin
menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas
bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan
investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan
dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Dampak positif:
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada
saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat
meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami
kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat
peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi
daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan menyebabkan
naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan
untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk
sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen
tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Biaya sosial dari inflasi
Federal Reserve
Bank sentral di suatu negara, pada umumnya adalah sebuah instansi yang bertanggung jawab atas
kebijakan moneter di wilayah negara tersebut. Bank Sentral berusaha untuk menjaga stabilitas nilai
mata uang, stabilitas sektor perbankan, dan sistem finansial secara keseluruhan.
Bank sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas harga atau
nilai suatu mata uang yang berlaku di negara tersebut, yang dalam hal ini dikenal dengan istilah
inflasi atau naiknya harga-harga yang dalam arti lain turunnya suatu nilai uang. Bank Sentral
menjaga agar tingkat inflasi terkendali dan selalu berada pada nilai yang serendah mungkin atau
pada posisi yang optimal bagi perekonomian (low/zero inflation), dengan mengontrol
keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu banyak maka
bank sentral dengan menggunakan instrumen dan otoritas yang dimilikinya.
Di AS, bank sentral disebut Federal Reserve Bank atau bisa disingkat the Fed. The Fed
menggunakan kebijakan moneter untuk mencapai dua sasaran atau tujuan : 1. Inflasi yang rendah
dan terukur dan 2. Tingkat lapangan kerja maksimum (berkelanjutan). Kedua sasaran ini disebut
dengan mandat ganda the Fed.
Cadangan bank
Cadangan bank adalah kepemilikan deposito bank di bank sentral (misalnya Bank Sentral
Eropa atau Federal Reserve; Federal Reserve juga menyertakan dana federal) ditambah mata
uang yang secara fisik disimpan di brankas bank (uang brankas).[1] Bank sentral di sejumlah
negara menetapkan batas cadangan minimal. Sekalipun tidak ada batas yang ditetapkan,
sejumlah bank masih ingin menyimpan cadangan yang disebut cadangan darurat (desired
reserves). Cadangan darurat bertujuan menghadapi peristiwa-peristiwa tak terduga seperti
penarikan bersih oleh nasabah dalam jumlah besar atau pengosongan bank (bank run).
Cadangan banknmerupakan perpaduan simpanan yang dilakukan bank swasta di bank sentral
ditambah uang yang dipegang bank swasta tersebut disebut sebagai dana khasanah (vault cash).
Cadangan bank tidak mempengaruhi jumlah uang beredar. Kuantitas cadangan bank memainkan
peranan penting adalam mekanisme sistem moneter. Bank swasta bisa saja sewaktu waktu
mengalami situasi dimana pemegang rekening mearik dana lebih besar daripada simpanan yang
masuk. Bank swasta juga memelurkan dana untuk memberikan pinjaman baru,
misalnyamemberikan KPR bagi pembeli rumah atau memberikan pinjaman usaha besar ke
perusahaan yang sedang membangun pabrik baru. Terakhir bank swasta mungkin memerlukan
dan untuk melunasi hutang ke bank lain.
Berbagai skenario ini menunjukan bahwa bank swasta perlu likuiditas, yang berati bahwa bank
tersebut memerlukan dana yang bisa digunakan langsung untuk melakukan transaksi.
Dipasar uang antar bank, bank bank meminjam dan memberi pinjaman cadangan satu sama lain.
Dipasar tersebut, bank biasanya memberikan pinjaman harian (24 jam), sehingga pasar uang
antar bank sering kali disebut sebagai pasar pinjaman semalam. Istilah instrumen pasar
uang/federal reserve merujuk pada kenyataan bahwa pinjaman pinjaman cadangan bank ini
disimpan di Federal Reserve Bank. Tingkat bunga yang berlaku di pasar ini disebut dengan
tingkat bunga acuan.
