Anda di halaman 1dari 5

DINAMIKA PERSATUAN DAN KESATUAN DALAM KONTEKS NKRI

Negara Kesatuan (Negara unity) adalah negara tunggal (satu Negara) yang monosentris (berpusat satu),
terdiri hanya satu Negara, satu pemerintahan, satu kepala Negara, satu badan legislatif yang berlaku bagi
seluruh wilayah Negara.

Pembentukan Negara kesatuan bertujuan untuk menyatukan seluruh wilayah nusantara agar menjadi
Negara yang besar dengan kekuasan Negara yang bersifat sentralistik.

Beberapa perundang-undangan yang menjadi dasar hukum Negara Kesatuan antara lain: Pasal 1 ayat 1
UUD 1945 : Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Selain itu juga disebut
dalam pasal 18 ayat 1, apasal 18B ayat 2, pasal 25A, dan pasal 37 ayat 5. Juga dipertegas dalam
pembukaan UUD 1945 alinea ke empat.

Persatuan dan kesatuan bangsa pada masa revolusi kemerdekaan (18-Agustus-1945 sampai 27-
Desember-1949)

Bentuk Negara : kesatuan.

Bentuk pemerintahan : republik (presiden sebagai kepala Negara sekaligus sebagai kepala
pemerintahan).

Sistem pemerintahan : presidensial.

Undang-undang (konstitusi) : UUD 1945.

Pada masa ini baru terbentuk presiden, wakil presiden, menteri serta gubernur. Departemen berjumlah
12 departemen.

Propinsi terdiri atas delapan wilayah : Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra, Borneo, Sulawesi,
Maluku, dan Sunda Kecil.

Presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI karena MPR dan lembaga tinggi lainnya masih belum
dibentuk. Dalam menjalankan tugasnya presiden dibantu oleh komite Nasional. Selain menjalankan
kekuasaan eksekutif, presiden juga menjalankan kekuasaan legislatif dan tugas DPA.

Pada tanggal 14 November 1945 Pemerintah mengeluarkan maklumat yang mengubah system
pemerintahan presidensial menjadi system pemerintahan parlementer. Maklumat tersebut menyalahi
ketentuan UUD RI 1945. Dengan system tersebut, presiden hanya sebagai kepala Negara, sedangkan
kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Para menteri tidak bertanggung jawab kepada
presiden, tetapi kepada DPR yang kekuasaannya dipegang oleh BK KNIP. Sistem pemerintahan
parlementer hanya berlaku sejak 14 November 1945 dan berakhir tanggal 27 Desember 1949.

Beberapa gerakan separatis (gerakan ingin memisahkan diri dari NKRI) yang muncul antara lain:

1. Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) Madiun 18 september 1948. Pemimpin : Muso.
Tujuan: Mengganti dasar Negara Pancasila dengan komunis dan mendirikan Soviet Republik Indonesia.
Gerakan ini ditumpas oleh TNi dan rakyat dibawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto.

2. Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat. Pimpinan : SM. Kartosuwiryo.
Tujuan : membentuk Negara Islam Indonesia. Gerakan ini berhasil ditumpas oelh TNi dan rakyat melalui
Operasi Pagar Betis di Gunung Geber.

Persatuan dan kesatuan bangsa pada masa revolusi kemerdekaan (27- Desember-1949 sampai 17
Agustus 1950)

Pada masa ini, pegangan Negara : Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) tahun 1949. Bentuk
Negara : federasi atau serikat dengan 15 negara bagian.

Bentuk pemerintahan : Republik.

Sistem pemerintahan : sistem parlementer kabinet semu (quasi parlementer) yang salah satu
karakteristiknya adalah pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh presiden bukan oleh parlemen
sebagaimana lazimnya. Keputusan untuk memilih bentuk Negara serikat merupakan politik pecah belah
kaum penjajah sebagai hasil dari kesepakatan KMB (Konferensi Meja Bundar) pada tanggal 27 Desember
1949. Pada tanggal 17 Agustus 1950, konstitusi RIS diganti dengan Undang-Undang Sementara (UUDS)
1950. Yakni undang-undang baru yang merupakan gabungan dua konstitusi, konstitusi RIS dan UUD
1945.

Gerakan separatis yang muncul pada masa ini:

1. Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Pimpinan : Kapten Raymond Westerling. Tujuan:
mempertahankan bentuk Negara federal dan memiliki tentara tersendiri pada Negara bagian RIS.
Pemberontakan APRA menyerang Bandung pada tanggal 23 Januari 1950. Pemberontakan APRA
didukung oleh Sultan Hamis II yang menjabat sebagai menteri Negara Kabinet RIS.

2. Pemberontakan Andi Aziz di Makasar.

3. Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS). Pimpinan : Christian Robert Steven yang menolak
pembentukan NKRI dan memproklamasikan Negara RMS pada tanggal 25 April 1950. Penyebab : tidak
meratanya jatah pembangunan daerah, tidak sebanding dengan daerah di Jawa. Pemberontakan ini
diatasi melalui ekspedisi militer dipimpin oleh A.E. KAwilarang.
Persatuan dan kesatuan bangsa pada masa Demokrasi Liberal (17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli
1959)

Bentuk Negara : kesatuan yang kekuasaaannya dipegang oleh pemerintah pusat.

Hubungan dengan daerah didasarkan pada asas desentralisasi.

Bentuk pemerintahan : Republik.

Sistem pemerintahan : parlementer dengan menggunakan kabinet patlementer yang dipimpin oleh
perdana menteri. Dibentuk DPR Sementara. Praktik sistem pemerintahan parlementer yang diterapkan
pada masa berlakunya UUDS 1950 ternyata tidak membawa ke arah kemakmuran akibat seringnya
terjadi pergantian kabinet, antara kurun waktu 1950-1959 telah terjadi 7 kali pergantian kabinet. Melihat
situasi yang tidak terkendali presiden melalui kewenangannya mengeluarkan Dekrit presiden tanggal 5
Juli 1959 yang berisi: 1) pembubaran konstituante, 2)Memberlakukan kembali UUD 1945,
3)Pembentukan MPR dan DPR sementara.

Gerakan separatis yang muncul pada masa ini:

1. Gerakan DI/TII , meliputi : a).Pemberontakan DI/TII di daerah Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar
Muzakar. b).Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureuh, mantar gubernur Aceh.
Penyebab: status Aceh yang semula menjadi daerah Istimewa diturunkan menjadi daerah keresidenan di
bawah provinsi Sumatra Utara. c). pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar
dengan nama Kesatuan Rakyat yang Tertindas.

2. Pemberontakan PRRI/Permesta (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat


Semesta) di Sulawesi. Penyebab; hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah disebabkan oleh jatah keuangan yang diberikan pemerintah pusat tidak sesuai
dengan anggaran.

Persatuan dan kesatuan bangsa pada masa Orde Lama (5 Juli 1959 sampai dengan 11 Maret 1966)

Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 memberlakukan UUD 1945 sebagai konstitusi Negara kembali. Sejak
diberlakukannya kembali UUD 1945, presiden berkedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala
pemerintahan. Meski demikian banyak terjadi penyimpangan terhadap pancasila dan UUD 1945, di
antaranya adalah: DPR diangkat dan diberhentikan oleh presiden, MPR sementara diangkat dan
diberhentikan oleh presiden, penetapan Ir. Sukarno sebagai presiden seumur hidup. Hal ini antara lain
adalah akibat dari penerapan demokrasi terpimpin.

Persatuan dan kesatuan bangsa pada masa Orde Baru (11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998)

Orde baru dimulai setelah berakhirnya demokrasi terpimpin pada tahun 1966. Prioritas utama
pemerintahan orde baru bertumpu pada pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional yang mantap.
Sistem pemerintahan yang diterapkan adalah sistem pemerintahan presidensial.

Kelebihan dari sistem pemerintahan orde baru antara lain: naiknya pendapatan perkapita, suksesnya
program transmigrasi, dan memerangi buta huruf.

Kelemahan sistem orde baru:

Bidang ekonomi : terjadinya praktek monopoli ekonomi.

Bidang politik : kekuasaan berada di tangan lembaga eksekutif.

Bidang hokum: maraknya kasus KKN dan lemahnya supremasi hukum.

Persatuan dan kesatuan bangsa pada masa Reformasi (Periode 21 Mei 1998-sekarang)

Periode ini disebut era reformasi. Gejolak politik diera reformasi antara lain: upaya penegakan
kedaulatan rakyatdan tekad mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN. Pada masa in telah
dilakukan amandemen atas UUD 1945 oleh MPR sebanyak 4 kali. Perubahan tersebut telah mengubah
peran dan hubungan presiden dan DPR menjadi lebih proporsional (berimbang).

Perubahan mendasar dalam ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan Undang-undang antara lain:

Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD

MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD

Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat

Pencantuman HAM

Negara kesatuan tidak boleh diubah

Anggaran pendidikan minimal 20%


pembentukan Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial

Penghapusan DPA

Anda mungkin juga menyukai