Anda di halaman 1dari 45

Case Report Session

ABSES SEREBRI

Oleh :

Kenty Regina 1840312455

Preseptor :

dr. Syarif Indra, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUDP DR M.DJAMIL PADANG

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai

serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang

dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri,

fungus dan protozoa. Morgagni (1682-1771) pertama kali melaporkan abses otak

yang disebabkan oleh peradangan telinga. Pada beberapa penderita dihubungkan

dengan kelainan jantung bawaan sianotik. Mikroorganisme penyebab abses otak

meliputi bakteri, jamur dan parasit tertentu. Mikroorganisme tersebut mencapai

substansia otak melalui aliran darah, perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus

trauma kepala dan kelainan kardiopulmoner. Pada beberapa kasus tidak diketahui

sumber infeksinya.1,2

Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika

saat ini telah mengalami kemajuan, namun tingkat kematian penyakit abses otak

tetap masih tinggi yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah

jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko

kematiannya tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang

mengancam kehidupan masyarakat (”life threatening infection”). Abses serebri

dapat terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira 80% kasus dapat terjadi di lobus

frontal, parietal, dan temporal. Abses serebri di lobus occipital, serebelum dan

batang otak terjadi pada sekitar 20% kasus.1,2

Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus

infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau

2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi

oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering

pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum

biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses

otak bersifat soliter atau multipel. Abses yang multipel biasanya ditemukan pada

penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan

darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia.

Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli.3

Gejala klinik abses otak berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi

dan malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai

lokalisasi abses. Terapi abses otak terdiri dari pemberian antibiotik dan

pembedahan. Tanpa pengobatan, prognosis abses otak dapat menjadi jelek.

1.2 Batasan Masalah

Laporan kasus ini membahas mengenai definisi, klasifikasi, epidemiologi,

etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, prinsip diagnostik klinis hingga

penatalaksanaan awal kasus abses serebri dalam batasan pelayanan primer yang

menjadi kompetensi dokter umum.

1.3 Tujuan Penulisan

Laporan kasus ini ditulis untuk memahami lebih jauh mengenai abses

serebri dan penatalaksanaannya di tingkat pelayanan primer.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan laporan kasus ini menggunakan pustaka yang merujuk pada

beberapa buku, guidelines dan jurnal-jurnal penelitian yang terkait dengan kasus

yang dibahas.

3
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai

serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang

dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri,

fungus dan protozoa.1,2

2.2 Epidemiologi

Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering

terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi

oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi

fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan

lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas

ventrikuloperitonial. Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15%

kasus.1,2

Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika

saat ini telah mengalami kemajuan, namun tingkat kematian penyakit abses otak

masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah

jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko

kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang

mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection).3,4,5

Di Indonesia belum ada data pasti, namun Amerika Serikat dilaporkan

sekitar 1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,3-1,3

4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
per 100.000 orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih banyak daripada wanita,

yaitu dengan perbandinagan 2-3:1. 3,4,5

Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai

pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya

masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun. Hasil penelitian Xiang Y Han (The

University of Texas MD Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9

penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002),

menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan

perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.6

Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien

abses otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo

Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita

abses otak pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar

5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 35% (dari 20 penderita, 7 meninggal).

Dengan perkembangan pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi pediatri,

serta pandemic AIDS, terjadi pergeseran prevalensi ke usia dekade 3-5

kehidupan.1,3,4

Lokasi abses serebri dominan (80%) berada di lobus frontal, cerebelum, dan

batang otak. Lesi umumnya tunggal, dan sekitar 30% lesi multipel dan melibatkan

lebih dari 1 lobus otak. Abses serebri umumnya ditemui di negara berkembang,

dengan infeksi golongan micobacterium dan salmonella, terutama negara miskin

dengan kasus infeksi tuberkulosa dan gastrointestinal yang banyak.2

5
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2.3 Anatomi Otak

Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit karena fungsi organ

yang menakjubkan ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima,

menafsirkan, serta untuk mengarahkan informasi sensorik di seluruh

tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak

belakang.3,4

Gambar 2.1. Anatomi otak (Sumber: www. biology.about.com)

Pembagian otak:3,4

1. Prosencephalon (Otak depan)

2. Mesencephalon (Otak tengah)

o Diencephalon (thalamus, hypothalamus)

o Telencephalon (korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum)

6
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
3. Rhombencephalon - Otak belakang

o Metencephalon= pons, cerebellum

o Myelencephalon= medulla oblongata

Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)

Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf,

yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga yaitu darah.

Tempat-tempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua

kompartemen susunan saraf tersebut diatas yaitu pleksus koroideus, pembuluh

darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi

ruang subaraknoid. Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung

satu dengan yang lain dengan tight junction, yang membatasi difus intraseluler.

