Uang inti merupakan inti dari proses penciptaan uang, baik bagi penciptaan uang kartal
maupun uang giral. Tanpa ada uang inti, tidak akan ada uang kartal maupun uang giral. Sebagai
contoh, seorang eksportir Indonesia menjual barang ke luar negeri dengan menerima pembayaran
US$ 2.000,00. Kemudian ditukarkannya menjadi rupiah di bursa valuta asing dengan kurs US$ 1
= Rp9.000,00, sehingga eksportir tersebut menerima sebanyak Rp18.000.000,00. Proses
demikian dinamakan uang inti, termasuk juga jika penukaran tersebut langsung dimasukkan ke
dalam rekening giro atau tabungan. Jadi uang inti bisa dalam bentuk saldo giro, dan uang tunai.
Jadi, uang inti dapat didefinisikan sebagai berikut.
1) Saldo rekening koran (giro) milik bank-bank umum atau masyarakat pada Bank Indonesia.
2) Uang tunai yang dipegang baik oleh bank-bank umum maupun masyarakat umum.
Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi uang inti antara lain:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
pajak ekspor,
sertifikasi ekspor,
bea masuk/pajak impor,
pengeluaran pemerintah,
bunga kredit bank,
pengawasan kuantitatif.
suku bunga, jika sebaliknya, maka suku bunga akan naik, jadi tingkat suku bunga cendrung
berubah-ubah tergantung pada mekanisme pasar (money suply and money deman).
Uang dalam sektor riil ini sangat bersinergi dimana secara nyata suku bunga rendah akan lebih
menggairahkan perekonomian karena kebijakan otoritas moneter sehingga lebih dapat
menggerakan kegiatan produksi dan investasi, jika terjadi sebaliknya maka kegiatan produksi
dan investasi cendrung seret, tak sedikit perusahaan yang gulung tikar akibat tingkat suku bunga
yang tinggi sehingga mengahambat proses produksi dan investasi.
Dalam teori pasar dimana berpotongnya agregat deman dan agregat suply, jika suply lebih besar
dari permintaan, maka harga suatu barang akan murah, sebaliknya jika permintaan lebih tinggi
daripada penawaran, maka harga barang tersebut akan mahal, sama halnya dengan pasar uang,
jumlah uang yang beredar sangat dipengarui perpotongan kurva agregat deman dan agregat suply
yang nantinya akan mempengarui harga barang yang diproduksi, hal ini seperti efekdomino
dalam perekonomian, jika uang yangberedar dimasyarakat banyak melebihi kebutuhan
konsumen, hal ini akan memicu harga barang-barang umum naik sehingga menimbulkan inflasi,
inflasi karena kelebihan uang ini disebut dengan fenomena moneter. Sedangkan inflasi karena
kekakuan perekonomian suatu negara disebut dengan fenomena struktual dimana dalam
perekonomiannya cendrung kaku yang tidak mudah melakukan perubahan mengikuti iklim
ekonomi yang sebenarnya terjadi dan yang sebenarnya harus dilakukan.
Untuk mengatasi inflasi yang disebabkan masalah struktual dan otoritas moneter, maka perlu
adanya pengendalian Jumlah Uang Beredar (JUB), pengaturan JUB ini merupaka salah satu
kerangka kebijakan moneter yang dilakukan oleh otoritas moneter, hal ini bertujuan untuk
menjaga stabilitas nilai uang dan mendorong kegiatan perkonomian. Adapun kebijakan moneter
yang diambil ada dua yaitu ekspansi atau kontarksi, tergantung pada kondisi perekonomian suatu
negara. Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas harga sesuai dengan UU no 23 tahun 1999 yang
dapat dilihat dengan stabilnya BI rate. Meskipun dalam prakteknya amatlah sulit dalam menjaga
stabilitas harga, minimal Bank Indonesia dengan otoritasnya dapat melkukan kebijakan expansif
bagi perekonomian yang lesu dan sebalikny jika negara harga terlalu tinggi maka BI mengambil
kebijakan kontraktif dengan membatasi peredaran uang. BI selalu berusaha menerapkan berbagai
kebijakan untuk memastikan mana keputusan yang paling optimal diterapkan di Indonesia
dengan otoritas moneternya demi tercapainya stabilitas harga.
Dalam arti sempit, uang yang beredar adalah mata uang dalam peredaran atau jumlah mata uang
yang telah diedarkan oleh bank sentral ditambah dengan uang giral yang dimiliki oleh
perorangan, perusahaan, dan badan pemerintah (M1).
Sementara itu, dalam arti luas uang yang beredar (M2) meliputi bagian-bagian berikut ini.
1) Mata uang dalam peredaran/uang kartal (uang kertas dan uang logam).
2) Uang giral (cek dan giro).
3) Uang kuasi (near money/hampir uang), yang terdiri atas deposito berjangka, tabungan dan
rekening, serta valuta asing milik swasta domestik.
Berikut ini disajikan data mengenai jumlah uang yang beredar dari tahun 19992004 (dalam
miliar rupiah).
Jumlah uang yang beredar dalam masyarakat ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut.
1. Kebijakan moneter, yaitu kebijakan bank sentral dalam mengatur jumlah uang beredar
dan hak oktroi (hak tunggal) untuk mencetak uang.
