Anda di halaman 1dari 27

DEA PUTRI AZHARI HSB LANSKAP BUDAYA

210406088 TA C

ULASAN KAWASAN
KOTA SEMARANG
KAWASAN KOTA
SEMARANG
Semarang merupakan Ibukota Privinsi Jawa Tengah,
Indonesia yang sekaligus menjadi pusat pemerintahan
dan perekonomian dari Provinsi Jawa Tengah,
Indonesia. Kota ini adalah kota metropolitan terbesar
kelima di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya,
Bandung, dan Medan.

Kota Semarang adalah salah satu kota penting yang


terletak di pesisir utara Jawa dan sebagai hub utama
penghubung Jakarta–Surabaya dan kota–kota di
pedalaman selatan Jawa (Surakarta dan Yogyakarta).
Kota Semarang memiliki ketinggian dari 2 meter
bawah permukaan laut hingga 340 meter di atas
permukaan laut dengan kemiringan lereng 0%–45%.
Kota Semarang merupakan kota yang memiliki kondisi
topografi yang unik berupa wilayah dataran rendah
yang sempit dan wilayah perbukitan yang memanjang
dari sisi barat hingga sisi timur Kota Semarang.
Wilayah dataran rendah di Kota Semarang sangat
sempit.
PETA JAWA TENGAH

KOTA SEMARANG
SEJARAH TERBENTUKNYA
KOTA SEMARANG

Sejarah Semarang berawal kurang lebih pada abad ke-6 M,


yaitu daerah pesisir yang bernama Pragota (sekarang menjadi
Bergota) dan merupakan bagian dari kerajaan Mataram Kuno.
Daerah tersebut pada masa itu merupakan pelabuhan dan di
depannya terdapat gugusan pulau-pulau kecil. Akibat
pengendapan, yang hingga sekarang masih terus berlangsung,
gugusan tersebut sekarang menyatu membentuk daratan.[8]

Bagian kota Semarang Bawah yang dikenal sekarang ini


dengan demikian dahulu merupakan laut. Pelabuhan tersebut
diperkirakan berada di daerah Pasar Bulu sekarang dan
memanjang masuk ke Pelabuhan Simongan, tempat armada
Laksamana Cheng Ho bersandar pada tahun 1435 M. Di tempat
pendaratannya, Laksamana Cheng Ho mendirikan kelenteng
dan masjid yang sampai sekarang masih dikunjungi dan
disebut Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu).
Pada akhir abad ke-15 M ada seseorang ditempatkan oleh
Kerajaan Demak, dikenal sebagai Pangeran Made Pandan
(Sunan Pandanaran I), untuk menyebarkan agama Islamdari
perbukitan Bergota. Dari waktu ke waktu daerah itu semakin
subur, dari sela-sela kesuburan itu tumbuhlah pohon asam
yang berjarak antara satu sama lain (jarang-jarang) (bahasa
Jawa: asem arang), sehingga memberikan gelar atau nama
daerah itu yang kemudian menjadi Semarang.

Gambar Semarang pada tahun 1859


BENTUK FISIK TATA
RUANG KAWASAN
Kebijakan penataan ruang wilayah Kota Semarang dan
Kabupaten Semarang tidak terlepas dari sistem
kewilayahan yang telah ditentukan dalam kerangka
penataan ruang wilayah propinsi, yaitu Kedungsepur,
yang meliputi: Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak,
Ungaran (Kabupaten Semarang), Kota Salatiga dan
Purwodadi (Kabupaten Grobogan). Sistem kewilayahan
tersebut telah tertuang dalam Keputusan Bersama No. 30
Tahun 2005, No. 130 / 0975, No. 130 / 02646, No. 63
tahun 2005, No. 130.1/A.00016, No. 130.1/4382 tanggal
15 Juni 2005 tentang Kerjasama Program Pembangunan di
Wilayah Kedungsepur, dan telah diperbarui dengan
Kesepakatan Bersama No.146/199.c/2011, No.130/07/2011,
No.415.4/03.3/KJS/2011, No.MOU-6/Perj-III/2011,
130/049, 130/1131/I/2011 tentang Kerjasama Bidang
Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan di
Wilayah Kedungsepur.

Kebijakan tersebut menjadi salah satu hal yang


mendasari penyusunan rencana tata ruang wilayah pada
kawasan Kedungsepur tersebut, termasuk Kota Semarang
dan Kabupaten Semarang.
Berdasar tata Ruang Kota Semarang terbentuk oleh
karakter geografi fisik dan jaringan regional
menciptakan pola keruangan yang diarahkan
pengembangannya untuk mencapai tujuan arah
pengembangan ruang Kota Semarang :

a. Merupakan daerah datar yang mempunyai potensi


keruangan yang efektif.

b. Merupakan wadah berkembangnya pusat-pusat


kegiatan perkotaan dan permukiman yang mampu
menciptakan perkembangan ekonomi perdagangan
dan jasa di berbagai sektor dan strata, disamping
merupakan perlindungan dan revitalisasi kawasan-
kawasan bersejarah dan
budaya, pusat-pusat permukiman padat dan
konservasi kehidupan kampung.

c. Kawasan ini harus didukung oleh pengembangan


drainase yang baik dan perlindungan
daerah genangan.
a. Peraturan Daerah Kota Semarang No. 14 Tahun
2011 tentang RTRW Kota Semarang Tahun 2011-
2031

Perkembangan Kota Semarang yang merupakan


perwujudan dari pertumbuhan penduduk dan
keberagaman aktivitas didalamnya, serta interaksi
yang terjadi diantaranya menjadi salah satu alasan
disusunnya Peraturan Daerah Kota Semarang No. 14
Tahun 2011 tentang RTRW Kota Semarang Tahun
2011-2031, menggantikan Perda No. 5 Tahun 2004
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Semarang Tahun 2000 – 2010.

Pada RTRW yang berlaku saat ini, dijelaskan bahwa


tujuan penataan ruang Kota Semarang adalah
mewujudkan Kota Semarang sebagai pusat
perdagangan dan jasa berskala internasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
Dengan demikian rencana yang disusun mengarah
pada pencapaian tujuan tersebut, salah satunya
melalui rencana pola ruang wilayahnya.
Pola Ruang Kota Semarang

Sumber : RTRW Kota Semarang 2011-2031


Pada RTRW Kota Semarang dijelaskan bahwa pola
ruang Kota Semarang meliputi penggunaannya
sebagai kawasan industri, kawasan konservasi,
kawasan perdagangan dan jasa, permukiman,
kawasan pendidikan, tambak, dan kawasan
pertanian yang meliputi pertanian lahan basah dan
lahan kering.

Terkait dengan pola ruang pada kawasan yang


berbatasan langsung dengan Kota Semarang, salah
satu diantaranya adalah berbatasan dengan
Kabupaten Semarang.

b. Peraturan Daerah No.6 Tahun 2011 tentang


RTRW Kabupaten Semarang

Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten


Semarang yang tercantum dalam Perda tersebut
menyebutkan bahwa tujuan penataan ruang wilayah
adalah terwujudnya daerah sebagai penyangga
Ibukota Provinsi Jawa Tengah dan kawasan
pertumbuhan berbasis industri, pertanian dan
pariwisata yang aman, nyaman, produktif,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Terkait dengan upaya yang dapat dilakukan untuk
mewujudkan tujuan tersebut, strategi yang dapat
dilakukan meliputi:
- Penyediaan ruang wilayah dan prasarana wilayah
sebagai penyangga perekonomian
utamanya dengan pengembangan kawasan untuk
fungsi permukiman perkotaan, industri,
pertanian, pariwisata yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan
- Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup
- Pemerataan sarana dan prasarana permukiman,
jasa pendukung dan prasarana wilayah
lainnya di seluruh wilayah;
- Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan
keamanan negara.

Strategi penyediaan ruang wilayah dan prasarana


wilayah sebagai penyangga perekonomian utamanya
dilakukan dalam upaya dengan pengembangan
kawasan untuk fungsi permukiman, industri,
pertanian, pariwisata yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan, salah satunya dilakukan
dengan meningkatkan fungsi dan peran perkotaan
Ungaran terutama bagian timur sebagai pusat
kegiatan ekonomi baru dan kawasan permukiman
pendukung kawasan metropolitan daerah.
BENTANG ALAM KOTA
SEMARANG

Wilayah kota Semarang mencerminkan bentang alam


berupa dataran rendah pantai dan daerah
perbukitan, dengan ketinggian berkisar antara 0-
270 m dml. Morfologi dataran rendah, mempunyai
ketinggian antara 0-50 m dpl, yang terbentang luas
di daerah dataran pantai mulai dari Kendal di
bagian barat, Semarang di bagian tengah hingga
Demak di bagian timur. Pada morfologi dataran ini
tertutupi endapan aluvium, yang terdiri dari
endapan sungai, endapan delta Garang dan endapan
pantai. Endapan aluviummerupakan material-
material lepas, berupa pasir, lanau, lempung, kerikil
dan kerakal.
Morfologi perbukitan yang terletak di bagian selatan
kota Semarang mempunyai ketinggian berkisar
antara 50-270 m dpl. Morfologi perbukitan ini
merupakan Formasi Damar yang terdiri dari
batupasir, breksi, konglomerat dan tufa (Sihwanto
dan Iskandar, 2000).
TATA MASA BANGUNAN DAN
SEJARAHNYA
Kawasan Alun-alun simpang lima merupakan kawasan
pemerintahan, peribadatan dan perdagangan serta berskala
kota, dengan bangunan pemerintahan tempo dulu sebagai
pengisi elemen bangunan pada kawasan alun – alun utara
tersebut, dengan ketentuan sbb :

a. KDB 50 % - 80 %
 b. KLB 1 – 3,6
 c. Ketinggian bangunan 1 – 3 lantai
 d. Jalan di sekeliling Alun-alun utara ini tergolong jalan
Arteri Sekunder.
 e. Garis Sempadan Bangunan (GSB) 10 meter

Pembentukkan massa bangunan meliputi struktur bangunan,


permukaan tanah dan penempatan obyek dalam ruang.
Bangunan – bangunan yang berada di koridor jalan memiliki
ketinggian yang beraneka ragam, hal ini ditunjukkan dengan
fungsi pemerintahan tersebut. Ketinggian bangunan di
kawasan Alun-alun simpang lima hampir seragam. Ketinggian
bangunan dimulai dengan 1 lantai sampai 3 lantai. Hal
tersebut merupakan peraturan dari pemerintah setempat,
serta masih mengikuti langgam dari tipe bangunan terdahulu
yang mayoritas tidak berlantai banyak.
Bangunan di alun – alun ini masih sangat kental dengan
unsur hystorical. Hal ini dapat dilihat dari fasade bangunan
yang tidak lepas dari unsur arsitektur Semarang.
Bahu jalan simpang tujuh, digunakan sebagai area sitting
group, parkir dan berdagang
Ketinggian bangunannya rata – rata meliputi 1 – 7 lantai.
BENTUK BANGUNAN
1. Gaya Arsitektur Bangunan Tionghoa di Semarang

Semarang memiliki wilayah yang sangat strategis yaitu


berada di pesisir pantai utara Jawa. Hal ini memungkinkan
Semarang untuk dijejaki oleh berbagai bangsa lain diluar
wilayah Jawa. Salah satu bangsa yang pernah singgah di
wilayah ini adalah orang-orang Cina. Menurut N.J Krom, awal
abad ke-14 telah ada pemukiman orang Tionghoa di Pulau
Jawa yang membentuk koloni kecil di pinggir pantai.[1]
Mereka mendarat pertama kali di sekitar pantai timur laut
Jawa Tengah yang sekaligus menjadi pusat perdagangan di
Asia Tenggara.[2]

Orang-orang Tionghoa, seperti halnya etnis Tionghoa di


berbagai wilayah di Indonesia, juga membangun
pemukimannya di bantaran sungai. Hal ini dikarenakan
anggapan bahwa sungai sebagai suatu tempat dimana
kehidupan bis mengalir karena pada zaman dahulu sungai
difungsikan sebagai tempat transportasi utama selain jalan
atau laut. Sungai sebagai sumber kehidupan masyarakat
Tionghoa di Semarang yang membuat mereka mengembangkan
pemukimannya di bantaran sungai di Lasem. Alhasil,
pemukiman-pemukiman gaya Tionghoa pun terbentuk.
Pengaruh arsitektur asing dan kejayaan masa lalu kota
Semarang sedikit banyak memberikan inspirasi pada desain
bangunan pada masa kini. Sebagai contoh pada tahun
2000 saat Java Supermall dibangun, desainnya mengambil
kubah gereja Immanuell (gereja Blenduk) sebagai cirikhas
bangunan Java Supermall. Dalam waktu tidak lama di
seberang Java Supermall juga mengambil cirikhas kubah itu
sebagai cirikhas bangunannya.

Keadaan geografis, iklim


maupun suhu yang tidak
berbeda jauh antara di
Cina dan di Semarang,
membuat para penduduk
Tionghoa di Semarang
mengadopsi gaya
arsitektur bangsa mereka
di tempat asalnya.
Kesamaan gaya arsitektur
Tionghoa di Cina ataupun
di Indonesia dapat
dilihat dari berbagai
bidang seperti bentuk atap,tiang penyangga, ornamen-
ornamen pelengkap pada rumah, klenteng, ataupun bentuk
simbolisasi terhadap suatu benda.
Makna simbolisasi dalam gaya arsitektur Tionghoa di
Semarang sangatlah kental. Berbagai makna tersirat
tergambar dalam arsitektur bangunan-bangunan di
kawasan pecinan.

Simbolisasi dalam gaya arsitektur Tionghoa di Semarang


juga tergambar dalam penggunaan corak warna dalam
bangunannya. Banyak bangunan-bangunan berarsitektur
Tionghoa memakai warna merah dan kuning. Pemakaian
warna tersebut biasanya digunakan dalam berbagai
bidang bangunan seperti pilar dan tembok bangunan.

Warna merah menyimbolkan api dan darah, yang berarti


simbol kemakmuran dan keberuntungan bagi masyarakat
Tionghoa. Warna merah juga berarti simbol kebajikan,
kebenaran dan ketulusan. Warna merah juga disimbolkan
sebagai arah selatan, yang
bermakna positif. Oleh
karena itu, warna merah
banyak dipakai dalam
bangunan-bangunan
bergaya khas Tionghoa di
Semarang, karena muncul
anggapan bahwa warna
tersebut akan membawa
hal-hal baik terhadap isi
ruang maupun pemilik
bangunan tersebut.
1. Gaya Arsitektur Bangunan Kolonial di Semarang
Setelah kedatangan orang-orang Cina ke Semarang yang
pada akhirnya membentuk suatu pemukiman, kemudian
datang banghsa-bangsa dari Eropa seperti Portugs dan
Belanda yang juga berlayar hingga pesisir utara pantai
Jawa. Pada mulanya, kedatangan bangsa-bangsa diatas
adalah bertujuan untuk berdagang. Mereka membangun
gudang-gudang yang terbentuk dari kayu dan beratapkan
ijuk untuk menyimpan barang dagangan maupun bekal
mereka.

Gedung eks PT Perkebunan XV di Jalan Mpu Tantular yang dulu milik


NV Cultuur Maatschappij Der Vorstenlanden, Semarang, sekitar
tahun 1915-1920. Sumber: Tropen Museum.

Selain tampak dari bentuk jendela, gaya asitektur yang


banyak disebut dengan gaya indis juga mempengaruhi
bentuk atap suatu bangunan. Kita ambil contoh saja
dalam bangunan bersejarah Lawang Sewu, atau yang
dulunya merupakan kantor pusat Nederlands-Indische
Spoorweg Maatschappij (NIS), yang berada di Semarang.

Gambar: Kantor pusat Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij


(NIS), Semarang 1907-1913, Sumber: Tropen Museum.

Bangunan ini memiliki banyak sekali pintu dan jendela


yang disesuaikan dengan kondisi geografis Semarang.
Bentuk atap juga disesuaikan dengan iklim di Semarang
yang memiliki curah hujan cukup tinggi. Atap bangunan
didesain miring agar air hujan dapat jatuh ke tanah,
serta agar tahan dari hembusan angin kencang.
Arsitektur atap serupa juga terdapat dalam banyak
bangunan kolonial lain di Semarang seperti Stasiun
Tawang dan kawasan kota tua di Semarang yang
sebenarnya didesain pemerintah kolonial agar menjadi
sebuah kota pemerintahan yang besar di Hindia Belanda.

Stasiun Tawang
3. Arsitektur Bangunan Kota Semarang Pasca
Kemerdekaan

Setelah Indonesia terbebas dari belenggu penjajahan


Hindi Belanda, terjadi kekosongan dalam pembangunan
terutama dalam bidang arsitektur kolonial. Adanya
semangat membebaskan diri dari pengaruh kolonialisme
turut mendorong arsitek-arsitek pribumi untuk mencoba
memutar otak untuk membuat gaya arsitektur khas
Indonesia. Pada saat itulah muncul suatu gaya arsitektur
bangunan yang disebut-sebut khas Indonesia yaitu gaya
jengki.

Hadirnya rumah gaya jengki di Indonesia dilatarbelakangi


oleh munculnya arsitek pribumi yang notabene adalah
tukang ahli bangunan sebagai pendamping arsitek
Belanda. Para ahli bangunan pribumi tersebut kebanyakan
lulusan pendidikan menengah bangunan. Ketika
pergolakan politik di Indonesia masih memanas sekitar
tahun 1950 sampai 1960-an, ditandai semakin
berkurangnya arsitek Belanda dan munculnya para ahli
bangunan lulusan pertama arsitek Indonesia menjadi poin
yang membentuk perkembangan rumah bergaya jengki.
Gaya jengki memiliki
ciri khusus yaitu
penggunaan atap
pelana yang digeser
puncaknya, tampilan
garis yang dominan
serta bidang miring,
dan penggunaan
material lokal, sehingga
membuat gaya
arsitektur ini tergolong
asli milik Indonesia.
Semarang sebagai kota
besar yang
berkomposisi penduduk
banyak juga banyak mengadopsi gaya jengki ini dalam rumah-
rumah penduduk Semarang.

Kemiringan atap yang curam memudahkan mengalirnya air


hujan ketika musim penghujan (arsitektur tropis).
Bentuk segi lima yang melebar ke atas membentuk sebuah
dinding sebagai pelindung dari sinar matahari.
Beranda atau teras dibuat untuk mengurangi panas ruangan
di dalamnya (interior).
Atap pelana yang tidak bertemu pada bumbungan atap,
tetapi menyisakan dinding yang bisa dimanfaatkan untuk
penempatan krepyak yang berfungsi untuk sirkulasi udara
. Banyaknya lubang-lubang ventilasi memudahkan udara
masuk ke dalam ruangan.
Intinya, walaupun memiliki perbedaan dengan arsitektur
kolonial, namun tidak sekedar mengejar bentuk yang lain
(asal beda) semata, namun pertimbangan fungsi masih
menjadi perhatian yang sangat penting.
MASYARAKAT DAN
BUDAYANYA

Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah, dengan


demikian adat istiadat, bahasa maupun budaya Jawa
sangat kental di kota ini. Meskipun memiliki budaya Jawa,
banyak dari warganya yang juga keturunan etnis
Tionghoa. Tak bisa dipungkiri bahwa budaya Tionghoa pun
ikut berperan di Semarang.

Ini terlihat dari berbagai elemen kehidupan di Semarang,


mulai dari bangunan sampai dengan kuliner atau
makanan. Di Semarang berkembang beberapa suku seperti
Jawa, Tionghua dan Arab, serta memiliki budaya yang
menarik yang merupakan perpaduan budaya-budaya.

Masyarakat yang ada di Kota Semarang termasuk


masyarakat yang religius. Di mana setiap individu
memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaannya
masing-masing. Hal ini tidak lepas dari sejarah kota
Semarang yang merupakan salah satu kota yang menjadi
obyek persinggahan dan penyebaran agama, terutama
agama Islam yang mayoritas penduduk kota Semarang
beragama Islam.
Tradisi dan budaya di Semarang terlihat lebih cantik
karena unsur Jawa Oriental yang begitu kental. Ada
berbagai kebudayaan masyarakat Semarang antara lain :

Mantenan

Pengantin (mantenan) Semarang asli merupakan budaya


tradisional yang harus dilestarikan keberadaannya.
pengantin Semarangan mempunyai pakaian khas untuk
masingmasing mempelai. Pengantin wanita memakai
pakaian jawa biru gelap dengan kancing emas dan
berkerah Shanghai. Pengantin pria berpakaian jubah
sepanjang lutut dengan pakaian luarnya terbuat dari
bludru biru gelap.

Prosesi mantenan
Semarangan, sang penganten
putri ditandu di atas Joli
dengan gelang emas
serenteng, kalung dan giwang
gemerlap serta pilis emas di
dahinya. Sang penganten
putra dengan gagah
menunggang seekor kuda,
lengkap dengan pedang terselip di pinggang mengiringi
sang penganten putri.
Dugderan

warak ngendog

Secara harfiah, Warak Ngendog bisa diartikan sebagai


siapa saja yang menjaga kesucian di Bulan Ramadhan,
kelak di akhir bulan akan mendapatkan pahala di Hari
lebaran. Pada setiap bulan puasa tiba Warak Ngendog
mudah dijumpai dalam bentuk mainan khas Kota
Semarang yang muncul sekali dan hanya hadir di
perayaan tradisi Dugderan.

Mainan ini berwujud makhluk rekaan yang merupakan


gabungan dari beberapa binatang yang merupakan
simbol persatuan dari berbagai golongan etnis warga
kota Semarang, yaitu Cina, Arab dan Jawa. Maka
tradisi ini tetap dilestarikan hingga sekarang dan
menjadi ciri khas budaya Kota Semarang menjelang
datangnya bulan puasa bagi umat Islam.
Nyadran

Menyambut datangnya bulan suci Ramadan, warga


Semarang melakukan ritual Nyadran sejak memasuki
bulan Ruwah. Nyadran adalah ziarah kubur. Mereka
mendoakan arwah leluhur.

Popokan

Sendang merupakan sebuah desa di kecamatan Bringin,


Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia.
Terkenal dengan budayanya yaitu "popokan" sebuah
upacara adat lempar lumpur yang diperingati pada
bulan agustus tepatnya hari jumat kliwon. Popokan
sendiri bermakna pembersihan diri atau bisa diartikan
menghilangkan kejahatan/keburukan tidak harus
dengan kekerasan, namun dengan rendah diri dan taat
pada ALLAH SWT maka niscaya semua itu bisa dilawan.

Magengan

Tradisi Megengan ini diperkenalkan oleh Sunan


Kalijaga pada saat penyebaran agama Islam dalam
acara Megengan biasanya ada acara mendoakan para
sesepuh yang telah wafat. Selain itu dalam tradisi
Megengan juga diisi dengan acara syukuran dengan
membagi-bagikan makanan terutama kue apem.

Anda mungkin juga menyukai