Anda di halaman 1dari 3

MAKRO EKONOMI (GDP, INFLASI, KURS RUPIAH, SBI, DLL)

Langkah pertama ketika hendak melakukan analisis ekonomi sebelum melakukan invetasi adalah
dengan mengamati indikator-indikator ekonomi makro, akan membantu investor dalam
meramalkan perubahan apa yang akan terjadi pada pasar modal. Misalnya, meramalkan tingkat
suku bunga. Apabila suku bunga meningkat, maka investor perlu membuat keputusan menjual,
karena harga saham dan obligasi cenderung mengalami penurunan. Sehingga kemampuan seperti
meramal perubahan variabel-variabel ekonomi makro juga sangat membantu investor dalam
membuat keputusan investasi yang tepat.

Ekonomi makro merupakan ilmu yang mejelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi
banyak masyakarakat, perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat digunakan untuk
menganalisis cara terbaik untuk memengaruhi target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan
ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang
berkesinambungan.

Ekonomi makro dapat meliputi berbagai konsep dan variabel, tetapi selalu ada tiga topik utama
untuk penelitian makro-ekonomi. Biasanya terhubung dengan fenomena pengeluaran,
pengangguran dan inflasi. Di luar teori ekonomi makro, topik-topik tersebut juga sangatlah
penting untuk semua agen ekonomi termasuk pekerja, konsumen dan produsen.

Ekonomi makro memiliki beberapa variabel yang berpengaruh terhadap kinerja dan prospek
perusahaan. Diantaranya, variabel-variabel paling umum adalah Produk Domestik Bruto (PDB),
Inflasi, Tingkat bunga, dan Investasi swasta.

1. Produk Domestik Bruto (PDB)

PDB yang meningkat akan menjadi sinyal yang baik (positif) bagi investasi di pasar modal.
Begitupula sebaliknya, apabila PDB menurun, makan akan menyebabkan penurunan investasi
pada pasar modal. Itu berarti, PDB berhubungan searah (positif) terhadap Investasi Pasar Modal.
Mengapa demikian?. Peningkatan PDB mempunyai pengaruh positif terhadap daya beli
konsumen, sehingga meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan.

2. Inflasi

Inflasi berhubungan terbaik (negatif) terhadap investasi pada pasar modal. Meningkatnya inflasi
secara relatif akan menjadi sinyal negatif bagi pemodal dalam pasar modal. Inflasi memang
dapat meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan, tetapi jika peningkatan biaya produksi
lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan, maka tetap saja
profitabilitas perusahaan akan turun.

3. Tingkat Bunga

Tingkat bunga berhubungan terbalik (negatif) terhadap harga saham. Tingkat suku bunga yang
meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang diisyaratkan atas investasi pada
suatu saham. Selain itu, tingkat suku bunga yang meningkat bisa juga menyebabkan investor
menarik investasinya pada saham, lalu memindahkannya pada investasi berupa tabungan ataupun
deposito.

4. Investasi Swasta

Investasi swasta berhubungan searah (positif) dengan Investasi pada pasar modal. Artinya,
Meningkatnya investasi swasta menyebabkan meningkatnya investasi pada pasar modal.
Alasannya, ketika investasi swasta meningkat, PDB juga akan meningkat, maka pendapatan
konsumen (penduduk) juga ikut meningkat. Apabila pendapatan konsumen meningkat,
umumnya permintaan akan produk perusahaan juga ikut meningkat.

5. Kurs Rupiah (Mata Uang)

Kurs Rupiah berhubungan searah (positif) terhadap pasar modal dalam negeri. Apabila Kurs
Rupiah menguat terhadap mata uang asing, maka itu akan menjadi sinyal yang baik (positif) bagi
perekonomian yang sedang mengalami inflasi. Itu berarti, kenaikan kurs Rupiah dapat
memberikan efek yang bagus bagi pemodal dalam pasar modal. Hal ini terjadi karena
menguatnya kurs Rupiah bisa menurunkan biaya impor bahan baku produksi, dan juga
menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku.

6. Anggaran Defisit

Anggaran defisit cenderung menjadi sinyal positif bagi ekonomi yang sedang mengalami resesi.
Namun disisi lain, anggaran defisit hanya akan menjadi kabar buruk bagi ekonomi yang sedang
mengalami inflasi. Dalam hal ini, anggara defisit akan mendorong konsumsi dan investasi
pemerintah, sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan. Tetapi
dibalik semua itu, justru akan meningkatkan jumlah uang yang beredar dan akibatnya akan
mendorong perkembangan inflasi.

7. Neraca Perdagangan dan Pembayaran

Neraca perdagangan dan pembayaran dapat menjadi sinyal negatif bagi dunia investasi. Defisit
neraca perdagangan dan pembayaran harus dibiayai dengan menarik modal asing. Agar hal itu
terjadi, pemerintah harus menaikan suku bunga. Apabila suku bunga naik, investor cenderung
menarik dana mereka di saham kemudian memindahkannya ke deposito atau tabungan.

Indikator Makro Ekonomi untuk Pasar Modal

Yang namanya pasar , tentu terkait dengan kondisi pasar, sisi permintaan dan sisi penawaran. Demikian
juga dengan pasar modal, kondisi permintaan dan penawaran sangat berpengaruh bagi harga saham di
pasar modal. Permintaan dan penawaran sendiri sangat terkait dengan kondisi mikro perusahaan atau
emiten dan kondisi makro ekonomi global.
Untuk menentukan apakah suatu investasi cocok dilakukan di suatu negara ataukah tidak, suatu sektor
usaha cocok untuk investasi ataukah tidak, dan pilihan-pilihan lain, investor harus memahami kondisi
ekonomi makro suatu negara.
Untuk jual beli saham di Pasar Modal, terdapat tiga indikator penting makro ekonomi yang harus
diperhatikkan, yaitu :

1. Pendapatan Domestik Bruto (PDB)


PDB dapat diartikan sebagai keseluruhan nilai dari semua barang yang dihasilkan oleh suatu negara.
Data PDB biasanya diterbitkan tiap kuartal dan dapat diakses melalui BPS. Yang perlu diperhatikan oleh
investor adalah pertumbuhan PDB. Semakin tumbuh PDB, berarti semakin baik suatu negara.
Bandingkan juga dengan pertumbuhan tahun lalu, adakah kenaikan atau malah menurun. Jika menurun,
bisa dimungkinkan adanya perlambatan ekonomi suatu negara. 

Selain menggambarkan kondisi ekonomi suatu negara, kondisi per sektor juga dapat dianalisis. Data
mengenai PDB per sektor dapat juga dilihat di BPS. Nah jika anda sebagai investor akan masuk ke salah
satu sektor investasi, misalnya pertambangan, jangan lupa untuk membandingkan PDB per sektor juga
karena tiap-tiap sektor bisa jadi mempunyai tingkat pertumbuhan yang berbeda-beda. Semakin tinggi
pertumbuhan PDB suatu sektor maka semakin baik untuk investasi.
2. Neraca Pedagangan
Sesuai namanya, neraca perdagangan bisa diangap suatu timbangan yang membandingkan impor
terhadap ekspor suatu negara. Jika ekspor lebih besar maka berarti neraca perdagangan positif/surplus,
dan sebaliknya jika impor yang lebih besar maka neracanya negatif/defisit. Jika neraca perdagangannya
selalu surplus, artinya ekonomi suatu negara dapat dikatakan baik. Logikanya, banyak barang yang
diekspor daripada yang diimpor, artinya negara tersebut "mampu mandiri" bahkan menyuplai
kebutuhan negara lain. Begitu juga sebaliknya, jika neraca perdagangan defisit, maka negara bisa jadi
bangkrut, atau minimal menjadi "tergantung" pada negara lain. Jika suatu negara banyak bergantung
pada negara lain, maka dimungkinkan secara politis dan ekonomis dikuasai / dipengaruhi oleh negara
asing. Nah, untuk investor, kondisi neraca perdagangan ini juga akan berpengaruh pada potensi
keuntungan karena jika banyak terjadi impor, kemungkinan perubahan biaya yang digunakan
perusahaan (terutama yang banyak menggunakan bahan impor) akan sangat berdampak jika ada
perubahan kurs . Untuk mengetahui kondisi ekspor dan impor Indonesia, anda dapat melihat di situs
BPS.

3. Tingkat Suku Bunga


Sebagai institusi yang bertanggung jawab atas kondisi perbankan, bank Indonesia merilis tingkat suku
bunga dan menjadi acuan perbankan untuk menentukan bunga yang akan dibebankan kepada nasabah
maupun istitusi perbankan lainnya (terutama bunga pinjaman). Jika Bank Indonesia menaikkan suku
bunga, maka dapat digambarkan bahwa bank Indonesia berpandangan bahwa aktivitas ekonomi
sebaiknya direm laju pertumbuhannya, dan sebaliknya, jika suku bunga diturunkan maka ekonomi akan
ditumbuhkan. mengapa suku bunga berpengaruh pada ekonomi? 

Secara logika, jika tingkat suku bunga naik, masyarakat akan cenderung menabung dan akan
berpengaruh pada pengurangan uang beredar. Artinya, masyarakat yang akan mengembangkan
usahanya dimungkinkan akan berpikir kembali, apakah mau ekspansi atau cukup dengan menabung
saja. Selain itu, logika lainnya adalah jika tingkat suku bunga dinaikkan, pebisnis yang akan ekspansi
(terutama yang menggunakan uang modal hutang) akan berpikir dua kali karena harus membandingkan
kembali potensi keuntungan, perkiraan BEP, dll dengan biaya hutang yang harus dibayar ke bank. Jadi,
dengan logika tersebut, jika terjadi kenaikan tingkat suku bunga, investasi ke produk perbankan
meningkat tetapi investasi ke sektor riil bisa menurun dan berlaku juga sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai