Anda di halaman 1dari 15

Kebijakan Moneter

Oleh :
1. QASIRATUT THARFI ( 1920603103 )
2. EMA NURSALIMAH (1920603053)
3. M.ONGKI WIJAYA (1920603119)
4.AHMAD MUHKRIM AL FURQON (1920603125)
5. ROMI FADILAH (1920603043)

Dosen pembimbing :
Aziz septiatin , SE,M.Si

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
2021/2022
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan proses mengatur persediaan uang sebuah negara
untuk mencapai tujuan tertentu misalnya menahan inflasi, mencapai pekerja penuh
atau lebih sejahtera

Contoh-Contoh Kebijakan Moneter
Contoh 1
Suatu negara memiliki tingkat kegiatan ekonomi yang belum mencapai target.
Umumnya, negara akan membuat kebijakan moneter berupa penurunan tingkat suku
bunga. Dengan demikian, jumlah orang yang meminjam ke bank akan meningkat.

Contoh 2
Sebuah negara mengalami inflasi sehingga bank sentral harus mengatur kebijakan
untuk mengatasinya. Bank sentral biasanya akan mengurangi jumlah uang tunai yang
beredar atau menurunkan cadangan kas negara.
Contoh 3

Terakhir, bank sentral menjalankan kebijakan dengan membeli sertifikat berharga


atau melelang sekuritas ke pasar modal.

Fungsi dari Kebijakan Moneter


Ada beberapa fungsi penting dari kebijakan moneter, antara lain sebagai berikut:

Penurun laju inflasi


Peraturan moneter berfungsi sebagai pengendali peredaran uang. Apabila terlalu
banyak uang yang beredar di masyarakat, inflasi menjadi sebuah permasalahan yang
tidak dapat dimungkiri. Nah, pembuatan kebijakan keuangan akan membantu
mengatasi hal tersebut

Penjaga kestabilan harga


Sebagai salah satu kebijakan ekonomi makro, kebijakan moneter mencakup
permasalahan yang terkait di dalamnya, termasuk inflasi. Keberadaan fenomena
inflasi menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa secara signifikan dalam kurun
waktu singkat. Maka dari itu, dibutuhkan peraturan moneter yang mampu menjaga
kestabilan harga jual beli.
Penjaga iklim investasi
Penanam modal alias investor akan melihat-lihat beberapa faktor penting, seperti
tingkat suku bunga. Adanya kebijakan keuangan membuat suku bunga dapat dikontrol
dengan baik.

Peningkat neraca pembayaran


Transaksi ekonomi internasional yang dilakukan oleh penduduk dalam negeri dengan
penduduk luar negeri dicatat dalam neraca pembayaran. Neraca pembayaran
merupakan suatu catatan statistik yang berisi ringkasan arus keluar dan masuknya
produk selama periode tertentu. Supaya neraca pembayaran tetap stabil, peraturan
moneter dan fiskal yang tepat dibutuhkan untuk mengendalikannya.

Penstabil nilai tukar mata uang


Masing-masing negara memiliki mata uang yang berbeda sehingga diperlukan nilai
tukar (exchange rate) sebagai alat ukurnya. Exchange rate akan berhubungan erat
dengan peraturan moneter. Pasalnya, ketika nilai tukar mata uang nasional melemah,
daya beli masyarakat pun akan ikut menurun. Selain itu, exchange rate yang lemah
juga membuat suku bunga meningkat secara drastis dan membuat harga barang-
barang impor naik. Nah, keberadaan kebijakan moneter akan menjadi penstabilnya.

Penyedia lapangan kerja


Bagaimana bisa peraturan moneter dihubungkan dengan lapangan pekerjaan?
Pembuat kebijakan atau bank sentral mempunyai wewenang untuk mengatur nilai
suku bunga. Ketika lapangan pekerjaan semakin menipis, bank sentral akan
meningkatkannya dengan cara menurunkan tingkat suku bunga agar kegiatan
ekonomi menjadi terdorong. Berkat perubahan diskonto, pelaku usaha dapat
mengembangkan bisnis atau memulai usaha baru.

