Anda di halaman 1dari 8

Analisis Kebutuhan Sistem Proteksi Sambaran Petir Pada Gedung Bertingkat

ANALISIS KEBUTUHAN SISTEM PROTEKSI SAMBARAN PETIR PADA GEDUNG


BERTINGKAT
Arif Karta
Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya, Ketintang 60231, Indonesia
Email : arifkarta16050874059@mhs.unesa.ac.id

Ir. Achmad Imam A M.Pd., Mahendra Widyartono S.T., M.T., Aditya Chandra H S.ST., M.T.
Dosen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya, Ketintang 60231, Indonesia
Email : achmadimam@unesa.go.id, mahendrawidyartono@unesa.ac.id, adityahermawan@unesa.ac.id
Abstrak
Indonesia merupakan Negara yang letak geografisnya dilewati oleh garis khatulistiwa. Hal ini
mengakibatkan curah hujan yang tinggi serta kemungkinan sambaran petir yang tinggi pula. Objek
yang memiliki kemungkinan tinggi tersambar petir salah satunya yaitu gedung bertingkat. Maka dari
itu diperlukan Lightning protection system yang berfungsi sebagai pengaman dari sambaran petir.
Gedung Graha Muria merupakan bangunan yang berdiri di daerah dataran tinggi serta memiliki hari
guruh (Thunderstromday) yang mencapai 140 hari per tahun maka dari itu didaerah tersebut sangat
rentan terkena sambaran petir. Dengan demikian tujuan dalam penelitian ini adalah melakukan
perencanaan kebutuhan sistem proteksi sambaran petir yang didasari oleh standar – standar yang
telah ditetapkan. Dalam penulisan penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif yaitu dengan
melakukan pengumpulan data kemudian menganalisa atau memperhitungkan data yang telah didapat.
Analisa data terdiri dari perhitungan akan kebutuhan sistem proteksi petir, penentuan tingkat proteksi,
menghitung frekuensi sambaran petir per tahun serta menentukan jenis terminasi dan besar
penampang konduktor penyalur yang diperbolehkan. Pada Penelitian ini didapatkan tingkat
kebutuhan sistem proteksi petir pada Gedung Graha Muria adalah tergolong besar dan didapatkan
tingkat proteksi IV serta frekuensi sambaran petir langsung sebesar 0,139 per tahun. Setelah
melakukan perhitungan maka dibutuhkan 4 buah batang terminasi setinggi 2 meter agar seluruh area
gedung terlindungi dan besar penampang konduktor penghantar yang digunakan adalah kabel BC 16
mm2.
Kata kunci : Lightning protection system, Petir, Hari guruh, Konduktor

Abstact
Indonesia is one of the country that crossed by the equator. The results is rainfall and the possibility
of lightning strikes are prevalent. Objects that have a high risk of being struck by lightning are a
multi-story building. Therefore, a lightning protection system is needed, which has functioned as
protection from lightning strikes. Graha Muria Building is a building that stands in the highlands and
has a thunderstromday that reaches 140 days per year and therefore the area is very vulnerable to
lightning strikes. Therefore the purpose of this research is to plan needs of the lightning strike
protection system based on established standards. In writing this research conducted with quantitative
methods by collecting data then analyzing or calculating the data that has been obtained. Data
analysis consists of calculating the need for a lightning protection system, determining the level of
protection, calculating the frequency of lightning strikes per year and determining the type of
termination and the allowable cross section of the conductor. In this study it was found that the level
of lightning protection system requirements at Graha Muria Building was relatively large and the
level of IV protection and the frequency of direct lightning strikes was 0.139 per year. After doing the
calculations, it takes four termination rods as high as 2 meters so that the entire area of the building is
protected, and the cross-section of the conducting conductor used is 16 mm2 BC cable.
Keywords : Lightning protection system, Lightning, Thunderstromday, Conductor

negara lain yakni mencapai 100 – 200 hari guruh


PENDAHULUAN per tahun. Petir adalah fenomena alam yang terjadi
Indonesia adalah Negara yang dilewati oleh garis dikarenakan terkumpulnya muatan negatif yang
khatulistiwa yang mengakibatkan hari guruh berada di awan dan muatan positif yang berada di
(Thunderdays) pertahun sangat tinggi dibandingkan atas permukaan tanah terinduksi lalu terbentuklah

773
Jurnal Teknik Elektro, Volume 09 No 03 Tahun 2020, Halaman 773-780

medan listrik diantara permukaan tanah dan awan. Sistem Proteksi Sambaran Petir
Beda potensial yang semakin besar diantara muatan Suatu instalasi proteksi petir harus dapat
yang berada permukaan bumi dan awan melindungi semua bagian dari suatu bangunan,
menyebabkan pelepasan muatan listrik yang disebut termasuk manusia dan peralatan yang ada di
petir (Cooray, 2015 dalam Aris, 2017). dalamnya terhadap bahaya dan kerusakan akibat
Sambaran petir dapat sangat merugikan bagi sambaran petir (Emmy Hosea, 2004). Fungsi sistem
manusia seperti dapat merusak konstruksi ini adalah sebagai pelindung akan sambaran petir
bangunan, kebakaran, kerusakan pada peralatan langsung atau alat yang berada diluar bangunan
hingga kematian. Sedangkan pada peralatan yang berfungsi menangkap dan menyalurkan arus
elektronik arus lebih yang diakibatkan sambaran listrik dari petir ke sistem grounding atau sistem
petir tidak secara langsung merusak tetapi dapat pembumian agar bangunan yang dilindungi tidak
mengurangi umur pakai peralatan tersebut. Pada mengalami kerusakan fisik. Pada proteksi eksternal
masa sekarang banyak peralatan semakin canggih ada 3 bagian utama yaitu:
yang menggunakan komponen elektronik dan 1. Air Terminal
mikroprosesor yang sangat rentan terhadap impuls Air Terminal atau yang biasa disebut finial
elektromagnetik yang diakibatkan sambaran petir adalah bagian yang secara langsung menangkap
tidak langsung. Maka dari itu dibutuhkan sistem sambaran petir diudara. Alat ini haruslah
proteksi petir yang mumpuni pada bangunan agar ditempatkan pada bagian tertinggi dari struktur
meminimalisir kemungkinan kerugian besar yang bangunan agar lebih efektif untuk menangkap
mungkin terjadi. petir. Adapun metode yang digunakan untuk
Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan menentukan jenis air terminal merurut struktur
sampel kasus pada gedung Graha Muria Kudus atap bangunan yang akan dilindungi, antara lain:
yang berada pada lereng Gunung Muria. • Metode Jala
Perhitungan ini dilakukan untuk mencari kebutuhan Metode jala atau sering disebut metode
sistem proteksi sambaran petir pada gedung mesh ini adalah metode yang paling efektif
tersebut. Hal ini dilakukan karena kurangnya digunakan untuk melindungi struktur
kesadaran akan potensi sambaran petir yang tinggi bangunan yang rata / datar karena dapat
didaerah tersebut. melindungi seluruh area permukaan
Dalam upaya melindung bangunan dari bagunan yang berada didalam jala.
kerugian yang disebabkan petir, sistem mempunyai • Metode Sudut Proteksi
dua proteksi yaitu internal dan eksternal. Sistem Metode ini menggunakan finial yang
proteksi eksternal bertujuan untuk memproteksi dipasang sedemikian rupa dibagian tertinggi
atau melindungi bangunan dari samburan langsung pada bangunan sehingga bangunan atau
yang dapat merusak secara fisik, sedangkan sistem objek masuk dalam semacam ruangan tidak
proteksi internal bertujuan melindungi bangunan terlihat yang berbantuk kerucut.
dari kerusakan peralatan didalamnya dari sambaran • Metode Bola Bergulir
petir tidak langsung. Metode bola bergulir digunakan untuk
melindungi objek dengan struktur yang
KAJIAN TEORI berbentuk rumit. Dalam metode ini
Sistem proteksi sambaran petir yaitu alat yang diilustrasikan pada objek bagaikan terdapat
berfungsi untuk melindungi suatu objek dari bahaya suatu bola yang memiliki radius yang
yang timbul dikarenakan sambaran petir baik itu bergulir ke berbagai arah sampai
secara langsung maupun tidak langsung. Dengan menyentuh objek yang mampu berfungsi
demikian berdasarkan tujuan dari proteksi sebagai penghantar. Pada ilustrasi tersebut
sambaran petir terdiri dari dua jenis yaitu proteksi semua titik yang menyentuh bola bergulir
sambaran petir dan proteksi tegangan lebih yang merupakan area yang rentan tersambar
diakibatkan oleh petir. Prinsip kerja antara dua jenis petir oleh karena itu area tersebut harus
proteksi tersebut tentulah berbeda (Soli Akbar, dilindungi oleh terminasi udara (Dewi rani,
2019) 2019).
Analisis Kebutuhan Sistem Proteksi Sambaran Petir Pada Gedung Bertingkat

2. Down Conductor R = A + B. + C + D + E (1)


Menurut (Zainal, dkk, hal 3) “Down condctor
Keterangan:
merupakan bagian yang berupa kebel yang
fungsinya adalah menyalurkan arus listrik dari A = Bahaya menurut penggunaan dan isi
petir yang ditangkap oleh air terminal dan gedung
menghantarkannya ke grounding system.” B = Bahaya menurut kontruksi gedung
C = Bahaya menurut tinggi gedung
3. Grounding System D = Bahaya menurut situasi gedung
Grounding System merupakan bagian yang E = Bahaya menurut hari guruh
fungsinya adalah untuk mengamankan arus R = Perkiraan sambaran petir
listrik dari petir yang diterima ke bumi atau
tanah. Grounding atau pembumian yang layak
Tabel 2. Bahaya Menurut Kegunaan Dan Isi
menurut standar adalah tahanannya tidak lebih
Gedung (Indeks A)
dari 5 ohm (bila nilai tahanan lebih kecil maka
Kegunaan dan isi Indeks A
akan lebih baik).
Bangunan tidak perlu di proteksi -10
baik gedung ataupun isi nya
Untuk menentukan jenis bahan dan luas
penampang terminasi udara, down conductor dan Objek jarang dipergunakan seperti 0
sistem pembumian dapat dilihat pada tabel 1 gudang, menara dsb
Bangunan yang berguna untuk 1
berikut:
kegiatan sehari – hari
Tabel 1. Dimensi Minimum Bahan Sistem Bangunan yang kegunaannya 2
Penangkal Petir penting (Gedung pemerintah, dsb)
Tingkat Bahan Terminasi Konduktor Pembumian
Proteksi Udara Penyalur (mm2) Bangunan yang isinya terdapat 3
(mm2) (mm2) banyak orang ( sekolah, tempat
ibadah, supermarket, hotel, dsb)
I sampai Cu 35 16 50
IV
Al 70 25 - Bangunan yang sangat dibutuhkan 5
Fe 50 50 80 dan berbahaya jika terbakar (Gardu
(Sumber : SNI 03-7014.1-2004) induk, rumah sakit, POM bensin,
dsb)
Taksiran Resiko
Bangunan berbahaya yang dapat 15
Menurut (Dewi, 2019) “Taksiran resiko adalah meledak
metode untuk menentukan suatu kebutuhan akan
(Sumber : PUIPP.)
proteksi pada bangunan terhadap kemungkinan
kerusakan yang diakibatkan oleh sambaran petir.”
Tabel 3. Bahaya Menurut Kontruksi Gedung
Perhitungan kebutuhan akan sistem proteksi
(Indeks B)
sambaran petir dapat menggunakan standar-standar
Kontruksi Gedung Indeks B
yang telah ada yaitu International Electrotecnical
Kontruksi terbuat dari bahan 0
Commision (IEC) 1024-1-1 dan Standar Peraturan yang mudah menghantarkan
Umum Instalusi Penyalur Petir (PUIPP). listrik
1. Standar Peraturan Umum Instalasi Penyalur Kontruksi menggunakan 1
Petir (PUIPP) kerangka besi dengan atap
Menurut standar PUIPP kebutuhan akan menggunakan bahan logam
proteksi sambaran petir pada gedung dapat
Kontruksi bangunan 2
ditentukan dengan memperhitungkan indeks- menggunakan besi dan atap tidak
indeks yang telah ditentukan menurut kondisi terbuat dari bahan logam
yang ada di gedung itu berdiri. Perkiraan bahaya
Kontruksi terbuat dari kayu 3
sambaran petir (R) dapat ditentukan sebagai dengan atap bukan logam
berikut: (Sumber : PUIPP)

775
Jurnal Teknik Elektro, Volume 09 No 03 Tahun 2020, Halaman 773-780

Tabel 4. Bahaya Menurut Tinggi Gedung (Indeks Tabel 7. Perkiraan Bahya Sambaran Petir (Indeks
C) R)
Tinggi Gedung (m) Indeks C Hasil Perkiraan Kebutuhan
6. 0 Penjumlahan Bahaya Proteksi
12. 2 Semua Indeks
17. 3 (R)
25. 4
35. 5 <11 Sangat Kecil Tidak
Dibutuhkan
50. 6
11 Kecil Tidak
70. 7
Dibutuhkn
100. 8
12 Sedang Dibutuhkan
140. 9
200. 10 14 Besar Sangat
(Sumber : PUIPP) Dibutuhkan
>14 Sangat besar Diharuskan
Tabel 5. Bahaya Menurut Lokasi Gedung (Indeks (Sumber : PUIPP)
D)
Lokasi Gedung Indeks D 2. Standar International Electrotechnical
Berada di tanah lapang atau 0 Commision (IEC) 1024-1-1
datar
Penentuan tingkat proteksi dapat
Berada di perbukitan atau 1
pegunungan sampai 1000 m ditentukan dengan menganut standar IEC 1024-
Berada dipuncak pegunungan 2 1-1. Perhitungan tingkat proteksi dapat
yang ketinggiannya lebih dari ditentukan dengan memperhatikan beberapa
1000 meter faktor yaitu seperti frekuensi sambaran petir
(Sumber : PUIPP) langsung setempat (Nd) dan juga frekuensi
sambaran petir tahunan (Nc) yang ada pada
Tabel 6. Bahaya Menurut Hari Guruh Setempat bangunan yang akan di proteksi. Kerapatan
(Indeks E) samberan petir ke tanah rata-rata per tahun yang
Hari Guruh Per Indeks E ada di area tempat bangunan berdiri dapat
Tahun ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
2 0.
4 1. Ng = 0,04. Td1,25 / km2 / tahun (2)
8 2.
16 3. Hari guruh (Td) didapatkan dari data yang
32 4. dikeluarkan Badan Meteorologi dan Geofisika
64 5. (BMG) yang ada di daerah tempat objek yang
128 6. akan di proteksi. Frekuensi sambaran petir
256 7. langsung rata-rata tahunan (Nd) ke objek
(Sumber : PUIPP) bangunan dapat di hitung :

Dengan mengamati dan mencari data tentang Nd = Ng . Ae . 10-6/tahun (3)


keadaan suatu gedung yang ingin dipasang sistem
proteksi petir maka tingkat resiko dapat ditentukan Keterangan:
dengan menjumlahkan indeks - indeks diatas dan Ae = area cakupan ekivalen dari objek
diperolehlah tingkat bahaya juga tingkat proteksi bangunan (m2)
yang dianjurkan untuk digunakan.
Semua daerah struktur bangunan yang dianggap
memiliki frekuensi sambaran petir langsung
tahunan disebut dengan area cakupan ekivalen
(Ae). Untuk menentukan nilai Ae dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
Analisis Kebutuhan Sistem Proteksi Sambaran Petir Pada Gedung Bertingkat

sambaran petir tersebut dalam penelitian ini


Ae = ab + 6h (a + b) + 9πh2 (4) menggunakan standar – standar yang telah
ditentukan yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI)
Keterangan: 03-7014, Peraturan Umum Instalasi Penyaluran
a = panjang struktur bangunan (m) Petir (PUIPP) dan International Electrotecnhical
b = lebar struktur bangunan (m) Commision (IEC) 1024-1-1.
h = tinggi struktur bangunan (m)
Pemasangan suatu sistem proteksi petir pada HASIL DAN PEMBAHASAN
objek dapat ditentukan perlu ataupun tidaknya Dalam penelitian ini akan dilakukan analisa
sistem tersebut dapat dicari dengan mengenai kebutuhan akan instalasi sistem proteksi
memperhitungan Nd dan Nc yaitu, jika besar sambaran petir pada Gedung Graha Muria. Yang
nilai Nd lebih kecil dari pada Nc maka berlokasi di Jl. Pesanggrahan, Colo, Kec. Dawe,
pemasangan sistem proteksi sambaran petir Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Lokasi gedung
dianggap tidak diperlukan sedangkan jika besar berdiri didaerah dataran tinggi yang ketinggiannya
nilai Nd lebih besar dari pada Nc maka sistem ± 900 meter diatas permukaan laut. Struktur gedung
proteksi sambaran petir dianggap perlu untuk memiliki panjang 24 meter, lebar 10 meter dan
dipasangkan dengan efisiensi dapat ditentukan tinggi gedung 12 meter. Kontruksi gedung
dengan persamaan berikut: menggunakan beton dan memiliki struktur atap
berbentuk menjurai keatas. Hari guruh (Td)
E ≥ 1- Nc/Nd (5) pertahun yang didapatkan dari Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) adalah sebesar
Setelah didapatkan nilai efisiensi dengan 148 hari per tahun. Pada lokasi gedung berdiri
menggunakan persamaan diatas, maka dapat frekuensi sambaran petir yang diperbolehkan pada
ditentukan tingkat proteksi petir yang bangunan (Nc) adalah sebesar 10-1/tahun.
dibutuhkan menurut tabel 8.
Penentuan Kebutuhan Sistem Proteksi
Tabel 8. Tingkat Proteksi Dan Efisiensi Sambaran Petir Dengan Berdasarkan Standar
Tingkat Proteksi Efisiensi Peraturan Umum Instalasi Penyalur Petir
I 0,98 (PUIPP)
II 0,95 Menurut standar PUIPP penentuan kebutuhan
III 0,90 sistem proteksi sambaran petir dilakukan dengan
IV 0,80 menjumlahkan indek – indek yang mewakili
(Sumber : SNI 03-7014.1-2004) gedung yang akan diproteksi.
• Indeks A. Gedung Graha Muria merupakan
METODELOGI PENELITIAN gedung yang dipergunakan untuk
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah penginapan yang dimana didalamnya berisi
dengan menggunakan metode kuantitatif. Metode banyak orang. Nilai indeks 3.
kuantitatif adalah suatu penyelesaian masalah • Indeks B. Pada gedung Graha Muria
penelitian dengan menggunakan angka yang kontruksi bangunan terbuat dari beton dan
diperhitungkan dari data yang didapat. Teknik atap dari genteng berbentuk runcing. Nilai
pengumpulan data yang dilakukan menggunakan indeks 2.
cara studi literatur, wawancara dan observasi. Studi • Indeks C. Gedung Graha Muria memiliki
pustaka dilakukan untuk mengumpulkan dan tinggi 12 meter. Nilai indeks 2
mempelajari seluruh aspek teoritis dari berbagai • Indeks D. Gedung Graha Muria berlokasi di
sumber referensi tentang sistem proteksi sambaran lereng gunung Muria dengan ketinggian
petir eksternal. Observasi yaitu melakukan tanah ±900 meter dari permukaan laut. Nilai
pengambilan data dengan mengamati secara indeks 1.
langsung objek yang akan diteliti. Data observasi • Indeks E. Gedung Graha Muria berlokasi di
yang didapatkan antara lain tinggi serta luas kota Kudus yang hari guruhnya cukup tinggi
bangunan. Penentuan kebutuhan sistem proteksi yaitu 148 hari per tahun. Nilai indeks 6.

777
Jurnal Teknik Elektro, Volume 09 No 03 Tahun 2020, Halaman 773-780

Hubungan nilai efisiensi (E) dengan tingkat


Dengan menjumlahkan semua indeks diatas maka proteksi yaitu:
dapat diperkirakan bahaya sambaran petir pada
gedung (R) yaitu sebesar 14. Karena nilai R pada Tabel 9. Efisiensi Sistem Proteksi Sambaran Petir
gedung Graha Muria bernilai 14 maka sesuai tabel Tingkat Proteksi Efisiensi SPP
7 mengakibatkan bahaya sambaran petir
I 95% - 98%
diperkirakan besar dan sangat diperlukan instalasi
proteksi sambaran petir. II 90% - 95 %
III 80% - 90%
Penentuan Kebutuhan Sistem Proteksi
Sambaran Petir Dengan Berdasarkan Standar IV 0% – 80%
IEC 1024-1-1 Tidak Diperlukan <0%
Menurut standar ini, tingkat proteksi dapat
(Sumber : SNI 03-7014.1-2004)
ditententukan menggunakan perhitungan beberapa
faktor yaitu data struktur gedung, data hari guruh,
Dengan demikian nilai efisensi (E) pada gedung
area proteksi, kerapatan sambaran petir ke tanah
Graha Muria adalah sebesar 28% dan tingkat
(Ng), frekwensi sambaran langsung setempat (Nd),
proteksi yang sesuai adalah pada tingkat proteksi
dan frekwensi sambaran petir per tahun (Nc) yang
IV yang nilai efisiensi adalah diantara 0% - 80%.
diperbolehkan pada objek,. Nilai kerapatan
sambaran petir (Ng) dapat ditentukan rumus (2) dan
Perencanaan Sistem Proteksi Sambaran Petir
didapatkan hasil yaitu:
1. Terminasi Udara ( Air Terminal)
Ng = 4 . 10-2 . 1481,25/ km2 per tahun Berdasarkan bentuk struktur atap gedung
Ng = 20,64 km2 /tahun Graha Muria yang berbentuk menjurai dimana
Area ekivalen (Ae) pada objek dapat dihitung ada bagian atap yang lebih tinggi dari daerah
lainnya maka pemilihan metode proteksi adalah
dengan persamaan (4):
dengan menggunakan metode sudut proteksi.
Ae = (24 . 10) + 6 . 12 (24 +10) + 9 . 3,14 (122) Metode jala tidak cocok digunakan karena
Ae = 6757,44 m2 struktur atap tidak datar maka metode proteksi
Setelah mendapatkan nilai kerapatan sambaran petir ini kurang efektif jika digunakan karena
(Ng) serta nilai area ekivalen (Ae) selanjutya dapat penggunaan jala akan membutuhkan dana yang
diperhitungkan nilai jumlah rata – rata frekueansi lebih besar. Sedangkan metode bola bergulir
sambaran petir langsung per tahun (Nd) tidak perlu digunakan dikarenakan struktur
menggunakan persamaan (3) berikut: bangunan yang sederhana maka metode yang
paling sesuai untuk diaplikasikan pada gedung
Nd = 20,64 . 6757,44 . 10-6 yaitu menggunakan metode sudut proeksi.
Nd = 0,139 /tahun Metode Sudut Lindung pertama kali
Dari data yang didapat didaerah setempat diperoleh ditemukan oleh Benjamin Franklin. Sistem
nilai frekuensi sambaran petir tahunan (Nc) yang proteksi tersebut merupakan alat yang berbentuk
diperbolehkan adalah sebesar 10-1/tahun. Dengan kerucut dengan bahan dasar tembaga dan daerah
demikian nilai Nd tinggi besar dibandingkan perlindungan juga berupa kerucut. Dalam
dengan nilai Nc (Nd > Nc) sehingga dibutuhkan metode ini area yang dilindungi adalah area
suatu sistem proteksi petir. Maka dari itu nilai yang berada didalam kerucut yang sudut
efiensinya (E) dapat diperoleh dengan perlindungannya dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus (5) : tingkat proteksi yang telah ditentukan. Pada
perhitungan yang sudah dilakukan, ditentukan
E = 1 – (0.1 / 0.139) bahwa tingkat proteksi di gedung Graha Muria
= 1 – 0.719 adalah pada tingkat IV.
= 0.28
E = 28 %
Analisis Kebutuhan Sistem Proteksi Sambaran Petir Pada Gedung Bertingkat

Tabel 10. Penentuan Sudut Proteksi Terminal berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
Udara 03-7014.1-2004, dipilihlah bahan yang terbuat
Tingkat H (m) 20 30 45 60 dari tembaga (Cu) yaitu kabel BC yang
Proteksi R (m) α° α° α° α° berukuran minimal 16 mm2. Untuk
I 20 25 - - - meminimalisir dampak induksi
elektromagbnetik yang timbul pada saat
II 30 35 25 - -
tersambar petir, sebaiknya down conductor
III 45 45 35 25 - diberi jarak setidaknya 0.1 meter terhadap
dinding atau tiang penyangga.
IV 60 55 45 35 25
(Sumber : SNI 03-7014.1-2004) 3. Sistem Pembumian (Grounding System)
Sistem pembumian adalah alat yang
Menurut tabel 10 diatas dapat dilihat berfungsi untuk menghantarkan arus lebih
bahwa gedung Graha Muria yang memiliki secara aman kedalam bumi. Luas penampang
tinggi bangunan 12 meter dan berada pada yang digunakan pada sistem pembumian
tingkat proteksi IV dengan demikian sudut berdasarkan tabel 1 paling minimal adalah
proteksi yang dipakai yaitu 55°. sebesar 50 mm2 dan ditanamkan ke tanah yang
resistansinya harus dibawah 5 ohm.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan data yang didapat, Gedung Graha
Muria berlokasi di daerah dataran tinggi dan
Gambar 1. Area sudut proteksi dengan tinggkat kerawanan tinggi yaitu 140 hari
guruh per tahun, sehingga dengan perhitungan
Pemilihan bahan yang digunakan dari dapat diperoleh frekuensi sambaran petir langsung
terminasi udara menurut tabel 1 adalah (Nd) sebesar 0,139 per tahun. Kebutuhan akan
menggunakan bahan tembaga (Cu) yang luas sistem proteksi pada Gedung Graha Muria
penampang minimalnya yaitu 35 mm2 dan tergolong sangat besar dan setelah dilakukan
tinggi terminasi udaranya adalah sekitar 2 – 3 perhitungan tingkat proteksi yang diperlukan pada
meter. Dengan diperolehnya sudut terminasi tingkat proteksi IV, sehingga sudut proteksi yang
gedung Graha Muria yaitu 55° sehingga dipakai yaitu 55°. Maka dari itu perancangan
perencanaan pemasangan batang terminasi batang terminasi udara yang terbuat dari tembaga
udaranya tidak dapat dipasangkang pada hanya (Cu) dengan luas penampang 35 mm2 yang
satu tempat karena tidak dapat melindungi ditempatkan pada 4 tempat seperti digambarka pada
semua area gedung. Maka dari itu batang gambar 1. Konduktor penghantar yang digunakan
terminasi udara harus dipasangkan pada 4 merupakan kabel BC yang terbuat dari tembaga
tempat seperti yang ditunjukan pada gambar (Cu) berdiameter minimal 16 mm2.
diatas sehingga semua area gedung terlindungi.
Saran
2. Konduktor Penghantar (Down Conductor) Hendaknya pengelola Gedung Graha Muria
memperhitungkan keamanan gedung dari bahaya
Konduktor penghantar adalah bagian yang
sambaran petir dengan segera memasang sistem
berfungsi untuk menghantarkan arus listrik dari
proteksi sambaran petir karena Gedung Graha
petir yang ditangkap oleh batang terminasi
udara ke sistem pembumian. Dikarekan arus Muria berada didaerah dataran tinggi yang
listrik yang disalurkan sangat besar maka memiliki tingkat kerawanan tinggi akan sambaran
petir dan setelah dipasang sebaiknya dilakukan
pemilihan luas penampang dari konduktor
perawatan dan pengecekan secara berkala agar
penghantar harus berdasarkan standar sehingga
menjaga kemampuan sistem proteksi petir dalam
tidak menyebabkan kerusakan. Menurut tabel 1
tentang pemilihan bahan dan luas penampang mengamankan dari bahaya sambaran petir.

779
Jurnal Teknik Elektro, Volume 09 No 03 Tahun 2020, Halaman 773-780

DAFTAR PUSTAKA
Hakim, Zainal, Ir. Danial M.T., Managam
Rajagukguk S.T., M.T., 2015. “Perencanaan
Sistem Proteksi Petir Masjid Raya Mujahidin
Menggunakan Metode Bola Bergulir (Rolling
Sphere Method)”
Hosea, Emmy, Edy Iskanto, Harnyatris M. Luden.
2004. “Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi
dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir
Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung W
Universitas Kristen Petra” Jurnal Teknik
Elektro volume 4, nomor 2.
Hutagoal, Akbar Soli. 2009 “Evaluasi Sistem
Proteksi Eksternal Dan Analisa Resiko
Sambaran Petir Pada Bangunan”
IEC 1024-1-1: Protection of Structures Against
Lightning. International Electrotechnical
Commision 81, 1993.
Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir Untuk
Bangunan di Indonesia. Direktorat penyelidikan
masalah bangunan. Jakarta. 1983.
Rani , Dewi, 2019. “Pemrograman Desain Sistem
Penangkal Petir Eksternal Pada Gedung
Bertingkat Berbasis Java”
SNI 03-7014.1-2004. Sistem Proteksi Petir Pada
Bangunan Gedung. Badan Standardisasi
Nasional. 2004.
Suryadi, Aris. 2017. “Perancangan Instalasi
Penangkal Petir Eksternal Metoda Franklin
Pada Politeknik Enjinering Indorama” Jurnal
Sinergi Vol. 21, No. 3.

Anda mungkin juga menyukai