Nama Kelompok :
1. Fajar J.Silitonga
2. Muhammad Fajrin S.
3. Ika Corina
4. Wardah Novaningtias
5. Yuda Lesmana
Kelas : 5A-DKB
Peta ORIENTASI
Profil Kota Semarang
Kota Semarang (Jawa: ꦏꦏꦏꦏꦏꦏꦏꦏ) (Tionghoa : 三宝垄·)adalah ibukota Provinsi Jawa
Tengah, Indonesia sekaligus kota metropolitan terbesar kelima di Indonesia
sesudah Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung. Sebagai salah satu kota paling berkembang
di Pulau Jawa, Kota Semarang mempunyai jumlah penduduk yang hampir mencapai 2 juta jiwa
dan siang hari bisa mencapai 2,5 juta jiwa. Bahkan, Area Metropolitan Kedungsapur
(Kendal, Demak, Ungaran Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, dan Purwodadi
Kabupaten Grobogan) dengan penduduk sekitar 6 juta jiwa, merupakan Wilayah Metropolis
terpadat keempat, setelah Jabodetabek (Jakarta), Gerbangkertosusilo (Surabaya),
dan Bandung Raya. Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan Semarang ditandai pula
dengan munculnya beberapa gedung pencakar langit di beberapa sudut kota.
Kota ini terletak sekitar 558 km sebelah timur Jakarta, atau 312 km sebelah
barat Surabaya, atau 621 km sebalah barat daya Banjarmasin (via udara). Semarang berbatasan
dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Demak di timur, Kabupaten Semarang di selatan,
dan Kabupaten Kendal di barat.Luas Kota 373.67 km2.
Secara administratif Kota Semarang terbagi menjadi 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan.
Dari 16 Kecamatan yang ada, terdapat 2 Kecamatan yang mempunyai wilayah terluas yaitu
Kecamatan Mijen, dengan luas wilayah 57,55 Km2 dan Kecamatan Gunungpati, dengan luas
wilayah 54,11 Km2 . Kedua Kecamatan tersebut terletak di bagian selatan yang merupakan
wilayah perbukitan yang sebagian besar wilayahnya masih memiliki potensi pertanian dan
perkebunan. Sedangkan kecamatan yang mempunyai luas terkecil adalah Kecamatan Semarang
Selatan, dengan luas wilayah 5,93 Km2 diikuti oleh Kecamatan Semarang Tengah, dengan luas
wilayah 6,14 Km2 .
Kota Semarang berkembang menjadi kota yang memfokuskan pada perdagangan dan jasa.
Berdasarkan lokasinya, kawasan perdagangan dan jasa di Kota Semarang terletak menyebar dan
pada umumnya berada di sepanjang jalan-jalan utama. Kawasan perdagangan modern,
terutama terdapat di Kawasan Simpanglima yang merupakan urat nadi perekonomian Kota
Semarang. Di kawasan tersebut terdapat setidaknya tiga pusat perbelanjaan, yaitu Matahari,
Living Plaza (ex-Ramayana) dan Mall Ciputra, serta PKL-PKL yang berada di sepanjang
trotoar. Selain itu, kawasan perdagangan jasa juga terdapat di sepanjang Jl Pandanaran
dengan adanya kawasan pusat oleh-oleh khas Semarang dan pertokoan lainnya serta di
sepanjang Jl Gajahmada. Kawasan perdagangan jasa juga dapat dijumpai di Jl Pemuda dengan
adanya DP mall, Paragon City dan Sri Ratu serta kawasan perkantoran. Kawasan perdagangan
terdapat di sepanjang Jl MT Haryono dengan adanya Java Supermall, Sri Ratu, ruko dan
pertokoan. Adapun kawasan jasa dan perkantoran juga dapat dijumpai di sepanjang Jl
Pahlawan dengan adanya kantor-kantor dan bank-bank. Belum lagi adanya pasarpasar
tradisional seperti Pasar Johar di kawasan Kota Lama juga semakin menambah aktivitas
perdagangan di Kota Semarang.
Pada dataran rendah berupa endapan aluvial sungai, endapan fasies dataran delta dan endapan
fasies pasang-surut. Endapan tersebut terdiri dari selang-seling antara lapisan pasir, pasir lanauan
dan lempung lunak, dengan sisipan lensa-lensa kerikil dan pasir vulkanik.
Daerah perbukitan sebagian besar memiliki struktur geologi berupa batuan beku.
Dataran rendah memiliki jenis tanah berupa struktur pelapukan, endapan, dan lanau yang dalam.
Jenis Tanah di Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua, latosol coklat tua
kemerahan, asosiai alluvial kelabu, Alluvial Hidromorf, Grumosol Kelabu Tua, Latosol Coklat dan
Komplek Regosol Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua.
Jenis tanah lain yang ada di wilayah Kota Semarang memiliki geologi jenis tanah asosiasi kelabu
dan aluvial coklat kelabu dengan luas keseluruhan kurang lebih 22 % dari seluruh luas Kota
Semarang.
Kali Garang yan bermata air di gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah Utara
hingga mencapai Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali
Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembah-
lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras. Setelah
diadakan pengukuran debit Kali Garang mempunyai debit 53,0 % dari debit total dan kali Kreo 34,7
% selanjutnya Kali Kripik 12,3 %. Oleh karena Kali Garang memberikan airnya yang cukup dominan
bagi Kota Semarang, maka langkahlangkah untuk menjaga kelestariannya juga terus dilakukan.
Karena Kali Garang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum warga Kota Semarang.
Iklimatologi Kota Semarang
Kota Semarang seperti kondisi umum di Indonesia, mempunyai iklim tropik basah yang
dipengaruhi oleh angin monsun barat dan monsun timur.Dari bulan November hingga Mei, angin
bertiup dari arah Utara Barat Laut (NW) menciptakan musim hujan dengan membawa banyak uap air
dan hujan. Sifat periode ini adalah curah hujan sering dan berat, kelembaban relatif tinggi dan
mendung. Lebih dari 80% dari curah hujan tahunan turun di periode ini. Dari Juni hingga Oktober
angin bertiup dari Selatan Tenggara (SE) menciptakan musim kemarau, karena membawa sedikit uap
air. Sifat periode ini adalah sedikit jumlah curah hujan, kelembaban lebih rendah, dan jarang
mendung.
Berdasarkan data yang ada, curah hujan di Kota Semarang mempunyai sebaran yang tidak
merata sepanjang tahun, dengan total curah hujan rata-rata 9.891 mm per tahun. Ini
menunjukkan curah hujan khas pola di Indonesia, khususnya di Jawa, yang mengikuti pola angin
monsun SENW yang umum.
• Suhu minimum rata-rata yang diukur di Stasiun Klimatologi Semarang berubah-ubah dari 21,1
°C pada September ke 24,6 °C pada bulan Mei, dan suhu maksimum rata-rata berubah-ubah
dari 29,9 °C ke 32,9 °C.
• Kelembaban relatif bulanan rata-rata berubah-ubah dari minimum 61% pada bulan September
ke maksimum 83% pada bulan Januari.
• Kecepatan angin bulanan rata-rata di Stasiun Klimatologi Semarang berubah-ubah dari 215
km/hari pada bulan Agustus sampai 286 km/hari pada bulan Januari.
• Lamanya sinar matahari, yang menunjukkan rasio sebenarnya sampai lamanya sinar matahari
maksimum hari, bervariasi dari 46% pada bulan Desember sampai 98% pada bulan Agustus.
Sejarah Kota Semarang
• Mulanya dari dataran lumpur, yang kemudian hari berkembang pesat menjadi lingkungan
maju dan menampakkan diri sebagai kota yang penting. Sebagai kota besar, ia menyerap
banyak pendatang. Mereka ini, kemudian mencari penghidupan dan menetap di Kota
Semarang sampai akhir hayatnya. Lalu susul menyusul kehidupan generasi berikutnya.
• Sejarah Semarang berawal kurang lebih pada abad ke-8 M, yaitu daerah pesisir yang
bernama Pragota (sekarang menjadi Bergota) dan merupakan bagian dari kerajaan Mataram
Kuno. Daerah tersebut pada masa itu merupakan pelabuhan dan di depannya terdapat
gugusan pulau-pulau kecil. Akibat pengendapan, yang hingga sekarang masih terus
berlangsung, gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan. Bagian kota
Semarang Bawah yang dikenal sekarang ini dengan demikian dahulu merupakan laut.
Pelabuhan tersebut diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang dan memanjang masuk
ke Pelabuhan Simongan, tempat armada Laksamana Cheng Ho bersandar pada tahun 1405
M. Di tempat pendaratannya, Laksamana Cheng Ho mendirikan kelenteng dan mesjid yang
sampai sekarang masih dikunjungi dan disebut Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu).
Lanskap Kota Semarang
Semarang tidak ada bedanya dengan di kota-kota besar lainnya, berwujud ruang terbuka hijau
yang dipertahankan dan dikitari dengan tanaman jenis pohon yang baru sebagai penghijauannya.
Taman kota yang ada di seputar Lapangan Pancasila, pada awalnya berupa deretan pohon asam
kranji yang pada penataan Kawasan Simapala (Simpang Lima dan Jalan Pahlawan) tahun 1990 tetap
dipertahankan untuk menghindari kesan pembangunan tambal sulam, kemudian disisipi dengan deretan
lampu hias.
Dalam program mewujudkan taman kota bagian tepi dari ruang terbuka hijau tersebut
kemudian ditanami kelapa sawit beberapa lapis, yang kemudian dipindahkan ke koridor jalan yang lain
pada tahun 2011 ketika Kawasan Simapala ditata kembali.
Lapangan Simpang Lima merupakan pengganti alun-alun Semarang yang hilang dan sebenarnya
merupakan ruang terbuka hijau yang dirancang VOC setelah bentengnya dipindahkan dari Jepara ke
Semarang. Ide menjadikan Kawasan Telogo Bayem menjadi alun-alun pengganti diprakarsai Presiden
Soekarno yang sedang berpidato di Semarang. Tetapi sebenarnya sejak masih menjadi bagian dari tanah
milik Oei Tiong Ham (Raja Gula di Asia Tenggara), setelah berlangsungnya Koloniale
Tentoonstelling (1914) yang dirancang Maclaine Pont dan Thomas Karsten bagian kawasan yang
kemudian menjadi Lapangan Simpang Lima tersebut telah direncanakan Thomas Karsten.Perkembangan
taman di Semarang kemungkinan semasa dengan kota-kota lain terpicu oleh slogan Small is
Beautiful pada tahun1970an, sedangkan lanskap yang mewarnai koridor-koridor jalan utamanya telah
mengalami beberapa kali pergantian senyampang jenis pohon yang sedang Trend ditanam.
Sejarah Lanskap Koridor Jalan
di Kota Semarang
Deretan pohon asam di sepanjang koridor sisi utara dari alun-alun Semarang (produk VOC)
kemungkinan ditanam pada saat pembuatan Jalan Pemuda sebagai jalan utama dari Kota Lama,
terutama setelah menjadi bagian dari groote postweg Daendels. Pohon asam kemudian juga ditanam di
sepanjang jalanbesar yang lain, sehingga lanskap Semarang khususnya di koridor-koridor jalan
utamanya pernah diwarnai deretan pohon asam.
Kawasan Kota Lama Semarang tidak banyak ditumbuhi pohon asam, bahkan lebih banyak area
terbangun dari ruang terbuka hijaunya. Taman berukuran cukup besar yang ada adalah parade plein atau
lapangan untuk parade militer di sebelah timur Gereja Blenduk, yang kini disebut Taman Srigunting.
Jalan LetjenSuprapto yang pernah menjadi bagian dari groote postweg Daendels terlalu sempit
di kiri-kanannya ditanami pepohonan bertajuk lebar. Deretan pohon asam yang mewarnai
koridor Jalan Alun-alun Utara tidak berlanjut meneruske jalan tersebut melewati Kreteg mBerok, apalagi
setelah gedung Gementee Semarang berada di sisi barat dari Jalan Ranggawarsita disebelah utara
jembatan yang terkenal itu.
Pola lanskap di kawasan Kota Lama sangat mungkin terkait dengan hasil pelebaran Kota Benteng
yang semula hanya di sisi timur Kali Semarang berseberangan dengan Masjid Kampung Melayu menjadi
meluas ke timur.
Kawasan Tawang yang sebelumnya tidak termasuk kawasan Kota Lama dari beberapa foto kuno
semasa dengan kejayaan Stasiun Tawang dapat diketahui lanskapnya ditandai dengan deretan pohon
cemara. Koridor jalan yang menghubungkan Jalan Mataram dan Stasiun Samarang di Kemijen ditandai
dengan deretan pohon cemara, demikian juga disekeliling lapangan di depan Stasiun Tawang yang kini
telah berubah menjadi kolam retensi.
Benteng Pendhem
Stasiun Tawang 1920
Pohon asam yang menaungi rel trem listrik disepanjang jalan-jalan utama di kota Semarang tidak
dipilih untuk mewarnai lanskap korido rarea perkereta-apian dan gudang nya kemungkinan
mempertimbangkan tajuknya yang tidak lebar dan pohonnya meninggi. Fungsinya sebagai elemen
pengarah dan penanda lebih dibutuhkan, serta pertimbangan keberadaannya di daerah sedimentasi.
Hal yang sama juga dapat ditemukan, di hampir semua lapangan rumput yang lebih muda seperti
lapangan Benteng Pendhem, lapangan Sidodadi, lapangan Mugas, lapangan Kalisari disekelilingnya juga
ditanami cemara. Karena tidak memerlukan perawatan yang khusus sebagian dari deretan pohon cemara
tersebut masih ada. Beberapa jalan menggunakan nama-nama tanaman menandai pada koridornya pernah
memiliki lanskap yang ditandai oleh deretan pohon tertentu, atau pernah ada pohon yang khas dan
membedakannya dari lanskap koridordi jalan yang lain.
Jalan di komplek permukiman di Peterongan yang didesain Thomas Karsten banyak menggunakan
nama tanaman buah-buahan seperti mangga, manggis, belimbing, jeruk. Dalam perencanaan Karsten yang
berkonsep kota tropis daerah tersebut dikonsepkan memiliki lanskap yang dibentuk oleh keberadaan
tanaman buah-buahan yang tidak semuanya bertajuk lebar.
Kawasan lain di mana Jalan Beringin, JalanTanjung terletak adalah kawasan kuno yang terbentuk
karena pembuatan Bojong-weg (kini Jalan Pemuda).
Nama jalan-jalan tersebut karena pada koridornya terdapat jenis-jenis pohon yang tidak banyak
terdapat di kawasan yang lain. Di dekat bangunan kuno Pasar Bulu yang telah dirobohkan terdapat Jalan
Karangasem yang deretan pohon asam-nyamasih bertahan sampai sekarang. Bisa jadi karena koridor jalan
tersebut mengantarkan menuju ke komplek militer sehingga lanskapnya masih tetap terjaga. Sebaliknya
koridor Jalan Soegijopranoto yang di kiri–kanannya dahulu juga diwarnai deretan pohon asam telah
berwajah baru akibat beberapa kali pelebaran jalannya, termasuk juga menyebabkan rel tremlistrik
Banjirkanal Barat-Jomblang di sisiselatannya ikut terkubur.
Demikian juga pada koridor Karang balong yang menghubungkan Jembatan Banjir
kanal Barat ke LapanganTerbang Kali Banteng (kini Bandara A.Yani) tidak ada lagi deretan pohon asam.
1. Ukuran dan tujuan kebijakan berkaitan dengan standar luas yaitu 20% RTH publik dari luas
wilayah Kota Semarang belum terpenuhi, tetapi pemerintah Kota Semarang terus menata dan
membangun RTH publik setiap tahunnya agar sesuai perda RTRW tahun 2031 Kota Semarang
sudah dapat memenuhi standar tersebut.
2. Sumber daya menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan kebijakan penataan RTH publik
ini, karena masih ada sumber daya manusia yang tidak memenuhi kompetensi dalam
malaksanakan kegiatan penataan di lapangan dan juga masih kurangnya jumlah anggota di
lapangan dalam mengawasi RTH publik yang ada, pemerintah juga belum meningkatkan
kompetensi pegawai SKPD terkait pemerintah harus menganggarkan penambahan tanaga kerja
non PNS untuk menambah kekurangan jumlah sumber daya manusianya.
3. Faktor Komunikasi antar organisasi dinilai masih ada kekurangan karena proses koordinasi
kegiatan penataan RTH publik di lapangan yang masih belum efisien dan dukungan dari SKPD
lain untuk pembangunan RTH publik juga masih belum maksimal
4. Lingkungan sosial yaitu masyarakat belum semua sadar akan kebutuhan RTH publik di Kota
Semarang, kesadaran akan kebutuhan RTH publik di daerahnya sendiri harus ditingkatkan dengan
mengakses informasi tentang pentingnya RTH publik di Kota Semarang.
Sekian
Terima Kasih.