Oleh :
1. QASIRATUT THARFI ( 1920603103 )
2. EMA NURSALIMAH (1920603053)
3. M.ONGKI WIJAYA (1920603119)
4.AHMAD MUHKRIM AL FURQON (1920603125)
5. ROMI FADILAH (1920603043)
Dosen pembimbing :
Aziz septiatin , SE,M.Si
Contoh-Contoh Kebijakan Moneter
Contoh 1
Suatu negara memiliki tingkat kegiatan ekonomi yang belum mencapai target.
Umumnya, negara akan membuat kebijakan moneter berupa penurunan tingkat suku
bunga. Dengan demikian, jumlah orang yang meminjam ke bank akan meningkat.
Contoh 2
Sebuah negara mengalami inflasi sehingga bank sentral harus mengatur kebijakan
untuk mengatasinya. Bank sentral biasanya akan mengurangi jumlah uang tunai yang
beredar atau menurunkan cadangan kas negara.
Contoh 3
Neraca pembayaran dapat dikatakan dalam keadaan seimbang apabila jumlah nilai
barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor. Untuk mendapatkan
neraca pembayaran yang seimbang, pemerintah sering menjalankan kebijakan
moneter. Contohnya adalah dengan cara melakukan devaluasi.
Salah Satu Kebijakan Moneter adalah Mengurangi Jumlah Uang Yang beredar
Uang
dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat
diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima
oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa
Fungsi Uang Menurut Mankiw (2006, h.169) uang adalah seperangkat aset dalam
perekonomian yang digunakan oleh orang-orang secara rutin untuk membeli barang
atau jasa dari orang-orang lain. Dalam perekonomian, uang memiliki tiga fungsi:
a. Sebagai Penyimpan Nilai ( store of value ) Uang merupakan alat yang dapat
digunakan oleh masyarakat untuk mentransfer daya beli dari masa sekarang ke masa
depan. Ketika seorang penjual saat ini menerima uang sebagai pengganti atas barang
atau jasa, penjual tersebut bisa menyimpan uang tersebut dan menjadi pembeli barang
atau jasa yang lain pada waktu yang berbeda. Tentu saja, uang bukanlah satu-satunya
alat penyimpan nilai dalam ekonomi, karena seseorang juga bisa mentransfer daya
beli dari masa sekarang ke masa yang akan datang dengan menyimpan aset-aset yang
lain. Aset berupa uang maupun nonuang digolongkan sebagai kekayaan
2.2. Definisi Jumlah Uang Beredar Di dalam membahas mengenai uang yang terdapat
dalam perekonomian sangat penting untuk membedakan diantara mata uang dalam
peredaran dan uang beredar. Mata uang dalam peredaran adalah seluruh jumlah uang
yang telah dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Sentral. Mata uang tersebut terdiri
dari dua jenis yaitu uang logam dan uang kertas. Dengan demikian mata uang dalam
peredaran sama dengan uang kartal. Sedangkan uang beredar adalah semua jenis uang
yang ada di dalam perekonomian yaitu jumlah dari mata uang dalam peredaran
ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum. Uang beredar atau money
supply dibedakan menjadi dua pengertian yaitu dalam arti sempit dan arti luas.
2 2.2.1. Uang Beredar Dalam Arti Sempit (M1) Uang beredar dalam arti sempit (M1)
didefinisikan sebagai uang kartal ditambah dengan uang giral (currency plus demand
deposits). M1 = C + DD Dimana: M1 = Jumlah uang beredar dalam arti sempit C =
Currency (uang cartal) DD = Demand Deposits (uang giral) Uang giral (DD) di sini
hanya mencakup saldo rekening koran/ giro milik masyarakat umum yang disimpan
di bank. Sedangkan saldo rekening koran milik bank pada bank lain atau bank sentral
(Bank Indonesia) ataupun saldo rekening 2
Sukirno, 1981, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. 20 koran milik pemerintah pada bank atau bank
sentral tidak dimasukan dalam definisi DD. Satu hal lagi yang penting untuk dicatat
mengenai DD ini adalah bahwa yang dimaksud disini adalah saldo atau uang milik
masyarakat yang masih ada di bank dan belum digunakan pemiliknya untuk
membayar/ berbelanja. Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) bahwa
uang beredar adalah daya beli yang langsung bisa digunakan untuk pembayaran, bisa
diperluas dan mencakup alat-alat pembayaran yang “mendekati” uang, misalnya
deposito berjangka (time deposits) dan simpanan tabungan (saving deposits) pada
bank-bank. Uang yang disimpan dalam bentuk deposito berjangka dan tabungan ini
sebenarnya adalah juga adalah daya beli potensial bagi pemiliknya, meskipun tidak
semudah uang tunai atau cek untuk menggunakannya (Boediono, 1994: 3-5).
2.2.2. Uang Beredar Dalam Arti Luas (M2). Berdasarkan sistem moneter Indonesia,
uang beredar M2 sering disebut juga dengan likuiditas perekonomian. M2 diartikan
sebagai M1 plus deposito berjangka dan saldo tabungan milik masyarakat pada bank-
bank, karena perkembangan M2 ini juga bisa mempengaruhi perkembangan harga,
produksi dan keadaan ekonomi pada umumnya. M2 = M1 + TD + SD Dimana: TD =
time deposits (deposito berjangka) SD = savings deposits (saldo tabungan) Definisi
M2 yang berlaku umum untuk semua negara tidak ada, karena hal- hal khas masing-
masing negara perlu dipertimbangkan. Di Indonesia, M2 besarnya 21 mencakup
semua deposito berjangka dan saldo tabungan dalam rupiah pada bank- bank dengan
tidak tergantung besar kecilnya simpanan tetapi tidak mencakup deposito berjangka
dan saldo tabungan dalam mata uang asing (Boediono, 1994:5-6).
2.2.3. Uang Beredar Dalam Arti Lebih Luas (M3). Definisi uang beredar dalam arti
lebih luas adalah M3, yang mencakup semua deposito berjangka (TD) dan saldo
tabungan (SD), besar kecil, rupiah atau mata uang asing milik penduduk pada bank
oleh lembaga keuangan non bank. Seluruh TD dan SD ini disebut uang kuasi atau
quasi money. M3 = M2 + QM Dimana : QM = quasi money Di negara yang menganut
sistem devisa bebas (artinya setiap orang boleh memiliki dan memperjualbelikan
devisa secara bebas), seperti Indonesia, memang sedikit sekali perbedaan antara TD
dan SD dalam rupiah dan TD dan SD dalam dollar. Setiap kali membutuhkan rupiah
dollar bisa langsung menjualnya ke bank, atau sebaliknya. Dalam hal ini perbedaan
antara M2 dan M3 menjadi tidak jelas. TD dan SD dollar milik bukan penduduk tidak
termasuk dalam definisi uang kuasi (Boediono, 1994:6). 2.3. Teori-Teori Uang
Beredar
2.3.1. Teori Kuantitas mengenai Uang (Quantity Teory of Money) 22 Teori ini
sebenarnya adalah teori mengenai permintaan sekaligus penawaran akan uang, beserta
interaksi antara keduanya. Fokus dari teori tersebut adalah hubungan antara
penawaran uang (jumlah uang beredar) dengan nilai uang (tingkat harga). Hubungan
antara kedua variabel tersebut dijabarkan lewat konsepsi (teori) mereka mengenai
permintaan akan uang. Perubahan jumlah uang beredar atau penawaran uang
berinteraksi dengan permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang
(Boediono, 1994:17)
2.3.3. Teori Keynes Teori uang Keynes adalah teori yang bersumber pada teori
Cambridge, tetapi Keynes memang mengemukakan sesuatu yang betul-betul berbeda
dengan teori moneter tradisi Klasik. Pada hakekatnya perbedaan ini terletak pada
penekanan oleh Keynes pada fungsi uang yang lain, yaitu sebagai store of value dan
bukan hanya sebagai means of exchange. Teori ini kemudian terkenal dengan nama
teori Liquidity Preference (Boediono, 1994:27). Menurut Keynes, ada tiga tujuan
masyarakat memegang uang, yaitu:
2. Tujuan berjaga-jaga Keynes juga membedakan permintaan akan uang untuk tujuan
melakukan pembayaran-pembayaran yang tidak reguler atau yang diluar rencana
transaksi normal, misalnya untuk pembayaran keadaan-keadaan darurat seperti
kecelakaan, sakit, dan pembayaran yang tak terduga lain. Permintaan uang seperti ini
disebut dengan permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga (precautionary motive).
Menurut Keynes permintaan akan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang sama dengan faktor yang mempengaruhi permintaan akan uang
utuk transaksi, yaitu terutama dipengaruhi oleh tingkat penghasilan dan tingkat bunga.
3. Tujuan spekulasi Motif dari pemegangan uang untuk tujuan spekulasi adalah
terutama bertujuan untuk memperoleh “keuntungan” yang bisa diperoleh dari
seandainya si pemegang uang tersebut meramal apa yang akan terjadi dengan betul.
Inflasi
Jenis-Jenis Inflasi
Menurut Sukirno (2006 h. 337) dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis berdasarkan keparahannya antara lain :
a. Inflasi ringan ( kurang dari 10 persen / tahun) Inflasi ringan adalah inflasi yang
masih belum terlalu mengganggu keadaan ekonomi. Inflasi ini dapat dikendalikan
karena harga-harga naik secara umum, tetapi belum mengakibatkan krisis di bidang
ekonomi. Inflasi ringan nilainya di bawah10 persen per tahun.
b. Inflasi sedang ( antara 10 persen sampai 30 persen tahun) Inflasi sedang belum
membahayakan kegiatan ekonomi, tetapi inflasi ini dapat menurunkan kesejahteraan
masyarakat yang mempunyai penghasilan yang tetap, inflasi sedang berkisar antara 10
persen -30 persen per tahun
c. Inflasi berat (antara 30 persen sampai 100 persen / tahun) Inflasi berat, inflasi
sudah mengacaukan perekonomian pada kondisi inflasi berat ini orang cenderung
menyimpan barang. Orang tidak mau untung menabung karena bunga bank lebih
rendah dari laju tingkat inflsi. Inflasi berat berkisar antara 30 persen - 100 persen per
tahun.
d. Inflasi sangat berat atau Hiperinflasi ( lebih dari 100 persen / tahun) Inflasi sangat
berat atau Hiperinflasi. Inflasi jenis ini sudah mengacaukan kondisi perekonomian
dan susah dikendalikan walaupun dengan tindakan 15 moneter dan tindakan fiskal.
Inflasi sangat berat ini nilainya di atas 100 persen per tahun.
Dampak Inflasi
Menurut Nanga (2005, h. 245) inflasi yang terjadi di dalam suatu perekonomian
memiliki beberapa dampak atau akibat sebagai berikut:
a. Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota
masyarakat, dan inilah yang disebut efek redistribusi dari inflasi (redistribusi effect of
inflation). Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota
masyarakat, sebab retribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan
riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lainnya jatuh. Namun parah
atau setidaknya dampak inflasi terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan
tersebut adalah sangat tergantung pada apakah inflasi tersebut dapat diantisipasi
(anticipated) ataukah tidak dapat diantisipasi (unanticupated). Inflasi yang tidak dapat
diantisipasi sudah tentu akan mempunyai dampak atau akibat yang jauh lebih serius
terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan, dibandingkan dengan inflasi yang
dapat diantisipasi.
d. Inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil (unstable enviroment)
bagi keputusan ekonomi. Jika sekira nya konsumen memperkirakan bahwa tingkat
inflasi dimasa mendatang akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan
pembelian barang-barang dan jasa secara besar-besaran pada saat sekarang ketimbang
mereka menunggu dimana tingkat harga sudah meningkat lagi. Begitu pula halnya
dengan bank atau lembaga peminjaman (lenders) lainnya, jika sekiranya menduga
bahwa tingkat inflasi akan naik di masa mendatang, maka mereka akan mengenakan
tingkat bunga yang tinggi atas peminjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi
dalam menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan ( Nanga, 2005, h. 247).
Cara Mengatasi Infasi
Menurut ( Nanga, 2005 h. 247) ada beberapa cara mengatasi inflasi yang terjadi, cara
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan kebijakan moneter, kebijakan fisikal,
dan kebijakan non moneter.
3. Cara mengatasi inflasi dengan menggunakan kebijakan non moneter, contoh dari
cara mengatasi inflasi dengan kebijakan ini adalah dengan meningkatkan produksi,
pemerintah membantu dan mendorong para pengusaha untuk menaikkan atau
meningkat produksinya, diharapkan dengan meningkatnya produksi akan
menghasilkan output yang beredar dipasaran lebih banyak maka harga diharapkan
akan turun sehingga inflasi dapat diatasi.
Menurut Sunariyah (2006, h. 76) bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang
diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang
membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang
harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar
oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman. Menurut Sunariyah
(2006 h. 81) suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka
mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu
perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri
tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana.
Maka pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.
Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar.
Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.
Lebih lanjut Sunariyah (2006, h. 81) suku bunga adalah biaya yang harus dibayar
oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi
pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap
pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk
tabungan. Suku bunga dibedakan menjadi dua, suku bunga nominal dan suku bunga
riil. Suku bunga nominal adalah tingkat bunga (rate) yang dapat diamati di pasar.
Sedangkan suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang
sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang
diharapkan. Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan
tingkat harga, ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang yang beredar di
masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh
pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Selanjutnya Menurut
Kem dan Guttman dalam (Mahmud 2004, h. 23) menganggap bahwa suku bunga
merupakan suatu harga dan sebagaimana harga lainnya, maka tingkat suku bunga
ditentukan oleh interaksi antara permintaan dengan penawaran. Suku bunga yang
merupakan harga dana yang dapat dipinjamkan, besarnya ditentukan oleh preferensi
dan sumber pinjaman dari berbagai pelaku ekonomi di pasar. Preferensi pemberian
pinjaman pada umumnya memiliki hubungan positif dengan suku bunga, sementara
pinjaman atau hutang berhubungan secara negatif. Artinya, jika suku bunga yang
berlaku di pasar relatif 19 meningkat, maka penawaran untuk bersedia meminjamkan
sejumlah uang akan meningkat. Tetapi, jumlah orang yang meminjam akan
mengalami penurunan. Dengan kata lain, besarnya tingkat suku bunga dipengaruhi
oleh penawaran (supply) dan permintaan (demand) dari uang tersebut.
https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/cerita-bi/Pages/Uang-Beredar-Januari-
2021-Tumbuh-11-8-yoy-Menjadi-6761-Triliun.aspx
https://www.akseleran.co.id/blog/kebijakan-moneter/
https://kamus.tokopedia.com/k/kebijakan-moneter/
https://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter
http://e-journal.uajy.ac.id/2806/3/2EP15708.pdf