Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari
genus plasmodium. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina. Plasmodium pada malaria terdiri dari 5 spesies, yaitu Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale dan plasmodium knowlesi. Malaria
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian
terutama pada risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, serta dapat secara langsung
menyebabkan anemia dan menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini masih endemis di
sebagian besar wilayah Indonesia.1
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat
menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi, bahkan berpengaruh terhadap ketahanan
nasional sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan. Tujuan penanggulangan malaria di
lndonesia adalah untuk mencapai eliminasi secara bertahap paling lambat pada tahun 2030, yang
merupakan komitmen global dan regional dalam indikator Sustainable, Development Goal's
(SDG's) target 3.3. Target tersebut ditindaklanjuti dengan kesepakatan komitmen pimpinan
negara di wilayah Asia Pasifik dalam pertemuan East Asia summit ke-9 pada tahun 2014 yang
menyepakati untuk mengeliminasi malaria di wilayah Asia Pasifik paling lambat tahun 2030.2
Sampai dengan bulan Juli tahun 2018, di lndonesia terdapat 272 (dua ratus tujuh puluh
dua) kabupaten/kota telah mencapai eliminasi malaria dan 3 (tiga) provinsi yang seluruh
kabupaten/kotanya telah mencapai eliminasi malaria, yaitu DKI Jakarta, Bali, dan Jawa Timur.
Sementara itu, masih ada 166 (seratus enam puluh enam) kabupaten/kota merupakan wilayah
endemis rendah dengan Annual Parasite lncidence (APl) <1 per 1000 penduduk, 37 (tiga puluh
tujuh) kabupaten/kota merupakan wilayah endemis sedang dengan API 1-5 per 1000 penduduk,
dan 39 kabupaten/kota merupakan wilayah endemis tinggi dengan API >5 per 1000 penduduk.
Hampir seluruh kabupaten/kota endemis tinggi berada di kawasan timur lndonesia (Papua, Papua
Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku) dan 2 (dua) kabupaten/kota di luar kawasan timur
lndonesia, yaitu Kabupaten Pesawaran di Provinsi Lampung dan Kabupaten Penajam Paser Utara
di Provinsi Kalimantan Timur. Dari 39 (tiga puluh sembilan) kabupaten/kota endemis tinggi, 8
(delapan) di antaranya memiliki angka API >100 per 1000 penduduk, yaitu Kabupaten Jayapura,
Keerom, Sarmi, Boven Digoel, Kepulauan Yapen, Mimika, Asmat, dan Memberamo Raya.2
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang
menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi Plasmodium falciparum dengan salah satu lebih
komplikasi yang terdiri dari malaria serebral (koma), acidemia/asidosis, anemia berat, gagal
ginjal akut dan hipoglikemia. Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.2
Kasus malaria vivax diseluruh dunia jika dibandingkan dengan jenis malaria yang lain,
adalah sekitar 70 – 80 juta per tahun. Menurut WHO, sekitar 40% kasus malaria di dunia
disebabkan oleh Plasmodium vivax. Kasus malaria vivax walaupun jarang fatal tapi merupakan
penyebab utama morbiditas dan mempengaruhi ekonomi baik tingkat individu maupun nasional.
Plasmodium vivax merupakan spesies parasit yang paling dominan di Asia Tenggara, Eropa
Timur, Asia Utara,Amerika tengah dan Selatan.3
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : TN. L.R
Agama : Kristen
Umur : 28 tahun
Alamat : Haul Sagu
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku : Manado
Tanggal masuk : 21 November 2019
Waktu : 18.50 WIT
No. RM : 19.08.24

II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama: Nyeri ulu hati sejak ± 5 hari SMRS
b. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Labuha rujukan dari PT.IN dengan keluhan nyeri
ulu hati sejak ±5 hari SMRS. Pasien mengeluh mual (+), muntah (-), , demam (+)
sejak ± 4 hari yang lalu sebelum masuk RS. demam dirasakan hilang timbul.
Demam yang dirasakan pasien tidak berlangsung sepanjang hari tetapi biasanya
sore menjelang malam hari, Pasien mengaku sebelum demam menggigil dan
setelah demam turun pasien berkeringat. Demam juga tidak terjadi setiap hari.
Penderita mengaku pernah merasakan bebas demam tanpa minum obat penurun
panas namun dalam setengah hari demam naik kembali. Pasien juga mengeluh
nyeri kepala (+) sejak ± 4 hari yang lalu SMRS, nyeri terasa seperti ditusuk –
tusuk dan bersifat hilang timbul,pasien mengeluh nyeri pinggang kiri sampai
belakang sejak 5 hari yang lalu SMRS, badan terasa lemah dan lesu. Pasien juga
merasakan nyeri otot atau pegal-pegal serta nafsu makan pasien menurun. Buang
air besar dan buang air kecil lancar, pasien mengaku BAK pernah berpasir (ada
serpihan kecil-kecil),nyeri (-), panas(-), nanah(-), darah(-).Tidak ditemukan sesak
nafas. Penderita ada riwayat bekerja ke daerah Timika selama ± 5 tahun kemudian
pindah ke Maluku utara (pulau Obi).
c. Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asam urat, kolesterol, ginjal, liver, dan
jantung disangkal
Riwayat Pasien pernah menderita penyakit malaria 3 tahun yang lalu di timika.
d. Riwayat pengobatan:
Pasien hanya mengkonsumsi paracetamol saat merasa demam, dan berobat ke
klinik perusahaan karena keluhan nyeri ulu hati.
e. Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala serupa.
Teman di tempat kerja yang sama di timika ada yang pernah menderita Malaria
juga
f. Riwayat kebiasaan:
Riwayat merokok (+) sejak usia remaja ± 1bungkus /hari
Riwayat konsumsi alcohol dan obat obatan disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status generalis
 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : compos mentis
 Tekanan Darah : 140/70 mmHg
 Nadi : 78x/menit, reguler, kuat angkat
 Frekuensi Nafas : 20x/ menit, SpO299%.
 Suhu : 36,40 C
 Status gizi : TB ± 160cm, BB 65kg

Kepala : Normocephal
Mata : Conjuctiva anemis (+/+) , sklera ikterik (-/-)
THT : Tonsil tidak membesar, pharinx hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Cor :
o Inspeksi : IC tidak tampak
o Palpasi : IC tidak kuat angkat
o Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
o Auskultas : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
o Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
o Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
o Perkusi : Sonor/Sonor
o Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
o Inspeksi : dinding perut tampak cembung
o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri
tekan suprapubik (+)
o Perkusi : Tympani
o Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Ekstremitas : Edema (-), CRT < 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium 21/11/2019 :
Hematologi Hasil Nilai rujukan Satuan
Leukosit 6.01 3.8-10.6 10^3/uL
Eritrosit 5.29 4.4-5.9 10^6/uL
Hemoglobin 14.1 12.0-16.0 g/dL
Hematokrit 43.9 40.0-54.0 %
MCV 82.8 80.0-100.0 fL
MCH 26.6 27.0-34.0 Pg
MCHC 321 32.0-36.0 g/dL
Trombosit 85 150-440 10^3/uL
Malaria tebal tipis Pv positif Negatif
Makroskopik
Urinalisa Hasil Nilai rujukan Satuan
Glukosa Positif (+) (+) (+) Negatif mg/dL
Bilirubin Negatif Negatif mg/dL
Keton Negatif Negatif mg/dL
Berat Jenis 1.010 1.000-1.030 gr/m3
pH 7.0 5.0-8.5
Protein Positif (+) Negatif mg/dL
Urobilinogen Negatif 0.2 EU/dL
Nitrit Negatif Negatif
Blood Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif

Mikroskopik
Sel
Leukosit 0-2
Eritrosit 0-3
Epitel 0-4
Kristal
Ca oxalate Neg
Tri.fosfat Neg
Asam Urat Neg
Silinder
Hialin Neg
Epitel Neg
Eritrosit Neg
Leukosit Neg
Hasil pemeriksaan Laboratorium 21/11/2019 :
Rapid Diagnostik Test (RDT)
ICT (immunochomatographic
Malaria (+)
Test)

Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan apusan darah


tebal /DDR (Drike Drupple) P. Vivax (+)
Malaria

Hasil pemeriksaan Kimia Klinik 21/11/2019


Parameter Hasil Nilai rujukan Laki- laki
SGOT 15 < 50 U/L
SGPT 38 < 50 U/L
As. Urat 28,8 18-55 mg/dl
Ureum 0,92 <1,2 mg/dl
Glukosa Sewaktu 153 75-100 mg/dl (vena)
70-90 mg/dl

Hasil Radiologi

Foto abdomen 3 posisi

Kesan : Tak Tampak tanda-tanda pneumoperitoneum, peritonitis maupun ileus

Hasil USG

Kesan: Pembesaran prostat dengan volume Ik 25,87 ml, tak tampak kelainan pada hepar, vesica
felea, lien, pancreas, kedua ren, vesica urinaria, tak tampak metastasis pada organ tersebut, Tak
tampak limfadenopaty paraaorta.
V. DIAGNOSIS KERJA
 Malaria Vivax

VI. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Labuha rujukan dari PT.IN dengan keluhan nyeri
ulu hati sejak ±5 hari SMRS. Pasien mengeluh mual (+), muntah (-), , demam (+)
sejak ± 4 hari yang lalu sebelum masuk RS. demam dirasakan hilang timbul. Demam
yang dirasakan pasien tidak berlangsung sepanjang hari tetapi biasanya sore
menjelang malam hari, Pasien mengaku sebelum demam menggigil dan setelah
demam turun pasien berkeringat. Demam juga tidak terjadi setiap hari. Penderita
mengaku pernah merasakan bebas demam tanpa minum obat penurun panas namun
dalam setengah hari demam naik kembali. Pasien juga mengeluh nyeri kepala (+)
sejak ± 4 hari yang lalu SMRS, nyeri terasa seperti ditusuk – tusuk dan bersifat hilang
timbul,pasien mengeluh nyeri pinggang kiri sampai belakang sejak 5 hari yang lalu
SMRS, badan terasa lemah dan lesu. Pasien juga merasakan nyeri otot atau pegal-
pegal serta nafsu makan pasien menurun. Buang air besar dan buang air kecil lancar,
pasien mengaku BAK pernah berpasir (ada serpihan kecil-kecil). Penderita ada
riwayat bekerja ke daerah Timika selama ± 5 tahun kemudian pindah ke Maluku utara
(pulau Obi). Riwayat Pasien pernah menderita penyakit malaria 3 tahun yang lalu di
timika. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 140/70 mmHg, nadi 78x/menit, reguler, kuat
angkat, respirasi 20 x/ menit, SpO299%, suhu 36,40C. Conjungtiva anemis,palpasi
abdomen, hepar dan lien tidak teraba. Didapatkan nyeri tekan epigastrium dan nyeri
tekan suprapubik.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium (21/11/2019) didapatkan peningkatan
kadar Glukosa Sewaktu 153 mg/dl. Didapatkan trombosit 85.000, pada pemeriksaan
Rapid Diagnostik test (RDT/ICT) Malaria (21/11/2019) positif malaria plasmodium
vivax, pada pemeriksaan mikroskopik (pemeriksaan darah tebal /DDR (drike drupple)
positif Plasmodium vivax.
VII. TATALAKSANA
- Rawat inap
- IVFD NaCl 0,9 % 20 tetes per menit
- Omeprazole 1x 40 mg/ IV
- Paracetamol 500mg/8 jam /PO
- Artesunat 2,4 mg/kgBB tiap 12 jam (BB=65 kg) = 2,5 vial (selama 3 hari)
- Primakuin lanjut 1 tab/hari selama 14 hari.

VIII. FOLLOW UP
 Tanggal 22/11/2019
S: demam (+) naik turun, mual (-),muntah (-), nyeri ulu hati (+)berkurang
O: KU: TSS Kes: CM
TD: 110/60 mmHg, N: 68x/menit R: 20x/menit, S: 36,3°C
Kepala: Conj. Anemis (+/+), Scl. Ikterik (-)
Thorax: C: SI-II reg, murmur (-), gallop (-)
P: Suara napas vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
Abdomen: Supel, bising usus (+), Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan limpa
tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2”
A: Malaria Vivax
P:
- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes per menit
- Omeprazole 1x 40 mg/ IV
- Paracetamol 500mg/8 jam /PO
- Artesunat 2,4 mg/kgBB tiap 12 jam (BB=65 kg) = 2,5 vial (pemberian H ke 2)
- Primakuin 1x1 tab

 Tanggal 23/11/2019
S: demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-)
O: KU: TSS Kes: CM
TD: 90/60 mmHg, N: 73x/menit, R: 20x/menit, S: 36,4°C
Kepala: Conj. Anemis (+/+), Scl. Ikterik (-)
Thorax: C: SI-II reg, murmur (-), gallop (-)
P: Suara napas vesikuler, rh (-/-), wh (-/-)
Abdomen: Supel, bising usus (+), Nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan limpa
tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2”
A: malaria vivax
P:
- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes per menit
- Omeprazole 1x 40 mg/ IV
- Paracetamol 500mg/8 jam /PO
- Artesunat 2,4 mg/kgBB tiap 12 jam (BB=65 kg) = 2,5 vial (pemberian H ke 3)
- Primakuin 1x1 tab
Setelah obat artesunat disuntikkan, sore hari pasien Boleh dipulangkan dan melanjutkan
terapi primakuin di rumah.kontrol ke poli penyakit dalam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh protozoa dari
genus plasmodium yang menyerang eritrosit melalui gigitan nyamuk anopheles betina
yang ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.4 Plasmodium
yang menginfeksi manusia terdiri dari Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,
Plasmodium malariae, dan Plasmodium falciparum. Plasmodium falciparum
merupakan plasmodium yang paling berbahaya dibanding plasmodium jenis yang lain
karena merupakan jenis yang menyebabkan angka kematian dan kesakitan paling
tinggi pada manusia.5
II. EPIDEMIOLOGI
Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang tersebar di seluruh dunia
terutama negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Berdasarkan laporan WHO
(2005), terdapat lebih dari 1 milyar penduduk atau 40% dari penduduk dunia tinggal
di daerah endemis malaria. Sementara prevalensi penyakit malaria di seluruh dunia
diperkirakan antara 300-500 juta klinis setiap tahunnya. Dari 300-500 juta kasus
klinis malaria di dunia, terdapat sekitar 3 juta kasus malaria dengan komplikasi
malaria serebral. Angka kematian yang dilaporkan mencapai 1,5–2,7 juta penduduk
per tahun, terutama terjadi pada anak-anak di Afrika, khususnya daerah yang kurang
terjangkau oleh pelayanan kesehatan.1,4
Indonesia merupakan salah satu Negara yang masih terjadi transmisi malaria
atau berisiko malaria, karena hingga tahun 2011, terdapat 374 kabupaten endemis
malaria. Pada 2011, jumlah kasus malaria di Indonesia sebanyak 256.592 orang dari
1.322.451 kasus suspek malaria yang diperiksa sediaan darahnya, dengan Annual
Parasite Insidence (API) 1,75 per seribu penduduk. Hal ini berarti setiap 1000
penduduk terdapat 2 orang terkena malaria.1
III. ETIOLOGI
Penyebab malaria adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh protozoa parasit dari
genus plasmodium yang menyerang eritrosit melalui gigitan nyamuk anopheles yang
ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.
Siklus hidup malaria secara umum:
a. Siklus hidup pada manusia4
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk kedalam peredaran
darah manusia selama lebih kurang ½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk
kedalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi
skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung
spesiesnya). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama
lebih kurang 2 minggu. Pada P.vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman
yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati
selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat, bila imunitas
tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps.
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk keperedaran
darah dan menginfeksi sel darah merah. Didalam sel darah merah, parasit
tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit,
tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini di sebut skizogoni.
Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar
akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel
darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
Tabel 1. Lamanya siklus eksoeritrositik
Spesies Lama siklus Diameter skizon Jumlah merozoit
eksoeritrositik matur eksoeritrositik dalam skizon
(hari) (µm) eksoeritrositik
Plasmodium falciparum 5-7 60 30.000
Plasmodium vivax 6-8 45 10.000
Plasmodium ovale 9 60 15.000
Plasmodium malariae 14-16 55 15.000
b. Siklus hidup pada nyamuk Anopheles betina4,5
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah penderita yang
mengandung gametosit, didalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina
melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet
kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung
nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit.
Sporozoit bersifat infektif dan siap ditularkan kembali ke manusia. Dalam
kaitan dengan siklus hidup plasmodium ini, dikenal istilah masa inkubasi yaitu
rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala, klinis yang
ditandai dengan demam, dan masa prepaten. Masa inkubasi bervariasi
tergantung spesies plasmodium.
IV. KLASIFIKASI
Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis
yang berbeda bentuk demamnya, yaitu4:
1. Plasmodium vivax, secara klinis dikenal sebagai Malaria Tertiana benigna
disebabkan serangan demamnya yang timbul setiap 3 hari sekali.
2. Plasmodium malaria, secara klinis juga dikenal juga sebagai Malaria Quartana
karena serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali.
3. Plasmodium ovale, secara klinis dikenal juga sebagai Malaria Ovale dengan pola
demam tidak khas setiap 1-2 hari sekali.
4. Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai Malaria tropicana atau
Malaria tertiana maligna sebab serangan demamnya yang biasanya timbul setiap 3
hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh jenis
plasmodium lainnya.

Secara epidemiologi, spesies yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah


plasmodium falciparum dan vivax.

Tabel 2. Lamanya siklus eritrositik

Lamanya daur Plasmodium Plasmodium Plasmodium Plasmodium


falciparum vivax ovale malariae
Masa prepaten 9-10 hari 11-13 hari 10-14 hari 15-16 hari
Masa inkubasi 9-14 hari 12-17 hari 16-18 hari 18-40 hari
Daur eritrositik 48 jam 48 jam 50 jam 72 jam
Merozoit skizon 20-30 hari 18-24 hari 8-14 hari 8-10 hari

V. PATOGENESIS6
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan
bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel¬sel makrofag, monosit
atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (Tumor
Nekrosis Factor) dan IL-6 (Interleukin-6). TNF dan IL-6 akan dibawa aliran darah ke
hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses
skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan waktu yang bebeda-beda.
Plasmodium falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax/P. ovale 48 jam, dan
P. malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax/P.
ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari.
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda
yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P.
malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel
darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax, P. ovale dan P.
malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis. Plasmodium falciparum menginfeksi
semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan
kronis.
Splenomegali Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium
dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan
menyebabkan limpa membesar.
Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit
yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi, yaitu tersebarnya
eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu
pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai
antigen P. falciparum. Sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain) yang diproduksi oleh sel
makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel
kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler
terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi
(penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia
jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya “rosette”,
yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah
lainnya. Pada proses sitoaderensi ini juga terjadi proses imunologik yaitu
terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain), dimana
mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.6
VI. DIAGNOSIS MALARIA5,6

Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai


membahayakan jiwa. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain:
seperti demam typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi
saluran nafas. Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis,
demam dengue atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterikbahkan sering
diintepretasikan dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran
dengan demam sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke.
Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat
perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus
dilakukan. Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Untuk
malaria berat diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO. Untuk anak <5 tahun
diagnosis menggunakan MTBS namun pada daerah endemis rendah dan sedang
ditambahkan riwayat perjalanan ke daerah endemis dan transfusi sebelumnya. Pada
MTBS diperhatikan gejala demam dan atau pucat untuk dilakukan pemeriksaan
sediaan darah. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan
darah secara mikroskopis atau uji diagnostik cepat ( Rapid Diagnostic Test =RDT).

A. Anamnesis
Pada saat anamnesis sangat penting diperhatikan:
a. Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b. Riwayat mendapat tranfusi darah
c. Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria.
d. Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.
e. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria
Setiap penderita dengan keluhan demam atau riwayat demam harus selalu
ditanyakan riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria.
B. Pemeriksaan fisik
a. Suhu tubuh aksiler ≥ 37,5 °C
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Sklera ikterik
d. Pembesaran Limpa (splenomegali)
e. Pembesaran hati (hepatomegali)

C. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku)
untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis
di Puskesmas/lapangan/ rumah sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)
b) Spesies dan stadium plasmodium.
c) Kepadatan parasit.
b. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi. Sebelum menggunakan RDT
perlu dibaca petunjuk penggunaan dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan
dengan RDT tidak digunakan untuk mengevaluasi pengobatan.
Berdasarkan kemampuan mendeteksi plasmodium, RDT yang beredar pada
umumnya ada 2 jenis yaitu:
1. Single yang mampu mendiagnosis hanya infeksiP.falciparum;
2. Combo yang mampu mendiagnosis infeksi P .falciparum dan non
falciparum. Hal yang perlu di perhatikan pada RDT adalah kemampuan
minimal sensitivity 95% dan specificity 95%, dan penyimpanan
sebaiknya dalam lemari es tetapi bukan dalam frezer.
D. Diagnosis Malaria Berat
Malaria berat adalah : ditemukannya Plasmodium falciparum stadium
aseksual dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan
hasil laboratorium (WHO, 2015):
1. Perubahan kesadaran (GCS<11, Blantyre <3)
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
3. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
4. Distres pernafasan
5. Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik,
tekanan sistolik <80 mm Hg (pada anak: <70 mmHg)
6. Jaundice (bilirubin>3mg/dL dan kepadatan parasit >100.000)
7. Hemoglobinuria
8. Perdarahan spontan abnormal
9. Edema paru (radiologi, saturasi Oksigen <92
10. Gambaran laboratorium :
1) Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
2) Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
3) Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk
endemis sedang-rendah), pada dewasa Hb<7gr% atau hematokrit
<15%)
4) Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit /μL di
daerah endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 100.0000 parasit /μl
di daerah endemis tinggi)
5) Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
6) Hemoglobinuria
7) Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
Catatan :
pada penderita tersangka malaria berat, terapi dapat segera diberikan berdasarkan
pemeriksaan RDT
VII. PENGOBATAN MALARIA TANPA KOMPLIKASI4,5,6
Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian ACT.
Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi.
Malaria tanpa komplikasi diobati dengan pemberian ACT secara oral. Malaria berat
diobati dengan injeksi Artesunat dilanjutkan dengan ACT oral. Di samping itu
diberikan primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal.

A. PENGOBATAN MALARIA TANPA KOMPLIKASI


Artemisinin merupakan obat antimalaria kelom- pok seskuiterpen lakton yang
bersifat skizontosida darah untuk P. falciparum dan P. vivax. Obat ini
berkembang dari obat tradisional Cina untuk penderita demam yang dibuat dari
ekstrak tumbuhan Artemesia annua L (qinghao) yang sudah dipakai sejak ribuan
tahun lalu dan ditemukan peneliti Cina tahun 1971.WHO (2006) memberikan
rekomendasi untuk penggunaan derivat artemisinin (ART) sebagai berikut;

1. Untuk pengobatan malaria berat

2. Untuk pengobatan malaria ringan/tanpa komplikasi


3. Untuk meningkatkan efikasi dan menghambat resistensi terhadap derivat
artemisinin harusdipakai kombinasi dengan obat malaria lain. Perkecualian bila
tidak bisa memakai obat lain/ kombinasi, artemisinin diberikan dalam waktu 7
hari. ACT merupakan kombinasi pengobatan yang unik, karena artemisinin
memiliki kemampuan; menurunkan biomass parasite dengan
cepat,menghilangkan simptom dengan cepat, efektif terhadap parasit resisten
multi-drug, semua bentuk/ stadium parasit dari bentuk muda sampai tua yang
berkuestrasi pada pembuluh kapiler, menurunkan pembawa gamet, menghambat
transmisi, belum ada resistensi terhadap artemisinin, dan efek samping minimal.

Derivat artemisinin dalam bentuk oral: arte- misinin, artesunate, artemether dan
dihydro- artemisinin; dalam bentuk injeksi : artemether i.m, arthe-ether im,
artesunate i.v,/i.m; dalam bentuk suppository: artemeter, artemisinin, arte-
sunate, dihydro-artemisinin.Pada kehamilan, belum ada data klinis muta- genik
ataupun teratogenik. Artemisinin dapat digunakan pada kehamilan trimester II &
III; belum dianjurkan dipakai pada trimester I, walaupun belum ada bukti
teratogenik/ efek buruk pada kehamilan. Kombinasi ideal jika artemisinin
digabung dengan obat lain dengan half-life panjang dan belum timbul resistensi.
Obat yang dikemas sebagai fixed dose combination (FDC) lebih dianjurkan
untuk menghindari non compliance.

WHO merekomendasikan ACT yaitu :

1. Artesunate + Amodiquine (Artesdiaquine R, Arsuamoon R)

2. Artesunate + Sulfadoksin-pirimetamin

3. Artesunate + Mefloquine • Artemether - Lumefantrine (Coartem R)

Di Indonesia saat ini telah dipergunakan 3 jenis obat ACT yaitu :

1. Kombinasi Dihydroartemisinin- Piperaquine

2. Kombinasi Artemether – Lumefantrine

3. Kombinasi Artesunate + Amodiakuin


Pengobatan malaria ringan atau tanpa komplikasi untuk pengobatan radikal malaria
falciparum atau vivax:

1. Pilihan I : Obat pilihan ke 1 yaitu dihydroartemisinin + piperakuin (DHP) . Kombinasi


ini dipilih untuk mengatasi kegagalan kombinasi sebelumnya yaitu artesunate +
amodiakuin.

2. Pilihan II : Obat pilihan ke-2 ialah kombinasi Artemeter-lumefantrine (CoartemR).


Merupakan kombinasi tetap ( fixed dose combination ), dapat dipakai untuk malaria
falsiparum dan malaria vivaks. Di Papua respon terhadap vivaks lebih rendah dibanding
kombinasi lainnya.

Kecuali sebagai obat lini II, AL juga dapat dipakai sebagai obat pilihan pertama pada
kasus-kasus kegagalan artesunate + amodiakuin sudah cukup tinggi seperti di Papua,
Lampung dan Sulawesi Utara; atau di daerah dengan kegagalan klorokuin cukup tinggi.
Daerah yang resisten terhadap klorokuin, mungkin juga resisten terhadap amodiakuin
(cross resistance).

3. Pilihan III : Sebagai pilihan ke-3 dipakai ACT : Artesunate + Amodiakuin ( 1 tablet
artesunate 50 mg dan 1 tablet amodiakuin 200 mg (~ 153 mg basa). Dosis artesunate
ialah 4 mg/kgbb. /hari selama 3 hari dan dosis amodiakuin ialah 10 mg/kgbb./hari selama
3 hari. (tabel 3) Apabila ACT gagal, WHO menganjurkan me- makai ACT lain yang
diketahui mempunyai ektivitas tinggi (ada 3 pilihan ACT), atau kombinasi Kina +
Doksisiklin+ Primakuin atau Kina +Tetrasiklin + Primakuin.Doksisiklin 1 tablet =100
mg, dosis 3 – 5 mg/kgbb. satu kali sehari selama 7 hari, dan tetrasiklin 250 mg atau 500
mg, dosis 4 mg/kgbb. 4 x sehari. Untuk wanita hamil dan anak-anak dibawah usia 11
tahun, TIDAK boleh memakai doksisiklin/ tetrasiklin dan diganti dengan clindamycin 10
mg/ kgbb. 2 x sehari selama 7 hari. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi, ibu hamil
dan penderita dengan defisiensi enzim G-6-PD. Dosis: 0,75 mg/kgbb. dosis tunggal untuk
Plasmodium falciparum. Untuk Plasmodium vivax dosis 0,25 mg/ kgbb. atau 1 tab pada
orang dewasa pada hari 1 – 14. Doksisiklin, Tetrasiklin atau Klindamisin diberikan pada
hari 1 – 7 tergantung kesediaan obat dan indikasinya.
Sebaiknya penggunaan kina dibatasi karena efek samping yang cukup banyak
dan serius, seperti demam kencing hitam, hipotensi, hipoglikemia dan aritmia jantung.
Selain itu juga bermanfaat mengurangi resistensi terhadap kina sehingga masih ada obat
yang bisa dipakai untuk pengobatan malaria.
Keterangan:

Untuk prophylaksis gunakan Doxycyclin 1 kapsul/hari, diminum 2 har sebelum bepergian,


selama tinggal sampai dengan 4 minggu setelah keluar darI daerah endemis.

Pengobatan Malaria pada Ibu Hamil

Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada orang dewasa
lainnya. Perbedaannya adalah pada pemberian obat malaria berdasarkan umur kehamilan. Pada
ibu hamil tidak diberikan Primakuin.

Tabel Pengobatan Malaria falcifarum pada Ibu Hamil

Tabel Pengobatan Malaria vivax pada Ibu Hamil

Dosis klindamisin 10 mg/kgBB diberikan 2 x sehari

Sebagai kelompok yang berisiko tinggi pada ibu hamil dilakukan penapisan/skrining terhadap
malaria yang dilakukan sebaiknya sedini mungkin atau begitu ibu tahu bahwa dirinya hamil.
Pada fasilitas kesehatan, skrining ibu hamil dilakukan pada kunjungannya pertama sekali ke
tenaga kesehatan/fasilitas kesehatan. Selanjutnya pada ibu hamil juga dianjurkan menggunakan
kelambu berinsektisida setiap tidur.
Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya meliputi :
1. Pemberian obat anti malaria
2. Penanganan komplikasi
3. Tindakan penunjang
4. Pengobatan simptomatik
Pilihan utama : Artesunate intravena
Pengobatan malaria berat di tingkat Puskesmas dilakukan dengan memberikan artemeter ataupun
kina hidroklorida intramuscular sebagai dosis awal sebelum merujuk ke RS rujukan. Apabila
rujukan tidak memungkinkan, pengobatan dilanjutkan dengan pemberian dosis lengkap artemeter
intra muscular. Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil di Puskesmas dilakukan dengan
memberikan kina HCl pada trimester 1 secara intra muscular dan artemeter injeksi untuk
trimester 2 dan 3. Pengobatan malaria di RS dianjurkan untuk menggunakan artesunat intravena.
Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil pada trimester 2 dan 3 menggunakan artesunate
intravena, sedangkan untuk ibu hamil trimester 1 menggunakan kina parenteral.
1) Kemasan dan cara pemberian artesunat Artesunate parenteral tersedia dalam vial yang
berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml
natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat larutan artesunat dengan mencampur 60 mg
serbuk kering artesunik dengan larutan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian
ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 cc. Artesunat (AS) diberikan dengan dosis
2,4 mg/kgBB per-iv, sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4
mg/kgbb per-iv setiap 24 jam sampai penderita mampu minum obat. Larutan artesunat ini
juga bisa diberikan secara intramuskular (i.m) dengan dosis yang sama. Apabila
penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen
dihydroartemisinin-piperakuin atau ACT lainnya selama 3 hari + primakuin atau (Lihat
dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).
2) Kemasan dan cara pemberian artemeter Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul
yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak. Artemeter diberikan dengan dosis 3,2
mg/kgBB intramuskular. Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgBB intramuskular
satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Apabila penderita sudah dapat
minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen dihydroartemisinin-
piperakuin atau ACT lainnya selama 3 hari + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini
pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).
3) Obat alternatif malaria berat
Kina hidroklorida parenteral
4) Kemasan dan cara pemberian kina parenteral
Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat pada daerah
yang tidak tersedia derivat artemisinin parenteral dan pada ibu hamil trimester pertama.
Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina hidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500
mg/2 ml. Pemberian Kina hidroklorida pada malaria berat secara intramuskuler untuk
pra rujukan Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk untuk ibu hamil
:
Loading dose : 20 mg garam/kgBB dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5% atau
NaCl 0,9% diberikan selama 4 jam pertama. Selanjutnya selama 4 jam kedua hanya
diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu, diberikan kina dengan dosis
maintenance 10 mg/kgBB dalam larutan 500 ml dekstrose 5 % atau NaCl selama 4 jam.
Empat jam selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah
itu diberikan lagi dosis maintenance seperti di atas sampai penderita dapat minum kina
per-oral. Apabila sudah sadar/dapat minum, obat pemberian kina iv diganti dengan kina
tablet per-oral dengan dosis 10 mg/kgBB/kali, pemberian 3 kali sehari (dengan total dosis
7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang pertama).
Dosis anak-anak : Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgBB (jika umur <2
bulan : 6-8 mg/kgBB) diencerkan dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% sebanyak 5-10
cc/kgBB diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat
minum obat.
Keterangan:
- Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi jantung
dan dapat menimbulkan kematian.
- Pada penderita dengan gagal ginjal, dosis maintenance kina diturunkan 1/3 -1/2
nya.
-Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75
mg/kgBB.
- Dosis kina maksimum dewasa : 2.000 mg/hari. - Hipoglikemia dapat terjadi
pada pemberian kina parenteral oleh karena itu dianjurkan pemberiannya dalam
Dextrose 5%.
PEMANTAUAN PENGOBATAN
A.Rawat Jalan
Pada penderita rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari ke 3, 7, 14,
21 dan 28dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara mikroskopis.
Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan dan evaluasi,
penderita segera dianjurkan datang kembali tanpa menunggu jadwal tersebut di
atas.
B. Rawat Inap
Pada penderita rawat inap evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan
pemeriksaan klinis dan darah malaria hingga klinis membaik dan hasil
mikroskopis negatif. Evaluasi pengobatan dilanjutkan pada hari ke 7, 14, 21 dan
28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara mikroskopis
VIII. Komplikasi
Penyakit malaria dapat berlangsung akut maupun kronik dan tanpa komplikasi
atau disertai komplikasi sistemik atau malaria berat. Salah satu komplikasi malaria
adalah malaria serebral. Plasmodium falsiparum adalah jenis yang paling sering
memberi komplikasi malaria serebral dengan angka kematian yang tinggi. Dalam
kejadiannya ada beberapa penyebab yang menjadi faktor penting, seperti faktor
manusia, vektor, parasit, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi siklus biologi
nyamuk. Patogenesis malaria komplikasi meliputi sitoadherens pada mikrovaskular
terhadap eritrosit terinfeksi parasit, adherens antara eritrosit normal dengan eritrosit
yang mengandung parasit (rosetting), dan pengeluaran sitokin sebagai respons
terhadap substansi toksik yang dikeluarkan oleh Plasmodium falciparum yang
menyebabkan kerusakan jaringan.5
IX. Prognosis
Prognosis malaria tergantung dari7;
1. Jumlah densitas parasit. Semakin padat parasit semakin buruk prognosisnya.
Korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu: Kepadatan parasit
<100.000/µL, maka mortalitas <1%. Kepadatan parasit >100.000/µL, maka
mortalitas >1%.Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5%
2. Beratnya kegagalan fungsi organ. Semakin sedikit organ vital yang terganggu
semakin baik prognosisnya.
3. Kecepatan diagnosis dan ketepatan pengobatan. Makin cepat diagnosis dan
pengobatan akan memperbaiki prognosis.
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan malaria vivax. Dasar penegakkan diagnosanya
adalah adanya serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), diselingi periodebebas
demam(periode laten). Pada pasien ini didapatkan riwayat demam 3 hari dengan tiga stadium
berurutan khas malaria yaitu stadium dingin dimana pasien menggigil, stadium demam dimana
suhu tubuh pasien meningkat disertai nyeri kepala dan mual muntah, dan stadium berkeringat
dimana timbul gejala berkeringat dan suhu tubuh menurun. Anamnesis diperkuat dengan adanya
riwayat pasien pernah tinggal di daerah endemic malaria dan riwayat 3 tahun sebelumnya pernak
didiagnosis terjangkit malaria.
Gejala klinis malaria merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosis malaria.
Manifestasi klinis malaria sangat khas pada infeksi oleh plasmodium vivax, panas bersifat
ireguler, kadang-kadang remiten atau intermiten. Dalam stadium menahun berikutnya terdapat
masa laten yang diselingi kambuh beberapa kali. Kambuhnya penyakit ini sangat mirip dengan
serangan pertama. Sementara itu rekrudensi sering terjadi pada infeksi yang disebabkan
plasmodium malaria.
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan
bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit
yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (TumorNekrosisFactor)danIL-
6(Interleukin-6). TNF dan IL-6 akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat
pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium
memerlukan waktu yang bebeda-beda. Plasmodiumfalciparummemerlukanwaktu 3648 jam, P.
vivax/P. ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap
hari, P. vivax/P. ovale selang waktu satu hari,dan P.malariae demam timbul selang waktu 2 hari.
Selain itu, pada infeksi malaria terdapat gejala klasik malaria akut yang sering di sebut
Trias Malaria, secara berurutan : Periode dingin : Stadium ini mulai biasanya menutup tubuhnya
dengan selimut yang tersedia.Nadi cepattetapi lemah.Bibirdan jari pucat kebiru-biruan, kulit
kering dan pucat. Stadium ini berlangsung antara lima belas menit sampai satu jam. diikuti
meningkatnya temperatur. Periode demam : Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini
penderita merasa kepanasan. Suhu badan dapat meningkat sampai 40°C atau lebih. Muka merah,
kulit kering dan dengan menggigil, kulit dingin dan kering. Gigi gemeretak dan penderita terasa
sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, nadi cepat, respirasi meningkat, muntahmuntah dan
dapat terjadi syok (tekanan darah turun) bahkan sampai terjadi kejang (pada anak). Stadium ini
berlangsung lebih lama dari periodedingin, antara 2 sampai 4 jam.
Pada pemeriksaan fisik yang didapatkan adanya tanda anemia seperti konjungtiva
anemis, kulit pucat , namun pada pasien ini tidak didapatkan hepatomegali dan splenomegali.
Hepatomegali dan splenomegali biasanya terjadi akibat peningkatan proses produksi dan
penghancuran eritrosit dan sel-sel darah lainnya yang terlibat dalam respon imun terhadap
Plasmodium di hepar dan limpa yang merupakan organ retikuloendotelial.
Dari pemeriksaan penunjang ditemukan penurunan trombosit yang bisa mengarah pada
gangguan integritas kapiler, meskipun pemeriksaan fisik menunjukkan kongjugtiva terlihat
anemis namun hasil lab darah tidak menunjukkan adanya penurunan Hb ataupun peningkatan
leukosit. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang
jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, Sehingga anemia yang disebabkan
oleh P. vivax dan P. ovale umumnya terjadi pada keadaan kronis. Plasmodium falciparum
menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan
kronis.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang mendukung diagnosis kerja adalah pemeriksaan
laboratorium sediaan darah (SD) tebaldan tipis untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria,
serta spesies dan stadium plasmodium. Pada pemeriksaan yang telah dilakukan ditemukan
adanya parasit malaria berupa. Plasmodium vivax.
Adapun penatalaksanaan meliputi pemberian cairan intravena NaCl 0,9% dengan
kecepatan pemberian XX tetes/menit. Pada pasien ini juga diberikan antipiretik karena terdapat
keluhan yang merupakan manifestasi utama dari penyakit ini yaitu demam. Diberikan
parasetamol tablet dosis dewasa dengan dosis Paracetamol 3 x 500 mg /PO dan jika keluhan
demam telah hilang maka pemberian obat ini dapat dihentikan.
Antimalaria yang digunakan yaitu kombinasi tetap (fixed dosecombination=FDC) yang
berisi dehidroartemisinin dan piperakuin (DHP) yang merupakan terapi Artemisin Combination
Therapy (ACT) lini pertama yang direkomendasikan WHO dan Kementerian Kesehatan.Satu
tablet FDC mengandung 40 mg dihidro artemisinin dan 320 mg piperakuin.Pada pasien ini
diberikan obat Artesunat IV dosis 2,4 mg kg/BB selama 3 kali, 0,12,24 dan Primakuin dosis 0,25
mg / kg bb/hari selama 14 hari. Pengobatan malaria yang tidak tepat dapat mengakibatkan
terjadinya resistensi, sehingga menyebabkan meluasnya malaria dan meningkatnya morbiditas.
Untuk itu WHO telah merekomendasikan pengobatan malaria secara global dengan penggunaan
regimen obat ACT dan telah disetujui oleh Depkes RI sejak tahun 2004 sebagai obat lini pertama
di seluruhIndonesia. Tujuan terapi radikal pada malaria adalah mengeliminasi semua stadium
parasit meliputi stadium aseksual dan stadium seksual (gametosit) dari darah kemudian
mendapatkan kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan. Telah
diketahui bahwa gametosit berperan penting dalam transmisi infeksi malaria. Gametosit
merupakan stadium infektif yang akan melanjutkan tahap perkembangan berikutnya di tubuh
nyamuk. Ditemukannya gametosit dalam darah pasien menunjukkan masih adanya sumber
infeksi.
Pengobatan dengan ACT harus disertai dengan kepastian ditemukannya parasit malaria
secara mikroskopik atau sekurangkurangnya dengan pemeriksaan RDT (Rapid Diagnostic Test).
Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivate artemisinin dengan golongan
aminokuinolin, yaitu Kombinasi dehiroartemisinin dan piperakuin (DHP)danartesunat-
amodiakuin.1 Pencegahan malaria dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian
dilakukan melalui program pemberantasan malaria dengan penegakkan diagnosis dini dan terapi
yang cepat dan tepat. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan meliputi pemakaian kelambu
danpengendalianvektor(nyamuk).15 Prognosis pada kasus ini dubia ad bonam. Dikarenakan dari
perawatan pasien yang semakin hari makin membaik. Keluhan juga berkurang berangsur-angsur
berkurang. Demam juga sudah menghilang serta belum ada tanda-tanda yang mengarah pada
komplikasi.
Simpulan Malariamerupakanpenyakitinfeksiyang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang ditularkan secara langsung melalui gigitan nyamuk Anopheles atau secara tidak langsung
melalui transfusi darah. Manifestasi klinis yang khas meliputi demam intermiten, menggigil dan
berkeringat. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam, konjungtiva dan akral pucat,
splenomegali dan hepatomegali. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis
yang menemukan parasit malaria. Terapi yang diberikan adalah antimalaria sesuai pedoman yang
dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI.
DaftarPustaka
1. 1. Suwandi JF, Giovani MP, Martua RD. Komplikasi Malaria Berat pada Infeksi
Plasmodium vivax. J Agromed Unila 2017;4:86-91.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan menteri kesehatan Republik
Indonesia nomor 5 tahun 2013 tentang pedoman tata laksana malaria.
Jakarta:KemenkesRI;2013.
3. Arsin AA. Malaria di indonesia: tinjauan aspek epidemiologi. Makassar: Masagena
Press;2012
4. White NJ, Breman JG, Malaria. Dalam: Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, JamesonJ,
Loscalzo J, editor. Harrison’s principlesofinternalmedicine.Edisike-18. NewYork:Mc Graw
Hill Medical;2012. 3. World Health Organization. World malaria report 2014. Switzerland:
WHO Press; 2014.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2010.
Jakarta:DepkesRI;2010.
6. Ditjen pencegahan dan pengendalian penyakit kementrian kesehatan RI. 2017. Buku Saku
penatalaksanaan malaria. Subdit pengendalian malaria P2PTVZ

Anda mungkin juga menyukai