Anda di halaman 1dari 11

STUDY ANALISIS SISTEM PROTEKSI PETIR MENGGUNAKAN METODE RAZEVIG, METODE SUDUT

PROTEKSI DAN METODE BOLA BERGULIR PADA BANGUNAN BERTINGKAT GEDUNG KEUSKUPAN
BANDUNG

Ikbal Nugeraha, Nundang Busaeri, Ir., M.T., Sutisna, S.T., M.T.


Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No.24 Tasikmalaya
Email :Iknugeraha@gmail.com

ABSTRAK.
Petir merupakan peristiwa peluahan listrik antara suatu awan bermuatan dengan bumi, atau antara awan
bermuatan dengan awan bermuatan lainnya. Sistem proteksi petir dirancang untuk melindungi suatu area dari
dampak sambaran petir. Wilayah Indonesia sendiri memiliki intensistas sambaran petir yang cukup tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa (SPP) Sistem Proteksi Petir Eksternal dan mengetahui efektifitas
sistem penangkal petir yang telah terpasang pada Gedung Keuskupan Bandung. Standar yang digunakan dalam
menganalisa Sistem Proteksi Petir (SPP) adalah SNI 03-7015-2004, dan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir
(PUIPP). Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Metode Sudut Proteksi, Metoda Bola Bergulir, dan
Metode Zona Proteksi Razevig.
Menurut hasil analisa yang telah dilakukan, Sistem Proteksi Petir di Gedung Keuskupan Bandung belum
sepenuhnya melindungi kebutuhan area proteksi, karena masih belum memenuhi zona proteksi petir sesuai standar
yang ditentukan. Jadi, berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan Sistem Proteksi Petir pada Gedung Gedung
Keuskupan Bandung tidak sepenuhnya aman.
Kata Kunci : Sistem Proteksi Petir, SNI 03-7015-2004,PUIPP, Metode Bola Bergulir, Metode Razevig, dan Metode
Sudut Proteksi.

ABSTRACT
Lightning is an event of electrical discharge between a charged cloud and the earth, or between charged
clouds and other charged clouds. Lightning protection system is designed to protect an area from the impact of a
lightning strike. The territory of Indonesia itself has quite high intensity of lightning strikes.
This study aims to analyze the External Lightning Protection System and determine the effectiveness of the
lightning protection system that has been installed in the Keuskupan Bandung Building. The standard used in
analyzing the Lightning Protection System is SNI 03-7015-2004, and the General Regulation of Lightning Rod
Installation. In this study the method used is the Angle of Protection Method, Rolling Sphere Method, and the Razevig
Protection Zone Method.
According to the results of the analysis that has been carried out, the Lightning Protection System in the
Keuskpan Bandung Building has not fully protected the needs of the protection area, because it still does not meet
the lightning protection zone according to the specified standards. So, based on the results of the analysis that has
been carried out the Lightning Protection System in the Keuskupan Bandung Building is not entirely safe.
Keywords: Lightning Protection System, SNI 03-7015-2004,PUIPP, Rolling Sphere Method, Razevig Method and
Angel of Protection Method

1. Pendahuluan Dalam usaha proteksi petir ini tentu dibutuhkan


Indonesia secara geografis terletak di garis khatulistiwa pengetahuan tentang petir dan karakteristik-
dan diantara dua benua dengan jumlah hari guruh rata- karakteristiknya. Dalam hal ini juga termasuk proteksi
rata 120 hari per tahun. Indonesia yang merupakan petir itu sendiri.
negara katulistiwa memiliki karakteristik petir yang Dalam penelitian tugas akhir yang berjudul “Study
berbeda dengan karakteristik petir di luar negeri, maka Kelayakan Sistem Proteksi Petir Menggunakan Metode
karakterstik petir di Indonesia dijadikan standar oleh Razevig, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada
Badan Standarisasi dunia pada umumnya. Daerah Bangunan Bertingkat Gedung Keuskupan Bandung”
Bandung yang memiliki kondisi lingkungan dikelilingi akan di uraikan sistem proteksi petir yang telah
oleh dataran tinggi mempunyai intensitas petir yang terpasang pada bangunan menggunakan sistem
cukup tinggi, dari data yang diperoleh dari BMKG proteksi petir elektrostatis (non-konvensional) dan
curah sambaran petir per tahun pada daerah Lembang membuat analisa menggunakan metode sistem proteksi
(wilayah terdekat Kota Bandung) mencapai 36.05 petir konvensional (metode razevig, sudut proteksi dan
(kategori sedang). bola gulir) terkait kebutuhan dan standarisasi proteksi
Mengingat kerusakan-kerusakan yang dapat timbul petir yang dianjurkan oleh SNI 03-7015-2004 dan
akibat adanya sambaran petir, maka munculah berbagai PUIPP.
usaha untuk mengatasi sambarannya. Didalam bidang
teknik listrik dikenal sebagai usaha proteksi petir.
2. Landasan Teori
2.1 Petir
Petir merupakan peristiwa peluahan listrik antara c. Terhadap Jaringan dan Instalasi Listrik
suatu awan bermuatan dengan bumi, atau antara awan d. Terhadap Peralatan Elektronik
bermuatan dengan awan bermuatan lainnya/proses
pelepasan muatan listrik (electrical discharge) yang 2.2 Teori Analisis Resiko Kerusakan
terjadi di atmosfer.[1] Suatu instalasi proteksi petir harus dapat
melindungi semua bagian dari suatu bangunan,
2.1.2 Proses Terjadinya Petir termasuk manusia dan peralatan yang ada di dalamnya
terhadap bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir.
Penentuan besarnya kebutuhan bangunan akan proteksi
petir dapat menggunakan standar-standar yang berlaku
di Indonesia diantaranya adalah : SNI 03-7015-2004
(Sistem Proteksi Petir Pada Bangunan Gedung),
Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP).

2.2.1 Berdasarkan SNI 03-7015-2004


Pemilihan tingkat proteksi yang memadai untuk
(a) (b) suatu sistem penangkal petir didasarkan pada frekuensi
sambaran petir langsung setempat (Nd) yang
diperkirakan ke struktur yang diproteksi dan frekuensi
sambaran petir tahunan setempat (Nc) yang
diperbolehkan. Kerapatan kilat petir ke tanah atau
kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan di
daerah tempat suatu struktur berada dinyatakan dalam
persamaan,
Ng = 0,04 x Td125 (2.1)
(c) (d) dimana Td adalah jumlah hari guruh rata-rata per tahun
Gambar 2.1 Mekanisme Petir di daerah tempat struktur yang akan diproteksi.
a. Step Leader Sedangkan besar area cakupan ekuivalen dari
b. Up Ward Streamer bangunan gedung (Ag) dapat dihitung sebagai berikut:
c. Return Stroke Ae = ab + 6h (a+b) + 9π h2 (2.2)
d. Dart Leader Maka dengan ketiga persamaan diatas, nilai dapat
Pergerakan udara (sering disebut angin) ini akan dicari dengan persamaan berikut:
membawa udara lembab ke atas, kemudian udara Nd = 0,04 Td125 ( ab + 6h (a+b) + 9π h2 ) 10-6 (2.3)
lembab ini akan mengalami kondensasi menjadi uap Dimana :
air, lalu berkumpul menjadi titik-titik air yang pada Ae = Area cakupan ekuivalen dari bangunan gedung
akhirnya membentuk awan. (m2)
Angin kencang yang meniup awan akan membuat Nd = frekuensi sambaran petir per tahun
awan mengalami pergeseran secara horizontal maupun Ng = kerapatan sambaran petir ke tanah
vertikal, ditambah dengan benturan antara titik-titik air (sambaran/km/tahun)
yang ada dalam awan tersebut dengan partikel-partikel a = panjang atap gedung (m2)
udara yang dapat memungkinkan terjadinya pemisahan b = lebar atap gedung (m2)
muatan listrik didalam awan tersebut. Butiran air yang h = tinggi gedung (m2)
bermuatan positif biasanya berada dibagian atas dan Td = hari guruh per tahun
yang bermuatan negatif dibagian bawah. Dengan Pengambilan keputusan perlu atau tidaknya untuk
adanya awan yang bermuatan induksi pada permukaan memasang suatu sistem penangkal petir pada bangunan
bumi sehingga menimbulkan medan listrik antar bumi berdasarkan perhitungan Nd danNc dilakukan seperti
dengan awan. sebagai berikut:
Mengingat dimensi bumi dianggap rata terhadap awan Jika Nd ≤ Nc tidak perlu sistem penangkal petir
sehingga bumi dan awan dianggap sebagai dua plat Jika Nd ≥ Nc diperlukan sistem penangkal petir
sejajar membentuk kapasitor. Jika medan listrik yang dengan efisiensi :
terjadi melebihi medan tembus udara, maka akan E= 1- Nc/Nd (2.4)
terjadi pelepasan muatan. Terjadinya pelepasan udara Tingkat Proteksi Efisiensi SPP
inilah yang disebut sebagai petir.[2] I 0,98
II 0,95
2.1.3 Efek Sambaran Petir III 0,9
Sambaran petir dapat berefek terhadap: IV 0,8
a. Terhadap Manusia
Tabel 2.1 Efisiensi Sistem Proteksi Petir (SPP)
b. Terhadap Bangunan
2.2.2 Berdasarkan PUIPP (Peraturan Umum Tinggi Bangunan Indeks C
Instalasi Penangkal Petir) 6 0
Besarnya kebutuhan tersebut ditentukan 12 2
berdasarkan penjumlahan indeks-indeks tertentu yang 17 3
mewakili keadaan bangunan di suatu lokasi dan 25 4
dituliskan sebagai persamaan berikut: 35 5
R=A+B+C+D+E (2.5) 50 6
Dimana : 70 7
R = Perkiraan Bahaya Petir 100 8
A = Penggunaan dan isi Bangunan 140 9
B = Konstruksi Bangunan
200 10
C = Tinggi Bangunan
Tabel 2.4 Indeks C: Bahaya Berdasarkan Tinggi
D = Situasi Bangunan
Bangunan
E = Pengaruh Kilat
Situasi Bangunan Indeks D
Penggunaan dan isi Indeks A
Ditanah datar pada semua ketinggian 0
Bangunan biasa yang tidak perlu
Di kaki bukit sampai ¼ tinggi bukit
diamankan baik bangunan maupun -10
atau dipegunungansampai 1000 1
isinya
meter
Bangunan dan isinya jarang
Di puncak gunung atau pegunungan
dipergunakan misal, ditengah sawah 2
0 yang lebih dari 1000 meter
atau ladang menara atau tiang dari
Tabel 2.5 Indeks D: Bahaya Berdasarkan Situasi
metal
Bangunan
Bangunan yang berisi peralatan
sehari-hari atau tempat tinggal, misal ;
1 Hari Guruh per Tahun Indeks E
rumah tinggal, industri kecil, stasiun
kereta 2 0
Bangunan dan isinya cukup peting 4 1
misal ; menara air, gedung 2 6 2
pemerintahan 8 3
Bangunan yang berisi banyak sekali 16 4
3 32 5
orang misal ; bioskop, tempat ibadah
Museum, menara telefon, pusat 64 6
pembangkit tenaga listrik, bandara, 4 128 7
indutri penting 256 8
Instalasi gas, instalasi minyak, rumah Tabel 2.6 Indeks E: Bahaya Berdasarkan Pengaruh
5 Kilat/Hari Guruh.
sakit
Bangunan yang mudah meledak dan Dengan memperhatikan di tempat yang hendak dicari
dapat membahayakan lingkungan 15 tingkat risikonya dan kemudian menjumlahkan angka
sekitar dari data- data yang didapat sesuai pengukuran yang
Tabel 2.2 Indeks A: Bahaya Berdasarkan Penggunaan dilakukan secara teliti kemudian mencocokan hasilnya
Dan Isi berdasrkan dari ketentuan indeks-indeks tersebut maka
nantinya bisa diperoleh suatu perkiraan bahaya yang
Konstruksi Bangunan Indeks B ditanggung bangunan yang direncanakan dan juga
Seluruh bangunan terbuat dari logam mengetahui tingkat pengamanan yang harus
0 diterapkan.[3]
dan mudah menyalurkan listrik
Bangunan dengan konstruksi beton R Perkiraan Pengaman
bertulang atau rangka besi dengan 1 Bahaya
atap logam Dibawah 11 Diabaikan Tidak Perlu
Bangunan dengan konstruksi beton 11 Kecil Tidak Perlu
bertulang atau rangka besi dengan 2 Sama 12 Sedang Dianjurkan
atap bukan logam dengan 13 Agak Besar Dianjurkan
Bangunan kayu dengan atap bukan 14 Besar Sangat
3 Dianjurkan
logam
Tabel 2.3 Indeks B: Bahaya Berdasarkan Konstruksi Lebih dari 14 Sangat Besar Sangat Perlu
Bangunan Tabel 2.7 Perkiraan Bahaya Sambaran Petir
Berdasarkan PUIPP
2.2.3 Sistem Proteksi Petir Eksternal
Proteksi petir eksternal adalah instalasi dan alat- Keterangan :
alat diluar struktur untuk menangkap dan menyalurkan 1. Tiang termansi udara
arus petir ke sistem pembumian. Proteksi petir 2. Bangunan gedung yang diproteksi
eksternal berfungsi sebagai tombak penangkap muatan 3. Bidang referensi
listrik dan arus petir di tempat tertinggi. Sistem proteksi 4. Perpotongan antara kerucut protektif
eksternal salah satunya terdiri dari terminasi udara s = Jarak pemisah
yang berfungsi sebagai media penangkap sambaran α = Sudut proteksi sesuai tabel 2.8
petir, berupa elektroda logam yang dipasang secara
tegak maupun mendatar Ada 3 metode yang dapat 2. Metode Bola Bergulir
digunakan dalam penentuan terminasi udara dan untuk Metode bola bergulir baik di gunakan pada
mengetahui daerah proteksi. Ketiga metode tersebut bangunan yang bentuknya rumit. Dengan metode
antar lain : ini seolah-olah ada suatu bola dengan radius R
1. Metode Sudut Proteksi yang bergulir di atas tanah, sekeliling struktur dan
Metoda sudut proteksi secara geometris diatas struktur kesegala arah hingga bertemu
mempunyai keterbatsan dan tidak digunakan untuk dengan tanah atau struktur yang berhubungan
bangunan gedung yang lebih tinggi dari radius bola dengan permukaan bumi yang mampu bekerja
bergulir yang ditentukan dalam tabel 2.8 sebagai penghantar. Titik sentuh bola bergulir pada
h Lebar struktur adalah titik yang dapat disambar petir dan
20 30 45 60
Tingkat (m) mata pada titik tersebut harus diproteksi oleh konduktor
Proteksi R jala terminasi udara. Semua petir yang berjarak R dari
αo αo αo αo ujung penangkal petir akan mempunyai
(m) (m)
I 20 25 - - - 5 kesempatan yang sama untuk menyambar
II 30 35 25 - - 10 bangunan. Besarnya R berhubungan dengan besar
III 45 45 35 25 - 10 arus petir dan dinyatakan sebagai berikut :
IV 60 55 45 35 25 20 𝑅(m) = 10 𝑥 𝐼 0,65 (2.6)
Tabel 2.8 Penempatan Terminasi Udara Dengan metoda ini, penempatan sistem terminasi
berdasarkan SNI 03-7015-2004 udara dianggap memadai jika tidak ada titik pada
ruang yang diproteksi tersentuh oleh bola gulir
Konduktor terminasi udara ditempatkan dengan radius R, di sekeliling dan di atas bangunan
sedemikian sehingga semua bagian bangunan gedung ke semua arah. Untuk itu bola hanya boleh
gedung yang diproteksi berada di sebelah dalam menyentuh tanah dan atau sistem terminasi
permukaan selubung yang dihasilkan oleh udara.[4]
proyeksi titik-titik dari konduktor terminasi udara
ke bidang referensi, dengan sudut α ke garis
vertical dalam semua arah.[4]

Gambar 2.4 Perancangan terminasi udara SPP


menurut metoda bola bergulir *R radius bola
bergulir menurut tabel 2.8

Gambar 2.2 Proyeksi Metode Sudut Proteksi


bidang vertikal

Gambar 2.5 Perancangan terminasi udara SPP


menurut metoda bola bergulir dan susunan umum
elemen terminasi udara
Gambar 2.3 Proyeksi Metode Sudut Proteksi
bidang horizontal
Keterangan :
1. Kawat penangkap
2. Batang penangkap
3. Ukuran jala
4. Bola gulir
5. Konduktor penyalur
6. Elektroda bumi
h = tinggi terminasi udara di atas tanah
α = sudut proteksi
R = radius bola bergulir menurut tabel 2.8

3. Metode Razevig

Tabel 2.9 Data hari guruh di beberapa provinsi di


Indonesia menurut BMKG

3. Metode Penelitian

Gambar 2.6 Zona Proteksi Penyalur Petir


Razevig

Sebagaimana terlihat pada Gambar 2.6 di atas,


gambaran Zona Proteksi
Razevig (1972) cukup lengkap dan dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut :
1,6
𝑟𝑥 = ℎ𝑥 (ℎ𝑡 − 1) (2.7)
1+ ℎ𝑡
dimana :
rx : Radius Proteksi
hx : Tinggi maximum objek yang diproteksi
ht : Tinggi total Penyalur Petir

Dari persamaan di atas, terlihat bahwa menurut Gambar 3.1 Flowchart penelitian
Razevig radius proteksi
berubah-rubah mengikuti perubahan tinggi benda 3.1 Metode Pengumpulan Data
yang diproteksi.[5] Metode pengumpulan data dilakukan dalam 2 tahap :
1. Pengumpulan Data Primer
2.3 Hari Guruh Pengumpulan data primer dilakukan langsung
Menurut definisi WMO (World pada objek bangunan dengan melakukan beberapa
Meteorological Organitation), hari guruh adalah pengukuran untuk mendapatkan nilai yang
banyaknya hari dimana terdengar guntur paling dibutuhkan dalam penelitian ini.
sedikit satu kali dalam jarak kira-kira 15 km dari 2. Pengumpulan Data Sekunder
stasiun pengamatan. Untuk menganalisa Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan
pengamanan terhadap sambaran petir di Gedung mengumpulkan referensi dari beberapa jurnal, buku,
Keuskupan Bandung maka digunakan data yang dan sistem informasi lainnya terkait dengan
terdapat dari BMKG untuk hari guruh per tahun pembahasan penelitian yang dilakukan.
sebagai berikut :
3.2 Prosedur Pemilihan Sistem Proteksi Petir (SPP)
Untuk mempermudah dalam menganalisis sistem
proteksi petir pada Gedung Keuskupan Bandung di
perlukan flowchart prosedur pemilihan sistem proteksi
petir yaitu pemilihan tingkat proteksi yang sesuai dan
efisien berdasarkan standar SNI 03-7015-2004.

Tabel 4.1 Data Existing Gedung Keuskupan Bandung


Dari data diatas dapat terlihat bahwa gedung
Keuskupan Bandung memerlukan sistem proteksi
petir.

4.2 Taksiran Resiko Berdasarkan Standar Analisa


Sistem Proteksi Petir
4.2.1 Berdasarkan SNI 03-7015-2004
Penggunaan SNI 03-7015-2004 memberikan
cara perhitungan dengan menggunakan data hari guruh,
data ukuran bangunan/daerah, area proteksi, frekuensi
sambaran langsung setempat (Nd), dan frekuensi
sambaran tahunan (Nc) yang diperbolehkan pada
struktur, dengan terlebih dahulu mengitung kerapatan
sambaran ke tanah (N g).[4]
Kerapatan sambaran petir ke tanah (Ng) dipengaruhi
oleh Hari Guruh rata-rata per tahun (Td) dapat dihitung
Gambar 3.2 Flowchart Prosedur Pemilihan SPP dari persamaan (2.1), dengan hasil sebagai berikut :

3.3 Metode Penelitian Ng = 17,897 sambaran per km2 tahun


Dalam penelitian terkait sistem proteksi petir yang
dilakukan pada gedung Keuskupan Bandung Jadi dalam satu (1) tahun terjadi sambaran ketanah
menggunakan standar SNI 03-7015-2004 diantaranya 17,897 kali per satu km2/tahun.
adalah
1. Metode Bola Bergulir Adapun hasil perhitungan mencari area cakupan
2. Metode Sudut Proteksi sambaran petir yang didapat dari BAB II persamaan
3. Metode Razevig (non SNI 03-7015-2004) (2.2) dengan hasil sebagai berikut :
Adapun sistem proteksi yang telah terpasang pada
gedung Keuskupan Bandung akan menjadi Ae = 42177,534 m2
perbandingan dengan standar yang dibutuhkan dalam
suatu sistem proteksi petir. Sedangkan untuk hasil jumlah rata-rata frekuensi
sambaran peti langsung per tahun (Nd) didapat dari
4. Analisa persamaan (2.3) sebagai berikut :
4.1 Data Existing Bangunan
Gedung Keuskupan Bandung menjadi sarana kegiatan Nd = 0.755 sambaran petir per tahun
aktifitas seperti tempat peribadahan, perkantoran dan
hunian. Ditinjau dari fungsi gedung maka sudah Dengan hasil dari persamaan (2.3) diketahui bahwa
seharusnya gedung Keuskupan Bandung memiliki frekuensi sambaran petir pertahun di kota Bandung
Sistem Proteksi Petir guna menjamin keamanan adalah sebanyak 0.755 sambaran petir per tahun
gedung dari sambaran petir. Frekuensi sambaran petir tahunan setempat (N c
diketahui bernilai 10-1) yang diperbolehkan. Penentuan
tingkat proteksi pada bangunan berdasarkan
perhitungan Nd dan Nc dilakukan sebagai berikut :
a. Jika Nd ≤ Nc tidak perlu sistem proteksi petir.
b. Jika Nd > Nc diperlukan sistem proteksi petir
Dikarenakan dalam perhitungan didapatkan Nd ≥ Nc,
maka nilai efisiensi :
𝑁𝑐
E≥1- 𝑅(m) = 10 𝑥 𝐼 0,65
𝑁𝑑
0,65 𝑅
10−1
E≥1- I= √
0.755 10
E ≥ 1 – 0.132 0,65
I = √1,961
E ≥ 0.862 = E ≥ 86,2 % I = 2,818 kA
Ini berati penyalur petir tersebut dapat menangkap petir
Maka dilihat dari (tabel 2.4) hasil perhitungan E = dengan arus puncak 2,818 kA.
86,2% tingkat proteksi bangunan masuk dalam
kategori Tingkat Proteksi III.
4.2.2 Berdasarkan PUIPP (Peraturan Umum
Instalasi Penangkal Petir)
Maka hasil dari perhitungan resiko Gedung Keuskupan
Bandung diperoleh indeks-indeks sebagai berikut:

1. Jenis bangunan berdasarkan Indeks A (tabel


2.2) adalah “Bangunan untuk umum, misalnya
bioskop, sekolah, masjid, dan gereja” dengan
nilai 3.
2. Jenis bangunan berdasarkan Indeks B (tabel
2.3) adalah “Bangunan dengan kontruksi beton
bertulang atau rangka besi dengan atap bukan
logam” dengan nilai 1.
3. Jenis bangunan berdasarkan Indeks C (tabel Gambar 4.1 Ilustrasi Radius Metode Sudut Proteksi
2.4) adalah “Bangunan dengan tinggi sampai
25 meter” dengan nilai 4. Dari hasil perhitungan Radius Metode Sudut Proteksi
4. Jenis bangunan berdasarkan Indeks D (tabel luas daerah yang terproteksi adalah 1206,2624 m2 dari
2.5) adalah “Berada di tanah datar pada semua luas Gedung Keeeukupan Bandung yang luasnya
ketinggian” dengan nilai 0 sebesar 4323,575 m2. Sedangkan untuk sudut lindung
5. Berdasarkan banyaknya hari Guruh 226, maka dari sistem proteksi petir menggunakan metode sudut
nilai untuk Indeks E (tabel 2.6) adalah 7. proteks dengan sudut 350 dapat dilihat dari gambar
Perkiraan bahaya sambaran petir diperoleh dengan berikut :
menjumlahkan seluruh nilai dari indeks di atas sesuai
dengan rumus dan diperoleh :
R=A+B+C+D+E
R=3+2+4+0+7
R = 16
Maka besarnya kebutuhan akan instalasi proteksi petir
sesuai dengan (tabel 2.7) adalah sangat besar, sehingga
sangat diperlukan system proteksi petir.

4.3 Daerah Proteksi


4.3.1 Metode Sudut Proteksi Gambar 4.2 Ilustrasi Sudut Lindung Metode Sudut
Berdasarkan (tabel 2.8) bangunan tergolong dalam Proteksi
ketinggian 28 m, tingkat proteksi level III sudut
proteksinya adalah sebesar 350 sehingga radius 4.3.2 Metode Bola Bergulir
proteksinya dapat dihitung dengan : Untuk metode bola bergulir ini radius proteksi dapat
dilihat dari (tabel 2.8), yaitu untuk tingkat proteksi
𝑟
𝛼= III radius proteksinya adalah

r = 𝛼 𝑥 ℎ = 𝑡𝑎 𝑛 35ᵒ x 28 = 𝟏𝟗, 𝟔𝟏 𝐦 sebesar 45 m. dan untuk arus puncaknya (I) dapat dicari
dengan persamaan (2.6).
Dimana : Maka
𝛼 = Sudut Proteksi (derajat) 𝑅(m) = 10 𝑥 𝐼 0,65
r = Radius Proteksi (m) 0,65 𝑅
I= √
h = Tinggi sampai atap gedung (m) 10
0,65
I = √4,5
dan untuk arus puncaknya (I) dapat dicari dengan I = 10,114 kA
persamaan (2.6) Ini berati penyalur petir tersebut dapat menangkap petir
dengan arus minimal 10,114 kA.
Sedangkan untuk perhitungan luas daerah proteksinya
didapat dari persamaan :  Tinggi bangunan (hx) = 25 m
Ax = π x R2  Tinggi total penyalur (ht) = 38 m
Ax = π x (452)  Lfinial = 3m
Ax = 3,14 x 2025  Lpenyalur = 27 m
Ax = 6.358,5 m2  Lelektroda = 8m

1,6
𝑟𝑥 = 25 (38 − 25)
1+
38

rx = 12,55 m
maka luas daerah proteksinya adalah :

Ax = π x rx2
Ax = π x (12,552)
Ax = 3,14 x 157,50
Ax = 490,625 m2

Gambar 4.3 Ilustrasi Daerah yang terproteksi menurut


metode bola bergulir

Dari hasil perhitungan Metode Bola Bergulir luas


daerah yang terproteksi adalah 6358,5 m2 dari luas
Gedung Keuskupan Bandung yang luasnya sebesar
4323,575 m2
Sedangkan untuk sudut lindung menggunakan metode
bola bergulir dapat dihitung dengan persamaan :


𝑎ᵒ = 𝑠𝑖𝑛 −1 (1 − )
𝑟
28 Gambar 4.5 Ilustrasi Radius Proteksi Metode Zona
𝑎ᵒ = 𝑠𝑖𝑛 −1 (1 − )
45 Proteksi Razevig
𝑎ᵒ = 𝟐𝟐, 𝟑𝟑 ᵒ
Dari hasil perhitungan Metode Zona Proteksi Razevig
luas daerah yang terproteksi adalah 490,625 m2 dari
luas Gedung Keuskupan Bandung yang luasnya
sebesar 4323,575 m2.

4.4 Sistem Proteksi Petir Gedung Keuskupan


Bandung

Gambar 4.4 Ilustrasi Sudut Lindung Metode Bola


Bergulir

4.3.3 Metode Razevig


Untuk menghitung luas daerah proteksi dengan Metode
Razevig digunakan persamaan (2.7).
Dengan memasukan nilai-nilai yang dibutuhkan pada
persamaan itu, maka didapatkan radius proteksi sebesar
: Tabel 4.2 Spesifikasi Evo Franklin
4.6 Hasil Analisa
Dari spesifikasi pada (tabel 4.2) diketahui bahwa radius Perbandingan hasil analisis tiap metode dapat dilihat
proteksi dari SPP menggunakan ESE sebesar 140 m dari tabel berikut:
maka untuk luas area proteksinya dapat dihitung
menggunakan persamaan :

Ax = π x R2
Ax = π x (1402)
Ax = 3,14 x 22500
Ax = 61575,216 m2

Dari hasil perhitungan menggunakan datasheet Metode


ESE luas daerah yang terproteksi adalah 61575,216 m2
dari luas Gedung Keuskupan Bandung yang luasnya
sebesar 4323,575 m2.

Tabel 4.3 Hasil perbandingan analisis dengan metode


yang berbeda

Dilihat dari tabel 4.3 bahwa penggunaan SPP


menggunakan metode Early Streamer Emmision sudah
Gambar 4.6 Ilustrasi Radius proteksi menggunakan memenuhi luas daerah proteksi yang dibutuhkan oleh
ESE gedung Keuskupan Bandung. Namun ada beberapa hal
yang perlu diketehui tentang SPP Early Streamer
4.5 Sistem Grounding SPP Gedung Keuskupan Emmision dimana hal tersebut dapat dilihat dari
Bandung beberapa tanggapan jurnal yang membahas mengenai
Sistem Pentanahan (Grounding) berfungsi untuk sistem proteksi petir ESE antara lain :
menyalurkan dan menyebarkan arus petir kedalam
tanah. Dalam menyebarkan arus petir ke tanah tanpa 1. menurut Memorandum NFPA 780 Proposed
menyebabkan tegangan lebih yang membahayakan Tentative Interim Amendment (TIA) No. 1209
maka bentuk dan dimensi dari sistem pentanahan menyatakan bahwa pada tahun 2011, subjek
sangat penting dibandingkan dengan harga resistansi sistem proteksi petir non-konvensional
spesifik elektroda pentanahan. ditinjau kembali oleh Kelompok Kerja
Data existing grounding Gedung Keuskupan Bandung: CIGRE (Konferensi Internasional tentang
 Panjang elektrode (L) = 8 meter Sistem Tenaga Listrik Besar). Mereka
 Diameter elektroda (D) = 5/8 inch = 15,875 kembali menegaskan bahwa klaim di balik
mm = 0,015875 meter kedua perangkat ESE & CTS tidak valid. Itu
 Jari-jari elektrode (r) = 0,0079375 meter baru-baru ini ulasan adalah konklusif masalah
 Sistem grounding single pole dengan integrasi ini sebagai subjek kelompok kerja CIGRE
kawat BC 70 mm2 termasuk 16 yang terkenal ahli petir dari
 Nilai tahanan terukur 0,04 Ω sembilan Negara.[6]

2. Menurut Memorandum NFPA 780 Proposed


Tentative Interim Amendment (TIA) No. 1209
menyatakan bahwa Pada tahun 2002, tinjauan
perangkat CTS & ESE dilakukan oleh dua dari
Amerika Utara ahli terkemuka tentang petir:
Profesor Martin Uman & Vladimir Rakov dari
Universitas Florida. Mereka menyimpulkan
bahwa klaim di balik kedua teknologi tidak
valid.[6]
3. Menurut Z. A. Hartono dan I. Robiah
menyatakan yang pada intinya membahas
mengenai kegagalan sistem proteksi petir ESE
dalam memberikan dampak proteksi petir
pada bangunan.[7]
4. Menurut Z. A. Hartono dan I. Robiah
menegaskan bahwa sistem proteksi petir ESE Gambar 4.8 Solusi Penambahan Terminasi Udara
ataupun CTS terbukti tidak tepat karena pada Gedung Keuskupan Bandung Tampak
analisis tentang kinerja dari sistem tersebut Horizontal
masih sangat diragukan.[8]
5. Menurut Vernon Cooray penyajian tentang Penambahan terminasi udara untuk memenuhi
analisis data sistem proteksi ESE pada kondisi kebutuhan zona proteksi petir pada gedung Keuskupan
lingkungan menunjukan tingkat kegagalan Bandung dengan metode yang sesuai dengan SNI 03-
sambaran yang lebih tinggi dibanding sistem 7015-2004.
proteksi konvensional pada umunya.[9]
5. Kesimpulan & Saran
4.7 Solusi 5.1 Kesimpulan
Ditinjau dari hasil analisa sistem proteksi petir Dari hasil analisa dan perhitungan sistem proteksi
menggunakan metode bola bergulir pada Gedung petir Gedung Keuskupan Bandung, maka dapat diambil
Keuskupan Bandung telah memenuhi luas proteksi kesimpulan:
petir namun untuk sudut perlindungan nya masih 1. Berdasarkan hasil analisa kebutuhan proteksi
belum memenuhi karena masih ada beberapa bagian petir menggunakan PUIPP gedung Keuskupan
bangunan yang tidak terproteksi petir dapat dilihat pada Bandung menunjukan nilai R = 17 dengan
gambar 4.4 Maka selayaknya diperlukan tambahan demikian gedung Keuskupan Bandung sangat
finial penangkal petir tambahan dengan tinggi finial memerlukan sistem proteksi petir. Sedangkan
yang tipikal agar sudut lindung dari sistem proteksi untuk hasil analisa kebutuhan sistem proteksi
petir lebih optimal. Untuk penambahan finial petir menggunakan SNI 03-7015-2004 gedung
penangkal petir dapat dilihat pada gambar 4.7 dan Keuskupan Bandung masuk dalam kategori
gambar 4.8. tingkat proteksi III dengan nilai efisiensi 86,2
%.
2. Berdasarkan hasil analisa menggunakan SNI
03-7015-2004 dengan metode sudut proteksi
dan metode bola bergulir menunjukan SPP
yang terpasang pada gedung Keuskupan
Bandung belum memenuhi zona proteksi petir.
3. Untuk memenuhi kebutuhan zona proteksi
berdasarkan SNI 03-7015-2004 pada gedung
Keuskupan Bandung perlu penambahan
terminasi udara tambahan sebanyak 1 unit
dengan tinggi tipikal dengan terminasi udara
yang telah terpasang.
Gambar 4.7 Solusi Penambahan Terminasi Udara 4. Sistem pentanahan sistem proteksi petir yang
pada Gedung Keuskupan Bandung Tampak terukur pada gedung Keuskupan Bandung
Vertical sebesar 0,04 Ω dengan konstruksi pentanahan
single-rod, diameter rod 5/8 inch atau 15,875
mm dengan kedalaman 8 meter. Hasil tahanan
pentanahan yang terukur sudah sesuai dengan
standar tahanan pentanahan untuk sistem
proteksi petir yang dikeluarkan oleh SNI 03-
7015-2004 yaitu < 1 Ω.
5.2 Saran
1. Berdasarkan kesimpulan diatas dan dari hasil
penelitian Tugas Akhir yang dilakukan di
gedung Keuskupan Bandung penggunaan
metode yang direkomendasikan oleh SNI 03-
7015-2004 dengan perubahan terminasi udara
dari non-konvensional menjadi konvensional,
dengan penambahan 1 (satu) unit terminasi
udara dengan tinggi terminasi udara tambahan
tipikal dengan terminasi udara yang telah
terpasang untuk memenuhi kebutuhan zona
proteksi petir pada gedung Keudkupan
Bandung.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang
sistem proteksi petir ESE (non-konvensional)
guna membuktikan hasil datasheet yang
dikeluarkan oleh produsen.
3. Badan standarisasi baik nasional ataupun
internasional membuat peraturan tentang
sistem proteksi petir ESE perihal zona proteksi
yang dihasilkan oleh sistem proteksi petir ESE.

DAFTAR PUSTAKA
[1] S. A. Hutagaol, “Studi Tentang Sistem
Penangkal Petir Pada BTS (Base Transceiver
Station),” Medan Univ. Sumatera Utara, pp.
1–104, 2009.
[2] H. Prabandoko, “STUDI EVALUASI SISTEM
TERMINASI UDARA PADA GEDUNG
BERTINGKAT DENGAN METODE BOLA
BERGULIR , SUDUT PERLINDUNGAN
DAN,” 2008.
[3] Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan,
“Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir,”
pp. 1–66, 1983.
[4] Badan Standardisasi Nasional, “SNI 03-7015-
2004 Sistem Proteksi Petir Pada Bangunan
Gedung,” pp. 1–112, 2004.
[5] D. Sohne, Lightning PROTECTION Guide.
2007.
[6] B. Park, “M e m o r a n d u m,” 2016.
[7] Z. A. Hartono and I. Robiah, “The ESE and
CVM Lightning Air Terminals : A 25 Year
Photographic Record of Chronic Failures,”
2017.
[8] Z. A. Hartono and I. Robiah, “A review of
studies on early streamer emission and charge
transfer system conducted in Malaysia,” 2006
17th Int. Zurich Symp. Electromagn. Compat.,
pp. 128–131, 2006.
[9] V. Cooray and M. Becerra, “30th International
Conference on Lightning Protection - ICLP
2010 (Cagliari, Italy - September 13th -17th,
2010),” vol. 2010, no. 2, pp. 1–7, 2010.

Anda mungkin juga menyukai