Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PEDAHULUAN DAN ASUHAN KEPARAWATAN

DENGAN PENYAKIT DIABETES MELITUS( DM)

OLEH:
Ni Luh Gede Devi Yulistia Dewi 17.321.2690

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES WIRA MEDIKA BALI


TAHUN AJARAN
2019-2020
A. PENGERTIAN
Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme karbohidrat primer
dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona L. Wong,
2015)

Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai dengan berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Mansjoer, Arif, 2016)

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh


kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2017).

Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2017).

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik kronis yang tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin
atau ketidakadekutan penggunaan insulin. (Engram , 2015)

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditentukan oleh National Diabetes Data Group of The National
Institutes of Health, sebagai berikut :

1. Diabetes Melitus tipe I atau IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Melitus ) atau tipe
juvenil

Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi insulin
untuk mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut juvenile onset,
karena kebanyakan terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe ini terjadi destruksi sel
beta pankreas dan menjurus ke defisiensi insulin absolut. Mereka cenderung mengalami
komplikasi metabolik akut berupa ketosis dan ketoasidosis.

2. Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM ( Non Insulin Dependent Diabetes melitus)
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin secara
absolut melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Terjadi pada semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan ada
kecenderungan familiar.

NIDDM dapat berhubungan dengan tingginya kadar insulin yang beredar dalam darah
namun tetap memiliki reseptor insulin dan fungsi post reseptor yang tidak efektif.

3. Gestational Diabetes
Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational. Yaitu intoleransi glukosa yang
timbul selama kehamilan, dimana meningkatnya hormon – hormon pertumbuhan dan
meningkatkan suplai asam amino dan glukosa pada janin yang mengurangi
keefektifitasan insulin.

4. Intoleransi glukosa
Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu., yaitu hiperglikemi yang
terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas, obat – obatan, dan bahan kimia.
Kelainan reseptor insulin dan sindrome genetik tertentu. Umumnya obat – obatan yang
mencetuskan terjadinya hiperglikemia antara lain : diuretik furosemid ( lasik ), dan
thiazide, glukotikoid, epinefrin, dilantin, dan asam nikotinat ( Long, 2017).

C. ETIOLOGI
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.

b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap
sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini,
karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam
darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air
hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler,
hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke


sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka
klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila
terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan,
akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buahbuahan. Keadaan
asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik
(Price,2013).
PATWAY
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Gejala klasik pada DM adalah :
a. Poliuri ( banyak buang air kecil ), frekuensi buang air kecil meningkat termasuk
pada malam hari.

b. Polidipsi ( banyak minum ), rasa haus meningkat.


c. Polifagi ( banyak makan ), rasa lapar meningkat.
2. Gejala lain yang dirasakan penderita
a. Kelemahan atau rasa lemah sepanjang hari.
b. Keletihan.
c. Penglihatan atau pandangan kabur.
d. Pada keadaan ketoasidosis akan menyebabkan mual, muntah dan penurunan
kesadaran.

3. Tanda yang bisa diamati pada penderita DM adalah :


a. Kehilangan berat badan.
b. Luka, goresan lama sembuh.
c. Kaki kesemutan, mati rasa.
d. Infeksi kulit.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi
kronik. (Smeltzer, 2017)

1. Komplikasi Akut,
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.

a. Diabetik Ketoasedosis ( DKA )


Ketoasedosis diabatik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalananpenyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak
adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata.

b. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)


Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah
satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan
asidosis pada KHHN.

c. Hypoglikemia
Hypoglikemia ( Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi aklau
kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat
terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit.

2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan. a.
Mikrovaskuler

1) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan – perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah
meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin.

2) Penyakit Mata (Katarak)


Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai
kebutaan. Keluhan penglihan kabur tidak selalui disebabkan retinopati. Katarak
disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjanganyang menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.

3) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom,
Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan –
perubahan metabolik lain dalam sintesa atau funsi myelin yang dikaitkan
dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf.

b. Makrovaskuler
1) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk
dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis),
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke

2) Pembuluh darah kaki


Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang
menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah – celah kulit yang mengalami
hipertropi, pada sel –sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki
yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah – daerah yang tekena
trauma.

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain: a)


Grade 0 : tidak ada luka

b) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit


c) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d) Grade III : terjadi abses
e) Grade IV : gangren pada kaki bagian distal
f) Grade V : gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

3) Pembuluh darah otak


Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah
keotak menurun.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoes, dkk. (2013) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada
penderita penyakit diabetes mellitus antara lain :

1. Pemeriksaan darah, yang meliputi:


a. Glukosa darah biasanya meningkat antara 100-200 mg/dl atau lebih. Nilai
normalnya: GDP 70-100 mg/dl. GD2 JPP < 140 mg/dl.

b. Aseton plasma atau keton, positif secara mencolok. Normalnya nagatif.


c. Asam lemak bebas. Kadar lipid dan kolesterol meningkat. Nilai normalnya :
4501000 mg /100ml.
d. Osmolalitas serum meningkat, tetapi biasnya kurang dari 330 mOsm/lt. Nilai
normalnya 500-850 mOsm/lt.

e. Elektrolit
Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun. (Normal : 135-145 mEq/lt).

Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan


menurun. (Normal: 3,5-5,0 mEq/lt).

Fosfor : Lebih sering menurun. (Normal 1,7-2,6 mEq/lt).


f. Hemoglobin glikosilat, kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir. ( Normal : P 1318
gr/dl ; W 12-16 gr/dl ).

g. Gas darah arteri, biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (
asidosis metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. (Normal : pH
7,257,45).

h. Trombosit darah, Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,


hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi. (Normal : 150400
ribu/lt).

i. Ureum/kreatinin mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/ penurunan fungsi


ginjal). Nilai normalnya : 110-150 mg/mnt.

j. Amilase darah mungkin meningkat, yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut


sebagai penyebab dari diabetes ketoasidosis (DKA). (Normal : 80-180 unit/100ml)

k. Insulin darah mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada (tipe I) atau normal
sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin dalam
penggunaannya (endogen atau eksogen ).

l. Pemeriksaan fungsi tiroid. Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat


meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

2. Pemeriksaan urin, yang meliputi :


a. Urin
Gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. Normal :
Bj : 1,003-1,030
b. Kultur dan sensitivitas
Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi
pada luka.

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.

Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:


1. Diet
- Syarat diet DM hendaknya dapat:
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Mengarahkan pada berat badan normal
c. Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
d. Mempertahankan kadar KGD normal
e. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
f. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
g. Menarik dan mudah diberikan - Prinsip diet DM, adalah:

a. Jumlah sesuai kebutuhan


b. Jadwal diet ketat
c. Jenis: boleh dimakan/tidak
- Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
a. Diit DM I : 1100 kalori
b. Diit DM II : 1300 kalori
c. Diit DM III : 1500 kalori
d. Diit DM IV : 1700 kalori
e. Diit DM V : 1900 kalori
f. Diit DM VI : 2100 kalori
g. Diit DM VII : 2300 kalori
h. Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:

J I : Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau


ditambah.

J II : Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.


J III : Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative
body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:

BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100
Kurus (underweight)
a. Kurus (underweight) : BBR < 90 %
b. Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
c. Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
d. Obesitas, apabila : BBR > 120 %
1) Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
2) Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
3) Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
4) Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM
yang bekerja biasa adalah:

a. Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari


b. Normal : BB X 30 kalori sehari
c. Gemuk : BB X 20 kalori sehari
d. Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas
insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru

f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran


asam lemak menjadi lebih baik.

3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah
satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam
cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.

4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
Mekanisme kerja sulfanilurea
1) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2) Kerja OAD tingkat reseptor
Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik


a) Menghambat absorpsi karbohidrat
b) Menghambat glukoneogenesis di hati
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler b. Insulin

1) Indikasi penggunaan insulin


a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada
beberapa factor antara lain:

(1) Lokasi suntikan


Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan,
dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan
setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak
memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.

(2) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin


Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu
30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.

(3) Pemijatan (Masage)


Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(4) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat
absorpsi insulin.
(5) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan.

(6) Konsentrasi insulin


Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat
perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u
– 10 maka efek insulin dipercepat.

b) Suntikan intramuskular dan intravena


Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada
kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan
suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.

5. Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik (Tjokroprawiro, 2005).
1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk

mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali

masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan

lingkungan.

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang dilakukan secara

sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan

kesehatan pasien. Sumber data diperoleh dari pasien, keluarga, catatan medik, dan perawat.

Adapun cara pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara, observasi dan

pemeriksaan fisik.

Pengumpulan data pada klien dengan gangguan sistem endokrin akibat Diabetes Mellitus

meliputi:

1) Data Biografi

a) Identitas Klien

Meliputi nama, umur biasanya penderita Diabetes Mellitus Tipe II berusia diatas 40 tahun, jenis

kelamin, agama, pendidikan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien yang

akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman klien akan suatu informasi, pekerjaan perlu

dikaji untuk mengetahui apakah pekerjaannya merupakan faktor predisposisi atau bahkan

faktor presipitasi terjadinya penyakit DM, suku/bangsa, status marital, tanggal masuk RS,

tanggal pengkajian, diagnosa medis dan alamat.

b) Identitas Penanggung jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan

dengan klien.

2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang

(1) Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit

Pada umumnya klien dengan Diabetes Mellitus akan mengeluh adanya gejala-gejala spesifik

seperti poliuria, polidipsi dan poliphagia, mengeluh kelemahan dan penurunan berat badan.

Pada klien DM tipe II biasanya juga mengeluh pruritus vulvular, kelelahan, gangguan

penglihatan, peka rangsang, dan kram otot yang menunjukkan gangguan elektrolit dan

terjadinya komplikasi aterosklerosis. Dapat juga adanya keluhan luka yang tidak sembuh-

sembuh atau bahkan membusuk menjadi latar belakang penderita datang ke rumah sakit.

Keluhan utama dikembangkan dengan metode PQRST dari mulai keluhan dirasakan sampai

klien datang ke rumah sakit.

(2) Keluhan Utama Saat Pengkajian

Berisi tentang keluhan klien pada saat dilakukan pengkajian yang dikembangkan dengan

metode PQRST.

b) Riwayat Kesehatan Dahulu

Perlu dikaji apakah klien memiliki riwayat obesitas, hipertensi, riwayat penyakit pankreatitis

kronis, dan riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi,

penyakit), atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiazid, kontrasepsi oral). Perlu juga

dikaji apakah klien pernah dirawat di rumah sakit karena keluhan yang sama.

c) Riwayat Kesehatan Keluarga

(1) Riwayat Penyakit Menular

Pada umumnya penderita DM mudah terkena penyakit peradangan atau infeksi seperti TBC

Paru, sehingga perlu dikaji apakah pada keluarga ada yang mempunyai penyakit menular

seperti TBC Paru, Hepatitis, dll.

(2) Riwayat Penyakit Keturunan


Kaji apakah dalam keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien yaitu

DM karena DM merupakan salah satu penyakit yang diturunkan, juga perlu ditanyakan

apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit keturunan seperti asma, hipertensi,

atau penyakit endokrin lainnya.

3) Pola Aktivitas Sehari-hari

Perlu dikaji pola aktivitas klien selama di rumah, dan pola aktivitas klien kini di rumah sakit,

meliputi pola nutrisi (makan dan minum), eliminasi (BAB/BAK), istirahat tidur, personal

hygiene, dan aktivitas gerak. Dikaji kebiasaan/pola makan klien apakah teratur atau tidak dan

berapa banyak porsi sekali makan, apakah klien sering makan makanan tambahan/cemilan

terutama yang manis-manis, apakah ada keluhan selalu merasa lapar walaupun sudah banyak

makan atau ada keluhan penurunan/hilang nafsu makan karena mual/muntah, apakah klien

melanggar program diet yang telah ditetapkan dengan cara memakan makanan yang

dipantang, apakah ada penurunan berat badan dalam periode beberapa hari/minggu, kaji

apakah ada keluhan banyak minum dan selalu merasa haus. Perlu juga dikaji apakah klien

mengeluh sering BAK terutama malam hari, serta kaji pula kebiasaan klien berolah raga atau

beraktivitas sehari-hari.

4) Pemeriksaan Fisik

a) Sistem Pernafasan

Biasanya frekuensi nafas normal bila tidak terdapat komplikasi, akan sedikit meningkat pada

klien diabetes yang sudah lansia karena menurunnya otot-otot pernafasan sehingga

kemampuan pengembangan paru juga menurun.

Akan didapatkan pernafasan kussmaul jika penderita mengalami ketoasidosis dan didapat pula

nafas yang berbau aseton, dan bau halitosis atau bau manis. Bisa juga didapatkan keluhan batuk
dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak), dapat pula terjadi

paraestesia atau paralysis pada otot-otot pernafasan (jika kadar Kalium menurun cukup tajam).

b) Sistem Kardiovaskuler

Kaji adanya hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer melemah terutama pada tibia

posterior, dan dorsalis pedis, terjadinya aterosklerosis yang dapat terbentuk baik pada

pembuluh darah besar (makrovaskuler) atau pembuluh darah kecil (mikrovaskuler). Kaji pula

adanya hipertensi, edema jaringan umum, disritmia jantung, nadi lemah halus, pucat, dan

takikardia serta palpitasi menunjukkan terjadinya hipoglikemik. Apabila telah terjadi neuropati

pada kelainan jantung maka akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat.

c) Sistem Pencernaan

Kaji adanya polidipsi, poliphagi, mual, muntah, konstipasi, diare, perasaan penuh pada perut,

obesitas ataupun penurunan berat badan yang berlebihan pada periode beberapa hari/minggu

dan adanya distensi abdomen.

d) Sistem Persarafan

Biasanya didapatkan data penurunan sensasi sensori, rasa pusing, sakit kepala, kesemutan,

kelemahan pada otot, bahkan sampai paraestesia, gangguan penglihatan, didapat juga gangguan

orientasi dengan data klien tampak mengantuk, gelisah, letargi, stupor, bahkan sampai koma

bila klien telah mengalami komplikasi ketoasidosis, hipoglikemia dan adanya aktivitas kejang.

e) Sistem Endokrin

Biasanya pada klien diabetes didapatkan gejala trias P yaitu Poliuria, Polidipsi dan Poliphagia.

Kondisi klien akan lebih berat jika penderita mempunyai penyakit penyerta lain terutama

gangguan pada hormon lain. Oleh karena itu perlu dikaji penyakit yang dapat ditimbulkan oleh

kerja hormon-hormon tersebut seperti adanya pembesaran kelenjar tiroid paratiroid, moonface,
adanya tremor, dll. Jika tidak ada gangguan pada hormon lain maka pengkajian difokuskan

pada hal-hal yang berhubungan dengan DM seperti trias P, penggunaan insulin, dan faktor

hipoglikemik.

f) Sistem Genitourinaria

Biasanya terjadi perubahan pola dan frekuensi berkemih (poliuria) dan terkadang nokturia, rasa

nyeri dan terbakar saat BAK, kesulitan berkemih karena infeksi, bahkan bisa terjadi infeksi

saluran kemih. Urine akan tampak lebih encer, pucat, kuning, dan poliuria dapat berkembang

menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat. Urine bisa tercium bau busuk jika

infeksi. Klien sering merasa haus sehingga intake cairan bertambah. Perlu dikaji juga adanya

masalah impotensi pada laki-laki dan masalah orgasme pada wanita serta infeksi pada vagina.

g) Sistem Muskuloskeletal

Biasanya didapatkan rasa lemah, letih, dan penurunan kekuatan otot, sehingga klien sulit

bergerak/berjalan (beraktivitas), juga adanya keluhan kram pada otot.

h) Sistem Integumen

Biasanya ditemukan turgor kulit menurun, apabila terdapat luka klien sering mengeluh luka

sulit sembuh dan malah membusuk. Akral teraba dingin, dan integritas kulit menurun (rusak).

