Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN ANALISIS KEBAHASAAN

DALAM NOVEL SEJARAH

Nama : Nur Alfiani Hidayati

Kelas : XIID

Nomor : 19

Judul : Perang Putu Wijaya

Pengarang : I Gusti Ngurah Putu Wijaya

Penerbit : PT Pustaka Utama Grafiti

Tahun terbit : 1990

ISBN : 979-444-105-8

Tabel Hasil Membaca

No Ciri-Ciri Kebahasaan Kalimat dalam Novel

1 Kata Sifat a) Nanti siapa yang makan binatang-binatang yang sudah


mati ? Raksasa ini sudah bagian dari hutan, kalau
hilang nanti cemplang, akibatnya juga akan buruk.
(hlm.4)
b) Bersih itu artinya bukan sama sekali habis ludas,
tandas, itu namanya pembersihan kucing. (hlm.6)
c) Ia khawatir kalau-kalau Petruk sudah mulai tidak
yakin lagi, pada perjuangan Pandawa untuk membela
kebenaran. (hlm.16)
d) Dengan tekun dan teliti ia memberikan tongkat estafet
kebijaksanaan dan nilai-nilai kepada anak-anak itu.
(hlm.17)
e) Pemerintahan yang kacau, rakyat yang melarat, dan
pihak yang nantinya akan kalah di dalam Perang
Baratayuda. (hlm.43)
f) Langsung Nakula dan Sadewa sibuk, karena para
punggawa berebutan memberikan data-data apa yang
rusak, apa yang hancur, berapa taksiran kerugian
mereka. (hlm.68)
g) Kemudian setelah ubi matang, ia mengajak semuanya
ikut bersantap, sambil mengeluarkan seguci arak.
(hlm.83)
h) Kalau kalian ingin belajar atau mendapat penerangan
terhadap apa saja yang selama ini gelap, ke situ
arahnya. (hlm.83)
i) Kresna yang tahu adat koleganya itu menunggu dengan
sabar, sampai semua isi hati Ismaya keluar. (hlm.111)
j) Basah kuyup dan gemetaran karena selesmanya
menanjak, ia terbirit-birit mencari kudanya yang
disembunyikan di dalam gua. (hlm.136)

2 Kata Keterangan a) Musuh itu harus kita pelihara seperti kebun di belakang
rumah kita, yang membuat kita sibuk, sehingga tidak
kesal menunggu, tempat kita menyalurkan tenaga
waktu senggang. (hlm.7)
b) Pukul delapan pagi, para punggawa mulai datang dari
berbagai wilayah, memasuki Balai Sidang. (hlm.44)
c) Kita harus mengajarkan kepada masyarakat untuk
menilai warga tidak atas dasar wujudnya, tetapi tingkah
laku dan perbuatannya yang nyata. (hlm.46)
d) Agar mereka sadar bahwa apa yang mereka pikirkan
tentang Korawa selama ini salah. (hlm.49)
e) Lima tahun lagi, kamu akan malu pada pikiranmu
sekarang, kalau kamu sudah dapat memisahkan antara
perasaan-perasaan kecewamu sekarang dengan akal
jernihmu. (hlm.55)
f) Mereka yang hidup bertahun-tahun di Karang
Tumaritis mungkin dengan beberapa kalimat saja
sudah habis menceritakan pengalaman mereka.
(hlm.300)
g) Ia sudah lama memperhatikan gerak-gerik Prabu
Darmawangsa, karena ia pun ingin menjadi pemimpin.
(hlm.305)
h) Ketika malamnya ia datang lagi ke bawah jembatan
itu, para gelandangan itu menyambutnya dengan riuh
rendah, seakan-akan ia benar-benar pemimpinnya.
(hlm.307)
i) Beliau tidak pernah layu seperti kamu, sehingga semua
orang jadi ikut bersemangat. (hlm.311)
j) Ia memperlakukan saudara-saudaranya dengan halus
budi-bahasa. Ia menghadapi persoalan-persoalan
dengan jiwa besar. (hlm.312)
k) Semar marah-marah karena semuanya belum serba
siap, padahal ia sudah ditunggu untuk mengikuti rapat
paripurna di Istana. (hlm.332)

3 Kata Simbolik a) Kalau kamu menjadi orang baik di dalam masyarakat,


sadarlah bahwa kamu sebenarnya sudah merupakan
kesatria-kesatria yang sakti di dalam hidupmu
sendiri. (hlm.19)
b) Kita sebagai ujung tombak negeri ini, harus selalu
siap untuk ditembakkan dalam berbagai situasi.
(hlm.70)
c) Aku akan sembahyang sekarang, karena keindahan ini
menyebabkan aku lebih dekat lagi dengan kakiMu.
(hlm.80)
d) Sedangkan kami baru crot lahir, meskipun otak segede
apa, meskipun kepintaran melebihi sang Bima itu,
tetap saja tidak lebih dari abdi. (hlm.93)
e) Kita harus menunjukkan bahwa kita juga mampu
bertindak kasar! Sudah waktunya untuk menunjukkan
gigi dan meninggalkan diplomasi. (hlm.118)
f) Ia melihat seluruh pagar emas, kebanggaan Astina
yang puluhan tahun dirahasiakan kini untuk pertama
kalinya berada di lapangan. (hlm.139)
g) Ia memutar arah si Hitam, lalu berbalik kembali
menuju arah pusat kerajaan Astina. (hlm.141)

4 Kata Ungkapan a) Pertanyaan itu membingungkan tetapi karena yang


bertanya orang besar, taka da yang menganggapnya
lucu. (hlm.64)
b) Sedangkan kaum lelaki banting tulang tanpa
mengenal lelah. (hlm.75)
c) Adalah kewajiban kita sebagai tetangga untuk ikut
yang pertama-tama memberikan uluran tangan
kepada Amarta. (hlm.85)
d) Tualen memang sudah lama mendengar kabar angin,
di Jawa semua panakawan berada di kanan. (hlm.227)
e) Mereka menjadi penyambung lidah dalang,
mengucapkan cerita itu untuk penonton dalam bahasa
Bali sehari-haari. (hlm.227)
f) Kamu berdua yang berkomplot saling memberanikan
diri untuk mengacaukan keadaan, adalah biang keladi
keribbutan ini. (hlm.56)
g) Semua orang terkejut, langsung naik pitam. (hlm.90)
h) Kedatangan tentara Korawa yang bertangan kosong
itu disambut dengan hangat. (hlm.117)
i) Pasti beliau tak mau bertanggung jawab lagi terhadap
istrinya, pasti beliau tak sudi lagi mengakuinya sebagai
buah pikiran atau renungan beliau sendiri. (hlm.317)

5 Kata Majas a) Pohon-pohon bergoyang, patah dahannya, buah-


buahan berjatuhan. (hlm.4)
b) Kamu adalah tulang punggung Negara. (hlm.64)
c) Kamu melanggar sopan santun di ruangan ini,
bahasamu bahasa kecoak. (hlm.92)
d) Rasa kebanggaan mereka kencang bagai topan.
(hlm.138)
e) Mereka terdorong dan membentur pasukan, tak bisa
menguasai dirinya, bagaikan membentur batu karang.
(hlm.138)
f) Sebentar lagi pintu kayangan akan terbuka, biarkan
para dewa melihat sendiri kelakuan anak emasnya itu.
(hlm.141)
g) Ketika dalam sebuah festival wayang di Taman Ismail
Marzuki Jakarta, wayang dari seluruh Indonesia
bertemu, ia menyaksikan dengan mata kepala
sendiri bagaimana rukunnya Semar dengan ketiga
anaknya. (hlm.227)
h) Bahwa ia telah dipilih untuk melakukan kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang memutuskan hal-hal penting, yang
menyangkut hidup mati banyak orang lain. (hlm.336)

Anda mungkin juga menyukai