Neraca Pembayaran Internasional

Neraca pembayaran dapat dikatakan dalam keadaan seimbang apabila jumlah nilai
barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor. Untuk mendapatkan
neraca pembayaran yang seimbang, pemerintah sering menjalankan kebijakan
moneter. Contohnya adalah dengan cara melakukan devaluasi.
Salah Satu Kebijakan Moneter adalah Mengurangi Jumlah Uang Yang beredar
Uang 
dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat
diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima
oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa

Fungsi Uang Menurut Mankiw (2006, h.169) uang adalah seperangkat aset dalam
perekonomian yang digunakan oleh orang-orang secara rutin untuk membeli barang
atau jasa dari orang-orang lain. Dalam perekonomian, uang memiliki tiga fungsi:

A Sebagai Alat Pertukaran ( medium of exchange ) Uang berarti sesuatu yang


diberikan oleh pembeli kepada penjual ketika dilakukan pembeli barang dan jasa.
Contoh, ketika membeli sebuah baju di toko pakaian, toko memberikan baju yang kita
inginkan tersebut dan kita memberikan uang kepada toko tersebut.

B Sebagai Satuan Hitung ( unit of account ) Ukuran untuk menetapkan harga-harga


serta mencatat tagihan dan utang. Ketika berbelanja, kita memerhatikan bahwa
sepotong baju Rp30.000 dan sebuah hamburger Rp10.000 di sini dapat kita lihat
bahwa perbedaan antara baju dengan humburger jika kita ingin mengukur dan
mencatat nilai ekonomis dengan menggunakan uang sebagai satuan hitung

a. Sebagai Penyimpan Nilai ( store of value ) Uang merupakan alat yang dapat
digunakan oleh masyarakat untuk mentransfer daya beli dari masa sekarang ke masa
depan. Ketika seorang penjual saat ini menerima uang sebagai pengganti atas barang
atau jasa, penjual tersebut bisa menyimpan uang tersebut dan menjadi pembeli barang
atau jasa yang lain pada waktu yang berbeda. Tentu saja, uang bukanlah satu-satunya
alat penyimpan nilai dalam ekonomi, karena seseorang juga bisa mentransfer daya
beli dari masa sekarang ke masa yang akan datang dengan menyimpan aset-aset yang
lain. Aset berupa uang maupun nonuang digolongkan sebagai kekayaan

Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Uang beredar

menurut Sukirno (2009, h. 124) menyatakan bahwa di dalam kehidupan


masyarakat, jumlah uang yang beredar ditentukan oleh kebijakan dari bank sentral
untuk menambah atau mengurangi jumlah uang melalui kebijakan moneter. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang yang beredar adalah:
1. Kebijakan Bank Sentral berupa hak otonom dan kebijakan moneter (meliputi:
politik diskonto, politik pasar terbuka, politik cash ratio, politik kredit selektif) dalam
mencetak dan mengedarkan uang kartal.
2. Kebijakan pemerintah melalui menteri keuangan untuk menambah peredaran uang
dengan cara mencetak uang logam dan uang kertas yang nominalnya kecil.
3. Bank umum dapat menciptakan uang giral melalui pembelian saham dan surat
berharga.
4 Tingkat pendapatan masyarakat
5. Tingkat suku bunga bank
Menurut Samuelson (2004, h, 190) mengemukakan bahwa suku bunga adalah
jumlah bunga yang dibayar perunit waktu yang disebut sebagai persentase dari jumlah
yang dipinjamkan. Dengan kata lain suku bunga adalah harga-harga yang di bayar
untuk meminjam uang, yang menginginkan peminjam mendapatkan sumber daya
nyata selama masa peminjaman.
Menurut Rahardja (2006, h. 8) dalam kegiatan perbankan konvensional ada 2
macam suku bunga yang diberikan bank kepada nasabahnya :
1. Bunga simpanan yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa
bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Sebagai contoh jasa giro, bunga
tabungan dan deposito.
2. Bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga,
contohnya bunga kredit. Kedua macam suku bunga ini merupakan komponen utama
faktor biaya dana yang harus di keluarkan oleh bank kepada nasabah sedangkan
bunga pinjaman merupakan pendapatan bank yang diterima dari nasabah. Baik bunga
simpanan maupun pinjaman, contohnya, jika bunga simpanan tinggi maka secara
otomatis bunga pinjaman kredit ikut naik dan demikian pula sebaliknya (Rahardja
2006, h.9)
6.Selera konsumen terhadap suatu barang (semakin tinggi selera konsumen terhadap
suatu barang maka harga barang tersebut akan terdorong naik, sehingga akan
mendorong jumlah uang yang beredar semakin banyak, demikian sebaliknya)
7. Harga barang
8. Kebijakan kredit dari pemerintah (Sukirno 2009, h. 124-125).

2.2. Definisi Jumlah Uang Beredar Di dalam membahas mengenai uang yang terdapat
dalam perekonomian sangat penting untuk membedakan diantara mata uang dalam
peredaran dan uang beredar. Mata uang dalam peredaran adalah seluruh jumlah uang
yang telah dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Sentral. Mata uang tersebut terdiri
dari dua jenis yaitu uang logam dan uang kertas. Dengan demikian mata uang dalam
peredaran sama dengan uang kartal. Sedangkan uang beredar adalah semua jenis uang
yang ada di dalam perekonomian yaitu jumlah dari mata uang dalam peredaran
ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum. Uang beredar atau money
supply dibedakan menjadi dua pengertian yaitu dalam arti sempit dan arti luas.

2 2.2.1. Uang Beredar Dalam Arti Sempit (M1) Uang beredar dalam arti sempit (M1)
didefinisikan sebagai uang kartal ditambah dengan uang giral (currency plus demand
deposits). M1 = C + DD Dimana: M1 = Jumlah uang beredar dalam arti sempit C =
Currency (uang cartal) DD = Demand Deposits (uang giral) Uang giral (DD) di sini
hanya mencakup saldo rekening koran/ giro milik masyarakat umum yang disimpan
di bank. Sedangkan saldo rekening koran milik bank pada bank lain atau bank sentral
(Bank Indonesia) ataupun saldo rekening                                                             2
Sukirno, 1981, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. 20 koran milik pemerintah pada bank atau bank
sentral tidak dimasukan dalam definisi DD. Satu hal lagi yang penting untuk dicatat
mengenai DD ini adalah bahwa yang dimaksud disini adalah saldo atau uang milik
masyarakat yang masih ada di bank dan belum digunakan pemiliknya untuk
membayar/ berbelanja. Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) bahwa
uang beredar adalah daya beli yang langsung bisa digunakan untuk pembayaran, bisa
diperluas dan mencakup alat-alat pembayaran yang “mendekati” uang, misalnya
deposito berjangka (time deposits) dan simpanan tabungan (saving deposits) pada
bank-bank. Uang yang disimpan dalam bentuk deposito berjangka dan tabungan ini
sebenarnya adalah juga adalah daya beli potensial bagi pemiliknya, meskipun tidak
semudah uang tunai atau cek untuk menggunakannya (Boediono, 1994: 3-5).

2.2.2. Uang Beredar Dalam Arti Luas (M2). Berdasarkan sistem moneter Indonesia,
uang beredar M2 sering disebut juga dengan likuiditas perekonomian. M2 diartikan
sebagai M1 plus deposito berjangka dan saldo tabungan milik masyarakat pada bank-
bank, karena perkembangan M2 ini juga bisa mempengaruhi perkembangan harga,
produksi dan keadaan ekonomi pada umumnya. M2 = M1 + TD + SD Dimana: TD =
time deposits (deposito berjangka) SD = savings deposits (saldo tabungan) Definisi
M2 yang berlaku umum untuk semua negara tidak ada, karena hal- hal khas masing-
masing negara perlu dipertimbangkan. Di Indonesia, M2 besarnya 21 mencakup
semua deposito berjangka dan saldo tabungan dalam rupiah pada bank- bank dengan
tidak tergantung besar kecilnya simpanan tetapi tidak mencakup deposito berjangka
dan saldo tabungan dalam mata uang asing (Boediono, 1994:5-6).

2.2.3. Uang Beredar Dalam Arti Lebih Luas (M3). Definisi uang beredar dalam arti
lebih luas adalah M3, yang mencakup semua deposito berjangka (TD) dan saldo
tabungan (SD), besar kecil, rupiah atau mata uang asing milik penduduk pada bank
oleh lembaga keuangan non bank. Seluruh TD dan SD ini disebut uang kuasi atau
quasi money. M3 = M2 + QM Dimana : QM = quasi money Di negara yang menganut
sistem devisa bebas (artinya setiap orang boleh memiliki dan memperjualbelikan
devisa secara bebas), seperti Indonesia, memang sedikit sekali perbedaan antara TD
dan SD dalam rupiah dan TD dan SD dalam dollar. Setiap kali membutuhkan rupiah
dollar bisa langsung menjualnya ke bank, atau sebaliknya. Dalam hal ini perbedaan
antara M2 dan M3 menjadi tidak jelas. TD dan SD dollar milik bukan penduduk tidak
termasuk dalam definisi uang kuasi (Boediono, 1994:6). 2.3. Teori-Teori Uang
Beredar

2.3.1. Teori Kuantitas mengenai Uang (Quantity Teory of Money) 22 Teori ini
sebenarnya adalah teori mengenai permintaan sekaligus penawaran akan uang, beserta
interaksi antara keduanya. Fokus dari teori tersebut adalah hubungan antara
penawaran uang (jumlah uang beredar) dengan nilai uang (tingkat harga). Hubungan
antara kedua variabel tersebut dijabarkan lewat konsepsi (teori) mereka mengenai
permintaan akan uang. Perubahan jumlah uang beredar atau penawaran uang
berinteraksi dengan permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang
(Boediono, 1994:17)

2.3.2. Teori Cambridge (Marshall-Pigou) Teori Cambridge, berpokok pada fungsi


uang sebagai alat tukar umum (mean of exchange). Karena itu, teori-teori Klasik
melihat kebutuhan uang (permintaan akan uang) dari masyarakat sebagai kebutuhan
akan alat likuid untuk tujuan transaksi. Teori Cambridge mengatakan bahwa
kegunaan dari pemegangan kekayaan dalam bentuk uang adalah karena uang (berbeda
dengan bentuk kekayaan lain) mempunyai sifat likuid sehingga dengan mudah bisa
ditukarkan dengan barang lain. Uang dipegang atau diminta oleh seseorang karena
sangat mempermudah transaksi atau kegiatan-kegiatan ekonomi lain dari orang
tersebut (sering disebut sebagai faktor “convenience’). Teori Cambridge lebih
menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung rugi) yang menghubungkan
antara permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi yang
direncanakannnya. Teoritisi Cambridge mengatakan bahwa permintaan selain
dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor-faktor kelembagaan, juga dipengaruhi
oleh tingkat bunga, besar kekayaan 23 warga masyarakat, dan ramalan/harapan
(expectations) dari para warga masyarakat mengenai masa mendatang. Faktor-faktor
lain ini mempengaruhi permintaan akan uang seseorang, dan demikian juga
mempengaruhi permintaan akan uang dari masyarakat secara keseluruhan (Boediono,
1994:23-25).

2.3.3. Teori Keynes Teori uang Keynes adalah teori yang bersumber pada teori
Cambridge, tetapi Keynes memang mengemukakan sesuatu yang betul-betul berbeda
dengan teori moneter tradisi Klasik. Pada hakekatnya perbedaan ini terletak pada
penekanan oleh Keynes pada fungsi uang yang lain, yaitu sebagai store of value dan
bukan hanya sebagai means of exchange. Teori ini kemudian terkenal dengan nama
teori Liquidity Preference (Boediono, 1994:27). Menurut Keynes, ada tiga tujuan
masyarakat memegang uang, yaitu:

1. Tujuan transaksi Keynes tetap menerima pendapat golongan Cambridge, bahwa


orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksi-transaksi yang
dilakukan, dan permintaan akan uang dari masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi
oleh tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga. Semakin besar tingkat
pendapatan nasional smakin besar volume transaksi dan semakin besar pula
kebutuhan uang untuk memnuhi tujuan transaksi. Demikian pula Keynes berpendapat
bahwa permintaan akan uang untuk tujuan transaksi inipun tidak merupakan sutu
proporsi yang konstan, tetapi dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya tingkat bunga.

2. Tujuan berjaga-jaga Keynes juga membedakan permintaan akan uang untuk tujuan
melakukan pembayaran-pembayaran yang tidak reguler atau yang diluar rencana
transaksi normal, misalnya untuk pembayaran keadaan-keadaan darurat seperti
kecelakaan, sakit, dan pembayaran yang tak terduga lain. Permintaan uang seperti ini
disebut dengan permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga (precautionary motive).
Menurut Keynes permintaan akan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang sama dengan faktor yang mempengaruhi permintaan akan uang
utuk transaksi, yaitu terutama dipengaruhi oleh tingkat penghasilan dan tingkat bunga.
3. Tujuan spekulasi Motif dari pemegangan uang untuk tujuan spekulasi adalah
terutama bertujuan untuk memperoleh “keuntungan” yang bisa diperoleh dari
seandainya si pemegang uang tersebut meramal apa yang akan terjadi dengan betul.

Inflasi

Pengertian Inflasi Menurut Rahardja dan Manurung (2004, h.155) mendefinisikan


inflasi adalah kenaikan harga barang barang yang bersifat umum dan terus menerus
sehingga nilai mata uang menjadi turun. Seperti penyakit, inflasi berasal dari banyak
sebab. Kenaikan harga yang bisa diramalkan dapat memberikan angin segar terhadap
pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat inflasi yang rendah dapat mendorong serta
memanaskan kegiatan ekonomi sehingga dapat menambah produktivitas atau output
nyata, inflasi melambung dapat menyebabkan kerugian yang serius pada produktivitas
dan kepada individu melalui redistribusi pendapatan dan kekayaan (Samuelson &
Nordhaus 2004, h.390)

Jenis-Jenis Inflasi

Menurut Sukirno (2006 h. 337) dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis berdasarkan keparahannya antara lain :

a. Inflasi ringan ( kurang dari 10 persen / tahun) Inflasi ringan adalah inflasi yang
masih belum terlalu mengganggu keadaan ekonomi. Inflasi ini dapat dikendalikan
karena harga-harga naik secara umum, tetapi belum mengakibatkan krisis di bidang
ekonomi. Inflasi ringan nilainya di bawah10 persen per tahun.

b. Inflasi sedang ( antara 10 persen sampai 30 persen tahun) Inflasi sedang belum
membahayakan kegiatan ekonomi, tetapi inflasi ini dapat menurunkan kesejahteraan
masyarakat yang mempunyai penghasilan yang tetap, inflasi sedang berkisar antara 10
persen -30 persen per tahun

c. Inflasi berat (antara 30 persen sampai 100 persen / tahun) Inflasi berat, inflasi
sudah mengacaukan perekonomian pada kondisi inflasi berat ini orang cenderung
menyimpan barang. Orang tidak mau untung menabung karena bunga bank lebih
rendah dari laju tingkat inflsi. Inflasi berat berkisar antara 30 persen - 100 persen per
tahun.

d. Inflasi sangat berat atau Hiperinflasi ( lebih dari 100 persen / tahun) Inflasi sangat
berat atau Hiperinflasi. Inflasi jenis ini sudah mengacaukan kondisi perekonomian
dan susah dikendalikan walaupun dengan tindakan 15 moneter dan tindakan fiskal.
Inflasi sangat berat ini nilainya di atas 100 persen per tahun.

Dampak Inflasi

Menurut Nanga (2005, h. 245) inflasi yang terjadi di dalam suatu perekonomian
memiliki beberapa dampak atau akibat sebagai berikut:
a. Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota
masyarakat, dan inilah yang disebut efek redistribusi dari inflasi (redistribusi effect of
inflation). Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota
masyarakat, sebab retribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan
riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lainnya jatuh. Namun parah
atau setidaknya dampak inflasi terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan
tersebut adalah sangat tergantung pada apakah inflasi tersebut dapat diantisipasi
(anticipated) ataukah tidak dapat diantisipasi (unanticupated). Inflasi yang tidak dapat
diantisipasi sudah tentu akan mempunyai dampak atau akibat yang jauh lebih serius
terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan, dibandingkan dengan inflasi yang
dapat diantisipasi.

b. Inflasi juga dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi (economic


efficiency). Hal ini dapat terjadi karena inflasi mengalahkan sumberdaya dari
investasi yang produktif (pruductive investment) ke investasi yang tidak produktif
(unproductive investment) sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produtif. Ini yang
disebut “efficiency effect of inflation”.

c. Inflasi juga dapat menyebabkan perubahan-perubahan di dalam output dan


kesempatan kerja (employment), dengan cara yang lebih langsung yaitu 16 dengan
memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah
dilakukan, dan juga memotivasi orang untuk bekerja lebih atau kurang dari yang telah
dilakukan selama ini. Ini disebut “output and employment effect of inflation”.

d. Inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil (unstable enviroment)
bagi keputusan ekonomi. Jika sekira nya konsumen memperkirakan bahwa tingkat
inflasi dimasa mendatang akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan
pembelian barang-barang dan jasa secara besar-besaran pada saat sekarang ketimbang
mereka menunggu dimana tingkat harga sudah meningkat lagi. Begitu pula halnya
dengan bank atau lembaga peminjaman (lenders) lainnya, jika sekiranya menduga
bahwa tingkat inflasi akan naik di masa mendatang, maka mereka akan mengenakan
tingkat bunga yang tinggi atas peminjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi
dalam menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan ( Nanga, 2005, h. 247).
Cara Mengatasi Infasi

Menurut ( Nanga, 2005 h. 247) ada beberapa cara mengatasi inflasi yang terjadi, cara
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kebijakan moneter, kebijakan fisikal,
dan kebijakan non moneter.

1. Cara mengatasi inflasi dengan menggunakan kebijakan moneter, contohnya adalah


dengan politik diskonto, cara politik diskonto ini dilakukan dengan cara menaikan
suku bunga bank, dengan harapan agar masyarakat lebih tertarik untuk menyimpan
uang yang beredar akan berkurang.

2. Cara mengatasi inflasi dengan menggunakan kebijakan fiskal, contoh adalah


dengan pajak, dengan tarif pajak dinaikan diharapkan uang yang beredar berkurang,
uang yang beredar berkurang karena jumlah pajak yang disetorkan oleh masyarakat
lebih besar (banyak) daripada sebelum tarif pajak naik.

3. Cara mengatasi inflasi dengan menggunakan kebijakan non moneter, contoh dari
cara mengatasi inflasi dengan kebijakan ini adalah dengan meningkatkan produksi,
pemerintah membantu dan mendorong para pengusaha untuk menaikkan atau
meningkat produksinya, diharapkan dengan meningkatnya produksi akan
menghasilkan output yang beredar dipasaran lebih banyak maka harga diharapkan
akan turun sehingga inflasi dapat diatasi.

Hubungan Suku Bunga dengan Jumlah Uang Beredar

Menurut Sunariyah (2006, h. 76) bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang
diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang
membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang
harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar
oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman. Menurut Sunariyah
(2006 h. 81) suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka
mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu
perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri
tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana.
Maka pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.
Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar.
Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.
Lebih lanjut Sunariyah (2006, h. 81) suku bunga adalah biaya yang harus dibayar
oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi
pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap
pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk
tabungan. Suku bunga dibedakan menjadi dua, suku bunga nominal dan suku bunga
riil. Suku bunga nominal adalah tingkat bunga (rate) yang dapat diamati di pasar.
Sedangkan suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang
sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang
diharapkan. Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan
tingkat harga, ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang yang beredar di
masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh
pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Selanjutnya Menurut
Kem dan Guttman dalam (Mahmud 2004, h. 23) menganggap bahwa suku bunga
merupakan suatu harga dan sebagaimana harga lainnya, maka tingkat suku bunga
ditentukan oleh interaksi antara permintaan dengan penawaran. Suku bunga yang
merupakan harga dana yang dapat dipinjamkan, besarnya ditentukan oleh preferensi
dan sumber pinjaman dari berbagai pelaku ekonomi di pasar. Preferensi pemberian
pinjaman pada umumnya memiliki hubungan positif dengan suku bunga, sementara
pinjaman atau hutang berhubungan secara negatif. Artinya, jika suku bunga yang
berlaku di pasar relatif 19 meningkat, maka penawaran untuk bersedia meminjamkan
sejumlah uang akan meningkat. Tetapi, jumlah orang yang meminjam akan
mengalami penurunan. Dengan kata lain, besarnya tingkat suku bunga dipengaruhi
oleh penawaran (supply) dan permintaan (demand) dari uang tersebut.

Hubungan Inflasi dengan Jumlah Uang Beredar


Menurut Mankiw (2007, 46), keeratan hubungan inflasi dengan jumlah uang beredar
tidak dapat dilihat dalam jangka pendek. Teori inflasi ini bekerja paling baik dalam
jangka panjang, bukan dalam jangka pendek. Dengan demikian, hubungan antara
pertumbuhan uang dan inflasi dalam data bulanan tidak akan seerat hubungan
keduanya jika dilihat selama periode 10-tahun. Nilai uang ditentukan oleh supply dan
demand terhadap uang. Jumlah uang beredar ditentukan oleh Bank Sentral, sementara
jumlah uang yang diminta (money demand) ditentukan oleh beberapa faktor, antara
lain tingkat harga rata- rata dalam perekonomian. Jumlah uang yang diminta oleh
masyarakat untuk melakukan transaksi bergantung pada tingkat harga barang dan
jasa yang tersedia. Semakin tinggi tingkat harga, semakin besar jumlah uang yang
diminta. Inflasi merupakan salah satu bentuk penyakit ekonomi yang sering dialami
oleh hampir semua negara. Dalam perekonomian Indonesia, permasalahan tingkat
inflasi merupakan indikator ekonomi makro yang sangat penting karena jika tidak
segera diatasi, tingkat inflasi mempunyai dampak negatif yang parah terhadap
perekonomian. Menurut Teori Kuantitas Uang, adanya perubahan jumlah uang
beredar akan mempengaruhi perubahan tingkat harga yang biasa disebut tingkat
inflasi. 2

kesimpulan : Kebijakan moneter merupakan kebijakan untuk mengatur


persediaan uang dalam sebuah negara. Tujuannya adalah untuk pengendalian
ekonomi secara makro agar tercipta kestabilan ekonomi dengan mengatur jumlah
uang yang beredar. Dengan terkendalinya peredaran uang, inflasi bisa dikendalikan.
Selain pengaturan jumlah uang yang beredar, terdapat instrumen kebijakan
moneter lainnya yaitu penetapan suku bunga acuan dari bank sentral. Apabila
kestabilan dalam kondisi perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter bisa
digunakan untuk memulihkan atau menstabilisasikan ekonomi. Pengaruh kebijakan
moneter pertama kali bakal dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian
berlanjut pada sektor riil. Kebijakan moneter dibuat oleh bank sentral berdasarkan
analisa dan masukan seperti tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, investasi,
perdagangan internasional, dan faktor lainnya.

https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/cerita-bi/Pages/Uang-Beredar-Januari-
2021-Tumbuh-11-8-yoy-Menjadi-6761-Triliun.aspx
https://www.akseleran.co.id/blog/kebijakan-moneter/

https://kamus.tokopedia.com/k/kebijakan-moneter/

https://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter

http://e-journal.uajy.ac.id/2806/3/2EP15708.pdf

Anda mungkin juga menyukai