Anda di halaman 1dari 21

SISTEM UROPOETIKA

BLOK 12

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


2019
INFEKSI SALURAN KEMIH

A. DEFINISI
Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme dalam urin yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh kontaminasi. Organisme tersebut memiliki potensi
untuk menyerang jaringan dari saluran kemih dan struktur yang berdekatan (Dipiro, 2009).

B. ETIOLOGI
Organisme penyebab ISK yang paling sering ditemukan adalah escheriucia (80 %
kasus). E. Coli merupakan penghuni normal dari kolon. Organisme-organisme lain yang juga
dapat menyebabkan ISK adalah: golongan proteus, klebsiela, pseudomonas, enterokokus dan
stophylokokus.

Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:


a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang
kurang efektif
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
e. Adanya hambatan pada aliran urin
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
C. PATOFISIOLOGI
1) Infeksi Hematogen
Infeksi Hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang
rendah, karena menderita suatu penyakit kronik, atau pada pasien yang sementara
mendapat pengobatan imunosupresif. Penyebaran hematogen bias juga timbul akibat
focus infeksi di salah satu tempat. Ginjal yang normal biasanya mempunyai daya tahan
terhadap infeksi E.coli karena itu jarang ada infeksi hematogen E.coli.
2) Infeksi Ascending
a. Kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina
Saluran kemih yang normal umumnya tidak mengandung mikroorgaqnisme kecuali
pada bagian distal uretra yang biasanya juga dihuni oleh bakteri normal kulit seperti,
basil difteroid, streptokokus. Disamping bakteri normal flora kulit, pada wanita,
daerah 1/3 bagian distal uretra ini disertai jaringan periuteral dan vestibula vaginalis
juga banyak dihuni bakteri yang berasal dari usus karena letak anus tidak jauh dari
tempat tersebut karena peran factor predisposisi, maka kolonisasi basil koliform pada
wanita didaerah tersebut diduga karena danya perubahan flora normal di daerah
perineum dan berkurangnya antibody local.
b. Masuknya mokroorganisme dalam kandung kemih.
Proses masuknya mikroorganisme ke dalam kandung kemih belum diketahui dengan
jelas. Beberapa factor yang mempengaruhi masuknya mikroorganisme ke dalam
kandung kemih adalah:Faktor Anatomi. Kenyataan bahwa ISK banyak pada wanita
daripada alaki-laki, hal ini disebabkan oleh uretra wanita lebih pendek terletak lebih
dekat pada anus, uretra laki-laki bermuara saluran kelenjar prostate dikenal sebagai
anti bakteri yang sangat kuat, faktor tekanan urin pada waktu miksi, serta
mikroorganisme naik ke kandung kemih pada waktu miksi karena tekanan urin. Dan
selama miksi terjadi refluks ke dalam kandung kemih setelah pengeluaran urin.
Faktor lain, misalnya kebersihan alat kelamin bagian luar.
c. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Hal ini disebabkan oleh refluks vesikoureter dan menyebarnya infeksi dari elvis ke
korteks karena refluks intrareral. Refluks vesikoureter adalah keadaan patologis
karena tidak berfungsinya valvula vesikoureter sehingga aliran urin naik dari kandung
kemih ke ginjal.
D. Gejala klinis
ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi sebagai berikut :
a. Pada ISK bagian bawah
Jika di ueretra, tanda-tanda infeksi akan muncul, vasokonstriksi, vasodilatasi pada tempat
peradangan kemerahan, peningkatan permeabilitas dinding terjadi, bengkak, perembesan
protein. Pada fesika urinary, gejala yang nampak yaitu nyeri karena system persarafan
terganggu, nyeri abdomen sampai kebelakang, nokturia, nanah. Keluhan pasien biasanya
berupa rasa sakit atau panas di uetra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit, serta rasa
tidak enak di daerah suprapubik.
b. Pada ISK bagian atas
Pada ISK bagian atas (pielonefritis) dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual
muntah, anoreksia, demam, menggigil, nyeri pinggang, kekakuan abdomen, output urin
menurun. Beberapa pasien mengeluh bau yang tidak menyenengkan atau keruh dan
mungkin kematuran.
E. PENEGAKAN DIAGNOSIS
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter penting ISK yaitu
leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi warna, berat jenis dan
pH, konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap dilakukan.5
b. Pemeriksaan Dipstik
Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif pemeriksaan leukosit dan
bakteri di urin dengan cepat. Pemeriksaan ini memiliki angka sensitifitas 60-80% dan
spesifisitas 70 – 98 %. Sedangkan nilai positive predictive value kurang dari 80 % dan
negative predictive value mencapai 95%. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak lebih baik
dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik urin dan kultur urin.
c. Pemeriksaan Mikroskopik Urin
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk menentukan jumlah leukosit dan bakteri
dalam urin. Jumlah leukosit yang dianggap bermakna adalah > 10 / lapang pandang besar
(LPB). Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan
pemeriksaan kultur.
d. Pemeriksaan Kultur Urin
Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur urin masih
merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang tumbuh > 105
koloni/ml urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh merupakan penyebab
ISK.
F. TATALAKSANA
Secara umum tujuan terapi ISKadalah menghilangkan gejala dengan cepat,
mengeradikasi kuman patogen, meminimalisasi rekurensi dan mengurangi morbiditas serta
mortilitas. Tujuan itu dapat tercapai dengan pemberian antibiotik sambil mencari penyebab.
Antibiotik yang umum digunakan untuk menobati ISK tidak berkomplikasi pada lansia
adalah trimethroprim/sulfamethoxazol (TMP/SMX), fluorokuinolon, fosfomisin, dan
nitrofurantoin.
Terapi non farmakologi yaitu minum air putih yang banyak, tapi beberapa dokter
berspekulasi bahwa peningkatan cairan dapat merugikan karena dapat menurunkan
konsentrasi antimikroba di urin (Naber KG. Treatment options for acute uncomplicated
cystitis in adults. J Antimicrob Chemother. 2000;46(suppl 1):S23–7).
GLOMERULONEFRITIS KRONIK

A. DEFINISI

Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan berbagai
macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat suatu
proses imunologis. Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif
dan difus yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. (Sukandar, 2006).

B. ETIOLOGI
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul
secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan
peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan
proteinuria (protein dalam urin) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes
mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan
parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami
hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik.
Penyebab dari Glomerulo nefritis Kronis yaitu :

1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta hemoliticus


group A).
2. Keracunan.
3. Diabetes Melitus
4. Trombosis vena renalis.
5. Hipertensi Kronis
6. Penyakit kolagen
7. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium lanjut.

C. KLASIFIKASI
Glomerulonefritis dibedakan menjadi 3 :
1. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat
gagal ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3 :
- Akut : Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh infeksi
stroptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada
membrana basalis glomerulus dan perubahan proliferasif
seluler.
- Sub akut : Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan
perubahan-perubahan proliferatif seluler nyata yang
merusak glomerulus sehingga dapat mengakibatkan
kematian akibat uremia.
- Kronik : Glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju
perubahan sklerotik dan abliteratif pada glomerulus,
ginjal mengisut dan kecil, kematian akibat uremia.
2. Fokal
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
3. Lokal
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnomral misalnya satu sampai kapiler.
Klasifikasi menurut sumber yang lain :
1. Congenital (herediter)
1.1.Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis
progresif familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti
lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3%
anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan
cangkok ginjal. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan
biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur
sepuluh tahunan.
1.2.Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir.
Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia,
hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom
nefrotik jenis lainnya.
Klasifikasisindromnefrotikkonenital
- Idiopatik : sindrom nefrotik congenital tipe finlandia, sklerosis
mesangal difus, jenis lain
- sekunder : sifilis kongenital, infeksi perinatal, intoksikasi merkuri
- sindrom : sindrom drash dan sindrom malformasi lain

2. Glomerulonefritis Primer
2.1.Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala
yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai
glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik
dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut
dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan
gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai
riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira
glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
2.2.Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau
setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling
sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom
nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan
hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
2.3.Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut,
sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering
dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi.
Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan
hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya
didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya
olahraga dan imunisasi.
3. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah
streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak
pada masa awal usia sekolah
Berdasarkan derajat penyakitnya :
- Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan
antibodi di kapiler- kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7-10 hari
setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonephritis
pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain. ( Corwin, Elizabeth
J, 2000 )
- Glomerulonefritis kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel-sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak
membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul
beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai
oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan,
yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik.
Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya
fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan,
memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik. ( Corwin,
Elizabeth, J. 2000 )
D. PATOFISIOLOGI

E. MANIFESTASI KLINIS
Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi,
sembab, dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat
membedakan berbagai kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih sering
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasti.
- Hematuria
- Silinder sel darah merah didalam urin
- Proteinuria lebih dari 3-5 mg/hari
- Penurunan GFR
- Penurunan volume urin
- Retensi cairan
- Apabila keadaan tersebut disebabkan oleh glomerulonefritis pasca streptococcus
akut, akan dijumpai enzim-enzim streptococcus, misalnya antistreptolisin-O dan
antistreptokinase.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
- Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita
- Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik
- Leukosituria serta torak selulet
- Granular
- Eritrosit(++)
- Albumin (+)
- Silinder lekosit (+).
- Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal
ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
- Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.
Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada
hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Menurut (Sukandar, 2006) pendekatan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
mempunyai sasaran berikut:
 Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
 Mengetahui etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi
 Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors) 4.
Menentukan strategi terapi rasional
 Menentukan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus (Sukandar,
2006).
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi PGK,
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal
ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk
kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan
banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal (Sukandar,
2006).
2. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan
derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan
perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal (Sukandar,
2006).
- Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup
memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). Pemeriksaan klirens
kreatinin dan radionuklida (gamma camera imaging) hampir mendekati faal
ginjal yang sebenarnya (Sukandar, 2006).
- Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin,
dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal
ginjal (LFG) (Sukandar, 2006).
- Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya,
yaitu:
a. Diagnosis etiologi PGK
Beberapa
pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos abdomen ,
ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi
antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU) (Sukandar, 2006).
b. Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksa
an ultrasonografi (USG)

G. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang muncul, antara lain :
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.
Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan
hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun
bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi
Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa
gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.
5. Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.
6. Malnutrisi
7. Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani
komplikasi dengan tepat.
- Medis
a. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
Streptococcus yang mungkin masih, dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti
dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
b. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa
untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi
efek toksis.
c. Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
d. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
Keperawatan
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu
dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
b. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal kembali.
c. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%.
Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan
d. Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka
jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Menurut (Sukandar, 2006) pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
- Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
- Kualitas hidup normal kembali
BATU SALURAN KEMIH

A. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubunganngya dengan gangguan aliran
urine,
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih
belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor
intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1) Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
2) yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
3) (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
4) penyakit batu saluran kemih.
5) Iklim dan temperatur
6) Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
7) yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
8) Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
9) batu saluran kemih.
10) Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
11) duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life
B. Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises
ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis),
divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura, dan
buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi
membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik
bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup
besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk
itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari
sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup
besar untuk menyumbat saluran kemih.
Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine,
konsentrasi solut di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus
alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu
saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan
fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkan sisanya berasal dari
batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein,
dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu di atas hampir sama,
tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak
sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam suasanya asam,
sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.
Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70 – 80 % dari seluruh batu
saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau
campuran dari kedua unsur itu.
Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan
oleh adanya infeksi saluran kemih
Batu asam urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara 75-80% batu
asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat.
Batu Jenis lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu
sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di
mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi
enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin dan
xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat
atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan
timbulnya batu silikat.
C. Gambaran Klinis
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada: posisi atau letak batu, besar batu,
dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi
karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha
untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang
memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena
terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.
D. Penegakan diagnosis
Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radioopak
di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak
dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non
opak (radio-lusen). Urutan radiopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 4-1.
Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat
mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto
polos perut. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya
penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada
keadaan-keadaan: allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita
yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli

E. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi
nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya
dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.

ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)


Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun
1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa
melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu
yang
sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.

Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran
kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih
melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui
uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Prose pemecahanan batu dapat
dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau
dengan enersi laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah:
1. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy): yaitu mengeluarkan batu yang berada di
dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises
melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu
mencadi fragmen-fragmen kecil.
2. Litotripsi: yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat
pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan
evakuator Ellik.
3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi: yaitu memasukkan alat ureteroskopi peruretram
guna melihat keadaan ureter atau sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan
memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem
pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi / ureterorenoskopi ini.
4. Ekstraksi Dormia: yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui
alat keranjang Dormia

Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang
berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
Bedah terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan
endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui
pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di
ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal
karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah
sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan
obstruksi dan infeksi yang menahun.
HIPERTROFI PROSTAT

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior bulibuli
dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu
uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram.

Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah: (1)
teori dihidrotestosteron, (2) adanya ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron, (3)
interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan
(5) teori stem sel.

Patofisiologi Hiperplasia Prostat


Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat
aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat
mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebakan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi
otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan
struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasienn dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala
prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran
balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat
jatuh ke dalam gagal ginjal
Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh
adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot
polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot
polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat
normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat
menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat
dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan
obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik
sebagai penyebab obstruksi prostat.

Gambaran Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar
saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan gejala
iritatif. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah,
beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan
dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom
Score),
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala
obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal. Pada pemeriksaan fisis mungkin
didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensi urine.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala
obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal. Pada pemeriksaan fisis mungkin
didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat
retensi urine.

Tatalaksana
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistensi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa blocker) dan (2) mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron/dihidotestosteron
(DHT) melalui penghambat 5α-redukstase. Selain kedua cara di atas,sekarang banyak dipakai
terapi menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas.
FIMOSIS
Preputium tidak bisa ditarik kebelakang (retraksi), dapat timbul nyeri/ujung penis mengembung
sata miksi.penatalaksanaan;sirkumsisi
PARAFIMOSIS
Preputium menjepit batang penis,kegawatdaruratan;CITO dorsumsisi,dilanjut sirkumsisi
HIPOSPASDIA
Oue terletak di ventral penis;tatalaksana;rujuk ke urologi untuk di rekonstruksi kontraindikasi
nya adalah sirkumsisi
Epispadia
Oue terletak di dorsum,rujuk ke urologi untuk direkonstruksi,ontra indikasinya sirkumsisi
Kriptokismus(UDT)
Salah satu atau kedua testis tidak berada dikantong skrotum,tetapi berada disepanjang jalur
penurunan testis.Dapat disertai hernia ingunal direck
Penatalksanaan;observasi maksimal 6 bulan pertama pembedahan,jika tidak ada perlu dilakukan
pembedahan orkidektomi

HIDROKEL
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan parietalis dan
viseralis tunika vaginalis.
Terapi
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan
setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri; tetapi jika hidrokel masih
tetap ada atau bertambah besar perlu difikirkan untuk dilakukan koreksi.
Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi
cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala
dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah: (1) hidrokel yang besar
sehingga dapat menekan pembuluh darah, (2) indikasi kosmetik, dan (3) hidrokel permagna
yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya seharihari.
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini
disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus melakukan
herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan skrotal dengan melakukan eksisi
dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong hidrokel
sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto
Penyulit
Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel
permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi
testis.
VARIKOKEL
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan
aliran darah balik vena spermatika interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Varikokel
ternyata merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan 21-41% pria
yang mandul menderita varikokel.
TORSIO TESTIS
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya
gangguan aliran darah pada testis.
Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan
paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Di samping itu tidak
jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis
yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun
bilateral.

Anda mungkin juga menyukai