Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN

EP3076 - PROTEKSI SISTEM TENAGA

Modul I

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT

STRIKE) KE GARDU INDUK

Sudut Lindung Menara Transmisi dan Gardu Induk

Disusun oleh :
Claysius Dewanata - 18016002

Satria Fandyardi Rizky - 18016013

Julian Rifky Santika - 18016022

Stacia Janice - 18016025

PROGRAM STUDI TEKNIK TENAGA LISTRIK


SEKOLAH TEKNIK ELEKTRO DAN INFORMATIKA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
Abstrak
Indonesia adalah negara beriklim tropis dengan jumlah hari badai petir (thunderstorm
days) yang banyak dalam setahun sehingga membuat frekuensi terjadinya petir di Indonesia
sangat tinggi. Sambaran petir tersebut dapat menyebabkan berbagai gangguan dalam sistem
tenaga listrik apabila tidak terdapat sistem proteksi yang baik. Salah satu gangguan petir dapat
berupa sambaran langsung (direct strike). Oleh sebab itu, diperlukan suatu sistem proteksi
untuk menjaga performa dari Gardu Induk tersebut. Koordinasi isolasi ini melibatkan arcing
horn, isolator, arrester, trafo arus, trafo tegangan, disconnecting switch, dan circuit breaker.
Pada praktikum lapangan kali ini, akan diamati sudut lindung menara transmisi dan gardu
induk 150 kV dan 500 kV di Gardu Induk Bandung Selatan.
Kata kunci: sistem proteksi, petir, direct strike, gardu induk, menara transmisi, sudut lindung.
I. TUJUAN PRAKTIKUM
a. Memahami ancaman sambaran petir & konsep sistem proteksi petir terhadap sambaran langsung
pada saluran udara tegangan tinggi dan ekstra tinggi.
b. Memahami ancaman gangguan sambaran petir konsep sistem proteksi terhadap sambaran
langsung pada gardu induk tegangan tinggi dan ekstra tinggi.
c. Menghitung sudut lindung sistem proteksi petir terhadap sambaran langsung ke SUTT dan
SUTET.
d. Menghitung sudut lindung proteksi petir pada gardu induk dan menara transmisi dengan metoda
bola gelinding (Rolling Sphere Method).
e. Memahami cara pengukuran dan mengukur tahanan pentanahan gardu induk dan menara.
f. Menghitung nilai induktansi dan tahanan impuls tanah yang menyebabkan terjadinya tegangan
lebih pada menara akibat sambaran langsung menggunakan data lapangan dan kurva Induktansi
tower.

II. TEORI DASAR


2.1 Proteksi Terhadap Sambaran Langsung
Sistem proteksi eksternal yang lebih dikenal orang awam dengan sebutan “penangkal
petir” adalah instalasi yang dipasang untuk mencegah, menghindari atau mengurangi dampak
dari sambaran petir langsung pada objek yang dilindunginya. Secara umum komponen sistem
proteksi ini adalah: air terminal/finial, down conductor dan grounding system.
Ketiga komponen ini ditemukan pada gardu induk dan menara transmisi, sebagai salah
satu peralatan proteksi terhadap tegangan lebih petir. Sambaran langsung pada peralatan gardu
atau menara transmisi dapat menyebabkan kerusakan atau penuaan isolasi peralatan yang dapat
berdampak pada terhentinya pelayanan daya dalam waktu lama. Untuk itu pada gardu atau
menara transmisi dilengkapi oleh kawat tanah / finial/rod dan sistem pentanahan yang baik.
Bentuk air terminal adalah batang tegak yang dikenal dengan franklin rod atau batang
mendatar/kawat tanah mendatar. Keduanya dipasang sedemikian rupa agar sambaran petir
“mengenainya dan bukan peralatan yang harus dilindunginya” untuk kemudian disalurkan ke
tanah melalui down conductor.
Down conductor adalah saluran arus petir ke tanah. Biasanya penghantar turun ini
mengikuti konstruksi menara atau busbar yang ada pada gardu. Ada juga yang menggunakan
konduktor lain baik bare conductor atau kabel untuk keamanan dan mengurangi tegangan jatuh
pada konduktor tersebut.
Sedangkan bentuk sistem pentanahan adalah pentanahan vertikal/rod, pentanahan
horizontal yang ditanam >50 cm dibawah permukaan tanah atau kombinasi keduanya. Dalam
standar ini juga disebutkan bahwa bentuk dan dimensi sistem grounding lebih penting dari pada
nilai pentanahannya, namun nilai pentanahan yang kecil sangat direkomendasikan. Sistem
pentanahan ini dibuat sedemikian rupa dengan tujuan keamanan personil, proteksi arus
gangguan, proteksi petir dan untuk kesesuaian elektromagnetik peralatan elektronik.
Sistem pentanahan didalam gardu induk bentuknya adalah mesh atau jaring dengan 2x2
meter tertanam 50-100 cm didalam tanah yang mencakup seluruh GI, dengan tujuan keamanan
personil (tegangan langkah dan sentuh minimum), menjaga agar jika tejadi short circuit pada
sistem akan cepat menjalankan relay dan CB serta menjaga elevasi tegangan yang homogen pada
peralatan diseluruh GI. Pada GI tertentu grounding dibuat mesh sampai beberapa tiang terakhir
sebelum masuk GI.

Gambar 2.1 Sketsa pentanahan Gardu Induk

2.2 Metoda Bola Gelinding


Salah satu metoda untuk menghitung daerah lindung dan sudut lindung sebuah air terminal
adalah metoda bola gelinding – rolling sphere method. Jarak sambar – striking distance adalah
jarak antara lidah petir ke bawah – downward leader sesaat sebelum bersatu dengan lidah
penyongsong – upward leader pada titik sambar petir.

Sudut lindung sebuah air terminal dapat diukur dengan menggambarkan daerah lindung
dengan metoda bola gelinding dimana sudut lindung adalah sudut diantara garis singgung bola
gelinding yang mengenai air terminal dengan permukaan tanah. Sudut lindung juga dapat
didekati dengan dengan persamaan Hasse dan Wiesinger berikut ini :

h adalah tinggi struktur dan r adalah jarak sambar.


Sedangkan sudut lindung dua buah batang tegak yang terpisah sejarak S dapat didekati dengan :

Arus puncak petir yang digunakan dalam menentukan jarak sambar atau sudut lindung
ditentukan dari tingkat proteksi yang diinginkan. Untuk keperluan engineering diambil arus
puncak dengan statistik 50%.

Misalkan arus puncak 40 kA dengan statistik 50% maka sistem proteksi melindungi 50% petir
dengan arus > 40 kA, sedangkan 50% sisanya (<40 kA) tidak terproteksi. Statistik lain yang
biasanya digunakan adalah 85%, 93%, 95% dan 99%.
Beberapa Persamaan Jarak Sambar r = aIb
rc = sambaran ke
rg = sambaran ke tanah kawat phasa atau
Peneliti
kawat tanah
a b a b
Wagner 14.2 0.42 14.2 0.42
Young 27.0 0.32 rg (5) 0.32
Armstrong dan Whitehead 6.0 0.80 6.7 0.80
Brown dan Whitehead 6.4 0.75 7.1 0.75
Love 10.0 0.65 10.0 0.65
Anderson dan IEEE-1985 rc (1) 0.65 8.0 0.65
IEEE-1991 T&D Committee rc (2) 0.65 8.0 0.6
IEEE-1992 T&D Committee rc (3) 0.65 10.0 0.65
Mousa dan IEEE-1995
8.0 8.0 0.65
Substations Committee (4)
Sambaran ke kawat phasa : rc = 0.84hc0.6I0.74
0.6 0.74
Eriksson Sambaran ke kawat tanah : rg = 0.84hg I
Sambaran ke tanah : -

 = 0.64 untuk UHV lines, 0.80 untuk EHV lines, 1.0 untuk yang lain
 = 22/y, y adadalah tinggi konduktor, 0.6<<0.9 (3)  =
0.36 + 0.17 ln(43 – h), jika h>40 maka h = 40
(4) untuk mast, Mousa menggunakan a = 8.8
(5)  = 444/(462 – h) untuk h>18 m,  = 1 untuk h<18 m

Data Lapangan :
Tinggi tower 150 kV = 33 meter
Tinggi Tower 500 kV = 77 meter ( tiang akhir 65-70 meter)

2.3 Tegangan Lebih Petir


Secara umum persamaan tegangan lebih petir pada struktur dan sistem pentanahan adalah:
dimana R adalah tahanan pentanahan dan L adalah nilai induktansi struktur atau penghantar
turun. I dan di/dt adalah parameter arus puncak petir dan kecuraman arus.

Gambar 2.3.1 Representasi tiang sebagai impedansi surja dan induktansi

Tiang dapat direpresentasikan sebagai impedansi surja atau induktansi. Bila tiang
direpresentasikan sebagai induktansi, maka ada penyesuaian nilai tahanan pentanahan dan
impedansi surja kawat tanah, yaitu :

dimana Zg impedansi surja kawat tanah, Zt impedansi surja tower dan Ro nilai tahanan
pentanahan tower

Gambar 2.3.2 Tegangan lebih akibat sambaran ke kawat tanah dan bayang-bayang kawat tanah pada saluran
multikonduktor.

Untuk saluran tanpa kawat tanah (Zg = 0) maka :


Jika kawat tanah di sambar petir maka arus tersebut sebagian akan dialirkan ke tiang. Besar
tegangan lebih yang timbul adalah:

 dI 
V  C.IZ t  R o   C I.R ' o  L 
 dt 

dimana untuk saluran dengan satu kawat tanah :

ln( b1 / a 1 )
C
ln( 2.h g / r )

dimana a dan b adalah jarak kawat tanah dengan kawat phasa serta dengan bayangannya.

Bila tegangan lebih V yang terjadi pada kondisi diatas melebihi ketahanan isolatornya maka akan
terjadi lewat denyar - flashover pada isolator. Untuk sambaran langsung pada tiang atau kawat
tanah biasanya disebut lewat denyar balik - back flashover.

III. Hasil dan Analisis

3.1 Perhitungan Jarak Sambar dan Sudut Lindung


Dalam metode bola gelinding diperlukan data jarak sambar petir. Jarak sambar petir tergantung pada
besarnya arus puncak petir yang besarnya dapat dilihat melalui gambar dibawah.

Melalui gambar tersebut dapat dilihat bahwa besar nilai arus puncak petir untuk daerah Indonesia (diukur
di Gunung Tangkuban Perahu) untuk probabilitas 50% adalah 40 kA dan 85% adalah 18 kA. Jarak
sambar dapat dihitung sebagai berikut :
r = 6.7 i0.8 = 6.7 x 400.8 = 128.15 m

r = 6.7 i0.8 = 6.7 x 180.8 = 67.654 m

3.2 Layout Gardu Induk 500 kV

Gambar 3.2.1 Tampak atas 500 kV


Gambar 3.2.2 Tampak Samping 500 kV

Layout tersebut berdasarkan pada pengalian skala daripada layout asli yang ada pada realitanya
(tampak samping serta tampak atas). Dilakukan simulasi perlindungan dengan bola gelinding
petir 50% dan 85%.
i. 50%

Gambar 3.2.3 Metode Bola Gelinding Tampak Samping 500 kV (50%)


Gambar 3.2.4 Metode Bola Gelinding Tampak Atas 500 kV (50%)

Menurut simulasi dengan rolling sphere dengan petir 50%, di dapatkan radius bola gelinding
sebesar r = 128,15 meter. Dengan susunan jaringan serta jarak yang didapatkan dari realita,
komponen di GI terlindungi dari sambaran petir secara langsung oleh long rod yang terpasang di
jaringan.
ii. 85%

Gambar 3.2.5 Metode Bola Gelinding Tampak Samping 500 kV (85%)

Gambar 3.2.6 Metode Bola Gelinding Tampak Atas 500 kV (85%)

Menurut simulasi dengan rolling sphere dengan petir 85%, di dapatkan radius bola gelinding
sebesar r = 67,654 meter. Dengan susunan jaringan serta jarak yang didapatkan dari realita,
komponen di GI masih memiliki komponen yang tidak terlindungi (masih dapat tersambar petir),
komponen tersebut merupakan trafo 500/150kV. Namun dengan adanya arrester di belakang 150
kV maka akan meringankan kemungkinan rusak akibat overvoltage.
iii. Transmisi Tampak Depan

Gambar 3.2.7 Dead End Tower 500kV


Untuk data petir dengan statistik 50% sebesar 40kA akan didapatkan jarak sambar petir terhadap
menara transmisi sebagai berikut.
0.8

Untuk jarak sambar petir sebesar 128.15 meter , didapatkan gambar bola gelinding pada tower
sebagai berikut.

3.2.8 Bola Gelinding pada Dead End Tower 500kV 50%


3.2.9 Bola Gelinding pada Dead End Tower 500kV 85%

Dengan jarak sambar petir sebesar 128.15m, akan didapatkan sudut lindung yang diberikan
kawat tanah kepada konduktor fasa secara teoritis sebagai berikut

( )

( )

Untuk tower transimisi 500kV yang berada sebelum Dead End Tower, didapatkan 2 sudut
lindung sebagai berikut.

( )

Dari hasil perhitungan dan hasil pengukuran di lapangan, didapatkan bahwa konduktor
fasa yang terdapat pada Dead End Tower 500kV akan terlindungi untuk petir dengan statistik
50% karena sudut lindung yang diberikan oleh menara transmisi ini lebih kecil daripada sudut
lindung maksimum sebelum konduktor fasa terkena petir.

3.3 Layout Gardu Induk 150 kV


Layout tersebut berdasarkan pada pengalian skala daripada layout asli yang ada pada realitanya
(tampak samping serta tampak atas). Dilakukan simulasi perlindungan dengan bola gelinding
petir 50% dan 85%.

Gambar 3.3.1 Tampak atas 150 kV

Gambar 3.3.2 Tampak samping 150 kV


i. 50%

Gambar 3.3.3 Tampak atas 150 kV dengan Bola Gelinding

Gambar 3.3.4 Tampak samping 150 kV

Berdasarkan simulasi metode bola gelinding, didapatkan bahwa secara tampak atas, komponen
GI 150 kV terlindung dari sambaran petir secara langsung akibat dari adanya proteksi berupa
menara serta kawat tanah. Sedangkan menurut daerah lindung yang dilihat dari tampak samping,
bagian antar 2 menara terlindungi dengan sudut lindung 79.8o dan komponen yang bukan
diantara dua menara sebesar 65.6o. Nilai sudut lindung tersebut didapatkan dari persamaan sudut
lindung:
Satu Menara :

( )

2 Menara :

ii. Dead End Tower

Gambar 3.3.5 Tampak atas 150 kV

Untuk data petir dengan statistik 50%, didapatkan jarak sambar petir sebagai berikut sesuai
dengan fomula Eriksson
0.8

Untuk jarak sambar petir sebesar 128.15 meter, didapatkan gambar bola gelinding pada tower
transmisi 150kV sebagai berikut.
Gambar 3.3.6 Bola Gelinding Dead End Tower 50%

Gambar 3.3.7 Bola Gelinding Dead End Tower 85%

Dari gambar di atas, terlihat bahwa untuk petir dengan statistik 50%, konduktor fasa yang
terdapat pada tower transmisi terlindungi dengan adanya kawat tanah yang dipasang pada tower
transmisi. Sudut lindung yang diberikan oleh menara transmisi terakhir ini secara teori adalah
sebagai berikut.

( )

( )
Sementara, dari perhitungan sudut lindung di lapangan,
didapatkan data sebagai berikut.

( )

( )

Dari hasil perhitungan dan hasil pengukuran di lapangan, didapatkan bahwa konduktor fasa yang
terdapat pada Dead End Tower 150kV akan terlindungi untuk petir dengan statistik 50% karena
sudut lindung yang diberikan oleh menara transmisi ini lebih kecil daripada sudut lindung
maksimum sebelum konduktor fasa terkena petir.

Tower 150kV

Tinggi menara pada gambar: 12cm


Panjang alas menara pada gambar: 5cm
Tinggi menara aktual (h): 33m
Panjang alas menara aktual (2l): 6.875m
Tipe Menara: Cone
Nilai Impedansi Surja Dead End Tower:

( )

( )

Nilai resistansi pentanahan pada kaki menara: 10Ω


Berdasarkan kurva induktansi menara, diperkirakan nilai induktansi menara sebesar 0.49µH/m
Z tower 150kV = 116,185 Ω
Z kawat tanah = 300 Ω
R impuls ground = 10 Ω
L tower = 0.49 µH/m
I petir = 40kA
dI/dt = 30kA/µs
h tower = 33m
Pada menara terakhir terdapat 3 kawat tanah ke GI dan 2 kawat tanah ke tower sebelumnya
sehingga ketika petir menyambar menara, arus akan terbagi ke 5 kawat tanah dan tower,
sehingga :
Zek = Zt1||Zt2||Zt3||Zt4||Zt5 = 60 Ω
Uk = Ipetir*Zt* ( ) = 3165.35 kV
It = Uk/Zt = 27.24 kA

Ut = It*Rimpulsground + Lt*ht* + Vsistem* = 879.97 kV

Pada pengamatan di lapangan, didapatkan bahwa


DeadEnd tower memiliki Isolator sebesar 12
keping dengan BIL sebesar 1105kV. Sehingga,
DeadEnd tower disambar petir dengan
probabilitas 50%, maka tidak akan terjadi Back
FlashOver pada Isolator di DeadEnd tower
Tower 500kV
Parameter Dead End Tower

Tinggi menara pada gambar: 12cm


Panjang alas menara pada gambar: 5cm
Tinggi menara aktual (h): 66m
Panjang alas menara aktual (2*l): 27.5m
Tipe Menara: Cone
Nilai Impedansi Surja Dead End Tower:

( )
( )

Nilai resistansi pentanahan pada kaki menara: 10Ω


Berdasarkan kurva induktansi menara, diperkirakan nilai induktansi menara sebesar 0.49µH/m

Gambar 13. Dead End Tower 500kV


Z tower 500kV = 116,185 Ω
Z kawat tanah = 300 Ω
R impuls ground = 10 Ω
L tower = 0.49 µH/m
I petir = 40kA
dI/dt = 30kA/µs
h tower = 66 m
Pada menara terakhir terdapat 8 kawat sehingga ketika petir menyambar menara, arus akan
terbagi ke 8 kawat tanah dan tower,
sehingga :
Zek = Zt1||Zt2||Zt3||Zt4||Zt5||Zt6||Zt7||Zt8 = 37.5 Ω
Uk = Ipetir*Zt* ( ) = 2267.98 kV
It = Uk/Zt = 19.52 kA

Ut = It*Rimpulsground + Lt*ht* + Vsistem* = 1573.64 kV

Pada pengamatan di lapangan, didapatkan bahwa DeadEnd tower memiliki Isolator sebesar 30
keping dengan BIL sebesar 2045kV. Sehingga, DeadEnd tower disambar petir dengan
probabilitas 50%, maka tidak akan terjadi Back FlashOver pada Isolator di DeadEnd tower
Bila pada DeadEnd tower dipasangkan konduktor BC 50 mm2 yang dihubungkan ke grounding
sistem di tanah bersamaan dengan kaki menara, maka :
Pada Tower 150kV
Zek = Zt1||Zt2||Zt3||Zt4||Zt5 ||Zkonduktor = 27.27 Ω
Uk = Ipetir*Zt* ( ) = 1767,03 kV
It = Uk/Zt = 15.2 kA

Ut = It*Rimpulsground + Lt*ht* + Vsistem* = 759.57 kV

Pada Tower 500kV


Zek = Zt1||Zt2||Zt3||Zt4||Zt5||Zt6||Zt7||Zt8||Zkonduktor = 21.43 Ω
Uk = Ipetir*Zt* ( ) = 1447.42 kV
It = Uk/Zt = 12.46 kA

Ut = It*Rimpulsground + Lt*ht* + Vsistem* = 1570.05 kV

Pemasangan Konduktor BC menyebabkan saat terjadi sambaran pada DeadEnd tower dengan
probabilitas 50% akan membuat tegangan pada tower yang dirasakan akan lebih rendah jika
dibandingkan dengan tanpa penggunaan Konduktor BC. Dapat disimpulkan bahwa pemasangan
Konduktor BC cukup bermanfaat karena tegangan pada tower akan menjadi lebih rendah.
Untuk mengukur pentanahan tower, digunakan earth tester. Akan tetapi, pada kunjungan
lapangan, praktikan tidak mengambil data earth tester sehingga nilai Rground tidak didapatkan.
Earth tester menginjeksikan arus DC sehingga nilai yang didapatkan merupakan R DC yang
merupakan grounding shortcircuit. Untuk mendapatkan nilai grounding untuk tegangan impuls
petir, perlu diinjeksikan arus impuls sehingga nilai resistansi yang didapatkan merupakan Rimp.

Perbangdingan Rground antara perhitungan DC dan Impuls dengan data :


Konduktivitas tanah (ρ) = 300 Ω
Tinggi Rod (L) = 20m
Diameter Rod (d) = 2cm
Dengan DC

RgroundDC = ( )

Dengan Impuls
Rgroundimpuls = log10 = 19,79 Ω

Pengukuran dengan frekuensi rendah masih dilakukan oleh masyarakat engineering karena hasil
pengukuran tersebut digunakan untuk menentukan grounding short circuit. Saluran udara 150kV
yang terdapat diantara GI 500kV dan GI 150kV aman dari ancaman direct strike dikarenakan
pada saluran tersebut terdapat kawat tanah di sisi kiri atas dan kanan atas towernya sehingga
saluran udara terproteksi dari sambaran menurut teori bola gelinding.

IV. Kesimpulan
- Seluruh peralatan dalam gardu induk baik pada gardu induk 150kV maupun 500kV
berada pada area perlindungan dari system proteksinya.
- Kawat fasa pada dead end tower baik pada dead end tower 150kV maupun 500kV berada
pada area perlindungan dari Menara dan kawat tanahnya.
- Saluran udara 150kV antara GI 150kV dan 500kV aman dari sambaran langsung pada
petir tertentu.
- Pada jaringan 500 kV, arrester masih memungkinkan tersambar petir secara direct strike
ketika petir berukuran kecil terutama yang sering terjadi di Bandung Selatan (menurut
data petir sekitar 10-20 kA).
- Terdapat sela-sela antar jarak lindung ketika petir yang terjadi berukuran kecil (petir
Bandung Selatan 10-20 kA), sehingga masih dapat memasuki area peralatan listrik.
- Pada tiang 20 kV, Arrester memiliki L yang terlalu panjang sehingga kabel fasa yang ada
tidak terlindungi.

V. Saran
1. Pasang kawat tanah atau long rod sela-sela jarak yang tidak terlindungi untuk 500kV agar
pada petir kecil (10-20 kA) yang sering terjadi di Bandung Selatan dapat melindungi
peralatan.
2. Pasang kembali longrod atau kawat tanah dekat arrester setelah trafo agar dapat
terlindungi dari petir ukuran kecil yang sering terjadi di Bandung Selatan (menurut data
petir 10-20 kA).
3. Pada arrester 20kV, besar nilai L diperkecil agar kawat fasa terlindungi
Daftar Pustaka
[1] Zoro, Reynaldo, “Sistem Proteksi pada Sistem Tenaga Listrik, BUKU, Penerbit ROSDA, Bandung,
2018.

[2] Zoro, Reynaldo. 2019, „Sistem Proteksi Terhadap Sambaran Petir Langsung (Direct Strike)
Ke Gardu Induk Sudut Lindung Menara Transmisi Dan Gardu Induk‟, Bandung, ITB

Anda mungkin juga menyukai