STEP 1
STEP 3
1. Apa penyebab nyeri dada?
Nyeri dada dapat timbul akibat adanya proses penyempitan seperti
aterosklerosis yang mempersempit arteri korener. Pada keadaan normal, saat
aktivitas tinggi, pembuluh darah memiliki kapasitas untuk menurunkan
resistensinya, sehingga pembuluh darah mampu untuk menerima aliran darah
sebesar 5-6 kali lipat. Namun, apabila sumbatan sudah mencapai >50%,
sumbatan tersebut dapat mencetuskan iskemik, karena pembuluh darah coroner
jantung sudah tidak mampu untuk memenuhi metabolisme otot jantung selama
latihan atau ketika mengalami stress emosional. Apabila telah terjadi gangguan
suplai O2, makan pembentukan glikolisis aerobic yang menghasilkan asam
piruvat akan berubah menjadi pembentukan glikolisis anaerobic, dimana pada
proses ini terjadi pembentukan asam laktat yang lama-kelamaan akan
menumpuk dan akan menimbulkan nyeri dada.
Ada beberapa penyebab nyeri dada yang lain :
1) Faktor di luar jantung
Hipertensi sistemik, takiaritmia, dan pemakaian obat – obatan
simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard sehingga
mengganggu keseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen
2) Sklerotik arteri coroner
3) Agregasi trombosit
4) Thrombosis arteri koroner
5) Perdarahan plak atheroma
6) Spasme arteri coroner
7) Factor penyebab lain, seperti umur, jenis kelamin, riwayat penyakit dalam
keluarga, merokok, hiperlipidemi, obesitas, dan diabetes mellitus
Nyeri
Dijalarkan ke saraf
Ipinalis Setempat Disalurkan ke
saraf simpatik
dan parasimpatik
Dilokalisasikan
di daerah
timbulnya nyeri Dilokalisasikan
sesuai segmen
dermatum
Ketika pasien mengalami nyeri dada yang berasal dari kardiak, maka akan
terjadi penurunan kardiak output dimana darah dari ventrikel kiri tidak dapat
dipompa ke seluruh tubuh. Hal ini akan direspon tubuh sebagai stress. Stress
menyebabkan kenaikan suhu tubuh pada hipothalamus yang menghasilkan hormon
bradikinin yang memengaruhi kelenjar keringat. Kenaikan suhu tubuh akan
merangsang hipothalamus. Rangsangan tersebut diteruskan ke kelenjar keringat
yang menyerap beberapa zat seperti urea dan garam yang akan dikeluarkan melalui
keringat.
7. Kemungkinan penyakit yang dialami pasien
RIWAYAT PJK
SUBSTERNAL
DAN USIA LANJUT
CHEST PAIN
HIPERTENSI
TIDAK HILANG
KETIKA
ISTIRAHAT
ANGINA
PEKTORIS
TIDAK STABIL
STEP 5
STEP 6
Belajar Mandiri
STEP 7
Angina pektoris stabil terjadi karena suplai oksigen yang dibawa oleh aliran
darah koroner tidak mencukupi kebutuhan oksigen miokardium. Hal ini terjadi bila
kebutuhan oksigen miokardium meningkat (misalnya karena kerja fisik, emosi,
tirotoksikosis, hipertensi), atau bila aliran darah koroner berkurang (misalnya pada
spasme atau trombus koroner) atau bila terjadi keduanya.
FAKTOR-FAKTOR RESIKO:
Kelebihan aktifitas
Kelelahan
Rokok
Stress
Obesitas
Terlalu kenyang
Hawa udara yang terlalu panas dan lembab
Tidak berolahraga
Hipertensi atau tekanan darah tinggi
Nyeri dada ada yang mempunyai ciri-ciri iskemik miokardium yang lengkap,
sehingga tak meragukan lagi untuk diagnosis, disebut sebagai nyeri dada (angina)
tipikal; sedangkan nyeri yang meragukan tidak mempunyai ciri lengkap dan perlu
dilakukan pendekatan yang hati-hati disebut angina atipikal. Nyeri dada lainnya
yang sudah jelas berasal dari luar jantung disebut nyeri non kardiak.
Anamnesis
Pada angina pektoris stabil, nyeri dada yang tadinya agak berat, sekalipun tidak
termasuk UAP, berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau
tanpa pengobatan, kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru
timbul pada beban/stres yang tertentu atau lebih berat dari sehari-harinya).
Pada sebagian pasien lagi nyeri dadanya bahkan berkurang terus sampai
akhirnya menghilang, yaitu menjadi asimtomatik, walaupun sebetulnya adanya
iskemia tetap dapat terlihat misalnya pada EKG istirahatnya, keadaan yang disebut
sebagai silent iskhemiaf; sedangkan pasien-pasien lainnya lagi yang telah menjadi
asimtomatik, EKG istirahatnya normal pula, dan iskemia baru terlihat pada stres
tes.
Nyeri yang pertama timbul biasanya agak nyata dari beberapa menit sampai
kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus
dipertimbangkan sebagi angina tidak stabil (UAP) sehingga dimasukkan kedalam
sindron koroner akut (ACS) yang memerlukan perawatan khusus.
Pemeriksaan Fisik
Pada angina stabil dan tidak stabil seringkali tidak ada hal-hal yang khusus/
spesifik yang ditemukan saat pemeriksaan fisik. Mungkin pemeriksaan fisik yang
dilakukan waktu nyeri dada dapat menemukan aritmia, gallop bahkan murmur, split
S2 paradoksal, ronki basah di sebagian basal paru, yang menghilang lagi pada
waktu nyeri sudah berhenti. Penemuan adanya tanda-tanda aterosklerosis umumnya
seperti sklerosis A. Carotis, aneurisma abdominal, nadi dorsum pedis/ tibialis
posterior tidak teraba, penyakit valvular karena sklerosis, adanya hipertensi, LVH,
xantoma, kelainan fundus mata dan lain-lain akan membantu.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Banding
- Gerd, GERD adalah gangguan umum yang biasa terjadi yang berdampak
menurunnya kualitas hidup dan produktivitas kerja, GERD disebabkan oleh
adanya refluks asam HCL dari gaster ke esophagus, yang biasanya tidak
diketahui oleh pasien GERD, sehingga diagnosis GERD tidak dapat
tercapai. Pasien GERD biasanya mengeluhkan bermacam-macam keluhan,
seperti heartburn, regurgitation, dan gangguan makan, tetapi terkadang
pasien datang dengan keluhan sesak, nyeri dada, dan batuk.
- Pleuritic pain, Pleuritis adalah peradangan pada pleura, menyebabkan sesak
napas luar biasa (nyeri pleuritis) yang memburuk saat bernapas. Pleuritis
dapat disebabkan oleh infeksi pleura, atau dari obat-obatan atau kondisi
medis. Pasien yang memiliki kondisi pernapasan lebih berisiko
mengembangkan pleuritis. Risiko mengidap penyakit lain bersama dengan
pleuritis meningkat dengan umur dan adanya kondisi berbahaya lainnya
misalnya diabetes, bronkitis kronis, emphysema, penyakit jantung, dan
penyakit vaskular kolagen.
- Stroke, stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau
tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan
fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam
(kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak
disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Gangguan pasokan
aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk Sirkulus Willisi: arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi
infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri
tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri
tersebut.
- Gagal Jantung, Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai kelainan struktur
atau fungsi jantung yang menyebabkan kegagalan jantung untuk
memberikan suplai darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai kelainan struktur atau
fungsi jantung yang menyebabkan kegagalan jantung untuk memberikan
suplai darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Gejala khas
gagal jantung : Sesak nafas saat istrahat atau aktifitas, kelelahan, edema
tungkai. Tanda khas Gagal Jantung : Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi
pleura, peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali.
- Nyeri tulang
- Nyeri otot
Operatif
a. Intervensi koroner perkutan (PCI) atau CABG elektif dilakukan jika
ditemukan bukti iskemik dari pemeriksaan penunjang di atas disertai
lesi signifikan berdasarkan pemeriksaan angiografi koroner.
b. Kriteria lesi signifikan : LM stenosis 50%, LAD stenosis di
osteal/proksimal >50%, LAD stenosis di mid-distal > 70%, LCx
stenosis > 70%, dan RCA stenosis >70%.
c. Pada lesi-lesi non signifikan yang dijumpai bukti adanya iskemia
yang luas memerlukan pemeriksaan menggunakan FFR (flow
fraction ration). Nilai FFR < 0,8 menunjukkan lesi signifikan. Pada
tempat yang tidak memiliki fasilitas FFR maka pemeriksaan iskemik
stress test dapat membantu apakah lesi sebagai penyebab iskemik.
d. Indikasi CABG : Lesi multiple stenosis (> 2 pembuluh koroner)
dengan atau tanpa diabetes mellitus.
e. Pada kasus-kasus multivessel disease dimana CABG mempunyai
risiko tinggi (Fraksi ejeksi rendah, usia >75 tahun atau pembuluh
distal kurang baik untuk grafting) maka dapat dilakukan PCI selektif
dan bertahap (selective and Stagging PCI) dengan
mempertimbangkan kondisi klinis pasien, lama radiasi, jumlah zat
kontras dan lama tindakan.
f. PCI lanjutan dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1-3 bulan
kemudian jika kondisi klinis stabil.
g. PCI lanjutan harus dipercepat jika terdapat keluhan bermakna
(simptomatik).
2.) Angina Pectoris Unstable
Fase Akut di UGD
a. Bed rest total
b. Oksigen 2-4L/menit
c. Pemasangan IV FD
d. Obat-obatan :
Aspilet 160mg kunyah
Clopidogrel (untuk usia <75 tahun dan tidak rutin
mengkonsumsi clopidogrel) berikan 300mg atau Ticagrelor
180mg
Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali
jika masih ada keluhan, dilanjutkan Nitrat iv bila keluhan
persisten
Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada
f. Monitoring jantung
g. Stratifikasi risiko di IGD untuk menentukan strategi invasif.
Pasien risiko sangat tinggi sebaiknya dikerjakan PCI
dalam 2 jam dengan mempertimbangkan ketersediaan
tenaga dan fasilitas cathlab. Kriteria risiko sangat tinggi
bila terdapat salah satu kriteria berikut:
o Angina berulang
o Syok kardiogenik
o Aritmia malignant (VT, VF,TAVB)
o Hemodinamik tidak stabil
Pasien dengan peningkatan enzim jantung namun tanpa
kriteria risiko sangat tinggi di atas, dirawat selama 5 hari
dan dapat dilakukan PCI saat atau setelah pulang dari
rumah sakit dengan mempertimbangkan kondisi klinis
dan ketersediaan tenaga dan fasilitas cathlab.
Pasien tanpa perubahan EKG dan kenaikan enzim,
dilakukan iskemik stress test: Treadmil ltest,
Echocardiografi Stress test, Stress test perfusion scanning
atau MRI. Bila iskemik stress test negatif, boleh
dipulangkan.
Nonfarmakologis.
a. Diet
Pengaturan diet yang sehat akan menurunkan risiko terjadinya
infark miokardium. Energi dari asupan makanan yang dikonsumsi
biasanya disesuaikan dan ditargetkan dengan body mass index
(BMI)yang ditargetkan yakni < 25 kg/m2. Disarankan untuk
mengkonsumsi :
1) Buah-buahan 200 gram per minggu (dalam 2-3 penyajian)
2) Asupan sayur-sayuran 200 gram per minggu (dalam 2-3
penyajian)
3) Asam lemak tak jenuh (PUFA) yang bisa didapat dari minyak
ikan. minyak ikan tidak selalu didapatkan dari suplemen, saat ini
disarankan untuk mengkonsumsi ikan itu sendiri daripada
suplemen.
4) Asupan energi asam lemakjenuh dibatasi hanya < 1% dari total
asupan energi.
5) Asupan garam <5 gram per hari.
6) Asupan serat 30-45 gram per hari (bisa didapatkan dari produk
gandum, buah atau sayur)
7) Asupan Asupan ikan setidaknya 2x per minggu Konsumsi
alkohol dibatasi 2 gelas per hari (20 gram] hari) untuk pria dan 1
gelas per hari (10 gram per hari pada wanita yang sedang tidak
hamil.
Saat ini diterapkan juga pola makanan Mediteranian yang
banyak mengandung minyak zaitun (extra -virgin olive oil) atau
kacang dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular
pada pasien yang beresiko tinggi tanpa penyakit penyerta
kardiovaskuler.
b. Aktivitas Olahraga
Pasien dengan APS disarankan untuk berolahraga sebanyak ≥ 3
kaii per minggu dengan durasi 30 menit setiap sesi nya.
c. Aktivitas Seksual
Aktivitas seksual dapat memicu terjadinya angina. dapat
digunakan nitrogliserin pada saat melakuan hubungan seksual dan
hindari pemberian Sildenafilbersamaan dengan nitrat.
d. Pengelolaan Berat Badan
Penurunan berat badan disarankan bagi pasien overweight dan
obesitas, hal ini juga dapat membantu untuk mencapai target tekanan
darah, dislipidemia dan metabolisme glukosa. Munculnya apnea saat
tidur pedudiperhatikan pada pasien obesitas karena berhubungan dengan
angka morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular.
4. Peran Dokter Keluarga
Grary, H.H. et al. Lecture Notes Kardiologi, Ed.4. Jakarta: Erlangga. 2005.
Bahri Anwar, T. Nyeri Dada. Fakultas Kedokteran Sumatera Utara; 2014: 1-6.
diakses pada 22 Maret 2019. http://repository .usu.ac.id/nyeridada.
PERKI. Panduan Praktik Klinik (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit
Jantung dan Pembukuh darah. Jakarta: Indonesian Heart Associatio; 2016
Gapi A, Madhavan SM, Shama SK, Sahn SA. Diagnosis and treatment of
tuberculous pleural effusion in 2006. Chest 2007,131(13):880-9