Jumlah uang beredar, baik dalam standar barang (commodity standard) maupun standar
kepercayaan (fiat standard) tidak boleh terlalu berlebihan atau kurang. Kontrol jumlah uang
beredar perlu dilakukan untuk menciptakan iklim yang baik bagi stabilitas harga dan pertumbuhan
ekonomi, serta kontrol terhadap kegiatan kredit. Kontribusi kebijakan moneter terhadap stabilitas
harga sangat penting artinya untuk mengurangi/menekan tingkat inflasi. Pertumbuhan jumlah uang
yang beredar sebaiknya mengikuti pertumbuhan ekonomi, sehingga secara tidak langsung dapat
menekan tingkat pengangguran. Bank Sentral selaku pelaksana kebijakan moneter, menjalankan
kebijakannya yang bersifat kuantitatif (quantitative control policy) dan kualitatif (qualitative
kuantitatif adalah Pengaturan Tingkat Bunga dan Tingkat Diskonto (rediscount rate policy),
Pengatuan Operasi Pasar Terbuka (open market operation), dan Pengaturan Tingkat Cadangan
Minimal dan Tingkat Kelebihan Cadangan (reserves requirement policy). Dalam melaksanakan
kebijakan kualitatif pemerintah mengadakan pendekatan langsung (direct approach) kepada bank-
bank umum, dengan turut mengawasi kebijakan bank-bank umum dalam memberikan pinjaman
kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan secara
formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan
Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi
kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan
oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan
secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melalui evaluasi
apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah
dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan
dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi
suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan
suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi output dan inflasi.
Sebagai antisipasi terhadap persaingan global sejalan dengan era perdagangan bebas,
dunia perbankan harus menyesuaikan diri dengan ketentuan yang berlaku secara internasional.
Dalam hubungan ini telah dikeluarkan SE BI No. 23/11/BPPP tanggal 28 Februari 1991, yang
antara lain menyatakan bahwa kewajiban penyertaan modal minimum tertentu terhadap aktiva
tertimbang menurut resiko sesuai dengan standar Bank for International Settlements (BIS) sebesar
8 %. Namun apabila terdapat faktor lain yang menambah resiko, maka perlu penyertaan modal
Sebagai akibat adanya krisis moneter dan diikuti dengan krisis ekonomi, hampir semua
bank mempunyai masalah, seperti kredit macet, diragukan, dan kurang lancer. Karena itu,
persyaratan modal minimum ditingkatkan lagi untuk terciptanya system perbankan yang sehat
sesuai dengan PP No. 38/1998, 9 Maret 1998. Modal disetor untuk mendirikan BU adalah Rp. 3
trilyun. BU yang telah berdiri wajib menyesuaikan modal setornya menjadi Rp. 1 trilyun pada
akhir tahun 1998, Rp. 2 trilyun pada akhir tahun 2000, dan Rp. 3 trilyun pada akhir tahun 2003.
Kondisi perbankan yang mulai tidak sehat ini menyebabkan pemerintah dan BI terpaksa
mengambil kebijakan melikuidasi 16 bank umum swasta terhitung mulai 1 November 1997.
Selang beberapa waktu kemudian, yaitu mulai 4 April 1998, pemerintah menghentikan operasi
tujuh bank swasta nasional (biasa disebut Bank Beku Operasi atau BBO). Pada tanggal 21 Agustus
1998 pemerintah membekukan lagi tiga buah bank, sehingga statusnya menjadi BBO.
Proses penyehatan terus dilakukan, pada tanggal 13 Maret 1999 kembali pemerintah
melikuidasi 38 buah bank swasta nasional, ditambah dengan 7 buah bank diambil-alih pemerintah,
dan 9 bank harus mengikuti program rekapitulasi. Sampai pada akhirya UU No. 13/1968 diganti
belum diperbaharui dan tidak bertentangan dengan undang-undang ini masih tetap berlaku.
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank, Bank
Indonesia bersifat independen. Dengan demikian pihak mana pun termasuk eksekutif, tidak lagi
boleh ikut campur tangan atau intervensi. Bahkan Bank Indonesia wajib menolak atau
Dalam bagan ini tidak tampak “pemerintah”, berbeda dengan bagan sebelumnya. Itu tidak
berarti bahwa sama sekali tidak ada hubungan. Hubungan itu tampak dalam: (1) BI adalah
pemegang kas pemerintah; (2) BI untuk dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman luar
terhadap luar negeri; (3) pemerintah wajin meminta pendapat BI dalam siding cabinet yang
membahas masalah ekonomi, perbankan, dan keuangan yang berkaitan dengan tugas BI; (4) BI
memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai APBN serta kebijakan lain
yang berkaitan dengan tugas dan wewenang BI; (5) dalam hal pemerintah akan menerbitkan surat-
surat utang negara, pemerintah wajib berkonsultasi dengan BI; (6) BI dapat membantu penerbitan
surat-surat utang negara, tetapi BI dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara,
Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi agar dapat
berjalan sesui dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan
Kebijakan moneter didefinisikan dengan rencana dan tindakan otoritas moneter yang
terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan moneter, dan kestabilan nilai uang, mendorong
kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan
taraf hidup rakyat. Jadi dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa kebijakan moneter adalah
semua upaya atau tindakan bank sentral untuk mempengaruhi perkembangan moneter (uang
beredar, suku bunga, kredit dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu. Sebagai
bagian dari kebijakan ekonomi makro, maka tujuan kebijakan moneter adalah untuk membantu
lapangan kerja, stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Keempat sasaran tersebut
Dari pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah
(Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang beredar.
Sejak tahun 1945, kebijakan moneter hanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi untuk
mencapai stabilitas ekonomi jangka pendek. Adapun kebijakan fiscal digunakan dalam
pengendalian ekonomi jangka panjang. Namun pada saat ini kebijakan moneter merupakan
kebijakan utama yang dipergunakan untuk pengendalian ekonomi jangka pendek dan jangka
panjang. Untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat melakukan kebijakan
Kebijakan Moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moeneter (Bank
Indonesia) untuk mempengaruhi jumlah yang beredar dan kredit yang pada akhirnya akan
1. Kesempatan Kerja
Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan produksi.
Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal ini berarti akan
2. Kestabilan harga
Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan harga yang akan
masa depan.
Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering melakukan
kebijakan-kebijakan moneter.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai
dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen kebijakan yang tidak dipengaruhi oleh
Pengendalian inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak dicapai oleh
inflasi, misalnya sasaran pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, neraca pembayaran, dan kurs.
Oleh karena itu, seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran lain dan berfokus pada sasaran
Bank Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi secara akurat,
Kestabilan harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena
tanpa itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan terhambat. Oleh
karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia selama
krisis ekonomi ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan nilai tukar rupiah.
Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara jelas menyebutkan
bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang di
dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan kestabilan nilai tukar
rupiah. Dengan perkataan lain, sesuai dengan UU No. 23 tahun 1999 sasaran kebijakan moneter
Bank Indonesia hanya satu (single objective), yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal ini
berbeda dengan Undang-undang tentang Bank Sentral yang lama, yaitu UU No. 13 tahun 1968,
yang menuntut Bank Indonesia untuk memenuhi beberapa sasaran sekaligus (multiple objectives),
yakni mendorong kegiatan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, dan memelihara kestabilan
nilai rupiah, yang pencapaiannya pada hakekatnya dapat saling bertolak belakang, terutama dalam
jangka pendek.
Adapun para ekonom sepakat ciri-ciri suatu Negara yang rentan terhadap krisis moneter
Jika ciri-ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara, maka dapat dipastikan Negara tersebut
PENUTUP
KESIMPULAN
sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral.
Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem moneter adalah otoritas moneter yaitu Bank
Indonesia dan bank-bank pencipta uang giral. Oleh karena itu sistem perbankan merupakan bagian
Kebijakan moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi agar dapat
berjalan sesui dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam
perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya
pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah (Bank
Adiningsih, Sri. 2000. “Perkembangan Moneter Perbankan Indonesia“. PT. Gramedia, Jakarta.
Sarwono, Hartadi A., dan Perry Warjiyo, “Mencari Paradigma Baru ManajemenMoneter dalam Sistem
Nilai tukar Fleksibel: Suatu Pemikiran untuk