2. Bank umum dalam membuat uang giral, yaitu membeli surat-surat berharga dari
masyarakat.
3. Pendapatan masyarakat di mana semakin tinggi pendapatan masyarakat semakin banyak
jumlah uang yang dibutuhkan sehingga menambah jumlah uang yang beredar.
4. Tingkat suku bunga bank, yaitu apabila suku bunga tinggi akan mendorong masyarakat
untuk menabung sehingga mengurangi jumlah uang yang beredar, demikian juga
sebaliknya.Kebijakan kredit, yaitu kebijakan uang ketat yang mempersulit pemberian
kredit (tight money policy) sehingga akan mengurangi jumlah uang yang beredar.
5. Sebaliknya kebijakan uang longgar yang mempermudah pemberian kredit (easy money
policy) akan menambah jumlah uang yang beredar.
6. Harga barang, di mana harga tinggi akan mendorong jumlah uang yang dibutuhkan
sehingga bertambahnya jumlah uang yang beredar akan bertambah, begitu juga
sebaliknya.
7. Selera konsumen, di mana peningkatan selera masyarakat pada suatu barang akan
mendorong jumlah uang yang beredar, dan sebaliknya.
dengan tersedianya emas di masyarakat. Jumlah uang (emas) dapat turun apabila emas dikirim ke
luar negeri untuk menutup defisit neraca pembayaran (impor), industri-industri yang
menggunakan emas dalam proses produksinya menyedot emas yang ada. JUB (emas) naik
apabila ada surplus neraca pembayaran atau karena produksi emas meningkat.
Uang beredar benar-benar ditentukan oleh proses pasar, sedangkan pemerintah, bank sentral atau
perbankan tidak mempunyai pengaruh terhadap besarnya uang beredar. Contoh sederhana, suatu
perekonomian tertutup yang menggunakan emas untuk alat pembayarannya. Dalam hal ini uang
hanya akan bertambah apabila orang memproduksi emas. Sedangkan produsen emas akan
memproduksi emas hanya apabila menguntungkan, yaitu apabila harga emas di pasaran lebih
tinggi daripada biaya produksinya.
3. Teori penawaran uang modern Pengertian dan Perhitungan Pelipat Ganda Uang atau
Multiplier money
Dalam perekonomian modern digunakan sistem standart kertas dan sebagai sumber
terciptanya uang beredar adalah otorita moneter (pemerintah dan bank sentral) dan lembaga
keuangan. Otorita moneter sebagai sumber penawaran uang inti dan lembaga keuangan sebagai
sumber penawaran uang sekunder. JUB merupakan proses pasar, artinya hasil interaksi anatara
permintaan dan penawaran, dan bukan ahanya pencetakan uang atau merupakan keputusan
pemerintah saja. Apabila suatu waktu permintaan uang inti tidak sesuai dengan penawaran uang
inti, maka para pelaku dalam pasar uang masing-masing akan melakukan penyesuaian berupa
tindakan-tindakan (mengubah struktur/komposisi dari kekayaan) di sub-pasar uang inti sehingga
terjadi keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Demikian juga jika terjadi
ketidakseimbangan di pasar uang sekunder. Kedua sub-pasar ini harus mencapai keseimbangan
secara bersama-sama.
Sebagai contoh, ketika pasar dalam posisi keseimbangan, pemerintah penambah penawaran
uang inti kepada masyarakat (ada kenaikan gaji pegawai).
Proses penciptaan uang beredar dari uang inti tersebutdiringkas dalam konsep money multiplier
yang menghubungkan antara jumlah uang inti dengan jumlah uang beredar. Nilai dari money
multiplier tergantung kepada :
a)
b)
Berapa besar cadangan yang dipegang bank untuk menjamin uang giral.
Money multiplier (angka pengganda uang) diturunkan dari hubungan antara uang inti atau uang
primer dengan jumlah uang yang beredar,secara matematis sebagai berikut :
MS = UK + UG
MB = UK + CD
Dimana MS = jumlah uang yang beredar (M)
UK = Uang kartal milik swasta domestic
UG = Uang giral milik swasta domestic
MB = Uang inti
CD = Cadangan bank umum yang terdiri dari kas dll
Pertama: tambahan uang inti akan diterima masyarakat sebagai tambahan uang tunai (kartal). Hal
ini dapat mengganggu keseimbangan karena masyarakat akan merasa terlalu banyak memegang
uang tunai.
Misalkan tindakan penyesuaian yang dilakukan masyarakat adalah dengan menyimpan kelebihan
tersebut dalam rekening giro, maka berarti bahwa cadangan bank menjadi lebih besar. Bank pada
gilirannya merasa kelebihan cadangan (uang tunai), dan bank mungkin akan menanamkan
kelebihan cadangan tersebut dengan membeli SBI Dalam transaksi tersebut, bank menerima SBI
dan BI menerima uang tunai Kesimpulan: tambahan uang inti oleh pemerintah, kembali ke BI
sebagai otorita moneter. Uang kartal yang dipegang masyarakat tetap, tetapi ada tambahan uang
giral, sehingga M1 bertambah.