Kulit bisa kering, gatal, bahkan terjadi ulkus. Demam dan diaporesis dapat terjadi jika klien

mengalami infeksi.

5) Data Psikologis

Meliputi konsep diri, status emosi, pola koping dan gaya komunikasi. Kemungkinan klien

menunjukkan kecemasan bahkan terdapat perasaan depresi terhadap penyakitnya. Hal ini

diakibatkan karena proses penyakit yang lama, kurangnya pengetahuan tentang prosedur

tindakan yang dilakukan. Perlu dikaji pandangan hidup klien terhadap segala tindakan

keperawatan yang dijalani. Kaji ungkapan klien tentang ketidakmampuan koping/penggunaan


koping yang maladaptif dalam menghadapi penyakitnya, perasaan negatif tentang tubuhnya,

klien merasa kehilangan fungsi tubuhnya, kehilangan kebebasan, dan kehilangan kesempatan

untuk menjalani kehidupannya.

6) Data Sosial

Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi sekitarnya,

hubungan klien dengan perawat, dokter, tim kesehatan lain serta klien lain dan bagaimana

penerimaan orang-orang sekitar klien terutama keluarga akan kondisinya saat ini serta

dukungan yang diberikan orang-orang terdekat klien baik dari segi moril ataupun materil.

Biasanya hubungan klien dengan lingkungan sosial tidak terganggu, klien tetap ikut serta dalam

aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi sosial terutama jika sudah terjadi komplikasi

fisik seperti ulkus, gangren, dan gangguan penglihatan.

7) Data Spiritual

Perlu dikaji tentang keyakinan dan persepsi klien terhadap penyakit dan kesembuhannya

dihubungkan dengan agama yang klien anut. Bagaimana aktifitas spiritual klien selama klien

menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa yang menjadi pendorong atau pemberi motivasi

untuk kesembuhannya.

8) Data Penunjang

Dari pemeriksaan diagnostik ditemukan:

- Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL).

- Gula darah puasa normal (70-115 mg/dL) atau diatas normal (> 115 mg/dL)

- Gula darah dua jam post prandial (PP) lebih dari 140 mg/dL.

- Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal (normal: 5-6%)

- Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton, berat jenis dan osmolalitas urin mungkin

meningkat.

- Kolesterol dan trigliserida serum dapat meningkat.


- Elektrolit: mungkin normal, meningkat atau bahkan menurun.

 Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun

 Kalium : mungkin normal atau terjadi peningkatan semu akibat perpindahan seluler,

selanjutnya akan menurun

 Fosfor : lebih sering menurun

- Insulin darah: mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai

tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam

penggunaannya.

- Hb Glikolisat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal, yang mencerminkan kontrol

DM yang kurang selama 4 bulan terakhir.

- Trombosit darah/Ht : mungkin meningkat/dehidrasi atau normal, leukositosis

hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi

9) Program dan Rencana Pengobatan

Pada umumnya ada lima hal yang utama dalam pengobatan DM antara lain:

a) Menjaga penderita DM tetap sehat dengan menghilangkan gejala dan keluhan akibat penyakit.

b) Memberi kemampuan bagi penderita DM untuk menjalankan hidup senormal mungkin.

c) Mengusahakan dan memelihara kontrol metabolik sebaik mungkin dengan mematuhi program

diet, olah raga teratur, obat anti diabetik, pendidikan dan motivasi penderita DM.

d) Melakukan upaya-upaya untuk menghindarkan diri dari komplikasi akut maupun kronis.

e) Menyadarkan penderita bahwa cara hidup penderita DM ditentukan oleh penyakitnya.


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia: intake makanan yang tidak adekuat

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif


3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. 5.
Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder
C. INTERVENSI
No Dx Keperawatan Perencanaan Nama
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi &
(NOC) (NIC) TT
1 Dx I: Setelah dilakukan tindakan NIC: Nutrition Management
Ketidakseimbang keperawatan selama 3x24 jam a. Kaji status nutrisi dan
diharapkan kebutuhan nutrisi
an nutrisi kurang kebiasaan makan.
pasien adekuat dengan indikator :
dari kebutuhan NOC : Nutritional status : food and R: Untuk mengetahui
tubuh Fluid Intake
tentang keadaan dan
berhubungan Indicator awal akhir
kebutuhan nutrisi pasien
dengan anoreksia: - tidak terjadi 1 5
sehingga dapat diberikan
intake makanan penurunan
tindakan dan pengaturan diet
yang tidak berat badan
yang adekuat.
2 5
adekuat - mual dan
b. Anjurkan pasien untuk
muntah
mematuhi diet yang telah
berkurang
2 5 diprogramkan.
- porsi makan
c. R: Kepatuhan terhadap diet
yang
disediakan dapat mencegah komplikasi
habis terjadinya hipoglikemia/
hiperglikemia.

d. Identifikasi perubahan pola


makan.

R: Mengetahui apakah
pasien telah melaksanakan
Indicator skala: program diet yang
1 Tidak pernah menunjukkan ditetapkan.
2 Jarang e. Kerja sama dengan tim
3 Kadang-kadang kesehatan lain untuk
4 Sering menunjukkan pemberian insulin dan diet
5 Selalu menunjukkan diabetik.

R: Pemberian insulin akan


meningkatkan pemasukan
glukosa ke dalam jaringan
sehingga gula darah
menurun,pemberian diet
yang sesuai dapat
mempercepat penurunan
gula darah dan mencegah
komplikasi.

2 Dx II: Setelah dilakukan tindakan NIC: Fluid Manajement


Kekurangan keperawatan selama 3x24 jam a. Monitor tanda-tanda
volume cairan diharapkan volume cairan pasien dehidrasi
berhubungan terpenuhi dengan indicator:
R: Mengetahui kondiasi
dengan kehilangan NOC : Fluid Balance
dan menentukan langkah
volume cairan indikator awal akhir selanjutnya.
aktif Klien dapat 1 5
b. Monitor intake dan
menjaga
output. R:
keseimbanga
Mengetahui
n cairan serta keseimbangan cairan
elektrolit tubuh.
2 5
Tidak ada c. Berikan cairan sesuai
tanda-tanda
kebutuhan dan yang
dehidrasi.
dipergunakan.

R: Mencegah terjadinya
dehidrasi.
Indicator skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
3 Dx III: NOC : Pain Control Setelah NIC : Pain Management
Nyeri Akut dilakukan tindakan a. Lakukan pengkajian nyeri
keperawatan selama 3x24 jam
berhubungan secara komprehensif
diharapkan nyeri dapat teratasi
dengan agen dengan indikator : (lokasi, karakteristik,
injuri biologi indikator awal akhir durasi, frekuensi, kualitas
- Melaporkan 1 5 dan faktor presipitasi) R:
nyeri Mengetahui lokasi,
berkurang karakteristik, durasi,
2 5 frekuensi, kualitas dan
- Frekuensi
faktor presipitasi nyeri.
nyeri
berkurang b. Berikan tindakan
1 5 kenyamanan dasar R:
- Ekspresi
Meningkatkan relaksasi
wajah rileks
dan membantu
memfokuskan kembali
perhatian.
Keterangan skala :
1 = tidak pernah menunjukkan c. Dorong penggunaan

2 = jarang keterampilan manajemen

3 = kadang-kadang nyeri (teknik relaksasi,


sentuhan terapeutik)
4 = sering menunjukkan
5 = selalu menunjukkan R: Memungkinkan pasien
berpartisipasi secara aktif
dan meningkatkan rasa
kontrol nyeri

d. Kolaborasikan dengan tim


medis untuk memberikan
analgesik sesuai dengan
indikasi. R: Nyeri adalah
komplikasi sering dari
kanker,meskipun respon
individual berbeda-beda.
4 Dx IV: Kerusakan Setelah dilakukan tindakan NIC: Pressure Management
integritas kulit keperawatan selama 3x24 jam a. Kaji luas dan keadaan luka
berhubungan diharapkan turgor kulit membaik serta proses penyembuhan.
dengan adanya dengan indicator; R: Pengkajian yang tepat
gangren pada terhadap luka dan proses
NOC : Tissue Integrity : Skin and
ekstrimitas. penyembuhan akan
Mucous Membranes
membantu dalam
menentukan tindakan
Indicator Skala Skala
awal akhir selanjutnya.

- Luka 3 5 b. Rawat luka dengan baik dan

membaik benar : membersihkan luka

3 5 secara abseptik
- Perfusi
jaringan R: merawat luka dengan
baik teknik aseptik, dapat
menjaga kontaminasi luka
Indicator skala: dan larutan yang iritatif akan
1. Tidak pernah menunjukkan merusak jaringan granulasi
2. Jarang menunjukkan tyang timbul, sisa balutan
3. Kadang menunjukkan jaringan nekrosis dapat

4. Sering menunjukkan menghambat proses

5. Selalu menunjukkan granulasi.

c. Kolaborasi dengan dokter


untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah
pemberian anti biotik.
R: insulin akan menurunkan
kadar gula darah,
pemeriksaan kultur pus
untuk mengetahui jenis
kuman dan anti biotik yang
tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula
darahuntuk mengetahui
perkembangan penyakit.

5 Dx V: Setelah dilakukan tindakan NIC: Infection Control


Resiko keperawatan selama 3x24 jam a. Kaji adanya tanda-tanda
infeksi diharapkan resiko infeksi tidak penyebaran infeksi pada
berhubungan terjadi dengan indicator; luka.

dengan NOC: Risk Control Rasional : Pengkajian yang


tidak Indicator Skala Skala tepat tentang tanda-tanda
adekuat awal akhir
penyebaran infeksi dapat
pertahanan - Klien bebas 2 5 membantu menentukan
sekunder dari tanda dan tindakan selanjutnya.
gejala
b. Anjurkan kepada pasien dan
infeksi keluarga untuk selalu
2 5
- Menunjukkan menjaga kebersihan diri
kemampuan selama perawatan.
untuk
Rasional : Kebersihan diri
mencegah
yang baik merupakan salah
timbulnya
satu cara untuk mencegah
infeksi.
infeksi kuman.
- Menunjukkan
2 5 c. Lakukan perawatan luka
perilaku
hidup sehat secara aseptik.

Rasional : untuk mencegah


kontaminasi luka dan
penyebaran infeksi.
Indicator skala: d. Anjurkan pada pasien agar
1. Tidak pernah menunjukkan menaati diet, latihan fisik,
2. Jarang menunjukkan pengobatan yang ditetapkan.
3. Kadang menunjukkan Rasional : Diet yang tepat,
4. Sering menunjukkan latihan fisik yang cukup
5. Selalu menunjukkan dapat meningkatkan daya
tahan tubuh, pengobatan
yang tepat, mempercepat
penyembuhan sehingga
memperkecil kemungkinan
terjadi penyebaran infeksi.

e. Kolaborasi dengan dokter


untuk pemberian antibiotika
dan insulin.

Rasional : Antibiotika dapat


menbunuh kuman,
pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula
dalam darah sehingga proses
penyembuhan.

D. IMPLEMENTASI
Menyesuaikan dengan intervensi yang direncanakan

E. Evaluasi
Evaluasi dalam proses keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan untuk mengetahui tindakan keperawatan yang telah
ditentukan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil
dari proses keperawatan yang dilakukan dengan format SOAP
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8. Jakarta:
EGC

Doengoes, M.E, dkk. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Long, B.C. 2015. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Alih
Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran. Bandung: YPKAI

Mansjoer, Arif, dkk. 2016. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 5 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius

Smeltzer, S. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Prince A Sylvia. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit, Edisi empat.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai