Anda di halaman 1dari 19

A.

Pengertian

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung


akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala –
gejala atau tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Decompensated
Heart Failure (ADHF), istilah ini sama dengan gagal jantung atau ”Dekompensasi
Cordis”. Decompensasi cordis secara sederhana berarti kegagalan jantung untuk
memompa cukup darah yang mencukupi kebutuhan tubuh. Dekompensasi cordis
merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi
kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung. Dari definisi
di atas, diketahui bahwa kondisi cardiac output (CO) yang tidak cukup terjadi
karena kehilangan darah atau beberapa proses yang terkait dengan kembalinya
darah ke jantung

Gagal jantung akut merupakan hasil dari kegagalan ventrikel kiri, mungkin
karena infark miokard, disfungsi katup, atau krisis hipertensi. Kejadian
berlangsung demikian cepat di mana mekanisme kompensasi menjadi tidak
efektif, kemudian berkembang menjadi edema paru dan kolaps sirkulasi ( syok
kardiogenik ).

B. Etiologi / Faktor Predisposisi

a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)

b. Sindroma koroner akut

1. Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah


luas dan disfungsi sistemik

2. Komplikasi kronik IMA

3. Infark ventrikel kanan

c. Krisis Hipertensi

d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial,


takikardia supraventrikuler, dll)
e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan
regurgitasi katup yang sudah ada

f. Stenosis katup aorta berat

g. Tamponade jantung

h. Diseksi aorta

i. Kardiomiopati pasca melahirkan

j. Faktor presipitasi non kardiovaskuler

1. Volume overload

2. Infeksi terutama pneumonia atau septikemia

3. Penurunan fungsi ginjal

4. Asma

5. Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol

C. Klasifikasi

Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC)


dan American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium berdasarkan
kondisi predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu :

a. Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung


struktural atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk
mereka yang mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit
aterosklerosis atau obesitas.

b. Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang


asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi
ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung
asimptomatik.
c. Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung
saat ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea,
fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.

d. Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat


muncul saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat
inap.

Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional.

a. Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik

b. Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien


merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi
atau angina dengan aktivitas biasa.

c. Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien


merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi
atau angina dengan aktivitas biasa ringan

d. Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan


aktivitas fisik apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.

D. Patofisiologi

ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik
asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada
mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF
dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini
beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau
kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau
hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka
tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi
penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin
angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat
vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.

Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan


menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya
telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar
tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai
ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga
muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul
ADHF. Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi
miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan
menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah
jantung.

Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di


daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini
disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan
venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan
darah di paru – paru. Bendungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke
jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya
akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru – paru.

Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak
mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu
penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran
darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin
aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi
dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga
terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer.
E. Manifestasi klinis

a. Sesak nafas ( dyspnea)

Muncul saat istirahat atau saat beraktivitas (dyspnea on effort)

b. Orthopnea

c. Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur setengah


duduk dengan menggunakan bantal lebih dari satu.

d. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk- batuk.

e. Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat


peningkatan tonus simpatik

f. Batuk- batuk

Terjadi akibat oedema pada bronchus dan penekanan bronchus oleh atrium kiri
yang dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang basah dan berbusa, kadang disertai
bercak darah.

g. Mudah lelah (fatigue)

Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa katabolisme. Juga terjadi
akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang
terjadi akibat distres pernafasan dan batuk.

h. Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat


dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.

i. Oedema (biasanya pitting edema) yang dimulai pada kaki dan tumit dan
secara bertahap bertambah ke atas disertai penambahan berat badan.

j. Pembesaran hepar

Terjadi akibat pembesaran vena di hepar.


k. Ascites.

Bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh portal


meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen.

l. Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari)

Terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat.

m. Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)

F. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium :

1. Hematologi : Hb, Ht, Leukosit

2. Elektrolit : K, Na, Cl, Mg

3. Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)

4. Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT,
SGPT.

5. Gula darah

6. Kolesterol, trigliserida

7. Analisa Gas Darah

b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :

– Penyakit jantung koroner : iskemik, infark

– Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )

– Aritmia

– Perikarditis
c. Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya :

– Edema alveolar

– Edema interstitiels

– Efusi pleura

– Pelebaran vena pulmonalis

– Pembesaran jantung

d. Echocardiogram

– Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung

e. Radionuklir

- Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri

- Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard

f. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen)


bertujuan untuk :

– Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru

– Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung

– Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung

– Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent

– Mengetahui beratnya lesi katup jantung

– Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner

– Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel,


fungsi ventrikel kiri)

– Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)


Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Aktivitas/ istirahat

DS : - Letih terus menerus sepanjang hari.

- Sulit tidur

- Sakit pada dada saat beraktivitas

- Sesak nafas saat aktivitas atau saat tidur

DO : - Gelisah

- Perubahan status mental, misalnya letargi

- Tanda vital berubah saat beraktivitas

2. Sirkulasi

DS : Riwayat hipertensi , Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner,


diabetes melitus.

DO :

· Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau
terlambatnya capilary refill time, disritmia.

· Suara jantung tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya


kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.

· Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi katub atau muskulus
papilaris yang tidak berfungsi.

· Heart rate mungkin meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi
cardia).

· Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal.


· Edema: Jugular vena distension, odema anasarka, crackles mungkin juga
timbul dengan gagal jantung.

· Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.

· Kemungkinan teraba pembesaran hepar

3. Integritas ego

DS : - Cemas, takut, khawatir

- Stres yang berhubungan dengan penyakit

DO : - Marah, mudah tersinggung

4. Eliminasi

DS : - Kemungkinan kencing sedikit

- Berkemih di malam hari (nokturia)

DO : kemungkinan urine berwarna gelap

5. Makanan/ cairan

DS : - Kehilangan nafsu makan

- Mual/ muntah

- Pakaian / sepatu terasa sesak

DO : - Perubahan berat badan yang signifikan

- Penambahan berat badan cepat

- Distensi abdomen (asites ),

- Edema ( umum, dependent, pitting, tekanan )

6. Higiene

DS : Kelelahan , dada berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.

DO : Dispnea atau nyeri dada


7. Neuro sensori

DS : Keletihan , pening

DO : Letargi

8. Nyeri / keamanan

DS : - Sakit pada dada

- Sakit pada perut kanan atas

- Sakit pada otot

- Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau
dengan nitrogliserin.

DO :

- Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai
ke lengan, rahang dan wajah.

- Tampak meringis

- Takikardia

2. Pernafasan

DS : - Sesak saat aktivitas

- Tidur sambil duduk

- Tidur dengan beberapa bantal

- Batuk dengan atau tanpa dahak

DO :- Takipnea

- Napas dangkal

- Penggunaan otot aksesori pernapasan


- Batuk kering atau nonproduktif atau mungkin batuk terus menerus dgn / tanpa
pembentukan sputum

- Sputum mungkin bersemu darah merah muda/berbuih

- Bunyi napas krakels, wheezing

- Fungsi mental mungkin menurun; letargi; kegelisahan

- Warna kulit pucat/sianosis

3. Studi diagnostik

· ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi,
gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang
Q yang mencerminkan adanya nekrosis.

· Enzym dan isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam,
dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan
mencapai puncak pada 36 jam.

· Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan


konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.

· Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah
serangan.

· Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit


paru yang kronis atau akut.

· Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang


mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.

· Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau


aneurisma ventrikuler.

· Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi


atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung.
· Exercise stress test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap
suatu stress/ aktivitas.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d


dispneu, ortopneu.

2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai


oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d pasien mengatakan letih terus menerus
sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital berubah saat beraktifitas.

3. Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah


jantung sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema,
asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels, wheezing.

4. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah didaerah


perifer sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat,
warna kuku pucat atau sianosis.

5. Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas,
sakit pada otot, tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia

C. Intervensi Keperawatan

· Diagnosa 1 : Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler


alveolus d/d dispneu, ortopneu

Kriteria tujuan : pertukaran gas lebih efektif ditunjukkan hasil AGD dalam batas normal
dan pasien bebas dari distress pernafasan

Rencana tindakan Rasionalisasi


· Auskultasi bunyi nafas, krekels, · Memantau adanya kongesti paru untuk intervensi
wheezing lanjut

· Anjurkan pasien untuk batuk · Membersihkan jalan nafas dan memudahkan


efektif dan nafas dalam aliran oksigen
· Pertahankan duduk atau tirah · Menurunkan konsumsi oksigen dan
baring dengan posisi semifowler memaksimalkan pegembangan paru

· Kolaborasi untuk memantau · Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema


analisa gas darah & nadi paru
oksimetri
· Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar untuk
· Kolaborasi untuk pemberian memperbaiki hipoksemia jaringan
oksigen tambahan sesuai indikasi
· Diuretik dapat menurunkan kongesti alveolar dan
· Kolaborasi untuk pemberian meningkatkan pertukaran gas. Broncodilator untuk
diuretik dan bronkodilator dilatasi jalan nafas.

· Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai


oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d pasien mengatakan letih terus menerus
sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital berubah saat beraktifitas.

Kriteria tujuan : aktivitas mencapai batas optimal , yang ditunjukkan dengan pasien
berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan dan mampu memenuhi kebutuhan
perawatan sendiri

Rencana tindakan Rasionalisasi


· Periksa tanda vital sebelum · Hipotensi ortostatik dapt terjadi dengan aktivitas
dan sesudah beraktivitas karena efek obat, perpindahan cairan, pengaruh
fungsi jantung.
· Catat respons kardiopulmonal
terhadap aktivitas, takikardi, disritmia, · Ketidakmampuan miokardium meningkatkan
dispneu, berkeringat, pucat volume sekuncup selama aktivitas dapat
meningkatkan frekuensi jantung, kebutuhan
· Berikan bantuan dalam aktivitas
oksigendan peningkatan kelelahan
perawatan diri sesuai indikasi.Selingi
periode aktivitas dengan periode · Pemenuhan kebutuhan perawatan diri tanpa
istirahat mempengaruhi stres miokard/ kebutuhan oksigen
berlebihan
· Kolaborasi untuk
mengimplementasikan program · Peningkatan bertahap pada aktivitas
rehabilitasi jantung menghindari kerja jantung dan konsumsi oksigen
berlebihan
· Diagnosa 3 : Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal,
penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat
badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels,wheezing

Kriteria tujuan : Kelebihan volume cairan dapat dikurangi dengan kriteria :

– Keseimbangan intake dan output

– Bunyi nafas bersih/jelas

– Tanda vital dalam batas normal

– Berat badan stabil

– Tidak ada edema

Rencana tindakan Rasionalisasi


§ Pantau haluaran urine, warna, § Memantau penurunan perfusi ginjal
jumlah
· Terapi diuretic dapat menyebabkan
§ Pantau intake dan output kehilangan cairan tiba-tiba meskipun
selama 24 jam udema masih ada

§ Pertahankan posisi duduk § Posisi telentang meningkatkan filtrasi


atau semifowler selama masa ginjal dan menurunkan produksi ADH
akut sehingga meningkatkan diuresis

§ Timbang berat badan setiap § Memantau respon terapi.


hari
· Retensi cairan berlebihan
§ Kaji distensi leher dan dimanifestasikan oleh pembendungan
pembuluh perifer, edema pada vena dan pembentukan edema
tubuh
· Kelebihan volume cairan sering
§ Auskultasi bunyi nafas, catat menimbulkan kongesti paru.
bunyi tambahan mis : krekels, · Menunjukkan adanya komplikasi
wheezing. Catat adanya edema paru atau emboli paru.
peningkatan dispneu, takipneu,
· Hipertensi dan peningkatan CVP
PND, batuk persisten.
menunjukkan kelebihan volume cairan
· Selidiki keluhan dispneu
· Memantau adanya asites
ekstrem tiba-tiba, sensasim sulit
bernafas, rasa panik · Perluasan jantung menimbulkan
kongesti vena sehingga terjadi distensi
· Pantau tekanan darah dan
abdomen, pembesaran hati dan nyeri.
CVP
· -Diuretik meningkatkan laju aliran
· Ukur lingkar abdomen
urine dan dapat menghambat reabsorpsi
· Palpasi hepatomegali. Catat natrium dan klorida pada tubulus ginjal.
keluhan nyeri abdomen kuadran
· -Meningkatkan diuresis tanpa
kanan atas
kehilangan kalium berlebihan
· Kolaborasi dalam
· Menurunkan air total tubuh /
pemberian obat
mencegah reakumulasi cairan
· Diuretik
· Memberikan diet yang dapat
· Tiazid dengan agen diterima pasien yang memmenuhi
pelawan kalium ( mis : kebutuhan kalori dalam pembatasan
spironolakton ) natrium.

· Kolaborasi untuk · Menunjukkan perubahan indikasif


mempertahankan cairan / peningkatan / perbaikan paru
pembatasan natrium sesuai
indikasi

· Konsultasi dengan bagian


gizi

· Kolaborasi untuk
pemantauan foto thorax
· Diagnosa 4 :Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah
di daerah perifer sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan
kapiler lambat, warna kuku pucat atau sianosis

Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perfusi


jaringan perifer dapat diperbaiki ( adekuat ) dengan kriteria evaluasi :

– Kulit hangat dan kering

– Nadi kuat, pengisian kapiler kuat

– Tanda vital normal

– Tidak sianosis atau pucat

Rencana tindakan Rasionalisasi


· Pantau tanda vital, · Mengetahui keadekuatan perfusi
capillary refill, warna kulit, perifer
kelembaban kulit, edema,
· Pembatasan aktivitas menurunkan
saturasi O2 di daerah perifer
kebutuhan oksigen dan nutrisi daerah
· Tingkatkan tirah baring perifer.
selama fase akut
· Menghindari memberatnya
· Tekankan pentingnya hipoksia di jaringan perifer

menghindari mengedan · Oksigen meningkatkan konsentrasi


khususnya selama defikasi oksigen alveolar sehingga dapat
memperbaiki hipoksemia jaringan
· Kolaborasi dalam
pemberian oksigen dan obat- · Obat inotropik untik meningkatkan
obatan inotropik kontraktilitas miokardium.
· Diagnosa 5 : Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada
perut kanan atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah, tampak meringis,
takikardia
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x 24 jam
diharapkan nyeri hilang atau berkurang, dengan kriteria evaluasi

– Melaporkan keluhan nyeri berkurang

– Pasien tampak tenang dan rileks

Rencana tindakan Rasionalisasi


· Anjurkan pasien untuk · Perawat dapat mengetahui
memberitahu perawat tentang keluhan nyeri dengan cepat sehingga
nyeri intervensi bisa segera dilakukan

§ Pantau karakteristik nyeri · Memastikan jenis nyeri

· Bantu pasien · Mengurangi nyeri


melaksanakan teknik relaksasi
· Menurunkan kebutuhan oksigen
· Istirahatkan pasien selama
· Stres mental / emosi
nyeri
meningkatkan kerja miokard
· Pertahankan lingkungan
· Morfin sulfat untuk menurunkan
yang nyaman, batasi
faktor preload dan afterload dan juga
pengunjung bila perlu
menurunkan tonus simpatik. Seri EKG
· Kolaborasi untuk untuk membandingkan pola nyeri.
pemberian morfin sulfat dan
memamntau perubahan seri
EKG
DAFTAR PUSTAKA

Guyton.1995.Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.Jakarta: EGC.

Hanafi B. Trisnohadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI ; 2001

Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi


Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai