Anda di halaman 1dari 9

Dilema Etik dalam Merawat Pasien Terlantar yang Menjelang Ajal di IGD

Maria Imaculata Ose

Fakultas Ilmu Kesehatan, Jurusan Keperawatan, Universitas Borneo Tarakan


Email:onijuntak@gmail.com

ABSTRAK

Perawat IGD memiliki beban kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan perawat yang berkerja
diruang lain. Kepadatan pasien di IGD selain mengupayakan keselamatan pasien, juga mengancam
privasi pasien, dan membuat frustasi staf di IGD. Dilema etik sering dialami oleh perawat IGD dalam
merawat pasien terlantar yang berada dalam fase menjelang ajal, namun tidak memiliki identitas.
Fokus perawatan yang diberikan pada fase menjelang ajal dikenal dengan istilah End Of Life Care.
Ketidakhadiran keluarga untuk mendampingi pasien dan tingginya beban kerja perawat yang tidak
seimbang seringkali menyebabkan perawat tidak dapat fokus memberikan pendampingan
menyebabkan timbulnya dilema etik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi makna dilema
etik perawat dalam merawat pasien terlantar yang menjelang ajal di IGD. Desain penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretif, yang melibatkan 7 orang
perawat IGD. Data dikumpulkan melalui indepth interview dan dianalisis secara tematik Braun dan
Clark. Hasil penelitian didapatkan bahwa tiga tema yaitu: 1) Menyadari pasien terlantar menjelang ajal
bukan prioritas pertama di IGD; 2) Bersikap profesional dan bertanggung Jawab; dan 3) Penerapan
kebijakan yang menunjukan respect dan mendukung perawatan pasien terlantar. Kesimpulan:
Kehadiran pasien terlantar menimbulkan dilema etik, perawat memaknai walaupun pasien tersebut
bukanlah pasien prioritas tetapi harus bersikap professional dan bertanggung jawab. Dengan adanya
dukungan dan kebijakan dalam penanganan pasien terlantar penerapan caring dapat tetap diberikan
walaupun perawatan End of life care yang diberikan di IGD belum optimal.

Kata kunci: Dilema Etik, Pasien terlantar, Perawat IGD

ABSTRACT

Nurses who work in the emergency department have more workload compared to nurses who come
from other departments. In the emergency department, the nurses not only have to struggle for the
patients’ safety but they also need to deal with the patients’ privacy which is frustrating. Therefore,
the nurses are often faced with many ethical dilemmas especially when they need to take care of
homeless patients whose identity are not yet verified. The focus of the treatment is known as the End
Of Life Care. The absence of the patients’ family members makes it harder for the nurses to focus on
giving an assistance. As a result, ethical dilemmas may arise. The objective of this study, thus, was to
explore the meaning of ethical dilemmas faced by the nurses when taking care of the homeless in the
emergency department of RSSA Malang. Research design: this research employed a qualitative
method using the interpretive phenomenology approach which involved 7 emergency department
nurses. Data was collected through in-depth interview and analyzed thematically (Braun and Clark,
2006). Research Findings were categorized into 3 themes that are: 1) Recognizing dormant patients
before death is not the first priority in the emergency department; 2) Be professional and responsible;
Ose, M,I.

and 3) Implementation of policies that show respect and support the care of abandoned patients.
Conclusion: The presence of displaced patients raises ethical dilemma, nurses interpret the patient
even though the patient is not a priority but should be professional and responsible. On the other hand
with the support and policy in handling these abandoned patients so that the application of caring is
given although the care of End of life care provided in the emergency department has not been
optimal

Keywords: ethical dilemmas, homeless patients, emergency department nurses

145
PENDAHULUAN bertujuan pasien melalui menjaga kestabilan
Pelayanan gawat darurat sering menghadapi pasien. Kepadatan pasien di IGD selain
tantangan setiap harinya dalam upaya mengupayakan keselamatan pasien, juga
mencapai stabilitas kerja perawat, keselamatan mengancam privasi pasien, sehingga membuat
dan kualitas dari pelayanan. Oleh karena itu, frustasi staf IGD (Oredsson et al., 2011).
seorang perawat IGD (Instalasi Gawat Dilema etik sering dialami oleh perawat IGD
Darurat) memiliki beban kerja yang lebih dalam merawat pasien terlantar dalam fase
tinggi dibandingkan dengan perawat yang menjelang ajal yang tidak memiliki identitas.
berkerja diruang lain. Jumlah kunjungan Berdasarkan hasil laporan tahunan RSSA
pasien yang banyak dan berbagai macam Malang (2014), pasien IGD terlantar yang
keluhan dengan perbedaan tingkat kegawatan diterima pada tahun 2012 sebanyak 69 orang,
pasien. Kondisi ruangan IGD yang padat dan tahun 2013 sebanyak 55 orang, dan tahun
tidak terprediksi seringkali menjadikan 2014 mengalami peningkatan 75 orang
sumber daya yang ada terbenam dalam pasien.
kepadatan pasien yang masuk (Christ, Kesulitan akan timbul pada saat perawat
Grossmann, Winter, Bingisser, & Platz, 2010). akan mengumpulkan, mengklarifikasikan data
Faktor lingkungan perawat memegang riwayat kesehatan pasien, dan tanggung jawab
peranan penting dalam hubungan antara dalam pengambilan keputusan akan tindakan
perawat dan pasien. (Meester et al, 2013) yang akan dilakukan. Fokus perawatan yang
Hasil pengamatan peneliti menemukan diberikan pada fase menjelang ajal adalah End
bahwa IGD RSUD Dr. Saiful Anwar (RSSA) Of Life Care (Forero et al., 2012). End Of life
Malang merupakan rumah sakit rujukan yang care bertujuan agar pasien merasa bebas dari
memiliki jumlah kunjungan pasien di IGD rasa nyeri, nyaman, dihargai, dihormati dan
tinggi namun tidak sebanding dengan jumlah berada dalam kedamaian dan ketenangan serta
perawat yang bertugas. Jumlah kunjungan merasa dekat dengan orang merawatnya
pasien ke IGD RSSA dalam tiga tahun (Aligood & Tomey, 2014). Ketidakhadiran
terakhir yaitu (2012-2014) menunjukkan keluarga untuk mendampingi pasien, dan
fluktuasi yang cukup signifikan yaitu pada tingginya beban kerja perawat yang tidak
tahun 2012 jumlah pasien sebesar 30.498, seimbang dengan banyaknya pasien
pada tahun 2013 berjumlah 31.416 dan pada menyebabkan perawat tidak dapat fokus
tahun 2014 berjumlah 29.891 pasien. Pada memberikan pendampingan bagi pasien.
tahun 2013 kunjungan IGD mengalami Berdasarkan hasil wawancara dalam studi
peningkatan sebesar 3,01%, sedangkan pada pendahuluan, perawat menjelaskan bahwa
tahun 2014 sebesar 4,85% (Laporan Tahunan fokus perawatan adalah pasien-pasien yang
RSUD dr. Saiful Anwar Malang, 2014). berada dalam keadaan gawat dan kritis,
Fokus perawatan yang diberikan di IGD sedangkan pasien-pasien yang menjelang ajal
menyelamatkan pasien dalam fase kritisnya bukanlah pasien prioritas. Hal ini terkadang
menyebabkan perawat merasakan iba pada

Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(2):145–153 146


Ose, M,I.

pasien terlantar yang menjelang ajal karena (2) berpendidikan DIII-S1 keperawatan,
tidak ada yang mendampingi sehingga (3)bersedia menjadi partisipan peneliti (4)
kemudian memunculkan dilema etik. Dilema berpengalaman merawat pasien terlantar yang
etik dapat bersifat personal ataupun menjelang ajal. Pengumpulan data dilakukan
profesional. Dilema etik sulit dipecahkan bila melalui wawancara mendalam dengan
memerlukan pemilihan keputusan tepat menggunakan panduan semi terstruktur.
diantara dua atau lebih prinsip etis. Penetapan Analisis data dilakukan dengan menggunakan
keputusan terhadap satu pilihan, dan harus analisis tematik yang terdiri Familiarising
membuang yang lain menjadi sulit karena Yourself With Your Data (mengenal data),
keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan Generating Initial Codes (melakukan
keburukan apalagi jika tak satupun keputusan pengkodean), Searching For Themes (mencari
memenuhi semua kriteria. tema), Reviewing Themes (melihat ulang
Kondisi IGD menggambarkan lingkungan tema), Defining And Naming Themes
perawatan yang sibuk dan lebih fokus pada (mendefinisikan dan memberikan nama tema)
kecepatan dan ketepatan dalam menjaga dan Producing The Report (menuliskan hasil)
kestabilan kondisi pasien, mencegah (Braun dan Clark, 2006).
kecacatan dan penyelamatan jiwa yang
berkaitan dengan respon time, sementara HASIL
pasien yang menjelang ajal seringkali kurang Hasil penelitian ini menemukan terdapat
mendapatkan perhatian. Tujuan penelitian ini tiga tema yaitu (1) Menyadari pasien terlantar
adalah untuk mengeksplorasi makna dilema menjelang ajal bukan prioritas pertama di
etik perawat dalam merawat pasien terlantar IGD, (2) Bersikap profesional dan
yang menjelang ajal di IGD RSSA Malang bertanggung Jawab, (3) Penerapan kebijakan
yang diharapkan dapat menjadi bahan yang menunjukan respect dan mendukung
masukan dan rujukan sebagai evaluasi untuk perawatan pasien terlantar.
perbaikan dan penyempuran dalam pelayanan
End of Life pada pasien terlantar di IGD. Tema 1. Menyadari pasien terlantar
menjelang ajal bukan prioritas pertama di
METODE IGD
Penelitian ini menggunakan desain Banyaknya pasien yang datang ke IGD
penelitian kualitatif dengan menggunakan dengan berbagai keluhan dan kondisi
pendekatan Fenomenologi Interpretif kegawatan sehingga perawat harus
(Streubert & Carpenter, 2011). Penelitian ini memberikan pelayanan berdasarkan tinggal
dilaksanakan di IGD RSSA Malang. Tahap kegawatannya. Perawat IGD lebih
pemilihan partisipan dengan menggunakan memprioritaskan pasien yang memiliki
teknik purposive sampling yakni melakukan harapan hidup lebih tinggi. Hal ini seperti
seleksi kepada perawat yang bekerja di IGD yang diungkapkan oleh partisipan:
dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan Kalau ada pasien lain yang gawat.. ya
oleh peneliti dan memiliki pengalaman prioritas tetap pada pasien yang hidup
merawat pasien terlantar menjelang ajal dulu …. kalau yang pertama kita
hingga peneliti tidak menemukan informasi kepentingannya menyelamatkan nyawa ..
baru atau tercapainya saturasi, setelah P2
sebelumnya partisipan mengisi Inform ...... kita memprioritaskan apa yang
Consent terlebih dahulu. Saturasi data tercapai masih bisa kita dilakukan dengan
pada partisipan keenam. Kriteria inklusi pasien yang lain ... dibanding dengan
tersebut adalah: (1) memiliki pengalaman pasien terminal p4 kalau saya secara
kerja di IGD diatas 8-19 tahun, pribadi sendiri ..itu saya yang

147 Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(2):145–153


Ose, M,I.

mendominakan pasien yang belum menyampaikan untuk mengendalikan


terminal (P6) perasaannya saat merawat pasien terlantar
“… disini banyak pasien ..kalau ada “…. kalau Iba sih pasti ada ... cuman
kondisi yang gawat lainnya tentu saja kita disinikan di emergency kita yah ...
yang hidup dulu,.. tetap yang hidup dulu apa yah kita bekerja membedakan
...... kalau penyelamatan nyawa itu simpati dan empati ...” (P4)
utama, kemudian nanti baru menyiapkan “ ... kita gak boleh mainkan empati .. kita
pasien yang terlantar untuk berangkat disini kerja dibebani dengan tuntuntan
dengan tenang (P3) kita secara pekerjaan jadi yah ... bolehlah simpati
psikologis kita meningkat yang harapan tapi harus menyampingikan simpati
hidupannya lebih tinggi dulu ..”(P6)
..(P6) “walaupun dia sendiri, gak ada
keluargannya, menjelang ajal
Berdasarkan ungkapan dari beberapa kondisinya…..tapi gak mempengaruhi
partisipan diatas, makna yang dapat perasaan saya .. karena apa yah mbak ...
dimunculkan adalah menyadari bahwa pasien karena apa yang saya hadapi sudah
terlantar dalam fase menjelang ajal bukan biasa ... jadi mengalir aja tetap wes
prioritas pertama di IGD. ..(P7)”

Tema 2. Bersikap profesional dan Pengendalian sikap artinya mampu


bertanggung Jawab
mengendalikan perbuatan dan perilaku yang
Kata “bersikap” berasal dari kata sikap berdasarkan pada pendirian dan keyakinan.
yang diartikan sebagai perilaku, dan Menghadapi pasien terlantar yang menjelang
perbuatan. Dalam hal ini bersikap yang ajal sikap yang diambil oleh perawat tetap
dimaksudkan adalah melakukan tindakan berusaha maksimal namun tidak terfokus pada
sebagai seorang perawat yang memahami resusitasi. Berusaha maksimal mengandung
peran, tugas maupun tanggung jawabnya, makna melakukan apa yang memadai bagi
sehingga dapat memberikan pelayanan yang pasien. Perawat tetap berusaha melanjutkan
sesuai dengan standar profesi sebagai seorang perawatan maksimal dan tidak lepas tangan
perawat tidak membedakan pasien atau mengacuhkan pasien terlantar ini. Berikut
berdasarkan status sosial maupun ekonomi adalah pernyataan partisipan:
terkait pasien terlantar. Tema bersikap
“…….Jadi apa yang maksimal kita bisa
profesional dibangun dari tiga subtema yaitu
lakukan ... kita tetap harus lakukan..”
(a) Mengendalikan pikiran dan sikap, (b)
(P3)
Kesadaran memberikan hak pasien, (c) tetap
memberikan perawatan terbaik walaupun “yah rata-rata ….. berusaha semaksimal
belum dapat optimal. mungkin ...sampe benarbenar nanti
meninggal pasien ini…. “
Subtema pertama adalah mengendalikan
pikiran dan sikap artinya menguasai keadaan (P2)
batin sewaktu menghadapi sesuatu. Partisipan
menyadari perlunya mengendalikan perasaan Dari semua uraian ungkapan partisipan
agar tetap berada pada jalur berpikir dan menunjukkan bahwa tidak ada perlakuan yang
bersikap positip. Mengendalikan perasaan berbeda pada pasien yang menjelang ajal
dalam mengontrol emosi dan berpikir lebih antara pasien yang terlantar maupun pasien
jernih membedakan perasaan simpati dan yang menjelang ajal. Walaupun pada awalnya
empati saat menghadapi pasien terlantar yang partisipan merasa tersentuh pada pasien
menjelang ajal. Ungkapan partisipan terlantar karena tidak ada yang mendampingi
pada saat menjelang ajal namun

Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(2):145–153 148


Ose, M,I.

mengendalikan diri dan sikap dengan “yang perawatan maksimal yang kita
membedakan simpati dan empati, berikan…belum diselimuti kita
menyampingkan empati, tidak terpengaruh selimuti ...saya kasih selimut dan
oleh perasaan. Selain itu partisipan sebagainya..
mengendalikan pikiran dan sikap. “(P5)
Subtema kedua kesadaran memberikan
hak pasien. Perawat menyadari perannya Selain berupaya menjaga privasi,
memberikan perawatan secara holistik mulai tindakan kenyamanan juga dilakukan sebagai
dari fase sebelum lahir dan pada akhir upaya pemenuhan kebersihan pasien.
menjelang ajal. Pada fase menjelang ajal Tindakan memberikan kebersihan secara
perawat memiliki tujuan untuk memberikan umum diyakini dapat memberikan
kematian yang baik. Perawat berusaha secara kenyamanan bagi pasien terlantar yang
maksimal untuk mempersiapkan pasien, dan menjelang ajal.
lingkungan maupun dengan keluarga “…rawat aja, perawatan kebutuhan
bertujuan mempersiapkan kematian yang baik, dasarnya dia, dibersihkan, kalau ada
tenang dan layak sebagai manusia. perdarahan yah kita hentikan, yang
“…. perawat itu merawat mulai dari penting pantas ... sesuai kebutuhan dia,
sebelum lahir ..sebelum ada .. sampe kebersihan pasien misalnya perlu
mengantarkan meninggal dengan damai . popoknya tiap 6 jam kita ganti .. perlu
yah itu .. nilainya perawat…” (P1) “... pampers,.. atau lihat kita ada lendir di
menyiapkan lingkungan, menyiapkan suction di ETTnya kita bersihan ...biar
pasiennya, menyiapkan keluarganya pasiennya nyaman…” (P7)
untuk melepaskan kepergian ..”(P3)
“..kalau yang sekarang kita lebih kearah
Dalam pelaksanaan perawatan suportif
untuk menyiapkan pasiennya untuk tindakan lanjut setelah pemenuhan kebutuhan
meninggal dengan tenang….”(P3) dan dasar adalah mengobservasi dan
“…..untuk istilahnya kalau orang islam memonitor keadaan pasien. Mengobservasi
itu biar dia meninggalnya tenang.. adalah memantau dan mengamati ketat
begitukan ..sama dengan non muslim .. kondisi pasien tanpa pengobatan sampai gejala
mau kristen, katolik, mau budha ..”(P4) muncul dan berubah. Dalam pelaksanaannya
memang tidak dapat dilakukan pendampingan
Ungkapan partisipan di atas partisipan secara terus menerus dengan berada di
menjelaskan prinsip dalam merawat pasien samping pasien, namun dilakukan secara
terlantar yaitu Kesadaran memberikan hak berkala dalam batasan waktu tertentu.
pasien, dengan melakukan usaha yang terbaik,
memperlakukan pasien terlantar secara “.. setelah itu kita observasi .. datang
manusiawi, dengan tujuan menyiapkan setiap 15 menit ...”(P7)
kematian yang baik.
“... selain ...kebutuhan medis atau
Subtema ketiga tetap memberikan kebutuhan pokok loh yah .. misalnya ...
perawatan yang terbaik walaupun belum memang ada .. pendampingan itu bolak
optimal meliputi kenyamanan bagi pasien
balik ..”(P1)
menjelang ajal merupakan bagian perawatan
suportif yang diberikan. Tindakan
kenyamanan selain mencakup pemenuhan Pasien yang menjelang ajal sudah tidak
kebutuhan dasar pasien dan menjaga privasi ada tindakan komprehensif khusus. Perawatan
pasien. Menjaga privasi dengan memberikan suportif dan mengobservasi keadaan pasien
selimut salah satu tindakan memberikan yang menjelang ajal dilakukan dengan
kenyamanan. memonitor pemantauan denyut nadi/detak

149 Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(2):145–153


Ose, M,I.

jantung, respirasi dan suhu tubuh untuk Kondisi gawat tidak membutuhkan SP
memastikan pasien akan meninggal. dengan siapapun ...jadi bisa lebih cepat
(P1)
“…Tetap sekarang disini kita “.. kitakan semua tetap berikan
menggunakan monitor... asistol..habis itu tindakan ...tetap… . sesuai kebutuhan
kita cek tanda-tanda kematian tanpa persetujuan keluarga kalau
lengkapnya …”(P1) kondisinya sudah gawat ..”(P3)
“….kalau monitor tetap…. ada monitor
TTV untuk melihat jantung bagaimana .. Dengan adanya kebijakan ini tidak ada
terus tidak ada treatment yang khusus kesulitan dan hambatan dalam pengambilan
untuk menjelang ajal, pasien dengan obat maupun yang terkait dengan biaya.
jelek lagi yah kita ini eh apa namanya Pasien terlantar dapat bebas dari kewajiban
bukan dikesampingkan........ kita financial atau biaya.
maintenance....tetap memonitor .. ..”(P3)
Observasi dan monitor keadaan pasien “..pasien yang terlantar atau yang tidak
secara berkala menjadi bagian dari didampingi oleh keluarganya yang
intervensi pemberian perawatan suportif ditemukan dijalan .. itu kita semua yang
pada pasien yang menjelang ajal setelah ngurusin ... diberikan kompensasi ..
tidak ada tindakan lanjut resusitasi. “(P1) tidak dipungut biaya .pasien
terlantar ini dengan adanya nota dinas
Tema 3. Penerapan kebijakan yang ini .” (P7)
menunjukkan respect dan mendukung
perawatan pasien terlantar.
Ungkapan partisipan di atas menjelaskan
Adanya kebijakan terkait pasien gawat yang
bahwa dia merasakan tidak ada kendala
harus segera diberikan tindakan dan pelayanan
pengambilan keputusan karena adanya
terlebih dahulu, menyebabkan perawat
kebijakan khusus dari Rumah Sakit untuk
maupun dokter dapat melakukan tindakan
penanganan pasien yang pasien terlantar.
untuk perawatan pasien walaupun tidak ada
Kebijakan ini menjadi salah satu prinsip
keluarga yang menyetujui tindakan yang
menghargai harkat dan martabat pasien
diberikan. Surat keterangan yang diberikan
terlantar yang mana bertujuan mencegah
dalam kondisi ini bertujuan mempermudah
adanya kendala dalam kebutuhan obat dan
perawat dalam pengambilan keputusan,
peralatan, sehingga dapat langsung melakukan
pemberian obat-obatan dan lainnya tanpa
tindakan walaupun tidak ada keluarga, dan
menunggu dengan waktu yang lama.
memberikan kompensasi biaya untuk pasien
“... kita kan punya nota dinas itu untuk terlantar.
pasien-pasien terlantar .. dari depo
farmasi untuk mendapatkan obat itu gak
PEMBAHASAN
ada kendala (P4)
Beragamnya kasus dan situasi yang sulit
“disini ada kebijakan setiap orang sering dihadapi seorang perawat yang bertugas
datang harus di lakukan tindakan, ... kita di IGD. Kehadiran pasien terlantar menjelang
tidak ada pertimbangan soal biaya .. jadi ajal yang tidak didampingi keluarga menjadi
kita tahu yang kita butuhkan apa .. yang salah satu masalah yang terjadi di IGD. Pasien
harus kita lakukan kayak apa.. tanpa ini tidak di kategorikan sebagai pasien
pertimbangan lebih lama kalau pasien prioritas I di ruang IGD namun tetap
itu datang sendiri atau gak ada membutuhkan End of Life Care yang
keluarganya .. langsung kita lakukan bermartabat (Ose, dkk, 2016.) Salah satu
tindakan begitu ...”(P5) tantangan besar perawat dalam pelayanan
gawat darurat adalah bagaimana

Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(2):145–153 150


Ose, M,I.

mengintegrasikan nilai-nilai dan keyakinan tugas dengan penuh kepercayaan dan


perawat sendiri ke dalam praktik profesional tanggung jawab, sesuai dengan amanah tugas
dengan tepat. Keterlibatan secara aktif seorang dan profesi keperawatan. Apabila kewajiban
perawat dalam membuat keputusan etis yang tersebut tidak ditunaikan, maka sebenarnya
dapat memengaruhi peran mereka dan perawat tersebut telah melalaikan sumpah dan
perawatan terhadap klien (Chaloner, 2007). kode etik keperawatan. Selanjutnya, dari
Kemampuan membuat keputusan masalah etis aspek moral beneficence dapat diartikan
merupakan salah satu persyaratan bagi bahwa perawat harus selalu
perawat untuk menjalankan praktik mempertimbangkan apabila hendak
keperawatan professional dan dalam membuat melakukan atau tidak melakukan suatu
keputusan etis perlu memperhatikan beberapa tindakan, dengan mempertimbangkan baik
nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik atau buruknya, benar atau salahnya, dan layak
keperawatan, konsep moral perawatan dan atau tidaknya. Menurut aspek ini pula, perawat
prinsip-prinsip etis dalam praktik keperawatan tidak diperbolehkan untuk melakukan atau
antara lain otonomi (Autonomy), tidak melakukan tindakan yang dapat
(Beneficience), keadilan (Justice), tidak membahayakan pasien.
merugikan (Nonmaleficience), kejujuran Suatu komitmen yang kuat untuk tetap
(Veracity), menepati janji (Fidelity), melaksanakan tugas-tugasnya, tergambar saat
karahasiaan (confidentiality), Akuntabilitas perawat tetap berusaha menjaga
(Accountabiliy) (Dalami, 2010). profesionalitas dalam berbagai situasi dan
Dalam prinsip nilai human dignity, seorang kondisi agar dapat memberikan pelayanan
perawat seharusnya tetap memandang pasien yang baik bagi pasien. Pemahaman mengenai
tersebut sebagai individu yang utuh yang caring dengan menggunakan ilmu
berhak mendapatkan penghargaan berupa pengetahuan keperawatan dan kemampuan
perlakuan yang memanusiakannya. Song, teknik pemberian asuhan perawatan dalam
dkk., (2007) menyebutkan pasien yang menyelesaikan permasalahan klien
terlantar kurang mendapatkan perhatian, (Tedjomuljo, dkk., 2016). Adanya komitmen
respect, tidak dihargai, kurang dihormati, yang kuat pada perawat sehingga rasa ingin
karena pengelompokkan status sosial yang mengutamakan kepentingan orang lain terus
melekat pada pasien-pasien terlantar. Namun meningkat (Watson, 2010). Hubungan yang
hal ini berbeda di IGD RSUD dr. Saiful muncul antara pasien dan perawat dapat
Anwar, Pasien terlantar yang menjelang ajal memberikan kesempatan luar biasa untuk
tetap mendapatkan perhatian, respect dan menunjukkan perasaaan saling menghargai,
dihargai dengan yang ditunjukkan perawat mengurangi ketakutan, serta memberikan
memberikan pelayanan secara nyata. Prinsip kekuatan dan dukungan psikologis pada
nilai altruisme berpandangan bahwa seorang pasien.
perawat harus menjunjung tinggi kepedulian, Jainurakhma (2013) menjelaskan bahwa
kemurahan hati, dan kasih sayang. Menurut timbulnya perasaan iba dan kasihan
Nightingale dalam Carnevale (2011), menjadikan perawat IGD mempertahankan
keperawatan adalah mother instinct. Misalnya dan memperjuangkan kondisi pasien kearah
perilaku seorang ibu kepada anaknya yang yang lebih baik. Perawat seharusnya dapat
menyayangi dan memberikan kepedulian menunjukkan perilaku yang sensitif terhadap
tertinggi. Seorang perawat juga sebaiknya konflik pasien, riwayat kesehatan, dan
bersikap seperti itu kepada pasien. Prinsip pengalaman sehat sakitnya. Dukungan
altruisme juga menekankan ketekunan dan spiritual dan moral yang diberikan oleh
kesabaran kepada pasien dalam situasi apapun. perawat dapat membantu memberikan
Dari aspek moral fidelity, perawat kesejahteraan dan berkontribusi untuk
berkewajiban untuk melakukan kewajiban dan membantu pasien menghadapi masalah yang

151 Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(2):145–153


Ose, M,I.

sedang dihadapi dengan baik. Pemahaman terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan,


tentang kebutuhan pasien juga akan kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin,
menginisiasi perawat untuk memberikan aliran politik, dan agama yang dianut serta
proses keperawatan dengan berbasis pada kedudukan social dalam memberikan
pendekatan spiritual (Lachman, 2012). pelayanan keperawatan. Meskipun pasien
Perawat memiliki prosedur dan kesepakatan terlantar yang tidak diketahui identitasnya,
profesional yang diatur dalam kode etik dan pasien tersebut tetap manusia yang dari
hukum untuk mengevaluasi setiap tugas dan padanya melekat seluruh tanggung jawab
tanggung jawab yang dilakukan, sehingga perawat.
tujuan pelayanan kesehatan bagi klien dapat
tercapai secara menyeluruh (Tedjomuljo, SIMPULAN
2016). Fokus perawatan IGD pada kondisi
Kebijakan merupakan rangkaian konsep kegawatan pasien untuk kestabilan kondisi
dan asas yang menjadi garis dasar rencana yang kritis, mencegah terjadinya kecacatan
dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, dan menyelamatkan nyawa dengan
serta cara bertindak. Suatu kebijakan yang memperhatikan respon time. Kehadiran pasien
dibuat bertujuan untuk menyelesaikan suatu terlantar dalam fase menjelang ajal
masalah sehubungan dengan adanya suatu menimbulkan suatu konflik bagi perawat.
hambatan-hambatan tertentu. Kebijakan dari Perawat memaknai tetap harus bersikap
IGD RSSA terkait pasien terlantar yaitu professional dan bertanggung jawab walaupun
dengan menerbitkan suatu surat keterangan pasien tersebut bukanlah pasien prioritas.
khusus atau nota dinas. Nota dinas Perawat juga harus mampu dalam
ditunjukkan bagi perawatan pasien terlantar mengendalikan perasaan dan mengendalikan
yang bertujuan mempermudah pengambilan sikap dan tetap berusaha maksimal untuk
keputusan, dan juga memberikan kompensasi memberikan perawatan dan tidak
biaya dan pengobatan. Kebijakan yang ini mengacuhkan pasien terlantar ini. Selain
bertujuan mempercepat perawat dan medis harus dapat mengendalikan perasaan dan
dalam melakukan tindakan, walaupun tidak sikap, perawat menyadari peran dan tanggung
ada keluarga yang bertanggung jawab dan jawab sebagai pemberi asuhan keperawatan
menyetujui dalam informed consent. Informed setiap pasien untuk memenuhi hak pasien
consent adalah pengakuan atas hak autonomy dalam memberikan perawatan yang
pasien, yaitu hak untuk dapat menentukan berkualitas. Dengan adanya dukungan
sendiri apa yang boleh dilakukan terhadap kebijakan dalam penanganan pasien terlantar
dirinya. Selain informed consent yang kita ini memungkinkan penerapan caring tetap
kenal, ada pula yang disebut informed refusal. diberikan walaupun perawatan End of life
Doktrin informed consent mensyaratkan agar care yang diberikan di IGD belum optimal.
pembuat consent telah memahami masalahnya
terlebih dahulu (informed) sebelum membuat DAFTAR PUSTAKA
keputusan (consent atau refusal) (Iserson, Braun, V & Clark, V. (2006). Using Thematic
2014). Dalam kasus tersebut, pasien terlantar Analysis in Psychologi. Qualitative
yang secara hukum saat itu tidak memiliki Research in Psychology 3 (77-101).
wali atau keluarga yang memberikan izin Carnevale, FA., Chevrier, AS. (2011). Key
kepada petugas. issues in critical care nursing. In E. A.
Sehingga, pada pasien terlantar tindakan yang Jean-Louis Vincent, Frederick A.
dilakukan mungkin hanya yang bersifat life Moore, Patrick M. Kochanek, and
saving saja. Menurut Jacobs (2016) perawat Mitchell P. Fink (Ed.), Textbook of
wajib menghargai harkat dan martabat Critical Care (6th ed., pp. 1622-1626).
manusia, keunikan klien, dan tidak California: Saunders.

Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(2):145–153 152


Ose, M,I.

Chaloner, C. (2007). An introduction to ethics Homeless persons’ concerns and desires


in nursing. Nursing Standard, 21 (32), about end of life care. Journal of
42–46. General Internal Medicine, 22(4), 435-
Christ, M., Grossmann, F., Winter, D., 441.
Bingisser, R., & Platz, E. (2010). Tedjomuljo, S., & Afifah, E. (2016). Tingkat
Modern triage in the emergency Pengetahuan Mahasiswa Keperawatan
department. Deutsches Tentang Kode Etik Profesi dan Caring.
Ärzteblatt Jurnal Keperawatan Indonesia, 19(2),
International, 107(50), 892. 129-137.
Forero, R., Mcdonnell, G., Gallego, B., Watson, J. (2010). Caring science and the next
Mccarthy, S., Mohsin, M., Shanley, C., decade of holistic healing:
…Hillman, K. (2012). A Literature Transforming self and system from the
Review on Care at the End-of-Life in inside out.
the Emergency Department, 2012.
http://doi.org/10.1155/2012/486516
Jainurakhma, Janes, (2013). Study
Fenomonologi Caring Perawat terhadap
klien dengan Kondisi Kritis di Instalasi
Gawat Darurat Dr. Saiful Anwar
Malang. Universitas Brawijaya :
Magister Keperawatan, Fakultas
Kedokteran.
Lachman, V. D. (2012). Applying the ethics of
care to your nursing practice. Medsurg
Nursing, 21(2), 112.
Laporan Tahunan RSUD dr. Saiful Anwar
Malang, 2014
Ose, M. I., Ratnawati, R., & Lestari, R.
(2016). Studi Fenomenologi
Pengalaman Perawat Instalasi Gawat
Darurat (IGD) dalam Merawat Pasien
Terlantar pada Fase End of Life di
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

Jurnal Ilmu Keperawatan, 4(2),


171183.
Oredsson, S., Jonsson, H., Rognes, J., Lind,
L., Göransson, K. E., Ehrenberg, A., ...
& Farrohknia, N. (2011). A systematic
review of triage-related interventions to
improve patient flow in emergency
departments. Scandinavian journal of
trauma, resuscitation and emergency
medicine, 19(1), 43.
Song, J., Bartels, D. M., Ratner, E. R.,
Alderton, L., Hudson, B., & Ahluwalia,
J. S. (2007). Dying on the streets:

153 Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2017;3(2):145–153

Anda mungkin juga menyukai