Sel- sel tersebut adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus

korioideus dan sel-sel membran araknoid serta perineurium.3,4

Sawar darah otak mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses

patologis, seperti anoksia daniskemia, lesi destruktif dan proliferative, reaksi

peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi

serebral tang terganggu. 3,4

Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu

menghalangi masuknya leukosit ataupun mikroorganisme pathogen ke susunan

saraf pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight junction dapat

menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi – substansi yang

dihasilkan dari sel- sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh

darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam

7
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
T- sel ternyata dapat juga menyebrangi endotheliaum tanpa menimbulkan

kerusakan structural pada pembuluh darah. 3,4

2.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga

tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries). Abses

otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik

(empyema, abses paru, bronkiektas, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan

subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi

pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya

secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi

oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang

otak.1,2,3,4

Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti

AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat

menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak

diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak,

sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak

kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber

infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak. 1,2,3,4

Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis

melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya

biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya.

Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior

lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus

8
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada

lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus

frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis.

Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan

seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh

kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum. 1,2,3,4

Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus, streptococci

(viridians, pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob (bakteri kokus gram

positif, Bacteroides spp, Fusobacterium spp, Prevotella spp, Actinomyces spp,

dan Clostridium spp), basil aerob gram negatif (enteric rods,

Proteus spp, Pseudomonas aeruginosa, Citrobacter diversus,

dan Haemophilus spp). Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba) dan fungus

(Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula menimbulkan abses, tetapi hal ini

jarang terjadi. 1,2,3,4

Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor

lingkungan, yaitu : 1,2,3,4

1. Faktor tuan rumah (host)

Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup

kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif,

aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang

berfungsi sempurna.

2. Faktor kuman

Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan

meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak

9
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
bersangkut paut dengan faktor pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi

yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat

ganggguan pada system limfoid atau retikuloendotelial.

3. Faktor lingkungan

Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke

dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.

2.5 Histopatologi

2.5.1 Abses Piogenis disebabkan bakteri

Jaringan otak rentan terhadap infeksi dan tidak mempunyai mekanisme

pertahanan yang baik, pembentukan kapsul kolagen merupakan respon yang

terpenting dalam membatasi penyebaran abses. Untuk terjadinya abses otak harus

ada daerah yang nekrosis terlebih dahulu dalam jaringan otak.4

Pada penderita meningitis bacteria tidak selalu terjadi abses otak, hal ini

dipengaruhioleh faktor-faktor: 1,2,3,4

1.Virulensi bakteri

Komponen permukaan subkapsular bakteri (dinding sel dan

lipopolisakarida) memegang peranan yang penting untuk timbulnya radang di

selaput otak dan memperluas daerah yang nekrosis ke dalam jaringan otak.

Bakteri pneumokokus mempunyai dua polimer dinding sel (peptidoglikan dan

asam trikoik fosfat ribitol) menyebabkan timbulnya peradangan. H. influenza

mempunyai kapsul lipopolisakarida bila terjadi inokulasi ke dalam intrasisternal

menyebabkan radang dan merusak sawar darah otak.

10
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2. Rusaknya sawar darah otak

Hanya bakteri tertentu yang bisa merusak sawar darah otak. Kerusakan

sawar darah otak menimbulkan eksudasi albumin yang mempercepat timbulnya

edema otak dengan kerusakan sel endotel dan mikrovaskuler otak.3,4

3. Imunopatologis

Satu sampai 3 jam setelah inokulasi lipopolisakarida terjadi pelepasan

secara cepat dari TNF (Tumor Necrotic Factor). Interleukin-2 ke dalam CSS

menyebabkan neutrofil melekat pada epitel serta merangsang sel-sel di susunan

saraf pusat (astroglia endotel, dan makrofag selaput otak) untuk melepaskan

sitokin. Sitokin dieksresikan dan merusak sawar darah otak. Kondisi imunologis

penderita yang kurang baik akan mempercepat terjadinya proses peradangan

dijaringan otak. 3,4

2.5.2 Abses disebabkan jamur

Abses yang disebabkan jamur umumnya merupakan abses metastatik.

Awalnya akan tampak invasi vaskuler oleh jamur, disusul thrombosis sekunder

dan infark otak. Hal ini menyerupai abses piogenik, dimana di dalam bagian

nekrotik terdapat sel radang, makrofag, fibroblast, dan sel besar berinti banyak

terisi jamur yang telah difagosit.1,2,3,4

2.5.3 Abses disebabkan parasit

Amoeba menyebabkan terjadinya pusat nekrotik yang berisi debris dan

terutama sel mononuclear dikelilingi kongesti vaskuler nekrosis jaringan saraf dan

sel limfotik, sel plasma dan mononuclear lain, disini pembentukan kapsul tidak

ada atau hanya sedikit serta dapat ditemukannya kista dan trofozoit. Toksoplasma

11
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
dapat menyebabkan ensefalitis abses dan granuloma dengan atau tanpa pusat

nekrotik.3,4

2.6 Patofisiologi

Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus

infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau

secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi

oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering

pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum

biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.2,3

Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak

dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak,

kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa

minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu

rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang

nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan

fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal

kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli

membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu : 2,3

1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)

Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit,

limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada

hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika

adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi.

12
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak

dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses. 2,3

2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)

Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat

nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan

nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis

didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast

yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul

kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi

sangat besar. 2,3

3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan

fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk

anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan

dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi

putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di

permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila

abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan

kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul

kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat. 2,3

4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)

Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran

histologis sebagai berikut:

13
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
· Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.

· Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.

· Kapsul kolagen yang tebal.

· Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.

· Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

- Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke

arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.

Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi

meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang

berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan

AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi

secara hematogen.2,3,4

Respon Imunologik pada Abses Otak

Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke

susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang di

mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik melalui

arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.4,5,6

Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui lintasan

hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada

toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak

sebagai sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia

saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Kuman

yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan

ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah

14
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan

nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat

protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibody dan antibiotik.

Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan

pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka

berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi

sangat virulen dan destruktif. 4,5,6

2.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis abses serebri umumnya dibagi menjadi 3 kelompok yaitu

manifestasi sistemik (demam subfebril), manifestasi serebral umum yang sering

dikaitkan dengan peningkatan TIK yakni nyeri kepala kronik dan progresif, mual

muntah, penurunan kesadaran, dan papil edema. Berikutnya manifestasi serebral

fokal yang meliputi kejang (40% kejang umum), perubahan status mental (sekitar

50%), defisit neurologis fokal motorik, sensorik, dan nervus kranialis.2

Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala

infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala gejala peninggian tekanan

intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya

abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala

infeksi (demam, leukositosis), peninggian tekanan intracranial (sakit kepala,

muntah proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal (kejang, paresis,

ataksia, afasia).1,2,3,4

Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala

neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai

15
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena

biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel. 1,2,3,4

Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan

mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan

hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas

dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik,

berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala

sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan

menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan

nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen

dan berakibat fatal. 1,2,3,4

2.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik,

pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu

penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat

keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit,

onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit

yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.2,3

Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status

mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks

patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan

meningen. 2,3

16
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem

musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota

gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal. 2,3

Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu

pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju

endap darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan

gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan

sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali

bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel. 2,3

Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial,

dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan

pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG

terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG

memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan

frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama

untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi

abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah

digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning

otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah

abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal

dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi

abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance

Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat

juga lebih akurat. 2,3

17
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Berikut gambar CT Scan normal :

Gambar CT- Scan dengan abses serebri, yaitu :

 Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.5,6

Gambaran CT-Scan :

Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran

seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai dengan

diameter serebritisnya. Didapati mengelilingi pusat nekrosis.5,6

 Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis

dari zona central inflamasi. 5,6

18
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Gambaran CT-Scan :

Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus.

Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen  menunjukkan

adanya cerebritis. 5,6

 Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis,

hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini

dapat terlihat gambaran ring enhancement. 5,6

Gambaran CT-Scan :

Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan

kapsul terlihat lebih tebal. 5,6

 Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens

(sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses).
5,6

Gambaran CT-Scan :

Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis tidak

diisi oleh kontras. 5,6

Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur

diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis

abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal

untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding

dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan

granuloma. 5,6

Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,

metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk

19
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis

hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½

kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini

menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa

daughter abscess biasanya berkembang di medial. 5,6

Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang

tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media

di daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang

tinggi. 5,6

Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed

density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema

yang luas. 5,6

2.9 Penatalaksanaan

Terapi definitif untuk abses melibatkan :1,3

1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat

mengancam jiwa

2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses

3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)

4. Pengobatan terhadap infeksi primer

5. Pencegahan kejang

6. Neurorehabilitasi

Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan

pemilihan antibiotik didasarkan pada patogenesis dan organisme yang

memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat

20
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Jika

terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan

kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga

dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur

dan tes sentivitas telah tersedia.

Tabel 2.1 Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses Otak

Etiologi Antibiotik

Infeksi bakteri gram negatif, bakteri Meropenem

anaerob, stafilokokkus dan stretokokkus

Penyakit jantung sianotik Penissilin dan

metronidazole

Post VP-Shunt Vancomycin dan

ceptazidine

Otitis media, sinusitis, atau mastoiditis Vancomycin

Infeksi meningitis citrobacter Sefalosporin generasi

ketiga, yang secara umum

dikombinasi dengan terapi

aminoglikosida

Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis dapat

diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau

cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengna meropenem yang terbukti

baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan

streptokokkus dan menjadi pilihan alternatif. Sementara itu pada abses yang

terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan

21
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi

dengan vancomycin dan ceptazidine.Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits

yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus

pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang

merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi

ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada

pasien denganimmunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas

dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.1,2,3

Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak

Nama Obat Dosis Dewasa Keterangan


Ceftriaxone 1-2 x 2 gr iv (max 4 gr) Sefalosforin gen III, efektif
untuk gram -, kurang efektif
untuk gram +
Cefepime 2-3 x 2 gr Sefalosforin gen IV, aktif
gram – dan +, pseudomonas
Meropenem 3 x 1-2 gr Carbapenem, efektif untuk
gram – dan +
Cefotaxime 3-4 x 2 gr Idem Ceftriaxone
Metronidazole 4 x 500 mg Bakteri anaerob dan
protozoa
Penicilline G 4 x 6 juta U Anaerob dan streptococcus
Vancomisin 2 x 1 gr MRSA, gram +, septikemia

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat

mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan

kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus

dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis

yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering

dalam 3-7 hari. 1,2,3

Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara

antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase

22
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center

tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration

and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang

otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.2,3

Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan,

seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.

Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara

penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam

mengurangi risiko kejang.5,6

Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses

berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang

berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan

dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses. 5,6

Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena

prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan

dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter

lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng

terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi,

seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan

pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme

dan respon terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6

minggu.1,2,3,4

Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya

terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari

23
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya

abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).3

2.10 Diagnosis Banding

Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat

bermanifestasi klinis hamper sama dengan suatu neoplasma maupun

hematosubdural. Oleh karena itu, diperlukan teknik diagnose yang menyeluruh

agar terapi yang diberikan menjadi tepat.3.4

Tabel 2.3 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan Neuroimaging

Abscess Tumor
Wall Smooth, thin, regular Thick, irregular
Thinner on inner aspect Thinner on outer aspect
Nodularity If present, in inner border Outer border
T1 Hyperintense rim
T2 Hypointense rim
Meningeal Favours Not seen
enhancement
Diffusion High signal Low signal
Imaging
Perfusion Normal signal due to Low signal due high
imaging dynamic collagen and fibrosis in wall capillary density in tumour

2.11 Komplikasi

Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun

komplikasinya adalah: 2,3

1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid

2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus

3. Edema otak

4. Herniasi oleh massa Abses otak

24
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2.12 Prognosis

Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan

berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic

yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan

dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses

mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang

terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang,

hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran

lainnya.2,3,4

Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:

1) Cepatnya diagnosis ditegakkan

2) Derajat perubahan patologis

3) Soliter atau multipel

4) Penanganan yang adekuat.

Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat

didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan

mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50%

penderita.

25
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn. B

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 62 tahun

Suku bangsa : Minangkabau

Alamat : Jl. Alai Timur Parak Kopi Padang Utara, kota Padang

Pekerjaan : Pedagang

Autoanamnesis :

Seorang pasien, Tn. B, Laki-laki, umur 62 tahun dirawat di bangsal Neurologi


RSUP Dr. M. Djamil Padang hari rawatan ke-1 (26-11-2019) dengan:

Keluhan Utama :

Nyeri kepala meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Nyeri kepala sejak 3 bulan yang lalu, semakin meningkat sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk
terutama di sisi kepala sebelah kanan. Nyeri tidak menjalar. Akibat
keluhan tersebut, pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Nyeri
tidak berkurang dengan obat.
 Keluhan disertai mulut mencong ke kanan dan bicara pelo. Tidak ada
kelemahan anggota gerak.
 Penurunan kesadaran tidak ada
 Kejang tidak ada
 Pandangan kabur dan pandangan ganda tidak ada
 Muntah menyemprot tidak ada
 Batuk tidak ada, demam tidak ada, sesak napas tidak ada, nyeri dada tidak
ada

26
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
 BAB dan BAK tidak ada keluhan
 Riwayat trauma pada kepala tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat telinga berair terutama pada telinga kanan sejak + 3 bulan yang
lalu, pasien telah berobat ke Sp.THT-KL dan dilakukan CT Scan Mastoid.
 Riwayat infeksi gigi dan sinus tidak ada, konsumsi OAT tidak ada, batuk
lama tidak ada
 Riwayat tumor di bagian tubuh lain tidak ada
 Riwayat penyakit diabetes mellitus ada, sejak 20 tahun yang lalu, rutin
kontrol dan minum obat
 Penyakit hipertensi disangkal
 Riwayat kolesterol tinggi disangkal
 Riwayat menderita penyakit jantung tidak ada
 Riwayat stroke sebelumnya disangkal

Riwayat penyakit keluarga :

 Tidak ada anggota keluarga menderita keluhan yang sama


 Riwayat menderita penyakit hipertensi tidak ada
 Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada
 Riwayat penyakit stroke tidak ada
 Riwayat menderita penyakit jantung tidak ada
 Riwayat penyakit kolesterol tinggi tidak ada

Riwayat pribadi dan sosial :

 Pasien seorang pedagang makanan di pasar alai, aktivitas harian sedang.


 Riwayat merokok sejak usia 15 tahun dan sudah berhenti merokok dalam
1 bulan terakhir.
 Riwayat konsumsi alkohol tidak ada

27
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
PEMERIKSAAN FISIK

Umum

Keadaan umum : Sedang


Kesadaran : Composmentis
Kooperatif : kooperatif
Nadi/ irama : 86x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Suhu : 36,6oC
Keadaan gizi : baik
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 55 kg
Turgor kulit : baik
Kulit dan kuku : pucat tidak ada, sianosis tidak ada
Rambut : hitam, tidak mudah dirontok
Mata : pupil isokor diameter 3mm/3mm, Refleks cahaya +/+,
Refleks Kornea +/+
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Telinga : Tampak cairan keluar dari telinga kanan
Hidung : tidak ada sekret dari hidung, Plika nasolabialis kanan lebih
datar

Mulut : Deviasi lidah ke kanan saat di julurkan

Tenggorok : Arkus faring simetris, T1-T1 tidak hiperemis

Torak
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan

28
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas tidak ada
Palpasi : gibus tidak ada

Status neurologikus

1. Tanda rangsangan selaput otak


 Kaku kuduk : tidak ada
 Brudzinsky I : tidak ada
 Brudzinsky II : tidak ada
 Tanda Kernig : tidak ada
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
 Pupil isokor, diameter 3m/3mm , reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+
 Muntah proyektil tidak ada
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif (+) (+)
Objektif (dengan bahan) Tidak diperiksa Tidak diperiksa

29
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Lapangan pandang Luas Luas

Melihat warna Baik Baik


Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Ortho Ortho
Ptosis (-) (-)
Gerakan bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Strabismus (-) (-)

Nistagmus (-) (-)

Ekso/endotalmus (-) (-)

Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Refleks cahaya (+) (+)
 Refleks akomodasi (+) (+)
 Refleks konvergensi (+) (+)

N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia (-) (-)

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral (+) (+)
Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia (-) (-)

30
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
 Membuka mulut (+) (+)
 Menggerakkan rahang (+) (+)
 Menggigit (+) (+)
 Mengunyah (+) (+)
Sensorik
 Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas (+) (+)
 Divisi maksila
- Refleks masetter (+) (+)
- Sensibilitas (+) (+)
 Divisi mandibula
- Sensibilitas (+) (+)

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Asimetris, deviasi ke kanan
Sekresi air mata Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Fissura palpebra (+) (+)

Menggerakkan dahi (-) (+)

Menutup mata (+) (+)

Mencibir/ bersiul (-) (+)

Memperlihatkan gigi (-) (+)

Sensasi lidah 2/3 depan (-) (+)

Hiperakusis (-) (-)

Plica nasolabialis Kanan lebih datar

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Detik arloji Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Rinne tes Tidak diperiksa

31
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Weber tes Tidak diperiksa

Schwabach tes Tidak diperiksa


- Memanjang
- Memendek
Nistagmus (-) (-)
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang (+)
Refleks muntah (Gag Rx) (+)

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Di tengah
Menelan Normal
Suara Baik
Nadi Reguler, 80x/menit

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan (+) (+)
Menoleh ke kiri (+) (+)
Mengangkat bahu kanan (+) (+)
Mengangkat bahu kiri (+) (+)

N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Deviasi ke kiri
Kedudukan lidah dijulurkan Deviasi ke kanan
Tremor (+)
Fasikulasi (-)
Atropi (-)

32
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
4. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Kaki kanan Tes jari hidung Dapat dilakukan
sedikit tertinggal
Romberg tes Tidak diperiksa Tes hidung jari Dapat dilakukan
Reboundphenomen Tidak diperiksa Supinasi-pronasi Dapat dilakukan
Test tumit lutut Tidak diperiksa

5. Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan Respirasi Teratur
Duduk Normal
b. Berdiri dan Gerakan spontan (-)
berjalan Tremor (-)
Atetosis (-)
Mioklonik (-)
Khorea (-)

c. Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal Normal Sedikit Normal
tertinggal
Kekuatan 555 555 555 555
Tropi Eutropi Eutropi Hipertropi Eutropi

Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

6. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil ++/++
Sensibilitas nyeri ++/++

Sensiblitas termis Tidak dilakukan

Sensibilitas kortikal Tidak dilakukan

Stereognosis ++/++

Pengenalan 2 titik ++/++

Pengenalan rabaan ++/++

7. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps ++ ++

33
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Berbangkis (+) (+) Triseps ++ ++

Laring (+) KPR ++ ++

Masetter (+) (+) APR ++ ++

Dinding perut Bulbokvernosus Tidak diperiksa


 Atas (+) (+) Cremaster Tidak diperiksa
 Tengah (+) (+) Sfingter Tidak diperiksa

 Bawah (+) (+)

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Babinski (-) (-)
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)
Tromner
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Tungkai (-) (-)

8. Fungsi otonom
- Miksi : baik
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat: baik
9. Fungsi luhur : Baik
Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi bicara Spontan Reflek glabela (-)

Fungsi intelek Baik Reflek snout (-)

Reaksi emosi Normal Reflek menghisap (-)

Reflek memengang (-)

Reflek palmomental (-)

Pemeriksaan laboratorium

Darah (25-11-2019)
Rutin :

34
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Hb : 11,3 gr/dl
Leukosit : 18.210/mm3
Trombosit : 607.000/mm3
Ht : 31%

Kimia darah :
Ureum : 20 mg/dl
Kreatinin : 0.8 mg/dl
GDS : 51 mg/dl
Na/K/Cl : 143/3.6/106

Pemeriksaan tambahan

Rontgen thoraks

Kesan : tidak tampak kelainan.

35
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Brain CT Scan

Kesan : Serebritis awal (early cerebritis) di hemisfer serebri dextra

Diagnosis :
Diagnosis Klinis : Sefalgia sekunder + Parese Nv. VII dan Nv. XII dextra
tipe perifer
Diagnosis Topik : Hemisfer Serebri Dextra
Diagnosis Etiologi : Abses serebri stadium serebritis awal
Diagnosis Sekunder : OMSK AD, DM Tipe 2 terkontrol normoweight

Diagnosis Banding
Meningitis

Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

36
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Terapi :
- Umum : Ekstensi kepala 30 derajat
IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf
Diet MB TKTP 1700 kkal
Monitor Balance cairan
- Khusus : Dexamethason 4x10 mg IV tap off/ 3 hari
Ceftriaxon 2 x 2 gram IV
Levofloxacin 1 x 750 mg IV
Lansoprazol 1 x 30 mg IV
Paracetamol 4 x 750 mg PO
Akiten ED 2 x 5 gtt AD
H2O2 3% 2 x 5 gtt AD
Gentamycin 1x 80 mg IV

Follow Up tanggal 27-11-2019 (Hari rawatan ke-2)

S/ Pasien sadar, nyeri kepala (-), cairan telinga kanan (-), demam (-), BAB (+) BAK (+)
normal

O/ KU : sedang, Kesadaran : CMC, TD : 120/70, HR : 78, RR : 20, T : 36.5

SN : GCS 15

Peningkatan TIK (-), TRM (-)

Mata : pupil isokor, Ø 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+

Plikanasolabialis kanan lebih datar, kerutan dahi kanan lebih datar

Kedudukan lidah dalam deviasi ke kiri

Kedudukan lidah saat dijulurkan deviasi ke kanan

Tremor lidah ada

Motorik : 555/555 555/555

Reflek fisiologis ++/++ ++/++, Reflek patologis --/-- --/--/--

A/ Abses serebri fase serebritis akut

37
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DM terkontrol

OMSK AD

P/ - Umum : Ekstensi kepala 30 derajat

IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf


Diet MB TKTP 1700 kkal

Monitor Balance cairan

- Khusus : Dexamethason 4x10 mg IV tap off/ 3 hari


Ceftriaxon 2 x 2 gram IV
Levofloxacin 1 x 750 mg IV

Lansoprazol 1 x 30 mg IV

Paracetamol 4 x 750 mg PO

Akiten ED 2 x 5 gtt AD
H2O2 3% 2 x 5 gtt AD
Gentamycin 1x 80 mg IV

Follow Up tanggal 28-11-2019 (Hari rawatan ke-3)

S/ Pasien sadar, nyeri kepala (-), cairan telingan kanan (-), demam (-), BAB (+)
BAK (+) normal

O/ KU : sedang, Kesadaran : CMC, TD : 110/70, HR : 84, RR : 20, T : 36.7

SN : GCS 15

Peningkatan TIK (-), TRM (-)

Mata : pupil isokor, Ø 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+

Plikanasolabialis kanan lebih datar, kerutan dahi kanan lebih datar

Kedudukan lidah dalam deviasi ke kiri

Kedudukan lidah saat dijulurkan deviasi ke kanan

38
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Tremor lidah ada

Motorik : 555/555 555/555

Reflek fisiologis ++/++ ++/++, Reflek patologis --/-- --/--/--

A/ Abses serebri fase serebritis akut

DM terkontrol

OMSK AD

P/ - Umum : Ekstensi kepala 30 derajat

IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf


Diet MB TKTP 1700 kkal

Monitor Balance cairan

- Khusus : Dexamethason 4x10 mg IV tap off/ 3 hari


Ceftriaxon 2 x 2 gram IV
Levofloxacin 1 x 750 mg IV

Lansoprazol 1 x 30 mg IV

Paracetamol 4 x 750 mg PO

Akiten ED 2 x 5 gtt AD
H2O2 3% 2 x 5 gtt AD
Gentamycin 1x 80 mg IV

Follow Up tanggal 29-11-2019 (Hari rawatan ke-4)

