Anda di halaman 1dari 9

SPIRITUALITAS DALAM KEPERAWATAN

Sebagai Tugas Kelompok Matrikulasi MK Psikososial dan Budaya

Di susun oleh :
Kelompok II

1. Mohamad Romli I1F017008


2. Ridho Tristantiningsih I1F017009
3. Yanuar I1F017010
4. Niko Sutrisno I1F017011
5. Bangun Sasongko I1F017012
6. Rahmawati Nur Jannah I1F017013
7. Eko Suwardiyanto I1F017014

Kementerian Riset, Teknologi Dan Pendidikan Tinggi


Universitas Negeri Jenderal Soedirman
Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Jurusan Keperawatan
2017
SPIRITUALITAS DALAM KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN
Kata spiritual berasal dari bahasa latin “spiritus” yang artinya meniup atau
bernafas dan kemudian memiliki arti yang memberi kehidupan atau intisari menjadi
manusia. Spiritualitas mengacu kepada bagaimana menjadi manusia yang mencari
makna melali hubungan intra, inter dan transpersonal (Reed, 1991).
Spiritualitas adalah kayakinan dalam hubungan dengan Yang Maha Kuasa
dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai
Sang Pencipta atau Sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian
hubungan manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium)
shalat, puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya (Hawari, 2002).

B. KEBUTUHAN SPIRITUALITAS
Kebutuhan spiritualitas adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini
termasuk menemukan arti, tujuan, menderita dan kematian, kebutuhan akan
harapan dan keyakinan hidup, kebutuhan akan keyakinan diri sendiri dan Tuhan.
Ada lima dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu arti dan tujuan hidup, perasaan
misteri, pengabdian, rasa pecaya dan harapan diwaktu kesusahan (Hawari, 2002)
Kebutuhan spiritual sering muncul akibat penyakit atau kriris kesehatan lain.
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas klien dapat meningkatkan perilaku koping dan
memperluas sumber-sumber penting yang tersedia untuk klien. Aspek dan ilustrasi
kebutuhan spiritual terdiri dari :
1. Kebutuhan akan cinta
2. Kebutuhan akan harapan
3. Kebutuhan akan kepercayaan
4. Kebutuhan akan untuk memaafkan dan dimaafkan
5. Kebutuhan untuk dihormati dan dihargai
6. Kebutuhan akan martabat
7. Kebutuhan akan makna hidup secara utuh
8. Kebutuhan akan nilai
9. Kebutuhan akan kreatifitas
10. Kebutuhan untuk berhubuhgan dengan Tuhan
11. Kebutuhan untuk menjadi anggota komunitas
Ekspresi energi spiritual seseoran terhadap orang lain dimanifestasikan
dalam hubugan saling mencintai dengan dan melayani orang lain, kesenangan dan
tawa, partisipasi dalam layanaan keagamaan dan perlumpulan dan kegiatan
keagamaan, dan dengan ekspresi kasih sayang, empati, pengampunan dan
harapan. Perawat yang menjujung spiritualitas mereka sendiri mampu bekerja lebih
baik dengan klien yang memiliki kebutuhan spiritualitas, perawat juga perlu merasa
nyaman dengan spiritualitas seseorang.

C. PERKEMBANGAN SPIRITUALITAS DARI TAHAP TUMBUH KEMBANG


1. Bayi & Todler ( 0-3 tahun )
Neonatus dan todler mendapatkan kualitas, spiritual, keyakinan,
mutualitas, keberanian, harapan, dan cinta yang mendasar. Transisi ke tahap
keyakinan berikutnya dimulai ketika bahasa dan pikiran anak mulai
memungkinkan penggunaan simbol.
Bayi dan todler belum memiliki rasa salah dan benar, serta keyakinan
spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa mengerti arti kegiatan
tersebut, serta ikut ke tempat ibadah yang mempengaruh citra diri mereka.
2. Pra Sekolah (3-7 tahun)
Fase penuh fantasi dan imitatif ketika anak dapat dipengaruhi oleh contoh,
alam perasaan, dan tindakan. Anak menghubungkan secara intuitif dengan
kondisi akhir dengan keberadaan melalui cerita dan gambar, penyebaran fakta,
dan perasaaan. Imajinasi dianggap sebagai realitas.
Anak pra sekolah sering bertanya tentang morlitas dan agama seperti
perkataan atau tindakan tertentu dianggap salah? Dan juga bertanya “apa itu
surga?”. Mereka meyakini bahwa orang tua mereka seperti tuhan.
3. Sekolah (7-12 tahun) bahkan hingga masa dewasa
Anak berusaha memilah fantasi dari fakta dengan menuntut adanya bukti
atau demonstrasi kenyataan. Cerita sangat penting untuk menemukan makna
dan mengorganisasi pengalaman. Anak menerima cerita dan keyakinan secara
harfiah. Kemampuan untuk mempelajari keyakinan dan praktik budaya serta
keagamaan.
Pada usia ini anak mulai mengambil keputusan akan melepaskan atau
meneruskan agama yang dianutnya saat ini karena ketergantungannya kepada
orang tua.
4. Remaja
Pengalaman mengenai dunia saat ini diluar unit keluarga dan keyakinan
spiritual dapat membantu pemahaman terhadap lingkungan yang luas. Secara
umum menyesuaikan diri dengan keyakinan orang disekitar mereka, belum
dapat menilai keyakinan secara objektif.
Pada masa remaja, mereka membandingkan standar orang tua mereka
dengan orang tua yang lain dan menetapkan standar apa yang akan
diintegrasikan dalam perilakunya. Remaja juga membandingkan pandangan
ilmiah dengan pandangan agama serta mencoba untuk menyatukannya.
Pada remaja yang memiliki orang tua yang berbeda agama, pada masa
inilah mereka akan memutuskan pilihan agama yang akan dianutnya atau tidak
memilih satupun dari kedua agama orang tuanya.
5. Dewasa muda
Perkembangan identitas diri dan pandangan terhadap dunia berbeda dari
orang lain. Individu membentuk komitmen, gaya hidup, keyakinan dan sikap
yang mandiri. Mulai mengembangkan makna personal terhadap simbol
keagamaan dan keyakinan.
6. Dewasa menengah
Menghargai masa lalu, lebih memperhatikan suara hati, lebih waspada
terhadap mitos, prasangka, dan citra yang ada karena latar belakang sosial.
Berusaha menyelesaikan kontradiksi dalam pikiran dan pengalaman dan untuk
tetap terbuka terhadap kebenaran orang lain.
7. Dewasa menengah sampai lansia
Mampu meyakini dan memiliki rasa pertisipasi dalam komunitas non
ekslusif. Dapat berusaha menyelesaikan masalah sosial, politik, ekonomi, atau
ideologi dalam masyarakat. Mampu merangkul kehidupan meskipun masih
longgar.
Kelompok usia pertengah dan lansia mempunyai lebih banyak waktu
untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang
diyakini oleh generasi muda. Peresaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif
serta menghadapi kematian orang lain menimbulkan rasa kesepian dan mawas
diri.

D. DIMENSI SPIRITUALITAS
Dimensi spiritual menjadi bagian yang komprehensif dalam kehidupan
manusia karena setiap individu pasti memiliki aspek spiritual, walaupun dengan
tingkat pengalaman dan pengamalan yang berbeda-beda berdasarkan nilai dan
keyakinan yang mereka percaya. Setiap fase pada tahap perkembangan individu
menunjukkan perbedaan tingkat atau pengalaman spiritual yang berbeda (Hamid,
2000).
Dimensi spiritual berupaya mempertahankan keharmonisan atau keselarasan
dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika
sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi
spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia
(Kozier, 2005).
Spiritualitas merupakan sesuatu yang multi dimensi, yaitu dimensi
eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti
kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang
dengan Tuhan YME.
Dimensi spiritual mempengaruhi penyembuhan pada klien yang sakit.
Perawat yang bekerja digaris terdepan harus mampu memnuhi semua kebutuhan
manusia termasuk juga kebutuhan spiritual klien. Berbagai cara perawat untuk
memenuhi kebutuhan klien mulai dari pemenuhan makna dan tujuan spiritual
sampai dengan memfasilitasi klien untuk mengekspresikan agama dan
keyakinannya. Dalam memenuhi kebutuhan spiritual tersebut perawat
memperhatikan tahap perkembangannya, sehingga asuhan yang diberikan dapat
terpenuhi sebagaimana mestinya.
Keterkaitan Spiritualitas, kesehatan, sakit bahwa keyakinan spiritual sangat
penting karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan perilaku selfcare klien.
Pengaruh dari keyakinan spiritual yang perlu dipahami adalah sebagai berikut:
1. Menuntun kebiasaan hidup
Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi pasien.
Sebagai contoh, ada agama yg menetapkan makanan diit yang boleh
dan tidak boleh dimakan. Begitu pula metode keluarga berencana ada agama yg
melarang cara tertentu untuk mencegah kehamilan termasuk terapi medik atau
pengobatan.
2. Sumber dukungan
Pada saat mengalami stress, individu akan mencari dukungan dari
keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat menerima
keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit tersebut memerlukan
proses penyembuhan yang lama dengan hasil yg belum pasti.
Sembahyang atau berdoa, membaca kitab suci, dan praktik keagamaan
lainnya sering membantu memenuhi kebutuhan spiritual yang juga merupakan
suatu perlindungan terhadap tubuh.
3. Sumber kekuatan dan penyembuhan
Individu cenderung dapat menahan stress baik fisik maupun psikis yang
luar biasa karena mempunyai keyakinan yg kuat. Keluarga klien akan mengikuti
semua proses penyembuhan yang memerlukan upaya ekstra, karena keyakinan
bahwa semua upaya tersebut akan berhasil.
4. Sumber konflik
Pada suatu situasi tertentu, bisa terjadi konflik antara keyakinan agama
dengan praktik kesehatan. Misalnya ada orang yang memandang penyakit
sebagai suatu bentuk hukuman dari Tuhan karena pernah berdosa.
Perawat sebagai role model
Ketika perawat menyusun perencanaan untuk menjadi contoh peran spiritual
bagi kliennya, perawat juga munyusun tujuan bagi dirinya sendiri. Menurut taylor,
Lilis & Le Mone (1997) dalam hal ini perawat akan :
 Mempunyai pegangan tentang keyakinan spiritual yang memenuhi kebutuhannya
untuk mendapatkan arti dan tujuan hidup, mencintai dan berhubungan, serta
pengampunan.
 Bertolak dari kekuatan spiritual dalam kehidupan sehari-hari, terutama ketika
menghadapi nyeri, penderitaan dan kematian dalam melakukan praktik
profesional.
 Meluangkan waktu untuk memupuk kekuatan spiritual diri sendiri.
 Menunjukan perasaan damai, kekuatan batin, kehangatan,keceriaan, caring, dan
kreativitas dalam interaksinya dengan orang lain.
 Menghargai keyakinan dan praktik spiritual orang lain walaupun berbeda dengan
keyakinan spiritual perawat.
 Meningkatkan pengetahuan perawat tentang berbagai keyakinan spiritual klien
mempengaruhi gaya hidup mereka, berespon terhadap penyakit, pilihan
pelayanan kesehatan dan pilihan terapi atau treatmen.
 Menunjukan kepekaan terhadap kebutuhan spiritual klien.
 Menyusun strategi asuhan keperawatan yang paling sesuai untuk membantu
klien yang sedang mengalami distres spiritual.

Penyakit dan Masalah Spiritual Yang Muncul


1. Penyakit Akut
Penyakit yang mendadak, tidak diperkirakan, yang menghadapkan baik
ancaman langsung atau jangka panjang terhadap kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan pasien menimbulkan distres spiritual yang bermakna. Misalnya,
seorang pria berusia 40 tahun yang terkena serangan jantung, individu berusia
20 tahun yang menjadi korban kecelakaan bermotor, atau wanita berusia 32
tahun dengan kanker payudara, semua menghadapi krisis yang mungkin
mengancam kesehatan spiritual mereka. Penyakit atau cedera yang dialami
dipandang sebagai hukuman, sehingga pasien menyalahkan diri mereka sendiri
karena memiliki kebiasaan kesehatan yang buruk, gagal mematuhi tindak
kewaspadaan keselamatan atau menghindari pemeriksaan kesehatan secara
rutin. Konflik dapat berkembang sekitar keyakinan individu dan makna hidup.
Individu mungkin mempunyai kesulitan memandang masa depan dan terpuruk
tidak berdaya oleh kedukaan. Kemarahan bukan hal yang tidak wajar, dan
pasien mungkin mengekspresikannya terhadap Tuhan, keluarga, dan atau diri
mereka sendiri. Kekuatan spiritual pasien mempengaruhi bagaimana mereka
menghadapi penyakit mendadak (akut) dan bagaimana mereka dengan cepat
beralih ke arah penyembuhan.
2. Penyakit Kronis
Seseorang dengan penyakit kronis sering menderita gejala yang
melumpuhkan dan menganggu kemampuan untuk melanjutkan gaya hidup
normal mereka. Kemandirian sangat terancam, yang menyebabkan ketakutan,
kecemasan dan kesedihan yang mendalam. Ketergantungan pada orang lain
untuk mendapatkan perawatan rutin menimbulkan perasaan tidak berdaya dan
persepsi tentang penurunan kekuatan batiniah. Seseorang mungkin merasa
kehilangan tujuan dalam hidup, yang mempengaruhi kekuatan dari dalam yang
diperlukan untuk menghadapi perubahan fungsi yang dialami. Kekuatan tentang
spiritualitas seseorang dapat menjadi faktor penting dalam cara seseorang
menghadapi perubahan yang diakibatkan oleh penyakit kronis.
3. Penyakit Terminal
Seseorang yang mengalami penyakit terminal sering menemukan diri
mereka menelaah kembali kehidupan mereka dan mempertanyakan maknanya.
Pertanyaan-pertanyaan yang umum diajukan dapat mencakup, “Mengapa hal ini
terjadi pada saya” atau “Apa yang telah saya lakukan sehingga hal ini terjadi
pada saya?”. Keluarga dan teman-teman dapat terpengaruhi sama halnya yang
dialami pasien. Penyakit terminal umumnya menyebabkan ketakutan terhadap
nyeri fisik, ketidakpastian, kematian dan ancaman terhadap integritas.
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Achir Yani. (1999). Buku Ajar Aspek Spiritual dalam Keperawatan. Jakarta :
Widya Medika

Sunaryo, dkk. (2006). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Penerbit Andi

Anda mungkin juga menyukai