OLEH:
Ni Luh Gede Devi Yulistia Dewi 17.321.2690
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai dengan berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Mansjoer, Arif, 2016)
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2017).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik kronis yang tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin
atau ketidakadekutan penggunaan insulin. (Engram , 2015)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditentukan oleh National Diabetes Data Group of The National
Institutes of Health, sebagai berikut :
1. Diabetes Melitus tipe I atau IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Melitus ) atau tipe
juvenil
Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi insulin
untuk mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut juvenile onset,
karena kebanyakan terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi sel
beta pankreas dan menjurus ke defisiensi insulin absolut. Mereka cenderung mengalami
komplikasi metabolik akut berupa ketosis dan ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes melitus)
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin secara
absolut melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Terjadi pada semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada
kecenderungan familiar.
NIDDM dapat berhubungan dengan tingginya kadar insulin yang beredar dalam darah
namun tetap memiliki reseptor insulin dan fungsi post reseptor yang tidak efektif.
3. Gestational Diabetes
Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational. Yaitu intoleransi glukosa yang
timbul selama kehamilan, dimana meningkatnya hormon – hormon pertumbuhan dan
meningkatkan suplai asam amino dan glukosa pada janin yang mengurangi
keefektifitasan insulin.
4. Intoleransi glukosa
Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu., yaitu hiperglikemi yang
terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat – obatan, dan bahan kimia.
Kelainan reseptor insulin dan sindrome genetik tertentu. Umumnya obat – obatan yang
mencetuskan terjadinya hiperglikemia antara lain : diuretik furosemid ( lasik ), dan
thiazide, glukotikoid, epinefrin, dilantin, dan asam nikotinat ( Long, 2017).
C. ETIOLOGI
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap
sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
D. PATOFISIOLOGI
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,
karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam
darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air
hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler,
hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik. (Smeltzer, 2017)
1. Komplikasi Akut,
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
c. Hypoglikemia
Hypoglikemia ( Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi aklau
kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat
terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit.
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan. a.
Mikrovaskuler
1) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan – perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah
meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin.
3) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom,
Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan –
perubahan metabolik lain dalam sintesa atau funsi myelin yang dikaitkan
dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf.
b. Makrovaskuler
1) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis),
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoes, dkk. (2013) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada
penderita penyakit diabetes mellitus antara lain :
e. Elektrolit
Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun. (Normal : 135-145 mEq/lt).
g. Gas darah arteri, biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (
asidosis metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. (Normal : pH
7,257,45).
k. Insulin darah mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada (tipe I) atau normal
sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin dalam
penggunaannya (endogen atau eksogen ).
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100
Kurus (underweight)
a. Kurus (underweight) : BBR < 90 %
b. Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
c. Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
d. Obesitas, apabila : BBR > 120 %
1) Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
2) Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
3) Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
4) Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM
yang bekerja biasa adalah:
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas
insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah
satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam
cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
Mekanisme kerja sulfanilurea
1) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2) Kerja OAD tingkat reseptor
Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
5. Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik (Tjokroprawiro, 2005).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan
lingkungan.
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan secara
kesehatan pasien. Sumber data diperoleh dari pasien, keluarga, catatan medik, dan perawat.
Adapun cara pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara, observasi dan
pemeriksaan fisik.
Pengumpulan data pada klien dengan gangguan sistem endokrin akibat Diabetes Mellitus
meliputi:
1) Data Biografi
a) Identitas Klien
Meliputi nama, umur biasanya penderita Diabetes Mellitus Tipe II berusia diatas 40 tahun, jenis
kelamin, agama, pendidikan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien yang
akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman klien akan suatu informasi, pekerjaan perlu
dikaji untuk mengetahui apakah pekerjaannya merupakan faktor predisposisi atau bahkan
faktor presipitasi terjadinya penyakit DM, suku/bangsa, status marital, tanggal masuk RS,
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan
dengan klien.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya klien dengan Diabetes Mellitus akan mengeluh adanya gejala-gejala spesifik
seperti poliuria, polidipsi dan poliphagia, mengeluh kelemahan dan penurunan berat badan.
Pada klien DM tipe II biasanya juga mengeluh pruritus vulvular, kelelahan, gangguan
penglihatan, peka rangsang, dan kram otot yang menunjukkan gangguan elektrolit dan
terjadinya komplikasi aterosklerosis. Dapat juga adanya keluhan luka yang tidak sembuh-
sembuh atau bahkan membusuk menjadi latar belakang penderita datang ke rumah sakit.
Keluhan utama dikembangkan dengan metode PQRST dari mulai keluhan dirasakan sampai
Berisi tentang keluhan klien pada saat dilakukan pengkajian yang dikembangkan dengan
metode PQRST.
Perlu dikaji apakah klien memiliki riwayat obesitas, hipertensi, riwayat penyakit pankreatitis
kronis, dan riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi,
penyakit), atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiazid, kontrasepsi oral). Perlu juga
dikaji apakah klien pernah dirawat di rumah sakit karena keluhan yang sama.
Pada umumnya penderita DM mudah terkena penyakit peradangan atau infeksi seperti TBC
Paru, sehingga perlu dikaji apakah pada keluarga ada yang mempunyai penyakit menular
DM karena DM merupakan salah satu penyakit yang diturunkan, juga perlu ditanyakan
apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit keturunan seperti asma, hipertensi,
Perlu dikaji pola aktivitas klien selama di rumah, dan pola aktivitas klien kini di rumah sakit,
meliputi pola nutrisi (makan dan minum), eliminasi (BAB/BAK), istirahat tidur, personal
hygiene, dan aktivitas gerak. Dikaji kebiasaan/pola makan klien apakah teratur atau tidak dan
berapa banyak porsi sekali makan, apakah klien sering makan makanan tambahan/cemilan
terutama yang manis-manis, apakah ada keluhan selalu merasa lapar walaupun sudah banyak
makan atau ada keluhan penurunan/hilang nafsu makan karena mual/muntah, apakah klien
melanggar program diet yang telah ditetapkan dengan cara memakan makanan yang
dipantang, apakah ada penurunan berat badan dalam periode beberapa hari/minggu, kaji
apakah ada keluhan banyak minum dan selalu merasa haus. Perlu juga dikaji apakah klien
mengeluh sering BAK terutama malam hari, serta kaji pula kebiasaan klien berolah raga atau
beraktivitas sehari-hari.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Pernafasan
Biasanya frekuensi nafas normal bila tidak terdapat komplikasi, akan sedikit meningkat pada
klien diabetes yang sudah lansia karena menurunnya otot-otot pernafasan sehingga
Akan didapatkan pernafasan kussmaul jika penderita mengalami ketoasidosis dan didapat pula
nafas yang berbau aseton, dan bau halitosis atau bau manis. Bisa juga didapatkan keluhan batuk
dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak), dapat pula terjadi
paraestesia atau paralysis pada otot-otot pernafasan (jika kadar Kalium menurun cukup tajam).
b) Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer melemah terutama pada tibia
posterior, dan dorsalis pedis, terjadinya aterosklerosis yang dapat terbentuk baik pada
pembuluh darah besar (makrovaskuler) atau pembuluh darah kecil (mikrovaskuler). Kaji pula
adanya hipertensi, edema jaringan umum, disritmia jantung, nadi lemah halus, pucat, dan
takikardia serta palpitasi menunjukkan terjadinya hipoglikemik. Apabila telah terjadi neuropati
pada kelainan jantung maka akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat.
c) Sistem Pencernaan
Kaji adanya polidipsi, poliphagi, mual, muntah, konstipasi, diare, perasaan penuh pada perut,
obesitas ataupun penurunan berat badan yang berlebihan pada periode beberapa hari/minggu
d) Sistem Persarafan
Biasanya didapatkan data penurunan sensasi sensori, rasa pusing, sakit kepala, kesemutan,
kelemahan pada otot, bahkan sampai paraestesia, gangguan penglihatan, didapat juga gangguan
orientasi dengan data klien tampak mengantuk, gelisah, letargi, stupor, bahkan sampai koma
bila klien telah mengalami komplikasi ketoasidosis, hipoglikemia dan adanya aktivitas kejang.
e) Sistem Endokrin
Biasanya pada klien diabetes didapatkan gejala trias P yaitu Poliuria, Polidipsi dan Poliphagia.
Kondisi klien akan lebih berat jika penderita mempunyai penyakit penyerta lain terutama
gangguan pada hormon lain. Oleh karena itu perlu dikaji penyakit yang dapat ditimbulkan oleh
kerja hormon-hormon tersebut seperti adanya pembesaran kelenjar tiroid paratiroid, moonface,
adanya tremor, dll. Jika tidak ada gangguan pada hormon lain maka pengkajian difokuskan
pada hal-hal yang berhubungan dengan DM seperti trias P, penggunaan insulin, dan faktor
hipoglikemik.
f) Sistem Genitourinaria
Biasanya terjadi perubahan pola dan frekuensi berkemih (poliuria) dan terkadang nokturia, rasa
nyeri dan terbakar saat BAK, kesulitan berkemih karena infeksi, bahkan bisa terjadi infeksi
saluran kemih. Urine akan tampak lebih encer, pucat, kuning, dan poliuria dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat. Urine bisa tercium bau busuk jika
infeksi. Klien sering merasa haus sehingga intake cairan bertambah. Perlu dikaji juga adanya
masalah impotensi pada laki-laki dan masalah orgasme pada wanita serta infeksi pada vagina.
g) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya didapatkan rasa lemah, letih, dan penurunan kekuatan otot, sehingga klien sulit
h) Sistem Integumen
Biasanya ditemukan turgor kulit menurun, apabila terdapat luka klien sering mengeluh luka
sulit sembuh dan malah membusuk. Akral teraba dingin, dan integritas kulit menurun (rusak).
Kulit bisa kering, gatal, bahkan terjadi ulkus. Demam dan diaporesis dapat terjadi jika klien
mengalami infeksi.
5) Data Psikologis
Meliputi konsep diri, status emosi, pola koping dan gaya komunikasi. Kemungkinan klien
menunjukkan kecemasan bahkan terdapat perasaan depresi terhadap penyakitnya. Hal ini
diakibatkan karena proses penyakit yang lama, kurangnya pengetahuan tentang prosedur
tindakan yang dilakukan. Perlu dikaji pandangan hidup klien terhadap segala tindakan
klien merasa kehilangan fungsi tubuhnya, kehilangan kebebasan, dan kehilangan kesempatan
6) Data Sosial
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi sekitarnya,
hubungan klien dengan perawat, dokter, tim kesehatan lain serta klien lain dan bagaimana
penerimaan orang-orang sekitar klien terutama keluarga akan kondisinya saat ini serta
dukungan yang diberikan orang-orang terdekat klien baik dari segi moril ataupun materil.
Biasanya hubungan klien dengan lingkungan sosial tidak terganggu, klien tetap ikut serta dalam
aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi sosial terutama jika sudah terjadi komplikasi
7) Data Spiritual
Perlu dikaji tentang keyakinan dan persepsi klien terhadap penyakit dan kesembuhannya
dihubungkan dengan agama yang klien anut. Bagaimana aktifitas spiritual klien selama klien
menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa yang menjadi pendorong atau pemberi motivasi
untuk kesembuhannya.
8) Data Penunjang
- Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL).
- Gula darah puasa normal (70-115 mg/dL) atau diatas normal (> 115 mg/dL)
- Gula darah dua jam post prandial (PP) lebih dari 140 mg/dL.
- Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton, berat jenis dan osmolalitas urin mungkin
meningkat.
Kalium : mungkin normal atau terjadi peningkatan semu akibat perpindahan seluler,
- Insulin darah: mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai
penggunaannya.
- Hb Glikolisat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal, yang mencerminkan kontrol
Pada umumnya ada lima hal yang utama dalam pengobatan DM antara lain:
a) Menjaga penderita DM tetap sehat dengan menghilangkan gejala dan keluhan akibat penyakit.
c) Mengusahakan dan memelihara kontrol metabolik sebaik mungkin dengan mematuhi program
diet, olah raga teratur, obat anti diabetik, pendidikan dan motivasi penderita DM.
d) Melakukan upaya-upaya untuk menghindarkan diri dari komplikasi akut maupun kronis.
R: Mengetahui apakah
pasien telah melaksanakan
Indicator skala: program diet yang
1 Tidak pernah menunjukkan ditetapkan.
2 Jarang e. Kerja sama dengan tim
3 Kadang-kadang kesehatan lain untuk
4 Sering menunjukkan pemberian insulin dan diet
5 Selalu menunjukkan diabetik.
R: Mencegah terjadinya
dehidrasi.
Indicator skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
3 Dx III: NOC : Pain Control Setelah NIC : Pain Management
Nyeri Akut dilakukan tindakan a. Lakukan pengkajian nyeri
keperawatan selama 3x24 jam
berhubungan secara komprehensif
diharapkan nyeri dapat teratasi
dengan agen dengan indikator : (lokasi, karakteristik,
injuri biologi indikator awal akhir durasi, frekuensi, kualitas
- Melaporkan 1 5 dan faktor presipitasi) R:
nyeri Mengetahui lokasi,
berkurang karakteristik, durasi,
2 5 frekuensi, kualitas dan
- Frekuensi
faktor presipitasi nyeri.
nyeri
berkurang b. Berikan tindakan
1 5 kenyamanan dasar R:
- Ekspresi
Meningkatkan relaksasi
wajah rileks
dan membantu
memfokuskan kembali
perhatian.
Keterangan skala :
1 = tidak pernah menunjukkan c. Dorong penggunaan
3 5 secara abseptik
- Perfusi
jaringan R: merawat luka dengan
baik teknik aseptik, dapat
menjaga kontaminasi luka
Indicator skala: dan larutan yang iritatif akan
1. Tidak pernah menunjukkan merusak jaringan granulasi
2. Jarang menunjukkan tyang timbul, sisa balutan
3. Kadang menunjukkan jaringan nekrosis dapat
D. IMPLEMENTASI
Menyesuaikan dengan intervensi yang direncanakan
E. Evaluasi
Evaluasi dalam proses keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan untuk mengetahui tindakan keperawatan yang telah
ditentukan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil
dari proses keperawatan yang dilakukan dengan format SOAP
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8. Jakarta:
EGC
Doengoes, M.E, dkk. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Long, B.C. 2015. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Alih
Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran. Bandung: YPKAI
Mansjoer, Arif, dkk. 2016. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 5 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius
Smeltzer, S. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Prince A Sylvia. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit, Edisi empat.
Jakarta: EGC.