S/ Pasien sadar, nyeri kepala (-), cairan telingan kanan (-), demam (-), BAB (+)
BAK (+) normal

O/ KU : sedang, Kesadaran : CMC, TD : 120/70, HR : 86, RR : 20, T : 36.5

SN : GCS 15

Peningkatan TIK (-), TRM (-)

Mata : pupil isokor, Ø 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+

39
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Plikanasolabialis kanan lebih datar, kerutan dahi kanan lebih datar

Kedudukan lidah dalam deviasi ke kiri

Kedudukan lidah saat dijulurkan deviasi ke kanan

Tremor lidah ada,

Motorik : 555/555 555/555

Reflek fisiologis ++/++ ++/++, Reflek patologis --/-- --/--/--

A/ Abses serebri fase serebritis akut

DM terkontrol

OMSK AD

P/ - Umum : Ekstensi kepala 30 derajat

IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf


Diet MB TKTP 1700 kkal

Monitor Balance cairan

- Khusus : Dexamethason 4x10 mg IV tap off/ 3 hari


Ceftriaxon 2 x 2 gram IV
Levofloxacin 1 x 750 mg IV

Lansoprazol 1 x 30 mg IV

Paracetamol 4 x 750 mg PO

Akiten ED 2 x 5 gtt AD
H2O2 3% 2 x 5 gtt AD
Gentamycin 1x 80 mg IV

40
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB IV

DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki - laki umur 62 tahun yang dirawat di

bangsal saraf RSUP DR. M. Djamil Padang hari rawatan ke-1 dengan diagnosis

Abses serebri + Parese Nv VII dan Nv XII dextra tipe perifer + OMSK AD dan

DM tipe II terkontrol normoweight.

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan nyeri kepala disertai

dengan keluhan wajah sebelah kanan yang mencong. Mulut yang mencong ke

kanan disebabkan oleh otot wajah kiri lumpuh akibat kerusakan pada N.VII dextra

tipe perifer. Neuron yang berjalan dari suatu hemisfer otak akan menyilang dalam

perjalanannya menuju ke perifer, sehingga bila terjadi lesi pada satu hemisfer,

maka akan timbul manifestasi pada bagian tubuh kontralateral dari hemisfer yang

terkena. Bicara pelo diakibatkan kelumpuhan pada Nv XII. Inti nervus XII terletak

di dekat garis tengah medula oblongata, yang menerima persarafan dari kedua

hemisfer serebri, kecuali otot genioglosus yang hanya menerima dari hemisfer

kontralateral. Selanjutnya serabut saraf nervus XII akan melewati fossa cranii

posterior, keluar di kanalis hipoglosus, berjalan ke bawah diantara arteri karotis

interna dan vena jugularis interna. Kelumpuhan nervus XII perifer ini akan

menunjukan gejala klinis deviasi lidah pasien dan dijumpai tremor. Kerusakan

nervus VII dan nervus XII perifer salah satunya dapat diakibatkan oleh perjalanan

klinis dari otitis media. Otitis media dapat menimbulkan komplikasi berupa

kerusakan pada Nv. VII dan Nv XII.

41
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Gejala abses serebri adalah gejala proses desak ruang ditambah dengan

gejala infeksi. Stadium awal dari abses serebri berupa cerebritis akut, yang

menimbulkan edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Hal inilah yang

menyebabkan pasien merasakan nyeri kepala dan muntah sebagai gejala

peningkatan intrakranial, dan demam sebagai gejala infeksi.

Sebelumnya pasien mengeluhkan timbul cairan dari telinga namun tidak

diobati, gejala abses serebri merupakan salah satu komplikasi intrakranial dari

kasus otitis media supuratif kronik. Penyebaran dari infeksi otitis media supuratif

kronik dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu: melalui erosi tulang mastoid yang

telah hancur oleh kolesteatom, atau penyebaran melalui tromboflebitis dari vena

vena kecil. Hasil CT Scan Mastoid pasien ini didapatkan bahwa telah terdapat

kerusakan pada tulang tulang mastoid, yang memungkinkan timbulnya penjalaran

infeksi dari otitis media ke bagian otak.

Perjalanan klinis abses serebri dapat dibagi dalam 4 fase yaitu:

a. Reaksi terhadap bahan bahan infeksius melalui infeksi berlanjut

menjadi late cerebritis hal ini terjadi pada hari ke 4-9

b. Stadium pembentukan kapsul dini terjadi pada hari ke 10-13

c. Stadium pembentukan kapsul lanjut, terjadi pada hari ke 14

Pasien ini mengeluhkan nyeri kepala hebat yang dirasakan selama 3 hari ini.

Nyeri kepala pada pasien ini dikaitkan dengan gejala peningkatan tekanan

intrakranial. Hal ini menandakan pasien masih berada pada fase serebritis, yang

ditandai dengan adanya edema pada otak dan adanya nekrosis ditengahnya, dan

adanya pembuluh darah yang mengelilingi proliferasi infeksi. Dari gambaran

42
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
brain CT scan terlihat adanya gambaran yang menunjukan tanda cerebritis, berupa

daerah yang nekrosis, namun masih belum terbentuk kapsul.

Riwayat penyakit dahulu pasien diketahui adanya faktor risiko yang

menyebabkan pasien rentan mengalami infeksi seperti diabetes melitus. Diabetes

melitus dapat mempermudah terjadinya koinfeksi telinga yang diderita pasien

akibat hiperglikemia yang dideritanya.

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien meliputi

pemeriksaan laboratorium, ronsen thorax dan CT-scan. Dari hasil laboratorium

diperoleh kesan leukositosis. Hal ini memungkinkan akibat adanya infeksi telinga

pada pasien yang telah menyebar secara hematogen, sehingga menimbulkan

leukositosis. Pemeriksaan CT scan ditemukan lesi hipodens pada lobus temporal.

Adanya area iskemik yang membuat gambaran menjadi hipodens pada CT scan.

Hal ini sesuai dengan teori yang meyebutkan bahwa abses serebri yang bersumber

dari infeksi otogenik biasanya akan terbentuk pada lobus temporal, hal ini

diakibatkan karna perjalanan penyakit dari otitis media tersebut. Dari gambaran

CT scan juga masih belum didapatkan adanya gambaran kapsul hal ini

menandakan pasien masih pada fase awal abses serebri yaitu fase early cerebritis.

Penatalaksanaan pasien ini secara umum adalah ekstensi kepala 30 derajat

untuk menghindari oklusi vena jugularis sehingga tidak meningkatkan tekanan

intrakranial. Pasien juga diberikan MB 1700 kkal untuk terapi nutrisinya.

Penatalaksanaan khusus yaitu Dexamethason 4x10 mg IV tap off/ 3 hari untuk

mengurangi edema serebral. Menurut teori, kortikosteroid dapat menurunkan

edema dalam 8 jam pertama, dan dapat menghambat formasi kapsul di sekitar

43
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
abses otak, menekan respon imun terhadap infeksi dan mengurangi penetrasi

antibiotik. Pasien juga diberikan injeksi Ceftriaxone 2 x 2 gram IV, Levofloxacin

1 x 750 mg PO sebagai lini antibiotiknya. Dimana pada pasien yang dicurigai

abses otak dengan port de entry etiologinya adalah otitis media kronis, bakteri

yang umumnya menginfeksi pasien adalah Bacterioides fragilis, Pseudomonas,

Proteus, atau Klebsiella sp., maka berdasarkan literatur antibiotik yang dapat

diberikan adalah Ceftriaxone atau Cefotaxime. Pasien diberikan Lansoprazol 1 x

30 mg IV sebagai gastroprotektor dan diberikan Paracetamol 4 x 750 mg PO

sebagai analgetik, serta diberikan Akiten ED 2 x 5 gtt AD , H2O2 3% 2 x 5 gtt

AD, Gentamycin 1x 80 mg IV mengobati infeksi di telinga yang diakibatkan oleh

otitis media, tujuan dari pengobatan ini adalah menyembuhkan fokal infeksi dari

abses serebri. Pengobatan abses serebri biasanya merupakan kombinasi antara

medikamentosa dan pembedahan, terapi farmakologi biasanya diberikan antibiotik

intravena selama 6-8 minggu. Pemberian antibiotik yang diberikan adalah

antibiotik empirik yaitu golongan cefalosporin generasi ketiga, seperti ceftriaxon,

dapat juga dikombinasikan dengan pemberian metronidazole, namun pemberian

steroid pada abses serebri masih kontroversial.

44
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudewi, AA Raka, dkk. Abses Serebri. Infeksi pada system saraf


“PERDOSSI”. Hal 21-27. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan
Unair. 2011.
2. Ritarwan K, Prabanintyas H. Abses Serebri. Modul Neuroinfeksi.
Kelompok Studi Neuroinfeksi Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia.
Malang; UB Press.2019
3. Misbach, H Jusuf, dkk. Serebritis dan Abses Otak. Buku Pedoman
SPM dan SPO Neurologi “ PERDOSSI’’. hal 27-29. Jakarta: 2006.
4. Mardjono, Mahar, dkk. Abses Serebri. Neurologi Klinis Dasar.hal
320-321. Jakarta: Dian Rakyat. 2008.
5. AldersonD, StrongAJ,Ingham A, et al. Fifteen year review of the
mortality of brain abcess. Neurosurgery Jan1981;8(1):1-6
6. CarpenterJ,StapletonS,Holliman R, Rtorospective analysisi of Brain
abcess and review of literature. Eur J clin Microbio Infecct Dis. Jna
2007;26(1)1-11

45
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai