Anda di halaman 1dari 7

1.

Raja Asoka
 Asoka adalah raja dari negara Magadha. Ayahnya bernama Bindusara yang mempunyai enam belas
orang istri dan ibunya bernama Dhamma.
 Raja Asoka memerintah dari 273 SM – 232 SM dengan penuh kekerasan, diktator, bengis, dan
serakah. Maka ia dikenal sebagai “ Canda Asoka “ yang berarti Asoka yang kejam.
 Setelah Asoka mengenal dhamma, akhirnya menjadi seorang raja yang baik, penuh cinta kasih,
disiplin dan bijaksana ia menjalankan roda pemerintahan sesuai dhamma sehingga akhirnya ia
dikenal sebagai “ Dhammashoka “ yang berarti Asoka yang baik.
 Asoka adalah salah satu raja yang amat berjasa terhadap perkembangan agama Buddha.
 Di antara puluhan ribu raja di dunia, nama Asoka cemerlang bagaikan bintang yang paling bersinar
terang di angkasa.
 Asoka mengirim dhammaduta ke kerajaan yang jauh dari kerajaannya sendiri, yaitu ke Antiochus (
Antiyoko ), raja dari Syria ; ke empat kerajaan yang lebih jauh lagi, yaitu Ptolemy ( Turameya ) dari
Mesir ; Antigonos ( Antakini ) dari Macedonia ; Alexander ( Alikasundara ) dari Epirus ( satu wilayah
kuno di Yunani Utara ) ; Magas dari Cyrenia di Afrika Utara. Ia juga menyebut nama – nama seperti
Yavanas, Kemboja, Pandyas, Colas, Andhras, Pulindas, Srilanka dan lain – lain.
 Menurut Samantapasadika, penghasilan Asoka yang berjumlah 500.000 mata uang zaman itu dibagi
sebagai berikut :
100.000 mata uang diberikan kepada Nigrodha yang dapat dipakai untuk apa saja.
100.000 mata uang untuk membeli barang – barang persembahan di Vihara Agama Buddha seperti
dupa, bunga dan lain – lain.
100.000 mata uang untuk membeli makanan, minuman dan keperluan Sangha lainnya.
100.000 mata uang untuk pengembangan agama Buddha, dan
100.000 mata uang untuk membeli obat – obatan bagi yang sakit.
 Di istana Nigrodha memberikan uraian tentang Appamadavagga yang membuat Asoka sangat
tertarik, sehingga mulai hari itu Asoka menjadi penyokong dan pelindung dari Nigrodha dan anggota
Sangha lainnya.
 Setelah mendengar dari Moggaliputta Tissa Mahathera bahwa Ajaran sang Buddha terdiri dari
84.000 Dhamma, Asoka mendirikan vihara di berbagai desa dan kota di mana terdapat 84.000 buah
cetiya. Dan di Pataliputta Asoka membangun sebuah vihara besar dan megah. Konon diceritakan
bahwa dengan bantuan Raja Naga Mahakala ia membuat patung Sang Buddha dalam ukuran
sebenarnya, dimana Asoka sering memberi persembahan – persembahan yang mewah.
2. Raja Pasenadi Kosala
 Raja Pasenadi Kosala adalah raja negeri Kosala, yang terletak di sebelah utara negeri Magadha
pimpinan raja Bimbisara. Ibu kota kerajaan Kosalah adalah Savatthi. Salah satu dari
saudara perempuannya adalah permaisuri raja Bimbisara, oleh karena itu ia adalah ipar dari raja
Bimbisara.
 Raja Pasenadi Kosala menjadi pengikut Sang Buddha pada masa sangat awal dari kepemimpinan
Sang Buddha, dan tetap setia menjadi pendukung Sang Buddha hingga akhir hayatnya.
 Permaisurinya Mallika, adalah istri Pasenadi yang bijaksana dan religius, yang benar-benar
mengetahui Dhamma dengan baik dan bertindak sesuai dengan tuntutan agamanya.
 Pada waktu pertama kali Raja bertemu dengan Sang Buddha, ia bertanya, “Bagaimana bisa Guru
Gotama menyatakan bahwa Dirinya telah mencapai Penerangan Sempurna” Sedangkan Guru Gotama
masih muda, baik dalam usia maupun dalam kebhikkhuan”. Sang Buddha menjawab, “Raja yang
agung, terdapat empat hal yang tidak boleh dianggap enteng dan dipandang rendah dikarenakan
mereka masih muda. Mereka adalah seorang prajurit kerajaan, seekor ular, api, dan seorang
bhikkhu (orang suci). Seorang prajurit muda yang dibuat marah sekali akan bisa dengan kejam
melukai orang lain. Gigitan seekor ular meskipun itu ular kecil, bisa mematikan. Api yang kecil bisa
menajdi api yang amat besar yang dapat menghanguskan gedung-gedung dan hutan. Meskipun
seorang bhikkhu muda, ia mungkin telah mencapai kesucian”. Mendengar hal ini raja Pasenadi
Kosala mengerti bahwa Sang Buddha memang benar-benar seorang guru yang bijaksana, dan ia
memutuskan untuk menjadi pengikutNya.
 Raja Kosala memiliki anak bernama Vidudabha, yang bangkit memberontak melawannya pada usia
tua. Ibu anak ini adalah putri dari Mahanama keturunan Sakya, yang berkerabat dengan Sang
Buddha, dan neneknya adalah seorang budak.
 Kenyataan ini tidak diketahui oleh Raja ketika ia mengambilnya sebagai salah seorang istri.
Mendengar pernyataan menghina yang dibuat oleh para Sakya tentang garis keturunannya yang
rendah, Vidudabha membalas dengan berusaha menghancurkan keturunan Sakya.
 Karena ulah Vidudabha, Raja harus mati dengan menyedihkan dalam kamar di luar kota dengan
hanya ditemani oleh seorang pembantu.
3. Raja Bimbisara
 Raja Bimbisara yang memerintah Magadha dengan ibukota Rajagaha, adalah raja pendukung Sang
Buddha yang pertama. Beliau naik tahta pada usia 15 tahun dan memerintah selama 52 tahun.
 Raja Bimbisara mengundang Sang Buddha untuk mengunjungi kerajaan dan membabarkan dhamma.
Setelah itu, Sang Buddha berdiam di kuil Suppatittha di sebuah Hutan Palem.
 Setelah mendengarkan Dhamma yang dibabarkan Sang Buddha, “ Mata Kesunyataan” muncul dalam
diri mereka semua. Raja Bimbisara mencapai tingkat Sotapatti, dan berlindung dalam Sang Tiratana.
 Raja Bimbisara menjalankan kehidupan bangsawan yang patut ditiru dengan menjalankan Uposatha
secara teratur sebanyak enam hari dalam setiap bulan.
 Tetapi karena disebabkan oleh karma buruknya yang lampau ia harus menghadapi kematian yang
tidak pada waktunya serta menyengsarakan yang disebabkan oleh kekejaman putranya sendiri.
4. Ajatasattu
 Ketika itu, anak Raja Bimbisara, bernama Pangeran Ajatasattu, telah dewasa. Ia dipengaruhi oleh
Devadatta Thera, yang membujuknya untuk merampas takhta kerajaan dan membunuh ayahnya.
Pangeran Ajatasattu lalu merencanakan untuk menggulingkan takhta kerajaan ayahnya, tetapi Raja
Bimbisara yang mengetahui rencana anaknya yang jahat itu, tidak menghukumnya, malahan Beliau
menyerahkan takhta kerajaan itu seperti yang diinginkan anaknya itu.
 Tetapi Pangeran Ajatasattu yang jahat itu tidak puas, ia lalu menangkap dan memasukkan ayahnya
ke dalam penjara. Ia memerintahkan supaya ayahnya tidak diberi makan, ia ingin agar ayahnya
menderita sampai mati. Ia hanya mengijinkan ibunya yang bebas mengunjungi ayahnya di penjara.
Sang Ibu yang berbudi itu selalu membawakan makanan untuk suaminya dengan
menyembunyikannya di balik baju.
 Setelah Pangeran mengetahuinya, ia lalu melarang ibunya membawakan makanan untuk ayahnya.
Kemudian dengan diam-diam, ia membawa makanan yang disembunyikan di dalam kondenya. Tidak
lama kemudian Pangeran mengetahuinya dan ia melarang dengan keras ibunya membawakan
makanan untuk ayahnya. Sang ibu lalu mencari siasat lain. Ia lalu membaluri tubuhnya dengan
campuran madu, keju, mentega dan gula cair. Bimbisara lalu menjilati tubuh isterinya, sehingga ia
dapat bertahan hidup.
 Raja Ajatasattu setelah mengetahui apa yang dilakukan ibunya, lalu melarang ibunya datang
mengunjungi ayahnya. Hatinya hanya dipenuhi keinginan untuk melihat ayahnya menderita dan mati
karena penderitaannya itu.
 Bimbisara yang tidak lagi mempunyai makanan untuk mempertahankan hidupnya, lalu berlatih
meditasi berjalan. Setiap hari ia selalu mengingat ajaran Sang Buddha dan berlatih meditasi dengan
rajin, akhirnya ia mencapai Tingkat Kesucian Pertama (Sotapanna), batinnya tetap tenang dan
bahagia.
 Anak yang kejam itu heran, mengapa ayahnya belum mati juga. Setelah ia mengetahui ayahnya selalu
melatih meditasi berjalan, ia lalu mengirim tukang cukur untuk menyayat-nyayat telapak kaki
ayahnya, dan melumurinya dengan garam dan minyak lalu dipanggang di atas bara api.
 Bimbisara yang melihat tukang cukur datang, amat senang karena ia berpikir bahwa anaknya
mungkin sudah sadar dan menyesali perbuatannya yang jahat dan keji itu. Ia lalu mengirim tukang
cukur untuk memangkas rambut dan jenggotnya yang sudah panjang, sebelum membebaskannya.
 Tetapi harapan Bimbisara keliru, ia harus mengalami penderitaan yang luar biasa hebatnya. Tukang
cukur itu yang atas perintah Raja Ajatasattu, menyayat-nyayat telapak kakinya dan melumurinya
dengan garam dan minyak serta memanggangnya di atas bara api. Bimbisara yang sudah amat
lemah itu, tidak tahan lagi sehingga meninggal dunia. Bimbisara meninggal karena penderitaannya di
luar batas peri-kemanusiaan lagi, dan ia meninggal atas perintah anak kandungnya sendiri.
 Pada hari itu pula, anak Raja Ajatasattu lahir. Ia amat bahagia melihat anaknya yang baru lahir itu. Ia
merasakan cinta kasih sayang yang luar biasa kepada anaknya itu. Seketika itu pula ia teringat
kepada ayahnya sendiri, bahwa ayahnya pasti juga merasakan kasih sayang yang sama ketika ia
lahir. Dengan panik, ia lalu memerintahkan pengawalnya untuk segera berlari ke penjara dan
membebaskan ayahnya. Tetapi, sudah terlambat, ayahnya, Bimbisara baru saja meninggal dunia. Ia
amat menyesali perbuatan jahatnya. Ia lalu berpaling kepada ibunya dan bertanya : “Oh ibu, apakah
ayah amat menyayangiku ketika aku masih kecil?”
 Ibunya lalu bercerita, ketika ia mengandung, ia ingin sekali menghisap darah dari tangan kanan
suaminya. Ia menyimpan keinginannya yang aneh itu, sebab ia tidak berani mengatakannya. Karena
keinginannya tidak terpenuhi, ia menjadi gelisah dan amat pucat, badannya kurus sekali. Keadaannya
bertambah lama bertambah buruk, Raja Bimbisara yang kemudian mengetahui keinginan isterinya
yaitu menghisap darah dari tangan kanannya, dengan senang hati beliau memenuhi keinginan
isterinya itu. Seorang peramal pandai lalu meramalkan, bahwa anaknya yang di dalam kandungan itu
kelak akan menjadi musuh ayahnya. Mendengar ramalan itu, Ratu ingin menggugurkan
kandungannya, tetapi Raja melarangnya. Ketika anak itu lahir, Raja memberi nama Ajatasattu yang
artinya : musuh yang belum lahir. Ratu sekali lagi berusaha untuk menyingkirkan anak yang baru
lahir itu karena takut akan ramalan tersebut. Tetapi Bimbisara tetap melarangnya.
 Pada suatu waktu, Pangeran Ajatasattu yang masih kecil itu menangis terus karena kesakitan,
jarinya bengkak dan amat sakit, karena bisul yang cukup parah. Ia menangis terus, tidak ada
seorangpun yang dapat mendiamkannya. Raja yang ketika itu sedang memimpin rapat di Ruang
Kerajaan, menunda rapatnya, dengan dikelilingi oleh para menteri dan pejabat istana, ia lalu
menggendong Pangeran kecil itu. Dengan tanpa ragu-ragu ia lalu menghisap jari Pangeran yang
sakit itu dengan mulutnya. Bisul itu lalu pecah, ia lalu menelan nanah yang keluar bersama dengan
darah itu. Pangeran segera berhenti menangis.
 Raja Ajatasattu yang mendengar cerita dari ibunya, bagaimana ayahnya amat menyayanginya, amat
menyesal dengan kekejaman yang telah dilakukannya terhadap ayahnya yang amat menyayanginya.
KLIPING AGAMA BUDDHA
“ RAJA – RAJA PENDUKUNG SANG BUDDHA “

Oleh :
Geby Stefanie
Kelas VIII B

Anda mungkin juga menyukai