KEPERAWATAN GERONTIK
Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit autoimun adalah kegagalan fungsi system kekebalan tubuh yang membuat badan
menyerang jaringannya sendiri. System imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang
terlihat sebagai bahan asing atau berbahaya bagi tubuh. Bahan asing tersebut termasuk
mikro jasad, parasit, sel kanker, bakteri dan pencangkokan organ dan jaringan. Bahan yang
bisa merangsang imunitas itu disebut antigen. Antigen adalah molekul yang mungkin
terdapat dalam selatau di atas permukaan sel. Sistem imunitas hanya bereaksi terhadap
antigen dari bahan asing yang berbahaya dan buka terhadap antigen sendiri. Sistem
imunitas yang rusak menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antigen asing dan
menghasilkan antibody (autoantibodi) atau sel imunitas menyerang jaringan tubuh sendiri.
gangguan sehingga menyerang jaringan tubuh itu sendiri. Pada hal seharusnya system
segibahasa auto artinyadirisendiri, dan imun artinya system pertahanan tubuh. Jadi
Laporan pendahuluan ini kami akan membahas tentang konsep dasar penyakit
autoimun dan jenis-jenis penyakit yang pada umumnya sering terjadi pada lansia yaitu
1. TujuanUmum
Tujuan umum dari penulisan laporan pendahuluan ini untuk memahami tentang
2. TujuanKhusus
a. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik yang ditugaskan
b. Memahami konsep dasar penyakit pada klien dengan penyakit autoimun yang
e. Memahami konsep dasar asuhan keperawatan Gerontik pada klien dengan penyakit
Gerontik.
menggunakan metoda Kepustakaan/ Studi literatur yaitu, penulis mencari informasi dari
buku-buku serta dari internet yang masih berhubungan dengan konsep dasar penyakit
D. SistematikaPenulisan
Untuk memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap isi dan maksud laporan
pendahuluan ini, maka penulisannya dibuat secara sistematis menjadi empat bab, yaitu
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan awal penulisan askep yang meliputi latar belakang, tujuan, metoda
Pada bab ini penulis akan membahas tentang serta konsep dasar penyakit Lupus
BAB IV PENUTUP
A. DEFINISI
Penyakit autoimun adalah kegagalan fungsi system kekebalan tubuh yang membuat
badan menyerang jaringannya sendiri. System imunitas menjaga tubuh melawan pada apa
yang terlihat sebagai bahan asing atau berbahaya bagi tubuh. Bahan asing tersebut
termasuk mikrojasad, parasit, sel kanker, bakteri dan pencangkokan organ dan
molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel. Sistem imunitas
hanya bereaksi terhadap antigen dari bahan asing yang berbahaya dan buka terhadap
sebagai antigen asing dan menghasilkan antibody (autoantibodi) atau sel imunitas
imun hanya menyerang organisme atau zat-zat asing yang membahayakan tubuh.Dari
segi bahasa auto artinya diri sendiri, dan imun artinya system pertahanan tubuh.Jadi
System kekebalan tubuh adalah kumpulan sel-sel khusus dan zat kimia yang
berfungsi melawan agenpenyebab infeksi seperti bakteri dan virus serta membersihkan
sel-sel tubuh yang menyimpang (non-self) misalnya pada kanker.Gangguan autoimun
terjadi ketika system kekebalan tubuh seseorang keliru menyerang jaringan tubuh sendiri.
System kekebalan pada keadaan tertentu tidak mampu bereaksi terhadap antigen
yang lazimnya berpotensi menimbulkan respon imun. Keadaan tersebut disebut toleransi
Deleksi klonal, yaitu eliminasi klon (kelompok sel yang berasal dari satu sel)
pematangan.
Pada umumnya, system kekebalan dapat membedakan antar antigen diri (self antigen)
dan antigen asing atau bukan diri (non-self antigen).Dalam hal ini terjadi toleransi
membedakan antara antigen self dan non-self, maka terjadi pembentukan limfosit T dan
B yang auto reaktif dan mengembangkan reaksi terhadap antigen diri (reaksi auto imun).
Gangguan autoimun dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu organ spesifik dan
penyakit radang usus, dengan auto-antibodi terhadap usus. Sedangkan non-organ spesifik
artinya system imun menyerang beberapa organ atau system tubuh yang lebih luas,
subyektif berupa rasa nyeri pada sendi, terdapat pula gambaran khas pada sinar rontgen
tangan posteroanterior atau pergelangan tangan yang menunjukkan adanya erosi dan atau
dekalsifikasi tulang,
B. ETIOLOGI
1. Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (disembunyikan dari
system kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran darah. Misalnya pukulan ke mata
bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan ke dalam aliran darah. Cairan merangsang
system kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan menyerangnya.
2. Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya oleh virus, obat, sinar matahari atau radiasi.
Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi system kekebalan tubuh.
Misalnya virus bisa menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh
3. Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki badan.
System kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan senyawa badan mirip
seperti bahan asing sebagai sasran. Misalnya, bakteri penyebab sakit kerongkongan
mempunyai beberapa antigen yang mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi,
system kekebalan tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan
mungkin rusak dan menghasilkan antibody abnormal yang menyerang beberapa sel
badan.
daripada kekacauan itu sendiri mungki diwarisi. Pada orang yang rentan, satu pemicu,
seperti infeksi virus atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang.
Faktor hormonal juga mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan autoimun lebih
autoimun timbul akibat patahnya toleransi kekebalan diri dan dipengaruhi oleh berbagai
faktor (multifaktor). Faktor-faktor yang bersifat predisposisi dan atau bersifat kontributif
adalah:
1. Genetik, yaitu haplotype HLA tertentu meningkatkan risiko penyakit autoimun atau
3. Infeksi, yaitu virus Epstein-Barr, mikoplasma, streptokok, klebsiella, malaria dan lain-
4. Sifat autoantigen, yaitu enzim dan protein (heat shock protein) sering sebagai antigen
6. Umur, yaitu sebagian besar penyakit autoimun terjadi pada usia dewasa.
C. TANDA DAN GEJALA
gangguan dan bagian badan yang terkena.Beberapa gangguan autoimun mempengaruhi jenis
tertentu jaringan di seluruh badan, misalnya pembuluh darah, tulang rawan atau kulit dan
juga mempengaruhi organ manapun maupun organ khusus.Hasil dari peradangan dan
kerusakan jaringan bisa menyebabkab rasa sakit, merusak bentuk sendi, kelemahan penyakit
kuning, gatal, gangguan pernafasan, penumpukan cairan / udema, demam, bahkan kematian.
D. DIAGNOSA
Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga sebagai gangguan
yang dihasilkan dalam merespon radang mengganggu kemampuan sel darah merah (eritrosit)
untuk tetap ada di darah.Sering jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena radang
Tetapi radang mempunyai banyak sebab, banyak diantaranya yang bukan autoimun.Dengan
begitu, dokter sering mendapatkan pemeriksaan darah untuk mengetahui antibody yang
berbeda yang bisa terjadi pada orang yang mempunyai gangguan autoimun khusus. Contoh
antibodi ini ialah antibodi antinuclear, yang biasanya ada di Lupus Erythematosus Sistemik,
dan factor rheumatoid atau anti-cyclic citrullinated peptide (anti-CCP) antibody, yang
biasanya ada di radang sendi rheumatoid. Antibodi ini pun kadang-kadang mungkin terjadi
pada orang yang tidak mempunyai gangguan autoimun, oleh sebab itu dokter biasanya
menggunakan kombinasi hasil tes dan tanda dan gejala orang untuk mengambil keputusan
tubuh.Tetapi beberapa obat digunakan reaksi autoimun juga mengganggu kemampuan badan
untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi.Obat yang menekan sistem kekebalan
mycophenolate, dan methotrexate sering digunakan biasanya secara oral dan seringkali
dalam jangka panjang.Obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga
kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad
seperti prednisone diberikan secara oral.Obat ini mengurangi radang sebaik menekan sistem
kekebalan tubuh. Kortikosteroid yang digunakan dalam jangka panjang memiliki banyak
efek samping.Kalau mungkin kortikosteroid dipakai untuk waktu yang pendek sewaktu
gangguan yang mulai atau sewaktu gejala memburuk.Tetapi kadang-kadang harus dipakai
Gangguan autoimun tertentu (seperti multiple sklerosis dan gangguan tiroid) juga
diobati dengan obat lain daripada immunosupresan dan kortikosteroid. Pengobatan untuk
menghalangi aksi faktor tumor necrosis (TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di
badan. Obat ini sangat efektif dalam mengobati radang sendi rheumatoid, tetapi mungkin
mereka berbahaya jika digunakan untuk mengobati gangguan autoimun tertentu lainnya,
seperti multiple skleroris. Obat ini juga bisa menambah risiko infeksi dan kanker tertentu.
Obat baru secara khusus membidik sel darah putih.Sel darah putih menolong
pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada reaksi autoimun.Abatacept
menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih (sel T) dan dipakai pada radang sendi
rheumatoid Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan kanker sel darah putih tertentu (B
lymphocytes) dari tubuh.Efektif pada radang sendi rhemathoid dan dalam penelitian untuk
berbagai gangguan autoimun lainnya. Obat lain yang ditujukan melawan sel darah putih
sedang dikembangkan.
dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibody abnormal.Lalu darah yang disaring
dikembalikan kepada pasien. Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami
5. Asma
8. Churg-Strauss Syndrome
9. Hashimoto's Tiroiditis
12. Myocarditis
- Bullous Pemphigoid
- Cicatricial Pemphigoid
- Dermatitis Herpetiformis
- Discoid lupus Erythematosus
- Gestational Pemphigoid
- Hidradenitis Suppurativa
- Lichen Planus
- Lichen Sclerosus
- Morphea
- Pemphigus Vulgaris
- Mucha-Habermann Disease
- Systemic Scleroderma
- Vitiligo
- Addison's Disease
- Autoimun Pancreatitis
- Autoimun Thyroiditis
- Ord's Thyroiditis
- Autoimmune Oophoritis
- Endometriosis
- Autoimun Orchitis
- Autoimun Enteropathy
- Celiac Disease
- Coeliac
- Crohn's Disease
- Microscopic Colitis
- Ulcerative Colitis
- Antiphospholipid Syndrome
- Aplastic Anemia
- Autoimmune Neutropenia
- Evans Syndrome
- Pernicious Anemia
- Thrombocytopenia
- Adiposis Dolorosa
- Ankylosing Spondylitis
- CREST Syndrome
- Drug-induced Lupus
- Enthesitis-related Arthritis
- Eosinophilic Fasciitis
- Felty Syndrome
- Juvenile Arthritis
- Palindromic Rheumatism
- Parsonage-Turner Syndrome
- Psoriatic Arthritis
- Reactive Arthritis
- Relapsing Polychondritis
- Retroperitoneal Fibrosis
- Rheumatic Fever
- Sarcoidosis
- Schnitzler Syndrome
- Dermatomyositis
- Fibromyalgia
- Myositis
- Myasthenia Gravis
- Neuromyotonia
- Polymyositis
- Bickerstaff's Encephalitis
- Guillain–Barré Syndrome
- Hashimoto's Encephalopathy
- Multiple Sclerosis
- Narcolepsy
- Sydenham Chorea
- Transverse Myelitis
- Autoimmune Retinopathy
- Autoimmune Uveitis
- Cogan Syndrome
- Graves Ophthalmopathy
- Intermediate Uveitis
- Ligneous Conjunctivitis
- Mooren's Ulcer
- Neuromyelitis Optica
- Optic Neuritis
- Scleritis
- Susac's Syndrome
- Sympathetic Ophthalmia
- Tolosa-Hunt Syndrome
- Ménière's Disease
- Behçet's Disease
- Henoch-Schonlein Purpura
- Kawasaki's Disease
- Leukocytoclastic Vasculitis
- Lupus Vasculitis
- Rheumatoid Vasculitis
- Microscopic Polyangiitis
- Polyarteritis Nodosa
- Polymyalgia Rheumatica
- Urticarial Vasculitis
- Vasculitis
BAB III
1. Definisi
yang terutama mengenai wanita usia subur. Ciri utama dari lupus adalah
ditemukannya zat anti terhadap inti sel dan autoantigen lainnya. Perjalanan
(Irianto, 2014).
yang kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. Tanda dan gejala
2005).
Penyakit lupus merupakan penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto
imun, dimana tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah,
merusak organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah,
sebagai musuh, sehingga dibuat zat anti terhadap sel-sel tersebut, kemudian
zat anti ini menyerang sel-sel tubuh organ sendiri tersebut. Akibatnya
penyakit SLE. Sekitar 10%-20% pasien SLE memiliki kerabat dekat yang
SLE dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator lambat
yang memiliki gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat,
untuk berikatan degan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing
mengaktivasi sel B limfosit non spesifik yang akan memicu terjadinya SLE.
(Irianto, 2014)
multifatorial meliputi genetik yakni HLA DR2 (ras Asia/Jepang) dan HLA
(lebih dari 100) yang berperan, terutama yang berfungsi mengkode unsur-
a. Faktor Genetik
odapus mempunyai risiko terkena lupus sebesar 3-10 kali lipat dibanding
yang tidak kembar identik. Demikian pula kerabat dekat (ibu, ayah,
saudara kandung) odapus mempunyai risiko 8-9 kali lipat untuk terkena
SLE.
b. Faktor Lingkungan
peran lingkungan
yang sering timbul. Disamping itu mungkin juga terdapat nyeri sendi,
kelainan pada kulit, anemia, gangguan fungsi ginjal, nyeri kepala sampai
kejang. Pada jantung atau paru, bisa terdapat cairan sehingga timbul sesak
napas. Gejala ini tidak semuanya timbul pada seorang penderita lupus.
Seperti yang diungkapkan dalam buku kecil Care for Lupus (Syamsi
Dhuha), Lupus adalah sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut
a. Meskipun lupus datat menyerang pria dan wanita segala usia, 90%
penderita adalah wanita dan 90% dari jumlah tersebut yang terkena lupus
b. Sekitar 70% kasus lupus adalah sistemik dan dalam 50% kasus tersebut
penderita lupus memiliki kerabat dekat (orang tua atau saudara) yang
d. Sekitar 5% anak-anak yang lahir dari ibu yang menderita lupus akan
e. Lupus yang disebabkan oleh obat lebih sering terjadi pada orang tua
4. Manifestasi Klinis
artritis simetris tau atralgia yang muncul pada 90% dari waktu perjalanan
bahu, lutut, dan pergelangan kaki. Poliathritis SLE berbeda dari arthritis
rematoid karena jarang bersifat erosif atau menimbulkan deformitas. Nodul
berkurangnya berat badan yang biasa timbul pada awal penyakit dan dapat
berulang dalam perjalanan penyakit ini. Keletihan dan rasa lemah bisa timbul
sebagai gejala sekunder dari anemia ringan yang ditimbulkan oleh SLE.
Manifestasi kulit mencakup ruam eritematosa yang dapat timbul pada wajah,
leher, ekstremitas atau pada tubuh. Kira-kira 40% dari pasien SLE memiliki
kulit ini. Dapat timbul alopesia (rambut rontok), yang kadang-kadang dapat
menjadi berat. Rambut biasanya dapat tumbuh kembali tanpa masalah. Juga
Pleuritis (nyeri dada) dapa timbul akibat proses peradangan kronik dari
Fenomena Raynoud dapat timbul sekitar 40% pada pasien SLE. Beberapa
kasus dapat sangat berat sehingga dapat terjadi gangrene pada jari. Vaskulitis
Biasanya DNA tidak bersifat antigenic pada orang normal tetapi dapat dapat
Kira-kira 60% dari pasien SLE akan mengalami gangguan pada ginjalnya.
Tetapi hanya 25% yang menjadi berat. Nefritis lupus diketahui dengan
perubahan pada sistem saraf pusat sering diakibatkan oleh bentuk penyakit
protein asam Ribonukleat (RNA) yang disebut Sm, hanya ditemukan pada
5. Patofisiologi
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa
terhadap sel TCD 4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap sel-
antigen.
yang berupa sel memori. Ujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari
yang diduga termasuk didalamnya ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan
alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks protein
Gangguan Immunoregulasi
psikosis.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
aktif dan jarang pada penderita dengan penyakit lain. Jumlah yang
(ANA). Ada dua tipe dari antibodi anti-DNA yaitu yang menyerang
spesifik untuk SLE tapi positif untuk penyakit autoimun yang lain.
Pagana, 2002).
bereaksi menyerang inti dari suatu sel. ANA cukup sensitif untuk
penderita SLE. Tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena
menurun. Jika hasil tes negatif maka pasien belum tentu negatif
tes laboratorium yang lain, tetapi jika hasil tes positif maka
2002).
b. Tes Laboratorium lain
serta untuk monitoring terapi pada penyakit SLE antara lain adalah
c. Pemeriksaan Penunjang
d. Biopsi ginjal.
e. Pemeriksaan saraf.
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
AINS dipakai untuk mengatasi arthritis dan artralgia. Aspirin saat ini
2) Kortikosteroid
3) Antimalaria
pemakaian dosis.
4) Imunosupresif
Lorraine, 1995).
b. Penatalaksanaan keperawatan
Perawat menemukan pasien SLE pada berbagai area klinik karena sifat
instrument yang valid, seperti hitung nyeri tekan dan bengkak sendi
c. Penatalaksanaan diet
obat tradisional.
SLE.
8. Asuhan Keperawatan pada Lupus Sistemik Erytomatosus
a. Pengkajian
1) Anamnesa
3) Pengkajian Persistem
a) Kardiovaskuler
b) Muskuloskletal
c) Integument
d) Pernafasan
e) Vaskuler
f) Renal
g) System Saraf
perawatan.
b) Pola Nutrisi
sampai beberapa kg, penyakit ini disertai rasa mual dan muntah
c) Pola Eliminasi
mesangial.
dialaminya.
seksual.
sembuh.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit autoimun adalah kegagalan fungsi system kekebalan tubuh yang membuat
badan menyerang jaringannya sendiri. System imunitas menjaga tubuh melawan pada apa
yang terlihat sebagai bahan asing atau berbahaya bagi tubuh. Antigen adalah molekul yang
mungkin terdapat dalam sel atau di atas permukaan sel. Sistem imunitas hanya bereaksi
terhadap antigen dari bahan asing yang berbahaya dan buka terhadap antigen sendiri.Sistem
imunitas yang rusak menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antigen asing dan
gangguan sehingga menyerang jaringan tubuh itu sendiri.Padahal seharusnya system imun
B. Saran
Ada berbagai saran yang menjadi renungan kita sebagai tim medis bidang keperawatan dalam
merawat pasien dengan penyakit gangguan autoimun yang bisa dimasukan agar nantinya dalam
memberikan asuhan keperawatan bisa sesuai dengan keilmuan kita dan sesuai dengan masalah
Herdman, T. Heather
Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi (Nursing Diagnoses: Definitions and
Classification) 2012-2014, Jakarta: EGC
J.C.E UNDERWOOD
Patologi umum dan sistematik, Edisi II.Volume 2
Alih Bahasa Prof Dr.Sarjadi.dr SpPA, Jakarta: EGC
Suratun, 2008
Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal: seri Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC