Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATA KULIAH PROTEKSI LISTRIK & SWITCH YARD

PERANCANGAN PROTEKSI PETIR


MENGGUNAKAN METODE ROLLING SPHERE

Disusun Oleh :

Salsabila Azhaari
(171724031)
D4-TPTL

Dosen Pengampu :
Siti Saodah, ST ,MT.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK


JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2020
Perencanaan Sistem Proteksi Petir Menggunakan
Metoda Rolling Sphere

Tahapan sambaran petir ke tanah pada saat gradien listrik di awan melebihi harga
tembus udara yang terionisasi, terjadilah pilot streamer, yang menentukan arah perambatan
muatan dari awan yang ionisasinya rendah, diikuti dengan titik cahaya. Setiap sambaran petir
bermula sebagai suatu lidah petir (stepped leader) dari awan bermuatan, kemudian gerakan
pilot streamer yang diikuti dengan lompatan-lompatan titik cahaya yang dinamakan step
leader. Arah setiap langkah step leader berubah-ubah, sehingga secara keseluruhan jalannya
tidak lurus dan patah-patah. Daya rusak akibat petir ini cukup tinggi, dari kerusakan,
kebakaran hingga kematian. Maka dari pada itu, dalam sebuah bangunan yang menampung
banyak orang dan peralatan penting. Karena petir ini dating hamper tanpa gejala, perlu
adanya proteksi agar baik manusia dan alat-alat yang berada dalam suatu radius aman.

Proteksi eksternal adalah instalasi dan alat-alat di luar suatu struktur untuk
menangkap dan menghantarkan arus petir ke sistem pembumian. Proteksi eksternal berfungsi
sebagai ujung tombak penangkap muatan listrik dan arus petir di tempat tertinggi. Salah satu
metoda instalasi proteksi petir adalah metoda Rolling Sphere atau Bola Bergulir.

Metode bola bergulir baik digunakan pada bangunan yang bentuknya rumit. Dengan
metode ini seolah-olah ada suatu bola dengan radius R yang bergulir di atas tanah, sekeliling
struktur dan di atas struktur ke segala arah hingga bertemu dengan tanah atau struktur yang
berhubungan dengan permukaan bumi yang mampu bekerja sebagai penghantar. Titik sentuh
bola bergulir pada struktur adalah titik yang dapat disambar petir dan pada titik tersebut harus
diproteksi oleh konduktor terminasi udara. Semua petir yang berjarak R dari ujung
penangkap petir akan mempunyai kesempatan yang sama untuk menyambar bangunan.

Konduktor ke bawah atau down conductor adalah bagian sistem proteksi eksternal
yang dimaksudkan untuk melewatkan arus petir dari sistem terminasi udara ke sistem
pembumian. Konduktor ke bawah terbagi menjadi konduktor penyalur utama yaitu jenis
logam yang disiapkan secara khusus untuk menyalurkan arus petir ke tanah dan konduktor
penyalur pembantu yaitu penghantar lain berupa pipa air hujan dari logam atau bahan
konstruksi bangunan dari logam yang dimanfaatkan untuk penyalur arus petir ke tanah.

Perancangan dibuat dalam tahap-tahap sebagai berikut :


1. Desain Bangunan

Menentukan bangunan yang akan di proteksi dengan mempertimbangkan parameter-


parameter berikut :
Dimensi Bangunan : 10 x 8 x 20 meter
Lokasi : Lembang
Bahan Bangunan : Beton dengan kerangka besi
Bahan Atap : Genteng tanah liat
2. Analisa Kebutuhan Proteksi Petir
• Hari Guruh
Hari Guruh adalah banyaknya hari dimana terdengar guntur paling sedikit satu
kali dalam jarak berkisar 15 km dari stasiun pengamatan. Hari guruh yang tinggi
memungkinkan banyak terjadi bahaya dan kecelakaan akibat sambaran petir.

Tabel 1 : Hari Guruh rata-rata per tahun dan IKL di beberapa kota di pulau
Jawa
Sumber : BSN, Sistem Proteksi Petir pada Bangunan Gedung, SNI 03-7015-
2004
Diketahui bangunan yang akan di proteksi berada di daerah Lembang
dengan Hari Guruh rata-rata per tahun sebesar 132.

• Besarnya Kebutuhan Bangunan Akan Sistem Proteksi Petir


Berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP) bangunan
akan sistem proteksi petir dapat ditentukan secara empiris berdasarkan indeks indeks
yang menyatakan faktor-faktor tertentu sehingga didapat perkiraan bahaya akibat
sambaran petir (R) adalah :

R=A+B+C+D+E
Dimana
A : Bahaya berdasarkan jenis bangunan
B : Bahaya berdasarkan konstruksi bangunan
C : Bahaya berdasarkan tinggi bangunan
D : Bahaya berdasarkan situasi bangunan
E : Bahaya berdasarkan hari guruh yang terjadi
Jika nilai R > 11, maka bangunan tersebut dianjurkan menggunakan sistem
proteksi petir
Tabel 2 : Indeks A Bahaya Berdasarkan Jenis Bangunan

Tabel 3 : Indeks B Bahaya Berdasarkan Konstruksi Bangunan

Tabel 4 : Indeks C Bahaya Berdasarkan Tinggi Bangunan

Tabel 5 : Indeks D Bahaya Berdasarkan Situasi Bangunan


Tabel 6 : Indeks E Bahaya Berdasarkan Hari Guruh
Dengan kondisi bangunan, diketahui :
Indeks A : 1
Indeks B : 2
Indeks C : 4
Indeks D : 1
Indeks E : 7
Maka didapatkan indeks perkiraan bahaya sambaran petir (R) adalah :
R=A+B+C+D+E
R=1+2+4+1+7
R = 15

Tabel 7 : Perkiraan Bahaya Sambaran Petir


Berdasarkan tabel 7 bangun memiliki perkiraan bahaya yang sangat besar
dan sangat perlu menggunakan proteksi petir.

• Penentuan Level Proteksi


Berdasarkan Badan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7015-2004),
kerapatan kilat petir ke tanah atau kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan
di daerah tempat suatu struktur berada dinyatakan dalam:
Ng = 0,04 x Td1,25 / km2 / tahun
Ng= 0,04 x 132 1,25
Ng= 17,897 / km2 / tahun
Ae adalah area cakupan ekivalen dari bangunan (m2) yaitu daerah permukaan
tanah yang dianggap sebagai struktur yang mempunyai frekuensi sambaran langsung
tahunan. Adapun area cakupan ekivalen (Ae) tersebut dapat di hitung berdasarkan
persamaan di bawah ini :
Ae = ab + 6h (a+b) + 9πh2
Ae = (10 x 8) + 6 x 20 (10 + 8) + 9π x (20)2
Ae = 13.549,734 m2
Dimana :
a : panjang bangunan (m)
b : lebar bangunan (m)
h : tinggi bangunan (m)
Sementara frekuensi rata-rata tahunan sambaran petir langsung (Nd) ke
bangunan dapat dihitung melalui persaman:
Nd = Ng x Ae 10-6 / tahun
Nd = 17,897 x 13.549,734 x 10-6 /tahun
Nd = 0,2425 / tahun
Asumsi :
Nc = 0,1 / tahun
Pengambilan keputusan perlu atau tidaknya memasang sistem proteksi petir
pada bangunan berdasarkan perhitungan Nd dan Nc.
Dari kurva di bawah, dengan diketahui nilai Nd dan nilai Nc berdasar
data dari BMKG sebesar 0,1. Dengan begitu dilakukan sebagai berikut:
a. Jika Nd ≤ Nc tidak perlu sistem proteksi
b. Jika Nd > Nc diperlukan sistem proteksi petir dengan efisiensi :
𝑵𝒄
𝑬 =𝟏− 𝑵𝒅
𝟎,𝟏
𝑬 =𝟏− 𝟎,𝟐𝟒𝟐𝟓

E = 0,5876

Maka setelah di hitung nilai E (Efisiensi Sistem Proteksi Petir), setelah itu
dapat ditentukan tingkat proteksinya sesuai dengan tingkat tabel 8 berikut :

Tabel 8 : Efisiensi Sistem Proteksi Petir


Dengan efisiensi 58,76% dilihat pada tabel 8 bangunan dapat menggunakan
tingkat proteksi IV.

Berdasarkan grafik diatas untuk efisiensi 58,76% yang bersinggungan


dengan negative stroke, peak current ditaksir sekitar 45kA.
• Jarak Sambaran dan Sudut Lindung
Jarak sambar striking distance adalah jarak antara ujung lidah petir yg
bergerak kebawah (downward leader) bertemu dengan petir penghubung yang
bergerak keatas (connecting leader) pada satu titik titik ini disebut titik sambar.Jarak
sambar dapat dihitung mengunakan persamaan:
r = 6,7 I 0,85
r = 6,7 (450,85 )
r = 170,336 meter
Sudut lindung adalah sudut diantara garis singgung bola gelinding yang
mengenai terminal udara dengan permukaan tanah. Sudut lindung juga dapat didekati
dengan persamaan wagner dan hasil percobaan L paris dan watanabe berikut ini:
𝐡
𝛂 = 𝐒𝐢𝐧−𝟏 (𝟏 − 𝐫 )
𝟐𝟎
𝛂 = 𝐒𝐢𝐧−𝟏 (𝟏 − 𝟏𝟕𝟎,𝟑𝟑𝟔 )

𝛂 = 𝟔𝟖, 𝟖𝟒°
Dimana :
a = Sudut Lindung (o)
h = Tinggi Bangunan (m)
r = Jarak Sambar (m)

3. Down Conductor
Konduktor penyalur adalah bagian dari sistem proteksi petir eksternal yang
dimaksudkan untuk melewatkan arus petir dari sitem terminasi udara ke sistem
pembumian. Adapun ukuran minimum bahan SPP dipakai di dalam standar ini untuk
penggunaan konduktor penyalur adalah dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:

Mempertimbangkan sisi ekonomis dalam perancangan ini, dipilih bahan Cu dengan


konduktor penyalur sebesar 35mm2.

4. Grounding
Grounding system adalah suatu perangkat instalasi yang berfungsi untuk melepaskan
arus petir kedalam bumi, salah satu kegunaannya untuk melepas muatan arus petir.
Standart kelayakan grounding atau pembumian harus bisa memiliki nilai tahanan sebaran
atau resistansi maksimal 5 Ohm (Bila di bawah 5 Ohm lebih baik). Material grounding
penangkal petir dapat berupa batang tembaga, lempeng tembaga atau kerucut tembaga,
semakin luas permukaan material grounding penangkal petir yang di tanam ke tanah
maka resistansi akan semakin rendah atau semakin baik. Ukuran bahan SPP minimum
yang dipakai dalam standar untuk terminasi bumi, dimuat dalam tabel 3.2 sebagai
berikut:

Dipilih Cu sebagai bahan logam terminasi bumi dari grounding system. Ukuran
minimum untuk Cu pada tabel 50 mm2 (jari-jari 4 mm), dalam perancangan ini saya
menggunakan logam Cu dengan diameter 30 mm atau 3 cm, dengan panjang batang Cu
sebesar 50 cm.

Tabel 3.4 Tahanan Sistem Pembumian


Dengan menyesuaikan lokasi bangunan dan tabel 3.4, dimana lokasi tersebut
memiliki jenis tanah pertanian dan/atau tanah liat, pada kedalaman 6 meter, elektroda di
tanam di tanah, tahanan jenis tanah sebesar 17 ohm. Pada :
Panjang elektroda (l) =6m
Jarak penanaman (Hb) = 10 cm
Diameter elektroda (d) = 3 cm
Jari-jari elektroda (r) = 1,5 cm
Tahanan jenis tanah (ρ) = 17 ohm

Tahanan grounding dapat diketahui melalui :

ρ 2L
R = 2πLx (ln ( 𝑎 )-1)
17 2×6
R = 2π × 6 × (ln ( )-1)
3

R = 0.174195195 Ω < 5 Ω
Memenuhi syarat grounding.

5. Ilustrasi Perancangan
Dari hasil perhitungan dapat diketahui daerah yang terproteksi memiliki radius
sebesar 170,336 meter m pada α = 68,84°.

Anda mungkin juga menyukai